Thin Layer Chromatography Fingerprints of Leaves of Three Guava Types

(1)

NUGROHO AJI ANDHIKA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ABSTRAK

NUGROHO AJI ANDHIKA Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis dari Daun Tiga

Jenis Jambu Biji Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan RUDI

HERYANTO

Daun jambu biji dikenal mengandung senyawa kimia yang memiliki

aktivitas sebagai antioksidan. Metode kendali mutu diperlukan untuk menjaga

mutu bahan baku. Penelitian ini bertujuan mencari sidik jari kromatografi dari

daun jambu biji dengan menggunakan profil kromatografi lapis tipis (KLT) yang

dikembangkan menjadi densitogram. Sidik jari dikembangkan dalam bentuk pola

KLT dan densitogram yang dihasilkan dengan menggunakan perangkat lunak

Image J

. Sidik jari tersebut dihasilkan melalui optimasi komposisi fase gerak

dengan

simplex centroid

design

(SCD). Tiga jenis daun jambu biji diekstraksi

dengan 2 komposisi pelarut metanol 96% dan 70%. Ekstrak positif mengandung

flavonoid dan tanin yang diuji secara kualitatif. Hasil evaluasi dengan SCD

menunjukkan bahwa sidik jari terbaik berdasarkan keterpisahan dan jumlah pita

yang berasal dari ekstrak metanol 70% adalah jambu biji putih (JBP) dan jambu

biji merah (JBM) dengan jumlah pita masing-masing 5 dan 6 sedangkan dari

ektrak metanol 96% untuk jambu biji kode7 (JB7) menghasilkan 5 pita. Ketiga

sidik jari tersebut dihasilkan dari nisbah fase gerak kloroform : etil asetat

berturut-turut (0.6:0.4), (0.7:0.3), dan (0.8:0.2) untuk JBP, JBM, dan JB7. Ketiga sidik jari

tersebut memiliki aktivitas antioksidan untuk JBP, JBM, dan JB7 dengan nilai

IC

50

berturut-turut 10.73, 9.45, dan 2.63 ppm.

ABSTRACT

NUGROHO AJI ANDHIKA

Thin Layer Chromatography Fingerprints of Leaves

of Three Guava Types Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN and RUDI

HERYANTO

Guava leaf contains chemical compounds having antioxidant activity.

Quality control methods are needed to maintain the quality of raw materials. The

objective of this research is to find the chromatographic fingerprints from guava

leaves by using the profile of thin layer chromatography (TLC) which is

developed into densitogram. Fingerprint patterns were developed in the form of

TLC and densitogram generated by using the software Image J. Fingerprints were

generated through optimization of mobile phase composition with the simplex

centroid design (SCD). The leaves of three guava types were extracted using two-

solvent composition of 96% and 70% methanol. The extracts contained flavonoids

and tannins which were detected qualitatively. SCD evaluation shown that the

best fingerprints based on its resolution spots from extract methanol 70% were

white guava (JBP) and red guava (JBM) with 5 spots and 6 spots, respectively,

while extract metanol 96% for guava 7 (JB7) resulted 5 spots. All fingerprints

were obtained from chloroform:ethyl acetate as mobile phase with ratio for JBP,

JBM, and JB7 were (0.6:0.4), (0.7:0.3), and (0.8:0.2), respectively. Antioxidant

activities represented by IC

50

value for JBP, JBM, and JB7 were 10.73, 9.45 and


(3)

SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DARI DAUN

TIGA JENIS JAMBU BIJI

NUGROHO AJI ANDHIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(4)

Judul Skripsi

Nama

NIM

:

:

:

Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis dari Daun Tiga Jenis

Jambu Biji

Nugroho Aji Andhika

G44070083

Disetujui

Pembimbing I

Prof.Dr.Ir Latifah K. Darusman, MS

NIP. 19530824 197603 2 001

Pembimbing II

Rudi Heryanto, S.Si, M.Si

NIP. 19760428 200501 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002


(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya ilmiah berjudul “

Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari Daun Tiga

Jenis Jambu Biji

”. Penelitian ini bertujuan

mengetahui sidik jari daun jambu biji

dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis dan juga mengetahui

aktivitas antioksidan dari daun jambu biji. Penelitian dilakukan sejak Maret 2011

sampai Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat

Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K

Darusman, MS dan Rudi Heryanto, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang selalu

memberi bimbingan, motivasi dan saran selama penelitian dan penyusunan karya

ilmiah ini. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka dan bagian Laboratorium

Kimia Analitik yang telah membantu dalam penelitian dengan tema kendali

kualitas obat bahan alam. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada pak

Eman,

Bu Nunung, Pak Dede, Pak Kosasih, dan Pak Ridwan, juga kepada Ibu Salina, Ibu

Nunuk, Antonio dan Frengki. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Ayah dan

Ibu atas dukungan materi dan moril.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2011


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1988 dari pasangan

Rachman Utomo dan Satinem. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo)

pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Kimia Analitik Layanan, Kimia Elektroforesis dan Teknik Pemisahan pada tahun

ajaran 2010/2011. Penulis juga berkesempatan mengikuti Pekan Ilmiah

Mahasiswa Nasional (PIMNAS) tahun 2011 dalam rangka mempresentasikan

program kreativitas mahasiswa bidang penelitian. Penulis juga berkesempatan

menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium Pestisida dan Mikrobiologi

Pusat Pengujian Mutu Barang pada tahun 2010.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Senyawa Flavonoid ... 2

Senyawa Antioksidan ... 2

Metode Antioksidan DPPH ... 3

Metode Ekstraksi... 3

Kromatografi Lapis Tipis ... 4

Kromatografi Lapis Tipis Pemayaran ... 5

Perangkat Lunak

Image J

... 5

Analisis Sidik Jari ... 5

Rancangan Campuran ... 5

BAHAN DAN METODE ... 6

Alat dan Bahan ... 6

Metode Penelitian ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

SIMPULAN DAN SARAN ... 16

Simpulan ... 16


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kekuatan dan klasifikasi pelarut menurut Snyder ... 4

2 Sepuluh titik selektivitas SCD ... 8

3 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji dengan maserasi metanol 96% ... 10

4 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji dengan maserasi metanol 70 % ... 10

5 Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol 96% ... 11

6 Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol 70% ... 12

7 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji putih ... 13

8 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji merah ... 13

9 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji 7 ... 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Daun jambu biji (

Psidi folium

) ... 2

2 Struktur dasar flavonoid ... 2

3 Struktur dasar kuersetin ... 2

4 Struktur DPPH ... 3

5 Mekanisme kerja DPPH ... 3

6 Mekanisme penjerapan komponen pada silika gel... 4

7 Sepuluh titik selektivitas

Simplex Centroid

... 6

8 Jumlah pita sampel daun jambu biji hasil maserasi metanol 70%. ... 11

9 Jumlah pita sampel daun jambu biji hasil maserasi metanol 96 % ... 11

10 Kromatogram JBP 70% daun tua ... 14

11 Densitogram JBP 70% daun tua ... 14

12 Kromatogram JBM 70% daun tua ... 14

13 Densitogram JBM 70% daun tua ... 15

14 Kromatogram JB7 96% daun muda ... 15


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan kerja penelitian ... 20

2 Kode sampel dan data kadar air daun jambu biji ... 21

3 Hasil maserasi dengan metanol 96% dan 70% ... 22

4 Data dan perhitungan IC

50

dari seluruh sampel ... 23

5 Jumlah pita dan nilai Rf berdasarkan rancangan SCD ... 26

6 ANOVA model kuadratik JBP 70% tua... 30

7 ANOVA model kubik JBP 70% tua ... 31

8 ANOVA model linear JBM 70% tua ... 32

9 ANOVA model kuadratik JBM 70% tua ... 33

10 ANOVA model kubik JBM 70% tua ... 34

11 ANOVA model linear JB7 96% muda ... 35

12 ANOVA model kuadratik JB7 96% muda ... 36

13 ANOVA model kubik JB7 96% muda ... 37


(10)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tumbuhan obat telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sebagai solusi alternatif dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. Dewasa ini masyarakat mulai beralih dari pengobatan modern ke pengobatan tradisional atau yang dengan istilah Back to Nature. Pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman obat sebagai medianya memiliki beberapa keuntungan diantaranya lebih aman dan tidak memiliki resiko yang berarti bagi tubuh (Wijayakusuma 2000). Masalah yang berhubungan dengan proses penuaan, kanker, tumor, hepatitis, dan jantung semua masalah kesehatan ini dapat disebabkan salah satunya oleh radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Penyakit tersebut dapat dicegah dan dihindari dengan cara banyak mengkonsumsi zat antioksidan alami atau buatan. Zat antioksidan alami banyak terdapat pada tumbuhan obat, buah, dan sayur-sayuran (Ghiselli 1998; Shui 2004). Tanaman jambu biji berpotensi sebagai antioksidan alami terutama pada bagian buah dan daunnya karena mengandung vitamin A,C,E, folat, dan polifenol yang memiliki kemampuan dapat menangkap radikal bebas (Gill 2002).

Penentuan aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) merupakan metode uji aktivitas antioksidan yang dilakukan secara in vitro untuk menentukan potensi dari suatu zat aktif sebagai antioksidan yang relatif cepat dan sederhana dibandingkan dengan uji aktivitas antioksidan lain (Pokorni 2001).

Analisis sidik jari merupakan salah satu dari banyak metode yang digunakan sebagai kendali mutu dalam suatu proses produksi, metode ini dapat menyajikan informasi yang spesifik secara menyeluruh dari suatu sampel (Liang et al. 2009). Analisis sidik jari suatu sampel dapat dipantau mutunya dari bentuk profil kromatogram, spektrogram, atau densitogram. Metode sidik jari telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya oleh (Borges et al. 2007) pada Camellia sinensis, (Delaroza & Scarminio 2008) pada Bauhinia variegate, dan (Wahyuni 2010) pada Phyllanthus niruri

L.

Metode kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan dalam analisis sidik jari karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu membutuhkan waktu yang singkat,

membutuhkan sampel dan fase gerak yang sedikit, lebih sensitif dan selektif (Cie´sla et al. 2009). Metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (HPTLC) dapat digunakan untuk menganalisis secara semikuantitatif. Metode KLT dan HPTLC memiliki kemampuan untuk mengubah suatu titik atau pita dari profil kromatogram menjadi bentuk kurva yang dapat dihitung areanya menggunakan bantuan teknik deteksinya (Mariswamy 2011).

Metode digitally enhanced thin layer chromatography (DE-TLC) merupakan penggabungan metode fotografi dengan KLT konvensional yang dapat digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif maupun kualitatif dengan menggunakan bantuan parangkat lunak pengolah gambar. Metode DE-TLC ini diharapkan dapat menjadi metode alternatif pengganti HPTLC yang lebih mahal (Hess 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sidik jari yang berasal dari tiga jenis daun jambu biji berdasarkan perbedaan umur dengan menggunakan analisis sidik jari KLT yang dikembangkan dari profil digital kromatogramnya menjadi densitogram yang kedepannya dapat digunakan sebagai metode kendali mutu.

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Jambu Biji (Psidi folium) Jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki bagian berupa daun yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati masalah kesehatan. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah berdasarkan klasifikasinya termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Myrtales, family Myrtaceae, genus Psidium, spesies Psidium guajava (Sudarsono 2001).

Kandungan kimia dari daun jambu biji terdiri atas senyawa flavonoid, kuinon, steroid, limonen, kariofilen, seskuiterpen alkohol, dan senyawa fenolik yang meliputi kuersetin, avikularin, guajavarin, leukosianidin, asam elagat, amritosid, dan piragalol (Indriani 2006).

Daun jambu biji (Gambar 1) memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat sebagai antidiare, antiradang, antioksidan, antibakteri, dapat mengobati sariawan, keputihan penghenti perdarahan (hemostatis), peluruh haid, dan diabetes melitus. Uji toksisitas ekstrak daun jambu biji menurut monograf


(11)

yang dikeluarkan BPOM RI tahun 2004 menyatakan daun jambu biji tidak toksik. Penelitian aktivitas antioksidan dari daun jambu biji telah dilakukan oleh sejumlah peneliti diantaranya oleh Mulyono (1994), Qian et al. (2004), Indriani (2006) hasil penelitian menunjukan bahwa daun jambu biji memiliki efek sebagai antioksidan.

Gambar 1 Daun jambu biji ( Psidi folium) (Sumber: Sudarsono 2001)

Senyawa Flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai rangkaian gugus karbon C6-C3-C6 (Gambar 2) kerangka karbon terdiri atas dua gugus C6 yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Senyawa flavonoid sering terdapat sebagai glikosidanya di alam, golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena (Robinson 1995).

Gambar 2 Struktur dasar flavonoid (Sumber : Robinson 1995)

Senyawa flavonoid memiliki kemampuan sebagai antioksidan, karena dapat bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida sehingga kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas dapat dihindari dengan adanya flavonoid (Robinson 1995). Flavonoid termasuk dalam golongan fenol yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dalam bentuk campuran, salah satu contohnya adalah flavonol dan flavononol merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh (Markham 1998).

Senyawa golongan flavonoid yang banyak terdapat pada daun jambu biji adalah kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa golongan flavon yang merupakan bagian dari senyawa golongan flavonoid yang terikat sebagai glikosida pada jaringan tumbuhan, kuersetin memiliki aktivitas antioksidan yang kuat struktur dasar senyawa kuersetin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur dasar kuersetin (Sumber : Markham 1998)

Senyawa Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat dalam membran sel maupun ruang ekstra sel yang mempunyai sifat dapat menghambat atau mencegah kemunduran, kerusakan, atau kehancuran sel akibat reaksi oksidasi. Zat antioksidan mampu mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak dapat mempengaruhi jaringan penting. Selain itu, zat antioksidan mampu menangkap berbagai jenis oksigen yang bersifat reaktif (O2

-, H2O2, ·OH, ·HOCl) dengan cara mengubah pembentukan molekul radikal bebas atau dengan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diakibatkannya (Widjaja 1997).

Reaksi antara molekul radikal bebas dengan molekul non radikal akan menghasilkan suatu radikal yang baru dan selanjutnya menimbulkan reaksi oksidasi berantai. Radikal bebas menjadi sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena apabila reaksi ini terjadi di dalam tubuh akan menimbulkan berbagai kerusakan yang selanjutnya menjadi penyebab berbagai penyakit.

Sumber antioksidan alami dapat diperoleh dari buah, sayuran berwarna, dan tumbuhan obat karena mengandung senyawa yang dapat menangkap molekul radikal bebas, seperti senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat, dan tannin) (Harnly et al. 2006).


(12)

Aktivitas antioksidan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya, penangkapan radikal bebas superoksida, metode pengukuran kapasitas reduksi besi (FRAP), penangkapan radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), pengukuran kapasitas reduksi kupri (CUPRAC), dan pengukuran kapasitas absorbans radikal oksigen (ORAC).

Metode Antioksidan DPPH Metode uji antioksidan dengan DPPH dipilih karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya sederhana dalam proses pengerjaannya, memerlukan waktu pengerjaan yang singkat dalam mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang relatif stabil apabila disimpan dalam kondisi penyimpanan yang baik. Oleh karena itu, senyawa ini sesuai apabila digunakan sebagai model radikal bebas untuk pengujian aktivitas antioksidan dari suatu senyawa aktif. DPPH memiliki rumus molekul C18H12N5O6 (Gambar 4), serbuk berwarna ungu, memiliki bobot molekul 394.33 g/mol, dan larut dalam pelarut etanol.

Metode DPPH dapat digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari suatu senyawa aktif, yaitu konsentrasi yang efektif untuk menghambat 50% dari proses oksidasi oleh radikal bebas (Molyneux 2004). Mekanisme kerja dengan DPPH, yaitu zat antioksidan mereduksi radikal bebas DPPH menjadi senyawa difenil pikrilhidrazin reaksi reduksi DPPH ini teramati oleh adanya perubahan warna dari unggu menjadi kuning. DPPH mempunyai satu atom nitrogen yang elektronnya tidak berpasangan sehingga bila senyawa tersebut dilarutkan dalam etanol atau metanol akan memberikan warna ungu. Senyawa DPPH apabila bereaksi dengan senyawa yang mempunyai daya antioksidan maka akan memudarkan warna ungu dari larutan DPPH karena terjadi pengikatan satu elektron atom H oleh atom nitrogen yang tidak berpasangan membentuk difenil pikrilhidrazin yang stabil selanjutnya dengan metode spektrofotometri dapat diamati pada panjang gelombang 518 nm mekanisme kerja DPPH dapat dilihat pada Gambar 5 (Rohman

et al. 2009; Molyneux 2004 ).

Gambar 4 Struktur DPPH (Sumber : Molyneux 2004)

Gambar 5 Mekanisme kerja DPPH (Sumber : Molyneux 2004)

Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses secara selektif mengambil zat terlarut yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut. Metode pemisahan pada ekstraksi menggunakan pinsip kelarutan like dissolves like, yaitu pelarut polar akan melarutkan zat polar dan sebaliknya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas pelarut, polaritas pelarut dengan zat yang diekstrak, kemudahan larut dari zat yang akan diekstrak, dan kemudahan untuk diuapkan (Khopkar 2002).

Salah satu prosedur untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan ialah maserasi. Metode maserasi digunakan untuk mengekstrak sampel yang tidak tahan panas. Metode ini dilakukan dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dan dilakukan sesekali pengocokan dengan tanpa pemanasan. Kelebihan metode maserasi, yaitu sederhana, tidak memerlukan peralatan yang rumit, dan dapat menghindari kerusakan komponen yang tidak tahan panas. Kelemahan dari metode ini dari segi waktu memerlukan waktu yang lama dan penggunaan pelarut yang tidak efisien (Harbone 1987; Rohman et al. 2006).


(13)

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan campuran komponen berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Stoenoiu 2006). Prinsip KLT adalah sampel diaplikasikan pada lapisan tipis lempeng KLT kemudian dilakukan pengembangan di dalam wadah chamber yang berisi fase gerak sehingga sampel tersebut terpisah menjadi komponen-komponennya. Setiap komponen akan bergerak dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh fase gerak dengan jarak komponen. Komponen yang mempunyai afinitas yang besar terhadap fase gerak atau afinitas yang lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter 1991).

Fase diam yang umum digunakan pada KLT adalah silika gel, alumunium oksida, selulosa beserta turunannya, dan poliamida. KLT merupakan jenis kromatografi adsorpsi yang memiliki prinsip penjerapan untuk memisahkan komponen yang ingin dipisahakan pada permukaan fase diam. Mekanisme penjerapan antara fase diam dengan senyawa yang akan dipisahkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Mekanisme penjerapan komponen pada silika gel

(Sumber: Springer Image)

Proses pengembangan sampel adalah suatu pemisahan sampel berdasarkan proses perambatan fase gerak pada lapisan fase diam (Stahl 1985). Sistem pengembangan yang digunakan pada KLT didasarkan pada prinsip

like dissolves like, yaitu memisahkan komponen bersifat nonpolar dengan fase gerak nonpolar dan komponen polar dengan fase gerak bersifat polar. Sistem pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembang telah jenuh dengan uap fase gerak. Pemilihan fase gerak yang digunakan berdasarkan nilai kepolaran fase gerak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kekuatan dan klasifikasi pelarut menurut Snyder

Gol Pelarut Kekuatan

pelarut I n-Heksana n-Butil eter Diidopropil etre Metil-t-butil eter Dietil eter 0 2.1 2.4 2.7 2.8 II i-Pentanol n-Butanol i-Propanol n-Propanol Etanol Metanol 3.7 3.9 3.9 4.0 4.3 5.1 III Tetrahidrofuran Piridin Metoksietanol Metilformamida Dimetilformamida Dimetilsulfoksida 4.0 4.3 5.1 4.0 5.3 5.5

IV Asam asetat

Formamida 6.0 6.4 V Diklorometana 1.1-dikloroetana Benzilalkohol 7.2 6.0 9.6 3.1 VI Etil asetat Metil etil keton

Dioksana Aseton Asetonitril 3.5 5.7 4.4 4.8 5.1 5.8 VII Toluene Benzene Nitrobenzene Nitrometana 2.4 2.7 4.4 6.0 VIII Kloroform Dodekaflorohetanol Air 4.1 8.8 10.2


(14)

Kromatografi Lapis Tipis Pemayaran Kromatografi lapis tipis pemayaran atau densitometrimerupakan pengembangan dari KLT konvensional yang digunakan sebagai metode analisis secara kualitatif maupun semikuantitatif dari bentuk profil KLT. Prinsip percobaan dari KLT pemayaran, yaitu mengukur intensitas pendaran cahaya yang diteruskan atau yang dipantulkan dari sumber cahaya ultraviolet (UV) yang dikenai terhadap pita atau titik pada lempeng KLT. Metode analisis dengan cara tersebut memiliki nilai presisi yang tinggi dengan nilai standar deviasi 1%. (Braithwaite 1999).

Metode KLT konvensional dapat digunakan untuk menganalisis secara kualitatif, mengidentifikasi suatu zat, dan dapat pula memantau proses reaksi, akan tetapi metode KLT konvensional masih memiliki nilai akurasi yang rendah untuk itu perlu dikembangkan metode KLT yang dapat memberikan nilai akurasi yang lebih tinggi. Metode yang digunakan untuk meningkatkan nilai akurasi dari metode KLT konvensional, yaitu dengan menggunakan metode HPTLC. Metode ini memerlukan biaya operasional yang tinggi untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkanlah suatu teknik yang lebih efisien dan hasil yang didapatkan memiliki kualitas yang sama dengan HPTLC metode tersebut ialah DE-TLC (Hess 2007).

Prinsip dari metode DE-TLC adalah lempeng KLT yang memiliki sifat dapat berpendar diterangi dengan cahaya UV dengan panjang gelombang yang sesuai, kemudian gambar dari pencahayaan tersebut diambil dengan kamera khusus selanjutnya dengan program komputer gambar tersebut diolah menggunakan piranti lunak pengolah gambar sehingga dihasilkan dari suatu pita atau titik pada lempeng KLT menjadi mulitspektra, densitogram, dan kurva kalibrasi (Mariswamy 2011).

Perangkat Lunak Image J

Prangkat lunak Image J merupakan perangkat lunak pengolah gambar berbasiskan program Java yang dikeluarkan oleh National Institute of Health, United States Of America (NIH). Program ini dapat mengolah gambar dalam bentuk format yang beragam seperti tagged image format file

(TIFF), grafic interchange format (GIF),

joint photographic experts group (JPEG),

bitmap image (BMP), dan gambar mentah.

Image J dapat menghitung area dan piksel dari suatu gambar, mengukur jarak, sudut, membuat profil dari densitogram, dan garis kurva. Program ini didukung dengan pengatur gambar seperti pengatur ketajaman, kehalusan, kecerahan, warna, sudut, dan penyaring dari gambar yang akan diolah. Penelitian mengenai sidik jari KLT dengan piranti lunak semacam ini telah dilakukan oleh Hess pada 2007 yang menggunakan piranti lunak pengolah gambar untuk menggantikan analisis dengan densitometer.

Analisis Sidik Jari

Analisis sidik jari adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menunjukan informasi senyawa kimia dari suatu sampel dalam bentuk spektrogram, kromatogram, atau grafik lain yang didapatkan dari teknik analisis secara menyeluruh (Borges et al. 2007; Liang

et al. 2009).

Metode sidik jari dapat digunakan sebagai metode kendali mutu, metode validasi dan dapat digunakan untuk mengklasifikasi dari suatu sampel tanaman. Metode ini dapat membantu untuk mengetahui senyawa penciri dari suatu bahan alam yang ingin diketahui secara pasti dengan menggunakan bentuk dan pola kurva atau garfik yang ditunjukkan dari suatu teknik analisis (Khanpara et al. 2010). Sidik jari yang optimum dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa faktor diantaranya pemilihan pelarut pengekstrak, pemilihan fase gerak yang sesuai pada proses elusi KLT, dan pemilihan panjang gelombang yang sesuai untuk visualisasi KLT.

Rancangan Campuran

Rancangan campuran digunakan saat suatu sistem terdiri atas campuran beberapa komponen yang jumlah totalnya konstan, yaitu 100%. Respons yang diperoleh merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap komponen dalam sistem. Pada rancangan campuran dapat digunakan dua komponen atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen yang terlibat akan menambah jumlah dimensi ruang yang dipakai untuk menggambarkan campuran. Saat dua komponen terlibat, maka profil campuran komponen akan mengikuti garis lurus, saat tiga komponen akan terbentuk segitiga, saat empat komponen akan terbentuk tetrahedron, dan seterusnya.


(15)

Objek paling sederhana yang menggambarkan dimensi campuran disebut sebagai simplex (Brereton 2005). Rancangan

simplex centroid dengan axial design dapat digambarkan dalam bentuk segitiga pada Gambar 7 saat digunakan tiga komponen, rancangan campuran dapat mengikuti rancangan simplex-lattice, simplex-centroid,

maupun simplex centroid dengan axial design.

Gambar 7 Sepuluh titik selektivitas Simplex Centroid

Pada rancangan simplex centroid selain pengaruh sistem tunggal dan biner dipelajari juga pengaruh kombinasi tiga komponen pada titik tengah (Brereton 2005). Simplex centroid design (SCD) diperkenalkan oleh Scheffe (1963) dengan hasil analisis yang diperoleh dapat berupa persamaan polinomial yang menggambarkan respon permukaan. Persamaan ini mudah didapat dan bagian optimum dari komponen dapat ditentukan. Persamaan polinomial yang dapat dibentuk dengan tiga komponen adalah kuadratik, spesial kubik, dan kuartik (Anderson & McLean 1974).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah daun jambu biji putih (JBP), daun jambu biji merah (JBM) yang berasal dari daerah Cikabayan Darmaga, dan daun jambu biji putih asal Imogiri Jateng dengan kode (JB7). Seluruh sampel asal Cikabayan berasal dari satu pohon dan sampel asal Imogiri berasal dari 5 pohon dari jenis yang sama, metanol 70 dan 96 %, n-heksana, CHCl3, etil asetat, pekat, serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, FeCl3 1 %, serbuk DPPH.

Peralatan yang digunakan adalah maserator, oven (Momert), eksikator, neraca analitik XT 220A (precisa), evaporator putar R-114 (Buchi), maserator, KLT aplikator CAMAG® Linomat 5, CAMAG® Repostar 3, lempeng silika gel F 254, Piranti lunak Image

J, dan design expert 7, Spektrofotometer UV-tampak Pharmaspec 1700 Shimidzu.

Metode Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas pembuatan serbuk daun jambu biji kemudian dari serbuk tersebut ditentukan kadar airnya dengan metode gravimetri evolusi tidak langsung, kemudian serbuk tersebut diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut yang diragamkan konsentrasinya, yaitu metanol 70 dan 96%, ekstrak metanol tersebut dipekatkan sampai 1/10 volume awal kemudian dihidrolisis dengan HCl 2N selama 30 menit setelah itu dipartisi dengan etil asetat, fraksi etil asetat yang berhasil dipisahkan dipekatkan dengan penguap putar sampai menjadi pasta, kemudian diuji kandungan senyawa flavonoid dan tanin didalamnya dengan uji fitokimia, kemudian setelah itu dilakukan pemilihan fase gerak untuk memisahkan komponen aktif dari ekstrak etil asetat sampel pada KLT dengan rancangan SCD dan setelah itu komposisinya fase geraknya dioptimasi menggunakan perangkat lunak Design Expert V.7 (DX 7) selanjutnya gambar profil KLT diambil pada panjang gelombang 254 dan 366 nm dengan kamera khusus kemudian gambar tersebut diolah dengan perangkat lunak Image J

menjadi bentuk densitogram, setelah itu dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dari masing-masing ekstrak etil asetat sampel. Bagan alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Persiapan Bahan Baku

Daun jambu biji yang digunakan, yaitu daun muda yang berasal dari bagian pucuk batang dan daun tua yang berasal dari bagian pangkal batang dari seluruh tanaman jambu biji dengan bobot masing-masing sebanyak ½ kg kemudian daun tersebut dikecilkan ukurannya dengan pisau pemotong selanjutnya potongan daun jambu biji dikeringkan dengan bantuan sinar matahari sampai hampir kering. Potongan daun jambu tersebut digiling dengan alat penggiling sampai didapatkan serbuk daun jambu biji dengan ukuran 30-40 mesh.


(16)

Penentuan Kadar Air (AOAC 971.28) Cawan porselin dibersihkan kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 30 menit, setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g serbuk daun jambu biji ditimbang ke dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya. Masukkan ke dalam oven bersuhu 105 °C selama 30 menit setelah itu cawan yang berisi sampel dikeluarkan dari oven lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang hal ini dilakukan sampai diperoleh bobot tetap, yaitu apabila perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak lebih dari 0.25 % atau perbedaan penimbangan tersebut tidak melebihi 0.5 mg. Berikut rumus untuk menghitung kadar air.

Kadar air (%) = 100% A

B

A

Keterangan:

A = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B = bobot contoh setelah dikeringkan (g)

Metode Maserasi

Serbuk daun jambu biji terlebih dahulu dibebaskan dari komponen lemaknya dengan menggunakan n-heksana (Harbone 1987). Sebanyak 150 g serbuk daun jambu biji dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 mL ditambah 300 mL n-heksana dan direndam selama 12 jam. Residu dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam selanjutnya diekstrak menggunakan metanol 96 dan 70% sebanyak 500 mL kemudian selama 6 jam pertama dilakukan pengadukan dengan maserator proses ekstraksi dilakukan selama 24 jam.

Hasil maserasi (maserat) dipisahkan dan dipindahkan ke labu Erlenmeyer lain dan ampasnya diperlakukan seperti maserasi sebelumnya, proses ini dilakukan sebanyak dua kali maserasi. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap putar tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak metanol 1/10 volume awal.

Isolasi Golongan Flavonoid Ekstrak metanol 70 dan 96% hasil dari evaporasi awal ditambahkan asam kuat HCl 2 N dengan perbandingan volume (1:1) kemudian dihidrolisis dengan kondisi suhu 100 °C selama 30 menit (Harbone 1987). Setelah dilakukan hidrolisis ekstrak metanol tersebut dipartisi cair-cair sebanyak tiga kali dengan etil asetat dengan perbandingan

volume 1:1 (Harbone1987). Fraksi yang larut etil asetat dikumpulkan kemudian diuapkan dengan penguap putar tekanan rendah dan dikeringkan, setelah itu ditentukan rendemen dari masing-masing konsentrasi metanol 70 dan 96%.

Uji Fitokimia Flavonoid (Harbone 1987) Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun jambu biji ditambahkan 10 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan 0.5 g serbuk magnesium (Mg), 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok dengan vorteks. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Fitokimia Tanin (Harbone 1987) Sebanyak 0.1 g ekstrak etil asetat daun jambu biji dimasukkan ke dalam 10 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan 10 mL FeCl3 1%. Uji positif ditandai bila munculnya warna hijau kehitaman pada hasil filtrat.

Pemilihan Pelarut Sebagai Fase Gerak (Fernand 2003)

Instrumentasi dan kondisi KLT Sampel diaplikasikan dalam bentuk pita dengan lebar 8 mm pada silika gel F254 Merck® menggunakan CAMAG®Linomat V dilengkapi dengan perangkat lunak WinCATS. Sampel diaplikasikan konstan dengan laju 20 nL/detik dan jarak antar pita adalah 5 mm. Dokumentasi kromatogram KLT menggunakan CAMAG®Reprostar 3 (CAMAG®, Muttenz, Swiss). Twin trough chamber CAMAG® dijenuhkan terlebih dahulu selama 30 menit dengan fase gerak yang telah ditentukan. Pelat KLT yang berisi cuplikan dimasukkan ke dalam bejana kromatografi. Pengembangan dilakukan hingga fase gerak mencapai jarak 1 cm dari tepi atas pelat kemudian diangkat dan dikeringkan.

1. Penotolan Sampel

Ekstrak daun jambu biji hasil ekstraksi ditimbang sebanyak 0.1g yang kemudian dilarutkan masing-masing sampel dengan metanol 70 dan 96% sampai 10 mL sehingga didapatkan ekstrak dengan konsentrasi 10000 ppm. Penotolan ektrak pada KLT dilakukan


(17)

dengan menggunakan KLT aplikator CAMAG® Linomat 5.

2. Pemilihan Fase Gerak

Pemilihan fase gerak diawali dengan menggunakan tiga pelarut tunggal, yaitu CHCl3, metanol, etil asetat. Sebanyak 5 mL dari tiga pelarut tersebut dimasukkan ke dalam bejana kromatografi kemudian dijenuhkan selama 30 menit. Pelat KLT yang telah ditotolkan sampel dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dielusi dengan fase gerak sampai fase gerak mencapai jarak ± 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat KLT diangkat, dikeringkan, dan dideteksi. Deteksi dilakukan untuk melihat pita yang muncul pada pelat KLT dengan cahaya UV 254, 366 nm dengan CAMAG® Repostar 3. Setelah itu, dipilih tiga pelarut yang memberikan penampakan pita terbanyak dan memiliki pemisahan yang baik. Ketiga pelarut yang terpilih n-heksana, metanol, dan etil asetat dikombinasikan berdasarkan simplex sentroid dengan axial design kesepuluh perbandingan komposisi pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sepuluh titik selektivitas SCD

Fase gerak Perbandingan komposisi fase gerak (v/v/v)

A B C

1 1 0 0

2 0 0 1

3 0 1 0

4 ½ 0 ½

5 0 ½ ½

6 ½ ½ 0

7 1/3 1/3 1/3

8 1/6 2/3 1/6

9 1/6 1/6 2/3

10 2/3 1/6 1/6

Selanjutnya dilakukan pemisahan komponen sampel dengan menggunakan sepuluh perbandingan komposisi pelarut tersebut. Kemudian dilakukan pengeringan pada lempeng KLT, pendeteksian komponen, dan ditentukan nilai Rf serta jumlah pita yang dihasilkan untuk menyusun komposisi fase gerak yang optimum.

Setelah didapatkan jumlah pita yang dihasilkan dari masing-masing sampel dengan menggunakan SCD maka dilakukan optimasi dengan bantuan perangkat lunak DX 7 untuk mendapatkan komposisi terbaik dari fase gerak yang berguna untuk menghasilkan jumlah pita terbanyak yang diharapkan.

Proses Analisis Statistik DX 7 Proses analisis statistik dengan program DX 7 terlebih dahulu ditentukan rancangan yang akan digunakan, yaitu Mixture kemudian pilih Simplex Centroid Design, tentukan jumlah komponen pada menu Mixture Component sebanyak 3 kemudian ubah komponen dengan fase gerak yang digunakan dengan batas bawah 0 dan batas atas 1.

Pilih order linear tanpa ada pengulangan (Replicate) dan pilih Augement Design pada model SCD sehingga didapatkan ada 10 kombinasi campuran. Ubah (R1) respon

dengan variabel yang akan ditentukan dalam hal ini jumlah spot. Kemudian pada design actual evaluasi model yang digunakan dengan cara memilih model mix order menjadi linear.

Respon berupa jumlah pita dianalisis dengan menu analysis dan terlihat model yang disarankan dari analisis tersebut dari menu fit summary. Model yang dipilih adalah model dengan nilai adjusted Sequred, predicted R-sequred maksimum.

Pada menu f(x) model pilih mix order yang disarankan (suggested) akan tetapi apabila dari model yang disarankan tidak mendapat nilai adjusted R-Sequred, predicted R-sequred

maksimum maka dapat dipilih mix order

dengan model kuadratik atau kubik kemudian didapat persamaan regresi pada menu ANOVA.

Hasil dari analisis dioptimasi sehingga didapatkan ragam rancangan baru. Ubah variabel pada bagian goal sesuai dengan tujuan optimasi. Ragam rancangan dapat terlihat pada bagian solutions. Setelah didapatkan rancangan fase gerak optimum dari pengolahan dengan DX 7 kemudian komposisi fase gerak tersebut digunakan untuk mengelusi sampel kemudian gambar hasil elusi tersebut didokumentasikan dengan CAMAG® Repostar 3 pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Setelah itu gambar tersebut diolah dengan perangkat lunak Image J sehingga didapatkan suatu bentuk densitogram.

Pengolahan Gambar dengan Image J

Aktifkan program Image J, pilih menu

File lalu pilih Open, kemudian pilih gambar KLT yang sudah diambil dengan CAMAG®

Repostar 3 format gambar dalam bentuk JPEG. Pilih krusor menu Rectangular tandai gambar. Kemudian pilih menu Analyze lalu pilih Gels, kemudian pilih select first lane. Atur kontras dengan cara memilih menu


(18)

0 2 4 6

JBM JB7 JBP JBM

Image pilih Type pilih RGB Color, kemudian

Adjust atur Brigthness dan Contrast sampai didapat gambar titik yang jelas. Kembali pilih menu Analyze lalu Gels kemudian plot lane

maka akan tampil kurva yang sesuai dengan gambar titik pada KLT. Kurva tersebut dengan menggunakan krusor Rectangular

seluas yang akan diukur. Pilih menu Analyze

kemudian lalu Measure didapatkan area kurva.

Uji Aktivitas Antioksidan (Blois 1958) Larutan DPPH 1mM dibuat dengan melarutkan 0.0039 g pada labu takar 10 mL menggunakan pelarut metanol. Kemudian sebanyak 0.005 g ekstrak daun jambu biji ditimbang dan dilarutkan dalam metanol menggunakan labu takar 10 mL untuk mendapatkan larutaan stok 500 ppm.

Larutan stok daun jambu biji diencerkan menjadi konsentrasi 10, 30, 50, 70, ppm. Kemudian dari tiap konsentrasi dimasukan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 4.5 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1.5 mL larutan DPPH 0.1 mM dalam metanol dan dihomogenkan dengan vorteks, kemudian panaskan pada suhu 37 °C selama 30 menit, selanjutnya diukur serapannya pada panjang gelombang 518 nm dengan spektrofotometer UV-tampak serapan larutan yang terbaca adalah serapan sampel. Larutan DPPH tanpa ekstrak daun jambu biji diperlakukan sama seperti adanya ekstrak daun jambu biji kemudian diukur serapannya pada 518 nm sebagai serapan kontrol.

Nilai IC50 dari ekstrak daun jambu biji ditentukan dengan memplotkan hubungan antara logaritma konsentrasi ekstrak daun jambu biji sebagai sumbu X dan persen aktivitas penangkapan radikal DPPH sebagai sumbu Y. Kemudian dengan perlakuan yang sama dengan sampel lakukan pengukuran serapan sampel tanpa penambahan DPPH sebagai faktor koreksi persen aktivitas penangkapan DPPH dihitung dengan rumus sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan Sampel Daun Jambu Biji Titik pengambilan setiap sampel diambil dari bagian muda dan tua batang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif dari bagian yang berbeda pada satu batang. Sampel daun jambu biji yang akan dilakukan analisis sidik jari dibuat serbuk terlebih dahulu agar dapat memudahkan dalam proses pengekstrakan zat aktifnya. Serbuk daun jambu biji yang dihasilkan memiliki ukuran yang sangat halus, yaitu 30-40 mesh.

Ukuran serbuk yang halus dimungkinkan pelarut pengekstrak berinteraksi lebih mudah untuk mengekstrak zat aktif dari daun jambu biji karena memiliki permukannya yang luas sehingga kontak antara pelarut pengekstrak dengan partikel pada jambu biji semakin intensif. Identitas serbuk daun jambu biji pada penelitian ini tertera pada Lampiran 2 yang menunjukkan kode sampel yang dianalisis.

Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada Lampiran 2 dengan rerata kadar air untuk daun bagian muda dari tiga jenis daun yang berbeda sebesar 10.40% dan daun bagian tua dari tiga jenis daun yang berbeda sebesar 9.02%, hal ini tidak seperti data yang dilaporkan oleh (Inayati 2007) yang menyatakan bahwa kadar air dari daun jambu biji sebesar 5,23. Perbedaan ini disebakan oleh beberapa faktor diantaranya kelembapan udara, perlakuan terhadap sampel, waktu pengambilan sampel, dan besaranya penguapan.

Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan tingkat kehalusan yang seragam. Syarat suatu serbuk untuk bisa menjadi bahan baku obat tradisional atau jamu menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.661/Menkes/sk/vii/1994 mengenai persyaratan obat tradisional bahwa kadar air sediaan serbuk tidak lebih dari 10%. Serbuk daun jambu biji yang ditentukan kadar airnya memiliki kadar air yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan untuk pembuatan sediaan obat tradisional atau jamu. Kadar air yang terkandung di dalam suatu sampel serbuk akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan hal ini kerena nilai kadar air termasuk dari faktor koreksi pada perhitungan persen rendemen.


(19)

Tahap Ekstraksi dan Partisi Zat Aktif Daun Jambu Biji

Hasil maserasi yang kemudian dilakukan proses partisi dengan etil asetat didapatkan rerata rendemen ekstrak etil asetat yang sebelumnya dimaserasi dengan metanol 96% sebesar 2.46% rerata rendemen ekstrak etil asetat yang sebelumnya dimaserasi dengan metanol 70% sebesar 0.50%. Berdasarkan penelitian mengenai daun jambu biji rendemen ekstrak etil asetat daun jambu biji yang dihasilkan sebesar 4% (Roy 2010). Data rendemen ekstrak etil asetat untuk sampel daun jambu biji yang dimaserasi dengan metanol 70 dan 96% untuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Rendemen yang didapatkan antara serbuk yang dimaserasi dengan metanol 96% dan 70% saling berbeda hal ini dikarenakan tingkat kepolaran dari metanol 70% lebih polar dibanding metanol 96%. Jumlah rendemen yang rendah pada penelitian ini dikarenakan tidak terbentuk lapisan yang jelas terpisah antara metanol dengan etil asetat pada corong pisah, hal ini mengakibatkan ekstrak metanol terpartisi tidak sempurna sehingga rendemen fraksi etil asetat yang dihasilkan tidak optimal. Tahap ekstraksi serbuk daun jambu biji terlebih dahulu dihilangkan kandungan lemaknya dengan menggunakan pelarut yang bersifat nonpolar seperti n-heksana. Lemak yang terdapat di dalam sampel dapat mengganggu analisis dengan cara menghambat proses penguapan pelarut pada saat pemekatan ekstrak, dan dapat mengganggu kemurnian dari sampel yang dianalisis karena dapat terjerap dalam fase diam kromatografi lapis tipis (Kramer 1985).

Pemilihan metanol sebagai pengekstrak pada penelitian ini karena metanol dapat melarutkan semua senyawa organik yang ada pada contoh baik polar maupun semipolar, dan bersifat mudah menguap sehingga dapat dibebaskan dengan mudah dari ekstrak. Ekstrak yang sudah bebas dari komponen lemak kemudian dilakukan proses hidrolisis dengan menggunakan HCl 2 N. Hidrolisis ini bertujuan untuk memecah ekstrak menjadi glikosida dan aglikon-aglikon flavonoid. Aglikon flavonoid dipisahkan dari fraksi gulanya dengan partisi menggunakan etil asetat (Markham 1988). Metode ekstraksi yang dipiih pada percobaan ini adalah maserasi hal ini karena maserasi merupakan suatu metode yang cukup mudah dilakukan memerlukan peralatan yang sederhana. Maserasi pada penelitian ini dilakukan

sebanyak dua kali ulangan dengan lama perendaman selama 24 jam.

Pengujian Fitokimia Daun Jambu Biji Uji fitokimia dilakukan untuk menunjukkan kandungan metabolit sekunder yang terekstrak dari sampel secara kualitatif dan juga untuk mengetahui efektivitas pelarut dalam mengekstrak senyawa flavonoid dan tanin. Efektivitas pelarut dapat dilihat dari intensitas warna. Intensitas warna yang lebih pekat menunjukkan bahwa suatu ekstrak positif mengandung senyawa metabolit sekunder didalamnya.

Tabel 3 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji dengan maserasi metanol 96% Sampel Flavonoid Tanin JBM B

JBM A JBP B JBP A JB7 B JB7 A + + + + + + + + + + + + + + + + + + ++ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Ket: (+) menyatakan hasil uji posistif dan intensitas warnanya

Bagian muda (A) Bagian tua (B)

Tabel 4 Uji fitokimia serbuk daun jambu biji dengan maserasi metanol 70 % Sampel Flavonoid Tanin JBM B JBM A JBP B JBP A JB7 B JB7 A + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Ket: (+) menyatakan hasil uji posistif dan intensitas warnanya

Bagian muda (A) Bagian tua (B)

Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 3 & Tabel 4. Hasil uji kualitatif menunjukan daun jambu biji pada penelitian ini memiliki kandungan senyawa flavonoid dan tanin yang cukup beragam, hal ini terlihat dari intensitas warna merah jingga untuk senyawa flavonoid dan hijau kehitaman untuk tanin yang cukup tinggi.

Daun jambu biji yang dilakukan proses ekstraksi dengan metanol 96% memiliki hasil lebih kuat intensitas warnanya untuk senyawa flavonoid dan tanin dibandingkan dengan yang dimaserasi dengan metanol 70% hal ini karena metanol 96% lebih effektif untuk mengambil senyawa metabolit sekunder


(20)

seperti flavonoid dan tanin pada daun jambu biji dibanding dengan metanol 70%.

Penentuan Fase Gerak Komponen Aktif Daun Jambu Biji

Hasil dari tiga fase gerak tunggal yang diujikan tampak setiap fase gerak mampu memisahkan komponen dengan kemampuan yang berbeda-beda terlihat dari jumlah dan dan keterpisahan pita yang berbeda-beda (Gambar 8 & Gambar 9).

Pemilihan fase gerak untuk KLT pada penelitian ini digunakan tiga macam pelarut tunggal yang memiliki nilai kepolaran hampir berdekatan, yaitu metanol dengan nilai kepolaran 5.1, etil asetat dengan nilai kepolaran 4.4, dan kloroform dengan nilai kepolaran 4.1 (Snyder 1979).

Pemilihan ini berdasarkan sifat dari senyawa flavonoid yang bersifat semipolar dengan pelarut yang dipilih tersebut bersifat semipolar diharapkan komponen flavonoid akan dapat dideteksi pada lempeng KLT.

Keterangan: (metanol), (kloroform) (etil asetat)

Gambar 8 Jumlah pita sampel daun jambu biji hasil maserasi metanol 70%.

Keterangan: (metanol), (kloroform) (etil asetat)

Gambar 9 Jumlah pita sampel daun jambu biji hasil maserasi metanol 96 %

Penampakan dari semua komponen dilakukan dengan 2 cara cahaya UV 254, 366 nm berdasarkan cara ini dihasilkan penampakan dan keterpisahan pita yang beragam, hal ini disebabkan oleh kedua cara tersebut spesifik untuk senyawa tertentu. Penampakan dengan cahaya UV 254 nm digunakan untuk mendeteksi alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid sedangkan cahaya UV 366 nm digunakan untuk mendeteksi senyawa alkaloid, flavonoid, dan lignan (Fernand 2003).

Aktivitas Antioksidan Daun Jambu Biji Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar metanol yang telah dipartisi dengan etil asetat dengan metode pengkapan radikal DPPH didapatkan nilai IC50 semua ekstrak kasar daun jambu biji yang berbeda dari setiap sampel ekstrak kasar daun jambu biji. Nilai IC50 didapat dari persamaan garis yang dibentuk dari persen penangkapan radikal bebas dengan ragam konsentrasi yang dibuat 10, 30, 50, 70 ppm. Hasil IC50 dari semua sampel ekstrak daun jambu biji dapat dilihat pada Tabel 5 & Tabel 6.

Tabel 5 Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol 96%

Sampel IC50 (ppm) R2 JBM A

JBP A JB7 A JBM B JBP B JB7 B

3.47 6.87 2.63 9.00 15.98 33.86

0.889 0.903 0.858 0.917 0.985 0.928 Ket: Bagian muda (A)

Bagian tua (B)

Data dari Tabel 5 dapat diketahui daun jambu biji yang diekstrak dengan metanol 96% menujukkan bahwa IC50 terendah diduga pada daun jambu biji kode 7 bagian muda sebesar 2.63 ppm dan yang tertinggi diduga pada daun jambu biji kode 7 bagian tua sebesar 33.86 ppm.

Juml

ah

P

it

a

Juml

ah

P

it


(21)

Tabel 6 Nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol 70%

Sampel IC50 (ppm) R2 JBM A

JBP A JB7 A JBM B

JBP B JB7 B

8.78 1.12 9.00 9.45 10.73 22.65 0.905 0.888 0.917 0.895 0.884 0.939 Ket: Bagian muda (A)

Bagian tua (B)

Data dari Tabel 6 dapat diketahui daun jambu biji yang diekstrak dengan metanol 70% menujukkan bahwa IC50 terendah diduga pada daun jambu biji putih bagian muda sebesar 2.63 ppm dan yang tertinggi diduga pada daun jambu biji kode 7 bagian tua sebesar 33.86 ppm.

Daun jambu biji yang diekstrak dengan menggunakan metanol 70% secara keseluruhan menunjukkan aktivitas antiokasidan yang lebih tinggi dibanding dengan yang diekstrak dengan metanol 96% dan daun bagian muda menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan daun bagian tua.

Secara keseluruhan nilai IC50 dari ekstrak kasar serbuk daun jambu biji memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat terlihat dari nilai IC50 yang relatif rendah, untuk dikatakan memiliki tingkat aktivitas antioksidan cukup kuat maka nilai IC50 kurang dari 200 ppm (Blois 1958). Penelitian yang pernah dilakukan oleh (Qian et al. 2004) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji memilki nilai IC50 sebesar 53.00 ppm. Mengenai data dan contoh perhitungan dari keseluruhan sampel daun jambu biji ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pengoptimuman Fase Gerak dari Komponen Aktif Daun Jambu Biji Optimasi fase gerak KLT menggunakan rancangan SCD dengan fase gerak berupa kloroform sebagai titik A, etil asetat sebagai titik B, dan metanol sebagai titik C. Berdasarkan banyaknya pita dari penampakan dengan cahaya UV 254 dan 366 nm pada rancangan SCD komposisi fase gerak yang paling banyak memunculkan pita dengan keterpisahannya cukup baik adalah kloroform berbanding etil asetat (0.5:0.5).

Hasil dari optimasi pelarut dengan DX 7 terlihat bahwa seluruh sampel baik jambu biji putih, merah, maupun kode 7 memiliki kesamaan komponen fase gerak, yaitu kloroform dan etil asetat dengan perbandingan untuk komposisi kloroform lebih banyak dibanding etil asetat untuk seluruh sampel. Hal ini karena kloroform memiliki sifat mudah membawa komponen aktif dari ekstrak sampel, oleh karena itu untuk menahan elusi yang terlalu cepat dari kloroform maka digunakan etil asetat dalam campuran tersebut. Hasil selengkapnya mengenai data jumlah pita dari seluruh sampel daun jambu biji dapat dilihat dalam Lampiran 5.

Berdasarkan sifat kepolaran dari pelarut yang dipakai untuk memisahkan komponen zat aktif dari sampel daun jambu biji kloroform dan etil asetat memiliki sifat kepolaran yang hampir sama, yaitu semipolar sampai polar. Komponen yang terdapat dalam daun jambu biji memiliki sifat yang hampir serupa dengan pelarut kloroform dan etil asetat, yaitu bersifat semipolar sehingga fase gerak kloroform dan etil asetat dapat memberikan pemisahan yang cukup baik dan hal itu didukung dengan percobaan menggunakan rancangan SCD pada Lampiran 5 terlihat bahwa komponen kloroform dan etil asetat memberikan pola pemisahan yang baik.

Fase gerak metanol berdasarkan analisis dengan menggunakan DX 7 terlihat bahwa metanol tidak memiliki bagian untuk memisahkan zat aktif hal ini dikarenakan sifat dari metanol yang lebih bersifat lebih polar dibanding kloroform dan etil asetat sehingga sulit untuk bisa memberikan pola pemisahan yang baik selain itu hal itu didukung dengan pola pemisahan yang berdasarkan pada rancangan SCD terlihat bahwa metanol memiliki jumlah pita yang berhasil terpisahkan paling sedikit bila dibandingkan dengan kloroform dan etil asetat.

Hasil optimasi didapatkan model yang disarankan dari program DX 7 untuk sampel daun jambu biji putih, yaitu kuadratik dengan nilai R2 sebesar 0.9674 dan nilai standar deviasi 0.66 hasil selengkapnya mengenai analisis ANOVA dari model kuadratik dapat dilihat pada Lampiran 6, akan tetapi untuk mendapatkan model yang dapat diterima maka perlu dicari model lain yang memiliki nilai R2 lebih besar dengan standar deviasi yang kecil model tersebut adalah model kubik (Aliased) dengan nilai R2 sebesar 0.9709 dengan standar deviasi 0.21.


(22)

Analisis sidik jari yang dilakukan berdasarkan jumlah pita terbanyak yang diharapkan dari Tabel 7 adalah JBP 70% tua dengan rancangan komposisi pelarut fase gerak kloroform dan etil asetat dengan perbandingan (0.6:0.4) dan jumlah pita yang diharapkan terbanyak 8. Persamaan regresi yang didapat dari JBP 70% tua dengan menggunakan model kubik adalah y = – 0.015A + 0.990B + 1.99C + 29.94 B + 3.94AC + 1.94BC – 83.65ABC berdasarkan persamaan tersebut telihat interaksi yang sinergis antara komponen kloroform (A) dengan komponen etil asetat (B) yang dapat terlihat dari nilai koefisien yang terbesar dan bernilai positif, yaitu 29.94 hasil analisis statistik ANOVA model kubik selengkapnya dari model persamaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 7 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji putih

Sampel JBP 70% muda JBP 96% muda Kloroform 0.7 bagian 0.7 bagian

Etil asetat 0.3 bagian 0.3 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian

R2 0.9709 0.9994

Pita yang

diharapkan 7 5

Sampel JBP 70% tua JBP 96% tua Kloroform 0.6 bagian 0.7 bagian

Etil asetat 0.4 bagian 0.3 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian

R2 0.9709 0.9994

Pita yang

diharapkan 8 6

Tabel 8 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji merah

Sampel JBM 70% muda JBM 96% muda Kloroform 0.4 bagian 0.6 bagian

Etil asetat 0.6 bagian 0.4 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian

R2 0.9355 0.9996

Pita yang

diharapkan 4 4

Sampel JBM 70% tua JBM 96% tua Kloroform 0.7 bagian 0.8 bagian

Etil asetat 0.3 bagian 0.2 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian

R2 0.9853 1.0000

Pita yang

diharapkan 12 6

Sampel daun jambu biji merah setelah dilakukan optimasi dengan DX 7 didapatkan model yang disarankan adalah linier dengan nilai R2 sebesar 0.5363 dengan nilai standar deviasi 1.73 hasil selengkapnya mengenai analisis ANOVA dari model linier dapat dilihat pada Lampiran 8 akan tetapi, untuk

mendapatkan model yang dapat diterima maka perlu dicari model lain yang memiliki nilai R2 lebih besar dengan standar deviasi yang kecil, model yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimum diantaranya kuadratik dan kubik (Aliased). Model kuadratik memiliki nilai R2 sebesar 0.7534 dengan standar deviasi sebesar 1,72 (Lampiran 9) dan untuk model kubik didapatkan nilai R2 sebesar 0.9853 dengan standar deviasi sebesar 0.84 (Lampiran 10). Berdasarkan nilai R2 dan standar deviasi maka model yang digunakan pada penelitian ini adalah model kubik (Aliased).

Analisis sidik jari yang dilakukan berdasarkan jumlah pita terbanyak yang diharapkan dari Tabel 8 adalah JBM 70% tua dengan rancangan komposisi pelarut fase gerak kloroform dan etil asetat dengan nisbah (0.7:0.3) dan jumlah pita yang diharapkan sebanyak 12. Persamaan regresi yang didapat dari JBM 70% tua dengan menggunakan model kubik (Aliased) adalah y = 5.94A + 3.94B + 0.94C + 11.76AB –6.29AC + 6.24BC

– 28.59ABC berdasarkan persamaan tersebut telihat interaksi sinergis antara komponen kloroform (A) dengan komponen etil asetat (B) yang dapat terlihat dari nilai koefisien yang besar dan bernilai positif, yaitu 5.94, 3.94, 11.76.

Tabel 9 Komposisi optimum dari fase gerak daun jambu biji 7

Sampel JB7 70% muda JB7 96% muda Kloroform 0.8 bagian 0.8 bagian

Etil asetat 0.2 bagian 0.2 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian

R2 0.9835 0.9469

pita yang

diharapakan 6 8

Sampel JB7 70% tua JB7 96% tua Kloroform 0.7 bagian 0.8 bagian

Etil asetat 0.3 bagian 0.2 bagian Metanol 0.0 bagian 0.0 bagian

R2 0.9940 0.9871

Pita yang

diharapkan 7 5

Sampel daun jambu biji kode 7 setelah dilakukan optimasi dengan DX 7 didapatkan model yang disarankan adalah linier dengan nilai R2 sebesar 0.1194 dan nilai standar deviasi 1.34 hasil selengkapnya mengenai analisis ANOVA dari model linier dapat dilihat pada Lampiran 11 akan tetapi, untuk mendapatkan model yang dapat diterima maka perlu dicari model lain yang memiliki nilai R2 lebih besar dengan standar deviasi yang kecil model yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang dapat diterima diantaranya


(23)

kuadratik dan kubik (Aliased). Model kuadratik memiliki nilai R2 sebesar 0.2234 dengan standar deviasi sebesar 1,74 (Lampiran 12) dan untuk model kubik didapatkan nilai R2 sebesar 0.9469 dengan standar deviasi sebesar 0.91 (Lampiran 13). Berdasarkan nilai R2 dan standar deviasi maka model yang digunakan pada penelitian ini adalah model kubik (Aliased).

Analisis sidik jari yang dilakukan berdasarkan pita jumlah terbanyak yang diharapkan dari (Tabel 9) adalah JB7 96% muda dengan rancangan komposisi pelarut fase gerak kloroform dan etil asetat dengan nisbah (0.8:0.2) dan pita yang diharapkan sebanyak 8 pita. Persamaan regresi yang didapat dari JB7 96% muda dengan menggunakan model kubik adalah y = 2.94A + 3.94B + 0.94C + 5.75AB – 0.25AC + 1.75BC – 26.47ABC berdasarkan persamaan tersebut telihat interaksi sinergis antara komponen kloroform (A) dengan komponen etil asetat (B) yang dapat terlihat dari nilai koefisien yang besar dan bernilai positif, yaitu 2.94, 3.94, 5.75.

Sidik Jari Ekstrak Daun Jambu Biji Profil sidik jari KLT yang terbentuk dari sampel JBP 70% tua dengan fase gerak kloroform dan etil asetat (0.6:0.4) yang divisualisasi dengan cahaya UV 366 dan 254 nm dari empat kali pengulangan dapat terlihat pada Gambar 10 menghasilkan jumlah pita sebanyak 5 pita yang terpisah, hal itu didukung pula dengan densitogram hasil dari

Image J menghasilkan jumlah kurva sebanyak 5 (Gambar 11).

Gambar 10 Kromatogram JBP 70% daun tua

(a) ulangan ke-1 pada 254 nm (b) ulangan ke-2 pada 254 nm (c) ulangan ke-1pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm.

Gambar 11 Densitogram JBP 70% daun tua

(a) ulangan ke-1 pada 366 nm (b) ulangan ke-1 pada 366 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm.

Densitogram yang dihasilkan dihitung nilai Rf dan area dari masing-masing puncak untuk memberikan informasi yang menyeluruh mengenai sidik jari dari JBP 70% tua mengenai informasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14.

Profil sidik jari KLT yang terbentuk dari sampel JBM 70% tua dengan fase gerak klroroform dan etil asetat (0.7:0.3) dengan visualisasi cahaya UV 366 dan 254 nm dari empat kali pengulangan dapat dilihat pada Gambar 12 menghasilkan jumlah pita sebanyak 6 pita yang terpisah, hal itu didukung pula dengan densitogram hasil dari

Image J menghasilkan jumlah kurva sebanyak 6 (Gambar 13).

Gambar 12 Kromatogram JBM 70% daun tua

(a) ulangan ke-1 pada 254 nm (b) ulangan ke-2 pada 254 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm.

d c

a b

(a) (b) 254 nm

(c) (d) 366 nm

(a) (b) 254 nm

(a) (b) 366 nm

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 Au 300 200 175 150 100 50

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Rf Rf

Au 300 200 175 150 100 50

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50

Rf Rf

5 4 3 1 2 4 2 5 3 1 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5


(24)

Gambar 13 Densitogram JBM 70% daun tua

(a) ulangan ke-1 pada 366 nm (b) ulangan ke-1 pada 366 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm.

Densitogram yang dihasilkan dihitung nilai Rf dan area dari masing-masing puncak untuk memberikan informasi yang menyeluruh mengenai sidik jari dari JBM 70% tua informasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14.

Profil sidik jari KLT yang terbentuk dari sampel JB7 70% muda dengan fase gerak kloroform dan etil asetat (0.8:0.2) dengan visualisasi cahaya UV 254 dan 366 nm dari empat kali pengulangan dapat dilihat pada Gambar 14 menghasilkan jumlah pita sebanyak 5 pita yang terpisah, hal tersebut didukung pula dengan densitogram hasil dari

Image J menghasilkan jumlah kurva sebanyak 5 (Gambar 15).

Gambar 14 Kromatogram JB7 96% daun muda

(a) ulangan ke-1 pada 254 nm (b) ulangan ke-2 pada 254 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm

Gambar 15 Densitogram JB7 96% daun muda (a) ulangan ke-1 pada 366 nm (b) ulangan ke-1 pada 366 nm (c) ulangan ke-1 pada 366 nm (d) ulangan ke-2 pada 366 nm.

Densitogram yang dihasilkan dihitung nilai Rf dan area dari masing-masing puncak untuk memberikan informasi yang menyeluruh mengenai sidik jari dari JB7 96% muda batang informasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14.

Hasil sidik jari dari pita kromatogram dan densitogram berbeda dengan yang diharapkan dari optimasi dengan piranti lunak design expert 7, hal ini dikarenakan banyak faktor diantaranya fase gerak yang tidak mengelusi sempurna KLT, model reancangan yang digunakan tidak dapat diterima, posisi penempatan lempeng KLT yang miring, dan ekstrak dari daun jambu biji yang sudah lama.

d c

b a

d

a b

c

(a) (b) 254 nm

(c) (d) 366 nm

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50 Rf Rf

Rf Rf

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50 Au 300 200 175 150 100 50 Rf Rf Rf Rf 5 1 3 4 2 6 1 2 3 4 5 6 1 2 5 3

4 6

1

2 3 4 5 1 4 3 2

5 5

2 3

4 1

1 2 3 4

5

1

2 3


(25)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan aktivitas antioksidan yang dilihat dari nilai IC50 terendah sampel daun jambu biji putih memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibanding daun jambu biji merah dan JB7, daun jambu biji yang dimaserasi dengan metanol 70% memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibanding yang dimaserasi dengan metanol 96%, dan daun jambu biji bagian muda memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan daun jambu biji bagian tua.

Berdasarkan pola sidik jari yang dilihat dari tinggi kurva densitogram dan keterpisahan pita kromatogram hasil analisis dengan DE-TLC daun jambu biji bagian tua memiliki pola sidik jari lebih baik dibanding daun jambu biji muda, daun jambu biji yang dimaserasi dengan metanol 70% memiliki pola sidik jari terbaik dibanding yang dimaserasi dengan metanol 96%, dan daun jambu biji putih dengan jambu biji merah memiliki pola sidik jari lebih baik dari JB7. Fase gerak optimum untuk semua sampel adalah klroroform dan etil asetat dengan berbagai nisbah.

Profil sidik jari untuk JBP, JBM, dan JB7 ditunjukkan dengan jumlah pita yang terpisah dari KLT dan kurva densitometer secara berurutan sebanyak 5 pita dan 5 kurva, 6 pita dan 6 kurva, 5 pita dan 5 kurva.

Saran

Perlu dilakukan proses optimasi terhadap analisis sidik jari dan proses validasi terhadap metode DE-TLC untuk mendapatkan hasil analisis terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson VL, McLean RA. 1974. Design of Experiments. New York: Marcel Dekker. [AOAC] Association of Offical Analytical

Chemistry. 1971. Official Methods Of Analysis of AOAC International 971.28. Meyrland: AOAC International.

Blois MS. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature

181: 1199-1200.

Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, Scarminio IS. 2007. Mixture design for the Fingerprint optimization of chromatographic mobile phases and extraction solutions for Camellia sinensis.

Analytica Chimica Acta 595:28-37. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.

2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: BPOM RI.

Braithwaite A, Smith FJ. 1999.

Chromatographic Method. Netherlands: Kluwer Academic.

Brereton RG. 2005. Chemometrics Data Analysis for the Laboratory and Chemical Plant. England: John and Wiley.

Cie´sla L, Hajnos MW. 2009. Two-dimensional thin-layer chromatography in the analysis of secondary plant metabolites. J Chromatogr 1216:1035– 1052.

Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. J Separation Sci 31:034-1041.

Fernand VE. 2003. Initial characterization of crude extracts from phyllanthus amarus

schum, and Thonn, and Quassia amara L. using normal phase thin layer chromatography [tesis]. Lousiana: Program Pascasarjana, University of Suriname.

Ghiselli A, Nardini M, Baldi A, Scaccini C. 1998. Antioxidant activity of different phenolics fractions separated from an Italian Red Wine. J Agri Food Chem. (46):367.


(26)

Gill MI, Tomas FAB, Pierce BH, Kader AA. 2002. Antioxidant capacities, phenolic compounds, peach, and Plum cultivars from California. J Agri Food Chem. (50):4976-82.

Gritter R, Bobbitt JM, Schwating AE. 1991.

Pengantar Kromatografi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Introduction to Chromatography.

Harbone JB. 1987. Metode fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksholihin S, editor. Bandung: penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Harnly et al. 2006. Flavonoid content of U.S. fruits, vegetables, and nuts. J Agri Food Chem 54: 9966-9977.

Hess AV. 2007. Digitally enhanced thin-layer chromatography:an inexpensive, new technique for qualitative and quantitative analysis. J Chem Edu. (84):842-847. Indriani S. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak

daun jambu biji (Pisidium guajava L.). J.II. Pert. Indon. (11) :13-17.

Inayati. 2007. Validasi metode analisis analisis polifenol pada ekstrak daun jambu biji secara spektrofotometri. [skripsi]. Departemen Kimia, FMIPA, IPB, Bogor. Khanpara K et al. 2010. Isolation and

quantification of nirgundoside in vitex nirgundo Linn. leaf powder by HPTLC method. Int J Pharma Biomed Reskh 2:90-95.

Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahadrjo, penerjemah. Jakarta:UI press. Terjemahan dari: Basic Concept Of Analytical Chemistry.

Kramer RE. 1985. Antioxidants in clove. J

Am Oil Chemist’s Society 62:111-113.

Li, Chen. 2008. Analysis of Three Flavonoids in Oxytropis kansuensis Bunge by RP-LC– DAD Coupled with Weighted Least-Squares Linear Regression. J Chromatogr

[terhubung berkala]. http://www.springerimages.com/Images/C hemistry/1-10.1365_s10337-008-0793-1-2 [13 Oct 2011].

Liang XM et al. 2009. Qualitative and quantitative analysis in quality control of traditional Chinese medicines. J Chromatogr A 1216: 2033-2044.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid Padmawinata K. penerjemah. Bandung: penerbit ITB. Terjemahan dari: Techniques of Flavonoid Identification. Mariswamy Y, Gnaraj W E, M Jhonson.

2011. Chromatographic finger print analysis of steroids in Aerva lanata L by HPTLC technique. Asian Pacific J Tropical Biomed. 428-433.

Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrilhydrazil (DPPH) for estimating antioxidant activity. J Sci Technol 26:211-219

Mulyono MW, Supriyatna, Wiraharja T, Sumiwi SA. 1994. Studi Fitokimia Fraksi Antidiare Daun Jambu Biji (Pisidium guajava L.). Laporan Penelitian Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung.

Pokorni J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidant in food; Practical applications. New York: CRC Press.

Qian H et al. 2004. Antioxidant power of phytochemicals from psidium guajava leaf.

J Zhejiang Univ Sci 5: 676-683.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. K Padmawinata, penerjemah Bandung: ITB. Terjemahan dari: The Organic Constituents of Higher Plants 6th edition.

Rohman A, Riyanto S, Utari D. 2006. Aktivitas antioksidan, kandungan fenolik total dan kandungan flavonoid total ekstrak etil asetat buah mengkudu serta fraksi-fraksinya. Majalah Farmasi Indonesia 17:136-142.

Rohman A, Riyanto S, Dahliyanti R, Pratomo DB. 2009. Penangkapan radikal 2,2-difenil-1-pikril hidrazil oleh ekstrak buah

Psidium guajava L dan Averrhoa carambola L. J Ilmu Kefarmasian Indonesia 7:1-5.

Roy Ck, Das Ak. 2010. Comparative evaluation of different extracts of leaves of

Psidium Guajava Linn. For hepatoprotective activity. J Pharm Sci. 23 15-20.


(27)

Scheffe H. 1963. Simplex-centroid designs for experiments with mixtures. J R Statist Soc B 25: 235-263.

Shui GH, Leong LP. 2004. Analysis of polyphenolics antioxidants in star fruit using liquid chromatography and mass spectrometry. J Chromatogr A. 1022: 67-75.

[SK MenKes] Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomo 661/Menkes/Sk/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta.

Snyder LR, Kirland JJ.1979. Introducing to Modern Liquid Chromatography. New York: Wiley.

Sudarsono, Gunawan D, Wahyuono S, Argodonatus I, Untoro P. 2001. Tanaman obat II: Hasil penelitian, sifat-sifat, dan penggunaannya. Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional UGM. Hal. 156-60.

Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. K Padmawinata, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Drug Analysis by Chromatography.

Stoenoiu CE, Bolboaca SD, Jantschi L. 2006. Mobile phase optimization method for steroid separation. Applied Medical Informatics 18 (1,2): 17-24.

Wahyuni WT. 2010. Pengoptimuman dan validasi sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi ekstrak phyllanthus niruri L. [Tesis]. Departemen Kimia, Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Widjaja S.1997. antioksidan: Pertahanan Tubuh Terhadap Efek Oksidan dan Radikal Bebas. Majalah Ilmu Fakultas Kedokteran USAKTI. 16: 1659-1672. Wijayakusuma H. 2000. Potensi tumbuhan

obat asli Indonesia sebagai produk kesehatan. Prosiding Risalah Pertemuan Ilmiah Penelilian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, HPTAI. Jakarta.


(28)

(29)

Lampiran 1 Bagan kerja penelitian

Persiapan bahan daun Jambu menjadi serbuk daun jambu biji Menentukan kadar air dari daun jambu biji

Penghilangan lemak dengan maserasi menggunakan heksana

Maserasi dengan metanol 96 dan 70%

Evaporasi sampai 1/10 volume awal

Hidrolisis ekstrak metanol 96 dan 70% dengan HCl 2N 100°C 30 menit

Partisi dengan etil asetat sebanyak 2 kali

Uji fitokimia golongan flavonoid

Pemilihan eluen terbaik dengan SCD

Penotolan dengan KLT aplikator

Optimasi pelarut dengan bantuan DX 7

Elusi dengan pelarut hasil optimasi

Penampakan hasil KLT pada UV 366, 254 nm dan Diolah dengan Image J


(30)

Lampiran 2 Kode sampel dan data kadar air daun jambu biji

Kode sampel daun jambu biji

Kode Sampel Keterangan

JBP 96% muda JBP 96% tua JBP 70% muda JBP 70%% tua JBM 96%% muda

JBM 96% tua JBM 70% muda

JBM 70% tua JB7 96% muda

JB7 96% tua JB7 70% muda

JB7 70% tua

Daun jambu biji putih bagian muda dimaserasi dengan metanol 96% Daun jambu biji putih bagian tua dimaserasi dengan metanol 96% Daun jambu biji putih bagian muda dimaserasi dengan metanol 70%

Daun jambu biji putih bagian tua dimaserasi dengan metanol 70% Daun jambu biji merah bagian muda dimaserasi dengan metanol 96%

Daun jambu biji merah bagian tua dimaserasi dengan metanol 96% Daun jambu biji merah bagian muda dimaserasi dengan metanol 70%

Daun jambu biji merah bagian tua dimaserasi dengan metanol 70% Daun jambu biji 7 bagian muda dimaserasi dengan metanol 96%

Daun jambu biji 7 bagian tua dimaserasi dengan metanol 96% Daun jambu biji 7 bagian muda dimaserasi dengan metanol70%

Daun jambu biji 7 bagian tua dimaserasi dengan metanol 70%

Data dan perhitungan kadar air Sampel Bobot awal

(g)

Setelah dikeringkan (g)

Cawan kosong (g)

Kadar air (%)

JBP tua 3,0345 4,6766 1,9192 9,13

JBP muda 3,0500 4,7134 1,9799 10,30

JBM tua 3,0374 4,7332 1,9556 9,40

JBM muda 3,0252 4,6863 1,9742 10,19

JB7 tua 3,2135 4,8047 1,8933 9,40

JB7 muda 3,0975 4,7906 1,8979 10,70

Contoh perhitungan:

Kadar air JBP Tua = Χ100% a

c) (b a 

Kadar air JBP Tua = x100% 9.13% 3.0345

1.9192) (4.6766

3.0345

 


(31)

% 0.37 100% x 1.103 x 75.0315

0.2550

100% x Koreksi Faktor x Sampel Bobot

Ekstrak Bobot

 

% 3.30 100% x 1.103 x 75.6052

2.2639

100% x Koreksi Faktor x Sampel Bobot

Ekstrak Bobot

 

103 . 1 100

30 . 10 100 100

100

  

kadarair

% 0.37 100% x 1.103 x 75.0315

0.2550

100% x Koreksi Faktor x Sampel Bobot

Ekstrak Bobot

 

Lampiran 3 Hasil maserasi dengan metanol 96% dan 70%

Bobot awal sampel maserasi metanol 96% dan 70%

Rendemen dari maserasi dengan metanol 96 %

JBP Tua JBM Tua JB7 Tua JBP Muda JBM Muda JB7 Muda Rerata

Vial Kosong ±36.7664 g

Vial Setelah

Rotav 38.8222 g 36.4566 g 39.0594 g 39.0303 g 38.3920 g 38.3734 Ekstrak etil

asetat 2.0558 g 0.3098 g 2.2930 g 2.2639 g 1.6256 g 1.6070 g

Rendemen 2.98% 0.45% 3.33% 3.30% 2.38% 2.36% 2.46% Contoh Perhitungan

Faktor koreksi =

Rendemen =

Rendemen dari maserasi dengan metanol 70%

JBP B JBM B JB7 B JBP A JBM Muda JB7 Muda Rerata Vial

Kosong

36.6142 g 37.1634 g 36.8882 g 36.4446 g 37.0968 g 36.3911 g Vial

Setelah Rotav

36.9442 g 37.4372 g 37.1850 g 36.6996 g 37.8452 g 36.5592 g

Ekstrak etil asetat

0.3300 g 0.2738 g 0.2968 g 0.2550 g 0.7484 g 0.1681 g

Rendemen 0.37% 0.40% 0.43% 0.37% 1.09% 0.25% 0.50% Contoh Perhitungan:

Faktor koreksi =

Rendemen =

Bobot sampel JBP Tua JBM Tua JB7 Tua JBP Muda JBM Muda JB7 Muda Untuk

maserasi 96% 75.3477 g 75.1620 g 75.2464 g 75.6052 g 75.2239 g 75.3956 g Untuk


(1)

Lampiran 10 ANOVA model kubik JBM 70% tua

Mean F p-value

Source Squares df Square Value

Model 47.39 8 5.92 8.39 0.2611

Cubic Mixture 27.11 2 13.56 19.20 0.1593

AB 5.79 1 5.79 8.20 0.2139

AC 1.63 1 1.63 2.30 0.3710

BC 1.63 1 1.63 2.30 0.3710

ABC 0.79 1 0.79 1.12 0.4813

AB(A-B) 6.68 1 6.68 9.47 0.2001

AC(A-C) 8.73 1 8.73 12.36 0.1764

BC(B-C) 0.000 0

Residual 0.71 1 0.71

Cor Total 48.10 9

Std. Dev. 0.84 R-Squared 0.9853

Mean 3.30 Adj R-Squared 0.8679

C.V. % 25.46 Pred R-Squared -10.5131

PRESS 553.78 Adeq Precision 8.782

Coefficient Standard 95% CI 95% CI

Component Estimate df Error Low High VIF

A-clorofom 5.94 1 0.84 -4.71 16.59 2.10

B-etil asetat 3.94 1 0.84 -6.71 14.59 2.10

C-metanol 0.94 1 0.84 -9.71 11.59 2.10

AB 11.76 1 4.11 -40.45 63.98 2.40

AC -6.24 1 4.11 -58.45 45.98 2.40

BC -6.24 1 4.11 -58.45 45.98 2.40

ABC -28.59 1 26.95 -371.06 313.89 2.47

AB(A-B) 42.00 1 13.65 -131.45 215.45 1.63

AC(A-C) -48.00 1 13.65 -221.45 125.45 1.63


(2)

Lampiran 11 ANOVA model linear JB7 96% muda

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value

Model 3.11 2 1.56 0.87 0.4591

Linear Mixture 3.11 2 1.56 0.87 0.4591

Residual 12.49 7 1.78

Cor Total 15.60 9

Std. Dev. 1.34 R-Squared 0.1994

Mean 2.80 Adj R-Squared -0.0293

C.V. % 47.70 Pred R-Squared -0.4032

PRESS 21.89 Adeq Precision 2.734

Coefficient Standard

Component Estimate df Error Low High VIF

A-klorofom 3.02 1 0.99 0.69 5.35 1.15

B-etil asetat 3.69 1 0.99 1.36 6.02 1.15


(3)

Lampiran 12 ANOVA model kuadratik JB7 96% muda

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value

Model 3.48 5 0.70 0.23 0.9306

Cuadratic Mixture 3.11 2 1.56 0.51 0.6331

AB 0.34 1 0.34 0.11 0.7541

AC 0.023 1 0.023 7.654E-003 0.9345

BC 8.681E-003 1 8.681E-003 2.866E-003 0.9599

Residual 12.12 4 3.03

Cor Total 15.60 9

Std. Dev. 1.74 R-Squared 0.2234

Mean 2.80 Adj R-Squared -0.7474

C.V. % 62.16 Pred R-Squared 14.2726

PRESS 238.25 Adeq Precision 1.493

Coefficient Standard

Component Estimate df Error Low High VIF

A-klorofom 2.84 1 1.68 -1.82 7.50 1.96

B-etil asetat 3.38 1 1.68 -1.28 8.04 1.96

C-metanol 1.75 1 1.68 -2.91 6.41 1.96

AB2.60 1 7.74 -18.88 24.07 1.98

AC-0.68 1 7.74 -22.15 20.80 1.98


(4)

Lampiran 13 ANOVA model kubik JB7 96% muda

Mean F P value Source Squares df Square Value

Model 14.77 8 1.85 2.23 0.4782

Cubic Mixture 3.11 2 1.56 1.88 0.4586

AB 1.38 1 1.38 1.67 0.4197

AC 2.716E-003 1 2.716E-003 3.279E-003 0.9636

BC 0.13 1 0.13 0.15 0.7622

ABC 0.68 1 0.68 0.82 0.5312

AB(A-B) 6.06 1 6.06 7.32 0.2254

AC(A-C) 9.47 1 9.47 11.43 0.1831

BC(B-C) 0.000 0

Residual 0.83 1 0.83

Cor Total 15.60 9

Std. Dev. 0.91 R-Squared 0.9469

Mean 2.80 Adj R-Squared 0.5221

C.V. % 32.51 Pred R-Squared -40.6615

PRESS 649.92 Adeq Precision 4.559

Coefficient Standard 95% CI 95% CI

Component Estimate df Error Low High VIF

A-klorofom 2.94 1 0.91 -8.60 14.47 2.10

B-etil asetat 3.94 1 0.91 -7.60 15.47 2.10

C-metanol 0.94 1 0.91 -10.60 12.47 2.10

AB 5.75 1 4.45 -50.82 62.31 2.40

AC -0.25 1 4.45 -56.82 56.31 2.40

BC 1.75 1 4.45 -54.82 58.31 2.40

ABC -26.47 1 29.20 -397.48 344.54 2.47

AB(A-B) 40.00 1 14.79 -147.91 227.91 1.63

AC(A-C) -50.00 1 14.79 -237.91 137.91 1.63


(5)

Nilai Rf dan area puncak JB7 96% muda

Densitogram Puncak Nilai Rf Area

A B C D 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 0,04 0,15 0,37 0,61 0,76 0,85 0,03 0,12 0,71 0,88 - 0,02 0,12 0,44 0,71 0,88 0,03 0,12 0,43 0,76 0,89 11.066 2.172 12.776 924 1.498 - 350 955 1.802 104 9.187 337 1.265 548 1.901 8.191 867 790 678 2.522 7.747

Lampiran 14 Nilai Rf dan area puncak dari densitogram

Nilai Rf dan area puncak JBP 70% tua

Densitogram Puncak Nilai Rf Area

A B C D 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 0,07 0,38 0,58 0,72 0,94 0,09 0,38 0,57 0,72 0,94 0,09 0,33 0,57 0,72 0,94 0,06 0,26 0,48 0,67 0,91 1.985 528 2.666 5.554 12.232 1.902 538 2.486 5.559 11.748 1.696 278 2.222 4.702 11.815 6.164 673 892 4.166 10.784


(6)

Nilai Rf dan area puncak JBM 70% tua

Densitogram Puncak Nilai Rf Area

A

B

C

D

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

0,03 0,18 0,44 0,67 0,85 0,93 0,03 0,25 0,46 0,56 0,69 0,88 0,03 0,23 0,42 0,65 0,80 0,88 0,03 0,23 0,42 0,65 0,76 0,86

2.447 1.160 4.277 11.938

837 7.441 4.479 1.090 3.025 11.817

1.205 4.525 4.297 479 2.720 10.792

1.370 2.901 3.634 729 3.080 11.778

1.766 34.852