Pengaruh suhu udara terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca domestica)

PENGARUH SUHU UDARA TERHADAP PERKEMBANGAN
PRADEWASA LALAT RUMAH (Musca domestica)

IIF MIFTAHUL IHSAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh suhu udara
terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca domestica) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Iif Miftahul Ihsan
NIM G24090056

ABSTRAK
IIF MIFTAHUL IHSAN. Pengaruh Suhu Udara terhadap Perkembangan
Pradewasa Lalat Rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh RINI HIDAYATI
dan UPIK KESUMAWATI HADI.
Lalat rumah merupakan serangga yang sering kita jumpai di sekitar
pemukiman manusia yang dapat berperan sebagai penyebar penyakit. Pengamatan
ini merupakan pengamatan laboratorium yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara suhu udara dan daya tahan hidup dan periode perkembangan
pradewasa lalat rumah. Daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa
lalat rumah diamati pada suhu 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC, 39 ºC dan suhu lingkungan
sebagai suhu kontrol. Hasil pengamatan menunjukan daya tahan hidup pradewasa
terendah terjadi pada suhu 16 ºC dan tertinggi pada suhu lingkungan (26.53 ºC).
Pola hubungan antara suhu dan daya tahan hidup dan laju perkembangan
pradewasa membentuk persamaan kuadratik. Hasil analisis data menunjukan suhu

optimum daya tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa adalah 28 ºC. Pola
hubungan pengaruh perubahan suhu terhadap periode perkembangan pradewasa
berbeda dengan pola pengaruh suhu terhadap daya tahan hidup. Semakin
meningkatnya suhu menyebabkan semakin singkatnya periode perkembangan
pradewasa membentuk persamaan eksponensial.
Kata kunci: Lalat rumah, perkembangan pradewasa, suhu

ABSTRACT
IIF MIFTAHUL IHSAN. Effect of Temperature on Immature Development of
House Fly (Musca domestica). Supervised by RINI HIDAYATI and UPIK
KESUMAWATI HADI
The house fly (Musca domestica) is an insect that often be found in human
habitat and acts as a transmitter of disease. This study is laboratory observatory
that aimed to analyze the relationship between temperature and the survival rate
and developmental period of immature house flies. The survival rate and
developmental period of immature house flies were observed at temperatures of
16 ºC, 27 ºC, 31 ºC, 39 ºC and the environmental temperature as a control
temperature. The results of observation showed the lowest immature survival rates
occur at 16 ºC and the highest at the environmental temperature (26.53 ºC). The
relationship pattern of temperature and survival rate and the rate of immature

developmental form a quadratic equation. The results of data analysis showed the
optimum temperature for the immature survival rate and the rate of immature
developmental are 28 ºC. The pattern of temperature changes effect on immature
developmental period differ from those on survival rate. The increasing of
temperature caused the decreasing of immature developmental period form an
exponential equation
Keywords: House fly, temperature, the immature development

PENGARUH SUHU UDARA TERHADAP PERKEMBANGAN
PRADEWASA LALAT RUMAH (Musca domestica)

IIF MIFTAHUL IHSAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh suhu udara terhadap perkembangan pradewasa lalat
rumah (Musca domestica)
Nama
: Iif Miftahul Ihsan
NIM
: G24090056

Disetujui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Pembimbing I

Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
Pengaruh suhu udara terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca
domestica).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rini Hidayati, MS dan Ibu
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS selaku pembimbing dan Bapak Prof Dr Ir
Yonni Koesmaryono, MS selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Taufik dari Fakultas Kedokteran Hewan yang telah
membantu selama pelatihan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada orang tua, seluruh keluarga, staf pengajar GFM serta sahabat-sahabat
GFM 46 atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Iif Miftahul Ihsan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Lalat Rumah (Musca domestica)


2

Suhu Udara

3

METODE

4

Bahan

4

Alat

4

Prosedur Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Udara terhadap Daya Tahan Hidup Pradewasa Lalat Rumah
(Musca domestica)

5
5

Pengaruh Suhu Udara terhadap Periode Perkembangan Pradewasa Lalat Rumah
(Musca domestica)
9
SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14


Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Persentase perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Periode perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu

5
9
10
11

DAFTAR GAMBAR
Siklus hidup lalat rumah (Musca domestica)
Daya tetas telur lalat rumah pada berbagai suhu
Daya tahan hidup larva lalat rumah pada berbagai suhu
Daya tahan hidup pupa lalat rumah pada berbagai suhu
Daya tahan telur (T) – dewasa (D) lalat rumah pada berbagai suhu
Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan pradewasa lalat
rumah
7 Hubungan antara suhu dan periode perkembangan pradewasa lalat
rumah
8 Laju perkembangan lalat rumah pada berbagai suhu

1
2
3
4
5
6

3
6
7
8
8
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Modus waktu
berbagai suhu
2 Modus waktu
berbagai suhu
3 Modus waktu
berbagai suhu
4 Modus waktu
berbagai suhu

dan persentase perkembangan telur lalat rumah pada
17
dan persentase perkembangan larva lalat rumah pada
17
dan persentase perkembangan pupa lalat rumah pada
17
dan persentase perkembangan T-D lalat rumah pada
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cuaca merupakan satu di antara faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan makhluk hidup. Makhluk hidup tersebut akan berkembang sesuai
dengan kemampuan adaptasi, sehingga suatu lingkungan yang mempunyai unsur
cuaca berbeda akan mempunyai jenis dan laju perkembangan makhluk hidup yang
berbeda.
Lalat rumah (Musca domestica) merupakan jenis serangga berordo Diptera
yang sering kita jumpai di sekitar permukiman manusia sehingga bersifat
kosmopolitan. Serangga ini sering berpindah-pindah ke tempat yang kotor seperti
tumpukan sampah, kotoran hewan, ataupun kotoran lainnya. Tersebar pada
populasi padat di seluruh dunia dan dapat berperan sebagai polinator serta dapat
bertindak sebagai vektor pada banyak organisme patogen (Malik et al. 2007).
Peran lalat rumah dalam penyebaran penyakit seperti demam tifoid dan
paratifoid yaitu sebagai pembawa kotoran ke makanan, minuman, sayuran
maupun buah-buahan. Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu masalah
kesehatan yang penting yang dapat menular dan menyerang banyak orang
sehingga menimbulkan wabah. Menurut WHO (2005), di Republik Kongo dari
tanggal 27 September 2004 – 11 Januari 2005, terdapat sekitar 42 564 kasus dan
sekitar 214 penderitanya meninggal dunia. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia, pada tahun 2009 demam tifoid dan paratifoid menempati urutan ketiga
dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit sebanyak 80 850
kasus dan yang meninggal 1 013 kasus (Kementrian Kesehatan RI 2010).
Selain menjadi vektor berbagai penyakit, lalat juga dapat mengganggu
kenyamanan manusia. Hal ini dikarenakan populasi lalat yang tinggi dapat
menganggu manusia yang sedang bekerja dan istirahat. Lalat dapat memberikan
efek psikologis negatif, karena keberadaanya sebagai tanda kondisi lingkungan
yang kurang sehat.
Spesies lalat rumah menunjukan keragaman genetika dan morfologi yang
besar (Marquez dan Krafsur 2002). Keragaman ini dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang berbeda seperi pola cuaca atau iklim (salah satunya suhu udara).
Suhu merupakan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul (Handoko
1994). Suhu udara tersebut menunjukkan panas atau dinginnya udara pada suatu
lingkungan dan waktu tertentu yang akan berfluktuasi dengan nyata setiap periode
24 jam. Speight et al. (1999) menyatakan suhu akan mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan dan aktivitas serangga.
Di daerah tropika, perkembangan lalat rumah berlangsung dalam waktu
yang singkat. Dalam satu kali siklus hidup, dari telur hingga dewasa
membutuhkan waktu 8 sampai 10 hari pada suhu 30 ºC (Hadi dan Koesharto
2006). Kejadian ini perlu mendapat perhatian masyarakat daerah tropis, karena
singkatnya waktu perkembangan lalat rumah. Indonesia merupakan Negara tropis
sehingga menjadikan Indonesia sebagai Negara yang cocok untuk perkembangan
lalat rumah.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu udara terhadap
daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca
domestica).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sistem kewaspadaan dini (Early
warning system) untuk mengurangi atau menghambat daya tahan hidup lalat
rumah dengan lebih memperhatikan kebersihan lingkungan pada saat suhu udara
optimal untuk perkembangan lalat rumah, sehingga peran lalat rumah dalam
penyebaran penyakit dan penyebab efek psikologis negatif dapat dikurangi.

TINJAUAN PUSTAKA
Lalat Rumah (Musca domestica)
Lalat rumah merupakan jenis lalat yang termasuk famili Muscidae yang
hidupnya bersifat kosmopolitan. Lalat rumah mempunyai ukuran tubuh 6 mm
sampai 8 mm. Pada lalat betina, matanya mempunyai celah yang lebih lebar
sedangkan lalat jantan lebih sempit. Antenanya terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir
paling besar, berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu
pada bagian atas dan bawah. Bagian mulut atau probosis lalat disesuaikan dengan
fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan atau sedikit
lembek. Bagian ujung probosis terdiri atas sepasang labella berbentuk oval yang
dilengkapi dengan saluran halus yang disebut pseudotrakhea tempat cairan
makanan diserap. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama
lain. Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta
mendekati vena 3. Vena tersebut mencirikan karakter yang berbeda antara lalat
rumah dengan jenis lalat lainnya. Ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya
mempunyai sepasang kuku dan sepasang bantalan yang disebut pulvilus yang
berisi kelenjar rambut. Bantalan rambut lengket ini yang membuat lalat dapat
menempel pada permukaan halus dan mengambil kotoran dan patogen ketika
mengunjungi sampah dan tempat kotoran lainnya (Hadi dan Koesharto 2006).
Selama hidupnya, lalat rumah mengalami metamorfosis sempurna dalam
perkembangannya. Proses metamorfosis lalat rumah diawali dari telur, larva, pupa
dan dewasa. Telur lalat rumah berbentuk seperti pisang, berwarna putih
kekuningan dan panjangnya sekitar 1 mmm. Telur tersebut diletakkan dalam
media yang lembab dan banyak mengandung zat organik seperti sampah ataupun
bahan-bahan busuk lainnya. Larva mempunyai tiga bentuk instar dan mengalami
dua kali pergantian kulit. Larva I dan II berwarna putih, sedangkan larva III putih
kekuningan. Untuk berubah ke tahap pupa, larva instar 3 akan bermigrasi ke
tempat yang lebih kering dan dingin. Ketika terjadi pupasi, kult larva mengkerut
dan membentuk puparium seperti peluru dengan menggelembungkan kantong
berisi darah (ptilinium) ke depan kepala. Dengan kontraksi kantong memanjang,

3
lalat muda akan keluar dan mengangkat terbang badannya keluar dari tempat
perindukannya (Hadi dan Koesharto 2006).

Gambar 1 Siklus hidup lalat rumah (Musca domestica)
(Hadi dan Koesharto 2006)
Lalat betina bunting terbang ke arah tempat perindukan karena tertarik bau
CO2, ammonia, dan bau dari bahan yang sedang membusuk. Telurnya diletakkan
jauh dari permukaan untuk menghindari proses kekeringan (Hadi dan Koesharto
2006).

Suhu Udara
Perubahan penerimaan energi secara serentak dapat menyebabkan
perubahan seluruh unsur cuaca yang secara integratif mudah terlihat pada
perubahan suhu lingkungan. Perubahan tersebut akan direspon oleh tubuh
makhluk hidup seperti lalat rumah secara langsung dengan berbagai proses
pengaturan suhu tubuh atau termoregulasi (Nasir 2008).
Lalat rumah mengalami empat stadium dalam siklus hidupnya, diawali dari
telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Stadium pertama, lalat akan menghasilkan
telur sebanyak ± 75 – 150 telur. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan di dalam
retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar
matahari. Pada suhu 30 ºC telur-telur ini menetas menjadi larva dalam waktu 10
sampai 12 jam. Untuk menetas menjadi larva tergantung pada suhu di sekitar telur,
semakin tinggi suhu semakin cepat waktu menetas menjadi larva. Larva tumbuh
dari 1 mm hingga menjadi 12 mm sampai 13 mm setelah 4 sampai 5 hari pada
suhu 30 ºC, melewati tiga kali fase instar. Pupa berbentuk lonjong ±7 mm yang
biasanya stadium pupa berlangsung beberapa minggu pada suhu rendah. Lalat
muda mulai mencari makan setelah sayapnya mengembang dalam waktu 2 sampai
24 jam setelah muncul dari pupa.
Perkawinan terjadi di antara lalat setelah 24 jam pada lalat jantan, dan 30
jam pada lalat betina. Di laboratorium, lalat betina mampu menghasilkan lebih
dari 10 kelompok telur dengan interval setiap 2 hari atau lebih. Dalam kondisi
alam, lalat rumah hidup hanya sekitar satu minggu, meletakkan telur hanya 2 atau
3 kelompok telur (Hadi dan Koesharto 2006).

4

METODE
Penelitian ini berupa percobaan laboratorium yang dilakukan melalui dua
tahap. Tahap persiapan meliputi rearing (pemeliharaan lalat dewasa) dan
penyediaan alat serta bahan penelitian. Tahap pemeliharaan pradewasa lalat
rumah meliputi pemindahan 80 telur ke empat media yang telah dicampur
makanan ayam. Media tersebut akan dimasukan ke growth chamber dengan empat
suhu perlakuan yang berbeda yaitu suhu 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC dan 39 ºC serta di
tempat terbuka dengan suhu lingkungan sebagai suhu kontrol. Ketika stadium
pupa, akan dilakukan pemindahan media ke media baru (kandang lalat) yang akan
dimasukkan kembali ke growth chamber dengan empat suhu perlakuan yang
berbeda yaitu suhu 16 ºC, 27 ºC, 31 ºC dan 39 ºC kecuali suhu lingkungan
(kontrol). Pengamatan selama perkembangan pradewasa dilakukan setiap pukul
06.00 dan 18.00 WIB.

Bahan
Telur lalat rumah dari hasil rearing lalat rumah dengan klasifikasi (West
1951) sebagai berikut :
Kingdom
Phylum
Kelas
Ordo
Subordo
Famili
Subfamili
Genus
Spesies

: Animalia
: Arthropoda
: Insekta
: Diptera
: Cylorrhapha
: Muscidae
: Muscinae
: Musca
: Musca domestica

Makanan ayam (pellet), air dan air gula.

Alat
Growth Chamber model GC-300/1000, kandang lalat, wadah, kelambu,
cawan petri, lup, pipet, sendok dan termometer.

Prosedur Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini berupa perhitungan persentase telur
menetas menjadi larva (instar 1), persentase daya tahan larva (instar 1) menjadi
pupa, pupa menjadi lalat dewasa serta persentase daya tahan hidup telur sampai
lalat dewasa. Selain itu akan dihitung modus waktu perkembangan yaitu waktu
dimana jumlah lalat terbanyak mengalami perkembangan pada tiap stadium, di
antaranya modus waktu tetas telur menjadi larva instar 1 (hari), modus waktu

5
perkembangan larva instar 1 menjadi pupa (hari), modus waktu perkembangan
pupa menjadi lalat dewasa (hari) dan periode perkembangan (hari) dari telur
sampai lalat dewasa serta laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada
berbagai suhu. Daya tahan hidup pradewasa, periode perkembangan pradewasa
dan laju perkembangan pradewasa dianalisis menggunakan persamaan regresi.
Nilai satuan panas (HU) dan suhu dasar (Tb) diperoleh berdasarkan
persamaan (WMO 1981) :
HU = n (Ta – Tb)
Keterangan
HU
n
Tb
Ta

: Heat unit atau satuan panas (Derajat Hari)
: Jumlah hari yang diperlukan untuk satu kali perkembangan
: Suhu dasar (ºC)
: Suhu lingkungan (ºC)

Penentuan Tb dan HU dilakukan dengan proses simulasi iterasi dengan
mengasumsikan berbagai suhu dasar yang memungkinkan sehingga memperoleh
nilai HU dengan koefisien variasi satuan panas terkecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Udara terhadap Daya Tahan Hidup Pradewasa
Lalat Rumah (Musca domestica)
Dalam perkembangannya, lalat rumah mengalami empat stadium selama
siklus hidupnya, di antaranya telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Tiap stadium
akan dipengaruhi oleh lingkungan seperti faktor suhu yang akan mempengaruhi
daya tahan hidup dan modus waktu perkembangan pradewasa. Daya tahan hidup
tiap stadium merupakan persentase keberhasilan tiap stadium untuk berkembang
menjadi stadium selanjutnya (telur sampai dewasa).
Tabel 1 Persentase perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Suhu ( ºC )
T-L1 (%)
L-P (%)
P-D (%)
T-D (%)
16
33.8
48.1
46.2
7.5
27
86.3
84.1
67.2
48.8
31
76.3
67.2
70.7
36.3
39
60.0
25.0
75.0
11.3
Lingkungan
81.3
84.6
87.3
60.0
T: telur; L1: Larva (instar 1); P: Pupa; D(n): Jumlah lalat dewasa

D (n)
6
39
29
9
48

Tabel 1 menunjukan bahwa suhu mempengaruhi tingkat perkembangan
pradewasa. Persentase keberhasilan telur menetas menunjukan kemampuan telur
untuk berkembang menjadi larva (instar 1). Berdasarkan hasil pengamatan pada
lima suhu yang berbeda diperoleh persentase telur yang menetas tertinggi terjadi

6
pada suhu 27 ºC (86.3 %) dan masih tinggi hingga pada suhu 31 ºC (76.3 %),
sedangkan persentase telur menetas terendah terjadi pada suhu 16 ºC (33.8 %).
Daya tetas telur yang rendah tersebut terjadi karena telur mengalami kekeringan
(Sutherst 2004). Selain itu, telur yang tidak menetas tersebut dapat terjadi karena
telur steril atau tidak terbentuk embrio.

Gambar 2 Daya tetas telur lalat rumah pada berbagai suhu
Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan daya tetas telur (y) adalah
y = -0,2644x2 + 15,599x - 147,4 dengan koefisien determinasi (R2) 95.99 % yang
menunjukan suhu mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap daya tetas telur
lalat rumah menjadi larva (instar 1). Berdasarkan persamaan tersebut diketahui
bahwa suhu optimum untuk daya tetas telur sebesar 29 ºC. Dari persamaan
tersebut juga dapat diketahui suhu letal rendah daya tetas telur sebesar 12 ºC dan
suhu letal tinggi sebesar 47 ºC (Gambar 2).
Daya tahan hidup dari stadium larva dan pupa ditunjukan dari persentase
keberhasilan yang terjadi ketika proses molting pada larva dan pupa. Pada stadium
larva, usia larva dapat diperkirakan dengan pemeriksaan bentuk maupun
ukurannya. Dalam perkembangannya pada stadium larva terdapat tiga bentuk
instar. Instar 1 dan 2 tembus cahaya dan masing-masing mempunyai panjang 2 - 3
mm dan 4 - 5 mm. Instar 3 berwarna putih kekuningan dengan panjang 8 - 10 mm.
Daya tahan hidup larva sangat bervariasi yang akan dipengaruhi faktor
lingkungan seperti suhu. Berdasarkan hasil pengamatan, persentase daya tahan
hidup larva menjadi pupa tertinggi terjadi pada suhu lingkungan / kontrol
(84.6 %) dan suhu 27 ºC (84.1 %), sedangkan persentase terendah terjadi pada
suhu 39 ºC (25 %). Pada suhu 39 ºC larva mengalami kekeringan dan berubah
warna menjadi warna hitam. Selain suhu, menurut Barnard dan Geden (1993)
daya tahan hidup larva dipengaruhi oleh kepadatan larva pada suatu media.

7

Gambar 3 Daya tahan hidup larva lalat rumah pada berbagai suhu
Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan daya tahan hidup larva
menjadi pupa (y) adalah y = -0,3261x2 + 16,859x - 137,56 dengan koefisien
determinasi sebesar 98.00 % yang menunjukan suhu berpengaruh sangat nyata
terhadap daya tahan hidup larva menjadi pupa. Bentuk persamaan tersebut
menunjukan suhu optimum daya tahan hidup larva menjadi pupa sebesar 26 ºC.
Selain itu, persamaan tersebut menunjukan suhu letal rendah daya tahan hidup
larva lalat rumah sebesar 10 ºC dan suhu letal tinggi sebesar 41 ºC (Gambar 3).
Miller et al. (1974) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan larva
akan optimum pada suhu 27 ºC dengan kelembaban 60 % sampai 75 %.
Sementara itu, Chapman dan Goulson (2000) menyatakan bahwa daya tahan
hidup larva tertinggi terjadi pada suhu 25 ºC daripada suhu yang lebih rendah
ataupun lebih tinggi.
Sebelum menjadi pupa, larva akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering
dan dingin. Apabila pada stadium larva kekurangan makanan, lalat dewasa akan
berukuran kecil dan sebaliknya apabila makanan tercukupi, ukuran lalat dewasa
akan besar. Perkembangan pupa merupakan stadium yang tidak memerlukan
makanan (puasa).
Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1), persentase daya tahan hidup pupa
menjadi lalat dewasa terendah terjadi pada suhu 16 ºC (46.2 %), sedangkan
persentase tertinggi terjadi pada suhu lingkungan / perlakuan kontrol (26.53 ºC)
sebesar 87.3 %. Miller et al. (1974) menyatakan bahwa untuk berkembang
menjadi pupa, stadium awal (telur) membutuhkan kondisi lingkungan yang
optimum untuk berkembang menjadi pupa. Demikian juga dengan persentase
perkembangan pradewasa (telur sampai dewasa) tertinggi terjadi pada suhu
lingkungan (kontrol) (Tabel 1). Hal ini dikarenakan ketika melakukan penelitian,
perlakuan kontrol dipengaruhi oleh adanya fluktuasi suhu, kelembaban, radiasi,
oksigen dan sebagainya sehingga daya tahan hidup larva dan pupa pun tertinggi
terjadi pada perlakuan kontrol. Kelembaban relatif pada perlakuan kontrol (suhu
lingkungan) berkisar antara 77 % - 90 %.

8

Gambar 4 Daya tahan hidup pupa lalat rumah pada berbagai suhu
Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan daya tahan hidup pupa
menjadi dewasa (y) adalah y = -0,0522x2 + 4,1196x - 6,3333 dengan koefisien
determinasi sebesar 99.9 % (Gambar 4). Suhu letal daya tahan hidup pupa
berdasarkan persamaan kuadratik tersebut tidak dapat ditunjukkan karena terlalu
tinggi / rendah (ekstrapolasi terlalu jauh). Perlu ada penelitian pada suhu selang
tinggi dan selang rendah untuk mendapatkan titik-titik suhu letal daya tahan hidup
pupa. Selain dipengaruhi suhu, perkembangan pupa juga dipengaruhi oleh substrat
(manur) (Koesharto et al. 2000). Apabila ketika stadium larva kekurangan
makanan, daya tahan hidup dan ukuran pupa yang dihasilkan akan kecil. Apabila
makanan tercukupi, daya tahan hidup dan ukuran pupa yang dihasilkan akan besar.

Gambar 5 Daya tahan hidup telur (T) – dewasa (D) lalat rumah pada
berbagai suhu

9
Hubungan antara suhu dan daya tahan hidup telur sampai dewasa
mempunyai bentuk persamaan y = -0,2655x2 + 14,69x - 158,94 dengan koefisien
determinasi sebesar 95.91 % (Gambar 5). Berdasarkan bentuk persamaan tersebut
dapat dinyatakan bahwa suhu optimal untuk perkembangan telur sampai dewasa
terjadi pada suhu 28 ºC. Berdasarkan ekstrapolasi dari persamaan yang diperoleh,
suhu letal rendah dan tinggi untuk perkembangan pradewasa (telur - dewasa)
masing-masing sebesar 15 ºC dan 41 ºC. Hasil perhitungan tersebut menunjukan
apabila suhu lebih rendah dari 15 ºC dan lebih tinggi dari 41 ºC, perkembangan
pradewasa lalat rumah akan berhenti. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1)
dapat dinyatakan bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap daya tahan hidup
(perkembangan) pradewasa lalat rumah (Musca domestica).

Pengaruh Suhu Udara terhadap Periode Perkembangan Pradewasa
Lalat Rumah (Musca domestica)
Selama perkembangannya, lalat rumah akan bermetamorfosis sempurna
dengan periode perkembangan yang beragam. Keragaman periode perkembangan
tersebut diakibatkan oleh faktor lingkungan yang berbeda seperti faktor cuaca
(salah satunya suhu udara).
Tabel 2 Modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Suhu ( ºC)
T –L1
L1-P
16
1.5
6.5
27
1.2
6.5
31
0.5
3.5
39
0.4
3.0
Lingkungan
1.3
5.0
T: Telur; L1: Larva instar 1; P:Pupa; D: Dewasa.

P-D
13.5
5.0
5.0
4.5
4.5

Berdasarkan hasil pengamatan, modus waktu perkembangan tiap stadium
beragam. Keragaman ini diakibatkan oleh pengaruh suhu seperti pendapat Speight
et al. (1999) bahwa suhu akan mempengaruhi perkembangan serangga (lalat
rumah). Berdasarkan hasil pengamatan, modus waktu tetas telur berbeda pada
berbagai suhu. Modus waktu tetas telur terpendek terjadi pada suhu 39 ºC (0.40
hari), sedangkan modus waktu tetas telur terpanjang terjadi pada suhu 16 ºC (1.50
hari) (Tabel 2). Elvin dan Krafsur (1984) menyatakan bahwa perkembangan telur
pada perlakuan suhu laboratorium dengan lingkungan akan berbeda.
Perkembangan pada suhu laboratorium akan lebih cepat bila dibandingkan pada
suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan kemampuan adaptasi daya tahan telur lalat
rumah pada suhu laboratorium yang relatif konstan lebih tinggi daripada
kemampuan adaptasi pada suhu lingkungan yang berubah-ubah.
Modus waktu perkembangan larva (instar 1) menjadi pupa terpendek terjadi
pada suhu 39 ºC (3,0 hari) dan modus waktu perkembangan terpanjang terjadi
pada suhu 16 ºC dan 27 ºC (6.5 hari). Selain dipengaruhi suhu, jenis kelamin
dapat mempengaruhi modus waktu perkembangan pradewasa lalat rumah.

10
Menurut Lysyk (2000), perkembangan jantan lebih cepat daripada perkembangan
betina, sehingga ada kemungkinan jumlah jantan pada suhu 16 ºC lebih banyak
daripada jumlah jantan pada suhu 27 ºC yang mengakibatkan suhu 16 ºC dan 27
ºC mempunyai modus waktu perkembangan yang relatif sama. Modus waktu
perkembangan pupa menjadi dewasa terpendek terjadi pada suhu 39 ºC dan suhu
lingkungan (4.5 hari) dan modus waktu perkembangan terpanjang terjadi pada
suhu 16 ºC (13.5 hari).

Gambar 6 Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan
pradewasa lalat rumah
Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan pradewasa, terdiri
atas modus waktu perkembangan telur menjadi larva, larva menjadi pupa dan
pupa menjadi dewasa, menunjukan semakin tinggi suhu maka modus waktu
perkembangan tiap stadium akan semakin cepat, mengikuti persamaan garis
exponensial (Y = a.expbx). Bentuk persamaan hubungan antara suhu dan modus
waktu tetas telur adalah y = 4,6811e-0,065x dengan koefisien determinasi sebesar
85.67 %. Hubungan antara suhu dan modus waktu perkembangan larva menjadi
pupa mempunyai bentuk persamaan y = 12,851e-0,036x dengan koefisien
determinasi sebesar 73.52 % dan bentuk persamaan hubungan antara suhu dan
modus waktu perkembangan pupa adalah y = 24,506e-0,048x dengan koefisien
determinasi sebesar 80.42 % (Gambar 6).
Tabel 3 Periode perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Suhu (ºC)
16
27
31
39
Lingkungan

Jumlah hari
20.0
10.2
7.5
6.4
9.5

11
Berdasarkan hasil pengamatan, periode perkembangan pradewasa lalat
rumah terpendek terjadi pada suhu 39 ºC (6.4 hari) dan terpanjang terjadi pada
suhu 16 ºC (20 hari). Semakin tinggi suhu, periode perkembangan pradewasa
semakin cepat, semakin rendah suhu semakin lama tiap stadium dalam
menyelesaikan proses perkembangannya. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu
optimum, laju metabolisme dan aktivitasnya rendah sehingga perkembangannya
akan lambat. Adanya pengaruh suhu pada kecepatan perkembangan dapat
menentukan jumlah populasi lalat rumah sehingga suhu tinggi yang sesuai dapat
meningkatkan wabah penyakit yang diakibatkan oleh lalat rumah.

Gambar 7 Hubungan antara suhu dan periode perkembangan
pradewasa lalat rumah
Bentuk persamaan hubungan antara suhu (x) dan periode perkembangan
pradewasa lalat rumah (y) adalah y = 42,418e-0,051x dengan koefisien determinasi
sebesar 94.94 %. Dari koefisien determinasi tersebut dapat dinyatakan bahwa
suhu berpengaruh sangat nyata terhadap periode perkembangan pradewasa lalat
rumah. Semakin meningkat suhu, periode perkembangan pradewasa lalat rumah
akan semakin cepat.
Tabel 4 Laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai suhu
Suhu (ºC)
16
27
31
39
Lingkungan

D (n)
6
39
29
9
48

Jumlah hari
20
10.2
7.5
6.4
9.5

Laju perkembangan (ekor/hari)
0.30
3.82
3,87
1,41
5.05

Berdasarkan hasil pengamatan, suhu 16 ºC mendukung laju perkembangan
sebesar 0.30 ekor / hari. Pada suhu 39 ºC, laju perkembangan sebesar 1.41 ekor /
hari. Laju perkembangan terbesar terjadi pada suhu lingkungan (kontrol) sebesar

12
5.05 ekor / hari. Kondisi kontrol mempunyai karakterisitk suhu yang tidak tetap,
radiasi, kelembaban, oksigen dan sebagainya, mengikuti kondisi udara bebas.
Kondisi ini diperkirakan lebih cocok untuk perkembangan pradewasa lalat rumah.

Gambar 8 Laju perkembangan pradewasa lalat rumah
pada berbagai suhu
Bentuk persamaan laju perkembangan pradewasa lalat rumah pada berbagai
suhu adalah y = -0,0231x2 + 1,3204x - 14,917 dengan koefisien determinasi
sebesar 99.9 % (Gambar 8). Koefisien determinasi tersebut menunjukan laju
perkembangan lalat rumah sangat dipengaruhi oleh suhu. Bentuk persamaan
tersebut menunjukan laju perkembangan optimum terjadi pada suhu 28 ºC.
Berdasarkan ekstrapolasi dari persamaan yang diperoleh, laju perkembangan
pradewasa lalat rumah akan berhenti pada suhu di bawah 15 ºC dan di atas 41 ºC.
Pada suhu yang lebih rendah dari 15 ºC, perkembangan lalat rumah akan berhenti
karena enzim-enzim tidak aktif bekerja sehingga proses metabolisme lalat rumah
berhenti.
Selain melakukan analisis tren (regresi), suhu dasar dan kebutuhan energi
untuk perkembangan lalat juga dianalisis dengan menggunakan metode
perhitungan Heat unit (satuan panas). Dengan menggunakan konsep satuan panas,
satuan panas dapat dihitung dari jumlah hari yang diperlukan untuk
menyelesaikan satu tahapan perkembangan yang dikalikan dengan selisih antara
suhu udara (pengamatan) dan suhu dasar (Tb). Dari hasil perhitungan berdasarkan
empat suhu perlakuan, didapatkan nilai Tb dan heat unit (HU) yang bervariasi.
Berdasarkan hasil perhitungan Tb yang bervariasi tersebut, HU dihitung kembali
dengan berbagai nilai Tb sehingga didapatkan koefisien variasi dari nilai HU pada
berbagai suhu percobaan pada setiap nilai Tb yang dicobakan. Dengan asumsi
bahwa HU tetap pada berbagai suhu lingkungan, maka penetapan HU dan Tb
didasarkan pada nilai koefisien variasi terkecil. Simpangan dan variasi HU
terkecil didapatkan dari analisis dengan menggunakan suhu dasar 5.5 ºC dengan
rataan satuan panas 209 DH dan koefisien variasi 5.9 %. Hasil perhitungan
tersebut menunjukan bahwa energi akumulasi yang dibutuhkan lalat rumah untuk
mencapai satu tahapan perkembangan (telur - dewasa) sebesar 209 DH. Dengan

13
Tb sebesar 5.5 ºC yang berarti bahwa lalat rumah dapat hidup mulai pada suhu 5.5
ºC. Hal ini menunjukan bahwa apabila suhu lingkungan di bawah suhu 5.5 ºC,
maka tingkat perkembangan lalat rumah akan berhenti atau mati. Nilai Tb yang
didapatkan ini berbeda dengan yang didapat dari analisis persamaan regresi yang
sudah dibahas sebelumnya. Karena beragamnya nilai Tb, maka untuk penelitian
selanjutnya disarankan dilakukan pada suhu rendah (15 - 5 ºC).
Pengaruh suhu udara terhadap daya tahan hidup dan periode perkembangan
pradewasa lalat rumah perlu diperhatikan oleh masyarakat, terutama adanya
kenaikan suhu akibat variabilitas dan perubahan iklim. Dampak dari variabilitas
dan perubahan iklim terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah dapat
menjadikan daerah yang pada periode tertentu tidak berpotensi terhadap
perkembangan lalat rumah pada periode lain, sebagai contoh musim peralihan dari
kemarau ke musim hujan, atau apabila suhu global meningkat, maka daerah
tersebut akan dapat berubah menjadi berpotensi terhadap perkembangan lalat
rumah. Ketika suatu daerah mengalami kenaikan suhu, ancaman serangan lalat
rumah akan meningkat karena kenaikan suhu mengakibatkan periode
perkembangan lalat rumah semakin cepat. Suhu tinggi perlu diwaspadai, terutama
pada stadium pupa menjadi dewasa. Hingga pada suhu 39 ºC, daya tahan hidup
pupa menjadi dewasa semakin meningkat dengan meningkatnya suhu.
Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi ancaman
oleh karena adanya variabilitas dan perubahan iklim tersebut. Informasi ini dapat
dijadikan sebagai sistem kewaspadaan dini untuk mengurangi atau menghambat
perkembangan pradewasa lalat rumah dengan melakukan adaptasi seperti lebih
memperhatikan kebersihan lingkungan ketika suhu udara berada pada suhu
optimum untuk perkembangan pradewasa lalat rumah, sehingga peran lalat rumah
dalam penyebaran penyakit dan penyebab efek psikologis negatif dapat dikurangi.
Kebersihan lingkungan pada wilayah dengan suhu tinggi (dataran rendah) perlu
lebih sering dilakukan daripada wilayah yang lebih rendah suhunya.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghambat
perkembangan pradewasa lalat rumah di antaranya adalah mengurangi atau
menghilangkan tempat perindukan / perkembangbiakan lalat rumah seperti
sampah basah organik dan anorganik, mengurangi sumber yang menarik lalat
rumah, dan mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung
kuman penyakit. Dalam kaitannya dengan pembuangan sampah, tempat sampah
juga harus dibersihkan dan harus tetap dalam keadaan kering. Membungkus
sampah dalam kantong khusus sebelum dibuang ke tempat sampah, dan
pembersihan yang teratur dapat mencegah perkembangbiakan serta membuat
tempat sampah tidak menarik bagi lalat rumah untuk datang. Karena tempat
sampah sangat menarik bagi lalat, maka penempatannya harus jauh dari pintu
masuk rumah atau suatu gedung. Pada tempat-tempat yang banyak menghasilkan
sampah seperti restoran atau pabrik makanan, pembuangan sampah harus lebih
sering dilakukan (Hadi dan Koesharto 2006).
Perkembangan pradewasa lalat rumah yang meliputi daya tahan hidup dan
laju perkembangan pradewasa terjadi pada suhu optimum sebesar 28 ºC yang
merupakan suhu Negara tropis. Bogor yang mempunyai suhu rata-rata tiap bulan
sebesar 23.8 ºC sampai 27.4 ºC (IPB 2010, 2011), menjadikan Bogor sebagai
daerah yang masih cocok untuk perkembangan pradewasa lalat rumah apabila
suhu meningkat hingga 28 ºC.

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dalam perkembangannya, suhu mempengaruhi daya tahan hidup dan
periode perkembangan pradewasa lalat rumah. Suhu yang terlalu tinggi dan terlalu
rendah dapat mengakibatkan daya tahan hidup lalat rumah rendah. Suhu optimum
untuk daya tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa (perkembangan telur
sampai dewasa) lalat rumah sebesar 28 ºC dengan suhu letal rendah dan tinggi
masing-masing sebesar 15 ºC dan 41 ºC. Pola hubungan antara suhu dan daya
tahan hidup serta laju perkembangan pradewasa membentuk persamaan kuadratik.
Pola hubungan pengaruh perubahan suhu terhadap periode perkembangan
pradewasa berbeda dengan pola pengaruh suhu terhadap daya tahan hidup. Suhu
tinggi dapat mempercepat periode perkembangan pradewasa, dan suhu rendah
dapat memperlambat periode perkembangan pradewasa membentuk persamaan
eksponensial, sehingga adanya pengaruh suhu pada kecepatan perkembangan
menyebabkan suhu lingkungan ikut menentukan jumlah populasi lalat rumah yang
dapat meningkatkan potensi wabah penyakit yang diakibatkan oleh lalat rumah
(Musca domestica). Pada wilayah dengan suhu tinggi (dataran rendah), maka
upaya membersihkan tempat perkembangbiakan pradewasa lalat rumah (sampah)
harus lebih sering dilakukan daripada wilayah dengan suhu rendah (dataran
tinggi).

Saran
Selama siklus hidup lalat rumah ada banyak faktor cuaca yang dapat
mempengaruhi daya tahan hidup dan periode perkembangan pradewasa, seperti
kelembaban, dan radiasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang
menghubungkan RH dan radiasi dengan daya tahan hidup dan periode
perkembangan pradewasa lalat rumah. Selain itu perlu adanya penelitian lebih
lanjut terhadap suhu yang lebih kecil (< 15 ºC) untuk mengetahui suhu dasar
perkembangan pradewasa lalat rumah.

15

DAFTAR PUSTAKA
Barnard DR, Geden CJ. 1993. Influence of larval density and temperature in
poultry manure on development of the house fly (Diptera : Muscidae).
Environmental Entomology. 22(5):971-977(7).
Chapman JW, Goulson D. 2000. Environmental versus genetic influences on
fluctuating asymmetry in the house fly, Musca domestica. Biological
Journal of the Linnean Society. 70(3):403–413. doi:10.1111/j.10958312.2000.tb01231.x.
Elvin MK, Krafsur ES. 1984. Relationship between temperature and rate of
ovarian development in the house fly, Musca domestica L. (Diptera:
Muscidae). Annals of the Entomological Society of America. 77(1):50-55(6).
Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Lalat. Di dalam: Sigit SH, Hadi UK, editor. Hama
permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor
(ID): hlm 52-69. UKPHP FKH IPB.
Handoko. 1994. Suhu udara. Di dalam: Handoko, editor. Klimatologi Dasar.
Bogor (ID): hlm 41-56. Pustaka Jaya
[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2010. Data Iklim Stasiun Cuaca Klimatologi
Baranangsiang Bogor. Bogor (ID): IPB.
__________________________. 2011. Data Iklim Stasiun Cuaca Klimatologi
Baranangsiang Bogor. Bogor (ID): IPB.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta
(ID): Kementerian Kesehatan RI.
Koesharto FX, Soviana S, Sudarnika E. 2000. Fluktuasi populasi parasitoid
Spalangia endius (Hymenoptera: Pteromalidae) dari lalat pengganggu
(Diptera : Muscidae) dalam peternakan ayam di kabupaten Bogor
[Population
fluctuation
of
parasitoid
Spalangia
endius
(Hymenoptera:Pteromalidae) of filth flies (Diptera: Muscidae) at poultry
farms in Bogor] . Media Veteriner. 7(1): 1-4.
Lysyk TJ. 2000. Relationships between temperature and life history parameters of
Muscidifurax raptor (Hymenoptera: Pteromalidae). Environmental
Entomology. 29(3): 596 – 605. doi:10.1603/0046-225x-29.3.596.
Malik A, Singh N, Satya S. 2007. House fly (Musca domestica): A review of
control strategies for a challenging pest. Journal of Environmental Science
and Health, Part B: Pesticides, Food Contaminants, and Agricultural
Wastes. 42(4):453-469. doi:10.1080/03601230701316481.
Marquez JG, Krafsur ES. 2002. Gene flow among geographically diverse house
fly populations (Musca domestica L.): a worldwide survey of mitochondrial
diversity. The Journal of Heredity. 93: 254-259.
Miller BF, Teotia JS, Thatcher TO. 1974. Digestion of poultry manure by Musca
domestica.
British
Poultry
Science.
15(2):231-234.
doi:
10.1080/00071667408416100.
Nasir AA. 2008. Biometeorologi Umum. Bogor (ID): IPB.
Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects Concepts and
Applications. Oxford (GB): Blackwell Science.
Sutherst RW. 2004. Global change and human vulnerability to vector- borne
disease.
Clinical
Microbiology
Reviews.
17(1):136-173.
doi:10.1128/CMR.17.1.136-173.2004.

16
West LS. 1951. The House Fly Its Natural History, Medical History, Medical
Importance and Control. London (GB): Constable & Co.
[WHO] World Health Organization. 2005. Typhoid fever in the Democratic
Republic of the Congo [internet]. [diacu 2013 Mar 27]. Tersedia dari:
http://www.who.int/csr/don/2005_01_19/en/index.html.
[WMO] World Meteorological Organization. 1981. Guide to Agricultural
Meteorology Practices (WMO-No: 134). Geneva (CH): WMO.

17
Lampiran 1 Modus waktu dan persentase perkembangan telur lalat rumah
pada berbagai suhu
Suhu (ºC)

Telur (n)

16

80

Modus waktu
(hari)
1.5

27

80

31

% Menetas

% Kematian

33.8

66.2

1.2

86.3

13.7

80

0.5

76.3

23.7

39

80

0.4

60.0

40.0

Lingkungan

80

1.3

81.3

18.7

Lampiran 2 Modus waktu dan persentase perkembangan larva lalat rumah
pada berbagai suhu
Suhu (ºC)

Larva (n)

16
27
31
39
Lingkungan

27
69
61
48
65

Modus waktu
(hari)
6.5
6.5
3.5
3.0
5.0

%
perkembangan
48.1
84.1
67.2
25.0
84.6

% Kematian
51.9
15.9
32.8
75
15.4

Lampiran 3 Modus waktu dan persentase perkembangan pupa lalat rumah
pada berbagai suhu
Suhu (ºC)

Pupa (n)

16
27
31
39
Lingkungan

13
58
41
12
55

Modus waktu
(hari)
13.5
5.0
5.0
4.5
4.5

%
perkembangan
46.2
67.2
70.7
75.0
87.3

% Kematian
53.8
32.8
29.3
25.0
12.7

Lampiran 4 Modus waktu dan persentase perkembangan T-D lalat rumah
pada berbagai suhu
Suhu (ºC)
16
27
31
39
Lingkungan

Dewasa
(n)
6
39
29
9
48

Modus waktu
(hari)
20.0
10.2
7.5
6.4
9.5

%
perkembangan
7.5
48.8
36.3
11.3
60.0

% Kematian
92.5
51.2
63.7
88.7
40.0

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten
pada tanggal 05 Januari 1992, anak terakhir dari lima bersaudara dari Bapak E.
Suparman (Alm) dan Ibu Suherni. Pada tahun tahun 2009 penulis lulus dari
Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Pusat Menes dan diterima menjadi mahasiswa
di Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah Kementrian Agama (BUD Kemenag). Selama kuliah penulis aktif
diberbagai organisasi kemahasiswaan di antaranya sebagai Kepala Departemen
Internal Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA (BEM FMIPA), Divisi Kegiatan
Khusus Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia (HMMI), Divisi Minat dan
Bakat serta Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Community of Santri
Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA IPB). Prestasi akademik
yang pernah diraih penulis salah satunya diterimanya proposal Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) oleh DIKTI.