Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI KALONG DI
GORONTALO

SUANNISA NUR UTAMI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran
Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Suannisa Nur Utami
NIM B04090045

ABSTRAK
SUANNISA NUR UTAMI. Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo.
Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan AGUS SETIYONO.
Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus merupakan spesies kalong
yang hidup di Gorontalo. Kedua spesies kalong ini berpotensi sebagai reservoir
dari berbagai agen infeksius, seperti Hendra virus, Nipah virus, dan Menangle
virus. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran histopatologi organ hati
pada kedua jenis kalong tersebut dan mengetahui potensi kedua kalong tersebut
sebagai inang maupun reservoir dari agen infeksius yang menyebabkan hepatitis.
Hati kalong Gorontalo diperiksa secara histopatologi dengan pewarnaan
Hematoksilin dan Eosin (HE), secara imunohistokimia dengan antibodi polyclonal
rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB, dan dengan pewarnaan Periodic Acid
Schiff (PAS) untuk mendeteksi glikogen dan parasit. Sebagian besar sampel hati
pada penelitian ini memiliki lesio berupa radang granuloma. Pewarnaan PAS
menunjukkan adanya glikogen dan fungi yang diduga merupakan Blastomyces
dermatitidis. Pewarnaan imunohistokimia yang bertujuan mendeteksi keberadaan
Coxiella burnetii menunjukkan hasil negatif.

Kata kunci: Acerodon celebensis, Blastomyces dermatitidis, hepatitis, kalong,
Pteropus hypomelanus

ABSTRACT
SUANNISA NUR UTAMI. Histopathological Overview of Gorontalo Fruit Bat’s
Liver. Supervised by EKOWATI HANDHARYANI and AGUS SETIYONO.
Acerodon celebensis and Pteropus hypomelanus are the species of fruit bats
that live in Gorontalo. They are potential as reservoir of infectious agents, such as
Hendra virus, Nipah virus, and Menangle virus. The aims of this research were to
study the histopathology of Gorontalo fruit bats liver and to examine the potency
of Gorontalo fruit bats as host and reservoir of hepatitis-causing infectious agents.
Hepatic tissues of the bats were stained with Hematoxylin and Eosin (HE) for
histopathological examination, antibody polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii
FKH IPB for immunohistochemical examination, and Periodic Acid Schiff (PAS)
to detect glycogen and parasite. Histopathological examination showed that most
hepatic tissues had granulomatous inflammation. The hepatic tissues stained with
PAS found the presence of glycogen and fungi that suspected as Blastomyces
dermatitidis. Immunohistochemical staining for Coxiella burnetii showed
negative results.
Keywords: Acerodon celebensis, Blastomyces dermatitidis, fruit bats, hepatitis,

Pteropus hypomelanus

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI KALONG DI
GORONTALO

SUANNISA NUR UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Gambaran Histopatologi Hati Kalong di Gorontalo
Nama

: Suannisa Nur Utami
NIM
: B04090045

Disetujui oleh

drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet
Pembimbing I

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah
kelelawar Gorontalo, dengan judul Gambaran Histopatologi Hati Kalong di
Gorontalo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Ekowati Handharyani, MSi
PhD APVet dan Bapak drh Agus Setiyono, MS PhD APVet selaku pembimbing.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Bagian
Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pelaksanaan dan
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman
terdekat yaitu Rahayu Woro Wiranti, Irnanda Hary Widyanti, dan R. M. Rizky
Jauhari. Ucapan terima kasih tak lupa pula disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Suannisa Nur Utami

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Perumusan Masalah




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA



Kalong



Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus




Hati



METODE



Waktu dan Tempat Penelitian



Bahan



Alat

4


Prosedur Analisis Data



Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)



Pewarnaan Imunohistokimia

5

Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)



HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN



10

Simpulan

10 

Saran

10 

DAFTAR PUSTAKA

11 

RIWAYAT HIDUP

12

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan gambaran histopatologis organ hati kalong asal

Gorontalo dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)



DAFTAR GAMBAR
1 Radang granuloma dengan giant cell
2 Karbohidrat (glikogen) di dalam hepatosit
3 Fungi yang diduga merupakan Blastomyces dermatitidis





PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia hidup berdampingan
dan saling membutuhkan antar sesamanya. Manusia pun hidup berdampingan
dengan flora dan fauna. Terjalin suatu hubungan antara manusia, hewan, dan
tumbuhan di dalam suatu ekosistem lingkungan. Hubungan manusia dengan flora,
fauna, dan lingkungan yang berjalan seimbang akan menrciptakan keseimbangan
ekosistem. Adanya hubungan antar makhluk hidup ini dapat pula menimbulkan
suatu masalah yaitu timbulnya zoonosis.
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa hewan dapat menjadi penular
penyakit pada manusia. Satwa liar merupakan hewan yang termasuk pembawa
agen penyebab zoonosis. Hal tersebut dapat terjadi salah satunya dengan adanya
kontak eksitu antara manusia dengan satwa liar. Salah satu satwa liar yang telah
diketahui menjadi pembawa zoonosis yaitu kelelawar. Penelitian menyatakan
bahwa kelelawar buah atau kalong membawa Hendra virus, Nipah virus, dan
Menangle virus yang dapat mengakibatkan zoonosis pada manusia (Sasaki et al.
2012). Kalong tentunya juga memiliki manfaat bagi ekosistem yaitu membantu
dalam penyerbukan berbagai tanaman dan berperan dalam mengurangi populasi
hama serangga pada area persawahan.
Salah satu habitat kalong di Indonesia yaitu di Sulawesi dan Gorontalo
(Teguh et al. 2001). Kalong di daerah ini menghuni goa-goa maupun pohonpohon asam. Masyarakat sekitar Watangsoppeng, Sulawesi Selatan, percaya
bahwa kalong-kalong tersebut membawa rejeki dan akan terjadi malapetaka bila
kalong-kalong tersebut meninggalkan pohon-pohon asam (Suyanto 2001).
Kemungkinan kontak yang relatif tinggi antara manusia dengan kalong menjadi
salah satu cara transmisi agen-agen penyakit yang mungkin dapat berpotensi
zoonosis.

Perumusan Masalah
Penelitian yang membahas tentang gambaran histopatologi hati pada
beberapa hewan telah banyak dilaporkan, namun penelitian yang memperlihatkan
gambaran histopatologi hati pada kalong asal Gorontalo masih sangat minim.
Sampel preparat hati pada penelitian ini akan dilakukan pewarnaan untuk
identifikasi, sehingga dengan demikian dapat dipelajari gambaran histopatologi
organ hati dari kalong asal Gorontalo ini. Hasil pewarnaan diharapkan dapat
menjelaskan patogenesis penyakit dan informasi yang diperoleh dapat digunakan
sebagai masukan terhadap kesehatan manusia khususnya masyarakat Sulawesi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran histopatologi hati pada
kalong asal Gorontalo. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peran dari

2
kalong asal Gorontalo (Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus) sebagai
inang maupun pembawa agen infeksius yang mungkin dapat berpotensi zoonosis.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang gambaran
histopatologi hati pada kalong asal Gorontalo (Acerodon celebensis dan Pteropus
hypomelanus). Penelitian ini juga bermanfaat memberikan informasi tentang
keberadaan agen infeksius pada kalong asal Gorontalo yang berpotensi zoonosis
sebagai upaya pencegahan penularan pada manusia.

TINJAUAN PUSTAKA
Kalong
Kelelawar (Ordo Chiroptera) memiliki dua subordo yaitu Megachiroptera
dan Microchiroptera. Terdapat 16 famili yang termasuk dalam subordo
Microchiroptera, sedangkan hanya ada satu famili dalam subordo Megachiroptera
yaitu Pteropodidae. Kelompok Microchiroptera merupakan kelelawar pemakan
serangga, sedangkan kelompok Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan
buah atau sering disebut dengan kalong. Hewan ini merupakan hewan nokturnal
(Wong et al. 2006). Walaupun dapat terbang, kelelawar ataupun kalong bukan
termasuk aves, melainkan termasuk mamalia. Struktur tulang pada sayap hewan
ini lebih menyerupai struktur tangan dari hewan primata (Zucca et al. 2010).
Indonesia memiliki alam yang sangat mendukung kehidupan flora dan fauna,
sehingga Indonesia memiliki keragaman flora dan fauna yang tinggi, begitupula
dengan kalong. Salah satu habitat kalong di Indonesia yaitu di Sulawesi termasuk
Gorontalo. Beberapa spesies kalong yang hidup di Sulawesi yaitu Acerodon
celebensis, Pteropus vampyrus, Pteropus hypomelanus, dan Dobsonia sp.
(Suyanto 2001).

Acerodon celebensis dan Pteropus hypomelanus
Acerodon celebensis merupakan salah satu spesies kalong yang hidup di
Sulawesi. Kalong ini masuk ke dalam kelompok Megachiroptera. Kalong ini
memiliki warna rambut coklat kekuningan dan memiliki nama daerah yaitu
kalong Sulawesi (Suyanto 2001). Jenis kelelawar lain yang berada di Gorontalo
yaitu Pteropus hypomelanus. Kelompok kalong Pteropus sp. merupakan
kelompok kalong terbesar, namun jenis kalong Pteropus hypomelanus merupakan
kalong yang kecil bila dibandingkan dengan jenis Pteropus sp. lainnya (Suyanto
2001). Kelompok kalong ini juga termasuk ke dalam kelompok Megachiroptera.
Seluruh tubuh kalong ini ditumbuhi oleh rambut, hanya bagian posterior telinga
saja yang ditumbuhi sedikit rambut. Rambut kalong Pteropus hypomelanus pada
bagian leher berwarna hitam sedikit kecoklatan. Kalong ini tidak memiliki rambut

3
berwarna coklat keemasan pada bagian dadanya, inilah yang membedakannya
dengan spesies Pteropus vampyrus (Jones dan Kunz 2000).

Hati
Hati merupakan organ terbesar dan merupakan kelenjar terbesar yang
memiliki banyak fungsi kompleks. Fungsi-fungsi hati yaitu memetabolisme
karbohidrat, protein, lemak, hemoglobin, dan obat, mengekskresi metabolit,
menyekresi empedu, detoksikasi, menyintesis globulin, albumin, menyimpan lipid,
glikogen, vitamin A dan B (Dellmann et al. 1992).
Hati tersusun atas hepatosit yang terdapat dalam lobus-lobus. Lobus tersebut
tersusun dari lobulus-lobulus. Hati memiliki vaskularisasi ganda yaitu dari vena
porta dan arteri hepatica. Setiap lobulus terdapat vena sentralis dan membentuk
vena hepatika. Tepi dari lobulus terdapat kumpulan dari tiga saluran atau sering
disebut dengan segitiga porta yaitu terdiri dari vena porta, arteri hepatika, dan
cabang terkecil dari duktus koledokus. Buluh limfe dan saraf juga terdapat di
segitiga porta. Hepatosit satu dengan hepatosit lainnya dipisahkan oleh kapiler
kecil yang disebut sinusoid. Darah dialirkan dari saluran portal yaitu vena porta
dan arteri hepatika melalui sinusoid menuju tengah lobulus yaitu vena sentralis.
Arah aliran empedu mengalir dari lobulus sentral yaitu melalui bile canaliculi
menuju segitiga porta di tepi lobulus. Ruang Disse terdapat di antara sel endotel
dan hepatosit yang di dalamnya terdapat sel stellate/ sel Ito. Sel Ito memiliki
fungsi menyimpan vitamin A. Fungsi kekebalan dijalankan oleh sel Kupffer. Sel
ini berada di atas sel endotel dari lumen sinusoid (Dellmann et al. 1992).
Lobulus hati dapat dibagi menjadi tiga zona berdasarkan jaraknya dari
sumber suplai darah. Zona 1 merupakan zona yang terdekat dengan suplai darah
yaitu di tepi lobulus. Zona ini merupakan tempat sintesis glikogen, glikogenesis,
dan metabolisme protein. Zona 1 mendapatkan suplai oksigen paling baik, namun
zona ini akan terlebih dahulu terpapar oleh bahan-bahan toksik karena lokasinya
yang paling dekat dengan sumber suplai darah. Zona 3 berada di sekitar vena
sentralis sehingga hepatosit pada zona ini paling cepat mati karena mendapat
suplai darah dengan mutu paling rendah. Zona 3 merupakan tempat penyimpanan
glikogen, lemak, pigmen, dan tempat metabolisme bahan-bahan kimia. Zona 2
berada di antara zona 1 dan zona 3. Hepatosit-hepatosit pada zona 2 mendapatkan
suplai darah berkualitas sedang dan berbagi fungsi dengan zona lainnya
(Dellmann et al. 1992; Macfarlane et al. 2000).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2012 hingga bulan Juni 2013.
Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu di Bagian Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 9 buah organ hati dari 7
ekor kalong yang berasal dari Gorontalo spesies Acerodon celebencis dan 2 ekor
spesies Pteropus hypomelanus. Bahan lainnya yang dibutuhkan untuk membuat
preparat histopatologi seperti paraffin, xylol I, II dan III, alkohol (70%, 80%, 90%,
96%, alkohol absolut), Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%, dan entelan.
Pewarna yang digunakan untuk pewarnaan Hematoksilin dan Eosin yaitu pewarna
hematoksilin dan eosin. Bahan-bahan untuk pewarnaan Periodic Acid Schiff yaitu
periodic acid 1%, air sulfit, akuades, reagen Schiff, dan pewarna hematoksilin.
Bahan-bahan untuk pewarnaan imunohistokimia yaitu distilled water, diionized
water, citric acid, Phosphate Buffer Solution (PBS), 0,3% H2O2 di dalam metanol,
serum normal, antibodi polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB,
antibodi sekunder, peroksidase, larutan 3,3’- diaminobenzidine (DAB), dan
pewarna hematoksilin.

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat untuk membuat
preparat histopatologi seperti tissue cassette, scalpel, automatic tissue processor,
tissue embedding console, frozen tissue embedding machine, microtome, rak
khusus pewarnaan, object glass, cover glass, dan mikroskop cahaya. Alat
tambahan yang digunakan untuk pewarnaan imunohistokimia yaitu inkubator,
kulkas, dan penangas air.

Prosedur Analisis Data
Data dianalisis dengan pengamatan histopatologis secara deskriptif.
Pengamatan histopatologis dilakukan dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin,
juga pewarnaan imunohistokimia, dan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS).

Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)
Kesembilan sampel organ hati yang telah difiksasi di dalam larutan Buffered
Neutral Formalin (BNF) 10% kemudian disayat sekitar 3mm dibagian perbatasan
antara yang diduga terdapat lesio dengan bagian yang tidak mengalami kelainan
dan diberi label nama. Sayatan organ tersebut dimasukkan ke dalam tissue
cassette untuk dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%,
95%, alkohol absolut I, II masing-masing selama 2 jam, penjernihan dengan xylol
I dan II masing-masing 1 jam, dan infiltrasi dengan paraffin I dan II selama 2 jam
didalam automatic tissue processor, kemudian dilakukan pencetakan dengan
tissue embedding console dan diberi label nama. Cetakan kemudian dibekukan
dengan frozen tissue embedding machine. Cetakan yang telah beku dapat dipotong
dengan menggunakan microtome setebal 4-5µm, lalu ditempelkan pada gelas
objek.

5
Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, dan I, alkohol
absolut II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.
Preparat kemudian direndam dalam akuades beberapa saat dan dapat dilanjutkan
dengan dimasukkan dalam pewarna hematoksilin dan eosin selama 15 menit.
Preparat yang telah diwarnai, lalu dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari
alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II, III, kemudian xylol I, II, III
masing-masing selama 3-5 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu
diberi entelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan
mikroskop. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap
struktur organ hati.

Pewarnaan Imunohistokimia
Sediaan yang telah disayat dengan microtome dan telah ditempelkan pada
gelas objek selanjutnya dilakukan deparafinisaasi yaitu dengan dimasukan ke
dalam larutan xylol III, II, I, alkohol absolut II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan
70% masing-masing selama 3-5 menit. Proses selanjutnya preparat dilakukan
perendaman dengan distilled water selama 15 menit.
Proses selanjutnya preparat direndam hingga mendidih selama 30 menit ke
dalam larutan yang terbuat dari 0,5 gram citric acid dalam 500 ml diionized water.
Preparat yang telah diangkat kemudian dibilas dengan Phosphate Buffer Solution
(PBS) sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Preparat dimasukkan ke
dalam 0,3% H2O2 di dalam metanol untuk blocking endogenous peroxidase
selama 20 menit. Preparat dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masingmasing selama 5 menit. Preparat kemudian diteteskan dengan serum normal dan
diinkubasi di dalam kotak inkubasi (humidity chamber) yang dialasi kertas tisu
lembab di dalam inkubator bersuhu 37˚C selama 45 menit. Preparat kemudian
dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit.
Proses dilanjutkan dengan preparat diinkubasikan dengan pemberian
antibodi polyclonal rabbit anti Coxiella burnetii FKH IPB pada suhu 4˚C selama
1 malam. Preparat yang telah diinkubasi, lalu dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali
masing-masing selama 5 menit. Proses selanjutnya preparat ditetesi dengan
antibodi sekunder dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 30 menit. Preparat
dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Proses
dilanjutkan dengan preparat ditetesi dengan peroksidase dan diinkubasi pada suhu
37˚C selama 30 menit dan dibilas kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masingmasing 5 menit.
Proses dilanjutkan dengan pemberian kromogen dengan ditetesi larutan
3,3’- diaminobenzidine (DAB) selama beberapa saat lalu direndam dalam distilled
water. Counterstain dengan ditetesi hematoksilin selama 5-10 detik merupakan
langkah selanjutnya untuk kemudian dibilas dengan distilled water. Preparat
didehidrasi dengan alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol
absolut I, II, III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 3-5 menit.
Preparat satu per satu diberi entelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap
untuk diamati di bawah mikroskop. Pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan
melihat keberadaan bintik-bintik coklat yang mengindikasikan keberadaan infeksi
pada organ hati oleh agen Coxiella burnetii.

6
Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)
Sediaan yang telah disayat dengan microtome dan telah ditempelkan pada
gelas objek selanjutnya dimasukan ke dalam larutan xylol III, II, I, alkohol absolut
II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Proses
selanjutnya yaitu dicuci dengan air yang mengalir selama 10 menit, lalu
dimasukan ke dalam larutan periodic acid 1% selama 5-10 menit dan dicuci
dengan akuades sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Preparat
dilakukan pewarnaan dengan reagen Schiff selama 15-30 menit, lalu dicuci
dengan air sulfit sebanyak 3 kali masing-masing 3 menit. Preparat dicuci dengan
akuades sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit, lalu diberikan pewarnaan
basa hematoksilin untuk mewarnai dasar yang tak terwarnai oleh reagen Schiff.
Preparat yang telah diwarnai kemudian dicuci dengan air mengalir selama 10-60
menit dan akuades selama 5 menit masing-masing sebanyak 2 kali. Proses
selanjutnya preparat dimasukkan kedalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%,
80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II, III, kemudian xylol I, II, III masing-masing
selama 3-5 menit. Preparat satu per satu diberi entelan lalu ditutup dengan cover
glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Hasil pewarnaan ini menunjukkan
positif mengandung karbohidrat atau parasit bila material terwarnai pink atau
merah magenta (PAS positif).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hati merupakan organ dengan kemampuan regenerasi yang tinggi, namun
pada beberapa kondisi patologis kemampuan regenerasinya dapat menurun.
Keadaan patologis terlihat pada preparat histopatologi organ hati dari kalong
Gorontalo yang dijadikan sampel pada penelitian ini. Hasil pengamatan pada
preparat histopatologi organ hati dari kalong asal Gorontalo dengan pewarnaan
Hematoksilin dan Eosin (HE) menunjukkan bahwa seluruh hati mengalami
kongesti pada vena porta, vena sentralis, dan sinusoid. Kongesti pada hati yang
terjadi di seluruh nomor sampel preparat diduga akibat proses eutanasi kalong
dengan tidak disembelih namun dengan penyuntikan Ketamin HCl. Meskipun
darah telah ditarik keluar tubuh, namun proses peniduran tersebut tidak sempurna
mengeluarkan darah dari seluruh organ, sehingga hati mengalami kongesti.
Hepatosit pada sebagian besar preparat juga mengalami degenerasi hidropis
dan hanya preparat dengan nomor sampel 23 saja yang tidak menunjukkan adanya
degenerasi hidropis pada hepatositnya, dapat dilihat pada Tabel 1. Degenerasi
hidropis yang terjadi hampir di seluruh nomor sampel diduga karena kalong yang
dijadikan sampel penelitian ini kekurangan asupan pakan, sehingga hepatosit
mengalami kekurangan nutrisi.
Preparat sampel organ hati pada penelitian ini sebagian besar diinfiltrasi
oleh sel-sel peradangan mononuklear baik di sekitar vena porta, vena sentralis,
maupun pada lobulus. Preparat yang tidak menunjukkan adanya infiltrasi sel
peradangan mononuklear hanya terlihat pada nomor sampel 20 dan 25. Infiltrasi
sel-sel tersebut pada organ hati sampel yang diteliti mengindikasikan terjadinya
peradangan oleh adanya agen infeksius. Kejadian peradangan pada parenkim hati
disebut dengan hepatitis. Hati dapat terinfeksi oleh agen infeksius melalui 3 cara

7
yaitu hematogenous, penetrasi langsung, dan melalui sistem biliar (ascenden).
Infeksi yang paling umum terjadi yaitu melalui jalur hematogenous karena organ
hati menerima banyak darah dari arteri hepatika dan vena porta (Carlton dan
McGavin 1995). Salah satu agen infeksius yang dapat menimbulkan infiltrasi dari
sel-sel peradangan mononuklear pada organ hati yaitu Salmonella sp. (Kanel dan
Korula 2005).

Tabel 1 Perbandingan gambaran histopatologis organ hati kalong asal Gorontalo
dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE).
No.
sampel
19

Spesies
sampel/ Jenis
kelamin
Acerodon
celebensis/ ♀

Hati dengan pewarnaan HE
Daerah portal, Vena sentralis

Lobulus

Infiltrasi sel-sel mononuklear
(histiosit, makrofag) di sekitar
vena porta
Multifokus radang granuloma
(giant cell) di sekitar vena
sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis
Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear
Multifokus radang granuloma
(giant cell)

20

Acerodon
celebensis/ ♀

Tidak ada perubahan

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis

21

Acerodon
celebensis/ ♂

Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear di sekitar vena
porta dan vena sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis

22

Acerodon
celebensis/ ♂

Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear di sekitar vena
sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis
Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear

23

Acerodon
celebensis/ ♂

Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear di sekitar vena
sentralis

Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear

24

Pteropus
hypomelanus/ ♂

Infiltrasi sel-sel mononuklear di
sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis

25

Acerodon
celebensis/ ♀

Multifokus radang granuloma di
sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis

26

Pteropus
hypomelanus/ ♂

Infiltrasi radang granuloma di
sekitar vena sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis
Infiltrasi sel-sel mononuklear

32

Acerodon
celebensis/ ♀

Multifokus sel-sel mononuklear di
sekitar vena porta dan vena
sentralis

Hepatosit mengalami
degenerasi hidropis
Multifokus infiltrasi sel-sel
mononuklear dan radang
granuloma

8
Nomor sam
mpel 19, 255, 26, dan 322 memperlih
hatkan kebeeradaan saraang radang
granuuloma diseertai dengaan giant cell
c
yang ditampilkaan pada G
Gambar 1.
Kem
munculan raadang grannuloma yanng disertai oleh giant cell pada preparat
menggindikasikann kejadian infeksi olehh agen infeeksius yangg telah berjaalan kronis
(Maccfarlane et al.
a 2000). Keberadaan
K
s
sarang
radaang granulom
ma pada orggan hati ini
menggindikasikann terjadinyaa hepatitis. Beberapa
B
in
nfeksi pada organ hati yyang dapat
meniimbulkan sarang
s
radaang granulooma yaitu infeksi
i
olehh Leucocyttozoon sp.,
Blasttomyces deermatitidis, Mycobactterium tuberculosis, dan Spirocchetes sp.
(Kannel dan Koruula 2005; Randhawa
R
ett al. 2012).

Gambbar 1 Sampeel Hati No. 19. Radang grranuloma den
ngan giant ceell. Pewarnaaan HE, bar =
50 µm
m.

Hasil dari 9 buah prreparat histoopatologi organ hati kalong
k
asal Gorontalo
denggan pewarnnaan Perioddic Acid Schiff
S
(PAS
S) memperllihatkan haasil positif
keberadaan karbbohidrat (gglikogen) pada nomor sampel 222 dan 23 yyang dapat
dilihat pada Gaambar 2. Hasil
H
positiff karbohidraat (glikogenn) dengan ppewarnaan
k
homoogen berwaarna merah
PAS terlihat deengan kebeeradaan binntik-bintik kecil
h
(H
Heryani dan Suarsana 2010).
2
Kebeeradaan glikkogen pada
mageenta pada hepatosit
organn hati ini normal daan menginndikasikan bahwa kalong Goronntalo yang
dijaddikan sampeel pada pennelitian ini memiliki
m
diiet yang beervariasi (M
Mills 1997).
Hasill negatif keberadaan
k
glikogen pada
p
7 sam
mpel dari 9 sampel diikarenakan
hepaatosit pada 7 sampel terrsebut menggalami degeenerasi hidrropis hampirr diseluruh
lobullus, sehingga terjadi pula penurrunan fungssi dari heppatosit terseebut untuk
menyyintesis glikkogen. Nom
mor sampell 22 hanya mengalam
mi degenerassi hidropis
padaa zona 3 sajaa, sehingga pada zona 1 dan 2 massih terlihat banyak
b
glikkogen.
Temuan lain pada sampel preparat
p
org
gan hati yang
y
posittif dengan
pewaarnaan PAS
S yaitu terliihat mikrooorganisme yang
y
didugaa fungi dalam bentuk
buddding pada 3 sampel darri 9 sampell yaitu nom
mor sampel 19, 25, dann 26. Fungi
dalam
m bentuk budding teersebut diduuga Blasto
omyces derrmatitidis yyang dapat
dilihat pada Gam
mbar 3. Blaastomyces dermatitidis
d
s merupakann fungi jeniis dimorfik
yaituu fungi yanng tumbuh menjadi
m
kaapang pada suhu 25˚C
C dan menjaadi khamir
padaa suhu 37˚C
C (Songer dan
d Post 20005). Dimo
orfik fungi ini telah m
menginfeksi
berbaagai hewann seperti annjing, kucinng, dan ku
uda (Verde 2005; Willson et al.
20066). Fungi inni juga telaah diteliti pernah
p
men
nginfeksi kalong
k
jeniss Pteropus

9
Raymond et al. 1997). Infeksi
I
darii fungi jeniss ini pada hewan
h
giganteus di India (R
kuda bersiifat multisisstemik yaituu dapat men
nginfeksi beeberapa orggan, seperti kulit,
paru-paru,, hati, limpa, dan keleenjar mamm
mae (Wilsonn et al. 20006). Organ-o
organ
yang terinnfeksi oleh Blastomycees dermatitiidis selalu dicirikan dengan kehaadiran
radang graanuloma (R
Raymond ett al. 1997). Radang graanuloma yaang muncul pada
sampel preparat
p
penelitian ini
i
didugaa karena infeksi daari Blastom
myces
dermatitiddis. Radangg granulom
ma merupaakan bentuuk radang kronis diimana
makrofag mengalamii modifikassi (sel epiteelloid) yangg berkumpuul dan gian
nt cell
yang dikellilingi oleh limfosit-lim
mfosit (Macfarlane et al.
a 2000).

Gambar 2 Sampel
S
Hati No. 22. Glikoogen di dalam
m hepatosit. Pewarnaan
P
PA
AS, bar = 50 µm.

Gambar 3 Sampel Hatti No. 26. Fuungi yang diiduga merupaakan Blastom
myces dermatitidis.
Pewarnaan PAS, bar = 50
5 µm.

Mannusia berpootensi terinffeksi oleh Blastomycees dermatittidis dari hewan
h
yang telahh terinfeksi, salah satunnya oleh kallong. Infekssi Blastomyyces dermattitidis
pada manuusia dapat terjadi
t
melaalui inhalasii spora yangg berada di tanah. Fun
ngi ini
tumbuh baaik pada tannah lembab dan dipenu
uhi dengan kotoran hew
wan (Songeer dan
Post 20055). Keadaann tanah yangg terdapat di
d dalam gooa-goa temppat hidup kalong
merupakann lokasi yaang sesuai untuk berk
kembangnyaa Blastomycces dermatiitidis.
Fungi dim
morfik ini memiliki
m
fasse miselial yang bebass berada di tanah atau pada

10
bahan organik yang telah mengalami pembusukan. Bentuk miselial ini
memproduksi spora yang dapat terhisap oleh inang, lalu akan berkembang
menjadi khamir di dalam organ dan memperbanyak diri secara aseksual dengan
budding (Raymond et al. 1997). Proses budding inilah yang terlihat pada nomor
sampel preparat 19, 25 dan 26. Dinding sel dari khamir yang sedang melakukan
budding terwarnai dengan pewarnaan PAS karena pewarnaan ini dapat mewarnai
karbohidrat penyusun dinding sel khamir (kitin dan glukan).
Preparat histopatologi organ hati kalong asal Gorontalo yang diwarnai
dengan pewarnaan imunohistokimia menggunakan antibodi polyclonal rabbit anti
Coxiella burnetii FKH IPB memberikan hasil negatif yaitu ditandai dengan tidak
munculnya bintik-bintik kecil yang berwana coklat pada seluruh preparat organ
hati tersebut. Coxiella burnetii merupakan salah satu Rickettsia. Jenis Rickettsia
ini merupakan agen dari penyakit Q fever. Coxiella burnetii hidup sebagai parasit
obligat intraseluler. Hewan yang dapat terinfeksi oleh Coxiella burnetii yaitu
hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, dan hewan liar, maupun hewan
peliharaan seperti burung (Mahatmi 2008). Hasil negatif pewarnaan
imunohistokimia menyatakan bahwa 9 ekor kalong asal Gorontalo yang dijadikan
sampel pada penelitian ini tidak terinfeksi oleh Coxiella burnetii.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gambaran histopatologi organ hati dari kalong Acerodon celebensis dan
Pteropus hypomelanus yang menjadi sampel pada penelitian ini menunjukkan
89% mengalami kejadian hepatitis. Hepatitis pada sampel organ tersebut
memperlihatkan lesio berupa radang granuloma yang terdiri dari sel-sel radang
mononuklear dan atau disertai infiltrasi giant cell. Penyebab hepatitis pada kalong
diduga oleh fungi Blastomyces dermatitidis. Fungi tersebut terlihat pada 33%
sampel hati dalam bentuk budding yaitu 2 sampel dari spesies Acerodon
celebensis dan 1 sampel dari spesies Pteropus hypomelanus. Keberadaan fungi
tersebut merupakan indikasi bahwa Acerodon celebensis dan Pteropus
hypomelanus dapat berpotensi membawa agen zoonosis.

Saran
Saran dari penelitian ini yaitu perlu diadakan penelitian lebih mendalam
untuk memastikan agen penyebab hepatitis pada sampel hati kalong asal
Gorontalo tersebut. Pemerintah perlu ikut serta dalam mensosialisasikan bahaya
zoonosis yang dibawa oleh kalong agar dapat menjadi perhatian bagi masyarakat
Sulawesi.

11

DAFTAR PUSTAKA
Carlton WW, McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed
ke-2. St. Louis (US): Mosby.
Dellmann D, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Jakarta (ID): UI Pr.
Heryani LGSS, Suarsana IN. 2010. Pengamatan jenis glikokonyugat pada sel
kelenjar mandibula babi menggunakan teknik histokimia lektin. Buletin
Veteriner Udayana. 2(2): 59-67.
Jones DP, Kunz TH. 2000. Mammalian spesies: Pteropus hypomelanus. The
American Society Mammalogist. 639: 1-6.
Kanel GC, Korula J. 2005. Atlas of Liver Pathology. Ed ke-2. Philadelphia (US):
Elsevier Inc.
Macfarlen PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Illustrated. Ed ke-5.
Edinburgh (US): Churchill Livingstone.
Mahatmi H, Setiyono A, Soejoedono RD, Pasaribu FH. 2008. Deteksi Coxiella
burnetii penyebab Q fever pada sapi, domba, dan kambing di Bogor dan
Bali. J Vet. 8(4): 180-187.
Mills SE. 1997. Histology of Pathologist. Ed ke-3. Philadelphia (US): Lippincott
Williams & Walkins.
Randhawa HS, Chowdhary A, Kathuria S, Roy P, Misra DS, Jain S, Chugh TD.
2012. Blastomycosis in India: report of an imported case and current status.
Med Mycol. 51(2): 185-192.
Raymond JT, White R, Kilbane TP, Janovitz EB. 1997. Pulmonary Blastomycosis
in an Indian fruit bat (Pteropus giganteus). J Vet Diagn Invest. 9: 85-87.
Sasaki M, Setiyono A, Handharyani E, Rahmadani I, Taha S, Adiani S, Subangkit
M, Sawa H, Nakamura I, Kimura T. 2012. Molecular detection of a novel
paramyxovirus in fruit bats from Indonesia. Virol J. 9: 240.
Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal
Agents of Animal Disease. St. Louis (US): Elsevier Inc.
Suyanto A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor (ID): LIPI.
Teguh H, Manoppo R, Siwu S. 2001. Mengenal Beberapa Satwa Sulawesi Utara
& Gorontalo. Manado (ID): WCS-IP Sulawesi.
Verde M. 2005. Zoonotic dermatoses in cats. Di dalam: Proceeding of The North
American Veterinary Conference; 2005 Jan 8-12; Orlando; Florida.
Orlando (US): IVIS. hlm 292-294.
Wilson JH, Olson EJ, Haugen EW, Hunt LM, Johnson JL, Hayden DW. 2006.
Systemic blastomycosis in a horse. J Vet Diagn Invest. 18(6): 615-619.
Wong S, Lau S, Woo P, Yuen KY. 2007. Bats as a continuing source of emerging
infections in humans. Rev Med Virol. 17(2): 67-91.
Zucca P, Palladini A, Baciadonna L, Scaravelli D. 2010. Handedness in the
echolocating schreiber’s long-fingered bat (Miniopterus schreibersii).
Behav Process. 84(3): 693-695.

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1991 dari ayah Susatyono
dan ibu Rutiana Sri Handayani. Penulis merupakan putri kedua dari dua
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan
angkatan 46.
Selama perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Minat Profesi (Himpro)
Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) sebagai Sekretaris Divisi
Hewan Kecil periode 2010/2011 dan Sekretaris Umum II Himpro HKSA periode
2011/2012.