Biofarmasetika Sediaan yang diberikan m

TUGAS KELOMPOK
“Sistem Penghantaran Obat”
Pengampu:
Anita Sukmawati, Ph.D., Apt.

MAKALAH

“Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui
Nasal dan Paru-Paru ”

Disusun Oleh:
Kelompok II

Anggota Kelompok:
Mustakim Masnur
Kathleen Apriana Kristiningrum Jahamou

Magister Farmasi Sains
Fakultas Farmasi Program Pasca Sarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, berbagai macam turunan obat telah dibuat untuk
meningkatkan efektifitas obat. Selain memodifiksi senyawa obat, upaya yang
banyak dilakukan adalah memodifikasi bentuk sediaan dan sistem
penghantaran obat. Upaya ini tidak terlepas dari peran farmasi yang
memanfaatkan ilmu sains dan tehnologi untuk mengatasi ragam penyakit yang
muncul.
Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal
dan vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat.
Dengan sendirinya pada sistem mucosal tersebut terdapat perbedaan dan
persamaan dalam hal penghantaran obat.
Pengobtan Ayurvedi di India dan oleh orang Indian di AmerikaSelatan,
melalui cara penghisapan (snuff) obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh
merupakan salah satu bukti bahwa sistem penghantaran obat nasal telah
berlangsung sejak lama.
Kemampuan untuk mencegah eliminasi lintas pertama hepatic dan

kenyamanan dalam penggunaan pada pasien merupakan keunggulan dari
tehnik pemberian obat secara intranasal yang dapat digunakan sebagai
alternatif ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistematik
parenteral.
Berdasarkan atas latar belakang di atas, maka disusunlah makalah ini
untuk mengetahui tentang biofarmasetika sistem penghantaran obat intranasal
dan hal-hal yang berkaitan dengan penghantaran sediaan tersebut serta
berbagai faktor yang mempengaruhi proses farmakokinetik dan biofarmasetik
mulai dari penetrasi hingga menghasilkan efek pada tubuh.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa hal yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
a. Bagaimana Anatomi dan fisiologi nasal dan paru-paru?
b. Bagaimana Proses absorpsi obat dari nasal dan paru-paru?
c. Apa saja yang menjadi faktor fisiologi, faktor fisikokimia, dan faktor
formulasi yang mempengaruhi absorpsi obat dari nasal dan paru-paru?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nasal dan paru-paru

b. Untuk mengetahui proses absorpsi obat dari nasal dan paru-paru
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dari
nasal dan paru-paru
d. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pemberian obat intranasal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hidung
1. Anatomi Hidung
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
farinx, larinx, trachea, bronkus, dan bronkiolus.
a. Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.
Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan
dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam
rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini
tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran

mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla,
palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat
pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah: conchae superior,
media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus
sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os
frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian
atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf
khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina
cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan
melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana
mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi (Paulsen, Waschke.
2012).

Gambar 1: Anatomi hidung

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus dan larynx. Faring dibagi menjadi 3
bagian yaitu nasofarinx (faring yang mengarah ke cavum nasalis),
orofarinx (faring yang mengarah ke cavum oralis) dan laryngofarinx
(faring yang mengarah larynx)
Gambar 2: Anatomi faring

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

c. Laring
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,
glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan di depan laringofaring dan
bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas
cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan
arytenoidea. Terdapat juga membarana yaitu menghubungkan cartilago
satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,


membrana mukosa, plika

vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.

Gambar 3: Anatomi laring

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

d. Trachea
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan
lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada
bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi
angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kirakira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran
tak- lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh

jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
e. Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke
lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai
akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus

yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya.

Gambar 4: Anatomi trakea dan bronkus

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

2. Fisiologi Hidung
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional,
maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi
untuk

mengatur

kondisi

udara


(air

conditioning),

penyaring

udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3)
fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang ; 4) fungsi
statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal. (Soetjipto D & Wardani
RS,2007).

B. Konsep Dasar Penghantaran Obat
Ketika obat digunakan oleh pasien akan menghasilkan efek tertentu yang
disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat dengan

reseptor tertentu dari obat. Meskipun demikian obat yang dihantarkan ke tempat
kerja diatas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu dimana efek samping
minimal dan efek terapeutik maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi
absorbsi obat:

1. Kelarutan Obat
Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang
diberikan dalam bentuk larutan akan mudah diabsorpsi dibandingkan obat
yang harus larut dahulu dalam cairanbadan sebelum diabsorpsi.
2. Kemampuan Obat
Difusi melintasi membrane selobat yang berdifusi melintasi pori-pori
membrane lipid kebanyakan obat diabsorpsidengan pasif.
3.

Kadar Obat
Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi..

4. Sirkulasi Darah
Pada tempat absorpsisemakin cepat sirkulasi darah maka obat yang
diabsorpsi akan semakin besar.

5. Luas Permukaan Kontak Obat
Untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel obat.
6. Bentuk Sediaan Obat
Untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan
obat bentuk kerja panjang.
7. Rute Penggunaan Obat
Rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat.
Perkembangan obat akhir-akhir ini diarahkan pada bentuk sediaan obat alternatif
dari parenteral dimana obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui rute bukal,
sublingual, nasal, pulmunory dan vaginal. Rute ini juga digunakan untuk
pengobatan lokal dimana dosis obat dapat dikurangi dan juga mengurangi efek
samping sistemik. Untuk memahami teknologi penghantar obat terdapat beberapa
hal yang harus dimengerti, antara lain :
-

Konsep Bioavaibilitas

-

Proses Absorpsi obat

-

Proses Farmakokinetik

-

Waktu untuk terapi yang optimal

-

Penghantaran obat yang cocok untuk “ New Biotherapeutis “

-

Keterbatasan dari terapi konvensional

C. Mekanisme Absorpsi Obat Nasal
Beberapa mekanisme telah diusulkan tetapi ada 2 mekanisme
penyerapan obat yang digunakan:
1) Mekanisme pertama
Melibatkan rute berair transportasi, yang juga dikenal sebagai rute
paracellular. Rute ini lambat dan pasif. Ada korelasi log-log terbalik antara
intranasal penyerapan dan berat molekul senyawa larut dalam air. Kurang
bioavailabilitas diamati untuk obat dengan berat molekul lebih besar dari
1000 Dalton.
2) Mekanisme kedua
Melibatkan transportasi melalui rute lipoidal juga dikenal sebagai proses
transelular dan bertanggung jawab untuk pengangkutan lipofilik obat yang
menunjukkan tingkat ketergantungan pada lipofilisitas mereka. Obat juga
lintas membran sel dengan rute transpor aktif melalui carrier-dimediasi
berarti atau transportasi melalui pembukaan persimpangan ketat. Sebagai
contoh, kitosan, suatu biopolimer alami dari kerang, membuka sambungan
yang erat antara epitel sel untuk memfasilitasi transportasi obat.
Adapun perjalanan sistem penghantaran obat ( DDS ) intranasal dalam tubuh, adalah
sebagai berikut :
a) Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif
Sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk
penggunaan efek lokal.
b) Fase biofarmasetik
Obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Fase
ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung hingga
pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh.

c) Ketersediaan farmasi
Obat siap untuk diabsorbi obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk
diabsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan di distribusikan keseluruh tubuh
(sistemik).
d) Fase farmakokinetik
Tidak terjadi ADME fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ
yang ditentukan setelah obat dilepas dari bentuk sediaan.
e) Ketersediaan hayati
Obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada
pasien dengan cara berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh.
f) Fase farmakodimanik
Interaksi dengan reseptor ditempat kerjabila obat telah berinteraksi dengan sisi
reseptor biasanya protein membrane akan menimbulkan respon biologik.
Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi dari efek biologik.
g) Efek terapi
Obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada
pasien.Yang diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien.

D.

Pelepasan dan Perjalanan Obat Intranasal
1.

Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa
Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal

berikut ini: kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi,
biokompabilitas dan tidak ada reaksi tambahan, luas efektif area kontak, dan
waktu kontak yang di perpanjang.
Klasifikasi rute sistem penghantaran obat diantaranya: system saluran
cerna, parenteral, transmukosa, transnasal, pelepasan obat lewat paru-paru,
pelepasan obat melalui kulit, dan pelepasan obat transvagina. Hal-hal yang
mempengaruhi masuknya obat kedalam sirkulasi sistemik :

a) Besarnya luas permukaan; contoh villi dan microcilli pada usus
kecil memperluas permukaan sehingga memudahkan absorpsi obat.
b) Aktivitas metabolik yang rendah, enzim dapat mendealtifas obat
yang akan diabsorpsi, bioavaibilitas rendah dapat disebabkan oleh
aktivitas enzim yang tinggi.
c) Waktu kontak; waktu kontak dengan jaringan pengabsorpsi akan
mempengaruhi jumlah obat yang melalui mukosa.
d) Suplai darah, darah yang cukup akan memindahkan obat dari
tempat kerja ke tempat absorpsinya.
e) Aksebilitas, variasi rute penghantaran obat menunjukan berbagai
daerah tertentu yang membutuhkan bahan tambahan atau kondisi
tertentu untuk membantu obat mencapai tempat kerja.
f) Variabilitas yang rendah.
g) Permeabilitas, semakin permiabel suatu epitel maka daya
absorpsinyapun semakin tinggi.
Sistem penghantaran obat dan penargetan obat yang ideal, diantaranya
:
a) Obat mempunyai target yang spesifik
b) Menjaga obat pada jaringan yang bukan target
c) Meminimalisasi pengurangan kadar obat ketika mencapai target
d) Melindungi obat dari metabolisme
e) Melindungi obat dari klirens dini
f) Menahan obat pada tempat kerja selama waktu yang dikehendaki
g) Memfasilitasi transport obat kedalam sel
h) Menghantarkan obat ke target intraseluler
i) Harus biokompatibel, biodegradable dan non antigenic
2. Proses Penggunaan Intranasal
Proses penggunaan DDS Intranasal dapat melalui penghantaran dua arah dengan laju
nafas, sebagai berikut :

 Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup
rapat rongga hidung.

 Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel.

 Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep
hidung untuk menuju tempat sasaran.

 Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui
bagian hidung yang lain di jurusan berlawanan.
Sehingga proses tersebut akan menghasilkan :

 90 % dosis obat didepositkan melalui katup nasal.

 > 70 % dosis didepositkan di bawah posterior 2/3 rongga nasal.
 Reproducibility tinggi dari pendepositan melalui katup nasal.
 Tidak ada endapan pada paru - paru.

E. Kelebihan dan Kekurangan DDS Intranasal
Seperti halnya obat yang diberikan secara intranasal adalah untuk efek
lokal seperti obat tetes hidung atau dalam bentuk spray yang biasa digunakan
penderita untuk menghentikan serangan sebagai tindakan pencegahan dengan
cara pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui
penghisapan yang memungkinkan obat langsung mencapai sistemik sehingga
memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan. Selain itu dosis yang
diperlukan lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama efek samping
obat minimal karena konsentrasi obat di dalam rendah. Lain halnya jika
pemberian obat secara parenteral atau oral sering menimbulkan efek samping
seperti gangguan gastrointestinal atau efek samping lainnya.
Melihat mekanisme kerja obat seperti uraian diatas tersebut, maka
kelebihan dan kekurangan penghantaran untuk lokal pada pemberian obat
intranasal, adalah sebagai berikut:
Kelebihan:



Dosis yang diperlukan untuk efek farmakologinya dapat dikurangi



Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek



samping sistemik



Onset of action yang cepat



reaksi saluran cerna metabolisme hati





Area permukaan untuk absorpsi luas ( 160 cm3 )

Aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan peroral, menghindari

Bentuk sediaan alternative, jika tidak dapat digunakan obat saluran cerna
Mudah diakses untuk penghantaran obat

Kekurangan :





Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus



Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan



hidung



hidung



Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat

Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga

Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga
Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10
µm
Biasanya penbawa obat intranasal berupa spray dengan menggunakan motered dosis

spraymisalnya berupa aerosol yaitu system koloid bahan padat atau cair dalam gas,
sedangkan drop menggunakan penetes.
F. Faktor yang Mempengaruhi DDS Intranasal
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas sistemik dari obat
yang diberikan melalui rute hidung. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi
terhadap sifat physiochemical dari obat, sifat anatomi dan fisiologis dari rongga
hidung dan jenis dan karakteristik dari sistem pengiriman obat yang dipilih
hidung. Faktor-faktor ini memainkan peran kunci untuk sebagian besar obat untuk
mencapai tingkat darah terapi efektif setelah pemberian hidung. Faktor yang

mempengaruhi

penyerapan

obat

hidung

dijelaskan

sebagai

berikut

(Krishnamoorthy R et al, 1998;.. Kisan R et al, 2007).
1. Sifat fisiko kimia obat
a. Keseimbangan Lipofilik-hidrofilik
Sifat HLB dari obat mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan
lipofilisitas, permeasi senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung.
Meskipun mukosa hidung ditemukan memiliki beberapa karakter hidrofilik,
tampak bahwa mukosa ini terutama lipofilik di alam dan domain lipid memainkan
peran penting dalam fungsi penghalang membran ini. Obat lipofilik seperti
nalokson, buprenorfin, testosteron dan etinilestradiol hampir sepenuhnya diserap
bila diberikan rute intranasal.
b. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung
Obat seperti peptida dan protein memilikibioavailabilitas yang rendah di rongga
hidung, sehingga obat ini mungkin memiliki kemungkinan untuk mengalami
degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atau sewaktu
melewati penghalang epitel.Pada ke dua bagian initerjadi exo-peptidases dan
endo-peptidases,

exo-peptidases

adalah

mono-aminopeptidases

dan

di-

aminopeptidases. Ini memiliki kemampuan untuk membelah peptida pada mereka
N dan C termini dan endo-peptidases seperti serin dan sistein, yang dapat
menyerang ikatan peptida internal.
c. Ukuran molekul
Penyerapan obat melalui rute hidung dipengaruhi oleh ukuran molekul. Obat
lipofilik memiliki hubungan langsung antara MW dan permeasi obat sedangkan
senyawa yang larut dalam air menggambarkan hubungan terbalik. Tingkat
permeasi sangat sensitif terhadap ukuran molekul untuk senyawa dengan MW ≥
300 Dalton.

2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal
a. Formulasi (Osmolaritas, pH, Konsentrasi)

 Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi penyerapan obatdi hidung.
Sebagai contoh ialahnatrium klorida yang mempengaruhi penyerapan
hidung. Penyerapan maksimum dicapai dengan konsentrasi natrium
klorida 0.462 M, konsentrasi yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan
bioavailabilitas meningkat tetapi juga mengarah pada toksisitas pada epitel
hidung.

 pH sediaan obat dan permukaan hidung dapat mempengaruhi permeasi
obat ini. Untuk menghindari iritasi hidung, pH sediaan obat harus
disesuaikan dengan pH 4,5 - 6,5 karena lisozim ditemukan di sekret
hidung, yang bertanggung jawab untuk menghancurkan bakteri tertentu
pada pH asam. Dalam kondisi basa, lisozim tidak aktif dan jaringan yang
rentan terhadap infeksi mikroba. Selain menghindari iritasi, itu
menghasilkan memperoleh permeasi

obat

efisien dan

mencegah

pertumbuhan bakteri.

 Gradien konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam proses
penyerapan/permeasi obat melalui membran hidung karena kerusakan
mukosa hidung. Contoh untuk ini adalah penyerapan L-Tirosin, dimana
konsentrasi obat dalam percobaan perfusi hidung. Sedangkanpada absorpsi
asam salisilat konsentrasi obatnyamenurun. Penurunan ini kemungkinan
karena kerusakan mukosa hidung yang permanen.

b. Distribusi Obat dan deposisi
Distribusi obat dalam rongga hidung merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi efisiensi penyerapan hidung. Modus pemberian obat
dapat mempengaruhi distribusi obat di rongga hidung yang pada
gilirannya akan menentukan efisiensi penyerapan obat. Penyerapan dan
bioavailabilitas bentuk sediaan hidung terutama tergantung pada lokasi
disposisi. Bagian anterior hidung menyediakan waktu perumahan
berkepanjangan

hidung

untuk

disposisi

dari

formulasi,

hal

ini

akanmeningkatkan penyerapan obat. Dan ruang posterior dari rongga
hidung akan digunakan untuk pengendapan bentuk sediaan, melainkan
dihilangkan

oleh

proses

pembersihan

mukosiliar

dan

karenanya

menunjukkan bioavailabilitas rendah. Situs disposisi dan distribusi bentuk
sediaan terutama tergantung pada pengiriman perangkat, cara pemberian,
sifat fisikokimia molekul obat.

c. Viskositas
Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi meningkatkan waktu kontak
antara obat dan mukosa hidung sehingga meningkatkan waktu untuk
permeasi. namun, formulasi sangat kental akan mengganggu fungsi normal
seperti pergerakan silia atau clearance mukosiliar dan dengan demikian
mengubah permeabilitas obat.

3. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung
a. Izin mukosiliar
Partikel terperangkap dalam lapisan lendir yang yang akan terbersihkan
dari rongga hidung. Aksi gabungan lapisan lendir dan silia disebut kliren
mukosiliar.Ini adalahmekanisme pertahanan fisiologis saluran pernapasan
untuk

melindungi

tubuh

terhadap

bahan

berbahaya

yang

telah

dihirup.Waktu transit yang normal mukosiliar pada manusia telah
dilaporkan 12 sampai 15 menit. Faktor-faktor yang mempengaruhi izin
mucocilliary meliputi faktor fisiologis (umur, jenis kelamin, postur, tidur,
olahraga, polusi lingkungan umum (sulfur dioksida dan asam sulfat,
nitrogen dioksida, ozon, hairspray, dan asap tembakau, penyakit (silia
sindrom immotile, primary ciliary dyskinesia-Kartagener.s syndrome,
asma, bronkiektasis, bronkitis kronis, cystic fibrosis, infeksi saluran
pernapasan akut dan obat-obatan.

b. Rhinitis
Rhinitis adalah penyakit umum yang paling sering dikaitkan pada
pengobatan intranasal, penyakit ini akan mempengaruhi bioavailabilitas
obat. Hal ini terutama diklasifikasikan ke dalam rhinitis alergi dan umum,
gejalanya adalah hipersekresi, gatal dan bersin terutama disebabkan oleh
virus, bakteri atau iritan. Alergi rhinitis adalah penyakit alergi saluran
napas, yang mempengaruhi 10% dari populasi. Hal ini disebabkan oleh
peradangan

kronis

atau

akut

selaput

lendir

hidung.Kondisi

ini

mempengaruhi penyerapan obat melalui selaput lendir akibat peradangan.

c. Permeabilitas membrane
Permeabilitas membran hidung adalah faktor yang paling penting, yang
mempengaruhi penyerapan obat melalui rute hidung. Obat yang larut air
dengan berat molekul yang besar seperti peptida dan protein memiliki
permeabilitas membran yang rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan
protein yang utama diserap melalui proses transportasi endocytotic dalam
jumlah rendah. Obat yang larut dalam air dengan berat molekul yang besar
melintasi mukosa hidung secara difusi pasif melalui pori-pori berair
(persimpangan ketat).

d. pH Lingkungan
pH lingkungan memainkan peran penting dalam efisiensi penyerapan obat
intranasal. Senyawa yang larut dalam air seperti asam benzoat, asam
salisilat,

dan

alkaloid

menunjukkan

bahwa

penyerapan

obat

bergantungkepada nilai-nilai pH dimana senyawa ini dalam bentuk tidak
terionisasi. Namun, pada nilai pH dimana senyawa ini sebagian terionisasi,
penyerapan substansial ditemukan.Ini berarti bahwa bentuk lipofilik tidak
terionisasi melintasi penghalang epitel hidung melalui rute transelular,
dimana bentuk terionisasi yang lebih lipofilik melewati rute para cellular
berair.

G. Contoh Sediaan Intranasal
Beberapa kategori dari sediaan hidung dapat dibedakan:

 Nasal drops and liquid nasal sprays. Contoh obat dipasaran : Sterimar
Nasal Hygiene, Iliadin Nasal Spray, Flixonase Nasal Spray

 Nasal powders / bedak hidung

 Semisolid nasal preparations / sediaan hidung semisolid
 Nasal washes / pencuci hidung
 Nasal sticks

H. Anatomi dan Fisiologi Paru
1. Anatomi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri
menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli

baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak
berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan
dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus
tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan
tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu
hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar
melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru
Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992,
Hal 219).

2. Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti
yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama

inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat

akibat

kontraksi

beberapa

otot

yaitu

sternokleidomastoideus

mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga (Price,1994).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 ìm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama (Tabrani Rab,1996).

I.

Mekanisme Absorpsi obat paru-paru
Deposisi Obat dalam saluran udara dipengaruhi oleh:
a. sedimentasi gravitasi,
b. impaksi,
c. difusi.
Sebagian besar partikel obat yang lebih besar dipindah-posisikan oleh dua
mekanisme pertama di saluran udara, sementara partikel yang lebih kecil
melewati jalan ke wilayah perifer dari paru-paru dengan cara difusi.
a. Sedimentasi Gravitasi

Gaya gravitasi bertindak terhadap partikel. Sedimentasi terjadi jika gaya
gravitasi lebih dari kekuatan aliran udara. Sedimentasi adalah penyusunan
partikel karena aliran udara rendah. Saluran udara paru memiliki orientasi
yang berbeda sehingga pengendapan partikel akan berbeda tergantung
pada arah aliran partikel dan arah tekanan. Mekanisme gravitasi ini terjadi
pada partikel ukuran besar. Partikel alam higroskopis ukurannya bisa
membesar ketika mereka melalui saluran udara dan sedimen.
b. Impaksi

Impaksi terjadi karena perubahan aliran udara. Impaksi meningkat dengan
ukuran partikel dan laju aliran. Jenis perpindahan partikel ini terjadi di
seluruh paru-paru. Hal ini penting, terutama di saluran napas kepala di
mana sebagian besar partikel besar disaring keluar. Impaksi kebanyakan
terjadi pada generasi atas saluran udara karena kecepatan tinggi.

c. Difusi

Disebabkan oleh gerak Brown. Deposisi dapat terjadi dengan difusi jika
ukuran partikel kurang dari diameter 0,5 mikron. Difusi adalah mekanisme
deposisi untuk partikel kecil. Difusi meningkat dengan penurunan ukuran
partikel dan laju aliran. Deposisi lebih terjadi di wilayah alveoli karena
waktu tinggal lebih lama dan jalan nafas yang lebih kecil.

J.

Faktor Fisikokimia yang mempengaruhi absorbsi obat aerosol

 Kecepatan Aerosol

Aerosol dibentuk oleh nebulizers dan dry powder inhalers (DPIs) diangkut
ke paru-paru oleh keaktifan udara yang terinspirasi. Dalam perbedaan,
pMDIs menghasilkan tetesan aerosol dengan kecepatan lebih besar dari
aliran udara inspirasi dan karena aerosol yang akan memiliki afinitas yang
lebih besar untuk berdampak di wilayah oropharyngeal.

 Ukuran

Geometric standard deviation (GSD) didefinisikan sebagai rasio ukuran di
84,2% pada frekuensi kurva

kumulatif dengan diameter median. Ini

mengasumsikan bahwa pembagian ukuran partikel Lognormal. Sebuah
monodisperse, yaitu aerosol ideal, memiliki GSD dari 1, meskipun dalam

prakteknya aerosol dengan GSD dari 1,22
disebut sebagai polydisperse atau hetero tersebar.

 Bentuk

Partikel yang tidak bulat akan memiliki jumlah terkecil satu dimensi fisik
yang superior dari diameter aerodinamis. Panjang ekologis serat 50 μm
bisa mencapai wilayah A karena sejajar dengan aliran udara terinspirasi.
Bahan seperti itu kemudian berdampak pada saluran udara oleh prosedur
intersepsi dengan dinding saluran napas.

 Massa jenis

Partikel yang memiliki kepadatan kurang dari 1 g cm-3 (unit density)
dapat memiliki diameter fisik rata-rata yang lebih besar dari batas
aerodinamis. Kebanyakan obat micronized untuk inhalasi akan berisi
kepadatan partikel sekitar 1, meskipun bahan yang dibuat oleh
pengeringan beku atau metode spraydrying cenderung lumayan kurang
padat.

 Stabilitas fisik
Terapi aerosol terapi yang sering digunakan sebenarnya tidak stabil karena
mereka memiliki konsentrasi partikel yang tinggi dan jarak antar-partikel
yang dekat dapat menyebabkan saling tolak-menolak atau reaksi antarpartikel lainnya. Partikel aerosol yang dihasilkan oleh DPIs kemungkinan
higroskopis dan, partikel yang ada selama di saluran pada seluruh
lingkungan kelembaban tinggi dari saluran udara, dapat memperbesar
ukuran dan dengan demikian memiliki kesempatan lebih besar yang tidak
stabil

untuk

disimpan.

Ini

seharusnya

tidak

menjadi

asumsi,

bagaimanapun, bahwa penyerapan uap air akan selalu terjadi.

 Perangkat pengiriman paru

Perangkat inhalasi dipisahkan menjadi tiga kategori yang berbeda,
penyempurnaan dari nebulizer dan evolusi dua jenis kompak perangkat
portabel, dry powder inhalers (DPI) dan metered-dose inhaler (MDI).

K. Faktor Formulasi yang mempengaruhi absorpsi obat paru
Keefektifan obat inhalasi dibentuk oleh formulasi obat. Stabilitas
formulasi adalah tantangan lain dalam memproduksi pemberian obat paru.
Formulasi bertanggung jawab untuk menjaga obat dalam keadaan aktif secara
farmakologi, formulasi harus efisien sehingga obat dapat mencapai paru-paru,
tiba ke tempat yang tepat dari tindakan dan tetap berada di paru-paru sampai
efek farmakologis yang diinginkan terjadi. Beberapa faktor telah dimasukkan
dalam mendukung pengembangan formulasi hidung yang mengandung
liposom, mikrosfer dan nanopartikel untuk pengiriman obat intranasal.
Bahkan, tidak jelas apakah formulasi meningkatkan penyerapan obat dengan
mengangkut

obat

dikemas

melintasi

membran

atau

hanya

karena

meningkatkan waktu retensi hidung dan stabilitas obat. Bagaimanapun,
penggunaannya dalam pertumbuhan luas dan hasilnya sudah sangat mampu.
 Liposom

Liposom adalah vesikel fosfolipid yang disusun oleh lipid bilayers yang
melampirkan satu atau lebih kompartemen berair di mana obat-obatan dan
zat lain mungkin disertakan. Dalam beberapa kali, liposom telah diteliti
sebagai kendaraan untuk terapi extended-release dalam pengobatan
penyakit paru-paru, terapi gen dan sebagai metode penyampaian agen
terapeutik ke permukaan alveolar untuk pengobatan penyakit sistemik.
Sistem penghantaran obat menggunakan liposom menghasilkan berbagai
keuntungan seperti enkapsulasi efektif molekul kecil dan besar dengan
berbagai hidrofilisitas dan nilai-nilai pKa. Bahkan, sistem ini telah
ditemukan untuk meningkatkan penyerapan hidung peptida seperti insulin
dan kalsitonin dengan meningkatkan penetrasi membran liposom. Ini telah
dikaitkan dengan retensi hidung peningkatan peptida, perlindungan
peptida terjebak dari degradasi enzimatik dan mukosa gangguan membran.

 Nanopartikel

Sistem nanopartikel sedang diteliti untuk meningkatkan pemberian obat
dan pemberian obat intranasal. Nanopartikel adalah partikel koloid padat
dengan

diameter

1-1000

nm.

Nanopartikel

terdiri

dari

bahan

makromolekul dan terapi yang digunakan sebagai adjuvatt dalam vaksin
atau sebagai pembawa obat, di mana zat aktif dilarutkan, terjebak,
dikemas, terserap atau bahan kimia yang melekat. Nanopartikel
memberikan beberapa keuntungan karena ukurannya yang kecil, tapi
hanya nanopartikel terkecil yang dapat menembus membran mukosa oleh
Para-selular routeandin kuantitas terbatas, karena persimpangan ketat
berada di urutan 3,9-8,4 Å. Ada beberapa studi yang telah menunjukkan
bahwa sistem nanopartikel dapat lebih cocok sebagai kendaraan untuk
terapi sistem pelepasan berkelanjutan. Sistem pelepasan berkelanjutan dari
terapi aerosol dapat memperpanjang waktu obat berada di dalam saluran
udara atau wilayah alveolar, meminimalkan risiko efek samping dengan
menurunkan tingkat penyerapan sistemik, serta meningkatkan kepatuhan
pasien dengan mengurangi frekuensi dosis. Sistem nanopartikel juga
cocok untuk penghantaran vaksin hidung.

 Mikrosfer

Teknologi microsphere telah banyak berguna dalam merancang formulasi
untuk penghantaran obat hidung. Mikrosfer biasanya didasarkan pada
muco-perekat polimer (kitosan, alginat), yang menyediakan berbagai
keuntungan untuk penghantaran obat intranasal. Selain itu, mikrosfer dapat
melindungi

obat

dari

metabolisme

enzimatik

dan

memberikan

mempertahankan pelepasan obat, sehingga memperpanjang efeknya.

 Sistem pengiriman obat mukoadhesif

MCC adalah salah satu faktor pembatas yang paling penting untuk
penghantaran obat ke paru-paru melalui hidung, karena mengurangi waktu
yang di tetapkan untuk penyerapan obat. Dengan demikian, sistem
penghantaran obat menggunakan mucoadhesive meningkatkan penyerapan
obat hidung, dan juga memperpanjang waktu kontak antara obat dan
hidung mucosa. Mucoadhesion menunjukkan lampiran tersebut yang
sistem penghantaran obat untuk lendir, yang melibatkan interaksi antara
musin sintetis atau calledmucoadhesive polimer alam. Peristiwa berurutan
dapat terjadi selama ini mucoadhesion termasuk dalam beberapa langkah.

Pertama mukoadhesif sistem absorpsi air dari lapisan lendir dan basah dan
mengalami pembengkakan. Berikut ini, polimer intim menembus ke dalam
lendir dan, karenanya, melokalisasi perumusan di rongga hidung,
meningkatkan

gradien

konsentrasi

obat

di

seluruh

epithelium.

Mucoadhesives banyak digunakan dalam pemberian obat intranasal adalah
kitosan, alginat dan selulosa atau turunannya.

L.

Faktor fisiologis yang mempengaruhi partikel deposisi dalam saluran
udara:

 Morfologi paru
Tracheobronchial menghasilkan saluran udara jatuh diameter dan panjang.
Setiap hasil bifurkasi dalam meningkatkan kemungkinan untuk impaksi
dan penurunan diameter saluran napas dikaitkan dengan yang lebih kecil
perpindahan diperlukan partikel untuk melakukan kontak dengan
permukaan.

 Laju aliran inspirasi
Ketika inspirasi laju aliran meningkat dan meningkatkan deposisi oleh
impaksi di beberapa pertama generasi diwilayah tracheobronchial.
Peningkatan aliran tidak hanya meningkatkan momentum partikel tetapi
juga mengakibatkan dalam peningkatan turbulensi, terutama di laring dan
trakea, yang dengan sendirinya akan meningkatkan impaksi di proksimal
daerah trakeobronkial.

 Koordinasi generasi aerosol dengan inspirasi
Energi partikel aerosol yang dihasilkan dari inhaler dosis terukur
bertekanan (p MDI, sebagian besar memerintah dengan formulasi pMDI
daripada IFR subjek. MDI aerosol tetesan akan bepergian pada kecepatan
dari 2.500-3.000 cm s-1. Sebuah kegagalan untuk koordinasi aktuasi dari
p-MDI selama awal pada fase rencana inspirasi akan menghasilkan di
dekat Total impaksi partikel di oropharyngeal yang daerah.

 Volume tidal
Peningkatan IFR biasanya akan terhubung dengan sebuah memperbesar
volume udara yang dihirup dalam satu napas, volume tidal. Jelas
peningkatan pasang surut Volume akan menghasilkan penetrasi partikel
aerosol lebih dalam TB dan A daerah dan kesempatan yang lebih baik
untuk deposisi dalam wilayah ini.

 Nafas-holding

Meningkatkan waktu antara akhir inspirasi dan awal pernafasan
meningkatkan waktu untuk sedimentasi terjadi. Nafas-holding adalah
biasanya digunakan untuk mengoptimalkan pemberian obat paru.

M.

Keuntungan sediaan DDS paru-paru.
a. Metode penyampaian obat ke aliran darah bagi molekul yang ini hanya
dapat disampaikan oleh injeksi. Ini termasuk peptida dan protein, seperti
insulin untuk diabetes atau interferon beta untuk beberapa sklerosis dan
sebagian besar obat dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir oleh
perusahaan bioteknologi.
b. Menargetkan obat yang efisien untuk paru-paru dan relatif umum penyakit
saluran pernafasan seperti asma, emfisema, dan kronis bronkitis.
c. Sistem penghantaran obat ini memberi onset sangat cepat tindakan
sebanding dengan i.v. yang rute dan lebih cepat daripada yang bisa dicapai
dengan baik penyampaian secara lisan atau suntikan subkutan.
d. Metode menghirup membantu untuk menghindari masalah saluran
pencernaan seperti kelarutan yang rendah, bioavailabilitas yang rendah,
masalah dalam pH lambung, metabolit yang tidak diinginkan, terjadi
interaksi dengan makanan dan variabilitas dosis.
e. Hal ini membutuhkan dosis rendah dan kandungan fraksi dosis oral obat
yaitu satu 4 tablet mg yang setara salbutamol 40 dosis dosis meteran.
f. Pemberian obat paru memiliki efek samping yang sangat kecil karena
seluruh tubuh tidak terkena obat.

g. Pada asma dan diabetes membutuhkan pengobatan jangka panjang jika

diberikan oleh pemberian obat paru keselamatan adalah maksimal karena
sisa tubuh tidak terkena obat.

N.

Kekurangan sediaan DDS paru-paru.
Dalam memformulasi sediaan DDS paru-paru terdapat beberapa tantangan
yang cukup sulit yang menjadi kekurangan dalam formulasi sediaan ini,
yaitu sebagai berikut:
a. Efisiensi rendah sistem inhalasi
Tantangan utama dalam penghantaran obat paru adalah efisiensinya
rendah efisiensi inhalasi sistem. Ukuran partikel aerosol yang optimal
adalah sangat penting untuk penghantaran obat paru yang mendalam,
karena jika partikel terlalu kecil, mereka akan dihembuskan, dan jika
partikel terlalu besar, mereka memiliki efek pada orofaring dan laring.
Ukuran partikel yang optimal untuk paru-paru yang mendalam deposisi
adalah 1-5 mm.
b. Massal obat kurang per tiupan
Pengiriman umumnya wajar banyak obat memerlukan dosis miligram
tapi untuk mendapatkan Efek yang memadai melalui obat paru
pengiriman dengan kebanyakan sistem yang ada, total jumlah obat per
tiupan dikirim ke saluran pernapasan bawah terlalu rendah kurang dari
1000 mcg.
c. Stabilitas formulasi miskin untuk obat
Molekul asma yang kecil bentuk obat kristal di alam, dan relatif
kelembaban tahan dalam makromolekul kering. Sedangkan dalam kasus
kortikosteroid, yang tidak stabil dalam keadaan cair, amorf, dan sangat
sensitif kelembaban dalam keadaan kering.
d. Yang tidak tepat dosis reproduktifitas

Alasan untuk Miskin dosis reproduktifitas adalah degenerasi penyakit,
masalah dalam perangkat, dan ketidakstabilan formulasi. Mendapatkan

dosis maksimum reproduktifitas pasien bermain pendidikan peran
penting.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) Intranasal dan paruparu adalah suatu teknologi penyampaian obat alternatif yang diciptakan
untuk mencapai tempat kerja yang optimal di intranasal.
2. Pulmonary drug delivery system atau sistem penghantaran obat pulmonar
(melalui paruparu) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung
pada saluran pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam proses
perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya
pada penyakit asma. Pada dasarnya permukaan paru-paru dapat dicapai
dengan mudah dalam satu kali pernapasan. Dalam penghantaran obat
secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke paru-paru
bagian bawah) partikel obat bergantung padasifat partikel dan cara pasien
bernapas.
3. Kelebihan dari sistem penghantaran obat intranasal, antara lain:
 Untuk pengobatan lokal dan sistemik

 Kerja obat optimal, langsung pada target obat

 Dosis obat saluran nasal dapat diabsorpsi secara maksimal ( > 90 % )

4. Kekurangan dari sistem penghantaran obat intranasal, antara lain:
 Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus

 Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat
 Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan

 Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga
hidung

 Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan
rongga hidung

 Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 –
10 µm

B. Saran
Terus dilakukan penelitian untuk pengembangan sistem penghantaran
obat pada nasal dan paru agar dapat membantu dalam pengobatan pada pasien
dan menurunkan tingkat kematian.

DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff Hood. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga
University Press.
Ashish A1 Karhale., et. All.2012 Pulmonary Drug Delivery System. International
Journal of PharmTech Research. Vol.4 No.1, pp 293-305,
Chaturvedi N.P.*, Solanki H.2003 Pulmonary Drug Delivery System: Review.
IJAP-Vol.5 Issue 3
Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219
M.Alagusundara et al.2010. Nasal drug delivery system - an overview. Int. J. Res.
Pharm. Sci. Vol-1, Issue-4, 454-465
Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1994). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi Keempat.. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal. 371-372,

376-378, 389-409
Soetjipto D., Wardani RS.2007. Hidung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher . Edisi Keenam. Jakarta :

FK UI, hal : 118-122.
Sunitha, R et.All.2011. Drug Delivery And Its Developments For Pulmonary
System. IJPCBS 2011, 1(1), 66-82

Syaifuddin. 1996. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: Penerbit EGC.

Tabrani,rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta
WHO, 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.