Studi Pengembangan Potensi Unggulan Berbasis Kewilayahan Di Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur

STUDI PENGEMBANGAN POTENSI UNGGULAN BERBASIS
KEWILAYAHAN DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

MARIA FRANSISKA DARLEN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Pengembangan
Potensi Unggulan Berbasis Kewilayahan di Kabupaten Manggarai Timur Provinsi
Nusa Tenggara Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Maria Fransiska Darlen
NIM A156120191

RINGKASAN
MARIA FRANSISKA DARLEN. Studi Pengembangan Potensi Unggulan
Berbasis Kewilayahan di Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MUHAMMAD ARDIANSYAH.
Kabupaten Manggarai Timur merupakan sebuah daerah otonom baru, hasil
pemekaran dari Kabupaten Manggarai di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sebagai sebuah Kabupaten yang tergolong baru, daerah ini perlu dikembangkan
berdasarkan potensi-potensi unggulan daerah sehingga Pemerintah Daerah lebih
leluasa untuk merancang strategi pengembangan wilayah dan menciptakan iklim
investasi yang kondusif untuk menarik minat para investor ke daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi potensi unggulan yang
dapat dikembangkan dan memberikan nilai ekonomi lebih bagi Kabupaten
Manggarai Timur; (2) mengevaluasi kemampuan lahan Kabupaten Manggarai

Timur berdasarkan penggunaan lahan eksisting; (3) menjelaskan tingkat
perkembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur dan (4) merumuskan arahan
pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
Adapun metode yang digunakan dalam menganalisis empat tujuan di atas
yaitu (1) analisis input-output untuk mengetahui sektor-sektor potensial yang
menjadi unggulan Kabupaten Manggarai Timur. Analisis ini dipadu dengan
analisis Location Quotient (LQ), Localization Index (LI), Specialization Index (SI)
dan Shift Share Analysis (SSA) untuk mengetahui komoditas unggulan setiap
kecamatan dalam wilayah ini, mengingat bahwa pertanian tidak dapat terpisahkan
dari pengembangan suatu wilayah; (2) analisis kemampuan lahan untuk
mengetahui potensi dan faktor penghambat lahan yang mempengaruhi kondisi
pertanian di wilayah ini; (3) analisis skalogram untuk mengetahui hirarki/tingkat
perkembangan setiap kecamatan dan (4) sintesis hasil analisis ketiga tujuan
sebelumnya untuk merumuskan arahan pengembangan wilayah di Kabupaten
Manggarai Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor-sektor unggulan di daerah ini
terdiri atas sektor industri pengolahan (nonmigas) dan sektor perkebunan. Sektor
industri pengolahan kurang berkembang karena minimnya investasi yang ada,
namun pertanian tetap menjadi penyokong utama industri terutama bahan baku
dan tenaga kerja, sedangkan komoditi unggulan pertanian daerah ini baik tanaman

pangan maupun tanaman perkebunan beraneka ragam. Lalu, berdasarkan
kemampuan lahan, masih banyak kawasan yang tidak sesuai peruntukannya
seperti pengelolaan usahatani di lahan-lahan dengan faktor penghambat yang
ekstrim sehingga mempengaruhi rendahnya produktifitas pertanian di daerah ini.
Dari tingkat perkembangan wilayah kecamatan terlihat bahwa fasilitas umum
setiap kecamatan masih kurang berkembang sehingga mempengaruhi tingkat
kemiskinan masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur. Dengan demikian,
diperlukan arahan pengembangan wilayah yang tepat sesuai dengan kondisi dan
potensi wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
Kata kunci : Analisis input-output, hirarki wilayah, Kabupaten Manggarai Timur,
kemampuan lahan, pengembangan wilayah.

SUMMARY
MARIA FRANSISKA DARLEN. Study Development Excellent Potential Based
on Territorial in East Manggarai District, East Nusa Tenggara Province. Adviser
by SETIA HADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH.
The East Manggarai District is a new autonomous region, result of the
splitting of The Manggarai District in East Nusa Tenggara Province. As a
relatively new District, the region needs to be developed based on the potentials in
the region so the Local Government more flexibility to design a regional

development strategy and create a conducive investment to attract investors to the
region.
This research aims to (1) identify excellent potential to be developed and
provide more economic value for the East Manggarai District; (2) evaluates the
land ability of The East Manggarai District based on existing land use; (3)
describes the level of development of The East Manggarai District and (4)
formulates the direction of development of The East Manggarai District.
The method used in analyzing the four objectives: (1) input-output analysis
to determine the excellent potential sectors of The East Manggarai District. This
analysis combines with the Location Quotient (LQ), Localization Index (LI),
Specialization Index (SI) and Shift Share Analysis (SSA) to know the main
commodity every subdistricts in the region, considering that agriculture can‟t be
separated from the development of a region; (2) land capability analysis to
determine the potential and inhibiting factors affecting the condition of
agricultural land in the region; (3) Skalogram analysis to determine the
hierarchy/level of development of every subdistricts and (4) synthesis of the
results of the analysis of the three objectives to formulate the direction of
development in the region of The East Manggarai District.
The results showed that the excellent sectors in this region consist of
manufacturing (non-oil) and the plantation sector. The manufacturing sector is

less developed caused the lack of existing investments, but agriculture remains the
main supporter of the industry mainly in raw materials and labor, whereas the area
of agricultural commodities both food crops and plantation crops are varieties.
Then, based on the ability of the land, there are many areas that are not according
to their appropriation such as farm management on lands with extreme inhibiting
factor thereby affecting the low agricultural productivity in the area. From the
level of development of subdistricts seen that every public‟s facilities subdistricts
are still poorly developed thereby affecting the level of poverty in The East
Manggarai District. Thus, it is needed direction of development of the appropriate
region in accordance with the conditions and the potential of The East Manggarai
District.
Keywords: Input-output analysis, land capability, the East Manggarai District, the
hierarchy of region, regional development.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI PENGEMBANGAN POTENSI UNGGULAN BERBASIS
KEWILAYAHAN DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

MARIA FRANSISKA DARLEN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ernan Rustiadi, M Agr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini
dilandasi atas keingintahuan penulis dalam proses pembangunan dan
pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur sebagai daerah otonom baru
yang telah berjalan kurang lebih tujuh tahun. Dengan demikian, penulis
bermaksud untuk memberikan konstibusi pemikiran kepada Pemerintah
Kabupaten Manggarai Timur beserta segenap unsur yang terlibat terkait
pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur yang saat ini sedang
menjalankan pembangunan dan pengembangan wilayahnya. Adapun judul karya
ilmiah ini ialah Studi Pengembangan Wilayah di Kabupaten Manggarai Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai Kabupaten Daerah Otonom Baru.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karenanya penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada:
1. Ayahanda Darus Antonius, Ibunda Elisabeth Lensi dan kedua adikku Wiwi dan
Venta serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan selama
ini.

2. Dr Ir Setia Hadi, MS; Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc (Alm) dan Dr M
Ardiansyah selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
motivasi, arahan dan bimbingan sehingga penelitian berhasil diselesaikan dan
diwujudkan dalam bentuk karya tulis ilmiah.
3. Prof Dr Ir Santun R P Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Institut Pertanian Bogor atas dukungannya hingga penyelesaian tesis
ini.
4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) selaku sponsor beasiswa
unggulan (BU) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan studi di Sekolah Pascasarjana IPB
6. Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melaksanakan penelitian di wilayahnya.
7. Bapak/Ibu penyedia data dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian
penulis
8. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PWL reguler angkatan 2012 dan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Tuhan memberkati


Bogor, April 2015
Maria Fransiska Darlen

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian

1
1
3
5
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah
Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Sektoral
Pendekatan Sektoral dengan Analisis Input-Output
- Output
- Input Antara
- Input Primer (Nilai Tambah)
- Permintaan Akhir dan Impor
Kemampuan Lahan

Penelitian Terdahulu

7
7
7
12
13
15
17
17
18
18
24

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
- Identifikasi Potensi Unggulan
- Analisis LQ, LI, SI dan SSA
- Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Kemampuan Lahan
- Evaluasi Tingkat Perkembangan Wilayah
- Arahan Pengembangan Wilayah

26
26
26
28
28
28
28
32
34
35
36

4 KONDISI UMUM DAERAH
Riwayat Pembentukan Kabupaten Manggarai Timur
Kondisi Geografis
- Topografi Wilayah
- Jenis Tanah
- Curah Hujan

37
37
39
39
41
42

Kondisi Demografi
- Persebaran Penduduk
- Struktur Usia
- Tingkat Pendidikan
- Tingkat Kesehatan
Kondisi Ekonomi

43
43
45
46
49
50

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor Unggulan
- Keterkaitan antarsektor Ekonomi
- Efek Pengganda (Multiplier Effect)
- Kondisi Eksisting, Masalah dan Potensi Pengembangan
Sektor unggulan
Penggunaan Lahan dan Kemampuan Lahan
Tingkat Perkembangan Wilayah
Arahan Pengembangan Wilayah

53
54
59
61
66
70
75
78

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

82
82
82

DAFTAR PUSTAKA

83

LAMPIRAN

86

RIWAYAT HIDUP

96

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Struktur dasar tabel transaksi input-output wilayah
Kelas kemampuan lahan
Struktur klasifikasi kemampuan lahan
Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Sektor-sektor perekonomian Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013
Variabel yang digunakan pada setiap kelompok indeks untuk analisis
skalogram
Jenis, sumber dan metode analisis data
Luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan kecamatan di
Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013
Jenis pekerjaan penduduk Kabupaten Manggarai Timur 2013
Komposisi penduduk Kabupaten Manggarai Timur menurut usia
tahun 2013
Jumlah fasilitas dan peserta pendidikan setiap kecamatan tahun 2013
Jumlah guru dan peserta pendidikan setiap kecamatan tahun 2013
Penyebaran tenaga kesehatan setiap kecamatan tahun 2013
Penyebaran fasilitas kesehatan setiap kecamatan tahun 2013
Realisasi penerimaan dan pengeluaran daerah di Kabupaten
Manggarai Timur (juta rupiah) tahun 2013
PDRB Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013 (juta rupiah)
Laju pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Manggarai Timur 2013
Struktur perekonomian Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan
tabel input-output tahun 2013 (21 x 21 sektor)
Keterkaitan ke belakang (backward linkage) antarsektor di Kabupaten
Manggarai Timur tahun 2013
Keterkaitan ke depan (forward linkage) antarsektor di Kabupaten
Manggarai Timur tahun 2013
Komoditi unggulan perkebunan setiap kecamatan di Kabupaten
Manggarai Timur
Komoditi unggulan tanaman pangan setiap kecamatan di Kabupaten
Manggarai Timur
Kelas kemampuan lahan berdasarkan jenis tutupan/penggunaan lahan
di Kabupaten Manggarai Timur
Tingkat Perkembangan Kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur
Matriks Arahan Pengembangan Wilayah

14
19
20
23
29
36
37
43
44
45
48
48
49
50
51
52
53
55
60
60
68
69
72
77
81

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Kerangka pikir penelitian
Peta administrasi Kabupaten Manggarai Timur
Tahapan metode RAS
Peta lereng Kabupaten Manggarai Timur
Peta tanah Kabupaten Manggarai Timur
Jenis tanah di Kabupaten Manggarai Timur
Peta curah hujan Kabupaten Manggarai Timur
Sebaran penduduk Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013
Komposisi penduduk Kabupaten Manggarai Timur menurut usia
tahun 2013
Komposisi penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan tahun
2013
Penyebaran fasilitas pendidikan per kecamatan tahun 2013
Tingkat permintaan/output 21 sektor di Kabupaten Manggarai Timur
tahun 2013
Kondisi ekspor 21 sektor di Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013
Pengganda output (output multiplier)
Pengganda pendapatan (income multiplier)
Pengganda PDRB (value added multiplier)
Pengganda tenaga kerja (employment multiplier)
Jenis industri pengolahan di Kabupaten Manggarai Timur
Jenis penggunaan/tutupan lahan Kabupaten Manggarai Timur
Peta penggunaan/tutupan lahan Kabupaten Manggarai Timur
Klasifikasi tutupan/penggunan lahan Kabupaten Manggarai Timur
Peta Hirarki Kecamatan Kabupaten Manggarai Timur

6
27
30
40
41
42
42
44
46
46
47
57
58
62
63
64
65
66
70
71
75
78

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Tabel input output Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013, transaksi
domestik atas dasar harga produsen (juta rupiah)
Keunggulan komparatif (LQ, LI, SI) tanaman pangan tahun 2013
Keunggulan kompetitif (SSA) tanaman pangan
Keunggulan komparatif (LQ, LI, SI) komoditi perkebunan tahun 2013
Keunggulan kompetitif (SSA) tanaman perkebunan
Tingkat Perkembangan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Manggarai
Timur
Kelas kemampuan lahan berdasarkan kecamatan di Kabupaten Manggarai
Timur

Tabel Hirarki Skalogram
Peta Infrastruktur Kabupaten Manggarai Timur
Pola dan sebaran pemukiman Penduduk; berlokasi di Kecamatan
Borong Kabupaten Manggarai Timur
Dokumentasi visual penelitian

86
91
91
91
92
92
93

93
94
94
95

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pembangunan di Indonesia telah berjalan kurang lebih 69 tahun,
sungguhpun telah terjadi banyak perubahan, namun belum menyentuh seluruh
wilayah Indonesia terutama kawasan timur yang belum mengalami perkembangan
signifikan. Keberhasilan pembangunan sangat bergantung dari proses perencanaan
pembangunan yang disusun sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan
setiap tahun anggaran. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional, pembangunan daerah dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat. Pelaksanaan
pembangunan daerah harus disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia baik
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
Era reformasi di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1998 telah menggeser
paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik menuju ke desentralistik
sektoral dengan pendekatan pengembangan wilayah. Hal ini berpengaruh besar
terhadap implementasi pembangunan yang berdasarkan pada prinsip mobilisasi
dan distribusi sumberdaya yang efisien dan berkeadilan. Pendekatan sentralistik
selama ini telah mengakibatkan terjadinya pembangunan yang tidak berimbang
antarwilayah dan antarsektor serta mengabaikan kelestarian alam dalam berbagai
aspek. Pergeseran ini telah diimplementasikan dalam kebijakan otonomi daerah.
Melalui kebijakan otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan
kewenangan lebih kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses,
mekanisme dan tahapan perencanaan yang menjamin keselarasan pembangunan
antardaerah tanpa mengurangi kewenangan yang diberikan, dengan dibingkai oleh
visi dan misi. Sesungguhnya, kebijakan otonomi daerah bukanlah fenomena baru
karena kebijakan tersebut telah berlangsung secara aktif mulai tahun 1950-an.
Paska diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
semakin menyulut keinginan daerah untuk merealisasikan pemekaran wilayahnya,
terlebih ketika dikaitkan dengan sejarah represif orde baru.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa pembangunan
daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan oleh
pemerintah daerah berdasarkan prinsip otonomi dan pengaturan sumber daya yang
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat serta
peningkatan daya saing daerah (Pemerintah Republik Indonesia 2004).
Masyarakat kini lebih membutuhkan upaya pembangunan yang sesuai dengan
potensi sumberdaya wilayah dan tuntutan kebutuhan lingkungan hidupnya.
Pembentukan daerah otonom yang berkembang secara intensif di Indonesia
merupakan salah satu cara dalam pemerataan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Kebijakan ini telah memberikan keleluasaan
bagi daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya dalam berbagai bidang
kehidupan. Tujuannya agar dapat mengoptimalkan berbagai potensi daerah yang
belum tergarap baik potensi alam maupun potensi manusia, memutuskan mata
rantai pelayanan yang sebelumnya terpusat di satu wilayah, memunculkan pusat-

2
pusat pertumbuhan ekonomi baru dan memicu motivasi masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam pembangunan guna meningkatkan kesejahteraannya.
Implikasi yang paling strategis dalam hubungan ini adalah pemerintah daerah
dituntut untuk mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya.
Dalam prakteknya selama ini, daerah otonom baru terutama kabupaten
masih menggantungkan anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD) pada
bantuan pusat dan provinsi. Salah satu dampak serius dari ketergantungan tersebut
adalah sulitnya koordinasi pembangunan, di mana kegiatan masing-masing sektor
kurang terpantau dengan baik. Konsekuensi lanjut dari masalah tersebut adalah
penggunaan dana non-APBD yang dialokasikan pada daerah yang bersangkutan
menjadi kurang efektif. Padahal dalam keterbatasan penerimaan, seyogyanya dana
pembangunan yang ada dapat dimobilisasikan oleh pemerintah daerah secara lebih
terarah. Sejajar dengan itu, kemampuan pemerintah daerah dalam menggali dana
sendiri melalui penerimaan pendapatan asli daerah dapat dikatakan masih sangat
terbatas.
Hal penting lain yang dapat dijadikan tolak ukur adalah konsistensi
pemerintah pusat dalam menerima semua implikasi yang timbul akibat pemberian
otonomi tersebut. Pada gilirannya dapat diduga masalah yang muncul kemudian
adalah pertentangan arah kepentingan. Selain itu, kebijakan ini juga tidak akan
berhasil sepenuhnya ketika elit daerah hanya menjadi perpanjangan tangan dari
pusat tanpa memperhatikan kebutuhan ataupun potensi yang dimiliki daerah
bersangkutan. Dalam konteks otonomi daerah khususnya menyangkut otonomi
kabupaten dan kota dewasa ini, pengembangan wilayah haruslah menjadi isu
penting yang harus diperhatikan dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten dan Kota saat ini dan di masa
mendatang adalah kemampuan untuk mewujudkan pengembangan wilayah yang
tepat sehingga tujuan dari otonomi daerah dapat terwujud.
Pengembangan wilayah yang berbasis kewilayahan memandang pentingnya
keterpaduan antarsektor, spasial dan kelembagaan di dalam dan antardaerah.
Setiap daerah mempunyai sektor-sektor unggulan yang memberikan dampak
signifikan terhadap pengembangan ekonomi wilayah. Dampak yang diberikan
oleh sektor-sektor tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Pengembangan wilayah dengan memperhatikan sektor-sektor unggulan daerah
akan mengarah pada penentuan prioritas yang lebih terfokus, sehingga
menghasilkan suatu kebijakan yang lebih terarah dan mengurangi resiko kesiasiaan pemanfaatan sumberdaya (Anwar dan Rustiadi 2000). Dalam
implementasinya, proses pengembangan wilayah tidak dapat dilakukan serentak
pada semua sektor perekonomian, namun diprioritaskan pada pengembangan
sektor ekonomi yang memiliki potensi perkembangan paling besar. Sektor ini
diharapkan dapat berkembang dan mendorong sektor-sektor ekonomi yang terkait
untuk berkembang sehingga tercipta keterkaitan sektoral.
Berbagai pemikiran tersebut mengarahkan penulis untuk mengkaji
pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur yang terletak di bagian barat
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Manggarai Timur dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara de fakto
Kabupaten Manggarai Timur diresmikan pada tanggal 23 November 2007
(Pemerintah Republik Indonesia 2007). Jika merujuk pada pasal 5 Undang-

3
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pembentukan
daerah harus memenuhi tiga persyaratan yakni administratif, teknis dan fisik
kewilayahan (Pemerintah Republik Indonesia 2004). Ketiga persyaratan tersebut
telah dipenuhi oleh Kabupaten Manggarai Timur yang secara teknis mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran
dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang
direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Berbagai masalah pembangunan yang dialami oleh Kabupaten Manggarai
Timur menyebabkan daerah ini dikategorikan oleh Pemerintah dalam 183 daerah
tertinggal yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014 (Pemerintah Republik
Indonesia 2010). Walaupun pembangunan yang ada telah menghasilkan beberapa
kemajuan bagi daerah, namun masih saja terdapat berbagai hambatan dan masalah
berkelanjutan yang tetap menjadi beban pembangunan daerah masa kini. Pola
pembangunan yang diterapkan belum mampu menghasilkan pemerataan
kesejahteraan masyarakat baik dalam hal ekonomi maupun akses mendapatkan
pelayanan publik yang berkualitas, terutama di tengah hambatan topografis yang
ada. Terdapat pula aspirasi yang berkembang dalam masyarakat bahwa perlu
dilakukan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan publik yang merata guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat dengan memanfaatkan potensi daerah semaksimal mungkin. Dengan
mengetahui potensi unggulan, pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk
merumuskan arahan pengembangan wilayahnya serta menciptakan iklim investasi
yang kondusif untuk menarik minat para investor ke daerah. Oleh sebab itu
pengembangan potensi unggulan berbasis kewilayahan diharapkan dapat menjadi
solusi tepat dalam menjawab permasalahan pembangunan di daerah ini.

Perumusan Masalah
Isu pengembangan wilayah dalam perspektif otonomi daerah selalu menarik
untuk dibahas. Kepentingan otonomi daerah bukan terletak pada prosesnya tetapi
pada dampak yang ditimbukan terhadap pemerataan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menegaskan bahwa setiap
daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam pengembangan
wilayahnya. Kabupaten/Kota juga mempunyai kewajiban dengan kewenangannya
yang lebih luas sehingga mampu menerapkan strategi pengembangan wilayah
yang tepat dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya (Pemerintah Republik
Indonesia 2004).
Kebijakan otonomi daerah telah menuai banyak keberhasilan, namun tidak
sedikit pula daerah yang mengalami kendala. Darus (2000) menjelaskan bahwa
dampak kebijakan otonomi juga ingin dirasakan oleh masyarakat Kabupaten
Manggarai Timur di berbagai bidang kehidupan seperti sosial ekonomi,
pendidikan, kesehatan, politik, sosial budaya dan lain sebagainya. Dalam
kehidupan sosial ekonomi masyarakat misalnya, kebijakan ini diharapkan dapat
menciptakan pusat-pusat pertumbuhan sosial ekonomi yang baru sehingga subsidi

4
pembangunan, pembagian dana dan hasil-hasil pembangunan akan lebih merata
dan menjangkau kawasan-kawasan terpencil dan tertinggal. Masyarakat semakin
terpacu untuk berperan sebagai subyek dan agen pembangunan yang diharapkan
dapat bertindak dengan pemikiran yang global.
Dalam implementasinya, kebijakan otonomi daerah telah menghasilkan
beberapa kemajuan pembangunan bagi Kabupaten Manggarai Timur, namun
masih saja terdapat berbagai hambatan dan masalah berkelanjutan yang menjadi
beban pembangunan daerah masa kini. Kabupaten Manggarai Timur memiliki
luas wilayah sebesar 2 450.19 km2 (Bappeda 2012) dengan 6 kecamatan yaitu
Borong, Kota Komba, Elar, Sambi Rampas, Poco Ranaka dan Lamba Leda. Pada
tahun 2013 Kabupaten Mangarai Timur memekarkan wilayah kecamatannya yang
semula 6 kecamatan menjadi 9 kecamatan yaitu Borong, Ranamese (pemekaran
dari Kecamatan Borong), Kota Komba, Elar, Elar Selatan (pemekaran dari
Kecamatan Elar), Sambi Rampas, Poco Ranaka, Poco Ranaka Timur (pemekaran
dari Kecamatan Poco Ranaka Timur) dan Lamba Leda.
Luas wilayah yang cukup besar dengan pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat setiap tahun namun tidak didukung oleh ketersediaan infrastruktur
yang memadai akibat rentang geografi dan topografi medan yang bergununggunung semakin memperparah kondisi Kabupaten Manggarai Timur. Masalah
yang muncul kemudian antara lain (1) pelayanan pemerintah terhadap masyarakat
kurang efektif dan efisien, (2) lambatnya akselerasi laju pelaksanaan
pembangunan, (3) banyak potensi sumberdaya yang tereksplorasi atau belum
dikelola secara maksimal dan (4) rendahnya pendapatan perkapita penduduk,
pendapatan asli daerah (PAD) dan produk domestik regional bruto (PDRB).
Dalam meningkatkan mutu hidup masyarakat di Kabupaten Manggarai
Timur kini dan mendatang adalah memberdayakan potensinya dalam berbagai
bidang. Pengembangan wilayah tidak lagi diartikan sebagai pengembangan
keseluruhan sektor secara sama rata, namun lebih mengarah pada bagaimana
mengembangkan sektor-sektor yang menjadi unggulan dan keterkaitannya dengan
aspek spasial dan isu-isu penting dalam pengembangan wilayah. Hal ini perlu
menjadi kesepakatan bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat yang
harus dioperasionalisasikan dalam kebijakan penyelenggaraan pemerintahan,
pembinaan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan di berbagai tingkatan.
Tantangan Kabupaten Manggarai Timur baik internal maupun eksternal
sebagai daerah otonom baru perlu diimbangi dengan arahan pengembangan
wilayah yang dapat menangkap reorientasi pengembangan wilayah yang berbasis
kewilayahan sehingga pemaknaan dan pelaksanaan otonomi daerah pada
Kabupaten ini tidak kehilangan esensinya. Berdasarkan uraian yang ada,
dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Potensi unggulan apa yang dapat dikembangkan dan memberikan nilai
ekonomi lebih bagi Kabupaten Manggarai Timur?
2. Bagaimana kemampuan lahan Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan
penggunaan lahan eksisting?
3. Sejauhmana tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur?
4. Bagaimana arahan pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur?

5
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan
wilayah di Kabupaten Manggarai Timur sebagai Kabupaten daerah otonom baru.
Adapun tujuan spesifik yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi potensi unggulan yang dapat dikembangkan dan memberikan
nilai ekonomi lebih bagi Kabupaten Manggarai Timur.
2. Mengevaluasi kemampuan lahan Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan
penggunaan lahan eksisting.
3. Menjelaskan tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
4. Merumuskan arahan pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis maupun teoritis
sebagai berikut.
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyempurnakan
kebijakan-kebijakan paska pemekaran wilayah untuk mencapai tujuan
pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai agen pembangunan untuk
berpartisipasi aktif dalam mendukung proses pembangunan dan pengembangan
wilayah di Kabupaten Manggarai Timur.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama dalam pemecahan masalahmasalah praktis pembangunan paska pemekaran wilayah yang berbasis
pengembangan potensi unggulan dan kewilayahan.

Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian dilatarbelakangi oleh adanya keinginan penulis
untuk mengetahui sejauh mana pengembangan wilayah Kabupaten Manggarai
Timur yang telah resmi menjadi daerah otonom selama kurang lebih tujuh tahun
sejak tanggal 23 November 2007 melalui Undang-Undang nomor 36 tahun 2007
tentang pembentukan Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Tidak dapat dipungkiri, sebagai daerah otonom baru yang masih dalam
proses pembangunan dan pengembangan wilayahnya, terlihat beberapa masalah
dalam penyelenggaraan kehidupan di daerah ini diantaranya masih minimnya
pelayanan publik bagi masyarakat seperti hak memperoleh pendidikan, kesehatan
dan fasilitas umum yang berkualitas. Sebagai wilayah yang masih dalam tahap
awal pembangunan, perlu diketahui potensi-potensi unggulan yyang dimiliki dan
hambatan yang akan dihadapi sehingga pola pembangunan dan pengembangan
wilayah memiliki arah yang jelas dan terutama kesejahteraan masyarakat lebih
meningkat.
Masalah dan tantangan yang ada merupakan bagian sinergis dari suatu
proses pembangunan, terutama daerah otonom baru seperti Kabupaten Manggarai
Timur. Oleh sebab itu, untuk menjawab permasalahan yang ada, perlu dirumuskan
arahan pengembangan wilayah yang sesuai dengan kondisi kewilayahan

6
Kabupaten Manggarai Timur. Melalui identifikasi potensi unggulan daerah,
diharapkan daerah tersebut mampu membiayai dan mengefektifkan pelaksanaan
pembangunannya sehingga memiliki daya saing dalam persaingan nasional
maupun global, begitu pula dengan mengevaluasi kemampuan lahan Kabupaten
Manggarai Timur, dapat ditentukan arahan penggunaan lahan yang tepat di masa
mendatang. Tentu saja Kabupaten Manggarai Timur masih memiliki banyak
potensi daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal bagi kehidupan
masyarakat di daerah tersebut. Dengan demikian, dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur, perlu dirumuskan
arahan pengembangan wilayah yang berbasis potensi unggulan dan kewilayahan.
Secara grafis, kerangka pikir penelitian ditampilkan pada Gambar 1 berikut.

Pembangunan
Daerah

Pembangunan
Nasional

Otonomi Daerah
(UU NO 24/1999; UU 32/2004)

Kabupaten Manggarai Timur
(UU 36/2007)

Pengembangan wilayah

Pengembangan
Potensi

Evaluasi
Penggunaan
Lahan Eksisting

Tingkat
Perkembangan
Wilayah

Sektor
unggulan

Evaluasi
Kemampuan Lahan

Hirarki
Wilayah

Arahan Pengembangan Wilayah

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai amanat Undang-Undang Dasar 1945
secara konstitusional maupun legal diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah pasal 1 ayat 1 menyatakan otonomi daerah sebagai hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang ditetapkan
dalam undang-undang. Pemerintah wajib memberikan fasilitas berupa peluang,
kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dapat melaksanakan
otonomi daerahnya secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan perundangundangan (Pemerintah Republik Indonesia 2004).
Kebijakan otonomi daerah berakar dari konsep desentralisasi yakni
pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap
pemerintah daerah. Kaho (2005) menyatakan bahwa desentralisasi adalah suatu
sistem di mana bagian dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya
kepada organisasi atau institusi yang mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk
melaksanakan wewenang sesuai dengan kehendak dan inisiatif programnya
sendiri. Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah memang diarahkan pada
akselerasi pembangunan ekonomi daerah. Hal ini dapat menjadi motivasi bagi
pemerintah daerah agar dapat merangsang kreatifitas masyarakat dan dirinya
sendiri untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Dalam masyarakat luas, pengertian otonomi daerah dan desentralisasi sering
disamakan pengertiannya padahal keduanya berbeda. Pengertian otonomi daerah
mempunyai konotasi mengenai aspek politik sedangkan desentralisasi lebih
cenderung terkait dengan aspek administrasi negara yaitu mengenai pelaksanaan
fungsi pemerintah. Kinerja pemerintahan daerah otonom harus dilihat dari dua
aspek yaitu indikator hasil yang ditelusuri pada hasil yang dicapai pemerintah
daerah, disesuaikan dengan nilai-nilai atau prinsip good governance, sedangkan
indikator proses dilihat pada validitas strategi yang diusulkan dan dijalankan oleh
pemerintah daerah dalam mewujudkan nilai-nilai good governance tersebut, yang
dikenal dengan istilah capacity building (Adisasmita 2006).

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
Wilayah adalah satu satuan atau unit geografis dengan batas-batas tertentu,
di mana bagian-bagiannya (sub wilayah) satu sama lain tergantung secara
fungsional. Dari pengertian di atas dapat dikatakan pengertian wilayah bersifat
relatif yaitu tidak ada batasan yang luas. Dalam konsep wilayah nodal, maka
wilayah ditafsirkan sebagai sel hidup yang mengandung inti dan plasma. Inti

8
adalah pusat atau kutub yang berfungsi sebagai pusat konsentrasi tenaga kerja,
lokasi industri dan jasa serta pasar bahan mentah, sedangkan plasma adalah
wilayah belakang (hinterland) yang berfungsi sebagai pemasok tenaga kerja,
pemasok bahan mentah serta pasar dari industri dan jasa. Pertumbuhan penduduk,
meningkatnya sarana perhubungan, menurunnya sektor pertanian secara relatif
sebagai penopang kehidupan masyarakat petani di perdesaan dan daya tarik kota
menyebabkan terjadinya arus urbanisasi dari desa ke kota atau dari daerah
belakang atau plasma ke pusat-pusat atau inti. Di sisi lain dengan adanya
ketersediaan infrastruktur di pusat atau di inti, tenaga kerja yang berlimpah
menyebabkan banyak industri bertumbuh di pusat dan wilayah pinggiran kota inti
(Anwar dan Rustiadi 2000).
Adanya perbedaan pertumbuhan wilayah dalam lingkup suatu Negara atau
dalam suatu kawasan yang lebih luas akan terdapat beberapa macam karakteristik
wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya yaitu wilayah maju, wilayah sedang
berkembang, wilayah belum berkembang dan wilayah tidak berkembang. Wilayah
maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya berfungsi sebagai
pusat pertumbuhan, terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan dan
sekaligus pasar yang potensial. Selain itu juga dicirikan oleh tingkat pendapatan
yang tinggi, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia yang juga tinggi.
Wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh pertumbuhan yang
cepat dan merupakan wilayah penyangga dari wilayah maju, karena itu
mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju. Wilayah yang
belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah baik
secara absolut, maupun secara relatif, namun memiliki potensi sumberdaya alam
yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini masih didiami oleh tingkat
kepadatan penduduk yang masih rendah. Selain itu wilayah ini belum mempunyai
aksesibilitas yang baik terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi wilayah ini masih
didominasi oleh sektor primer dan biasanya belum mampu membiayai
pembangunan secara mandiri (Anwar 2005).
Anwar (2005) juga menjelaskan bahwa wilayah yang tidak berkembang
dicirikan oleh dua hal yaitu 1) Wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi
baik potensi sumberdaya alam maupun potensi lokal, sehingga secara alami sulit
sekali berkembang dan mengalami pertumbuhan dan 2) wilayah tersebut
sebenarnya memiliki potensi baik sumberdaya alam atau lokal maupun keduanya,
tetapi tidak dapat berkembang karena tidak memiliki kesempatan dan cenderung
dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju. Wilayah ini dicirikan oleh tingkat
kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah,
tingkat pendapatan yang rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap dan
tingkat aksesibilitas yang rendah. Wilayah yang memiliki sumberdaya yang
berlimpah, namun tidak berkembang dicirikan oleh tingkat kebocoran wilayah
yang tinggi, di mana manfaat tertinggi dari sumberdaya alam tersebut dinikmati
oleh wilayah lainnya.
Pembangunan wilayah bertujuan untuk meniadakan kesenjangan
antardaerah, antardaerah yang maju dengan daerah yang kurang maju, antar
daerah perkotaan dengan perdesaan dan selanjutnya menciptakan keseimbangan
antardaerah. Kesenjangan yang tinggi akan menciptakan kerawanan ekonomi,
sosial dan politik yang menimbulkan dampak negatif. Salah satu sasaran utama

9
dari pembangunan wilayah adalah mengurangi kesenjangan atau ketimpangan
regional dan spasial (tata ruang), misalkan kesenjangan antara perkotaan dan
perdesaan atau antardesa dalam lingkup suatu wilayah (Adisasmita 2006).
Pembangunan dan pengembangan merupakan arti harafiah dari kata Bahasa
Inggris yang sama, yaitu development. Menurut Rustiadi et al (2009), beberapa
pihak lebih senang menggunakan istilah pengembangan daripada pembangunan
untuk beberapa hal spesifik. Secara umum perbedaan istilah pembangunan dan
pengembangan di Indonesia memang secara sengaja dibedakan karena istilah
pengembangan dianggap mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan,
kewilayahan dan lokalitas. Selain itu, istilah pengembangan lebih menekankan
proses meningkatkan dan memperluas. Dalam artian, pengembangan tidak
membuat sesuatu dari nol (dari sesuatu yang sebelumnya tidak ada), melainkan
dari sesuatu yang sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau
diperluas. Oleh karena itu dalam konteks kewilayahan, istilah pengembangan
wilayah lebih banyak dipakai daripada pembangunan wilayah.
Dari segi pengembangan wilayah, calon kabupaten/kota yang baru dibentuk
perlu memiliki basis sumber daya yang seimbang antara satu dengan yang lainnya
agar tidak timbul disparitas yang mencolok di masa mendatang yang selanjutnya
akan tercipta ruang publik baru yang dimanfaatkan secara kolektif oleh semua
warga. Pada dasarnya, pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi,
potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan. Sasaran utama yang
banyak dicanangkan oleh Pemerintah daerah maupun Pemerintah pusat dalam
mengembangkan wilayahnya adalah meningkatkan pertumbuhan produktifitas/
productivity growth, pemerataan distribusi pendapatan/income distribution,
memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran/
unemployment rate serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara
berkesinambungan/sustainable development (Rustiadi et al. 2009).
Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan
berbasis pengembangan wilayah dengan keterpaduan intersektoral, interspasial
dan antara pelaku-pelaku pembangunan baik di dalam maupun antardaerah.
Pengembangan wilayah adalah seluruh tindakan yang dilakukan dalam rangka
memanfaatkan potensi-potensi daerah untuk mendapatkan kondisi-kondisi dan
tatanan kehidupan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat di daerah tersebut
khususnya dan dalam skala nasional (Mulyanto 2008). Pengembangan wilayah
dilaksanakan melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara
harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif
mencakup berbagai aspek kehidupan (Sitorus 2004).
Pengembangan wilayah menurut Adisasmita (2006) yaitu upaya
pembangunan pada suatu wilayah atau beberapa daerah untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya (alam, manusia,
kelembagaan, teknologi dan prasarana) secara efektif, optimal dan berkelanjutan
dengan cara menggerakkan kegiatan-kegiatan produktif (sektor primer, sekunder
dan tersier), penyediaan fasilitas pelayanan (ekonomi dan sosial), penyediaan
prasarana dan sarana serta perlindungan lingkungan. Pengembangan wilayah
dilakukan menggunakan pendekatan kawasan di mana pada masing-masing
kawasan diidentifikasikan sektor-sektor unggulannya yang potensial untuk
dikembangkan. Pengembangan wilayah terpadu (integrated area development),
dilaksanakan pada suatu daerah dengan luas tertentu (meliputi beberapa

10
kecamatan dan berbagai sektor sesuai dengan keadaan/potensi dan masalah yang
dihadapi), yang memungkinkan dilaksanakannnya pengelolaan keterpaduan baik
pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan dengan efektif. Ciri-ciri dari
pengembangan wilayah terpadu adalah daerahnya tergolong relatif tertinggal
(tidak selalu terpencil) tetapi berpotensi untuk dikembangkan. Maksudnya adalah
agar masing-masing sektor (yang saling berkaitan) dapat berfungsi dengan sebaikbaiknya. Dengan berfungsinya sektor-sektor (seperti pertanian tanaman pangan,
peternakan, perikanan, industri kecil dan perkebunan rakyat) secara baik, maka
wilayah yang bersangkutan akan berkembang dengan baik.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, kewenangan yang diberikan
kepada pemerintah daerah itu tidak berarti dapat dimanfaatkan secara bebas, tetapi
harus memperhatikan pula kepentingan dari kabupaten-kabupaten tetangga
(neighbouring regencies). Jadi esensi pengembangan wilayah bukan menekankan
pada pandangan masing-masing daerah, tetapi yang lebih diutamakan adalah
interaksi antardaerah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi,
artinya melibatkan beberapa daerah yaitu daerah-daerah yang bertetangga atau
daerah-daerah yang terletak di sekitarnya. Kedudukan kabupaten-kabupaten yang
bertetangga tersebut adalah sama atau setara, jangan beranggapan bahwa
kabupaten-kabupaten yang kurang potensial itu dianggap sebagai daerah
penyangga (buffering areas) terhadap kabupaten yang potensial. Hal yang
penting diperhatikan adalah pemanfaatan sumberdaya untuk menjaga
pengembangan wilayah, yang diupayakan agar dilaksanakan secara optimal dalam
jangka waktu yang panjang (Adisasmita 2006).
Dalam perjalanannya, konsep pengembangan wilayah terus mengalami
perkembangan dan saling koreksi antara satu teori dengan teori lainnya. Beberapa
ahli pengembangan wilayah telah menghasilkan berbagai konsepsi antara lain
teori tahapan pertumbuhan Rostow, regionalisasi, pendekatan sektoral hingga
yang terakhir, pengembangan wilayah dengan mempertimbangkan aspek ekologi
(daya dukung) dengan mengkaji aspek-aspek ekosistem untuk menetapkan
kemampuan wilayah dalam mendukung kegiatan sosial ekonomi wilayah
(Djakapermana 2010). Secara umum, konsep pengembangan wilayah terbagi atas
empat (Komet 2000) yaitu:
1. Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya
Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan manusia.
Bentuk sumberdaya tersebut yaitu tanah, bahan mentah, modal, tenaga kerja,
keahlian, keindahan alam maupun aspek sosial budaya.
2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan
Penekanan konsep ini pada motor penggerak pembangunan wilayah, pada
komoditas yang dinilai dapat menjadi unggulan atau andalan di tingkat
domestik dan internasional. Adisasmita (2006) memaparkan beberapa kriteria
mengenai komoditas unggulan di antaranya: a) komoditas unggulan
mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward
linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas
lainnya, b) komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan
produk sejenis dari wilayah lain di pasar regional dan pasar internasional, baik
dalam harga dan mutu produk maupun kualitas pelayanan, c) komoditas
unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan
perekonomian, artinya komoditas unggulan tersebut dapat memberikan

11
kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, sektor-sektor lain dan
pendapatan masyarakat, d) pengembangan komoditas unggulan berorientasi
pada kelestarian lingkungan hidup. Apabila komoditas unggulan sudah
memasuki fase penurunan maka pengembangan selanjutnya dapat diteruskan
dengan cara: a) memperkuat strategi pemasaran agar dapat mempengaruhi
konsumen untuk terus mengkonsumsi komoditas tersebut, dengan melakukan
promosi, b) meningkatkan kualitas produk agar tetap memiliki daya saing
sehingga permintaan terhadap komoditas tersebut tidak menurun secara drastis,
c) menciptakan permintaan oleh industri antara (intermediary industry) yang
berarti sekaligus menciptakan nilai tambah baru bagi perekonomian daerah
yang bersangkutan.
3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi
Penekanan pada konsep ini adalah pengembangan wilayah melalui
pembangunan bidang ekonomi yang mempunyai porsi lebih besar
dibandingkan bidang-bidang lainnya. Pembangunan ekonomi tersebut
dijalankan dalam kerangka pasar bebas atau pasar persaingan sempuma (free
market mechanism).
4. Pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan
Strategi pengembangan wilayah ini mengutamakan peranan setiap pelaku
pembangunan ekonomi (rumah tangga, lembaga sosial, lembaga keuangan dan
bukan keuangan, pemerintah maupun koperasi).
Meskipun berbagai konsep pengembangan wilayah tersebut memberikan
pilihan strategi yang berbeda-beda, namun semuanya memiliki tujuan yang sama
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah yang bersangkutan.
Adapun masalah mendasar yang sering terjadi adalah gagalnya konsep-konsep
tersebut menciptakan pembangunan secara merata. Pembangunan telah
menjadikan sebagian masyarakat menikmati keuntungan dengan tingkat
kesejahteraan yang tinggi, sebaliknya sebagian masyarakat tidak beranjak dari
beban kemiskinan. Secara geografis, beberapa wilayah telah menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi yang maju secara dramatis, sementara beberapa wilayah
lain masih jauh dari kemampuannya untuk berkembang (Alkadri 2001).
Dalam suatu negara yang sangat luas dan kondisi sosial ekonomi serta
geografis wilayah yang sangat beragam seperti Indonesia, pengembangan wilayah
(regional development) sangat penting dalam mendampingi pembangunan
nasional. Tujuan pengembangan wilayah sangat bergantung pada permasalahan
serta karakteristik spesifik wilayah yang terkait, namun pada dasarnya ditujukan
pada pendayagunaan potensi serta manajemen sumber daya melalui pembangunan
perkotaan, pedesaan dan prasarana untuk peningkatan kondisi sosial dan ekonomi
wilayah tersebut. Pada tingkat nasional pengembangan wilayah juga ditujukan
untuk memperkuat integrasi ekonomi nasional melalui keterkaitan (linkages) serta
mengurangi kesenjangan antarwilayah (Rustiadi et al. 2009).
Menurut Anwar (2005), kegiatan pembangunan seringkali bersifat
eksploitasi dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang
memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor keluar. Efek
penggandaan yang ditimbulkan kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional
sehingga penduduk setempat seolah-olah menjadi penonton. Ada beberapa hal
yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah, antara lain:

12
1. Sifat Komoditas. Komoditas yang bersifat eksploitasi (sumberdaya alam)
mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila
dalam sistem produksinya membutukan persyaratan-persyaratan tertentu, baik
kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar,
maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi suatu
komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain
sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lainnya.
2. Sifat Kelembagaan. Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah
menyangkut kepemilikan (owners) karena berkaitan dengan tingkat kebocoran
wilayah yang terjadi. Faktor pemilihan lahan juga berpengaruh terhadap
persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata.
Namun, sering terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya
warga negara Indonesia atau warga negara asing dalam mengambil keputusan
atau kebijakan akan berbeda jika dibandingkan dengan pemilik yang berasal
dari daerah setempat.

Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Sektoral
Pengembangan sektor memiliki relevansi yang kuat dengan pengembangan
wilayah. Wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor unggulan
pada wilayah tersebut yang akan mendorong pengembangan sektor lainnya.
Selanjutnya, sektor tersebut akan berkembang dan mendorong sektor lain yang
terkait sehingga membentuk sistem keterkaitan antarsektor. Pendekatan sektoral
merupakan pendekatan di mana seluruh kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah
perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor dan selanjutnya setiap sektor
dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan
apa yang dapat ditingkatkan dan di man