Pengaruh Pemberian Mulsa Organik Dalam Menurunkan Kecepatan Pertumbuhan Anakan Terpangkas Di Rumpun Sagu (Metroxylon sago Rottb.)

1

PENGARUH PEMBERIAN MULSA ORGANIK DALAM
MENURUNKAN KECEPATAN PERTUMBUHAN ANAKAN
TERPANGKAS DI RUMPUN SAGU (Metroxylon sago Rottb.)

RACHMAT SUMITRO
A24080137

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii2

RINGKASAN

RACHMAT SUMITRO. Pengaruh Pemberian Mulsa Organik Dalam Menurunkan Kecepatan Pertumbuhan Anakan Terpangkas Di Rumpun Sagu
(Metroxylon sago Rottb.) (Dibimbing oleh Dr. Ir. Eko Sulistyono, Msi dan
Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr)

Percobaandilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa organik pada anakan terpangkas di rumpun sagu dengan pemeliharaan sistem pruning. percobaantersebut dilakukan di PT. National Sago Prima pada bulan Februari – Juni 2012.
Percobaantersebut menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
satu faktor yaitu ketebalan mulsa organik. Terdapat tiga taraf ketebalan mulsa organik yang digunakan yaitu 0, 30, dan 60 cm, dengan enam ulangan setiap perlakuan, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 5
rumpun yang digunakan sebagai sampel, sehingga total rumpun sagu yang digunakan untuk sampel sebanyak 90 rumpun. Masing-masing satuan percobaan diamati semuanya sehingga terdapat 90 rumpun sebagai satuan amatan. Rumpun
yang digunakan adalah rumpun yang terdapat pada blok L26, Divisi 2 yang ditanam pada tahun 1996. Semua rumpun sampel dilakukan pemangkasan anakan dengan hanya menyisakan 5-10 anakan. Rumpun yang sudah dipangkas selanjutnya
ditutupi dengan mulsa organik dengan ketebalan 0 cm, 30 cm, dan 60 cm.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian mulsa organik berpengaruh terhadap peubah pengamatan jumlah anakan terpangkas pada 2, 4 MSA,
jumlah daun anakan terpangkas pada 2, 4, 6 MSA. Perlakuan P2 menurunkan laju
pertumbuhan anakan terpangkas paling baik dengan jumlah anakan terpangkas terendah pada setiap minggunya. Pemberian mulsa organik menurunkan laju penambahan daun anakan terpangkas. Hasil pengamatan jumlah daun anakan terpelihara, jumlah daun anakan terpelihara, jumlah anak daun terpelihara, panjang
anak daun terpelihara, lebar anak daun terpelihara, tinggi anakan terpangkas, bobot biomassa anakan.

i

PENGARUH PEMBERIAN MULSA ORGANIK DALAM
MENURUNKAN KECEPATAN PERTUMBUHAN ANAKAN
TERPANGKAS DI RUMPUN SAGU (Metroxylon sago Rottb.)

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor


RACHMAT SUMITRO
A24080137

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

i

JUDUL : PENGARUH PEMBERIAN MULSA ORGANIK DALAM MENURUNKAN KECEPATAN PERTUMBUHAN
ANAKAN TERPANGKAS DI RUMPUN SAGU (Metroxylon sago Rottb.)
NAMA : RACHMAT SUMITRO
NIM

:A24080137

Menyetujui,


Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Eko Sulistyono, Msi

Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr.

NIP. 19620225 198703 1 001

NIP. 19480108 197403 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:


i

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 05 November 1990 di Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan. Pernulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara
dari pasangan Martoyo dan Sukamsih.
Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1996 pada umur enam
tahun di TK Nusa Indah Lubuklinggau dan melanjutkan pendidikan sekolah dasar
di SDN 23 Lubuklinggau. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di
Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
selama tiga tahun, kemudian pada tahun 2005 dilanjutkan ke Madrasah Aliyah Ali
Maksum Pondok Pesantren krapyak Yogyakarta.
Setelah lulus Madrasah Aliyah pada tahun 2008, penulis berkesempatan
menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh Kementrian Agama
Republik Indonesia melalui Progran Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dengan
jangka waktu 2008-2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada kegiatan
mahasiswa di UKM Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara, UKM
Keilmiahan (FORCES), Organisasi ekstra kampus yaitu CSS MORA IPB dan di
berbagai kegiatan kepanitiaan. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan lomba

baik tingkat nasional maupun internasional bersama tim PSM IPB Agria Swara,
tim pekan kreativitas mahasiswa (PKM), dan sebagai individu.

ii

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kasih sayang serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir di Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, atas jasa besarnya mengantarkan umat manusia ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang tersebut.
Karya tulis berjudul Pengaruh Pemberian Mulsa Organik Dalam Menurunkan Kecepatan Pertumbuhan Anakan Terpangkas Di Rumpun Sagu (Metroxylon
sago rottb.) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Terimakasih penulis sampaikan kepadaDr. Ir. Eko Sulistiono, Msi yang
telah bersedia membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut,Prof.
Dr. Ir. H. M. H Bintoro, M. Agr yang telah menerima penulis sebagai anak bimbingnya untuk meneliti tanaman sagu,Dr. Ir. Supijatno selaku pembimbing akademik saya yang telah membimbing dengan sepenuh hati dan telah memberikan
arahan yang jelas tentang perkuliahan di IPB.
Terimakasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua dan kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan semangat, nasihat,
dan dukungan moril maupun materiil. Kepada Departemen Agama Republik
Indonesia yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di

IPB melalui program PBSB, serta bantuan dana yang sangat membantu sekali
penulis dalam menyelesaikan studi, PT. Nasional Sago Prima yang telah memberikan banyak bantuan dan azin dalam percobaan yang penulis lakukan,
Segenap tim RND (Pak Fahmi, Pak Fajar, Pak Gia, Pak Warno, Pak
Andri) PT. Nasional Sago Prima yang telah memberikan bimbingan langsung di
lapang baik secara langsung maupun tidak,Teman-teman buruh harian PT. Nasional Sago Prima Pak Tiar, Dedi, Jhoni, Pak Elo, Pak Masih. Tanpa bantuan temanteman semua percobaantersebut tidak dapat berjalan lancar di lapang. Terima kasih untuk kalian semua.

iii

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap dewan guru dan
ustadz di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang telah membekali banyak
sekali ilmu yang berguna pada penulis, Sahabat-sahabatku di pernelitian sagu
(Fendri, Iqbal, Hesti, Ika, dan Alma), Teman-temanku di PSM IPB Agria Swara,
semangat kebersamaan kita berlanjut hinngga penelitian tersebut dan seterusnya,
keluarga besar CSS MORA Patriot 45 yang tidak henti-hentinya memberi
semangat, Dan seluruh keluarga besar Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Akhirnya semoga skripsi tersebut dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus2012

Penulis


ii
viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN . .........................................................................
PENDAHULUAN ..................................................................................
Latar Belakang ............................................................................
Tujuan..........................................................................................
Hipotesis ......................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
Botani tanaman sagu ...................................................................
Ekologi dan penyebaran sagu ......................................................
Teknik budidaya sagu ..................................................................
Mulsa organik ..............................................................................
BAHAN DAN METODE .......................................................................
Waktu dan Tempat .....................................................................

Alat dan Bahan ............................................................................
Metode percobaan .......................................................................
Pelaksanaan percobaan ................................................................
Penentuan tanaman percobaan................................................
Pruning ...................................................................................
Pengumpulan mulsa organik ..................................................
Pemberian mulsa pada anakan sagu .......................................
Pengamatan .............................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
Keadaan umum ............................................................................
Hasil ............................................................................................
Jumlah anakan terpangkas yang tumbuh ………. ..................
Jumlah daun anakan terpangkas ………. ...............................
Tinggi anakan terpangkas ………. .........................................
Biomassa anakan terpangkas ………. ....................................
Jumlah daun anakan terpelihara ………. ...............................
Jumlah anak daun anakan terpelihara ....................................
Lebar anak daun anakan terpelihara ......................................
Panjang anak daun anakan terpelihara ..................................
Pembahasan ………. ...................................................................

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
Kesimpulan..................................................................................
Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................

viii
ix
x
1
1
3
3
4
4
5
5
7
8
8

8
8
9
9
9
10
10
11
12
12
13
14
15
16
17
17
18
19
20
20

25
25
25
26
28

iii
ix

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Halaman

Pengaruh mulsa organik terhadap jumlah anakan yang
Tumbuh………………………………………………………..
Pengaruh mulsa organik terhadap jumlah daun anakan ...........
Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap tinggi anakan
terpangkas .................................................................................
Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap biomassa
anakan terpangkas…………………………………………….
Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah daun
anakan terpelihara .....................................................................
Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah anak
daun anakan terpelihara ............................................................
Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap lebar anak
daun anakan terpelihara ............................................................
Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap panjang anak
daun anakan terpelihara ............................................................

14
16
16
17
18
18
19
20

xii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. (a) Kegiatan pruning (pemangkasan) anakan,
(b) anakan terpangkas ................................................................

10

2. (a) dan (b) Pengumpulan mulsa organik ....................................

10

3. Pemberianmulsa pada anakan terpangkas ..................................

10

4. (a) dan (b) pengamatan di lapang ...............................................

11

5. Lay Out dilapang……………………………………………….

11

6. (a) Rynchophorus ferregineus Oliver,
(b) batang yang terserang Rynchophorus ferregineus Oliver ...........

12

7. Darna catenatus .........................................................................

12

8. Rumpun yang belum dipangkas .................................................

13

9. Rumpun yang sudah dipangkas ..................................................

13

10. Kegiatan pemberian mulsa organik ............................................

13

11. Rumpun yang sudah tertutup mulsa ...........................................

13

12. Respon jumlah anakan terhadap pemberian mulsa organik .......

14

13. Daun tombak anakan terpangkas yang berhasil menembus
mulsa organik .............................................................................
14. Respon jumlah daun anakan terhadap pemberian mulsa organik

15
15

15. Respon tinggi anakan terpangkas terhadap pemberian mulsa
organik....... .......................................................................................

16

16. Respon biomassa anakan terpangkas terhadap pemberian
mulsa organik ....................................................................................

17

17. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah daun
anakan terpelihara ......................................................................

18

18. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah
anak daun anakan terpelihara .....................................................

19

19. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap lebar
anak daun anakan terpelihara .....................................................

19

20. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap panjang
anak daun anakan terpelihara .....................................................

20

iii
xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Tabel 1. Ketebalan mulsa......................................................

2.

Tabel 2. Curah hujan di PT. National Sago Prima,
Selat Panjang, Riau pada tahun 2011.....................................

3.

29

Gambar 1. Grafik curah hujan di PT. National Sago Prima,
Selat Panjang, Riau pada tahun 201……………...................

4.

29

30

Gambar 2. Water level pada Divisi II di PT. National Sago
Prima, Selat Panjang, Riau pada tahun 2011.........................

30

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan pangan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari tanaman penghasil karbohidrat. Tanaman penghasil karbohidrat bermacam-macam jenisnya dan
karbohidrat yang dihasilkan beragam bentuknya, antara lain berupa biji-bijian (jagung, gandum, padi, dan sorgum), umbi (ubi jalar, singkong, garut, dan talas), dan
batang (sagu dan aren). Karbohidrat yang bermacam jenis dan sumbernya memungkinkan untuk saling mensubstitusi antara tanaman satu dengan tanaman lainnya dalam pemenuhan kebutuhan karbohidrat.
Sagu merupakan makanan pokok sebagian penduduk Indonesia Timur
khususnya Maluku, daratan rendah Papua, sebagian penduduk Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, Mentawai, Kepulauan Riau, dan penduduk pulau-pulau kecil
(Bintoro 2008). Selain sebagai bahan pangan sumber karbohidrat, sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri (Bintoro et al, 2010). Sagu dapat di gunakan sebagai bahan campuran tepung jagung yang mengandung 25, 50, atau 75
persendalam usaha diet tubuh (Abayon dan Abayon, 2008).Sagu juga dapat
dijadikan plastik yang dapat di daur ulang (Igura et al, 2008). Melihat pe-luang
tersebut, pengembangan yang lebih luas tentang tanaman tersebut masih sa-ngat
diperlukan.
Bagian yang dimanfaatkan sebagai sumber pati pada tanaman sagu adalah
batangnya. Batang tanaman sagu dapat mengandung pati sebesar 200-400 kg.
Selain itu tanaman sagu mengandung protein dan lemak yaitu sebesar 0.18-0.22%
dan 0.001-0.20 %. Tanaman sagu mempunyai anakan yang sangat banyak. Apabila tidak dijarangkan, maka anakan tersebut akan berkompetisi satu sama lain,
sehingga pertumbuhan tanaman sagu akan melambat dan pada akhirnya akan
memengaruhi kandungan pati yang diproduksi (Bintoro 2008).
Pertambahan jumlah anakan sagu erat kaitannya dengan laju pertumbuhan
anakan setelah sagu ditanam. Sebagian besar anakan sagu tumbuh berdempetan
dengan pohon induknya dengan perkembangbiakan vegetatif secara runner.
Runner tersebut menjadi sumber makanan bagi anakan (Schuiling dan Flach,
1985). Kontrol pertumbuhan anakan sagu adalah suatu kegiatan pembuangan dan

2

atau pemotongan anakan sagu disekeliling pohon induk (rumpun), sehingga tidak
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman induk dan anakan terpelihara. Terdapat dua macam kegiatan kontrol pertumbuhananakan sagu, yaitu thinning out(pencabutan atau pembuangan anakan sagu) dan pruning(pemangkasan
anakan sagu). Kontrol pertumbuhan anakan sagu yang digunakan pada percobaan
tersebut adalah pruning, yaitu pemangkasan anakan sagu.
Beberapa alasan yang melandasi kegiatan pruning antara lain untuk menjaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman, memelihara ukuran tanaman, membentuk tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tujuan diadakannya pruning di P.T. National
Sago Prima adalah untuk meminimalisasi kompetisi antara pohon induk dengan
anakan dalam mendapatkan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh
(Bintoro 2008).
Kegiatan pruning tidak dapat menghambat laju pertumbuhan anakan sagu
secara permanen karena cadangan makanan masih disuplai oleh tanaman induk
(Schuiling dan Flach, 1985).Pengaturan pertumbuhan anakan melalui penjarangan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Andany 2009). Anakan sagu
akan terus tumbuh subur setelah dilakukan pemangkasan, sehingga perlu adanya
perlakuan tertentu untuk menurunkan laju pertumbuhan anakan sagu setelah
dilakukan pemangkasan sistem pruning.Dominasi apikal pada anakan mampu
mempertahankan pertumbuhan anakan.
Mulsa adalah teknologi yang digunkan untuk menutupi permukaan tanah.
Kegunaan mulsa sangat baik untuk perbaikanlingkungan, misalnya untuk konservasi tanah, meningkatkan ekologi tanah, sebagai pupuk danmeningkatkan hasil
pertanian serta menyediakan berbagi macam kegunaan bagi lingkungan. Mulsa organik merupakan mulsa yang berasal dari bahan organik, seperti sisa-sisa pertanian, serasah, dan tumbuh-tumbuhan.Mulsa organik dapat didefinisikan sebagai
teknologi ketika 30% dari permukaan tanah ditutupi oleh bahan organik
(Erenstein 2002). Mulsa organik secara luas dapat meingkatkan penyimpanan
kelembaban, menekan pertumbuhan gulma atau tanaman yang tidak diinginkan,
serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam areal pertanaman(Cregg et
al, 2009). Pemberian dapat menekan pertumbuhan gulma (Ruijter,2004).

3

Berdasarkan fungsi mulsa yang dapat menekan pertumbuhan gulma, diharapkan
mulsa tersebut dapat menekan pertumbuhan anakan terpangkas sagu.
Tujuan
Percobaantersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa organik pada anakan terpangkas di rumpun sagu untuk mengurangi kecepatan
pertumbuhan anakan tersebut.

Hipotesis
Pemberian mulsa organik mengurangi kecepatan pertumbuhan anakan
terpangkaspada tanaman sagu.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Sagu
Sagu (Metroxylon spp.) termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae. Terdapat lima marga palma yang kandungan patinya banyak dimanfaatkan,
yaitu Metroxylon spp, Arengan sp, Coripha sp, Euqeissona sp, dan Cariota sp.
(Ruddle et al,1978 dalam Bintoro et al,2010)
Tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) atau sering juga disebut palma rawa termasuk dalam famili palmae dan termasuk juga dalam subfamili Lepidocoryoideae. Sagu merupakan tanaman hidrofilik, hapaxanthic (berbunga satu kali),
dan soboliferous (mempunyai anakan). Pati sagu didapatkan dari tanaman yang
sudah dewasa (Burkill 1935 dalam Hassan, 2002).
Batang sagu terdiri atas lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat pati. Tebal kulit luar yang keras
sekitar 3–5 cm dan bagian tersebut didaerah Maluku sering digunakan sebagai bahan bangunan. Pohon sagu yang masih muda mempunyai kulit yang lebih tipis dibandingkan sagu dewasa (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Lapisan kulit yang paling luar berupa lapisan sisa-sisa pelepah daun sagu
yang terlepas, sehingga yang terlihat hanya lapisan kulit tipis pembungkus kulit
dalam yang keras. Pada tanaman yang masih muda, kulit dalam tersebut tipis dan
tidak begitu keras. Serat dan empulur pada sagu yang masih muda banyak mengandung air, sedangkan pada sagu dewasa sampai panen empulur dan serat sudah mulai kering dan keras (Bintoro et al, 2010).
Produksi pati dalam sagu dipengaruhi oleh umur dan jangka waktu pembentukan daun (Flach 1977) dalam (Oates dan Hicks, 2002). Daun pada sagu terbentuk satu daun tiap bulan saat masa perkembangan awal. Ketika telah masuk ke
masa akumulasi pati dalam batang, pembentukan daun hanya terjadi satu kali per
bulan. Akumulasi pati maksimum terjadi pada saatsebelum inisiasi pembungaan
(Oates dan Hicks, 2002).
Tanaman sagu akan berbunga setelah mencapai usia dewasa antara 10-15
tahun tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya. Munculnya bunga pada tana-

5

man sagu dewasa menandakan bahwa sagu-sagu tersebut sudah mendekati akhir
pertumbuhannya(Haryanto dan Pangloli, 1992).
Ekologi dan Penyebaran Sagu
Tanaman sagu menyukai daerah rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan tanah lembab. Tanaman sagu biasa hidup di hutan dataran rendah sampai dengan
ketinggian 700 m diatas permukaan laut (dpl). Ketinggian tempat terbaik tanaman
sagu adalah 400 m dpl. Jika sagu tumbuh diwilayah yang sesuai untuk pertumbuhannya, maka tanaman sagu dapat membentuk kebun atau hutan yang luas. Sagu dapat tumbuh baik di daerah antara 100 LS-150 LU dan 900-1800 BT (Shuiling
dan Flach 1985). Lingkungan terbaik untuk pertumbuhan sagu adalah di daerah
yang berlumpur, akar napas tidak terendam, kaya mineral, kaya bahan organik, air
tanah berwarna coklat dan bereaksi agak masam (Bintoroet al, 2010).
Sagu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk fluvaquent (tanah
aluvial) yang merupakan jenis tanah di areal kerja P.T. National Sago Prima
(Bintoro et al, 2010). Pada lahan gambut, sagu dapat mengalami gejala kahat hara
sehingga jumlah daun lebih sedikit dan umur panen yang lebih lama.
Suhu terendah bagi pertumbuhan sagu adalah 150 C. Pertumbuhan terbaik
terjadi pada suhu udara 250 C dengan kelembaban nisbi 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/ cm2/ hari (Shuiling dan Flach 1985). tanaman sagu dapat tumbuh pada suatu kawasan yang yang tanaman pangan
lain tidak dapat tumbuh seperti padi, umbi, jagung. Umbi-umbian dan jagung akan
membusuk jika terendam ≥1 m, sebaliknya pati yang masih terdapat di batang
sagu tidak akan rusak bila terendam ≥1 m selama beberapa hari (Bintoroet al,
2010).
Teknik Budidaya Tanaman Sagu
Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu harus didukung oleh teknik budidaya yang dilakukan secara intensif (perkebunan). Tindakan
tersebut antara lain pengadaan bahan tanam, persiapan lahan dan pengaturan lahan, teknik penanaman, dan pemanenan tanaman sagu serta panen dan penanganan pasca panen (Dewi, 2009).

6

Bibit yang digunakan dalam usaha pembiakan atau perbanyakan sagu dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang berasal dari tunas atau anakan sagu
(vegetatif). Keberhasilan perbanyakan secara generatif belum optimal, terutama
dalam perkecambahan biji (Fach dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Bibit sagu
yang digunakan untuk pembiakan secara vegetatif berasal dari tunas atau anakan
sagu dari induk yang mempunyai produksi pati yang tinggi.
Pemeliharaan tanaman sagu di perkebunan P.T. National Sago Prima dilakukan dengan membersihkan gulma, penjarangan anakan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta penyulaman dan penanggulangan kebakaran (Irawan 2004). Keberadaan gulma diperkebunan sagu sangat merugikan karena akan berkompetisi dengan tanaman sagu dalam hal mendapatkan cahaya (Jong
dalam Dewi 2009).
Bila tanaman sagu yang ditanam hidup dengan subur, maka tanaman tersebut akan membentuk anakan baik dari pangkal batang maupun stolonnya. Tanpa
penjarangan anakan, pertumbuhan tanaman sagu akan lambat dan kadar patinya
rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kompetisi yang terjadi antar tunas dan tanaman induk. Agar sagu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka dalam
satu rumpun maksimal terdapat 10 tanaman dengan berbagai tingkat umur. Dengan demikian dalam 1-2 tahun akan panen 1 pohon sagu (Bintoro 2008).
Kontrol pertumbuhanperlu dilakukan terhadap tanaman sagu yang telah
mempunyai anakan. Tanaman sagu yang telah berumur 1.0-1.5 tahun tumbuh subur apabila perawatannya baik. Beberapa alasan yang melandasi kegiatan pruning
antara lain untuk menjaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman, memelihara ukuran tanaman, membentuk tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tujuan diadakannya pruning di P.T. National Sago Prima adalah untuk meminimalisasikan kompetisi antara pohon induk dengan anakan dalam mendapatkan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh (Bintoro 2008).
Pelaksanaan pruningdilakukan segera setelah gulma dikendalikan. Sebelum pelaksanaan pruning tanaman sagu ditandai dengan menggunakan cat warna
kuning atau putih untuk membedakan anakan yang diambil untuk bibit dan anakan yang ditinggalkan untuk menjadi anakan. Penandaan tersebut disebut dengan

7

sensus anakan yang dilaksanakan oleh mandor lapang. Pelaksanaan pruningdilapang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pengambilan anakan yang akan
dijadikan untuk bibit (abut) (Dewi 2009)
Mulsa Organik
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari
terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta
menghambat pertumbuhan gulma. Mulsa organik dapat didefinisikan sebagai teknologi ketika 30% dari permukaan tanah ditutupi oleh bahan organik (Erenstein
2002).Menurut Ruijter(2004) macam macam mulsa antara lain:
1.

Mulsa sisa tanaman
Mulsa sisa tanaman terdiri atas bahan organik sisa tanaman (jerami padi, dan
batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan-bahan tersebut disebarkan secara merata diatas permukaan tanah
setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.Mulsa tanaman
dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air ta-nah, mulsa juga
menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar
tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapat
menarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi
dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing.

2.

Mulsa lembaran plastik
Mulsa plastik sering digunakan untuk jenis tanaman yang bernilai ekonomis
tinggi dan umur pertanaman yang hanya semusim. Fungsi pemberian mulsa
tersebut adalah untuk mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan hama penyakit. Lembaran plastik dibentangkan diatas permukaan tanah.

3. Mulsa batu
Mulsa batu biasa digunakan di daerah pegunungan. Mulsa batu digunakan untuk pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun rapat
hingga tidak terlihat lagi. Pemberian mulsa tersebut berfungsi memudahkan
peresapan air hujan, mengurangi penguapan air dari permukaan tanah, melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, dan menekan gulma.

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Percobaantersebut akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan
Juni 2012. Bertempat di P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah 90 rumpun sagu yang memiliki
anakan terpangkas di perkebunan sagu P.T. National Sago Prima, Selat Panjang,
Riau. Bahan-bahan lainnya adalah mulsa organik yang terdapat disekitar perkebunan yang berupa pelepah atau daun sagu yang telah gugur, persentase komposisi mulsa yang digunakan adalah 40% pelepah sagu dan 60% pakis (Nephrolepis
biserrata Schott). Alat yang digunakan adalah meteran, tali ravia, label, cat berwarna terang, golok, dan alat-alat pertanian yang biasanya digunakan.
Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan adalah pemberian mulsa
dengan perbedaan ketebalan mulsa organik, yaitu 0 cm, 30 cm, dan 60 cm. Masing-masing perlakuaan diulang sebanyak 6kali ulangan sehingga terdapat18 satuan percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdapat 5rumpun sagu, sehingga
total tanaman yang digunakan adalah 90 rumpun sagu.Jarak tanam antar rumpun 8
m × 8 m. Tanggal 9-4 April 2012 diakukan penambahan mulsa organik dan
perubahan perlakuan, yaitu mulsa yang ditambahkan berasal dari gulma berdaun
lebar di sekitar tanaman. Model rancangan percobaan sebagai berikut:
Model linier yang digunakan adalah:
Yij
Keterangan:
Yij

= Pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-J

µ

= Rataan umum

αi

= Pengaruh perlakuan ke-i (i; 1,2,3)

βj

= Pengaruh ulangan ke-j (j: 1,2,3,4,5,6)

9

฀ij

= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh perlakuan yang bersifat aditif,

data menyebar normal, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal serta
ragam galat percobaan bersifat homogen.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian mulsa organik dalam
menurunkan kecepatan pertumbuhan anakan terpangkas di rumpun sagu dengan
sistem pruning dengan anakan yang tidak diberi mulsa organik, dilakukan analisis
ragam (uji F), jika hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji
lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan (α) = 5%.
Perlakuan yang dilakukan dalam percobaantersebut yaitu:
P0: anakan tanpa ditutup dengan mulsa organik
P2: anakan yang ditutup dengan mulsa organik dengan ketebalan 30 cm
P3: anakan yang ditutup dengan mulsa organik dengan ketebalan 60 cm
PelaksanaanPercobaan
Penentuan tanaman percobaan
Tanaman yang akan digunakan dalam percobaantersebut adalah tanaman
di perkebunan P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Minggu pertama
sebelum diberikan perlakuan, diseleksi tanaman yang sesuai dengan kriteria percobaantersebut yaitu tanaman sagu yang memiliki minimallima anakan. Pemilihan berdasarkan keadaan lingkungan dan jumlah anakan dalam rumpun masingmasing tanaman sagu. Setelah itu rumpun yang telah dipilih, diberi tanda berupa
tali ravia yang mengelilingi rumpun, diberi label, serta diberi cat berwarna terang
di sebagian sisinya.
Pruning
Pruning (pemangkasan) dilakukan setelah mendapatkan tanaman contoh.
Sebelum dilakukan pemangkasan tersebut, ditentukan terlebih dahulu anakan
yang dipelihara dan tanaman yang dipangkas. Tinggi pangkasan ± 10 cm dari permukaan tanah dan dengan tidak merusak titik tumbuh anakan. Kegiatan pruning
dapat dilihat pada Gambar 1.(a) dan hasil pruning dapat dilihat pada Gambar
1.(b).

10

(b)

(a)

Gambar 1. (a) Kegiatan pruning (pemangkasan) anakan, (b) anakan terpangkas
Pengumpulan Mulsa Organik
Mulsa organik yang digunakan adalah pelepah daun sagu kering yang ada
disekitar rumpun tanaman sagu dan gulma berdaun lebar (Nephrolepis biserrata
Schott)disekitar tanaman Gam-bar 2. (a) dan (b).

(a)

(b)

Gambar 2. (a) dan (b) Pengumpulan mulsa organik
Pemberian Mulsa pada Anakan Sagu
Pemberian mulsa organik dilakukan setelah mulsa terkumpul. Pemberian
mulsa disesuaikan dengan kadar perlakuan yang ditentukan, yaitu P0 tidak diberi
mulsa organik, P1 diberikan mulsa organik setebal 30 cm, dan P1 diberikan mulsa
organik setebal 60 cm. Kegiatan pemberian mulsa organik pada anakan terpangkas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pemberian mulsa pada anakan terpangkas

11

Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap dua minggu pada semua anakan. peubah
yang diamati adalah jumlah anakan (diamati setiap dua minggu), bobot biomassa
anakan (diamati pada minggu kedelapan), jumlah anakan baru muncul (diamati
setiap dua minggu), jumlah daun anakan terpangkas (diamati setiap dua minggu),
tinggi anakan terpangkas (diamati setiap dua minggu dan diukur dari bekas pangkasan hingga ujung daun terpanjang), total jumlah daun hidup tanaman terpelihara
(diamati setiap dua minggu), panjang anak daun anakan terpelihara (diamati setiap
dua minggu dan diamati dari pangkal anak daun hingga ujung anak daun), lebar
anak daun anakan terpelihara (diamati setiap dua minggu dan diukur di bagian
tengah anak daun). Kegiatan mengamatan ditunjukkan oleh Gambar 4 (a) dan (b)

(a)

(b)

Gambar 4. (a) dan (b) pengamatan di lapang

P0U1

P0U2

P1U2

P1U3

P2U3

P2U4

P0U5

P0U6

P1U6

P0U1

P0U2

P1U2

P1U3

P2U3

P2U4

P0U5

P0U6

P1U6

P0U1

P0U2

P1U2

P1U3

P2U3

P2U4

P0U5

P0U6

P1U6

P0U1

P0U2

P1U2

P1U3

P2U3

P2U4

P0U5

P0U6

P1U6

P0U1

P0U2

P1U2

P1U3

P2U3

P2U4

P0U5

P0U6

P1U6

P1U1

P2U1

P2U2

P0U3

P0U4

P1U4

P1U5

P2U5

P2U6

P1U1

P2U1

P2U2

P0U3

P0U4

P1U4

P1U5

P2U5

P2U6

P1U1

P2U1

P2U2

P0U3

P0U4

P1U4

P1U5

P2U5

P2U6

P1U1

P2U1

P2U2

P0U3

P0U4

P1U4

P1U5

P2U5

P2U6

P1U1

P2U1

P2U2

P0U3

P0U4

P1U4

P1U5

P2U5

P2U6

Gambar 5. Lay Out Percobaan
Keterangan:Satu kotak dalam lay out adalah satu rumpun sagu dilapang

s

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum
Kondisi tanaman sagu di perkebunan PT. National Sago Prima tumbuh dengan baik di kebun, walaupun terdapat tanaman yang terserang penyakit, hama serangga, monyet, dan babi hutan. Serangan hama kumbang Rynchophorus ferregineus Oliver menyebabkan bakal tunas mati dan tanaman yang sudah dipangkas tidak dapat tumbuh kembali. Menurut Bintoro et al(2010), apabila serangan hama
tersebut terjadi, anak daun tanaman sagu habis sampai hanya tinggal lidinya saja
bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman. Hama tersebut menggerek batang
sehingga menimbulkanlubang sampai lebih dari 1 cm. Gambar 6. (a) menunjukkan serangga Rynchophorus ferregineus Oliver yang berhasil didapat dan Gambar 6. (b) menunjukkan titik tumbuh tanaman sagu yang habis di serang oleh Rynchophorus ferregineus Oliver.

(a)

(b)

Gambar 6.Hama tanaman sagu (a) Rynchophorus ferregineus Oliver (b) batang
yang terserang Rynchophorus ferregineus Oliver

Gambar 7. Darna catenatus
Hama lain yang menyerang tanaman sagu yaitu ulat api (Darna cetanatus)
yang ditunjukkan pada Gambar 7. D. Cetanatusmemakan daun tanaman sagu dan
efek lanjutannya terjadinya serangan penyakit Pestalosiopsis palmarum, biasanya

13

daun akan habis pada musim kemarau (Bintoro, 2010). D. cetanatus apabila mengenai kulit maka kulit akan terasa seperti dibakar.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan oleh pegawai perusahaan dengan jadwal yang telah ditentukan. Pengendalian secara
kimia di kebun PT. National Sago Prima menggunakan insektisida Lentrex EC
400 dengan konsentrasi 2 cc/l air. Penyemprotan dilakukan dengan alat semprot
(knapsack sprayer)
Hasil
Pemeliharaan yang dilakukan di perkebunan sagu PT. National Sago Prima meliputi pruning (penjarangan),thinning out (pencabutan anakan) pembersihan piringan rumpun, sensus tanaman siap panen, weeding (pengendalian gulma)
dengan bahan kimia atau dengan mekanik. Rumpun sagu yang belum dilakukan
kegiatan pruning memiliki banyak anakan anakan (Gambar 8). Rumpun yang sudah dilakukan kegiatan pruning(Gambar 9) memiliki anakan terpelihara dengan
jumlah yang lebih banyak dibandingkan rumpunyang belum dipangkas.

Gambar 8. Rumpun yang belum dipangkas

Gambar 9. Rumpun yang sudah dipangkas

Kegiatan pruning Gambar 1 (a) yang dilanjutkan dengan kegiatan pemberian mulsa organik Gambar 9 membutuhkan waktu ±6 menit setiap rumpun dengan tenaga kerja dua orang pekerja. Gambar 10 menunjukkan rumpun yang sudah dilakukan kegiatan pruning dan telah diberikan aplikasi mulsa organik.

Gambar 10. Kegiatan pemberian mulsa Gambar 11. Rumpun yang sudah tertutup mulsa

14

Jumlah anakan terpangkas yang tumbuh
Jumlah anakan terpangkas yang tumbuh menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Data pada Tabel 1,Jumlah anakan lebih sedikit didapat pada P2 atau
yang diberikan mulsa setebal 60 cm, setelah itu P1 yang diberikan mulsa setebal
30 cm, dan pada P0 atau tidak diberikan mulsa jumlah anakan mengalami pertambahan yang cepat terutama pada minggu ke-2 dan ke-4. Urutan jumlah anakan
yang tumbuh tersebut tidak berubah hingga minggu ke-8 setelah aplikasi, perbedaannya terlihat jelas pada Gambar 12. Anakan yang tumbuh disebabkan oleh kemampuan daun tombak dalam menembus lapisan mulsa, Gambar 13 menunjukkan daun tombak yang berhasil menembus lapisan mulsa organik yang diberikan
diatasnya.
Tabel 1. Pengaruh mulsa organik terhadap jumlah anakan yang tumbuh
Perlakuan

MSA ke4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................satuan..............................
0 cm
46.33a
54.50a
64.23
70.17
30 cm
20.70b
31.27b
45.70
60.13
60 cm
12.20c
25.57b
44.80
52.30
Uji F
**
**
tn
tn
KK
21.02
23.13
26.74
20.05
Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat
berbeda nyata pada taraf 5 %
KK: Koefisien Keragaman
2

80
70

Satuan

60
50
P1

40

P2

30

P3

20
10
0
2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 12. Respon jumlah anakan terhadap pemberian mulsa organik

15

Gambar 13. Daun tombak anakan terpangkas yang berhasil menembus mulsa organik
Jumlah daun anakan terpangkas
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun anakan berpengaruh sangat nyata. Data pada minggu kedua, minggu keempat, dan minggu keenam setelah aplikasi manunjukkan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pada minggu kedelapan
jumlah daun antara pertakuan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata. Jumlah daun
anakan terbanyak dimiliki oleh rumpun yang tidak diberikan mulsa organik, sedangkan rumpun yang memiliki jumlah daun anakan terpangkas paling sedikit terlihat pada rumpun yang diberi mulsa organik setebal 60 cm.Daun yang diamati
yaitu daun yang telah mekar sempurna. Gambar 14 menunjukkan jumlah daun
anakan terpangkas paling banyak terdapat pada pada P0, sedangkan jumlah daun
anakan terpangkaspaling sedikit terdapat pada P2. Jumlah daun anakan terpang-

Satuan

kas semakin bertambah setiap minggunya.
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

P1
P2
P3

2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 14. Respon jumlah daun anakan terhadap pemberian mulsa organik

16

Tabel 2. Pengaruh mulsa organik terhadap jumlah daun anakan terpangkas
Perlakuan

MSA ke4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................satuan..............................
0 cm (P0)
0.51a
0.78a
0.89a
1.17
30 cm (P1)
0.31b
0.64b
0.73b
1.10
60 cm (P2)
0.25b
0.56b
0.72b
1.06
Uji F
**
**
**
tn
KK
30.90
14.08
6.14
8.65
Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat
berbeda nyata pada taraf 5 %
KK: Koefisien Keragaman
2

Tinggi anakan terpangkas
Anakan terpangkas pada Tabel 3 menunjukkan pengaruh yang tidak nyata
pada minggu kedua hingga minggu keenam, sedangkan pada minggu kedelapan
menunjukkan pengaruh yang nyata. Dalam Gambar 15 terlihat jelas bahwa rumpun pada perlakuan mulsa organik 30 cm, 60 cm, dan 0 memiliki perbedaan ratarata tinggi anakan terpangkasyang nyata, sedangkan pada perlakuan mulsa organik 30 cm dan 60 cm tidak berbeda nyata.
Tabel 3. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap tinggi anakan terpangkas
Perlakuan

MSA ke4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................cm..............................
0 cm (P0)
32.23
47.36
60.04
67.98b
30 cm (P1)
28.40
46.16
59.85
77.89a
60 cm (P2)
27.93
41.95
52.95
76.78a
Uji F
tn
tn
tn
*
KK
12.75
10.54
8.90
7.38
Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat
berbeda nyata pada taraf 5 %
KK: Koefisien Keragaman
2

100

cm

80
P0

60

P1

40

P2

20
0
2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 15. Respon tinggi anakan terpangkas terhadap pemberian mulsa organik

17

Biomassa anakan terpangkas
Tabel 4 menunjukkan data biomassa anakan terpangkasyang diamati pada
minggu kedelapan. Data yang dudah dianalisis menunjukkan biomassa terpangkas
anakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara P1, P2 dan P3. Gambar
16 menunjukkan rata-rata biomassa anakan terpangkas tidak berbeda nyata antara
P1, P2, dan P3
Tabel 4. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap biomassa anakan terpangkas
Perlakuan

MSA ke8
Ketebalam mulsa
................gram...............
0 cm (P0)
412.67
30 cm (P1)
476.00
60 cm (P2)
445.00
Uji F
tn
KK
18.47
Keterangan:
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT taraf 5%
KK: Koefisien Keragaman

480
gram

460
440

P0

420

P1

400

P2

380
8
Minggu setelah aplikasi

Gambar 16. Respon biomassa anakan terpangkas terhadap pemberian mulsa organik

Jumlah daun anakan terpelihara
Tabel 5 menunjukkan rata-rata jumlah daun anakan terpelihara berbeda
nyata antar perlakuan pada minggu ke-0 dan minggu ke-2, sedangkan pada minggu ke-4 hingga minggu ke-8 jumlah daun anakan terpelihara tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata antar perlakuan. Gambar 17 menunjukkan bahwa perlakuan P0 (tidak diberi mulsa) memiliki jumlah daun anakan terpelihara lebih banyak, sedangkan pada perlakuan P2 memiliki jumlah daun anakan terpelihara
paling sedikit. Pada minggu kedelapan perbedaan antara P1, P2, dan P3
semakinmenyempitpada (Gambar 17).

18

Tabel 5. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah daun anakan terpelihara
Perlakuan

MSA ke2
4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................Satuan..............................
0 cm (P0)
4.56a
4.96a
4.98
5.13
5.36
30 cm (P1)
4.27b
4.53b
4.68
4.85
5.19
60 cm (P2)
4.06b
4.36b
4.63
4.73
5.17
Uji F
*
**
tn
tn
tn
KK
5.82
4.61
6.51
6.95
4.86
Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat
berbeda nyata pada taraf 5 %
KK: Koefisien Keragaman

Satuan

0

6
5,8
5,6
5,4
5,2
5
4,8
4,6
4,4
4,2
4

P0
P1
P2
0

2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 17. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah daun anakan terpelihara
Jumlah anak daun anakan terpelihara
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah anak daun anakan terpelihara tidak
berbeda nyata. Pemberian mulsa organik tidak meningkatkan jumlah anak daun
anakan terpelihara. Jumlah anak daun anakan terpelihara rata-rata cenderung lebih
banyak pada P1 dari minggu pertama hingga minggu kedelapan. Gambar 18menunjukkan grafik yang menyempit pada minggu keempat dan kedelapan.
Tabel 6. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah anak daun anakan
terpelihara
Perlakuan

MSA ke2
4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................Satuan..............................
0 cm (P0)
66.78
69.47
68.49
69.60
68.93
30 cm (P1)
61.52
61.81
61.61
63.53
63.15
60 cm (P2)
59.14
61.33
61.39
61.99
62.39
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
KK
11.10
10.50
12.39
11.83
11.90
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
KK: Koefisien Keragaman
0

19

70

Satuan

68
66

P1

64

P2

62

P3

60
58
0

2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 18. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah anak daun anakan terpelihara
Lebar anak daun anakan terpelihara
Lebar anak daun anakan terpelihara menunjukkan respon yang tidak berbeda nyata.Bertambah dan berkurangnya lebar anak daun anakan terpelihara ditunjukkan pada Gambar 19.Data pada Tabel 7 menunjukkan pengaruh pemberian
mulsa organik tidak berbeda nyata antara P0, P1, dan P2. Lebar daun yang berkurang disebabkan oleh perbedaan umur daun yang diamati pada setiap pengamatan.
Daun yang diamati pada setiap pengamatan adalah daun yang paling muda.
Tabel 7. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap lebar anak daun anakan
terpelihara
Perlakuan

MSA ke2
4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................cm..............................
0 cm (P0)
4.26
4.29
4.45
4.31
4.31
30 cm (P1)
4.02
3,93
4.20
4.23
4.20
60 cm (P2)
3.88
4,01
4.04
3.94
4.92
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
KK
10.09
8.79
8.60
8.62
7.09
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
KK: Koefisien Keragaman
0

5

cm

4,5
P
0
P
1

4
3,5
3
0

2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 19. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap lebar anak daun anakan terpelihara

20

Panjang anak daun anakan terpelihara
Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata panjang anak daun anakan terpelihara tidak berbeda nyata. Secara umum panjang anak daun anakan terpelihara cenderung lebih tinggi pada P0, sedangkan panjang anak daun anakan terpelihara
cenderung lebih rendah pada P1 dan P2. Gambar 20 menunjukkan peningkatan
dan penurunan panjang anak daun sama antar perlakuan.
Tabel 8. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap panjang anak daun anakan
terpelihara
Perlakuan

MSA ke2
4
6
8
Ketebalam mulsa
..............................cm..............................
0 cm (P0)
65.59
66.21
67.77
67.63
66.83
30 cm (P1)
61.46
60.50
62.41
63.30
63.09
60 cm (P2)
60.72
59.90
61.50
61.68
61.63
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
KK
9.57
8.60
9.03
9.32
7.48
Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat
berbeda nyata pada taraf 5 %
KK: Koefisien Keragaman
0

68
66
P0
P1
P2

cm

64
62
60
58
0

2

4

6

8

Minggu setelah aplikasi

Gambar 20. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap panjang anak daun anakan terpelihara

Pembahasan
Pemeliharaan tanaman sagu merupakan salah satu kegiatan yang penting
dilakukan dalam pengusahaan tanaman sagu. Pemeliharaan tanaman sagu meliputi
pengendalian gulma, pengimasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit,
penjararangan anakan, sensus, penyulaman, dan panen (Bintoroet al, 2010). Pe-

21

meliharaan tanaman sagu yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
sagu, membersihkan lingkungan tanam sehingga sirkulasi udara lancar, kompetisi
antar tanaman dapat dikurangi.
Kontrol pertumbuhan atau penjarangan anakan adalah kegiatan pembuangan anakan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengatur letak anakan dengan tanaman induk agar persaingan dapat ditekan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal, serta mempermudah dalam pengaturan panen (Bintoro et al, 2010).
Pemberian mulsa organik pada percobaantersebut dilakukan setelah penjarangan
yang ditujukan untuk menghambat laju pertumbuhan anakan terpangkas dalam
rumpun. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan anakan terpangkas mengalami perlambatan pada rumpun yang deberikan perlakuan mulsa organik. Jumlah
anakan terpangkas yang tumbuh menunjukkan bahwa mulsa organik yang terdiri
atas 40% pelepah sagu dan 60% gulma pakis (Nephrolepis biserrata Schott) dapat
menekan pertumbuhan anakan sagu.
Penghambat pertumbuhan anakan terpangkas sagu tersebutdapat disebabkan oleh tertutupnya permukaan tanaman sehingga cahaya matahari tidak diterima
oleh tanaman, tekanan yang disebabkan oleh mulsa juga mempersulit tanaman untuk tumbuh sehingga jaringan meristem anakan terpangkas sulit untuk tumbuh.
Ujung tunas anakan yang terpangkas tertahan oleh adanya mulsa yang menutupi.
Sebagian anakan sagu terpangkas yang diberi mulsa oranik masih dapat
tumbuh dengan baik. Pertumbuhan anakan sagu tersebut dapat dilihat dari hasil
pengamatan jumlah anakan dalam masing-masing perlakuan Tabel 1. Jumlah
anakan bertambah setiap minggu. Kemampuan anakan terpangkas tersebut untuk
tetap tumbuh disebabkan oleh suplai cadangan makanan dari tanaman induk. Selain itu menurut Rostiwati et al (1998) dalam Bintoro (2010) anakan sagu dapat
tumbuh baik pada ruang yang kosong sampai mendekati kanopi pohoh. Hasil pengamatan pun menunjukkan rata-rata tanaman yang mampu tumbuh setelah diberikan mulsa organik adalah anakan yang terletak lebih dekat pada anakan terpelihara yang berukuran lebih besar.
Dalam kasus pengendalian gulama, gulma yang masih dapat tumbuh dibawah mulsa diperkirakan karena mulsa tersebut tidak cukup untuk menahan perkecambahan atau kedalaman mulsa tidak mampu untuk menahan pertumbuhannya

22

(Abouziena et al,2008 dalam Cregdan Suzuki, 2009). Mulsa yang digunakan
untuk pengendalian gulma memiliki pengaruh dalam perkecambahan benih gulma
sehingga gulma seulit untuk tumbuh, sedangkan mulsa yang diberikan dalam percobaan tersebut digunakan untuk menekan pertumbuhan anakan terpangkas. Mulsa diharapkan dapat menekan pertumbuhan anakan terpangkas dari sisi sinar yang
didapatkan anakan dan ruang tumbuh anakan terpangkas. Satu bulan sebelum percobaan tersebut dimulai, telah dilakukan pemberian mulsa dengan perbedaan jumlah lapisan pelepah. Hasil pengamatan menunjukkanmulsa dengan komposisi
jumlah lapisan pelepah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan terpangkas. Anakan terpangkas masih dapat tumbuh dengan baik. Mulsa yang terdiri atas
100% pelepah dinilai tidak efektif karena tidak mampu menutup anakan terpangkas dengan sempurna.
Jumlah daun anakan terpangkas menunjukkan pengaruh yang sangat nyata
pada minggu kedua, keempat, dan keenam. Jumlah daun yang terbanyak terdapat
pada perlakuan P0 dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Pada minggu kedelapan, pengaruh pemberian mulsa organik sudah tidak terlihat. Hal ini disebabkan oleh penurunan ketebalan mulsa organik akibat dekomposisi mulsa, sehingga
menimbulkan terbentuknya celah diantara mulsa yang memungkinkan anakan terpangkas untuk mendapatkan cahaya dan mengurangi tekanan mulsa terhadap titik
tumbuh anakan terpangkas.Koefisen keragaman (KK) pada jumlah daun anakan
terpangkas menunjukkan angka yang paling tinggi, yaitu 30 pada minggu kedua
yang artinya ketepatan percobaan ini sebesar 30%. Untuk percobaan yang berada
dilapang khususnya tanaman perkebunan, nilai KK yang cukup tinggi masih dapat
digunakan untuk menunjukkan tingkat ketepatan percobaan. Menurut Gomenz
dan Gomez (2007)