Spesifitas Dan Efektivitas Fage Litik Salmonella sp.

ABSTRACT
RIRI NOVITA SUNARTI. Specificity and effectiveness of Salmonella sp. lytic
phage. Under supervision of SRI BUDIARTI and IMAN RUSMANA
Salmonellosis is caused by Salmonella sp. The presence of Salmonella sp.
which resistant to antibiotics make it more difficult to control salmonellosis.
Therefore it should be considered an alternative way to control the disease. One
of the alternative application is using bacteriophage which is a natural pathogen of
the bacteria. The use of lytic phage as natural and non toxic agent to reduce and
control the human pathogenic bacteria has a great potential application, because
phages are part of the gastrointestinal and environmental ecosystem. The purpose
of this study was to characterize and test the effectiveness of the lytic fage to lyse
Salmonella sp. The results of study obtained four isolates of phages, named phage
FR15, FR19, FR38, and FR84. Each phage is specific to its host. Based on the
determination of plaque diameter, phage FR38 and FR84 were 2 mm in diameter,
while phage FR15 dan FR19 were 1 mm. Phage titer of FR19 was 33600 PFU
mL-1, phage FR15 was 25700 PFU mL-1, phage FR38 was 11440 PFU mL-1,and
phage FR84 was 10720 PFU mL-1. Effectiveness of phage infection to Salmonella
sp. determined by addition of phage 104 PFUmL-1 indicated that phage FR38 had
the highest lytic activity. It was able to reduce optical dencity of Salmonella p38
cells after 5 hours inoculation of the phage. However, addition 3x104 PFU mL-1
of phage indicated that phage FR84 had the highest lytic activity. It was able to

reduce significally of optical dencity Salmonella p84 cells within 1 hour. The
results of this study is expected to be applied as a biocontrol of Salmonella sp. in
water and food in order to reduce salmonellosis.
Keyword: Salmonella sp., lytic phage, salmonellosis.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakteri Salmonella merupakan anggota famili Enterobacteriaceae, gram
negatif, anaerob fakultatif, tidak berspora dan berbentuk batang. Lebih dari 2000
serotip Salmonella adalah patogen (Madigan et al. 2009). Penyakit akibat infeksi
Salmonella disebut salmonellosis (Marriot 1999). Salmonellosis merupakan salah
satu penyakit yang ditularkan melalui makanan dan air. Gejala salmonellosis
pada manusia dapat berupa sindrom gastroenteritis (Cox 2000; Chung et al.
2003).
Kasus salmonellosis telah banyak dilaporkan di negara maju maupun di
negara berkembang. Kasus salmonellosis di Amerika Serikat diderita oleh 1,4
juta orang setiap tahunnya, dan 95% kasusnya adalah ditularkan melalui makanan
(Mrema et al. 2006).

Di Indonesia salmonellosis-tifoid diperkirakan terjadi


sebanyak 60.000 hingga 1.300.000 kasus dengan sedikitnya terjadi 20.000
kematian pertahun (Suwandono et al. 2005).
Penggunaan antibiotik yang berlebihan pada kasus salmonellosis di
samping menimbulkan efek samping yang berbahaya, juga dapat beresiko
timbulnya resistensi bakteri terhadap antibiotik.

Tjaniadi et al. (2003)

menyatakan Salmonella yang diisolasi dari penderita diare di Indonesia
menunjukkan

resistensi

sulfamethoxazole,

terhadap

chloramphenicol,


antibiotik:
tetracycline,

ampisilin,
cephalothin,

trimethoprin,
ceftriazone,

norfloxacin dan ciprofloxacin. Hasil penelitian Kusumaningrum et al. (2012)
menunjukkan beberapa isolat Sallmonella yang diisolasi dari produk segar berupa
ayam potong, daging sapi, daging giling, ikan dan sayuran yang berasal dari pasar
tradisional dan supermarket di Bogor menunjukkan resistensi terhadap antibiotik
chloramphenicol, erythromycin, tetracyclin, sulfamethoxazole dan streptomycin.
Adanya bakteri Salmonella yang resisten terhadap antibiotik akan menyulitkan
pengobatan salmonellosis sehingga perlu dicari cara selain pemberian antibiotik
untuk menanggulangi masalah penyakit salmonellosis.
Evolusi bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik juga memotivasi
masyarakat ilmiah barat untuk mengevaluasi potensi terapi bakteriofage (fage)


pada kasus infeksi bakteri yang hampir tidak dapat disembuhkan dengan
kemoterapi konvensional (Alisky et al. 1998; Ho 2001; Sulakvelidze et al. 2001).
Terapi fage adalah metode memanfaatkan fage sebagai bioagen untuk pengobatan
penyakit infeksi bakteri. Terapi fage awalnya diperkenalkan 80 tahun yang lalu
oleh Felix d'Herelle, seorang penemu fage (Ho 2001). Fage dalam beberapa
tahun terakhir telah digunakan sebagai pengganti antibiotik untuk penyembuhan
infeksi bakteri (Cann 1993).
Fage adalah virus yang menginfeksi bakteri, virus ini bereplikasi dalam
sel bakteri dan melisiskan sel bakteri (Cann 1993). Fage adalah bagian dari flora
normal saluran pencernaan dan ekosistem lingkungan, sehingga fage litik dapat
digunakan sebagai metode alami dan non toksik untuk mereduksi dan mengontrol
pertumbuhan bakteri patogen pada manusia (Ackerman & Dubow 1987). Fage
dapat diisolasi dari air, limbah, dan tanah. Terapi fage telah terbukti secara medis
lebih unggul dari terapi antibiotik (Barrow & Soothill 1997; Lederberg 1996;
Pirisi 2000; Smith et al. 1987).
Aplikasi fage sebagai biokontrol pencemaran makanan diantaranya fage
spesifik Campylobacter jejuni pada daging ayam (White et al. 1997), fage spesifik
E. coli O157 pada daging sapi (Abuladze et al. 2008), fage spesifik Listeria
monocytogenes pada makanan yang berasal dari laut (Guenther et al. 2009), fage
spesifik Enterobacter sakazaki pada susu formula bayi (Kim 2007). Aplikasi fage

spesifik E. coli patogen sebagai sanitasi air (Ochman & Selender 1984).
Penelitian aplikasi fage pada Salmonella sebagai biokontrol pencemaran makanan
pernah dilakukan pada sosis ayam yaitu fage spesifik Salmonella Typhimurium
DT104 (Whichard et al. 2003).
Penelitian infektivitas fage litik pada enteropatogenik

E. coli resisten

antibiotik dari pasien penderita diare di Indonesia telah dilaporkan oleh Budiarti et
al. (2011). Penelitian efektivitas fage litik pada Salmonella penyebab
salmonellosis pada manusia belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini
penting dilakukan agar dapat diketahui keampuhan fage untuk digunakan sebagai
biokontrol pencemaran air dan makanan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi dan menguji
efektivitas fage litik dalam melisis galur Salmonella p15, p19, p38, dan p84.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai biokontrol
pencemaran air dan makanan sehingga dapat mencegah penyakit salmonellosis.


TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Salmonella
Salmonella (Enterobacteriaceae) merupakan bakteri gram negatif berbentuk
batang langsing (0.7- 1.5 x 2-5 µm), fakultatif anaerobik, uji oksidase negatif, dan
Sebagian besar strain Salmonella bersifat motil dan

uji katalase positif.

memfermentasi glukosa dengan membentuk gas dan asam (Cox

2000).

Salmonella umumnya memfermentasi dulsitol, tetapi tidak memfermentasi
laktosa,

menggunakan

sitrat


sebagai sumber karbon, menghasilkan hidrogen

sulfida, dekarboksilat lisin dan ornitin, tidak menghasilkan indol, dan negatif untuk
uji urease. Salmonella merupakan bakteri mesofilik, dengan suhu pertumbuhan
optimum antara 35 - 37°C, tetap dapat tumbuh pada range 5 - 46°C, Salmonella
sensitif pada pH rendah (lebih kecil atau sama dengan 4,5) dan tidak berbiak pada
Aw0,94 khususnya jika dikombinasikan dengan pH 5,5 atau kurang. Salmonella
dapat bertahan pada pembekuan dan bentuk kering dalam waktu yang lama.
Salmonella mampu berbiak pada berbagai makanan tanpa mempengaruhi
tampilan kualitasnya (Ray 2001).
Salmonella secara alami hidup di saluran gastrointestinal hewan baik
yang terdomestikasi maupun liar. Salmonella pada hewan dapat menyebabkan
salmonellosis, pada kasus hewan bertindak sebagai pembawa penyakit. Manusia
dapat

bertindak

sebagai


pembawa

penyakit

setelah

terinfeksi

dan

menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama. Selain itu
Salmonella dapat juga diisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi
feces (Ray 2001).
Salmonella sp. menyebabkan jutaan kasus penyakit salmonellosis pada
manusia dan hewan, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan di
seluruh dunia (Nogrady et al. 2008). Kemampuan suatu bakteri patogen untuk
menyebabkan infeksi dipengaruhi oleh faktor virulensi yang dimilikinya (Inglis
1996). Faktor virulensi yang terlibat dalam patogenisitas Salmonella meliputi
lipopolisakarida (LPS) dan pili (Cogan & Humphrey 2003), endotoksin yang
tersusun dari lipopolisakarida (LPS) yang menyebabkan timbulnya gejala

demam pada penderita salmonellosis dan enterotoksin (Ray 2001). Salmonella

memiliki gen yang mengkode lebih dari 12 tipe pili (fimbriae) yang berbeda,
termasuk SEF 14, 17, 18 dan 21, long polar fimbriae (lpf) dan plasmid-encoded
fimbriae (pef) (Edwards et al. 2002; Townsend et al. 2001).
Salmonella di dalam tubuh inang akan menginvasi mukosa usus halus,
berbiak di sel epitel, dan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan
reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus. Salmonella yang ada di
dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan termolabil
enterotoksin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit
sehingga menyebabkan diare (Ray 2001).
Menurut Jay (2000) Salmonella secara epidemiologis, dikelompokkan
menjadi tiga grup yaitu: (1) Salmonella yang menginfeksi hanya manusia; (2)
Salmonella

yang beradaptasi dengan inang;

beradaptasi

(tidak membutuhkan inang).


(3) Salmonella yang belum

Grup ke 1 ini yang menyebabkan

demam typhoid dan paratyphoid, contohnya: S. enteritidis, S. typhimurium.
Grup ke 2 beberapa bersifat patogen terhadap manusia, contohnya: S. galinarum
(pada ayam), S.dublin (pada sapi), S.abortus-equi (pada kuda), S. abortus-ovis
(pada domba) dan S.choleraesuis (pada babi). Grup ke 3 sangat patogen untuk
manusia dan hewan yang menyebabkan salmonellosis. Contohnya: S. enteritidis,
S. typhimurium.
Salmonella dikelompokkan berdasarkan antigen somatik (O), flagela (H),
dan kapsular (Vi) (Bhunia 2008; Molbak et al. 2006).

Saat ini terdapat 2463

serotipe Salmonella yang ditempatkan di bawah dua spesies, yaitu S. enterica
dan S. bongori. S. enterica terdiri atas 2443 serotipe dan S. bongori terdiri atas
20 serotipe.


S. enterica terdiri atas enam subspesies yang ditulis dengan angka

romawi, yaitu I (enterica), II (salamae), IIIa (arizonae), IIIb (diarizonae), IV
(houtenae), dan VI (indica). Nama isolat Salmonella ditulis sebagai S. enterica
subspesies

I serovar

Enteritidis (Bhunia 2008).

Dalam sistem nomenklatur

modern informasi mengenai subspesies diabaikan, isolat dengan nama S. enterica
subspesies I serovar Enteritidis pada kalimat ditulis sebagai S. enteritidis (Bhunia
2008; Molbak et al. 2006).

Salmonellosis
Salmonellosis disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella yang menyerang
saluran gastrointestinal yang mencakup usus halus, dan usus besar atau kolon.
Serangan gastroenteritis terjadi 8-72 jam setelah mengkonsumsi makanan yang
tercemar Salmonella, dengan gejala sakit perut mendadak dengan diare encer atau
berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah.

Penderita gastroenteritis

seringkali merasa mual dan muntah, demam dengan suhu 38-39oC (Chung et al.
2003; Cox 2000). Ray (2001) menjelaskan bahwa secara umum gejala penyakit
salmonellosis berlangsung 2 - 3 hari, dengan angka mortalitas rata-rata 4,1 %,
dengan variasi 5,8 % pada penderita berumur di bawah 1 tahun, 2 % sampai
umur 50 tahun dan 15 % pada umur di atas 50 tahun. Perbedaan tingkat
mortalitas juga terjadi pada berbagai spesies Salmonella, angka mortalitas
tertinggi dicapai S. cholerasuis yaitu 21 %.
Salmonelosis pada manusia umumnya dikategorikan penyakit yang
disebabkan oleh mengkonsumsi makanan asal hewan yang tercemar Salmonella
(daging, susu, unggas, telur).

Produk susu, termasuk keju dan es krim, juga

pernah dilaporkan terkait kasus salmonelosis (Bhunia 2008; Hugas et al. 2009).
Dosis infeksi Salmonella yang menyebabkan salmonellosis tidak
diketahui dengan pasti.

Dosis infeksi S. typhi pada manusia pernah dilaporkan

yaitu lebih dari 104 CFU/gr makanan, dan jumlah yang lebih besar ditemukan
pada serovar yang lain. Dosis infeksi yang lebih rendah yaitu kurang dari 103
CFU/gr makanan juga pernah dilaporkan menyebabkan wabah salmonellosis
pada manusia (Cooper 1994). Vought dan Tatini (1998) mengemukakan bahwa
wabah salmonellosis di Inggris yang terjadi pada orang dewasa akibat
mengkonsumsi es krim yang terkontaminasi S. enteritidis lebih besar atau sama
dengan 107 CFU/gr. Beberapa penelitian menyatakan bahwa jumlah Salmonella
lebih kecil atau sama dengan 105 CFU/gr telah dapat menyebabkan infeksi.
Salmonella tidak tahan terhadap pH asam, tetapi mampu melewati lambung yang
ber pH asam. Hal ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut mengandung
banyak lemak atau gula sehingga dapat melindungi Salmonella dari keasaman
lambung.

Dengan demikian bakteri tersebut dapat mencapai usus halus dan

menimbulkan gejala penyakit.

Penularan salmonellosis dapat terjadi dari hewan ke manusia melalui
pangan asal hewan yang terkontaminasi Salmonella. Berbagai jenis Salmonella
yang dapat menular dari hewan ke manusia tersebut adalah:

S. enteritidis, S.

typhimurium. Serovar-serovar pada kelompok ini umumnya menyebabkan
gastroenteritis, dengan infeksi terbatas pada saluran pencernaan, biasanya tidak
berada dalam sirkulasi darah dan masa inkubasi yang pendek. Infeksi Salmonella
ini diketahui sebagai Salmonellosis-non tifoid (Cary et al. 2000; Cooper 1994).
Pada periode 1999-2003 sebanyak 59 isolat Salmonella spp. dari manusia
telah berhasil diisolasi oleh Balai Penelitian Veteriner (Balitvet). Isolat-isolat
tersebut adalah: S.typhimurium, S. enteritidis, S. worthington, S. lexington, S.
agona, S. weltervreden, S. bovismorbificans, S. dublin, S. newport, S11.
(stellenbosch), S. virchow dan S. virginia (Poernomo 2004). Sudarmono et al.
(2001) melaporkan bahwa selama bulan April 1998 sampai dengan bulan
Maret 1999, salmonellosis-non tifoid pada manusia yang paling umum terjadi
disebabkan oleh S. aequaticus, S. derby, S. enteritidis, S. javana, S. lexington,
dan S. vircow.
Salmonellosis sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan
terdokumentasi untuk pertama kali pada akhir tahun 1800an (Cox 2000), dan
sejak itu serangan Salmonella terus terjadi dan meningkat. Kasusnya menyebar
secara cepat karena Salmonella mampu membentuk klon-klon baru pada hewan
ternak yang berbeda (Wagener et al. 2003) dan resisten terhadap berbagai
antibiotik (Chung et al. 2003).
Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik karena adanya mutasi
kromosom ataupun karena pertukaran material genetik melalui transformasi,
transduksi dan konjugasi melalui plasmid.

Peningkatan atau kesalahan

penggunaan antibiotik dalam bidang klinik, penggunaan antibiotik dalam bidang
molekular, dan penambahan antibiotik pada pakan ternak juga dapat
menyebabkan bakteri bersifat resisten terhadap antibiotik (Desselberger 1998;
Neu 1992).
Penelitian Kusumaningrum et al. (2012), menyatakan empat serotipe
Salmonella yaitu: S. Weltevreden, S. Kenthucky, S. Typhimurium dan S. Paratyphi
C yang diisolasi dari produk segar di Indonesia resisten terhadap antibiotik

chloramphenicol, erythromycin, tetracyclin, sulfamethoxazole dan streptomycin.
Penelitian Tjaniadi et al. (2003), menyatakan Salmonella yang diisolasi dari
penderita diare di Indonesia resisten terhadap antibiotik. S. enteritidis resisten
terhadap ciprofloxacin dan norfloxacin. S. typhi resisten terhadap trimetroprimsulfamethoxazole, chloramphenicol, streptomycin dan tetracycline.

Karakteristik Fage
Fage ditemukan oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan
Felix d’Herelle dari Pasteur Institute pada tahun 1917. Twort mengamati adanya
koloni bakteri yang lisis, sifat lisis dapat ditularkan dari satu koloni ke koloni
lainnya. D’Herelle menemukan hal yang sama pada tahun 1917, sehingga diberi
nama fenomena Twort-d’Herelle (Pelczar & Chan 2007).
Fage telah digunakan sebagai metode pengendalian biologis untuk
berbagai aplikasi. Fage adalah virus yang menggunakan bakteri sebagai inangnya
untuk bisa bereplikasi. Fage tidak dapat bereproduksi (replikasi) di luar sel karena
tidak memiliki enzim untuk melakukan metabolisme (Doyle 2007).
Fage terdiri dari protein kapsid yang mengandung asam inti. Asam inti
dapat berupa ss-RNA, ds-RNA, ss-DNA atau ds-DNA. Asam inti ds-DNA fage
dapat mengkode 50-200 protein, ss-DNA dan ss-RNA fage dapat mengkode 3-5
protein, ds-RNA fage dapat mengkode 20 macam protein. Ukuran fage jauh lebih
kecil daripada bakteri, biasanya antara 20 dan 200 nm (Mc Grath & Van Sinderen
2007).
Fage diperkirakan paling banyak terdapat di biosfer. Fage berada di manamana dan dapat ditemukan di semua tempat yang dihuni oleh bakteri, seperti
tanah atau usus binatang. Salah satu sumber fage adalah air laut, 9 × 108 fage
per mililiter telah ditemukan pada permukaan air laut (Wommack & Colwell
2000) 70% dari bakteri laut dapat terinfeksi oleh fage (Prescott 1993).
Fage dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu: fage berekor, fage DNA
polyhedral, fage RNA polyhedral, fage berserabut, dan fage pleomorfik
(Ackermann 2005). Semua fage berekor dimasukkan ke dalam golongan
Caudoviridae dan terdiri dari tiga famili berdasarkan struktur ekornya, yaitu:
Myoviridae (ekor kontraktil), Siphoviridae (ekor panjang, non-kontraktil), dan

Podoviridae (ekor pendek, non-kontraktil) (Ackermann 2001). Fage polyhedral
memiliki kepala simetri ikosahedral dan kubik (Ackermann 1999).
polyhedral

meliputi

famili:

Microviridae,

Corticoviridae,

Leviviridae, dan Cystoviridae. Fage berserabut meliputi famili:
Lipothrixviridae,

dan

Rudiviridae.

Fage

pleomorfik

Fage

Tectiviridae,
Inoviridae,

meliputi

famili:

Plasmoviridae dan Fuselloviridae (Ackermann 2005).
Infeksi fage dimulai dengan tahap adsorpsi yaitu serat ekor fage mengenali
dan mengikat reseptor permukaan spesifik sel bakteri. Pada bakteri gram negatif
komponen yang dapat berfungsi sebagai reseptor permukaan dapat berupa: protein
membran luar, lipopolisakarida, dan oligosakarida. Selanjutnya ekor fage
menghasilkan ezim lisozim yang merusak

struktur permukaan sel bakteri

sehingga ekor fage dapat menembus permukaan sel bakteri dan menyuntikkan
materi genetiknya ke dalam sel bakteri.

Didalam sel bakteri, genom fage

melakukan transkripsi. Transkripsi terjadi dalam beberapa tahap melalui gen fage
yang disebut sebagai: gen awal (early genes), gen tengah (middle genes), dan gen
akhir (late genes).

Produk gen awal bertanggung jawab untuk memblokir

protease dan pembatasan enzim sel inang, menghentikan metabolism sel inang,
dan mendenaturasi protein sel inang. Gen tengah ditranskripsikan dan
diterjemahkan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan untuk replikasi
genom fage.

Gen akhir ditranskripsi dan diterjemahkan untuk menghasilkan

komponen protein partikel fage seperti ekor, kepala dan serabut. Gen akhir juga
menyandikan pembentukan lisozim yang melisiskan sel bakteri sehingga fage
baru dapat dilepaskan dari sel inang (Guttman et al. 2005).

Penelitian dan Aplikasi Fage
Penggunaan fage sebagai agen terapi pertama kali direalisasikan oleh Felix
d’Herelle pada tahun 1919. D’Herelle melakukan penelitian penggunaan fage
untuk mencegah infeksi Bacillus gallinarum pada ayam, hasil penelitiannya
menunjukkan ayam yang diberi pengobatan fage lebih sedikit mengalami
kematian dan infeksi dapat dicegah (Kutter & Sulakvelidze 2005). Penggunaan
fage sebagai bentuk terapi telah diteliti dengan baik sebelum pengenalan
antibiotik. Selama perang dunia II, Jerman dan Soviet menggunakan terapi fage

untuk mengobati disentri, namun munculnya antibiotik pada tahun 1940-an
menyebabkan penurunan penggunaan fage terapi dan penelitian tentang fage
terapi. Pada saat ini dengan adanya peningkatan jumlah bakteri yang resisten
antibiotik, penelitian tentang fage kembali meningkat terutama sebagai pengawet
produk makanan (Doyle 2007).
Fage litik memiliki aktivitas antibakteri yang luar biasa. Fage dilaporkan
lebih efektif daripada antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri tertentu pada
manusia (Sakandelidze 1991). Studi oleh Meladze et al. (1982) menggunakan
fage untuk mengobati pasien penderita penyakit paru-paru dan pleura bernanah
yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Menunjukkan bahwa pasien yang
diobati dengan fage membaik sebanyak 82%, sedangkan yang diobati dengan
antibiotik hanya 64%. Pemulihan kesehatan kelompok pasien yang menerima
fage secara intravena bahkan lebih tinggi yaitu 95%.
Fage dapat ditemukan pada bahan makanan. Hal ini memungkinkan fage
dapat digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan kontaminasi patogen
Salmonella dari makanan (Doyle 2007). Penelitian penggunaan fage spesifik E.
coli secara oral aman dilakukan pada manusia telah dilaporkan oleh Bruttin dan
Brussow (2005).
Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan fage sangat efektif
mengurangi kontaminasi Salmonella. Penelitian yang dilakukan oleh Modi et al.
(2001) menggunakan fage SJ2 pada starter produksi keju cheddar mampu
mengontrol pertumbuhan S.enteritidis. Keju eksperimental yang ditambahkan
dengan fage memiliki kadar kontaminasi S.enteritidis yang sangat rendah yaitu
50 CFU / g, sedangkan semua keju yang tanpa penambahan fage memiliki jumlah
S.enteritidis 103 CFU / g. Whichard et al. (2003) menyatakan fage tipe liar dan
fage Felix 01 dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi S. typhimurium
menjadi 102 CFU / g pada sosis ayam. Leverentz et al. (2001) menggunakan fage
untuk mengurangi kontaminasi Salmonella pada produk buah segar, fage mampu
mengurangi jumlah Salmonella pada potongan melon segar sebesar 3,5 log pada
5° C dan 10° C, dan 2,5 log pada 20° C.

Pao et al. (2004) menyatakan

penggunaan fage terbukti secara signifikan mampu menekan pertumbuhan S.
typhimurium dan S. enteritidis pada biji brokoli dan biji sawi selama 24 jam.

Dalam hal pengendalian Salmonella, spesifisitas inang adalah sebuah
rintangan untuk dapat mengurangi tingkat pencemaran.

Fage tunggal tidak

mampu melisiskan semua serovarian Salmonella, maka penggunaan gabungan
beberapa fage (koktail fage) harus dirancang agar mampu melisiskan semua
strain Salmonella (Joerger 2003).

Produksi koktail fage yang efektif untuk

Salmonella telah dilaporkan sebelumnya oleh Chighladze et al. (2001), yaitu
mengembangkan koktail fage yang mampu melisiskan 232 dari 245 isolat
Salmonella terdiri dari 21 serovarian dengan 78 pola jenis Pulsed-Field Gel
Electrophoresis (PFGE).
Keberhasilan pengobatan dengan menggunakan fage terhadap pasien
yang menderita penyakit infeksi Salmonella yang resisten terhadap antibiotik
pernah dilaporkan oleh Slopek et al. (1983). Penelitian infektivitas fage litik pada
enteropatogenik E. coli resisten antibiotik dari pasien penderita diare di Indonesia
telah dilaporkan oleh Budiarti et al. (2011), fage mampu melisiskan sel EPEC
K1.1 yang resisten terhadap antibiotik tetrasiklin dan ampisilin sebesar 22%
setelah 5 jam dan 84% setelah 24 jam.

METODE
Alur Penelitian
Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri
Salmonella sp., isolasi fage, penentuan kisaran inang, efektivitas lisis sel
Salmonella sp. oleh fage, dan pengamatan morfologi lisis sel Salmonella sp. oleh
fage dengan Scanning Electron Microscope (SEM) (Gambar 1).

A. Peremajaan Salmonella sp.

B. Verifikasi Salmonella sp.

C. Isolasi Fage
a).
b).
c).
d).
e).

Pengambilan sampel
Filtrasi Sampel
Pencawanan
Pemurnian Fage
Kuantifikasi Fage (PFU/mL)

D. Penentuan Kisaran Inang

E. Efektivitas Lisis Sel Salmonella sp. oleh Fage

F. Pengamatan Morfologi Lisis sel Salmonella sp.
oleh Fage dengan SEM
Gambar 1 Diagram alir tahapan metode penelitian.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan
Agustus 2011, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hewan, IPB Darmaga;
dan Laboratorium SEM LIPI Cibinong.
Bahan
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini: bakteri Salmonella p15, p19,
p38, dan p84 dan E. coli non patogen merupakan koleksi Dr. dr. Sri Budiarti.
Media yang dipergunakan pada penelitian ini: Nutrien Broth (NB); molten
top agar (1% bakto tripton, 0,8% NaCl, 0,7% agar); Nutrien agar (NA); soft agar
(NB mengandung 0,7% agar); media kaldu Lauria Bertani (LB) (1% Bakto
tripton, 0,5% Bakto yeast ekstrak, 1% NaCl); Media agar LB (1% Bakto tripton,
0,5% Bakto yeast ekstrak, 1% NaCl, 2,5% agar); Salmonella shigella (SS) agar;
MRVP; Urea; TSIA; KCN; Simmons Sitrat; Tripton; media gula-gula: Glukosa,
Laktosa, dan Sukrosa.
Peremajaan Salmonella sp.
Sebanyak satu lup bakteri Salmonella p15, p19, p38, dan p84 digoreskan
pada media agar miring SS secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC
selama 24 jam.
Verifikasi Salmonella sp.
Dilakukan pewarnaan gram dan uji fisiologis berupa: MR, VP, urea, KCN,
indol, sitrat, H2S, dan uji fermentasi gula-gula: glukosa, laktosa, sukrosa pada
isolat Salmonella p15, p19, p38, dan p84.
Isolasi Fage
Pengambilan sampel.

Sampel untuk isolasi fage berupa limbah cair

rumah tangga (LCRT) yang diambil di daerah Babakan, Darmaga Bogor. Sampel
diambil dengan menggunakan botol steril. Sebelum dilakukan filtrasi sampel,
terlebih dahulu sampel di homogenisasi dengan cara mengocoknya.

Filtrasi sampel. Filtrasi sampel dilakukan berdasarkan metode Pitt &
Gaston (1995) yang dimodifikasi pada kecepatan sentrifugasi yang dipergunakan
yaitu 2800 x g . Sebanyak 4.5 mL sampel LCRT dicampurkan dengan 0.5 mL
kultur Salmonella OD600nm=1 dengan jumlah bakteri Salmonella sebanyak 108
CFU/ mL dan ditambahkan 0,5 mL dari 10x NB. Campuran diinkubasi di dalam
Waterbath shaker (Certomat WR) selama 24-48 jam pada suhu 37 ºC. Kultur
tersebut kemudian disentrifugasi dengan sentrifus Beckman pada kecepatan 2800
x g suhu 40 C selama 20 menit. Sebanyak 3 mL supernatan diambil dengan 5 mL
syringe dan difiltrasi dengan membran filter milipore 0.22 µm. Supernatan yang
telah difiltrasi dimasukkan ke dalam tabung steril.
Pencawanan. Koloni tunggal isolat Salmonella p15, p19, p38, dan p84
diinokulasikan ke dalam media NB lalu diinkubasi di dalam Waterbath shaker
(Certomat WR) dengan kecepatan 150-200 x g pada suhu 370 C selama 24 jam
sampai OD600nm=1. Sebanyak 100 µL masing-masing kultur Salmonella p15,
p19, p38, dan p84 dicampurkan dengan 100 µL supernatan yang telah difiltrasi ke
dalam tabung steril dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 30 menit. Campuran
ditambahkan 5 mL soft agar yang bersuhu 470 C, dituang pada media NA.
Inkubasi dilakukan pada suhu 370 C selama 24 jam (Atterbury et al. 2007).
Pemurnian fage. Pemurnian fage dilakukan berdasarkan metode
Goodridge et al. (2001) yang dimodifikasi pada kecepatan sentrifusgasi 2800 x g.
Plak dipindahkan dengan menggunakan pipet Pasteur kemudian plak tersebut
dicampurkan dengan 2-3 mL 25% pelarut Ringers. Suspensi fage divortex dan
dibiarkan selama 5-10 menit pada suhu ruang. Suspensi tersebut kemudian di
sentrifugasi pada kecepatan 2800 x g, suhu 4 ºC, selama 20 menit sebanyak 2 kali
ulangan. Supernatan difiltrasi menggunakan membran filter milipore 0.22 µm,
kemudian supernatan disimpan untuk stok atau bahan produksi.
Kuantifikasi fage. Kuantifikasi fage diukur dengan cara menghitung
jumlah plak yang terbentuk (Plague forming units (PFU/mL)). Plague forming
units (PFU/mL) ditentukan berdasarkan metode Foschino et al. (1995). Stok fage
diencerkan sampai 107, kemudian dari masing-masing pengenceran tersebut
diambil 100 µL ditambahkan dengan 100 µL masing-masing kultur Salmonella

p15, p19, p38, dan p84 yang telah diinkubasi selama 3-4 jam pada media NB.
Suspensi diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 ºC. Sebanyak 5 mL soft agar
yang masih bersuhu 42 ºC dicampurkan, selanjutnya dituang ke media NA,
kemudian diinkubasi pada 37 ºC selama 24 jam.

Zona bening (plak) yang

terbentuk dihitung setelah diinkubasi selama 24 jam.
Penentuan Kisaran Inang Fage
Sebanyak 100 µL kultur bakteri Salmonella nomer 15, 19, 38, dan 84 yang
telah ditumbuhkan di media NB selama 3-4 jam dan E. coli non patogen yang
telah ditumbuhkan pada media kaldu LB selama 3-4 jam masing-masing
dicampurkan dengan stok fage dengan konsentrasi 100 µL, lalu diinkubasi pada
suhu 37 ºC selama 15-30 menit. Uji pada E. coli non patogen, sebanyak 5 mL
molten top agar yang masih bersuhu 42 ºC dicampurkan, selanjutnya dituang ke
media agar cawan LB. Diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Uji pada
Salmonella, sebanyak 5 mL soft agar yang masih bersuhu 42 ºC dicampurkan,
selanjutnya dituang ke media NA. Diinkubasi pada 37 ºC selama 24 jam (CareySmith et al. 2006).
Efektivitas Lisis Sel Salmonella oleh Fage
Efektivitas lisis sel Salmonella oleh fage dilakukan berdasarkan metode
Atterbury et al. (2007) yang dimodifikasi pada kecepatan sentrifugasi 2800 x g.
Sebanyak 100 mL kultur bakteri Salmonella p15, p19, p38, dan p84 yang telah
ditumbuhkan di media NB sampai OD600nm=1 dengan jumlah bakteri Salmonella
sp. 108 CFU/mL dibagi kedalam dua tabung sentrifus masing-masing sebanyak 50
mL, sentrifugasi dilakukan dengan sentrifus Beckman pada kecepatan 2800 x g,
suhu 4ºC, selama 30 menit dengan tiga kali ulangan. Supernatan dibuang,
kemudian dibuat dua perlakuan yaitu kontrol (pelet tanpa penambahan fage) dan
perlakuan pelet dengan penambahan 1 mL fage. Keduanya di inkubasi selama 30
menit pada suhu 37 ºC. Selanjutnya ditambahkan masing-masing 50 mL NB yang
baru, kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dimasukkan ke dalam
inkubator shaker dengan suhu 37 ºC. Masing- masing kultur diukur nilai ODnya
setiap satu jam, mulai dari 0 jam sampai terjadi penurunan nilai OD.

Pengamatan Morfologi Lisis Sel Salmonella sp. oleh Fage dengan Scanning
Electron Microscope (SEM)
Sebanyak 5 mL kultur Salmonella sp. yang telah ditumbuhkan di media
NB sampai OD600nm=1 ditambah 100

L stok fage diinkubasi selama 2 jam.

Kultur diamati dengan menggunakan SEM. Preparasi untuk pengamatan sampel
dengan menggunakan SEM dilakukan dengan metode Wendelschafer-Crabb et al.
(1975). Campuran tersebut disentrifus hingga sel-selnya mengendap. Endapan
direndam glutaraldehida 2% selama 2 jam. Glutaraldehida dipisahkan dengan cara
disentrifus, supernatan dibuang, direndam dalam larutan buffer caccodylate.
Setelah direndam selam 10 menit, larutan buffer caccodylate dibuang dengan cara
disentrifus, endapan direndam dengan osmium tetraoksida 1% selama 1 jam.
Sampel disentrifus kembali, direndam dengan alkohol 50% selama 10 menit
sebanyak dua kali. Secara berturut-turut sampel ditambahkan alkohol 70%, 80%,
90% dan alkohol absolut dengan perendaman masing-masing selama 10 menit.
Larutan alkohol dibuang dengan cara disentrifus, direndam t-butanol selama 10
menit sebanyak 2 kali sampai terbentuk suspensi dalam butanol.

Cover slip

2

(cover glass yang dipotong dengan ukuran 0,25 cm ) dicuci dengan alkohol
absolut, suspensi bakteri dioleskan di atasnya setelah cover slip kering. Sampel
dikeringbekukan dan dilapisi ion Au. Semua tahapan sentrifus dilakukan pada
kecepatan 4000x g selama 5 menit. Sampel diamati menggunakan mikroskop
elektron payaran bervakum rendah model JSM-5310LV pada pembesaran 10000 x
- 20000 x.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Verifikasi Salmonella sp.
Hasil uji Fisiologis menunjukkan isolat p15, p19, p38, dan p84 adalah
Salmonella sp. (Tabel 1). Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk
batang, sebagian besar strain Salmonella memfermentasi glukosa dengan
membentuk gas dan asam (Cox 2000). Salmonella tidak memfermentasi laktosa
dan sukrosa, menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, menghasilkan hidrogen
sulfida pada media TSIA, tidak menghasilkan indol, dan negatif untuk uji urease
(Garrity et al. 2007; Ray 2001). Salmonella menunjukkan hasil negatif untuk uji
VP, KCN, dan positif untuk uji MR (Madigan et al. 2009).
Tabel 1 Hasil uji Fisiologis isolat-isolat Salmonella sp.
Isolat
Salmonella

UJI FISIOLOGIS
Gram

MR VP Urea

KCN

Indol Sitrat H2S Glu Lak Suk

p15

-*

+

-

-

-

-

+

+

+

-

-

p19

-*

+

-

-

-

-

+

+

+

-

-

p38

-*

+

-

-

-

-

+

+

+

-

-

p84

-*

+

-

-

-

-

+

+

+

-

-

Keterangan: -* : gram negatif berbentuk batang, - : reaksi negatif, + : reaksi positif, MR : Metil
Red, VP : Voges Proskauer, Glu: Glukosa, Lak: Laktosa, Suk: sukrosa

Isolasi Fage
Dari tujuh lokasi pengambilan sampel LCRT yaitu: Bara 1, Bara 2, Bara 3,
Balebak, Babakan Lio, Babakan Tengah dan Babakan Raya. Hanya ditemukan
fage dari sampel LCRT di daerah Babakan Raya (Tabel 2). Fage hanya mampu
menginfeksi dan bereproduksi pada inang yang sesuai.

Pada penelitian ini

digunakan Salmonella p15, p19, p38, dan p84 sebagai inang fage.

Hal ini

menunjukkan pada LCRT di daerah Babakan Raya mengandung Salmonella p15,
p19, p38, dan p84 yang merupakan inang fage, sehingga fage berhasil diisolasi.
Lokasi pengambilan sampel lainnya diduga tidak mengandung Salmonella p15,

p19, p38, dan p84 sehingga fage tidak dapat diisolasi dari LCRT di lokasi
pengambilan sampel tersebut.
Tabel 2 Tempat pengambilan sampel limbah cair rumah tangga
Asal
Sampel
Bara 1
Bara 2
Bara 3
Balebak
Babakan Lio
Babakan Tengah
Babakan Raya

Jumlah
Sampel
3
2
2
3
2
2
2

Fage hasil isolasi menggunakan inang Salmonella
Isolat p15
Isolat p19
Isolat p38
Isolat p84
+
+
+
+

Keterangan: - (tidak terdapat fage)
+ (terdapat fage)

Fage tidak mampu bereplikasi sendiri tanpa adanya sel inang, sehingga
untuk mengisolasi fage perlu ditambahkan bakteri sebagai inangnya. Persyaratan
utama bagi isolasi dan kultivasi fage ialah adanya kondisi yang optimum untuk
pertumbuhan organisme inangnya (Pelczar & Chan 2007). Metode isolasi fage
yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan penambahan media NB yang
merupakan nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan Salmonella sp., agar fage
dapat bereplikasi di dalam sel Salmonella sp. dan dapat diperoleh fage dalam
jumlah yang banyak.

Salmonella sp. ditumbuhkan pada suhu 370 C yang

merupakan suhu optimum untuk pertumbuhannya.
Isolasi fage yang berasal dari LCRT di daerah Babakan Raya, Darmaga
Bogor diperoleh empat isolat fage yaitu FR15, FR19, FR38, dan FR84 untuk
isolat Salmonella p15, p19, p38, dan p84 (Gambar 2). Plak yang terbentuk dari
suatu kultur bakteri yang ditumbuhkan di cawan petri merupakan parameter
penting dari adanya fage litik. Plak merupakan zona bening yang menandakan
adanya lisis sel bakteri inang oleh fage.
Fage yang berhasil diisolasi untuk masing-masing isolat Salmonella sp.
yang berbeda, menunjukkan adanya karakterisasi yang berbeda (Tabel 3).
Morfologi plak tergantung pada fage, bakteri yang menjadi inangnya, dan kondisi
pertumbuhan. Ukuran plak sebanding dengan efisiensi adsorpsi, panjang periode

laten dan ukuran ledakan fage (banyaknya progeni yang dilepaskan saat sel inang
lisis) (Abedon et al. 2001). Periode laten adalah waktu yang dibutuhkan fage
untuk melisiskan sel inang (Abedon et al. 2001; Young et al. 2000). Ukuran
pembentukan plak fage dari akibat infeksi sel inang berkaitan dengan kemampuan
fage bereplikasi dalam sel inang (Pelczar & Chan 2007). Kepekaan galur bakteri
terhadap fage yang menyerangnya berbeda-beda akibat adanya variasi molekul
reseptor (Flynn et al. 2004).
Pada proses isolasi fage dilakukan tahap pemurnian. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan populasi fage yang murni tanpa adanya beberapa bakteri
termasuk bakteri inang yang tahan fage. Goodridge et al. (2003) menyatakan
masing-masing fage menginfeksi pada sel inang tertentu sehingga sangat
diperlukan tahapan untuk memperoleh strain fage yang murni.
Titer merupakan ukuran jumlah virus yaitu jumlah unit infektif per volume
cairan.

Fage dapat menginfeksi sel inang pada permukaan media dengan

memperlihatkan zona lisis. Zona lisis dinamakan plak dan tiap plak berasal dari
replikasi satu fage. Jumlah fage sesuai jumlah plak dengan satuan yang disebut
Plague forming units (PFU) (Hogg 2005; Tortora et al. 2006).

5 mm

(A)

5 mm

(B)

5 mm

(C)

5 mm

(D)

Gambar 2 Pola keragaman plak fage. Fage FR15 (A); fage FR19 (B); fage FR38
(C); fage FR84 (D).

Tabel 3 Hasil karakterisasi isolat fage
Isolat Fage

Konsentrasi Fage (PFU/mL)

Diameter Plak (mm)

FR15

25700

1

FR19

33600

1

FR38

11440

2

FR84

10720

2

Penentuan Kisaran Inang Fage
Penentuan kisaran inang fage dilakukan untuk melihat spesifisitas inang
dari fage yang diperoleh. Pada penentuan kisaran inang fage dilakukan uji silang
fage FR15, FR19, FR38, dan FR84 dengan Salmonella p15, p19, p38, dan p84
dan E. coli non patogen. Penggunaan E. coli non patogen pada penentuan kisaran
inang fage ini bertujuan untuk melihat apakah fage yang berhasil diisolasi dari
LCRT di daerah Babakan Raya, Darmaga Bogor ini bisa digunakan sebagai
biokontrol pencemaran air dan makanan yang tidak membahayakan kesehatan
manusia. E. coli non patogen merupakan flora normal dalam sistem pencernaan
manusia. Sehingga pada pengujian penentuan kisaran inang ini diharapkan fage
tidak melisis E. coli non patogen. Madigan et al. (2009) menyatakan genus
Escherichia banyak terdapat pada sistem pencernaan manusia, Escherichia
berperan dalam sintesis vitamin terutama vitamin K dan berperan dalam sistem
pencernaan manusia.
Hasil uji kisaran inang menunjukkan bahwa fage FR15, FR19, FR38, dan
FR84 semuanya bersifat spesifik inang. Hal ini tampak ketika fage FR15, FR19,
FR38, dan FR84 diuji dengan masing-masing inangnya ataupun uji silang dengan
isolat Salmonella lainnya dan E. coli non patogen, ternyata kisaran inangnya
hanya pada isolat inangnya saja (Tabel 4).

Kespesifikan isolat fage yang

diperoleh terhadap masing-masing inang menunjukkan bahwa di permukaan sel
pada masing-masing inang memiliki reseptor yang spesifik terhadap fage yang
tidak dimiliki oleh E. coli non patogen maupun isolat Salmonella lainnya.
Fage tidak secara acak terikat pada permukaan sel inang. Fage terikat
sangat kuat pada struktur permukaan yang spesifik yang disebut reseptor. Secara

alami reseptor-reseptor ini berbeda-beda tergantung dari fagenya.

Reseptor

bervariasi untuk setiap fage, lipopolisakarida dan protein yang ada pada dinding
sel bakteri, asam teikoat, flagella dan pili juga bisa berfungsi sebagai reseptor.
Variasi dari reseptor-reseptor ini yang berperan besar terhadap fage spesifik inang
(Prescott et al. 2002). Adsorpsi partikel-partikel fage terhadap sel-sel bakteri
pada tahap awal infeksi fage bergantung pada reseptor-reseptor spesifik di dinding
sel bakteri (Topley & Wilson 1990).

Fage sangat spesifik inang, hanya

menginfeksi satu serotipe dalam satu spesies bakteri (McLaughlin et al. 2006).
Tidak semua fage bersifat spesifik inang, seperti sudah dilaporkan sebelumnya
oleh Bielke et al. (2007), yang menyatakan bahwa satu jenis fage hasil
penemuannya mampu menginfeksi enam serovar Salmonella berbeda.
Tabel 4 Hasil uji kisaran inang fage
Isolat
Fage
FR15

p15
+

FR19

-

+

-

-

-

FR38

-

-

+

-

-

FR84

-

-

-

+

-

Keterangan:

Isolat Salmonella
p19
p38
-

p84
-

E. coli non patogen
-

+ = mampu melisiskan sel bakteri (terbentuk plak)
- = tidak mampu melisiskan sel bakteri (tidak terbentuk plak)

Efektivitas Lisis Sel Salmonella sp. oleh Fage
Pada pengujian efektivitas lisis sel Salmonella sp. oleh fage, dilakukan
dengan mengukur nilai OD (Optical Density) pada panjang gelombang 600 nm.
Menghitung jumlah sel tak langsung dapat dilakukan melalui penetapan
kekeruhan atau turbiditas.

Turbiditas dapat diukur dengan spektrofotometer,

untuk organisme uniselular nilai OD sebanding dengan jumlah sel.

Data

turbiditas dapat dipakai sebagai substitusi penetapan jumlah sel dengan hitungan
langsung (Hogg 2005).
Pengujian efektivitas infeksi fage terhadap sel Salmonella sp. bertujuan
agar dapat diketahui dengan tepat konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan dalam
mengontrol pertumbuhan Salmonella sp.

Pada perlakuan penambahan fage,

terlihat adanya penurunan nilai OD yang lebih cepat dibandingkan dengan
perlakuan kontrol (tanpa penambahan fage).
Salmonella spp. pada suhu 370 C bermultiplikasi setiap 25-26 menit
(Adams & Moss 1995).

Salmonella pada suhu 400 C bermultiplikasi setiap 25

menit (Pearson & Dutson 1995).

Fage mampu melisiskan sel bakteri setelah 22

menit dan menghasilkan 200 progeni (Hogg 2005).

Pada suhu 35 0C fage

memiliki periode laten 15-20 menit dan menghasilkan 100-230 progeni
(McLaughlin & King 2008). Penurunan nilai OD yang mengindikasikan adanya
penurunan jumlah sel Salmonella sp. dikarenakan laju pertumbuhan fage lebih
cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan Salmonella sp., sehingga fage
mampu mengurangi pertumbuhan Salmonella sp. dengan cara melisiskan sel
Salmonella sp.
Efektivitas fage dalam melisis sel Salmonella sp. untuk semua isolat fage
berbeda-beda, hal ini dikarenakan galur Salmonella yang diinfeksinya juga
berbeda. Ini dibuktikan dengan hasil uji kisaran inang, yang menyatakan satu
galur fage hanya mampu menginfeksi satu isolat Salmonella.
Pengaruh penambahan fage dengan konsentrasi 104 PFU/mL dan 3x104
PFU/mL terhadap penurunan nilai OD untuk masing-masing isolat Salmonella
berbeda-beda. Pada konsentrasi fage sebesar 104 PFU/mL, fage FR38 memiliki
aktivitas yang tertinggi yaitu mampu menurunkan nilai OD suspensi bakteri p38
setelah 5 jam, dan pada konsentrasi fage sebesar 3x104 PFU/mL fage FR38
mampu menurunkan nilai OD suspensi bakteri p38 setelah 3 jam (Gambar 3).
Fage FR19 memiliki nilai titer tertinggi, namun untuk perlakuan
penambahan konsentrasi fage sebanyak 104 PFU/mL dan 3x104 PFU/mL memiliki
efektivitas yang lebih rendah dari fage FR38 dan FR84. Hal ini dikarenakan
ukuran plak menentukan kemampuan fage dalam melisis sel Salmonella.
Karakterisasi fage menunjukkan bahwa ukuran plak fage FR38 dan FR84
diameternya 2 mm sedangkan untuk fage FR19 diameter plaknya 1 mm. Abedon
et al. (2001), menyatakan semakin besar plak yang terbentuk, maka semakin
banyak progeni fage yang dilepaskan pada saat sel lisis. Semakin banyaknya fage
yang dihasilkan pada saat sel lisis maka semakin cepat mengurangi jumlah sel
Salmonella. sehingga lebih cepat menurunkan nilai OD.

Pada penambahan konsentrasi fage sebanyak 3x104 PFU/mL ternyata
fage FR84 mampu menurunkan nilai OD suspensi bakteri p84 dalam waktu 1 jam,
sedangkan pada konsentrasi fage FR84 sebesar 104 PFU/mL mampu menurunkan
nilai OD suspensi bakteri p84 setelah 7 jam inkubasi (Gambar 5). Hal ini diduga
karena penambahan konsentrasi fage FR84 sebesar 104 PFU/mL jumlahnya masih
kurang banyak sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menurunkan nilai
OD suspensi bakteri p84. Penyebab lainnya dapat juga disebabkan oleh lamanya
masa periode laten dari fage FR84 sehingga laju pertumbuhan Salmonella p84
lebih cepat dibandingkan kemampuan lisis fage FR84. Penyebab lain lamanya
penurunana nilai OD suspensi bakteri p84 diduga karena adanya perlawanan dari
sel inang yang menghambat replikasi fage dengan menggunakan enzim
endonuklease restriksi yang merusak DNA fage setelah injeksi. Young et al.
(2000) menyatakan periode laten dikontrol oleh kompleks protein fage yaitu holin.
Holin menahan aktivitas endolisin mencerna dinding sel, adanya mutasi pada gen
holin secara signifikan dapat memodifikasi waktu lisis sel inang. Hogg (2005)
menyatakan bahwa meskipun sistem restriksi dapat memberi perlindungan
terhadap sel bakteri, beberapa virus DNA dapat mengatasi mekanisme tersebut
dengan memodifikasi asam nukleatnya sendiri sehingga tidak dapat dipengaruhi
enzim restriksi.
Pada penelitian yang dilakukan Filho et al. (2007), penambahan fage
sebesar 109 PFU/mL pada 106 CFU/mL Salmonella enterica serovar Enteritidis
mampu menurunkan pertumbuhan S. enterica secara signifikan pada 2 jam
inkubasi namun penurunan pertumbuhan S. enterica tidak terjadi setelah 6 jam
inkubasi.

Pada penelitian ini fage FR84 dengan konsentrasi 3x104 PFU/mL

mampu menurunkan 108 CFU/mL sel Salmonella p84 secara signifikan pada 1
jam inkubasi sampai 8 jam inkubasi.

Sehingga fage FR84 ini lebih efektif

dibandingkan fage pada penelitian Filho et al. (2007).
Hughes et al. (1998) menyatakan enzim depolimerase dan glikanase yang
dihasilkan oleh fage dapat mendegradasi eksopolisakarida (EPS) dari biofilm
produk spesies bakteri Enterobacter agglomerans. Fage mampu melisiskan sel
Salmonella sp. diduga karena fage memiliki enzim polisakarida depolimerase dan

lisozim. Enzim ini mendegradasi polimer lipopolisakarida sel bakteri Salmonella
sp. dalam proses infeksi yang selanjutnya melisiskan sel tersebut.

(a)

(b)

Gambar 3 Grafik efektivitas fage dalam melisis sel Salmonella p38, (a) Fage
FR38 dengan konsentrasi fage 104 PFU/mL. (b) Fage FR38 dengan
konsentrasi fage 3x104 PFU/mL.
Kontrol Salmonella p38.
Fage
FR38 + Salmonella p38.

(a)

(b)

Gambar 4 Grafik efektivitas fage dalam melisis sel Salmonella p19, (a) Fage
FR19 dengan konsentrasi fage 104 PFU/mL. (b) Fage FR19 dengan
konsentrasi fage 3x104 PFU/mL.
Kontrol Salmonella p19.
Fage
FR19 + Salmonella p19.

(a)

(b)

Gambar 5 Grafik efektivitas fage dalam melisis sel Salmonella p84, (a) Fage
FR84 dengan konsentrasi fage 104 PFU/mL. (b) Fage FR84 dengan
konsentrasi fage 3x104 PFU/mL.
Kontrol Salmonella p84.
Fage
FR84 + Salmonella p84.

(a)

(b)

Gambar 6 Grafik efektivitas fage dalam melisis sel Salmonella p15, (a) Fage
FR15 dengan konsentrasi fage 104 PFU/mL. (b) Fage FR15 dengan
konsentrasi fage 3x104 PFU/mL.
Kontrol Salmonella p15.
Fage
FR15 + Salmonella p15.

Pengamatan Morfologi Lisis Sel Salmonella sp. oleh Fage dengan Scanning
Electron Microscope (SEM)
Tujuan pengamatan dengan SEM ialah mengamati adanya sel Salmonella
sp. yang lisis akibat infeksi fage. Pengamatan keadaan morfologi sel Salmonella
sp. akibat infeksi fage dengan menggunakan SEM disajikan pada Gambar 7.

A

B

Gambar 7 Morfologi kerusakan sel Salmonella sp. oleh infeksi fage, perbesaran
10.000 x. Tanda panah (A) sel Salmonella sp. yang sudah lisis; (B) sel
Salmonella sp. yang baru mengalami kerusakan.
Hasil pengamatan sel bakteri Salmonella sp. dengan menggunakan SEM
memperlihatkan adanya pengaruh dari infeksi fage dengan adanya sel-sel
Salmonella sp. yang mengalami kerusakan dan lisis. Hal ini menunjukkan bahwa
fage yang diisolasi dari limbah cair rumah tangga di daerah Babakan Raya,
Dermaga Bogor secara pasti dapat melisiskan bakteri Salmonella sp.
Cara reproduksi fage litik terdiri atas lima tahap, yaitu: adsorpsi, penetrasi,
sintesis, perakitan, dan lisis sel. Fage litik saat menginfeksi sel bakteri akan
bereplikasi di dalam sel inang membentuk sejumlah fage baru kemudian akan
melisiskan sel inang dan menginfeksi sel inang lainnya (Toro et al. 2005; Tortora
et al. 2006; Cowan & Talaro 2009).

Fage dapat melisiskan sel inangnya karena

memiliki enzim lisozim. Enzim lisozim yang dihasilkan oleh gen fage
disintesiskan di dalam sel bakteri yang menjadi inangnya.

Enzim ini yang

menyebabkan pecahnya dinding sel bakteri (lisis) dan fage yang baru terbentuk
dilepaskan dari sel inang (Tortota et al. 2006).

Lisozim adalah enzim yang

memutuskan ikatan β-1,4-glikosida antara asam-N-asetil glukosamin

dengan

asam-N-asetil muramat pada peptidoglikan sehingga dapat merusak dinding sel
bakteri (lisis) (Madigan et al. 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Empat isolat fage, yaitu fage FR15, FR19, FR38 dan FR84 bersifat
spesifik inang. Berdasarkan karakterisasi diameter plak yang dimilikinya fage
FR38 dan FR84 memiliki diameter plak 2 mm, sedangkan fage FR15 dan FR19
memiliki diameter plak 1 mm. Pada efektivitas lisis sel Salmonella sp. oleh fage,
penambahan fage sebesar 104 PFU/mL fage FR38 memiliki aktivitas yang
tertinggi yaitu mampu menurunkan nilai OD suspensi Salmonella p38 setelah 5
jam.

Pada penambahan fage sebanyak 3x104 PFU/mL fage FR84 memiliki

aktivitas yang tertinggi yaitu mampu menurunkan nilai OD suspensi Salmonella
p84 dalam waktu 1 jam.
Saran
Diharapkan hasil penelitian ini bisa diaplikasikan sebagai biokontrol
pencemaran air dan makanan sehingga dapat mencegah salmonellosis.

DAFTAR PUSTAKA

Abedon ST, Herschler TD, Stopar D. 2001. Bacteriophage latent-period
evaluation as a response to resource availability. Appl Environ Microbiol
67: 4233-4241.
Abuladze T, Li M, Menetrez MY, Dean T, Senecal A, Sulakvelidze A. 2008.
Bacteriophages reduce experimental contamination of hard surfaces,
tomato, spinach, broccoli, and ground beef by Escherichia coli O157:H7.
Appl Environ Microbiol 74: 6230-6238.
Ackermann HW, Dubow MS. 1987. Viruses of Prokaryotes. Volume ke-2,
Natural groups of bacteriophages. Boca Raton: CRC Pr.
Ackermann HW. 1999. Tailed bacteriophages. The order Caudovirales. Adv
Virus Res 51: 135-201.
Ackermann HW. 2001. Frequency of morphological phage descriptions in the
year 2000. Arch Virol 146: 843-857.
Ackermann HW.
2005. Bacteriophage classification. Di dalam: Kutter E,
Sulakvelidze A, editor. Bacteriophages biology and applications. Boca
Raton: CRC Pr.
Adams MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. Cambridge: The royal Society
of Chemistry.
Alisky J, Iczkowski K, Rapoport A, Troitsky N. 1998. Bacteriophage show
promise as antimicrobial agents. J Infect 36: 5-15.
Atterbury RJ, Van Bergen MAP, Ortiz F, Lovell MA, Harris JA, De Boer A,
Wagenaar JA, Allen VM, Barrow PA. 2007. Bacteriophage therapy to
reduce Salmonella colonization of broiler chickens. Appl Environ
Microbiol 73:4543-4549.
Barrow PA, Soothill JM. 1997. Bacteriophage therapy and prophylaxis:
rediscover and renewed assessment of potential. Trends Microbiol 5: 268271.
Bielke L, Higgins S, Donoghue D, Hargis BM. 2007. Salmonella host range of
bacteriophages that infect multiple genera. Poultry Science 86: 25362540.
Budiarti S, Pratiwi RH, Rusmana I. 2011. Infectivity of lytic phage to
enteropathogenic Escherichia coli from diarrheal patients in Indonesia. J
UCMS 8: 72-81.

Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial
Pathogenesis. New York: Springer.

Pathogens:

Mechanisms

and

Bruttin A, Brussow H. 2005. Human volunteers receiving Escherichia coli phage
T4 orally: a safety test of phage therapy. Antimicrob Agents Chemother
49:2874-2878
Cann AJ. 1993. Principles of Molecular Virology. New York: Harcourt Brace
and Co.
Carey-Smith GV, Billington C, Cornelius AJ, Hudson JA, Heinemann JA.