Analisis Kisah أرنى الله / Aranīllah / Karya Taufik Al-hakim

(1)

(2)

LAMPIRAN 1

SINOPSIS

Di zaman dahulu ada seorang lelaki jujur dan tulus, dia dikaruniai seorang anak lelaki cerdas dan fasih berbicara, dia sangat menikmati dan mensyukuri anugrah ini. Di waktu senggang lelaki itu sering duduk bersama dengan anaknya. Mereka berbincang-bincang seperti dua sahabat karib, sama-sama paham dan nyambung dengan apa yang dibicarakan. Seakan-akan tidak ada perbedaan usia antara ayah dan anak. Perbedaan usia antara keduanya bagai tirai sutra yang fatamorgana. Mereka berdua pintar, saling memahami, keduanya punya pandangan ilmiah dan pandangan yang bodoh tentang hakikat wujud dan esensi sesuatu.

Sang anak bercerita kepada ayahnya tentang Tuhan; kemudian dia bertanya, apakah saya bisa melihat Allah wahai ayah, perlihatkanlah Allah kepada saya. Merasa tidak mendapat apa-apa dari mereka, dia pergi putus asa. Dia berjalan menyesuri jalanan, bersedih dan bertanya pada diri sendiri ‟‟akankah pulang dengan tangan hampa ?‟‟ sampai akhirnya bertemu dengan seorang kakek. Kakek itu berkata padanya, memberinya saran.

Kemudian dia menyampaikan maksudnya untuk meminta tolong kepada Zuhud agar dapat memperlihatkan Tuhan kepadanya. Zuhud mengatakan bahwa Tuhan tidak apat dilihat mata kepala atau panca indra (secara langsung).

Kata laki-laki (sang ayah) meminta kepada zuhud (sang kakek) untuk memohonkan kepada Tuhan untuk memberi sebagian cinta-Nya kepada sang ayah, dia (sang ayah) meminta cinta-Nya yang banyak namun menurut zuhud (sang kakek) dia hanya manusia tidak akan sanggup menerim cinta-Nya Allah walaupun sebiji sawi (sebiji atom) , dia (sang kakek) hanya bias mendoakan agar laki-laki (sang ayah) itu diberi separuh biji atom dari cinta-Nya Allah kepadanya.

Sang ayah pergi beberapa hari hingga menggelisahkan keluarganya. Sang kakek gelisah juga, kemudian bergegas mencarinya bersama mereka. Di


(3)

dalam perjalanan dia bertemu dengan sekelompok penggembala, sekelompok penggembala itu bercerita kepada mereka bahwa lelaki yang mereka cari tampak seperti orang gila dan pergi menuju sebuah gunung. Kemudian sekelompok penggembala itu mengantar mereka ke gunung itu. Akhirnya mereka menemukan dia berdiri di padang pasir sedang memandangi langit. Mereka mengucapkan salam kepadanya, dia tidak menjawab. Sang kakek mendekatinya. “Ingat aku? Aku yang kamu temui waktu itu….” Lelaki itu sama sekali tidak bergerak. Anaknya menghampirinya dengan perasaan cemas, kemudian bertanya dengan nada pelan dan penuh kasih sayang.

“Ayah tidak mengenaliku?” Dia masih saja diam. Keluarganya berteriak memanggil-manggil dia, mencoba menyadarkanya. Namun sang zahud menggeleng-gelengkan kepala putus asa seraya bilang pada mereka:

Percuma berteriak! Bagaimana mungkin orang yang dihatinya terdapat cinta Tuhan seberat separuh biji atom, bisa mendengar ucapan manusia?! Demi Tuhan, walau pun kalian memotong-motong tubuhnya dengan gergaji, dia tidak akan tahu. Anaknya berteriak, “ini salahku! Aku yang memintanya untuk melihat Tuhan. Sang kakek menoleh ke arahnya dan berkata seakan-akan bicara kepada diri sendiri:

Kamu lihat? Separuh biji atom dari nur Tuhan cukup untuk menghancurkan struktur tubuh manusia dan merusak jaringan saraf otak!

Kesimpulan cerita ini mengisahkan bahwa cita-cita seorang anak untuk melihat Tuhan-Nya membuat dia menyerah, karena hal itu penyebab perpisahannya dengan sang ayah.


(4)

GLOSARIUM

/ al-masyahada 'ijtima‟ī/ : Latar sosial

ا إ ش

/ 'isyatadda al-'ikhtilāfiyatu : Rising action

/ḥāliyatun : Situasi

/al-abkatu/ : Alur

/Al-hikamu/

: Hikmah

/ Al-khiṭabatu/ : Khuṭbah

/Ar-risālatu/ : Surat

/al-syakhṣīyatu al-ziyādatun / : Tokoh tambahan

أ

/ al-syakhṣīyatu „ala al'akhaṣṣi/ : Tokoh utama

/al-syakhṣīyatu az-za‟miyah/ : Tokoh protagonis / al-syakhṣīyatu al-mukhāṣimatun/ : Tokoh

antagonis

ئ

/fā‟idatun al-masyhadu/ : Fungsi latar

/Al-qi

ṣṣatu/ : Kisah

/

masyahidatu / : Latar

/ al-masyahadatu zamaniyati/ : latar waktu /al-masyahadatu makāniyati/ : Latar tempat

أ

/al-musyahadatu ijtima‟iyati/ : latar sosial

/al-mauḍū‟u/ : Tema


(5)

/ Al-waṣayā/ : Wasiyat

أ

أ

/al-uslūb al-'adabī/ : Gaya bahasa

ا


(6)

GLOSARIUM

Abstrak : Tidak berwujud ; tidak berbentuk

Alur : Rangkaian peristiwa yang direka dan dijalani dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan kearah klimaks penyesaian

Dimensi : Ukuran

Definisi : Kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan proses atau aktivitas

Ekstrinsik : Unsur yang berada dari luar

Etimologi : Cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta

perubahan dalam bentuk makna Imajinasi : Khayalan

Instrinsik : Unsur yang bearada dari luar Khutbah : Seni berbicara

Kisah : Cerita atau suatu hal yang dibicarakan

Metode :Cara kerja untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan

guna mencapai tujuan yang ditentukan

Novel :Prosa yang panjang yang mengandung cerita kehidupan

seseorang

Refrensi : Sumber acuan (rujukan, petunjuk) Terminologi : Peristilahan; definisi istilah Tersirat : Tersembunyi atau tidak langsung Tersurat : Nyata atau secara langsung

UNESCO : (United Nations Educational Scientific and Cultural

Organization) badan PBB khusus pada pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pendidikan.


(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

LAMPIRAN 3

Perlihatkanlah Tuhan Kepadaku

Di zaman dahulu ada seorang lelaki jujur dan tulus. Dia dikaruniai seorang anak lelaki cerdas dan fasih berbicara, dia sangat menikmati dan mensyukuri anugrah ini. Di waktu senggang lelaki itu duduk bersama dengan anaknya. Mereka berbincang-bincang sepert dua sahabat karib, sama-sama paham dan nyambung dengan apa yang dibicarakan. Seakan-akan tidak ada perbedaan usia antara ayah dan anak.

Perbedaan usia antara keduanya bagai tirai sutra yang fatamorgana. Mereka berdua pintar, saling memahami, keduanya punya pandangan ilmiah dan pandangan yang bodoh tentang hakikat wujud dan esiensi sesuatu namun sama-sama tidak mengerti hakikat wujud dan esensi sesuatu.

Pada suatu hari lelaki itu memandangi anaknya.“Kamu adalah anugrah Tuhan, anakku! Puji syukur Tuhan!”

Kemudian anaknya berkata, “Ayah sering kali berbicara tentang Tuhan. Perlihatkan Tuhan kepadaku, ayah!”

“Apa yang kamu bilang, anakku?!” Ucap lelaki itu terperangah dan bingung. Ini permintaan aneh yang dia pun tidak tahu bagaimana memenuhinya. Dia diam dan berpikir cukup lama. Kemudian berbicara kembali dengan anaknya. “Kamu ingin aku memperlihatkan Tuhan kepadamu? “Iya, ayah.. Perlihatkan Tuhan kepadaku!”

“Bagaimana mungkin memperlihatkan kepadamu sesuatu yang aku sendiri belum pernah melihatnya? “Kenapa ayah belum pernah melihat-Nya?“Karena belum pernah berpikir untuk melihat-Nya.”


(13)

“Bagaimana kalau aku meminta ayah untuk melihat-Nya… Kemudian memperlihatkan-Nya kepadaku?”

“Akan akulakukan, anakku… Akan akulakukan.”

Lelaki itu berdiri, saat itu juga pergi keliling kota. Dia meminta orang-orang untuk memperlihatkan Tuhan kepada, mereka justru memakinya. Mereka adalah orang-orang yang melalaikan Tuhan dan lebih mementingkan perkara dunia. Kemudian lelaki itu mendatangi para pemuka agama dan menyampaikan keinginannya, mereka justru mendebat dia dengan dalil-dalil dari kitab suci. Merasa tidak mendapat apa-apa dari mereka, dia pergi putus asa.

Dia berjalan menyusuri jalanan, bersedih dan bertanya-tanya pada diri sendiri: “akankah pulang dengan tangan hampa?” Sampai akhirnya bertemu dengan seorang kakek. Kakek itu berkata padanya, memberinya saran.

“Pergilah ke pinggiran kota! Temui seorang zuhud uzur! Doanya selalu dikabulkan oleh Tuhan. Barang kali dia bias menolongmu.”

Lelaki itu segera menemui sang zahud.

“Aku datang padamu karena sesuatu hal, aku berharap tidak pulang dengan kegagalan…”

Sang zuhud mengangkat kepalanya, berkata dengan nada lembut dan serius. “Sampaikankeinginanmu!”

“Aku ingin engkau memperlihatkan Tuhan kepadaku.”

Sang zuhud termenung sambil mengelus-elus jenggotnya yang putih. “Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?”


(14)

Kemudian sang zuhud melanjutkan perkataannya dengan nada lembut dan serius.

“Hei! Tuhan tidak bias dilihat dengan mata kita, juga tidak bisa dirasakan keberadaan-Nya dengan organ perasa di tubuh kita. Apa bisa kamu mengukur kedalaman laut dengan menggunakan jari seperti kamu mengukur kedalaman cangkir?

“Lantas bagaimana agar aku bisa melihat-Nya?” “Jika Dia hadir di dalam jiwamu…”

“Kapan Dia bias hadir di dalam jiwaku?” “Ketika kamu memperoleh cinta-Nya…”

Lelaki itu bersujud dan membentur-benturkan dahi ketanah. Kemudian meraih tangan sang zuhud dan memohon kepadanya.

“Wahai zuhud yang soleh, mohonkan pada Tuhan agar memberikan sebagian cinta-Nya kepadaku!”

Sang zuhud menarik tangannya.

“Jangan serakah.Minta yang paling sedikit!”

“Kalau begitu aku minta sedirham dari cinta-Nya…” “Tamak sekali kamu!Itu banyak!”

“Seperempat dirham?”

“Janganserakah… Janganserakah…” “Kalau begitu, sebiji atom dari cinta-Nya..”

“Kamu tidak akan sanggup menerimanya walau pun hanya sebiji atom.” “Kalau separuh biji atom?”


(15)

“Barangkalibisa…”

Sang zuhud mendongak keatas, wajahnya menghadap langit, berdoa. “Tuhan… Berilah dia separuh biji atom dari cinta-Mu!”

Setelah itu lelaki itu berdiri dan pergi. Beberapa hari kemudian keluarga, anak dan beberapa sahabatnya mendatangi sang zuhud. Mereka memberitahu sang zahud bahwa dia belum juga kembali sejak kepergiannya tempo hari, dia menghilang dan tidak ada satu pun yang tahu di mana keberadaanya. Sang zuhud gelisah. Kemudian bergegas mencarinya bersama mereka. Di dalam perjalanan bertemu sekelompok penggembala. Sekelompok penggembala itu bercerita kepada mereka bahwa lelaki yang mereka cari tampak gila dan pergi menuju sebuah gunung.

Kemudian sekelompok penggembala itu mengantar mereka ke tempat lelaki itu. Akhirnya mereka menemukan dia berdiri di padang pasir sedang memandangi langit. Mereka mengucapkan salam kepadanya, dia tidak menjawab. Sang zuhud mendekatinya.

“Ingataku?Aku yang kamu temui waktu itu….” Lelaki itu sama sekali tidak bergerak. Anaknya menghampirinya dengan perasaan cemas, kemudian bertanya dengan nada pelan dan penuh kasih sayang.“Ayah tidak mengenaliku?”

Dia masih saja diam. Keluarganya berteriak memanggil-manggil dia, mencoba menyadarkanya. Namun sang zuhud menggeleng-gelengkan kepala putus asa seraya bilang pada mereka:

“Percuma berteriak! Bagaiman mungkin orang yang dihatinya terdapat cinta Tuhan seberat separuh biji atom, bias mendengar ucapan manusia?! Demi Tuhan, walau pun kalian memotong-motong tubuhnya dengan gergaji, dia tidak akan tahu.”

Anaknya berteriak, “ini salahku!Aku yang memintanya untuk melihat Tuhan.”


(16)

Sang zuhud menoleh kearahnya dan berkata seakan-akan bicara kepada diri sendiri:“Kamulihat? Separuh biji atom dari nur Tuhan cukup untuk menghancurkan struktur tubuh manusia dan merusak jaringan saraf otak!”


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hakim, Taufik.Arinillah.Mesir: Maktabah Misriyah, (t.p.,t.t) Al-Munawir, Kamus Indonesia-Arab. Surabaya : Pustaka Progresif

Aziez, Furqonul, dkk. 2010. Menganalisis Fiksi Sebuah Penghantar. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Basyaruddin, HM, Yessi. Perlihatkanlah Allah Kepadaku : Maktabah Usrah (t.p.t.t)

Ballabaki, Munawir.1998. Kamus Al Maurid/Kamus Inggris Arab AModern English-Arabic Dictionary(Darul „ilmi Lil-Malayyin)

Basyaruddin, Hm, Yessi. Melihat Allah. Maktabah Usrah, (t.p.t.t)

Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta :(Epistimologi Model Teori, dan Aplikasi). FBS: Universitas Negeri Yogyakarta

Fathoni, Atho'illah, Achmad.2007.Leksiko Sastrawan Arab Modern Biografi &Karyanya. DataMedia

Gustina, Linda.2005. Skripsi Sarjana Analisis Struktural Kisah ϒϬϜϟΎΑΎΤμϟ΍ / Ashabu Al-Kahfi/ ‘Para Penghuni Gua’ Dalam Al’Qur’an Surah Al- Kahfi. Medan: Universitas Sumatera Utara Program Studi Sastra Arab

Husen, Tha. Tt. Fi al-adabu al-jahily.Mesir : Darul Ma'arif (cetakan ke-10). Jamil, Khairul.2008.al-adabu wa an-nasru: Medan

Jami‟ah al-Imam Muhammad ibn Su‟ud al-Islamiyah, al-Adab (Riyidh:

Jami‟ah al-Imam Muhammad ibn Su‟ud al-Islamiyah, 1993).

Mundur, Muhammad. 2005. Al-Masrahi. (Kairo: Maktabah Nahdhah al-Misriyah, 2005)


(18)

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nasution, Ellita. 2006. Skripsi Sarjana (Analisis Struktural Prosa Arab Modern Wardah Hani karya Khalil Gibran. Medan : Universitas Sumatera Utara Program Studi Sastra Arab.

Nasyid, Syamsudin. 2006. Kamus Tiga Bahasa. Surabaya: Gama Press

Rafiek. M. Teori Sastra (Kajian Teori dan Praktik).Bandung : PT Refika Aditama.

Simbolon, Pega, Lidya. 2004. Skripsi Sarjana (Analsis Struktural Dan Semiotik Dalam Novel ήϔμϟ΍ΔτϘϧΪϨϋΓ΍ήϣ· / ‘imra’atun ‘inda nuqṭati

al-ṣifri/‘Perempuan Di Titik Nol) karya Nawal Al-Sa’dawi. Medan: Universitas Sumatera Utara Program Studi Sastra Arab

SK Bersama Mentri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158 tahun 1987 dan No. 0543b/U/1987.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Penghantar Teori Sastra. Jakarta : Pt Gransindo Sofyan, Nur Chalis. 2004. Sastra Arab Sebuah Pengantar. Banda Aceh :

Ar-Raniry Press.

Sugihastuti.2002. Teori Dan Apresiasi Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest.

Tasai, Amran.S.1997. Analisis Struktur Dan Nilai Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Zaidan, Jarji. 1996. Tarikh Adab al-Lughat al-'arabiyah. Libanon : Darul Fikri.

(http://artikata.com/arti-335344-kisah.html 30:03:2016)

(http/bahasablogkuindonesia.blogspot.com/2014/04/prosa-dan-jenis-jenis-prosa_17.html_15:04:2015)


(19)

http://www.mediafire.com/view/azssll9kyuk35v0/Ariini_Allah.pdf (13:04:2015)

(http://mama-diyah.blogspot.co.id/2013/11/makalah-moral-dalam-fiksi.html 01:04:2016)

(http://99computer-syiirarab.blogspot.com/2010/12/definisi-syiir-arab.html 13:04:2015)

(http://jonatanaji.blogspot.com/ 13:04:2015)

(http://sijagokeok.blogspot.co.id/2012/03/novel-arinillah.html09:02:1016 ) (http://senyumketiga.blogspot.co.id/2014/08/letak-astronomis-geografis-negara-mesir.html 01:04:2016)


(20)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Unsur Instrinsik dalam Kisah

ه ىنرأ

/Aranīllah/ karyaTaufik Al

-Hakim

Kisah ini setelah dicermati mengandung nilai-nilai instrinsik yang saling mendukung antara unsurnya. Hal ini akan peneliti analisis berdasarkan teori Nurgiyantoro (1995). Menurut Teori ini unsur Instrinsiknya merupakan unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ini yang secara langsung turut serta dalam membangun cerita. Unsur instrinsik meliputi peristiwa, cerita, plot, tokoh dan penokohan, tema, alur, latar, sudut pandang dan gaya bahasa (Nurgiyantoro 1995:4-23).

Berdasarkan teori fiksi sastra Burhan Nurgiyantoro (1995:36) bahwa struktural adalah susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagiannya menjadi komponen yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah yang menekankan pada aspek instrinsik. Berdasarkan teori dasar itu maka karya sastra yang akan dianalisis adalah apa yang tersirat dalam karya sastra. Menurut Nurgiyantoro yang tersirat dalam karya sastra berupa unsur instrinsik seperti tema, alur, tokoh dan karakter, latar, sudut pandang dan gaya bahasa. Novel

ه

أ

/Aranīllah / karya Taufik Al-Hakim

memiliki 18 (delapan belas) kisah yaitu:

1.

ه

أ/Aranīllah /

'Perlihatkanlah Allah Kepadaku' halaman 11 sampai

halaman 15

2. /as-syahīdu/'Sang Pejuang' halaman 16 sampai halaman 31


(21)

4.

أ

/'anā al-maut/'Akulah Kematian' halaman 40 sampai halaman 59 5. /wa kānat lidunyā/'Maka Jadilah Dunia' halaman 60 sampai

halaman 73

6. /kūlati li ‟aṣāfaīni/'Negeri Burung' halaman 74 sampai halaman 79

7. /fī sanati milyūn/'Pada Ribuan Tahun Mendatang' halaman 80 sampai halaman 99

8.

ا

/al-lakhnawā‟u al-‟ajību/'Karya Yang Menajubkan' halaman 100 sampai 104

9.

ئ

ا

/al-wasaṭū ‟azrā'īl/'Tukang Todong Bernama Izrail' halaman 105 sampai halaman 109

10. /ma‟juzū karāmātun/'Mukjizat Dan Keramat' halaman 110 sampai halaman 121

11. /mu'tamaru al-habi/'Konfrensi Cinta' halaman 122 sampai halaman 129

12.

أ

/imra'atu khalabati ay-syaīṭān/ 'Perempuan Yang Berhasil Mengalahkan Syaitan' halaman 130 sampai halaman 136

13.

/al-

jabību al-majhūlu/'Kekasih Yang Hilang' halaman 137 sampai halaman 151


(22)

14. /fī nakhibi al-‟aṣābati/'Mafia Terpilih' halaman 152 sampai halaman 156

15. /asi‟ā zaūjaīni/'Pasangan Paling Berbahagia' halaman 167 sampai halaman 160

16. /i‟tarafu al-qātilu/'Kenalilah Pembunuh Itu' halaman 161 sampai halaman 176

17.

ا

/milalādu fikratun/'Akhirnya Keluar Juga Ide Itu' halaman 177 sampai halaman 183

18. / wajhu al-ḥaqīqati/'Wajah Kebenaran' halaman 184 sampai halaman 212

Skripsi ini khusus membahas kisah yang pertama berjudul

ه

أ

/Aranīllah / ini termasuk judul utama, karena judul ini diambil sebagai judul

buku, yang terdapat pada halaman 1 sampai 5. Dalam Kisah

ه

أ

/Aranīllah / karya Taufik Al-Hakim terdapat unsur instrinsik yang saling

mendukung untuk kesempurnaan sebuah kisah. Dalam kisah inimenggambarkan tentang kehidupan remaja yang cerdas, yang bersifat terbuka, polos. Dia ingin berjumpa dengan Tuhan-Nya, karena sang ayah selalu bercerita tentang Tuhan dan apa yang diciptakan Tuhan kepadanya. Hal ini memperkuat keinginan anak tersebut untuk dijumpakan dengan Tuhan.


(23)

Tema merupakan makna yang terkandung dalam sebuah cerita, akan dijumpai setelah cerita itu dibaca berulang, dipahami dan di mengerti apa yang terkandung dalam kisah itu.

Pada kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim yang terdapat dianalisis dengan teori Nurgiyantoro. Seperti yang terdapat pada dialog di halaman 11 (sebelas) baris ke 10 (sepuluh) kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim sebagai berikut:

:

! ه

أ ...ه آ

أ

/faqāla ṭiflu: 'innaka yā 'abati tataḥadaśu kaśirān ‟anillah ..aranīllah!

''Kemudian anaknya berkata: Sesungguhnya engkau wahai ayahku tentang Allah sering kali berbicara kepadaku tentang Allah.. Perlihatkanlah Allah (Tuhan) kepadaku!

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui bahwa cerita ini mengarah kepada bagaimana seorang ayah mendidik anaknya dengan cerita tentang Tuhan sehingga si anak berfikir untuk melihat Tuhan-Nya.

Kemudian terdapat dialog di halaman 12 (dua belas) baris ke 2 (dua) kisah

ه أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim sebagai berikut:

أ أ

أ

!

؟ أ

.. أ أ

/kaifa 'araīka mā lam 'arahu'anā nafsī !/

/wa lima ā yā 'abati lam tarihu?/

/li'anna lam 'ifakkir fī alika qabla al-an../

'Bagaimana mungkin memperlihatkan kepadamu sedangkan aku sendiri belum pernah melihatnya?'


(24)

'Karena aku belum terfikir untuk hal itu sebelumnya..'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui bahwa ayahnya belum terfikir untuk melihat Tuhan selama ini.

Kemudian terdapat dialog di halaman 13 (tiga belas) baris ke 10 (sepuluh) kisah

ه أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim sebagai berikut:

؟ أ

..

..

..

/wa kaifa arāhu i an?

/'i ā takasyifahuwa lirūḥika.. /wa matā yatakasyafalirūḥī? /i ān ẓafarat bimaḥabbatihi..

'Lantas bagaimana agar aku dapat melihatnya?'

'Jika dia bisa hadir di dalam jiwamu..'

'Kapan dia hadir di dalam jiwaku?'

'Jika kamu memperoleh cinta-Nya'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui bahwa Tuhan hanya dapat dilihat dengan ruh, karena Allah itu ghaib bukan materi (benda) yang dapat dilihat langsung dengan panca indra dan pada dialog ini terlihat kata /‟Mahabbah‟/ yang dalam ilmu Tasawuf artinya Cinta Allah yang melebihi cinta-Nya kepada Makhluk termasuk dirinya sendiri.

Pada dialog selanjutnya dapat diketahui bahwa tahapan pengenalan kepada Allah adalah Mahabbah (cinta Allah).


(25)

..

ش

أ ه ..

أ

/fasajada ar-rujulu wa'afara at-turāba jabihatuhu wa akha a yadun an-nāsiku wa tawasala ilaīhi qā'ilan: /ayyuhā an-nāsiku ash-ṣāliḥu.. sala Allah 'an yarziqnī sya'an min muḥabbati/...'Lelaki itu bersujud dan membenturkan dahi ke tanah. Kemudian meraih tangan sang zuhud dan memohon kepadanya'

'Wahai kakek yang soleh, mohonkan pada Tuhan agar memberikan sebagian cinta-Nya kepadaku!'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui keinginan anak untuk bertemu dengan Tuhan-Nya Kata menunjukkan bahwa temanya adalah tentang ketuhanan tepatnya bila ditinjau dari pandangan sufi termasuk pada

/

cinta Allah, dengan demikian dapatlah dikatakan aliran sastra yang digunakan adalah sastra sufi

3.1.2 Alur atau Plot

ك حلا

/ al-

abkatu/

Alur atau Plot merupakan cerminan atau berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir,dan bersikap, dalam menghadapi masalah kehidupan dalam karya sastra yang ditulis oleh Kisah Taufik Al-Hakim ini.

Alur atau Plotnya dapat dilihat dari dialog kisah

ه

أ

/Aranīllah

/sebagai berikut:

Pada dialog halaman 11 (sebelas) pada baris ke 1 (satu)

أ

/kāna fī sālafi al-‟uṣuriwa al-awānu rajulun ṭaibun al-sarīratin ṣāfā ad-ḍamīri/

'Di zaman dahulu ada seorang lelaki jujur dan tulus, dia dikaruniai seorang anak lelaki yang lembut'


(26)

ا ه

/razaqatu allahi ṭiflan akiyyan alfu‟ādi iliqual lisāni/. 'Dia di anugerahi seorang anak laki-laki yang ceria, berfikir bijak dalam berbicara.

Pada dialog halaman 12 (dua belas) pada baris ke 7 (tujuh)

أ

...

،

أ

ه

،

/waan-haḍa ar-rajulu... wa maḍā liwaqtihi waja'ala yaṭūfu bi al-madīnati yas'alu an-nasa 'an bagyatihi, fasakhara minhu, fahum maskhulūna ‟anillahi wa mauyāhadatu bi'a‟mālihim ad-dunīawiyyati/ 'Lelaki itu berdiri sejenak, saat itu dia menghabiskan waktunya dan dia berjalan keliling kota, ia menanyakan kepada orang-orang tentang bagaimana dia dapat melihat Tuhan, maka mereka, maka mereka marah kepadanya, sedangkan mereka itu menyibukkan diri beribadah kepada Allah dan memperlihatkan kepadanya dengan amaln-amalan dunia.'

Pada dialog halaman 14 (empat belas) pada baris ke 12 (dua belas)

أ

أ ، أ

...

أ

أ

أ

أ

ا

أ ،

/wa qāma ar-rajulu wā inṣarafa..wa marratal-'ayāma, wa 'i ān'usratu rajul wa ṭifluhu wa 'aṣḥābuhu ya'tūna 'ila nāsik wa yafḍūna 'ilaihi bi'ana ar-rajulu lam yu‟udu 'ila man iliḥi wa'aḥlihi mun u tarakuḥu. wa'anahu ikhtafā wa la yadrī'iḥda makānihi/ 'Setelah itu lelaki itu berdiri kemudian dia pergi, beberapa hari kemudian keluarga, anak dan beberapa sahabatnya mendatangi sang zuhud. Mereka memberitahu sang zuhud bahwa dia belum juga kembali kerumahnya sejak kepergiannya tempo hari, dia menghilang dan tidak ada satu pun yang tahu dimana keberadaannya'

Pada dialog halaman 15 (lima belas) pada baris ke 5 (lima)


(27)

أ

:

/falam yabdu ḥarākān… wa ṣāḥati usratuhu wa awwuhu min ḥaulihi muḥāwalaini īqāẓihi wa lakin an-nasika huwa rā‟sahu qāniṭān wa qāla lahum/'Dia masih saja diam, keluarganya berteriak memanggil-manggil dia

'mencoba menyadarkannya. Namun sang zuhud menggeleng-gelengkan kepala putus asa seraya bilang pada mereka:

Pada dialog halaman 15 (lima belas) pada baris ke 5 (lima)

ا

...!

ا

ه

!

؟

...

ه

/la jadwā!..kaifa yasma‟u kalaman al-adamiyyina man kāna fī qalbihi migdārun niṣfun arratin min muḥabbatillah?!.. wa allahu lau qatha' tumuhu bī al-minsyāri lammā 'alama bi alika!/'Percuma berteriak! Bagaimana mungkin bias mendengar perkataan manusia? Demi Tuhan, walau pun kalian memotong-motong tubuhnya dengan gergaji, ia tidak akan tahu '

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui alur atau plotnya adalah maju, karena cerita ini menceritakan tentang kondisi anak dan ayahnya, sampai sang ayah menemui orang zuhud sampai suatu hari sang ayah dalam keadaan tidak sadar seperti orang gila.

3.1.3 Tokoh Dan Karakter

عي ط

لا

يص شلا

/al-syakhṣīyatu wa at-ṭabī‟atu/

Tokoh utama merupakan pelaku, sedangkan karakter merupakan sifat atau tingkah laku.

Tokoh terbagi menjadi empat bagian yaitu :

A. Tokoh Utama

أ

/ al-syakhṣīyatu „alaal-'akhaṣṣi/ B. Tokoh Tambahan /al-syakhṣīyatu al-ziyādatun /


(28)

C. Tokoh Antagonis

/al-syakh

ṣīyatu az-za'miyah/ D. Tokoh Protago / al-syakhṣīyatu al-mukhāṣimatun /

A. Tokoh Utama

صخأا يلع يص شلا

/ al-syakhṣīyatu „ala al

-'akhaṣṣi/

Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan dalam cerita atau kisah.

Adapun tokoh utama dan karakter dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 1 (satu) :

أ

/kāna fī sālafi al-uṣuriwa al-awānu rajulun ṭaibun al-sarīratin ṣāfā ad -ḍamīri/„Pada zaman dahulu kala, ada seorang laki-laki baik, jujur dan tulus mencintai anaknya'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh utama adalah /rajulun ṭaibun/'seorang laki-laki yang sangat baik (seorang ayah), jujur, tulus bersifat sederhana dan mencintai anaknya'.

Adapun tokoh utama dan karakter dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 1 (satu) :

ه

ا

/rizaqatu allahi ṭiflān jakīān alfu‟ūdi aliqan lisāni/. „Ia di karuniakan seorang anak laki- lakiyang sangat cerdas berfikir dan fasih dalam berbicara‟

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh utamanya

ا

/ṭiflān/'seorang anak laki-laki' (anaknya) yang cerdas yang ingin tahu


(29)

semua hal yang ada di kehidupannya dengan cara menyampaikan kenginannya ingin berjumpa allah kepada ayahnya

Adapun tokoh utama dan karakter dalam kisah

ه

أ/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 2 (dua) :

أ

أ

/fākānat 'amta‟a laḥẓātihi sā‟atan yajlisu 'ilā ṭaflihi yataḥādaśāni ka'anahumā ṣadīqāni/'Di waktu senggang lelaki itu duduk bersama dengan anaknya dan keduanya pun berbicara. Mereka berbincang-bincang seperti dua sahabat karib, sama-sama paham dengan apa yang dibicarakan'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh utama adalah /rajulun ṭaibun/'seorang laki-laki dan

ا

/ṭiflān/'seorang anak laki-laki', mereka berdua seperti sahabat karib saling menyayangi.

Adapun tokoh utama dan karakter dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 10 (sepuluh) :

:

؟

! ه

أ ..ه

/faqāla ṭiflu: 'inaka yā 'abati tataḥadaśu kaśīrān ‟anillah..'aranīllah mazā taqūlu yā ibnī/?'Kemudian anaknya mengatakan: 'Ayah sering kali berbicara tentang Tuhan. Perlihatkanlah Tuhan kepadaku! 'apa yang kamu bilang, anakku?'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh utama adalah /banī/'seorang anak' yang mempunyai kenginan untuk berjumpa kepada Allah dari ungkapan ini sang anak terlihat manja pada ayahnya.


(30)

Tokoh tambahan merupakan tokoh yang lebih sedikit ceritanya. Adapun tokoh tambahan dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim ini terlibat pada halaman 12 (dua belas) baris 9 :

،

/fazahaba'ilā rijālin ad-dīni faḥāwarahu wa jādilūhu binuṣūṣin maḥfūẓatin, wa ṣaīkhu maūḍū‟atin/'Kemudian lelaki itu mendatangi para pemuka agama dan menyampaikan keinginannya, mereka justru mendebat dia dengan dalil-dalil dari kitab suci'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh tambahan

/rijālun ad-dīni/'pemuka agama'yang sangat pandai akan dalil-dalil dari kitab suci.

Adapun tokoh tambahan lainnya ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 13 (tiga belas):

أ

:

أ

!

...

ا ش ها أ ا

/wa 'akhīrān 'a‟syara bisyaīkhin qāla lahu: /i hab 'ilā ṭarfi al-madīnati tazidu nāsikān hirmān la yas'alu ila Allaha syaī‟an 'ila istijabu lahu..farubbamā tajidu ‟indahu bighaitika!/'Sampai akhirnya bertemu dengan seorang kakek.Kakek itu berkata padanya dan memberi saran'Pergilah ke pinggiran kota! Temui seorang zuhud uzur, doanya selalu dikabulkan oleh Tuhan.Barangkali dia bisa menolongmu!''

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh tambahan /bisyaīkhin/'sang zuhud (kakek)', dan sang kakek berkata kepadanya untuk pergi ke kota temui seorang sang zuhud agar bias menolongmu.


(31)

Adapun tokoh tambahan lainnya dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (lima belas) baris 5 (lima):

أ

...أ

/falam yabdu ḥarākān… wa ṣāḥati usratuhu wa awwuhu min ḥaulihi muḥāwalaini īqāẓihi/'Dia masih saja diam, keluarganya berteriak memanggil-manggil dia 'mencoba menyadarkannya.

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh tambahan

أ

/usratuhu/'keluarga' yang telah memberi semangat agar sang laki-laki sadar.

C. Tokoh Protagonis

ميع

زل

ا يص

شلا

/al-syakhṣīyatu az-za'miyah/

Tokoh Protagonis merupakan tokoh yang di kagumi dalam cerita atau kisah.Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 3 (tiga):

أ

؟

أ

أ

..

أ

...

؟

أ

...

أ

/wa lima ā yā 'abati lam tarihu?/

/li'anna lam 'ifakkir fī alika qabla al-āna../

/wa i ā ṭalabtu ilaika an ta haba litarāhu..ṡumma tarayanī iyāhu?... /sa‟af‟ala yā bunayyā...saaf‟ala/

'Bagaimana mungkin memperlihatkan kepadamu sedangkan aku sendiri belum pernah melihatnya?'

'Kenapa ayah belum pernah melihat-Nya?'


(32)

'Bagaimana kalau aku meminta ayah untuk melihatNya, kemudian memperlihatkanNya kepadaku?

'Akan aku lakukan anakku.. akan aku lakukan'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh protagonis sang ayah, karena dia semangat menuruti keinginan anaknya yang ingin berjumpa kepada Allah walaupun sang ayah tidak pernah berfikiran seperti itu sebelumnya

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 7 (tujuh):

...

أ

/wa an-haḍa ar-rajulu... wa maḍā liwaqtihi waja'ala yaṭūfu bi al-madīnati yas'alu an-nasa 'an bagyatihi,/'Lelaki itu bediri, saat itu juga pergi keliling kota, dia meminta orang-orang untuk memperlihatkan Tuhan kepadanya

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh protagonis /rijalun/'seorang laki-laki' yang sangat peduli kepada anaknya.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 14 (empat belas):

ا ش ها أ ا أ

!

...

/i hab'ilā ṭarfi madīnati tazidu nāsika'n hirmān la yas'aluallaha syaī‟an 'ila istijabu lahu..farubbamā tajidu ‟indahu bighaitika!/'Pergilah ke pinggiran


(33)

kota! Temui seorang zuhud uzur, doanya selalu dikabulkan oleh Tuhan.Barangkali dia bisa menolongmu!'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh protagonis seorang zuhud uzur (kakek tua) yang alim, dia suka menolong dan memiliki ilmu pengetahuan ke Tuhanan dengan baik.

D. Tokoh Antagonis

مص م

لا

يص شلا

/ al-syakhṣīyatu al-mukhāṣimatun /

Tokoh Antagonis merupakan tokoh yang banyak terdapat konflik jahat yang menimbulkan rasa benci.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 15 (lima belas) baris 10 (sepuluh):

أ

:

...

أ

أ

أ

ه

!

أ

:

؟ أ أ

...

ا

!

/wa akha a al-ṭiflu yaṣīḥu wa yaqūlu:

/al- ānbu anbī... anā al-la ī sa'alathu 'an yarā Allah!

/fā iltafati ilaihi annāsiku wa qāla wa ka‟annahu yukhāṭabu nafsahu :

/‟ara‟aita ?.. inna nasfu arratin min nūrillah takfī litaḥṭīmu tarakibinā al al-adamiyū wa itlāfa zahāzunā al‟aqlī !

/'Anaknya berteriak, ini salahku! Aku yang memintanya untuk melihat Tuhan. Sang kakek menoleh ke arahnya dan berkata seakan-akan bicara kepada diri


(34)

sendiri: Kamu lihat? Separuh biji atom dari nur Tuhan cukup untuk menghancurkan struktur tubuh manusia dan merusak jaringan saraf otak!'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui tokoh Antagonis seorang anak laki-laki sangat egois, dan tidak berfikir atas kondisi ayahnya dan dia sangat menyesali atas perbuatan yang di lakukan kepada ayahnya.

3.1.4 latar

ه شملا

/al-musyahadatu/

Latar merupakan suatu peristiwa yang terjadi yang di hubungkan oleh waktu, tempat, dan lingkungan sosial yang menyangkut dengan peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Latardalam sebuah kisah ada tiga yaitu:

A. Latar Tempat / al-musyahadatu zamāniyatu/ B. Latar Waktu / al-musyahadatu makāniyatu/ C. Latar Sosial

أ

/ al-musyahadatu ijtima‟iyati/

A. Latar Tempat

ين مز

لا

ه شملا

/ al-musyahadatu az-zamāniyatu/

Latar tempat merupakan lokasi yang terjadinya peristiwa. Latar tempat pada kisah

ه أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 10 (sepuluh):

...

أ

/wa an-haḍa ar-rajulu... wa maḍā liwaqtihi waja'ala yaṭūfu bi al-madīnati yas'alu an-nasa 'an bagyatihi/'Lelaki itu bediri, saat itu juga pergi keliling kota, dia meminta orang-orang untuk memperlihatkan Tuhan kepadanya

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar tempat /bilmadīnati/'keliling kota' mesir yangterletak di tepi Laut Merah dan


(35)

Laut Mediterania. Mesir terletak di Afrika Utara yang berbatasan langsung dengan Sinai di Asia.Mesir berada paling timur dari Afrika Utara.

Latar tempat pada kisah

ه

أ/Aranīllah /

karya Taufik Al-Hakim

ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 11 (sebelas):

أ :

ئ

؟

/wa masyā fī aṭ-ṭariqāti magmūmān yusā‟ilu nafsahu : ayya‟ūdu ilā ṭiflihi kamā ahaba khāwā al-yadi mimmā ṭalaba?/ „Dia (Ayahnya) berjalan menyusuri jalanan, bersedih dan bertanya-tanya pada diri sendiri : Akankah dia pulang kepada anaknya dengan tangan hampa tanpa membawa apa yang diminta?.

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui terdapat latar tempat yang menyebutkan bahwa kata /fī aṭ-ṭariqāti/‟jalan-jalan kota(Mesir)‟ sebagai arah tujuan ayahnya untuk mencari pesanan si anak dalam keinginannya berjumpa ke pada Allah.

Latar tempat pada kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim

ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 14 (empat belas):

أ ا أ

ا ش ه

!

...

/i hab'ilā ṭarfi madīnati tazidu nāsika'n hirmān la yas'alu Allaha syaī‟an 'ila istijabu lahu..farubbamā tajidu ‟indahu bighaitika!/'Pergilah ke pinggiran kota! Temui seorang zuhud uzur, doanya selalu dikabulkan oleh Tuhan.Barangkali dia bisa menolongmu!'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui terdapat latar tempat yang menyebutkan bahwa / madīnati/'pinggiran kota' (Mesir) merupakan latar tempat


(36)

Latar tempat pada kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim

ini terlihat pada halaman 14 (empat belas) baris 16 (enam belas):

/'inna ar-rujulu junun wa ahaba 'ilā jabāliu wa dawūhum ‟alā makānihi/'sesungguhnya laki-laki itu menjadi gila dan pergi menuju sebuah gunung'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar tempat yang menyebutkan / jabālun/'sebuah gunung' merupakan latar tempat

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 14 (empat belas) baris 17 (tujuh belas):

ئ

/famaḍū 'ilaihi faūjudūhu qā'imān ‟alā ṣakhrati/'Akhirnya mereka menemukan dia berdiri di padang pasir/

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar tempat yang menyebutkan / ṣakhrati/'padang pasir' merupakan latar tempat

B. Latar Waktu

ين كم

ال

ه شملا

/al-musyahadatu al makāniyatu/

Latar waktu merupakan tempat berlangsungnya peristiwa yang dikisahkan oleh cerita.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ/Aranīllah


(37)

أ

/kāna fī sālafi al-aṣru wa al-awānu rajulun ṭaibun al-sarīratin ṣāfā al -ḍamīrin/„Pada zaman dahulu kala, ada seorang laki-laki jujur dan tulus'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar waktu yang menyebutkan / kāna fī sālafi/'Pada zaman dahulu' merupakan latar waktu

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 2 (dua):

أ

أ

/fākānat 'amta‟a laḥẓātihi sā‟atan yajlisu 'ila ṭaflihi yataḥādaśāni ka'anahumā ṣadīqāni/'Di waktu senggang lelaki itu duduk bersama dengan anaknya dan keduanya pun berbicara. Mereka berbincang-bincang seperti dua sahabat karib, sama-sama paham dengan apa yang dibicarakan'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar waktu yang menyebutkan / laḥẓātihi sā‟atan/'Di waktu senggang', kata ini merupakan latar tempat.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 11 (sebelas) baris 4 (empat):

أ

/fayulḥiẓu ka‟āna fāriqu as-sinni wa fāṣala azzamani min irtifa’i min bainihimā kistārati wa hamiyatin min ḥarīri fāiẕān humā mutafaqāni mutafāhamāni/'Perbedaan usia antara keduanya bagai tirai sutera yang fatamorgana mereka berdua pintar saling memahami'/

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar waktu yang menyebutkan /wa fāṣala azzamani/'Perbedaan usia antara keduanya' merupakan latar waktu


(38)

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 7 (tujuh):

أ

...

/wa an-haḍa ar-rajulu... wa maḍā liwaqtihi waja'ala yaṭūfu bi al-madīnati yas'alu an-nasa 'an bagyatihi/'Lelaki itu bediri, saat itu juga pergi keliling kota, dia meminta orang-orang untuk memperlihatkan Tuhan kepadanya

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar waktu yang menyebutkan /wa maḍī liwaqtihi/'beberapa waktu lalu/saat itu juga' merupakan latar waktu.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 8 (delapan):

أ

ه

/fahuma masyakhūluna ‟anillah wa masyāhadatahu bi'a‟malihim ad-duniawayati/'Mereka adalah orang-orang yang melalaikan Tuhan dan lebih mementingkan perkara dunia'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar waktu yang menyebutkan / ad-duniawayati/'perkara dunia' merupakan latar waktu


(39)

Latar Sosial menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 12 (dua belas) baris 9 (sembilan):

,

ئ .. ئ

/fa ahaba 'ila rijalun ad-dīni faḥāwarahu wa jādilūhu binnuṣūṣin maḥfūẓatin, wa ṣaikhu maudū‟atun..falam yukharuj minhum biṭā‟ilin... fatarakahum yā'isān/'Kemudian lelaki itu mendatangi para pemuka agama dan menyampaikan keinginannya, mereka justru mendebat dia dengan dalil-dalil dari kitab suci, merasa tidak mendapat apa-apa dari mereka, dia pergi dengan putus asa'

Setelah mencermati kutipan dapat diketahui latar sosial/setting sosial yaitu para ulama yang mendebatkan tentang ajaran agama untuk membantu laki-laki tersebut dan akhirnya laki-laki tersebut merasa tidak puas dan meninggalkan para ulama .

3.1.5 Sudut Pandang

ر ن

ج

/ wajihatu naẓri /

Sudut Pandang merupakan strategi,teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya atau siapa yang menceritakannya.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlibat pada halaman 12 (dua belas) baris 3 (tiga):

أ

؟


(40)

؟

...

أ

... أ ... أ

/wa lima ā yā 'abati lam tarihu?/

/li'anna lam 'ifakkir fī alika qabla al-an../

/wa i ā ṭalabtu ilaika an ta haba litarāhu..ṡumma tarayanī iyāhu?... /sa‟af‟ala yā bunayyā...saaf‟ala/

'Bagaimana mungkin memperlihatkan kepadamu sedangkan aku sendiri belum pernah melihatnya?'

'Kenapa ayah belum pernah melihat-Nya?'

'Karena aku belum terfikir untuk hal itu sebelumnya..'

'Bagaimana kalau aku meminta ayah untuk melihatNya, kemudian memperlihatkanNya kepadaku?

'Akan aku lakukan anakku.. akan aku lakukan'

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah /karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 13 (tiga belas) baris 1 (satu):

!

أ

أ أ

:

ء

أ

أ

؟

أ

أ أ

/a‟raḍḥājatuka!

/'urīdu 'ayuhān nasiku'an tarayanīllah!

/fa'aṭruqu an-nasika wa 'amsaka liḥayatihual-baīḍā'i biyadihi wa qāla : /'atrafa ma‟nāmātaqūlu ?

/na‟am 'urīdu 'an tarayanīllah!/'Sampaikan keinginanmu!, aku ingin engkau memperlihatkan Tuhan kepadaku. Sang kakek termenung sambil mengelus-ngelus jenggot putih, kamu sadar dengan apa yang kamu katakana? Ya, aku ingin engkau memperlihatkan Tuhan kepadaku'


(41)

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim ini terlihat pada halaman 13 (tiga belas) baris 10 (sepuluh):

؟ أ

..

..

..

/wa kaifa arāhu i an?

/'i ā takasyifahuwa lirūḥika.. /wa matā yatakasyafalirūḥī? /i ān ẓafarat bimaḥabbatihi..

'Lantas bagaimana agar aku dapat melihatnya?'

'Jika dia bisa hadir di dalam jiwamu..'

'Kapan dia hadir di dalam jiwaku?'

'Jika kamu memperoleh cinta-Nya'

Pada dialog yang terdapat dari awal sampai akhir dari cerita ini maka dapat dipahami cerita ini sudut pandang persona pertama: Aku (Ayah)

3.1.6 Gaya Bahasa

يب

أا لسأ

/ 'uslub al-'adabī /

Gaya bahasa merupakan cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.

Seperti yang terdapat pada dialog dalam kisah

ه

أ

/Aranīllah

/karya Taufik Al-Hakim. Pada dialog halaman 11 (sebelas) pada baris ke 1 (satu)

أ


(42)

'Di zaman dahulu ada seorang lelaki jujur dan tulus, dia dikaruniai seorang anak lelaki yang lembut'

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan tasbih mursal

Pada dialog halaman 11 (sebelas) pada baris ke 2 (dua)

ا ه

/razaqatu allahi ṭiflan akiyyan alfu‟ādi iliqual lisāni/. 'Dia di anugerahi seorang anak laki-laki yang ceria, berfikir bijak dalam berbicara.

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan tasbih mursal

Pada dialog halaman 11 (sebelas) baris 2 (dua) :

أ

أ

/fākānat 'amta‟a laḥẓātihi sā‟atan yajlisu 'ilā ṭaflihi yataḥādaśāni ka'anahumā ṣadīqāni/'Di waktu senggang lelaki itu duduk bersama dengan anaknya dan keduanya pun berbicara. Mereka berbincang-bincang seperti dua sahabat karib, sama-sama paham dengan apa yang dibicarakan'

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan tasbih mursal majmal tasbih yang lengkap.

Pada dialog halaman 11 (sebelas) baris 4 (empat) :

أ

/fayulḥiẓu ka‟āna fāriqu as-sinni wa fāṣala azzamani min irtifa’i min bainihimā kistārati wa hamiyatin min ḥarīri fāiẕān humā mutafaqāni


(43)

mutafāhamāni/'Perbedaan usia antara keduanya bagai tirai sutera yang fatamorgana mereka berdua pintar saling memahami'/

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan tasbih baligh

Pada dialog halaman 11 (sebelas) baris 12 (dua belas) :

،

/lafẓuhū rijalun fākhri al-fammi, zāhilun al-fikri/'ini permintaan aneh dan dia pun tidak tahu bagaimana memenuhinya. Di diam dan berfikir cukup lama'

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan Kinayah

Pada dialog halaman 14 (empat belas) baris 6 (enam) :

/miśqāla zarratin min muhabatihi/'kalau begitu separuh biji atom dari cinta-Nya.'

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan Isti‟arah

Pada dialog halaman 15 (lima belas) baris 8 (delapan) :

/kāna fī qalbihi miqdārun niṣfun zarratin min muhabbatihi allah/'bagaimna mungkin orang yang dihatinya terdapat cinta Tuhan seberat separuh biji atom bias mendengar ucapan manusia'

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan Isti‟arah

Pada dialog halaman 15 (lima belas) baris 13 (tiga belas) :

ه

/inna niṣfun zarratin min nūri allah/'separuh biji atom dari Nur Tuhan'

Pada dialog yang terdapat diatas maka diketahui gaya bahasa merupakan Isti‟arah


(44)

BAB IV

PENUTUP

4.1

Kesimpulan

1. Novel

ه

أ

/ AranĪllah / ‟ Perlihatkanlah Allah Kepadaku ‟ , karya Taufik Al-Hakim terdiri dari 212 halaman dan delapan belas bab. Terjemahan dari novel ini yaitu „‟ Perlihatkanlah Allah Kepadaku „‟ karya Yessi HM Basyaruddin, Lc, terdiri dari 201 halaman dan delapan belas bab. Novel ini di terbitkan oleh Maktabah Usrah.

2. Unsur Instrinsik yang terdapat dalam novel

ه

أ

/AranĪllah /yaitu, tema, alur, tokoh dan karakter, latar, sudut pandang dan gaya bahasa 3. Tema ketuhanan /

أ

/‟uluhiyyah‟/‟ketuhanan‟, sedangkan dilihat

dari ilmu tasawuf adalah tahapan pengenalan cinta Allah (Mahabbah). 4. Alur maju karena menceritakan tentang kondisi anak dan ayahnya. 5. Tokoh Utama :

a. Seorang laki-laki (Ayahnya) b. Seorang Anak Laki-Laki (Anak) Tokoh Tambahan :

a. Pemuka agama

b. Sang Zuhud (Kakek Tua) c. Keluarga

Tokoh Protagonis :

a. Seorang laki-laki (Ayahnya) b. Sang Zuhud (Kakek Tua) Tokoh Antagonis :

a. Seorang Anak Laki-Laki (Anak)

6. Latar Tempat : Kota Mesir, Jalan-Jalan kota Mesir, Pinggiran Kota Mesir, Sebuah Gunung, Padang pasir.


(45)

Latar Waktu : pada zaman dahulu, di waktu senggang, perbedaan usia, beberapa waktu lalu dan perkara dunia

Latar Sosial : Perdebatan antar ulama dengan laki-laki 7. Sudut Pandang : Orang pertama aku (Ayah)

8. Gaya Bahasa : Tasbih, Tasbih Baligh, Tasbih Murisal, Kinayah, isti‟arah

4.2

Saran

1. Agar Prestasi mahasiswa bahasa arab semakin meningkat dan bertambah, maka penulis mengharapkan agar mahasiswa dapat mengkaji lebih banyak tentang novel-novel berbahasa Arab.

2. Meneliti sastra arab atau novel arab berarti telah berusaha keras memahami arti mufradat dan ilmu qawaid (Nahwu) serta terjemahan dalam dua bahasa yaitu bahasa Arab dan bahasa Indonesia.


(46)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Setelah dilakukan pengamatan di perpustakaan Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, terdapat beberapa skripsi yang menggunakan kajian struktural. Adapun Penelitian sebelumnya yang sejalan dengan skripsi ini adalah :

1. Elita, Nim.060704002 dengan judul "Analisis Struktural Prosa Arab Modern'' Wardha Hani"karya Khalil Gibran. Dalam penelitian tersebut si peniliti hanya membahas unsur latar yaitu latar tempatnya adalah terletak di bagian Barat Daya Asia dan latar waktu adalah delapan belas dan empat puluh tahun dan pesan moral adalah pesan religius keagamaan dan pesan kritik sosial dengan menggunakan teori nurgiyantoro.

2. Gustina, Nim.050704035 dengan judul Analisis Struktural Kisah /Ashabu Al-Kahfi/ ‘Para Penghuni Gua’ Dalam Al’Qur’an Surah Al-Kahfi. Dalam penelitian tersebut peneliti hanya membahas latar tempat, latar waktu dan setting sosial dan amanat dengan menggunakan teori nurgiyantoro.

3. Pega, Nim.040704006 dengan judul Analsis Struktural Dan Semiotik Dalam Novel / ‘imra’atun ‘inda nuqṭati al-ṣafari/ ‘Perempuan Di Titik Nol’ karya Nawal Al-Sa’dawi. Dalam peneletian tersebut peneliti hanya membahas latar tempat, latar waktu dan setting sosial, tema, alur dan tokoh dengan menggunakan teori nurgiyantoro sedangkan dalam semiotik peneliti menggunakan teori Zoest dan Sobur.

Perbedaan penulisan ini dengan kajian terdahulu antara lain, judul objek kajian yang berbeda dengan skripsi yang ditulis sebelumnya, objek


(47)

kajian peneliti adalah kisah

/

ه

أ

/ 'Aranīllāh' karya Taufik Al-Hakim membahas unsur instrinsik secara keseluruhan sesuai berkaitan unsur-unsur Kisah

/

ه أ

/ 'Aranīllāh'tanpa menyampingkan salah satu unsur yang ada.

Peneliti akan membahas unsur instrinsik dalam kajian struktural kisah karya Taufik Al-Hakim yang berjudul

/

ه

أ

/ 'Aranīllāh' menggunakan pendekatan struktural dengan teori Nurgiyantoro. Karya sastra merupakan struktur yang memiliki keindahan teks sastra yang bergantung pada penggunaan bahasa yang khas dan relasasi antara unsur yang mapan (Smith dalam Aminuddin,1990:62).

Menurut Nurgiyantoro langkah-langkah dari analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengindentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi hubungan dalam unsur yang bersangkutan, yaitu unsur isntrinsik dan ekstrinsik dengan menggunakan teori Burhan Nurgiyantoro.

Secara Etimologi Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta „Sastra‟, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar „Sas‟ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan „Tra‟ yang berarti “alat” atau “sarana”. Kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan su sehingga menjadi susastra, yang diartikan

sebagai “ gambaran kehidupan yang baik dan indah ”. (Soeratno,1994).

Menurut Terminologi dalam bahasa Arab kata sastra disebut juga dengan

أ

/ al-adabu (Yunus, 1989:37) yang memiliki arti umum dan khusus. Secara umum, adab adalah "ungkapan yang indah", sedangkan secara khusus adab berarti " kata-kata yang indah dan baik yang memberi pengaruh terhadap cerminan kehidupan manusia" (Sofyan,2004:8). Menurut (Husen.Tt22) :

أ

"

"

"

أ

"

، ئا


(48)

/wa al-qaulu kaṣīru aiḍān ƒī taklīƒi al-ṣilati baina laƒaẓi "al-ādabu" wa baīna "al-adibu" bima‟nā al-da'watu ilā al-wala‟imu śumma al-qaulu kaṡīrin ƒimā dallat ‟alaihi hā ihi al-kalimatu min alma‟ānī al-latī ikhtalafat bi ikhtilāƒi al

-‟uṣūri/ 'Banyak pendapat yang berbeda tentang pengertian adibu dengan

al-adabudengan arti mengajak kepada perbaikan. Dan banyak pendapat yang memberi arti hubungan kalimat pada makna yang berbeda sesuai dengan perkembangan zaman'. Dari uraian diatas dapat di pahami bahwa kata sastra baik dari kontes bahasa Indonesia dan bahasa Arab mempunyai makna sama yakni, karya cipta merupakan bahasa yang indah (estetis) yang bermanfaat untuk mendidik jiwa manusia ke arah kebenaran.

Beberapa referensi menyebutkan bahwa sastra Arab ada 2 (dua) klasifikasi sastra yaitu: / al-syi'ru/ 'puisi' dan

/

al-naṡru/ 'prosa' (Chalis Sofyan 2004 : 25-30).

Definisi syair menurut (Husein,1952 dalam Mazzuki, 2006:45) adalah

ّ

أ

ا

/al-syi‟ru huwa al-kalāmu al-la ī ya'tamidu lafẓuhū ‟alā al-mūsīqī wa al-wazni faya'talafu min ajzā'i yusabbihu ba‟ḍahā ba‟dān fī al -aṭwali wa al-qaṣri wa al-ḥarakati/ 'syair adalah susunan beberapa kata yang pengucapannya terikat dengan irama dan wazan (pola), karena syair itu tersusun dari beberapa bagian yang menyerupai bunyi satu dengan bunyi yang lainnya dan juga mempunyai kesamaan dalam panjang,pendeknya baris harakat' (Husein, 1952: dalam Mazzuki, 2006:45).

Definisi syair menurut (Muhammad ibnu Su'udi dalam Muqti 1944:16) adalah:

:

ا

/al-syi‟ru huwa al-kalāmu al-la i lahu waznun wa qāfīyatun/ 'Syair adalah kalimat yang mempunyai wazan/pola (timbangan) dan al-qafiyah (kata terakhir dalam bait syair)'


(49)

Berdasarkan dua referensi diatas syair merupakan kalimat yang memiliki pola dan mempunyai bunyi dalam kata terakhir dalam bait syair.

Definisi prosa :

:

ا

,

ا

ا

/Al-naṣru fahuwa mā laisa bisyi‟rin min al-kalāmi al-maṣqūli al-munammiqi, fahuwa lāyataqaiyadu biwaznin wa lā qāfīyatin/ 'Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi'r, ia tidak terkait dengan wazan atau qafiyah'.( http://jonatanaji.blogspot.com/ 13:04:2015)

:

ا

ا

,

,

,

,

,

,

/al-naṡru wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al-la ī laisa lahu waznun wa lā qāfiyatun, wa minhu al-khuṭbatu, wa ar-risālatu, wa al -waṣiyatu, wa al-ḥikmatu, wa al-maṡalu, wa al-qiṣṣatu/.'‟Prosa adalah kata-kata indah yang tidak terdapat wazn (timbangan atau pola) dan al-qafiyah (kata terakhir dalam bait syair) dan yang termasuk di dalamnya adalah khutbah, surat, wasiyat, kata-kata perumpamaan dan kisah'( Su‟udi dalam Muqti, 2012:3).

Maka dari beberapa referensi diatas dapat difahami bahwa puisi kalimat memiliki wazn dan qafiyah seperti halnya sya‟ir.

Ada 2 (dua) macam bentuk prosa yaitu prosa fiksi dan prosa non fiksi. Prosa fiksi adalah prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi cerita tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Prosa nonfiksi adalah karangan narasi sugestif/imajinatif. Prosa non fiksi adalah karangan yang tidak berdasarkan rekaan atau khayalan pengarang tetapi berisi hal-hal yang berupa informasi faktual (kenyataan) atau berdasarkaan pengamatan. (http://bahasablogkuindonesia.blogspot.com/2014/04/prosa-dan-jenis-jenis-prosa_17.html 15:04:2015).

Adapun jenis-jenis Prosa Arab adalah Khitabat (Khutbat) , Qishash (cerita), An-Natsru Al-Tajdidiy (Prosa Pembaharuan ), Hikam (Kata Mutiara), Amtsal (Pribahasa) . (Nur Chalis Sofyan, 2004 : 31-34).


(50)

Menurut Jamil (2008:5-10) prosa dapat dibagi kedalam 6 (enam) macam, yakni:

:

أ

,

,

,

,

,

/anw‟u an-naṣri: al-amṡālu, al-ḥikamu, ar-risālatu, al-qiṣṣatu, al-khiṭabatu, al-waṣayā/ 'jenis-jenis al-natsru : al-amśal, al-hikam, ar-risalah, qisah, al-khutbah,al-waṣāyā'(Jamil,2008:5-10).

/ Al-khiṭabatu/ Khiṭabah

إ

/Al-khiṭabatuwa hiya fannun mukhāṭabatin li iqnā'ihim wa 'imtā‟ihim/ 'khutbah adalah seni berbicara yang dapat memberikan kepuasan dan kenikmatan kepada orang yang mendengarkannya'(Jamil,2008:5).

/ Al-waṣayā/ Wasiyat

,

إ

أ

ا

أ

أ

ء ش أ

/al-waṣāyā huwa: jam‟u waṣiyyatin, wa hiyā an-naṣīhatu al-latī yuwajjihuhā al-insāna 'ilā akharin ’azīzin ’alaihi li 'akhīhi li itbā‟i 'amrun hasanin 'au ijtinābu 'amrun syi'in/. 'Al-wasaya kata jamak dari wasiyatun. Wasiyat adalah nasihat yang ditujukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan memuliakan saudaranya untuk mengikuti perbuatan yang baik atau menjauhi perbuatan yang buruk' Jamil,2008:7).

أ

/ Al-amsālu/ Amasal

أ

"

"

,

ئش أ

أ

/Al-amsālu jam‟u min miṡlu qawlu maujuzun warada fi ḥādisatin

mā, wa yusta‟malu ‟inda tasyibihi halin 'aw syai'in bi al-lazī qīla fīhi aṣālun/'Al-amsalu kata jamak dari musalun, al-amsal adalah


(51)

perkataan yang ringkas yang muncul pada kejadian apa saja, al-amsal digunakan ketika mempersamakan atau sesuatu hal, keadaan atau seseorang dengan kata sebenarnya' (Khairul Jamil,2008:11)

/Al-hikamu/ Kata- kata Hikmah (kata mutiara)

/al-ḥikmatu qaulun mu'juzun masyhurun yataḍammanu ma‟na yuhdafu 'ila al-khairi/'Hikmah adalah perkataan ringkas yang terkenal mengandung makna kebaikan bagi orang lain' (Khairul Jamil, 2008:11)

إ

/al-ḥikmatu liyukhālifu al-'insānu huwā yahkumu bīilhaqqi wā

‟adli / 'Hikmah merupakan suatu bentuk manusia tentang hak dan

kebaikan‟

/Ar-risālatu/Surat

إ

,

ه

ا إ

/Ar-risālatu istahdaṡa ha ā al-launu min an-naṡri ma‟a zuhūri al -da‟wati al-'islamiyyati, wa istakhdamahā ar-rasūlu ṣalallahu ‟alaihi wassalam fī mukātabati al-mulūki yad’ūhum 'ilā al -'islami/'Surat membicarakan warna baru dari prosa bersamaan dengan munculnya dakwah islam. Ketika itu Rasulullah Saw mengirimkan raja, yang isi dari surat tersebut mengajak raja-raja tersebut untuk masuk islam' (Jamil 2008:15)

/Al-qiṣṣatu/Kisah

أ

أ

:

,

أ

,

أ

أ


(52)

/Al-qiṣṣatujam'u qaṣasun al-'aqaṣū ṣatu jam‟u 'aqāṣīṣu: al-ḥadīṡu, al-'amru al-ḥādiṡi, as-ṡa'nu al-uḥdūṡati/'Kata qiṣaṣa atau (aq-ṣiṣah) cerita, jamaknya aqāṣīṣu yaitu menceritakan suatu kejadian jamaknya al-uhdust (munjid, 1986).

Prosa yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah karya Taufik Al-Hakim yang berjudul /

ه

أ

/ 'Aranīllāh' termasuk pada prosa modern dalam bentuk kisah. Prosa Arab bentuk Qisah ini dalam perkembangannya ditulis dalam bentuk buku yang di sebut novel. Novel merupakan suatu karya fiksi yaitu karya yang bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan yang menggunakan bahasa sehari-hari (Yelland dalam Furqonul 1983:2).

Historiografi Prosa Arab

Historiografi dapat dicermati masa ke masa sebagaimana puisi atau sya‟ir arab maka

.

Prosa Arab adalah suatu karya sastra bangsa arab yang sangat menarik berbentuk sebuah cerita. Dalam perkembangan sejarah sastra arab, para ahli sastra arab membaginya menjadi 6 (enam) yang dijelaskan oleh Nur Chalis Sofyan dalam buku Pengantar Sastra Arab.

Periode Perkembangan Prosa Arab:

Periode perkembangan dalam sastra arab dibagi kedalam enam periode : 1. Periode Jahiliyah : Sejak dua abad atau satu setengah abad sebelum

islam hingga masa dimana islam muncul

2. Periode awal Islam : Sejak munculnya islam hingga berakhirnya kepemimpinan Khulafa‟urrasyidin tahun 40 H

3. Periode Daulah Umayyah : Sejak berdirinya Dinasti Umayyah tahun 40 H hingga masa keruntuhannya tahun 132 H

4. Periode Daulah Abbasiyah : Sejak berdirinya Dinasti Abbasiyah tahun 132 H hingga masa keruntuhannya akibat serangan pasukan Tatar tahun 656 H

5. Periode Keruntuhan: Periode ini dibagi dua fase yaitu sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah tahun 656 H dan ketika Dinasti Utsmaniyyah menguasai Kairo pada tahun 923 H dan berakhir hingga runtuhnya Dinasti Utsmaniyyah pada awal abad ketiga belas hijriah

6. Era baru: Ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan kebangkitan islam dibeberapa negara arab pada awal abad ketiga belas hijriah hingga saat ini. (Sofyan 2004:9-14)


(53)

ا إ

أ أ

أ

ا

ا

:

ا إ

,

أ

,

,

,

,

/wa qasamnā tārīkhuhā ba‟da al-'islāmi 'ila a'sari 'au aṭwāri tunāsibu inqilābātihā al-siyāsiyati au al-ijtimā‟iyyati wa hiya: ‟aṣru ṣadru al-islāmi, al-‟aṣru al-amawī, al-‟aṣru al-‟abbāsī, al -‟aṣru al-muqhulī, al-‟aṣru al-‟uṡmānī, al-‟aṣru al-ḥadīṡi/' Dan kami membagi sejarahnya perkembangan sastra arab setelah islam kepada beberapa masa atau perkembangan sesuai perubahan politik atau sosial yaitu: masa awal islam, masa Umawiyyah, masa Abbasiyah, masa Mongolia, masa Utsmaniah, masa modern' (Zaidan, 1996:23).

Dari penjelasan diatas dapat difahami bahwa Sofyan memperhatikan perkembangan sejak zaman jahilliyah sedangkan Zaidan mengikuti perekembangannya sejak masa islam saja, Zaidan menyebutkan:

1. Masa Sadrul Islam itu adalah masa Rasul SAW dan Khulafah Rasyiddin

2. Masa Bani Umayyah 3. Masa Abbasiyyah

4. Masa Pemerintahan Mongolia 5. Masa Kerajaan Utsmania 6. Masa Modern

Dari kutipan kedua pendapat diatas maka perkembangna sejarah Sastra Arab ada 7 masa yaitu :

1. Masa jahilliyah 2. Masa Islam

3. Masa Bani Umayyah 4. Masa Abbasiyah

5. Masa Pemerintahan Mongolia 6. Masa Kerajaan Utsmania 7. Masa Modern


(54)

Menurut catatan sejarah perkembangan Prosa Arab dan Kebangkitan prosa pada masa modern lebih cepat dari pada kebangkitan puisi karena permintaan prosa lebih besar dari pada puisi. Puisi atau syair banyak diciptakan pada masa arab kuno (jahilliyah). Arus kebangkitan prosa sangat tajam dan terpendam pada masa Pemerintahan Turki, pada masa itu terjadi kemunduran di bidang prosa.Prosa seni banyak mengulas tentang masalah sosial. Peran surat kabar tak bisa lagi disampingkan, karena ia telah menghidupkan bahasa Arab yang penuh dengan pemikiran dan puitis dan sebagai pertanda revilitas sastra arab (Sofyan, 2004 :198).

Adapun judul skripsi yang akan diteliti analisis Kisah /

أ

ه

/’Aranīllāh’Perlihatkanlah Allah Padaku karya Taufik Al-hakim yang ditinjau dari kajian struktural.

Peneliti mencoba meneliti salah satu karya Taufik Al-hakim ini yang dikhususkan pada kisah dengan judul

ه

أ

’Aranīllāh’ di cetak di Mesir oleh pencetakan Maktabah Misriyah (t.t.p). Peneliti sangat tertarik pada kisah/

ه

أ

/ ‘Aranīllāh' Perlihatkanlah Allah Kepadaku', untuk dijadikan sebuah objek penelitian, karena cerita ini ditulis dalam bahasa Arab dan memiliki terjemahan bahasa Indonesia, cerita ini berkisah tentang seorang anak yang cerdas, polos yang ingin berjumpa dengan Tuhan-Nya karena sang ayah selalu bercerita tentang Tuhan kepada anaknya tersebut, buku

ه أ

’Aranīllāh’ ini di terjemahkan oleh Yessi HM Basyaruddin.

Metode struktural merupakan metode Penelitian objektif. Penelitian sastra lebih menekankan kepada aspek instrinsik karya sastra, yang memiliki keindahan teks sastra yang bergantung pada penggunaan bahasa yang khas dan relasasi antara unsur yang mapan (Smith dalam Aminuddin,1990:62).

Unsur Instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri yang membentuk sebuah teks yang memiliki arti penuh yang menyebabkan ide dan gagasan itu hadir sebagai karya sastra, yang terdiri dari unsur dalam teks seperti tema, alur, tokoh dan karakter, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa yang membentuk makna yang utuh pada sebuat teks karya sastra (Smith dalam Aminuddin, 1990:62).

Peneliti menggunakan pendekatan struktural, yaitu unsur intrinsik dengan menggunakan teori Nurgiyantoro (1995). Peneliti memilih karya Taufik Al-Hakim di karenakan kisah tersebut merupakan novel filsafat yang banyak mengusung sosial budaya dalam karyanya yang terlihat di


(55)

kehidupannya di Mesir. Namun pada penelitian ini peneliti mencermati secara khusus pada unsur instrinsik yaitu tema, alur, tokoh dan karakter, latar, sudut pandang dan gaya bahasa

2.2 Tema

ض ملا

/al-maudū'u/

Tema merupakan makna yang terkandung dalam sebuah cerita/novel pengertian tema akan membantu usaha penafsiran dan pendeskripsian pernyataan tema dalam sebuah karya sastra (Sutanto dan Kenny, 1998: 67 dalam Nurgiyantoro).Tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman yang begitu diingat (Stanto, 2007:36). Menurut (Yelland dalam Aziez dkk ) tema adalah gagasan sentral atau gagasan utama dalam sebuah karya sastra (Yelland dalam Aziez dkk, 2010 : 75). Maka tema adalah makna yang terkandung dalam sebuah cerita.

2.3 Plot atau Alur

ك حلا

/ al-ḥabkatu/

Alur atau Plot merupakan cerminan atau berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, dan bersikap, dalam menghadapi masalah kehidupan dalam karya sastra (Nurgiyantoro 1995 : 114). Alur atau Plot adalah suatu rangkaian peristiwa-peristiwa yang teratur dan terorganisasi ( Yelland dalam Aziez dkk 2010 : 68).Maka dapat dipahami Alur/Plot adalah suatu rangkaian peristiwa para tokoh.

2.4

Tokoh Dan Karakter

عي ط

لا

يص شلا

/al-syakhṣīyatu wa

at-ṭabī‟atu/

Tokoh merupakan pelaku cerita yang di tampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang di tafsirkan memiliki kualitas moral dan cenderung memiliki ekspresi ucapan dan tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro 1981-20), watak atau karakter adalah tokoh-tokoh cerita yang mempunyai sikap,


(56)

ketertarikan, emosi, keinginan yang terdapat dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 1995 : 165. Adapun menurut Siswanto, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa-peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan karakter adalah sifat, sikap dan tingkah laku (Siswanto 2008:142-143). Maka kedua pendapat ini sama penjelasannya. Adapun tokoh dan karakter yang dimiliki memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebut nama tokoh tentu tak jarang langsung mengisyaratkan kepada karakter yang dimiliki dan juga dapat diketahui antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan (Nurgiyantoro 1995 : 156).

Tokoh terbagi menjadi empat bagian yaitu :

A. Tokoh Utama

أ

/ al-syakhṣīyatu „ala al-'akhaṣṣi/ B. Tokoh Tambahan /al-syakhṣīyatu al-ziyādatun

/

C. Tokoh Antagonis

/al-syakh

ṣīyatu az-za'miyah/ D. Tokoh Protago / al-syakhṣīyatu al-mukhāṣimatun /

A. Tokoh Utama

صخأا يلع يص شلا

/ al-syakhṣīyatu „ala al

-'akhaṣṣi/

Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya pada novel yang bersangkutan (Nurgiyantoro 2007:176-177). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian.

(http://onjimarnazira.blogspot.co.id/2013/11/tokoh-dan-penokohan.html 30:03:2016)


(57)

Tokoh tambahan merupakan tokoh yang lebih sedikit ceritanya, tak dipentingkan kehadirannya hanya saja jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro 1995:176-177). Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya muncul sedikit dalam cerita atau tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung dan hanya tampil menjadi latar belakang cerita (http://onjimarnazira.blogspot.co.id/2013/11/tokoh-dan-penokohan.html 30:03:2016).

C. Tokoh Protagonis

هميعزلا يص شلا

/al-syakhṣīyatu az-za‟imiyah/

Tokoh Protagonis merupakan tokoh yang di kagumi yang salah satu jenisnya secara disebut hero, yang perannya harus mewakili hal-hal positif dalam kebutuhan cerita yang cenderung menjadi tokoh disakiti yang menimbulkan simpati pada pembacanya ( Nurgiyantoro 1995 : 178-179). Kemudian menurut Siswanto, tokoh protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembaca (Siswanto 2008:114).

D. Tokoh Antagonis

مص م

لا

يص شلا

/al-syakhṣīyatu

al-mukhāṣimatun/

Tokoh Antagonis merupakan tokoh yang banyak terdapat konflik jahat yang menimbulkan rasa benci ( Nurgiyantoro 1995 : 178-179). Penjelasan yang sama juga di berikan oleh Siswanto tokoh Antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembaca (Siswanto 2008:144).

2.5

latar

ه شملا

/al-musyahadatu/

Latar merupakan landasan tumpu yang menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial yang akan terjadi kepada peristiwa yang akan diceritakan yang tidak terbatas pada lokasi-lokasi tertentu yang memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas (Abrams dalam


(58)

nurgiyantoro 1981: 175). Adapun pendapat lain, latar atau setting adalah tempat peristiwa cerita berlangsung yang termasuk didalamnya waktu atau masa (Wellek,1989:290-300).

Menurut (Abrams dalm siswanto 2008:149)latar adalah tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam episode atau bagian-bagian tempat. Latar merupakan lingkungan yang melingkup sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton 2007:35).

Latar terbagi menjadi tiga (3) bagian yaitu :

A. Latar Tempat

/

al-musyahadatu az-zamāniyatu/ B. Latar Waktu / al-musyahadatu al-makāniyatu/ C. Latar Sosial

أ

/ al-musyahadatu al-'ijtima‟iyati/

A. Latar Tempat

ين مز

لا

ه شملا

/ al-musyahadatu az-zamāniyatu/

Latar merupakan landasan tumpu yang menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial yang akan terjadi kepada peristiwa yang akan diceritakan yang tidak terbatas pada lokasi-lokasi tertentu yang memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas (abrams dalam nurgiyantoro 1981: 175). Tempat merupakan lokasi yang terjadinya peristiwa. Unsur tempat yang digunakan berupa tempat-tempat atau inisial tertentu. Latar dalam subuah cerita biasanya meliputi barbagai lokasi (Nurgiyantoro,1994:227).

B. Latar Waktu

ين كم

لا

ه شملا

/al-musyahadatu al-makāniyatu/

Waktu merupakan tempat berlangsungnya peristiwa yang dikisahkan oleh cerita.Latar waktu digunakan pada waktu “kapan‟‟ terjadi dalam cerita


(59)

pada waktu lampau atau masa mendatang yang dikaitkan pada waktu kejadian yang nyata (Nurgiyantoro,1994:230).

C. Latar Sosial

ىع متج

أ

ا ه شملا

/ al-musyahadatu al- 'ijtima‟iyati/

Latar Sosial menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup komplek. Setting sosial berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, setting sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan dengan kelas masyarakat seperti rendah, menengah dan atas ( Nurgiyantoro, 1995:233-234).

2.6 Sudut Pandang

ر ن

ج

/ wajihatu naẓri /

Sudut Pandang merupakan strategi,teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. (Nurgiyantoro,2007:248). Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra atau secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi baguan di dalamnya.

Sudut Pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat (Nurgiyantoro 1995:262).Walau demikian unsur instrinsik cukup berpengaruh


(60)

terhadap totalitas bangun cerita yang di hasilkan (Nurgiyantoro, 1995 : 24). Sudut pandang dapat dikatakan juga sebagai suatu teknik ataupun siasat yang disengaja dilakukan (http://www.pengertianku.net/2015/09/pengertian-sudut-pandang-dan jenisnya.html 01:04:2016

2.7 Gaya Bahasa

يب أا لسأ

/ 'uslub al-'adabī /

Gaya yang digunakan adalah gaya bahasa sastra. Gaya bahasa merupakan cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan, yang ditandai oleh bahasa seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk, bahasa figurative dan penggunaan kohesif (Abrams dalam nurgiyantoro 1995:276)


(1)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam skripsi ini adalah Pedoman Transliterasi berdasarkan SK Bersama Mentri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158 tahun 1987 dan No. 0543b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan

Huruf Arab

Nama Huruf latin Nama

Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

Ba B Be

Ta T Te

Tsa ś Es(dengan titik diatas

Jim J Je

Ha ḥ Ha(dengan titik

dibawah

Kha Kh Ka dan ha

Dal D De

Dzal Zet

Ra R Er

Zai Z Zet

Sin S Es

Syin Sy Es dan ye

Sad ṣ Es(dengan titik

dibawah

Dad ḍ De(dengan titik

dibawah

Ta ṭ Te(dengan titik

dibawah

Za ẓ Zet(dengan titik

dibawah

„ain „ Koma terbalik (di atas)

Gain G Ge

Fa F Ef

Qaf Q Ki

Kaf K Ka


(2)

Mim M Em

Nun N En

Waw W We

Ha H Ha

ء

Hamzah ‟ Apostrof

Ya Y Ye

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap.

Contoh: / al-muqaddimatu / 'pembukaan'

/ al-madīnatu al-munawwaratu / 'Madinah Munawwarah'

C. Vokal

1. Vokal Tunggal

(fathah) ditulis "a ", contoh :

أ

/ qara‟a / 'Membaca'

(kasrah) ditulis "i "contoh : / raḥīma / 'Pengasih'

(dammah) ditulis "u "contoh: / kutubun / 'Buku' 2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap

(fathah dan ya) ditulis "ai'' Contoh: / zainab / 'zainab'

/ kaifa / 'bagaimana'

Vokal rangkap

(fathah dan waw) ditulis "au" Contoh: / ḥaula / 'sebagaimana'


(3)

D. Vokal Panjang

dan (fatha) contoh : / qāma / / qaḍā/

(kasrah) contoh : / raḥīmun/ 'Pengasih'

(dammah) contoh : /‟ulūmun/ 'Mengetahui'

E. Ta Marbutah

Ta marbutah yang berharakat sukun ditransliterasikan dengan huruf

"ha"

Contoh: / makkah al-mukarramah/ 'Makkah Mukarramah'

ا إ

/ as-syarī‟ah al-islāmiyyah/ 'Syar‟iat Islam'

F. Hamzah

Huruf hamzah (ء) di awal kata dengan vokal tanpa didahului oleh tanda aspostrof.

Contoh : / 'īmānun/ kepercayaan'

G. Lafzu al-Jalālah

Lafzu al-Jalālah kata (

ه

) yang berbentuk frase nomina ditransliterasi tanpa hamza.

Contoh :

ه

/ Abdullah/ „Abdullah‟

ه

/ asadullah / 'Singa Allah'

H. Kata Sandang “al”

1. Kata sandang "al"tetap ditulis "al"baik pada kata yang dimulai dengan huruf qamariyah maupun syamsyiah.

Contoh :

أ

= al-amākin al-muqaddasah ' Tempat Suci'

= as –siyāhsah as-syar‟iyyah 'ilmu politik islam


(4)

ABSTRAK

Desy Syafani, 2011. Analisis Kisah

ه

أ

/Aranīllah / Karya Taufik Al -Hakim (Tinjauan Struktural). Medan : Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis struktural yang menekankan pada nilai instrinsik yang tersirat pada karya sastra seperti kisah. Begitu juga dalam kisah

ه

أ

/ Aranīllah/ ditemukan unsur-unsur instrinsik yang tersirat di dalamnya. Unsur-unsur instrinsik dalam kisah tersebut adalah tema, alur, tokoh dan karakter, latar, sudut pandang, gaya bahasa.

Penelitian ini bersifat Library Research (Penelitian Perpustakaan), menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan teori Nurgiyantoro.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa unsur instrinsik dalam kisah tersebut ada lima unsur yaitu tema, alur, tokoh dan karakter, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa.

Tema : Ketuhanan tahapan pengenalan cinta Allah (Mahabbah).

Alur maju : Karena menceritakan tentang kondisi anak dan ayahnya.

Tokoh Utama : Seorang laki-laki (Ayahnya), Seorang Anak Laki-Laki

(Anak)

Tokoh Tambahan : Pemuka Agama, Sang Zuhud (Kakek Tua), Keluarga Tokoh Protagonis : Seorang laki-laki (Ayahnya), Sang Zuhud (Kakek Tua)

Tokoh Antagonis : Seorang Anak Laki-Laki (Anak)

Latar Tempat : Kota mesir, jalan-jalan kota mesir, pinggiran kota mesir, sebuahgunung, padang pasir.

Latar Waktu : Pada zaman dahulu, di waktu senggang, perbedaan usia, Beberapa waktu laludan perkara dunia

Latar Sosial : Perdebatan antar ulama dengan laki-laki Sudut Pandang : Orang pertama aku (Ayah)

Gaya Bahasa : Tasbih, Tasbih Baligh, Tasbih Murisal, Kinayah, isti‟arah,


(5)

ي رجت ر ص

ش

(

٤

۲

)

أ ه أ

)

(

:

،

ا

.

أ

أ

أ"

أ

أ

۲۲

ئ

"ه أ"

،

أ

أ

:

:

ه

ه

أ

:

أ

أ

:

أ

:

:

:

:

ء

:

أ

ء

:

:

أ ا

إ

أ : أ

أ


(6)