dianggap memiliki dramatik, untuk membangkitkan ekstase penonton. Argumen ini dapat dibuktikan dengan rating yang melonjak.
B. Senjata Psikologi Televisi diterima Masyarakat dengan Senang Hati
Kapitalisme akhir atau global berciri produksi, konsumsi dan komunikasinya berlebihan. Perkembangan jagad infotainment Indonesia tidak seirama dengan ciri
kapitalisme lanjut. Indikasinya, dipandang dari daya produksi bangsa Indonesia yang masih relatif rendah. Pada aspek teknologi, komunikasi bangsa Indonesia lebih
condong sebagai pengguna
user
ketimbang produsen
,
namun hasrat konsumsi berbagai produk cukup melangit. Padahal daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut
sangat terbatas. Infotainment adalah anak dari mode informasi dalam masyarakat kapitalisme lanjut yang bercirikan komodifikasi.
Dalam fase ini informasi menjadi komoditas yang penting. Infotainment banyak menyajikan ranah privat artis, yang bahkan asal usul dan referensinya tidak
jelas. Berita hanya berdasarkan spekulasi kru infotainmen. Berita – berita berdasarkan
spekulasi merupakan realitas simulasi, karena tidak memiliki referensi yang jelas. Simulasi merupakan penciptaan model
– model realitas yang tidak mempunyai asal – usul atau referensi. Realitas simulasi adalah hyper reality yang tercipta karena
kemajuan teknologi komunikasi sementara tabloidisasi adalah model jurnalisme tabloid yang berciri dramatisasi realitas. Berdasarkan beberapa argumen di atas
menurut penulis, infotainment merupakan anak dari mode informasi dalam
masyarakat kapitalisme lanjut yang digerakkan oleh produksi, konsumsi dan komunikasi yang berlebihan.
Persoalannya, mengapa infotainment dikonsumsi penonton, padahal mereka tahu bahwa tidak akan mampu melakukan pola konsumsi hedonis semacam itu.
Menurut peneliti, hal itu terjadi karena pergeseran pada fungsi informasi, informasi yang awalnya berfungsi untuk mengikis ketidak pastian, mengasah tanggung jawab
sosial, dan memberikan pendidikan masyarakat, tetapi sekarang didominasi unsur hiburan. Maka, dominasi unsur hiburan yang memaksa televisi merunyak masuk ke
wilayah pribadi artis yang menjadikan hal – hal tabu menjelma jadi santapan publik.
Peneliti membuat analogi, infotainment bak bingkai foto untuk memotret wajah pengelolaan industri media televisi di Indonesia dan wajah pola konsumsi masyarakat
terbentuk. Dalam perkembangannya, simulasi dan tabloidisasi akan menjadi bumerang
bagi media. Muncul
public distrust
yaitu ketidakpercayaan yang berlebihan dari masyarakat terhadap semua produk media sehingga apapun yang diberitakan media
akan dipertanyakan, dikritisi bahkan direspon secara negatif.
C. Infotainment Mengusik Perlu Ditelisik.