Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah)

i

PARTISIPASI PETANI DALAM MENINGKATKAN
KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK PETANI
(Kasus di Provinsi Jawa Tengah)

SAPJA ANANTANYU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Partisipasi Petani
Dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2009
Sapja Anantanyu
NRP. P061030041

iii

ABSTRACT
SAPJA ANANTANYU. Farmer’s Participation to Increase The Capacity of
Famers’ Institution (Case on Farmers’ Group at Province of Central Java). Under
direction of SUMARDJO, MARGONO SLAMET, and PRABOWO TJITROPRANOTO.
The capacity of farmers’ group institutions are needed to promote agricultural development, in globalization economic era. Economic indicators,
agricultural infrastructures, and government policy often cause small farmer to
economically and socially marginalized. Farmers with small size land ownership,
marginal rate of return in agriculture sector, agriculture policy which nonalignment to farmer make more difficult to increase their income. On the other
side, farmers’ group institutions which are expected be able to strengthen the
farmer position face the problems of mismanagement or less effective in improve
famers’ livelihood condition.

The objectives of the research are to: (1) Identify the degree of member
participation in farmers’ group institution, and level of the capacity of farmer
group’s institute in managing agriculture resources collectively; (2) Identify and
explain various factors affect member participation in farmers’ group institution;
(3) Identify and explain various factors affect the capacity of farmes’ group
institution; and (4) Formulate an appropriate strategy in capacity building of
farmers’ group institution. The data were collected at three district of Center Java
Province, namely: Klaten, Grobogan, and Karanganyar. Data obtained through
interview by 405 respondents whose members of farmers’ group institutions, 48
local leaders, and informans others.
The results show that capacity of farmers’ group institution is still at
medium category. Capacity of farmers’ group institution was directly influenced
by level of members’ participation in farmer groups’ institution, capacities level
of farmer, and dynamic level of learning group. Social economical status (formal
education, non-formal education, farmers’ experience in work, famers’ income,
famers’ needs, social participation, and learning experience), local leadership,
intensity of outsiders’ role, the support of extension were indirectly influenced to
the capacity of farmers’ group institution through dynamic of learning group,
participation in farmers’ group institution, and farmers’ capacities.
Key Words: capacity, famers’ group institution, famer’s participation


iv

RINGKASAN
SAPJA ANANTANYU. Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas
Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh
SUMARDJO, MARGONO SLAMET, dan PRABOWO TJITROPRANOTO.
Kelembagaan kelompok petani sangat diperlukan dalam pembangunan
pertanian, di samping kelembagaan pertanian yang lain. Kelembagaan kelompok
petani yang efektif dalam mengelola sumberdaya pertanian menjadi solusi bagi
pemecahan permasalahan pertanian mengingat karakteristik usahatani yang ada
serta dalam rangka menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Kelembagaan kelompok petani perlu dikembangkan dalam upaya mendukung kegiatan
usahanya (agribisnis) agar mampu berhadapan secara setara dengan pelaku usaha
pertanian yang lain, serta agar mampu menghadapi persaingan di tingkat global.
Kenyataan memperlihatkan kecenderungan masih lemahnya kelembagaan kelompok petani di negara berkembang, serta besarnya hambatan dalam menumbuhkan
kelembagaan pada masyarakat petani dan lemahnya kapasitas kelembagaan kelompok petani. Salah satu pendekatan yang diperlukan dalam pengembangan
kapasitas petani adalah meningkatkan partisipasi mereka dalam kelembagaan
kelompok petani.
Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan tingkat partisipasi petani
dalam kelembagaan kelompok petani dan tingkat kapasitas kelembagaan kelompok petani dalam mengelola sumberdaya pertanian secara kolektif, (2) menjelaskan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi anggota

dalam kelembagaan kelompok petani, (3) menjelaskan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kapasitas kelembagaan kelompok petani, dan (4)
merumuskan suatu strategi penyuluhan yang sesuai untuk meningkatkan daya
saing petani melalui kapasitas kelembagaan kelompok petani dalam mengelola
sumberdaya pertanian secara berkelanjutan.
Penelitian dilakukan melalui pendekatan deduktif dengan melakukan sintesa atas berbagai teori yang ada dan pendekatan induktif melalui survei dengan
pendekatan trianggulasi. Survei dilakukan di tiga kabupaten Provinsi Jawa
Tengah, yaitu: Kabupaten Klaten, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Karanganyar, yang meliputi kawasan dengan komoditas padi, palawija, dan hortikultura.
Sampel adalah petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani yang
diambil secara stratified random sampling, yaitu: pengurus dan anggota.
Analisis deskriptif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, digunakan
untuk memberikan gambaran tentang: tingkat kapasitas kelembagaan kelompok
petani, tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani, tingkat
kapasitas petani, tingkat kedinamisan kelompok, status sosial ekonomi petani,
tingkat kebutuhan petani, pengalaman belajar petani, tingkat kepemimpinan lokal,
intensitas peran pihak luar, dan tingkat dukungan penyuluhan pertanian. Melalui
analisis statistik inferensial, seperti: korelasi, regresi, dan analisis lintas; diuji
hubungan antar variabel untuk membangun model yang sesuai.

v


Tingkat kedinamisan kelompok sebagai sarana pembelajar bagi petani kebanyakan pada kategori sedang. Kelompok petani kurang menunjukkan aktivitas
yang berarti, karena sangat bergantung pada pembinaan yang dilakukan oleh
instansi terkait. Tingkat kapasitas petani secara umum berada pada kategori sedang, namun kemampuan petani sebagai pengelola usahatani relatif rendah yang
menunjukkan masih rendahnya budaya agribisnis yang dimiliki. Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani berada pada tingkat sedang,
dalam beberapa aspek seperti: perencanaan, pemeliharaan, dan penilaian hasil,
petani tampak kurang terlibat secara aktif. Terdapat kesenjangan yang cukup
mencolok antara petani berstatus tinggi (ketua dan pengurus kelompok) dengan
petani berstatus rendah (anggota kelompok) karena pengaruh budaya paternalistik,
di samping itu lemahnya pemahaman anggota terhadap arti penting kelembagaan
petani sebagai wahana mencapai tujuan dalam berusahatani. Kapasitas kelembagaan kelompok petani berada pada ketegori sedang. Kelembagaan petani yang ada
kurang mampu memenuhi kebutuhan anggotanya. Peran kelembagaan dalam
pengelolaan sumberdaya kurang maksimal. Ada kesadaran petani untuk kerjasama
namun kurang efektif memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, dan lemah dalam
mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak lain.
Tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani rendah
dalam mendukung keberadaan kelembagaan kelompok petani. Kondisi ini dipengaruhi oleh rendahnya pendidikan formal, rendahnya pendapatan petani, tingkat
partisipasi sosial petani yang juga rendah, serta kurang terpenuhinya tingkat kebutuhan petani, dan kurangnya dukungan penyuluhan yang partisipatif. Relatif
rendahnya tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani disebabkan oleh rendahnya tingkat kedinamisan kelompok dan rendahnya tingkat kapasitas petani. Rendahnya aspek-aspek: tingkat kesadaran atas kebutuhan riil, tingkat
kepemimpinan lokal, intensitas peran pihak luar, dan dukungan penyuluhan, berpengaruh pada rendahnya kedinamisan kelompok sebagai wahana pembelajar.
Sedangkan, rendahnya tingkat pendidikan non-formal, pengalaman berusahatani,

pengalaman belajar, tingkat kepemimpinan lokal, dan dukungan penyuluhan berpengaruh terhadap rendahnya kapasitas petani.
Kapasitas kelembagaan kelompok petani rendah karena tingkat pemenuhan kebutuhan yang rendah, rendahnya intensitas peran pihak luar, dan kurangnya
dukungan penyuluhan. Rendahnya tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan
kelompok petani juga berpengaruh pada rendahnya kapasitas kelembagaan kelompok petani. Hal ini disebabkan tingkat kedinamisan kelompok sebagai wahana
belajar yang rendah dan kapasitas petani yang juga rendah.
Tingkat dukungan penyuluhan pertanian, baik langsung maupun tidak
langsung, memberikan pengaruh terhadap kapasitas petani, peningkatan partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani, serta mendorong kapasitas kelembagaan kelompok petani. Strategi penyuluhan pertanian yang tepat adalah
dilaksanakan dengan meningkatkan kapasitas petani dan berusaha meningkatkan
partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani. Peningkatan dukungan
penyuluhan pertanian dilakukan melalui proses-proses: penyadaran, pemberdayaan, pengorganisasian, pemantapan dan penguatan terhadap petani dan kelembagaan kelompok petani. Untuk melaksanakan peran tersebut penyuluhan membutuhkan dukungan kompetensi penyuluh yang memadai dan pendekatan penyuluhan

vi

yang partisipatif sehingga sesuai dengan tingkat kapasitas petani dan kelembagaan
kelompok petani, serta kelembagaan penyuluhan yang lebih kuat.
Kata kunci: kapasitas, kelembagaan kelompok petani, partisipasi petani

vii

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

viii

PARTISIPASI PETANI DALAM MENINGKATKAN
KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK PETANI
(Kasus di Provinsi Jawa Tengah)

SAPJA ANANTANYU

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ix

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia/Koordinator
Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:
1. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA.
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Adang Warya, M.M.
Kepala Bidang Kelembagaan pada Pusat Pengembangan

Penyuluhan Pertanian, Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian RI

x

Judul Disertasi

: Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus Di Provinsi Jawa
Tengah)

Nama Mahasiswa

: Sapja Anantanyu

Nomor Pokok

: P.061030041

Menyetujui
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
Ketua

Prof. Dr. R. Margono Slamet, M.Sc.
Anggota

Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc.
Anggota

Koordinator Program Mayor
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 19 Februari 2009


Tanggal Kelulusan:

xi

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan berkah dan hidayahNya sehingga penulis telah menyelesaikan disertasi
yang berjudul: PARTISIPASI PETANI DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK PETANI (Kasus di Provinsi Jawa
Tengah).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo,
MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. H. R. Margono
Slamet, MSc. dan Bapak. Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. selaku anggota
komisi pembimbing, yang telah banyak mencurahkan waktu dan pikiran untuk
pembimbingan disertasi ini.

Kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. selaku

penguji luar komisi pada ujian tertutup, Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen,
MA. dan Bapak Dr. Ir. Adang Warya, M.M. sebagai penguji luar komisi pada
ujian terbuka, penulis mengucapkan terima kasih atas arahan dan masukan guna
perbaikan disertasi ini. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, serta
Ketua Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk menimba ilmu di perguruan tinggi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada UNS, khususnya Ketua Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk menempuh studi S3 dan memberi kesempatan kepada penulis untuk
berkarya dan mengabdikan diri sebagai staf pengajar. Kepada pimpinan dan teman sejawat di jurusan/program studi dan fakultas yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan dorongan motivasi, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan disertasi
ini, utamanya jajaran Pemerintah Kabupaten Klaten, Kabupaten Grobogan, dan
Kabupaten Karanganyar beserta masyarakat yang menjadi subyek penelitian,
penulis mengucapkan terima kasih. Kepada teman-teman PPN, teman-teman satu

xii

indekos, para enumerator, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada seluruh keluarga; terutama istri tercinta Dra. Suminah, MSi., dan anak-anak tercinta,
Aulia Maulitaningtyas, Wahyudya Setya Ananta, Satria Widya Pamungkas; atas
segala dukungan, pengertian, do’a, dan kasih sayang yang telah memberikan
semangat dan motivasi sehingga dapat menyelesaikan studi ini.
Semoga penelitian disertasi ini dapat menjadi karya yang bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya, serta segala masukan dari pembaca yang budiman akan menjadi suatu yang sangat berharga.

Bogor,
Penulis

Februari 2009

xiii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Grobogan Jawa Tengah pada tanggal 27 Desember
1968, sebagai putra keempat dari enam saudara, dari Bapak Nyuwita dan Ibu Hj.
Saliyem. Telah menikah dengan Dra. Suminah, MSi. dan dikaruniai tiga orang
anak, yaitu: Aulia Maulitaningtyas, Wahyudya Setya Ananta, dan Satria Widya
Pamungkas.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 1
Sambirejo lulus tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri Wirosari
(sekarang SMPN 1 Wirosari) lulus tahun 1984, Sekolah Menengah Atas Negeri 3
Semarang lulus tahun 1987. Selanjutnya melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian lulus
tahun 1993. Pada tahun 1998 menyelesaikan pendidikan Program Magister Sain
(S2) pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor
(IPB). Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor (S3) pada program studi
dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Sejak tahun 1994, penulis diangkat sebagai dosen tetap pada Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada saat ini menduduki Jabatan
Fungsional sebagai Lektor.

xiv

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………..

xv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….

xviii

PENDAHULUAN……………………………………………………….

1

Latar Belakang………….………………………………………….

1

Masalah Penelitian…………………………………………...…….

5

Tujuan Penelitian…………………………………………………...

6

Kegunaan Hasil Penelitian…………………………………...……

7

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………

9

Pembangunan Sebagai Proses Perubahan………………………….

9

Pengertian Pembangunan…………………………………….

9

Pembangunan Sebagai Proses Perubahan Berencana………..

11

Pembangunan Pertanian di Indonesia………………...……………

14

Memberdayakan Petani………………………………………

18

Partisipasi Masyarakat……………………………………...

21

Modal Sosial: Modal Bagi Pengembangan Kerjasama.............

29

Petani dan Perubahan Perilaku……………………………………..

30

Karakteristik Petani…………………………………………..

30

Membangun Kemandirian Petani………………….…………

32

Perilaku Belajar Dalam Individu……………………………..

33

Pemahaman Terhadap Perilaku Sosial……………………….

35

Kelembagaan Pedesaan dan Pertanian………...…………………...

39

Pengertian……………………………………………………

39

Organisasi: Wujud Luar Suatu Kelembagaan Masyarakat......

42

Kelompok dan Dinamika Kelompok…….…………………...

46

Arti Penting Kelembagaan Petani dalam Pertanian..................

47

Kelompok Petani di Indonesia………………..................…..

51

xv

Pemimpin dan Kepemimpinan……………………………………..

54

Peranan Penyuluhan Pertanian……………………………………..

58

Penyuluhan Pertanian…………………………………….......

58

Pengembangan Kapasitas Petani………….....…………....….

60

Mengembangkan Kapasitas Kelembagaan Petani....................

62

KERANGKA BERFIKIR.……………………………………………….

70

Arti Penting Kelembagaan Kelompok Petani Dalam Pembangunan
Pertanian............................................................................................

70

Mengembangkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani….….

72

Partisipasi Anggota dalam Kelembagaan Kelompok Petani…..…..

76

Pengembangan Kapasitas Petani………………………..……….…

80

Peningkatan Kapasitas Petani Melalui Kedinamisan Kelompok......

84

Berbagai Faktor Internal dan Eksternal Petani……..………………

85

Faktor-faktor Internal………………………………………...

85

Faktor-faktor Eksternal………………………………………

88

Hipotesis Penelitian.............………………………………………..

92

METODE PENELITIAN………………………………………………..

93

Variabel, Definisi Operasional dan Pengukuran…………………...

93

Pengumpulan Data…………………………………………………

101

Lokasi Penelitian………………………….………………………..

102

Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel……………….

103

Validitas dan Reliabilitas…………………………………………..

103

Analisis Data……………………………………...………………..

106

HASIL DAN PEMBAHASAN....………………………………………..

112

Gambaran Umum Lokasi Penelitian...................………...………...

112

Kondisi Umum......……………………………...……………

112

Kondisi Pertanian.....................................................................

117

Kelembagaan Kelompok Petani...............................................

121

Faktor-faktor Internal dan Eksternal Petani……......................……

128

xvi

Status Sosial Ekonomi Petani..............................…………….

128

Tingkat Kebutuhan Petani........................................................

133

Pengalaman Belajar Petani.......................................................

135

Tingkat Kepemimpinan Lokal.................................................

139

Intensitas Peran Pihak Luar Dalam Kegiatan Usahatani..........

142

Tingkat Dukungan Penyuluhan Pertanian................................

145

Tingkat Kedinamisan Kelompok......................................................

148

Berbagai Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kedinamisan Kelompok...................................................................

150

Tingkat Kapasitas Petani...................................................................

153

Kemampuan Petani Dalam Mengelola Usahatani....................

154

Kemampuan Petani Dalam Bermasyarakat..............................

155

Kemampuan sebagai Pribadi Petani.........................................

156

Model Hubungan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Tingkat Kapasitas Petani..........................................................

157

Tingkat Partisipasi Petani Dalam Kelembagaan Kelompok Petani..

162

Intensitas Partisipasi Petani dalam Kelembagaan....................

164

Kualitas Partisipasi Petani dalam Kelembagaan......................

166

Model Hubungan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Tingkat Partisipasi dalam Kelembagaan Kelompok Petani.....

167

Model Kapasitas Petani untuk Meningkatkan Partisipasi
Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani.........................

173

Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani.........................................

177

Pencapaian Tujuan...................................................................

178

Fungsi dan Peran Kelembagaan...............................................

179

Keinovatifan Kelembagaan......................................................

180

Keberlanjutan Kelembagaan....................................................

180

Gambaran Kapasitas Kelembagaan Dilihat Melalui Hubungan
Antar Parameter Kapasitas Kelembagaan................................

181

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Kelembagaan
Kelompok Petani......................................................................

183

xvii

Mengembangkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani..........

190

Model Dukungan Penyuluhan Untuk Meningkatkan Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani..................

190

Kontribusi Dukungan Penyuluhan Untuk Meningkatkan
Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani..............................

193

Model Kapasitas Petani untuk Meningkatkan Kapasitas
Kelembagaan Kelompok Petani...............................................

195

Model Partisipasi Petani untuk Meningkatkan Kapasitas
Kelembagaan Kelompok Petani...............................................

197

Strategi Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani.

200

Tipologi Petani dan Strategi Pengembangannya…………..…

200

Strategi Penyuluhan Pertanian untuk Meningkatkan Kapasitas Petani, Partisipasi dalam Kelembagaan Kelompok Petani,
dan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani........................

206

KESIMPULAN DAN SARAN...………………………………………..

212

Kesimpulan...........................................................…………………

212

Saran......................…………………………………………………

213

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………

216

LAMPIRAN……………………………………………………………. 226 - 248

xviii

DAFTAR TABEL
Halaman
2.1. Tipologi Modal Sosial……………………………………………..

30

2.2. Perbandingan Tiga Pendekatan Pengembangan Masyarakat………

63

2.3. Tahapan Pembangunan Kelompok…………………………………

69

3.1. Identifikasi Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani……....…

75

3.2. Identifikasi Partisipasi dalam Kelembagaan Kelompok Petani..…..

79

3.3. Identifikasi Kapasitas Petani……………………………………….

83

4.1. Parameter dan Indikator Status Sosial Ekonomi Petani…….……..

95

4.2. Parameter dan Indikator Tingkat Kebutuhan Petani……..……...…

95

4.3. Parameter dan Indikator Pengalaman Belajar……………………...

96

4.4. Parameter dan Indikator Tingkat Kepemimpinan Lokal…………...

96

4.5. Parameter dan Indikator Intensitas Peran Pihak Luar……………...

97

4.6. Parameter dan Indikator Tingkat Dukungan Penyuluhan……….....

98

4.7. Parameter dan Indikator Kapasitas Petani………………………….

99

4.8. Parameter dan Indikator Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok Petani…...............................................................

100

4.9. Parameter dan Indikator Kapasitas Kelembagaan Kelompok
Petani…………………………………………………………...…..

101

4.10. Persebaran Lokasi Penelitian............................................................

104

4.11. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian.......................................

106

5.1. Tata Guna Lahan di Lokasi Kabupaten dan Provinsi Jawa Tengah..

116

5.2. Banyaknya Rumah Tangga Pertanian dan Luas Lahan yang Dikuasai dan Lokasi Penelitian.............................................................

118

5.3. Macam dan Prosentase Permasalahan Petani Menurut Lokasi.........

119

5.4. Jumlah Kelompok Tani Menurut Tingkat Perkembangannya dan
Kabupaten Lokasi Penelitian....................................................

123

5.5.

Deskripsi Kelembagaan Kelompok Petani Di Lokasi Penelitian......

125

5.6.

Umur, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Berusahatani, Tingkat
Pendapatan, dan Tingkat Partisipasi Sosial Petani Menurut Lokasi
dan Status Petani………………………………...............................

129

5.7.

Skor Tingkat Kebutuhan Petani Menurut Lokasi dan Status Petani...

134

5.8.

Skor Pengalaman Belajar Petani Menurut Lokasi dan Status
Petani.................................................................................................

136

xix

5.9.

Skor Tingkat Kepemimpinan Lokal dalam Masyarakat Petani
Menurut Lokasi dan Status Petani.....................................................

140

5.10. Skor Intensitas Peran Pihak Luar dalam Kegiatan Petani Menurut
Lokasi dan Status Petani...................................................................

142

5.11. Skor Tingkat Dukungan Penyuluhan Pertanian Menurut Lokasi
dan Status Petani...............................................................................

145

5.12. Jumlah Petani Berdasarkan Tingkat Kedinamisan Kelompok dan
Lokasi Penelitian...............................................................................

148

5.13. Rataan Skor Indikator Kedinamisan Kelompok Berdasarkan
Lokasi Penelitian...............................................................................

149

5.14. Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Tingkat Kedinamisan Kelompok Pembelajar...................................

150

5.15. Skor Kapasitas Petani Menurut Lokasi dan Status Petani.................

153

5.16. Koefisien Lintas Variabel Bebas (Faktor Internal - Eksternal dan
Kedinamisan Kelompok) Terhadap Variabel Tak Bebas Kapasitas
Petani.................................................................................................

157

5.17. Analisis Lintas Variabel Bebas (Faktor Internal - Eksternal dan
Kedinamisan Kelompok) Terhadap Variabel Tak Bebas Kapasitas
Petani.................................................................................................

158

5.18. Skor Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Kelompok
Petani Menurut Lokasi dan Status Petani..........................................

162

5.19. Macam dan Prosentase Alasan Keikutsertaan Petani Dalam
Kelompok Petani Menurut Lokasi....................................................

163

5.20. Koefisien Lintas Variabel-variabel Yang Berpengaruh Terhadap
Variabel Tak Bebas Partisipasi Petani Dalam Kelembagaan............

167

5.21. Analisis Lintas Variabel-variabel Yang Berpengaruh Terhadap Variabel Tak Bebas Tingkat Partisipasi Petani Dalam Kelembagaan…

168

5.22. Koefisien Lintas Variabel Bebas Kapasitas Petani Terhadap
Variabel Tak Bebas Partisipasi Petani Dalam Kelembagaan............

174

5.23. Analisis Lintas Variabel Bebas Kapasitas Petani Terhadap Variabel Tak Bebas Tingkat Partisipasi Petani Dalam Kelembagaan.......

175

5.24. Skor Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani Menurut Lokasi
dan Status Petani...............................................................................

178

5.25. Koefisien Lintas Variabel-variabel Yang Berpengaruh Terhadap
Variabel Tak Bebas Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani.......

184

5.26. Analisis Lintas Variabel-variabel Yang Berpengaruh Terhadap
Variabel Tak Bebas Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani.......

185

5.27. Koefisien Lintas Variabel Bebas Dukungan Penyuluhan Terhadap
Variabel Tak Bebas Partisipasi Petani dalam Kelembagaan.............

190

xx

5.28. Analisis Lintas Variabel Bebas Dukungan Penyuluhan Terhadap
Variabel Tak Bebas Partisipasi Petani dalam Kelembagaan.............

191

5.29. Koefisien Lintas Variabel Kapasitas Petani Terhadap Variabel
Tak Bebas Kapasitas Kelembagaan..................................................

195

5.30. Analisis Lintas Variabel Kapasitas Petani Terhadap Variabel
Tak Bebas Kapasitas Kelembagaan..................................................

196

5.31. Koefisien Lintas Variabel Bebas Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Petani Terhadap Variabel Tak Bebas Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani...................................................................

197

5.32. Analisis Lintas Variabel Bebas Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Petani Terhadap Variabel Tak Bebas Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani...................................................................

198

xxi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1.

Mekanisme Partisipasi dalam Pembangunan…………………….

25

3.1.

Kerangka Berfikir Teoritis…………………….…………….…...

91

3.2.

Hubungan Antar Variabel Penelitian…...………………………..

91

4.1.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Satu…………..

108

4.2.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Dua…………..

108

4.3.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Tiga…….……

109

4.4.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Empat………..

110

4.5.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Lima…………

110

4.6.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Enam...………

111

4.7.

Model Hubungan antar Variabel dalam Hipotesa Tujuh...………

111

5.1.

Model Hubungan Berbagai Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Tingkat Kedinamisan Kelompok...................................................

152

Model Hubungan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Kapasitas Petani............................................................................

160

Model Hubungan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap
Tingkat Partisipasi dalam Kelembagaan Kelompok Petani..........

172

Model Kapasitas Petani untuk Meningkatkan Partisipasi dalam
Kelembagaan Kelompok Petani.....................................................

176

5.5.

Empat Pilar Kapasitas Kelembagaan.............................................

182

5.6.

Model Hubungan antara Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani.........................................

187

Model Dukungan Penyuluhan untuk Meningkatkan Partisipasi
Petani dalam Kelembagaan………………………………………

191

Model Hubungan Kontribusi Dukungan Penyuluhan Terhadap
Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani...........

194

Model Kapasitas Petani dalam Kelembagaan Dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani..............................

197

5.10. Model Partisipasi Petani dalam Kelembagaan Dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani.............................

199

5.11. Tipologi Petani Berdasarkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok
Petani dan Partisipasi Petani……………………………………..

201

5.12. Tipologi Petani Berdasarkan Kapasitas Kelembagaan dan Kapasitas Petani……………………………………………………..

203

5.2.
5.3.
5.4.

5.7.
5.8.
5.9.

5.13. Tipologi Petani Berdasarkan Tingkat Partisipasi dan Kapasitas

xxii

Petani..............................................................................................

205

5.14. Strategi Penyuluhan Pertanian Dalam Meningkatkan Kapasitas
Kelembagaan Kelompok Petani……………………………...…..

211

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas
daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan, potensi laut juga besar untuk pembangunan pertanian. Pertanian merupakan sektor yang tidak boleh diabaikan, sebab selamanya sektor
pertainan tetap menjadi tumpuan penghidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dari jumlah penduduk Indonesia yang bekerja 95.5 juta orang, 42.05 persen
bekerja di sektor pertanian, sedangkan yang bekerja di sektor perdagangan sebesar
20.13 persen, sektor perindustrian sebesar 12.46 persen, dan sektor jasa sebesar
11.90 persen (Statistik Indonesia, 2007). Jumlah penduduk yang besar (lebih 200
juta) dengan daya beli yang rendah sangat berpotensi mengalami rawan pangan
atau mengalami ketergantungan impor pangan yang akan mengganggu ketahanan
nasional.
Kenyataan yang harus diakui bahwa sektor pertanian di Indonesia sebagian besar dibangun oleh petani dengan skala usaha yang relatif sempit. Keadaan
pelaku usaha pertanian tersebut setiap tahun semakin bertambah jumlahnya dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Masih rendahnya taraf kesejahteraan petani terlihat dari hasil Sensus Pertanian (SP) 2003 yang disbandingkan
dengan SP 1993. Jumlah rumah tangga petani gurem (kecil) dengan penguasaan
lahan kurang dari 0.5 hektar, baik milik sendiri atau menyewa, meningkat 2.6
persen per tahun, dari 10.8 juta rumah tangga tahun 1993 menjadi 13.7 juta rumah
tangga tahun 2003. Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga
pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52.7 persen (1993) menjadi 56.5
persen (2003). Jumlah rumah tangga pertanian sendiri tercatat bertambah 2.2
persen per tahun dari 20.8 juta (1993) menjadi 25.4 juta (2003). Kenaikan persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan
mengindikasikan semakin miskinnya petani di Indonesia. Membangun pertanian
berarti mengembangkan ekonomi petani miskin tersebut.
Skala usaha pertanian yang kecil menghambat petani meningkatkan pendapatannya sehingga sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Masyarakat pertanian

2

miskin selain luas usahataninya yang sempit, juga disebabkan oleh: produktivitas
yang rendah; infrastruktur terbatas; aksesibilitas rendah terhadap modal, teknologi, informasi, dan pasar; serta rendahnya kapasitas petani. Di sisi lain, petani
hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk memanfaatkan waktu luang bagi
usaha di luar pertanian (off-farm atau out-farm). Pertanian selama ini belum
mampu untuk merespons kelebihan tenaga kerja yang ada, sedangkan transformasi struktural perekonomian nasional yang diharapkan dapat memindahkan tenaga
kerja pertanian ke sektor nonpertanian tidak kunjung terjadi. Kebijakan pertanian
dengan pendekatan sistem agribisnis menjadi pilihan pemerintah saat ini. Strategi
revitalisasi pertanian mulai dicanangkan sejak 2005 untuk mengatasi berbagai
permasalahan pertanian namun hasil-hasil kongkrit masih belum terlihat.
Pembangunan sektor pertanian sudah selayaknya tidak hanya berorientasi
pada produksi atau terpenuhinya kebutuhan pangan secara nasional, tetapi juga
harus mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat petani. Implikasi dari hal
ini adalah menempatkan petani sebagai pelaku (bukan obyek) dalam pembangunan pertanian dengan eksistensinya sebagai manusia yang bermartabat. Terpenuhinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan komunitas petani, baik kebutuhan
individu maupun kebutuhan sosial petani, dalam situasi lingkungan sumberdaya
yang terbatas memerlukan suatu strategi pembangunan yang berorientasi pada
peningkatan kapasitas petani, serta terciptanya kelembagaan petani yang tangguh
disamping kelembagaan pertanian yang lain.
Pembangunan pertanian merupakan bagian yang terintegral dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Pembangunan sebagai
proses perubahan, menurut Goulet dalam Todaro (1994), mengandung nilai-nilai:
(a) Nafkah hidup, dalam arti kemampuan masyarakat untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang mencakup: pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dasar, dan perlindungan; (b) Peningkatan
harga diri, dalam arti berkembangnya rasa percaya diri untuk dapat hidup mandiri
terlepas dari penindasan dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain hanya untuk kepentingan mereka; dan (c) Diperolehnya kebebasan, dalam arti kemampuan untuk
memilih alternatif-alternatif yang dapat dilakukan untuk mewujudkan perbaikan

3

mutu hidup atau kesejahteraan secara terus menerus bagi setiap individu maupun
seluruh warga masyarakatnya.
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi, hasil diratifikasinya WTO (World
Trade Organization) oleh hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia,
membawa konsekuensi yang serius bagi perekonomian termasuk di sektor pertanian. Tingkat asimetri yang tinggi dalam sistem perdagangan dunia menyebakan
globalisasi akan membawa dampak yang negatif bagi pertanian negara yang mempunyai daya kompetitif rendah. Diperlukan strategi dan politik pertanian yang
jelas dalam mendukung pertanian dalam negeri dalam menghadapi persaingan
global tersebut. Upaya peningkatan daya saing pertanian dapat berupa: peningkatan produktivitas usahatani, peningkatan kapasitas petani, dan pengembangan
kelembagaan pertanian.
Upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usahatani, dan daya saing petani dilakukan melalui pengembangan kelembagaan pertanian, termasuk di dalamnya penguatan kapasitas kelembagaan petani. Petani-petani kecil sebaiknya digerakkan untuk bergabung secara kolektif dalam kelompok-kelompok, organisasi
atau kelembagaan agar menjadi sutu unit kekuatan produksi yang besar, tangguh
dan memiliki produktivitas tinggi. Penumbuhan kelompok-kelompok sekunder
masyarakat tani, selain meningkatkan produktivitas usaha juga akan meningkatkan efisiensi usaha pertanian. Reed (1979) menawarkan dua alternatif untuk
mengatasi permasalahan petani kecil, yaitu: (a) konsolidasi lahan usahatani menjadi usaha yang lebih luas, dan (b) memperluas skala pengelolaan dan penggunaan
sumberdaya usahatani tanpa mengubah pemilikan petani, melalui usahatani korporasi atau kelompok.
Kelembagaan petani diakui sangat penting dalam pembangunan pertanian
(Mosher, 1969; Staatz dan Eicher, 1984; Todaro, 1994). Kelembagaan petani di
pedesaan berkontribusi dalam akselerasi pengembangan sosial ekonomi petani;
aksesibilitas pada informasi pertanian; aksesibilitas pada modal, infrastruktur, dan
pasar; dan adopsi inovasi-inovasi pertanian. Kelembagaan petani ini memiliki
peran strategis di Indonesia karena karakteristik pertanian yang terdiri dari lebih
80 persen pertanian rakyat dan lebih 50 persen di antaranya petani gurem. Namun
kenyataan memperlihatkan kecenderungan masih lemahnya kelembagaan petani,

4

serta besarnya hambatan dalam menumbuhkan kelembagaan pada masyarakat
petani. Menurut Suryana (2007) salah satu hambatan implementasi Revitalisasi
Pertanian di Indonesia adalah tidak adanya organisasi ekonomi petani yang kokoh
sebagai salah satu ciri pertanian modern, Soedijanto (2004) menyebutkan berbagai
permasalahan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia diantaranya adalah
masalah kelembagaan tani dan kepemimpinan petani. Intervensi yang terlalu besar
dari pemerintah atau politisi seringkali menyebabkan organisasi itu bekerja bukan
untuk petani tetapi lebih melayani kepentingan pemerintah atau para pengelolanya
(van den Ban dan Hawkins, 1999). Perbedaan sosial dan kultural masyarakat
petani di negara berkembang dengan asal bentuk kelembagaan yang diadopsi menyebabkan kelembagaan petani yang dibangun tidak berkembang. Bunch (1991)
menegaskan pembangunan kelembagaan tidak sekedar memindahkan kerangka
organisasi, tetapi juga harus memberikan ‘perasaan’ tertentu. Ciri-ciri masyarakat, perasaan, ketrampilan, sikap dan sikap moral, merupakan darah dan daging
suatu lembaga.
Kelembagaan petani yang diharapkan mampu membantu petani keluar dari
persoalan kesenjangan ekonomi petani, sampai saat ini masih belum berfungsi secara optimal. Kelembagaan pertanian kurang menempatkan petani sebagai pengambil keputusan dalam usahataninya, karena dominansi pengaruh intervensi pihak
luar petani terhadap kelompok tani (Slamet, 2003). Pengembangan kelembagaan
melalui penyuluhan pertanian justru menempatkan petani pada berbagai kelompok
binaan yang dibentuk dari atas dan untuk kepentingan atas, sehingga posisi petani
lemah dalam pengambilan keputusan kelompok.

Kurang berhasilnya proyek-

proyek pertanian yang berorientasi pada pembangunan kelembagaan petani,
seperti: KUD, corporate farming, dan kelompok-kelompok usaha bersama yang
lain; menunjukkan masih perlu kajian yang mendalam terhadap kelembagaan
petani.
Implikasi diberlakukannya otonomi daerah, berdasarkan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999, membawa dampak buruk pada perkembangan kelembagaan petani, utamanya kelembagaan kelompok petani hampir di seluruh wilayah
Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Daerah tidak memberikan prioritas bagi pengembangan kelembagaan penyuluhan yang selama ini mem-

5

beri kontribusi bagi peningkatan produksi pertanian dan menjadi mitra petani
dalam memfasilitasi kelembagaan kelompok petani. Kegiatan penyuluhan pertanian di banyak daerah, termasuk Jawa Tengah, dikatakan hampir sampai pada
titik nadir. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penyangga
pangan nasional, dengan luas lahan sawah sebesar 996 ribu hektar, luas lahan
tegal/kebun sebesar 753 ribu hektar, dan ladang sebesar 11 ribu hektar. Hampir
semua komoditas pertanian penting dihasilkan di Provinsi Jawa Tengah yang
diusahakan oleh 5.9 juta (42 persen) penduduk di provinsi ini (Jawa Tengah
Dalam Angka 2006). Potensi pertanian yang besar perlu didukung dengan keberadaan kelembagaan petani yang kuat, namun akhir-akhir ini justru mengalami
stagnasi.
Mendasarkan pada kondisi kelembagaan petani saat ini khususnya kelembagaan kelompok petani, yang dipandang sebagai strategi sosial dalam pembangunan pertanian, maka dirasa perlu untuk mengkaji aspek-aspek yang berpengaruh pada stagnasi dan kemunduran yang terjadi dalam kelembagaan kelompok
petani ini.

Masalah Penelitian
Pada kenyataannya sebagian besar produk-produk pertanian di Indonesia
dihasilkan oleh usahatani dengan luasan yang sempit-sempit. Dengan skala usaha
yang kecil sangat sulit bagi petani untuk mengelola usahatani secara efisien. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh
petani. Petani Indonesia harus mengusahakan pertanian di dalam lingkungan tropika yang penuh resiko, seperti banyaknya hama, tidak menentunya curah hujan,
dan sebagainya. Selain itu, kondisi infrastruktur yang belum memadai, serta
kebijakan-kebijakan pertanian yang secara ekonomi dan politik kurang berpihak.
Para petani dituntut ekstra hati-hati dalam menerima inovasi karena kegagalan
memanfaatkan inovasi akan berakibat fatal dalam ekonomi rumah tangga petani.
Dalam menjalankan usahanya, petani juga harus berhadapan dengan pelaku-pelaku usaha yang lain di bidang pertanian. Belum ada atau lemahnya kelembagaan
petani akan berakibat pada rendahnya posisi tawar petani yang berakibat pada

6

rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan rendahnya dukungan pada pembangunan pertanian secara nasional.
Pengembangan kelembagaan petani, termasuk didalamnya kelembagaan
kelompok petani, sudah menjadi salah satu program pembangunan pertanian sejak
Orde Baru. Upaya-upaya pengembangan kelembagaan petani oleh pemerintah selama ini belum mampu menghasilkan kelembagaan petani yang dinamis, kuat, dan
mandiri. Kelembagaan kelompok petani semestinya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan petani, mampu meningkatkan daya saing, serta mampu mendukung
kotinyuitas usaha, namun sampai saat ini kelompok-kelompok petani masih menunjukkan tingkat perkembangan yang masih rendah. Kebijakan otonomi daerah
yang diharapkan dapat lebih mengembangkan potensi-potensi lokal justru berdampak buruk pada keberadaan kelembagaan kelompok petani.
Secara ringkas permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam peneliti-an ini meliputi:

(a) Sejauh mana kedinamisan kelompok sebagai pembelajar, kapasitas petani,
partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok petani, dan kapasitas kelembagaan kelompok petani, serta bagaimana keterkaitan masing-masing variabel
tersebut?
(b) Faktor-faktor determinan apa saja yang lebih berpengaruh dalam pengembangan kapasitas kelembagaan kelompok petani? dan
(c) Bagaimana strategi intervensi (penyuluhan) yang tepat, yang kondusif bagi
peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok petani?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan permasalahan yang dipaparkan di atas, secara
umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kelembagaan kelompok petani, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan kapasitas kelembagaan kelompok petani. Kapasitas kelembagaan kelompok petani dianalisis melalui kedinamisan kelompok sebagai wahana
belajar, kapasitas petani, dan kesadaran kolektif untuk berpartisipasi dalam kelembagaan sehingga mengarah pada pencapaian kapasitas kelembagaan kelompok
petani yang diinginkan.
Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:

7

(1) Untuk mendeskripsikan tingkat kedinamisan kelompok sebagai sarana pembelajar, tingkat kapasitas petani, tingkat partisipasi petani dalam kelembagaan
kelompok petani, dan tingkat kapasitas kelembagaan kelompok petani;
(2) Untuk mengidentifikasi dan menjelaskan pengaruh berbagai faktor terhadap
tingkat partisipasi anggota dalam kelembagaan kelompok petani;
(3) Untuk mengidentifikasi dan menjelaskan pengaruh berbagai faktor terhadap
tingkat kapasitas kelembagaan kelompok petani; dan
(4) Untuk merumuskan suatu strategi penyuluhan yang sesuai untuk mendorong
petani dalam peningkatan kelembagaan kelompok petani yang efektif dalam
mengelola sumberdaya pertanian secara berkelanjutan.
Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini mencoba menganalisis permasalahan kurang berkembangnya
kelembagaan kelompok petani menjadi lembaga yang tangguh dan mandiri. Kapasitas kelembagaan kelompok petani sangat diperlukan dalam kondisi dan situasi
yang dihadapi petani saat ini. Kedinamisan kelompok, kapasitas petani, dan partisipasi anggota dalam kelembagaan kelompok petani diduga menjadi faktor utama
yang terkait dengan permasalahan kelembagaan kelompok petani ini sehingga
memerlukan pendalaman yang lebih komprehensif dalam mengungkap hubungan
kausalitas diantaranya.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan berbagai kegunaan dalam penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok petani dalam usaha mempertahankan eksistensi dan meningkatkan taraf kehidupan keluarga anggota dan
masyarakatnya. Secara praktis, pemahaman terhadap berbagai faktor yang terkait
partisipasi petani dalam kelembagaan akan menghasilkan konsep intervensi atau
capacity building yang tepat bagi pengembangan kelembagaan petani yang
efektif.
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan rumusan-rumusan
yang bisa dijadikan pertimbangan bagi pengembangan kelembagaan kelompok
petani yang tepat untuk dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah pada khususnya
dan di daerah lain yang serupa, yang berpotensi pada peningkatan kualitas hidup
dan kesejahteraan petani.

8

Pada akhirnya, hasil penelitian ini dapat menjadi perbandingan dari keluaran penelitian yang lain sebagai sarana untuk membuka wacana diskusi dan
tukar informasi. Selain itu pengujian atau usaha untuk menindaklanjuti terhadap
temuan-temuan yang ada merupakan sesuatu yang bermanfaat sehingga akan semakin mendorong terhadap kemajuan ilmu penyuluhan pembangunan pada
umumnya dan pengembangan kelembagaan petani khususnya. Upaya penguatan
kapasitas kelembagaan kelompok petani merupakan salah satu strategi yang
diperlukan dalam pelaksanaan penyuluhan pembangunan yang efektif dan efisien.

9

TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Sebagai Proses Perubahan
Pengertian Pembangunan
Secara etimologik, istilah pembangunan berasal dari kata dasar ‘bangun’
diberi imbuhan ‘pem - an’. Kata ‘bangun’ bisa berarti: sadar atau siuman (aspek
fisiologis); bangkit atau siuman (aspek perilaku); bentuk (aspek anatomi); sebagai kata kerja berarti membuat, mendirikan, atau membina (gabungan aspek
fisiologi, aspek perilaku, dan aspek bentuk). Konsep ‘pembangunan’ (development) seringkali dianalogkan dengan konsep-konsep: pertumbuhan (growth),
rekonstruksi (recontruction), modernisasi (modernization), westernisasi (westernization), perubahan sosial (social change), pembebasan (liberation), pembaruan
(innovation), pembangunan bangsa (nation building), pembangunan nasional
(national development), pengembangan (progress), dan pembinaan (construction)
(Ndraha, 1990; Suryono, 2001).
Pembangunan dapat dilihat dalam paradigma yang berbeda. Terdapat
tiga kelompok teori pembangunan yang dianggap penting secara literatur, yaitu:
Pertama, kelompok teori modernisasi yang menekankan pada faktor manusia dan
nilai-nilai budaya sebagai pokok persoalan dalam pembangunan. Kedua, kel