Peran Kapasitas Petani Dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani Kasus Petani Sayuran Dan Padi Di Kabupaten Malang Dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur

(1)

PERAN KAPASITAS PETANI DALAM MEWUJUDKAN KEBERHASILAN

USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DAN PADI

DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN

PROVINSI JAWA TIMUR

HERMAN SUBAGIO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Peran Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani: Kasus Petani Sayuran dan Padi di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur” adalah ide atau hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukandalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor,

Herman Subagio NIM: P061020031


(3)

ABSTRACT

HERMAN SUBAGIO. Farmer’s capacity and the successful of farming system: Case of Vegetables and Rice Farmers in Malang and Pasuruan District in East Java Province. Under Direction of SUMARDJO, PANG S ASNGARI, PRABOWO TJITROPRANOTO and DJOKO SUSANTO.

Farmer’s capacity is the very important factor in agricultural development based on human resources; high level of farmers’ capacity ensures thei successes and in sustainable farming system.

The objectives of the research are: to determine the level of farmer’s capacity and to analyze the determinant factors effecting farmer capacity. The research was carried out in Malang and Pasuruan Districts which are the centres for vegetables and rice in East Java Province. Data were collected using structured interviews and direct observation. Total sample were 324 farmers who drawn using cluster random sampling technique, i.e.177 and 165 of vegetables farmers and rice farmer, respectively

The results of the research showed that: the level of farmer’s capacity is low level category. There is significant difference of the level of farmer’s capacity in two Districts, The level of farmer’s capacity in Malang District is higher than in Pasuruan District. The characteristic of innovation, cosmopolitness and formal educational are determinant factors affecting farmer’s vegetables capacity, whereas the accsess of information and cosmopolite are determinant factors of rice farmers capacity. The factors have significant indirect effect to the successful of farming system through farmer’s capacity and self reliance in farming.

The results of the research imply that agricultural research and extension should take into consideration the level of farmer’s educational, farmer’s capacity, accsess of information and characteristics of innovation in developing agricultural technologies and programs to disseminate innovation and information.


(4)

RINGKASAN

HERMAN SUBAGIO. Peran Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani: Kasus Petani Sayuran dan Padi di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur, dibimbing oleh SUMARDJO, PANG S. ASNGARI, PRABOWO TJITROPRANOTO dan DJOKO SUSANTO.

Kapasitas petani sangat penting seiring dengan prioritas pembangunan pertanian berorientasi kepada pengembangan sumberdaya manusia. Kapasitas adalah daya-daya yang melekat pada pribadi seseorang sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian untuk dapat menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara tepat pula. Hingga kini kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani masih rendah. Terbukti dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani dalam mengidentifikasi potensi usahatani, pemanfaatan peluang, mengatasi permasalahan usahatani dan menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani masih rendah.

Tujuan penelitian adalah (1) Mendeskripsikan tingkat kapasitas petani sayuran dan petani padi, (2) Mengungkap faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap kapasitas petani sayuran dan petani padi dan tingkat keberhasilannya dalam usahatani, (3) Memetakan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan keberhasilan usahatani dan (4) merumuskan model penyuluhan yang efektif untuk peningkatan kapasitas petani.

Penelitian dilakukan dengan responden petani sayuran dan petani padi di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan Jawa Timur menggunakan metode survei dan pengamatan langsung. Sampel menggunakan metode cluster random

sampling. Total sampel adalah 324 petani terdiri 177 petani sayuran dan 165

petani padi. Analisis data menggunakan analisis statistik diskriptif, uji beda, uji regresi dan analisis jalur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 50 persen kapasitas petani sayuran rendah hingga sangat rendah sedangkan petani padi mencapai 62 persen. Kapasitas petani sayuran berbeda nyata dengan petani padi. Kapasitas petani sayuran dalam mengidentifikasi potensi usahatani adalah tinggi hingga sangat tinggi menunjukkan lebih rendah dibanding petani padi, sedangkan dalam pemanfaatan peluang, mengatasi permasalahan usahatani dan menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani adalah lebih tinggi.

Hampir 50 persen kapasitas petani sayuran dalam mewujudkan keberhasilan usahatani adalah tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan 41 persen petani padi juga tinggi hingga sangat tinggi. Adapun kemandirian petani sayuran adalah 55 persen termasuk tinggi hingga sangat tinggi. Dari 55 persen petani sayuran tersebut 7 persen berkapasitas rendah dan 93 persen berkapasitas tinggi hingga sangat tinggi. Tingkat kemandirian petani padi 43 persen adalah tinggi hingga sangat tinggi. Dari 43 persen petani padi tersebut 34 persen berkapasitas rendah dan 66 persen berkapasitas tinggi hingga sangat tinggi.


(5)

Karakteristik pribadi petani memiliki pengaruh lebih besar dibanding faktor lingkungan, inovasi dan informasi terhadap pembentukan dan peningkatan kapasitas petani sayuran. Sebaliknya, pada petani padi faktor di luar karakteristik pribadi menunjukkan pengaruh lebih besar. Pendidikan dan kekosmopolitan adalah karakteristik pribadi petani yang determinan untuk peningkatan dan pembentukan kapasitas petani sayuran berkualitas (tinggi), sedangkan pada petani padi ditunjukkan oleh kekosmopolitan. Faktor determinan di luar karakteristik pribadi petani dalam membentuk dan meningkatkan kapasitas petani sayuran adalah ketersediaan inovasi, sedangkan untuk kapasitas petani padi adalah aksesbilitas informasi.

Model penyuluhan yang efektif untuk peningkatan kapasitas petani sayuran adalah memberikan banyak kesempatan pengalaman belajar (pendidikan non-formal) yang berorientasi kepada pengembangan inovasi yang bersumber kepada informasi dan inovasi terpercaya dan menguntungkan sesuai dengan masalah yang dihadapi petani serta pemahaman dan kemampuan pengelolaan resiko inovasi. Kemudian untuk petani padi adalah meningkatkan kesempatan belajar non-formal yang berorientasi kepada akses informasi untuk pemecahan masalah yang dihadapi dan meningkatkan interaksi dengan petani yang lebih berhasil (maju). Pengalaman belajar tersebut dapat dijadikan sarana untuk meningkatan kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani.


(6)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1.Dilarang mengutip sebagaian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

PERAN KAPASITAS PETANI DALAM MEWUJUDKAN KEBERHASILAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DAN PADI

DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

Herman Subagio

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. H. R. Margono Slamet

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Fawzia Sulaiman

2. Dr. Ir. Ma’mun Sarma MS., M.Ec.


(9)

Judul : Peran Kapasitas Petani dalam Mewujudkan Keberhasilan Usahatani: Kasus Petani Sayuran dan Padi

di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur.

Nama Mahasiswa : Herman Subagio

N.I.M. : P061020031

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. SUMARDJO, MS. Ketua

Prof. Dr. PANG S. ASNGARI Anggota

Dr. PRABOWO TJITROPRANOTO, M.Sc. Anggota

Prof. (Ris) Dr. DJOKO SUSANTO, SKM. Anggota

Diketahui:

Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. LALA M. KOLOPAKING, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, MS


(10)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rakhmat dan hidayahNya Disertasi dengan judul: “KAPASITAS PETANI DALAM MEWUJUDKAN KEBERHASILAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DAN PADI DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR” dapat terselesaikan.

Disertasi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Doktor pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tertinggi penulis haturkan kepada: Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, MS., Bapak Prof. Dr. H. Pang S. Asngari, Bapak Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. dan Bapak Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM., APU yang telah memberikan bimbingan dan dukungan tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dan melewati tahapan Program Studi Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. R. Margono Slamet atas kesediaan menerima penulis sebagai mahasiswa PPN dan bersedia menjadi penguji pada ujian tertutup. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Fawzia Sulaiman dan Dr. Ir. Ma’mun Sarma MS.,M.Ec. sebagai penguji pada ujian terbuka.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Namun secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada istri penulis, Tyas Suryaningsih Dipl.Ak, ananda Chatraintan dan Mahathir Mohammad yang telah banyak berkorban dan berdo’a bagi penulis, terima kasih juga disampaikan kepada ibunda R. Sofia yang banyak berdo’a bagi penulis.

Kepada rekan-rekan penyuluh dan seluruh petani responden yang telah banyak memberikan informasi maupun data pendukung dalam penelitian ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih. Demikian pula bagi seluruh dosen dan rekan-rekan PPN, penulis sampaikan terima kasih atas dorongan dan dukungannya dalam menyelesaikan Program Studi Doktor pada Sekolah Pasca-sarjana IPB Bogor.

Kepada Pimpinan Badan Litbang Pertanian, penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan biaya dan kesempatan yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala BPTP Jawa Timur atas pemberian ijin belajar dan bantuan do’a yang telah diberikan bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritik sangat diharapkan, guna penyempurnaan lebih lanjut. Semoga Disertasi ini dapat membantu peneliti lain untuk melaksanakan penelitian lanjutan bagi kemaslahatan umat manusia. Amiin.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 5 Juni 1960 sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara dari bapak Slamet Martoprawiro Samudro (alm.) dan ibu R. Sofia. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Lanjutan Atas diselesaikan di kota Probolinggo. Sarjana Pertanian lulus pada tahun 1987 dari Universitas Wisnuwardhana Malang. Program Pascasarjana Jurusan Sosiologi diselesaikan pada tahun 1992 di Universitas Gadjahmada Yogyakarta. Studi Program Doktor pada Ilmu Penyuluhan Pembangunan ditempuh mulai tahun ajaran 2002/2003 dengan bantuan beasiswa dari Badan Litbang Departemen Pertanian.

Sejak tahun 1980 hingga 1984, penulis bekerja sebagai tehnisi pelaksana percobaan pada LP3 Pusat Perwakilan Jawa Timur di Malang, kemudian pada tahun 1985 hingga 1990 penulis bekerja sebagai peneliti pemuliaan tanaman jagung pada Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Malang dan mulai 1994 beralih menjadi peneliti bidang sosial ekonomi di Balittan Malang. Sejak akhir tahun 1999 dialih tugas ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur hingga sekarang. Jabatan yang pernah dialami adalah:

•Koordinator On farm Research Balittan Malang pada tahun 1987 hingga 1990 •Kepala Kebun Percobaan Muneng Probolinggo pada tahun 1990 hingga 1992 •Kepala Sub Balittan Muneng Probolinggo pada tahun 1993 hingga 1994 •Ketua Kelompok Peneliti (Kelti) Sosial Ekonomi pada tahun 1994 hingga 1997 Pengalaman latihan dan lokakarya yang diikuti antara lain:

Maize Improvement pada tahun 1987 di CIMMYT, El Batan Mexico City

Management of Experimental Stations pada tahun 1989 di CIMMYT, El Batan

Mexico City

Management and Analysis of Statistical Data pada tahun 1990 di University

of Reading, London UK.

• Pemahaman pedesaan secara partisipatif (PRA) pada tahun 1997 di Badan Litbang Pertanian Jakarta

Workshop on Women Role’s in Upland Agriculture pada 1997 di Ciang May

Bangkok, Thailand

Developing Integrated Nutrient Management Option for Delivery pada tahun


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... ii

RINGKASAN... iii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... xix

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Masalah Penelitian... 4

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Hasil Penelitian... 7

Definisi Istilah... 7

TINJAUAN PUSTAKA... 10

Konsep Kapasitas ... 10

Kapasitas Petani sebagai Faktor Bertahannya Usaha Pertanian ... 13

Tantangan Usahatani ke Depan ... 15

Petani dan Karakteristiknya ... 16

Penyuluhan sebagai Pilihan Pendekatan Untuk Meningkatan Kapasitas. 25 Kemandirian Usahatani... 26

Kebutuhan Petani dalam Usaha Pertanian ... 30

Jiwa Kewirausahaan ... 32

Ketersediaan Inovasi ... 34

Macam (Jenis) Inovasi... 35

Sifat Karakteristik Inovasi ... 36

Dasar Keputusan Pilihan Inovasi... 37

Pentingnya Akses Petani terhadap Informasi pada Usaha Pertanian ... 41

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS... 44

Kerangka Berpikir... 44

Model Usaha Pertanian yang Berhasil ... 45

Hubungan antar Peubah Penelitian... 52

Hipotesis Penelitian... 53

METODE PENELITIAN ... 56

Rancangan Penelitian ... 56

Lokasi Penelitian ... 56


(13)

Halaman

Istrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 59

Kesahihan dan Keterandalan... 60

Peubah Penelitian ... 64

Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Peubah... 64

Analisis Data... 74

HASIL DAN PEMBAHASAN... 80

Gambaran Umum Daerah Penelitian... 80

Karakteristik Pribadi Petani ... 86

Faktor Lingkungan Usahatani... 94

Lingkungan Fisik ... 94

Lingkungan Ekonomi dan Sosial Budaya ... 98

Ketersediaan Inovasi dan Aksesibilitas Informasi ... 102

Ketersediaan Inovasi ... 102

Aksesibilitas Informasi ... 110

Kapasitas Petani………... 114

Kapasitas dalam Mengidentifikasi Potensi Usahatani... 117

Kapasitas dalam Memanfaatkan Peluang Usahatani... 119

Kapasitas dalam Mengatasi Permasalahan Usahatani ... 121

Kapasitas dalam Menjaga Keberlanjutan Sumberdaya Usahatani... 123

Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani ... 125

Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Sayuran... 126

Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Padi... 132

Kemandirian Usahatani... 136

Kemandirian dalam Pengambilan Keputusan... 138

Kemandirian dalam Penyediaan Modal... 140

Kemandirian dalam Menjalin Kerjasama/kemitraan... 142

Kemandirian untuk Menciptakan Kedinamisan Usahatani... 144

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani... 145

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Sayuran... 147

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Padi... 153

Kaitan Kemandirian Usahatani dengan Kapasitas ... 157

Keberhasilan Usahatani...………...………... 158


(14)

Halaman

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani Sayuran ... 161

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani Padi... 164

Kaitan Kapasitas dan Kemandirian dengan Keberhasilan Usahatani... 167

Model Pengembangan Kapasitas Petani Untuk Mewujudkan Keberhasilan Usahatani ... 172

IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN DALAM KONTEKS SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN... 179

KESIMPULAN DAN SARAN ... 185

Kesimpulan... 185

Saran ... 186

DAFTAR PUSTAKA ... 188

DAFTAR LAMPIRAN ... 197

Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas... 197

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas... 199

Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Beda Antara Sayuran dengan Padi ... 204

Lampiran 4. Hasil Analisis Lintasan/Jalur Petani Sayuran... 209


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pokok-pokok Pemikiran Strategi Penyuluhan Pembangunan untuk

Peningkatan Kapasitas Petani …..……….….….. 27

2 Paradigma Model Usaha Pertanian Berhasil dan yang Cenderung Gagal…... 47

3 Paradigma Karakteristik Pribadi Petani yang Berkualitas Tinggi dan Rendah... 48

4 Paradigma Kapasitas Petani yang Tinggi dan Rendah…... 50

5 Paradigma Kemandirian Berusaha di Bidang Pertanian... 51

6 Paradigma Kedinamisan Usahatani ... 52

7 Lokasi Penelitian dan Jumlah Sampel ... 58

8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 63

9 Peubah, Indikator dan Parameter Lingkungan Fisik, Lingkungan Ekonomi dan Sosial Budaya ... 65

10 Peubah, Indikator dan Parameter Ketersediaan Inovasi...…… 68

11 Peubah, Indikator dan Parameter Kualitas Pribadi Petani... 69

12 Peubah, Indikator dan Parameter Akses pada Informasi... 70

13 Peubah, Indikator dan Parameter Kapasitas Petani... 71

14 Peubah, Indikator dan Parameter Kemandirian Usahatani... 72

15 Peubah, Indikator dan Parameter Keberhasilan Usahatani... 73

16 Jenis Tanaman yang Diusahakan Petani pada Lokasi Penelitian... 80

17 Rata-rata Luas Penguasaan Lahan Petani ... 81

18 Sebaran Karakteristik Pribadi Petani Sayuran dan Petani Padi ... 86

19 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Pendidikan Petani Contoh menurut Tingkat Kosmopolitan... 90

20 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Kosmopolitan menurut Umur Petani Contoh... 91

21 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Keberanian Mengambil Resiko menurut Tingkat Pendidikan Petani Contoh... 92

22 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Keberanian Mengambil Resiko menurut.Umur Petani Contoh... 93

23 Sebaran dan Rataan Skor Lingkungan Fisik Petani Responden 95

24 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Ekonomi Sosial dan Budaya Petani Responden ... 99


(16)

Halaman 25 Bentuk Inovasi yang diterima Petani ... 102 26 Sebaran dan Rataan Skor Sifat Inovasi Petani Responden... 104 27 Sebaran dan Rataan Skor Akses pada Informasi Petani Responden 111 28 Peringkat Sumber Informasi yang Diakses Petani ... 112 29 Hasil Analisis Ragam Kapasitas Petani ... 115 30 Sebaran dan Rataan Skor Kapasitas Petani Responden pada

Usahatani Sayuran dan Usahatani Padi... 116 31 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kapasitas Mengidentifikasi Potensi Usahatani ... 118 32 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kapasitas Memanfaatkan Peluang Usahatani ... 120 33 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kapasitas Mengatasi Permasalahan Usahatani... 122 34 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kapasitas Menjaga Keberlanjutan Sumberdaya Usahatani... 124 35 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan

dengan Kapasitas Petani Sayuran ... 126 36 Nilai Koefisien Regresi Faktor Karakteristik Pribadi Terhadap

Kapasitas Petani Sayuran ... 127 37 Faktor yang Berpengaruh Langsung dan Tidak Langsung Terhadap

Kapasitas Petani Sayuran... 129 38 Faktor yang Berpengaruh Langsung dan Tidak Langsung Terhadap

Kapasitas Petani Sayuran... 131 39 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kapasitas Petani Padi... ... 132 40 Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Karakteristik Pribadi Petani

Terhadap Kemandirian Usahatani Padi ... 133 41 Nilai Koefisien Regresi Faktor –faktor yang Mempengaruh

Kapasitas Petani Padi ... 134 42 Persentase dan Rataan Skor Tingkat Kemandirian Usahatani Petani

Sayuran dan Petani Padi ... 137 43 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan... 139 44 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kemandirian Petani dalam Penyediaan Modal... 141 45 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kemandirian Petani dalam Menjalian Kemitraan/

Partnership...143 46 Sebaran dan Rataan Skor Pengetahuan, Sikap dam Ketrampilan

untuk Kemandirian Petani dalam Menciptakan Kedinamisan


(17)

Halaman 47 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan

dengan Kemandirian Usahatani ...146 48 Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Karakteristik Pribadi dan

Kapasitas Petani Terhadap Kemandirian Usahatani Sayuran ... 147 49 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor Terhadap

Kemandirian Usahatani Petani Sayuran... 150 50 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kemandirian Usahatani Sayuran ... 151 51 Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Karakteristik Pribadi dan

Kapasitas Petani Terhadap Kemandirian Usahatani Padi ... 153 52 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kemandirian Petani Tanaman Padi ... 155 53 Sebaran Kemandirian Usahatani Menurut Kapasitas Petani ... 157 54 Sebaran dan Rataan Skor Tingkat Keberhasilan Usahatani... 159 55 Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan

dengan Keberhasilan Usahatani... 161 56 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Keberhasilan Usahatani Sayuran... 162 57 Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Keberhasilan Usahatani Padi... 165 58 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor yang

Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani Padi ... 167 59 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Kapasitas Terhadap

Keberhasilan Usahatani... 169 60 Sebaran Keberhasilan Usahatani Menurut Kapasitas Petani... 170 61 Sebaran Keberhasilan Usahatani Menurut Kemandirian Usahatani . 171 62 Ciri Inovasi yang Diperlukan Sesuai Kebutuhan Petani Sayuran... 181 63 Ciri Informasi yang Diperlukan Sesuai Kebutuhan Petani Padi... 182 64 Lembaga dan Peran yang Diperlukan dalam Peningkatan Kapasitas


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Interaksi Kapasitas dengan Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan... 12

2. Tujuan Penyuluhan Pembangunan…...………... 31

3. Kerangka Pikir Penelitian... 46

4. Hubungan Antar Peubah Penelitian... 55

5. Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 1 ... 77

6. Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 2... 78

7 Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 3... 78

8 Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 4... 79

9 Pengaruh Antar Peubah Secara Konseptual pada Hipotesis 5 ... 79

10 Rantai Pemasaran Hasil Sayuran ... 84

11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Sayuran... 130

12 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Petani Padi ... 135

13 Pengaruh Karakteristik Pribadi Petani Sayuran Terhadap Kemandirian Usahatani Sayuran ... 148

14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Sayuran ... 152

15 Pengaruh Karakteristik Pribadi Petani Padi Terhadap Kemandirian Usahatani ... 154

16 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usahatani Padi ... 156

17 Pengaruh Faktor-faktor Terhadap Keberhasilan Usahatani Sayuran ... 163

18 Pengaruh Faktor-faktor Terhadap Keberhasilan Usahatani Padi... 166

19 Pengaruh Kapasitas Petani dan Kemandirian Usahatani Terhadap Keberhasilan Usahatani ... 169

20 Model Pengembangan Kapasitas Petani Melalui Penyuluhan Dalam Mewujudkan Menuju Keberhasilan Usahatani ... 175


(19)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sektor pertanian hingga kini masih menjadi andalan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selama krisis ekonomi berlangsung prioritas kebijakan lebih besar diarahkan kepada penyelesaian krisis moneter sehingga kebijakan di sektor pertanian relatif berkurang. Namun demikian sektor pertanian masih tetap menunjukkan pertumbuhan positif dibanding sektor yang lain. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor riil yang masih menjanjikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama para petani.

Memasuki era informasi yang mengakibatkan globalisasi di segala bidang, sektor pertanian dituntut memiliki nilai keunggulan kompetitif dan komparatif yang tinggi, sehingga dalam pengelolaan dapat bersaing dengan produk-produk pertanian yang berasal dari luar negeri (impor). Belajar dari kegagalan pengalaman pembangunan sebelumnya yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, dalam menghadapi persaingan global tersebut, prioritas pada sektor pertanian harus digarap berbeda.

Pembangunan sektor pertanian di era globalisasi harus bertumpu kepada sumber daya manusia (SDM) berdaya yang bergerak di bidang pertanian sehingga dapat, mau dan mampu bersaing (Saragih, 1998). SDM sebagai subyek pembangunan terdiri dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai, budaya dalam kapasitas yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut harus dapat dikelola sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembangunan yaitu kondisi SDM yang lebih baik dari sebelumnya. Menurut Myers (Legan dan Loomis, 1980), untuk mengukur tingkat keberhasilan perkembangan pembangunan pertanian terutama terletak pada pengembangan SDM pertanian.

Harapan masa depan kondisi SDM yang lebih baik dari tujuan pembangunan merupakan harapan bagi setiap insan hidup yakni manusia yang bersifat normatif dan universal (Susanto, 2003). Secara rasional dan psikologis alasan untuk hidup lebih baik tersebut adalah:


(20)

(1) kehidupan dan hidup ini perlu diperbaiki, (2) masa depan yang lebih baik perlu direncanakan dan ditata secara cermat

mulai sekarang,

(3) kemampuan menghadapi tantangan (dalam dan luar negeri) perlu dikembangkan secara terus menerus, dan

(4) perlu pengembangan jiwa kewirausahaan, sikap hemat dan kepedulian sosial. Dalam persaingan global tersebut perlu dicari nilai-nilai keunggulan yang khusus terutama yang ada pada petani sebagai ujung tombak pelaku pembangunan pertanian. Tim CRESCENT (2003) melaporkan bahwa dalam suatu masyarakat manapun terdapat daya internal yang mekanismenya bersifat khas (local specific) dan secara nyata berperan dalam mengatasi masalahnya sendiri (internal). Nilai-nilai keunggulan yang ada pada petani seperti pengalaman dan pengetahuan asli petani maupun kapasitas (potensi lokal) yang lain dalam melaksanakan usaha pertanian dapat dijadikan pijakan (entry point)

untuk membangun sektor pertanian yang berbasis kepada kebutuhan dan harapan petani. Potensi-potensi lokal harus dapat dimanfaatkan seoptimal-optimalnya sambil menerapkan berbagai inovasi/teknologi tepat guna sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan petani. Perilaku petani yang spesifik dalam berusahatani harus mampu menjadi daya dorong untuk mewujudkan keberhasilan usaha pertanian yang tangguh pada persaingan global.

Sejalan dengan persaingan global, pada era otonomi daerah juga terdapat persaingan dalam mencari identitas sebagai andalan untuk diunggulkan oleh masing-masing daerah. Daerah provinsi Jawa Timur banyak memiliki keunggulan dari sektor pertanian. Sub sektor tanaman pangan, Jawa timur merupakan salah satu sentra produksi untuk tanaman padi, jagung maupun tanaman kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah maupun kacang hijau. Kontribusi tanaman padi yang menghasilkan beras untuk bahan makanan pokok di Indonesia mencapai 10 persen dari kebutuhan Nasional yang menempati peringkat ketiga setelah Jawa barat dan Sulawesi selatan. Oleh karena itu tidak heran bila banyak program nasional untuk sub sektor tanaman pangan banyak dilaksanakan di daerah provinsi Jawa timur. Selain sebagai sentra produksi


(21)

tanaman pangan, daerah Provinsi Jawa Timur juga merupakan sentra produksi tanaman hortikultura. Walau demikian, petani yang bergerak pada usaha tanaman sayuran relatif lebih berkembang dibanding petani yang mengusahakan tanaman padi.

Program pembangunan pertanian yang banyak memprioritaskan komoditas unggulan yang berpotensi dan bertujuan ekspor tidak sepenuhnya salah tetapi juga memiliki resiko yang cukup besar karena sangat tergantung kepada kebutuhan pasar terutama bagi komoditas-komoditas yang memiliki tingkat daya saing yang rendah. Menurut Azahari (2004), prioritas pengembangan tanaman buah-buahan seperti manggis, mangga, dan pisang karena buah-buah tersebut merupakan komoditas unggulan yang berpotensi dan bertujuan ekspor. Kebijakan pengembangan tanaman buah-buahan untuk tujuan ekspor dalam kurun waktu jangka pendek memang menguntungkan, tetapi keberlanjutannya sangat tergantung kebijakan negara pengimpor. Dalam kondisi sistem perdagangan dunia hasil produk pertanian yang tidak jujur (fair) akan membahayakan dan sangat merugikan petani (Husodo, 2004). Bahkan menurut Sawit (2004), walaupun ada perlakuan khusus terhadap sektor pertanian di negara berkembang seperti Indonesia, hampir tidak mungkin dapat mengejar ketinggalan, dan hanya negara maju yang akan mampu memetik manfaat jauh lebih banyak dibanding negara berkembang. Pesimistis Sawit (2004) dan Husodo (2004) tersebut cukup beralasan karena hampir semua negara di dunia secara normatif akan selalu melindungi produk yang dihasilkan dengan berbagai kebijakan proteksi dan promosi. Sebagai contohseperti yang dimuat pada Harian Kompas (2005) dilaporkan bahwa seluruh ekspor buah-buahan Indonesia sejak bulan Januari 2005 telah ditolak memasuki pasaran Eropa karena negara-negara Eropa menerapkan kebijakan standarisasi mutu (Europe Good

Agriculture Practice/GAP) yang sebelumnya tidak ada.

Tanaman padi sebagai penghasil beras merupakan produk pertanian yang memiliki nilai strategis yang sangat penting sehingga menjadi prioritas pengembangan untuk dimanfaatkan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan para petani. Walaupun demikian secara faktual, masyarakat Indonesia terutama para petani di Indonesia masih menempati peringkat strata ekonomi dari


(22)

menengah hingga bawah. Hingga sekarang permintaan pasar untuk pangan terutama beras terus meningkat dan untuk mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri banyak diimpor dari luar negeri seperti dari Vietnam, Cina, Thailand maupun negara asia yang lain seperti India dan Philipines.

Dalam era globalisasi persaingan akan semakin ketat, sehingga kapasitas yang dimiliki petani dalam melaksanakan usaha pertanian harus selalu ditingkatkan dan dikembangkan agar dapat mampu bersaing dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. Berbagai hasil penelitian dan konsep tentang usaha pertanian tangguh sebenarnya telah banyak muncul sejak awal tahun sembilan puluhan (Hadiwigeno, 1985; Baharsyah dkk., 1985; Kasryno, 1988; Abbas, 1995)., tetapi konsep yang dibangun tidak mempertimbangkan kapasitas petani sehingga berakibat tidak memiliki keberkelanjutan. Bahkan faktor keberlanjutan dari ketangguhan usaha pertanian lebih ditekankan kepada keberlanjutan sumber daya alam, sedangkan faktor keberlanjutan untuk sumber daya manusia banyak diabaikan. Pengembangan kapasitas petani cenderung diabaikan terutama karena dominasi paradigma pembangunan yang masih bersifat top down. Sejalan dengan era otonomi dan desentralisasi, maka pengembangan kapasitas petani sangat diperlukan untuk menciptakan ketangguhan usaha pertanian. Pertanyaan yang muncul untuk dapat dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kapasitas perilaku yang harus dimiliki petani agar dapat berhasil dalam melaksanakan usaha pertanian sehingga memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi tantangan global?

Masalah Penelitian

Masalah adalah suatu fenomena yang dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara yang ada sekarang dengan kondisi yang seharusnya terjadi (diharapkan). Untuk memecahkan masalah tersebut, dalam masalah penelitian secara teknis menyiratkan adanya kemungkinan untuk dilakukan penelitian (McMillan dan Schoemaker, 1989).

Dalam sistem usaha pertanian untuk tanaman padi dan sayuran di Indonesia, sistem pengelolaan yang dominan adalah pola pengelolaan rakyat. Sistem pola


(23)

pengelolaan rakyat dicirikan dengan hanya sebatas kantong-kantong produksi yang bersifat kawasan produksi, pertanaman menggunakan teknologi sederhana dan penggunaan informasi pasar belum memadai, modal terbatas, dan lebih dominan bersifat individu. Masalah pengelolaan tanaman padi dan tanaman sayuran adalah terletak pada kapasitas petani dalam mengelola usahatani masih berorientasi kepada kuantitas produksi bukan kepada kualitas sehingga memiliki daya saing rendah (Supriyanto, 2001). Usahatani sayuran merupakan suatu usaha yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap preferensi konsumen (pasar). Sedangkan usahatani padi memiliki masalah yang lebih komplek baik yang menyangkut kebijakan yang penuh dengan muatan politis maupun skala pengusahaan lahan yang relatif sempit.

Perilaku petani dalam mengelola usahatani dengan sistem pengelolaan rakyat memiliki kekhususan tersendiri dibanding dengan sistem pengelolaan perkebunan. Sejumlah rangkaian perilaku petani tersebut, menurut Popkin (1986), merupakan suatu tindakan yang rasional. Dikatakan rasional karena hanya petani itu sendiri yang secara pasti mengetahui perilaku yang tepat sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan potensi yang dimiliki merupakan suatu kapasitas petani yang tidak boleh diabaikan apabila ingin keberhasilan usaha pertanian dapat berkelanjutan. Dengan demikian, selama ini perilaku petani dalam melaksanakan usaha pertanian selalu berpijak sesuai dengan kapasitas yang petani miliki. Sejalan dengan pendapat Popkin tersebut, Scott (1994) mengemukakan bahwa perilaku petani sesuai dengan potensi, kemampuan dan kebutuhan petani. Menurut Asngari (2001), perilaku seseorang (petani) dapat dikategorikan menjadi dua yaitu perilaku yang secara jelas dapat dilihat (overt behavior) dan perilaku yang kadangkala tidak dapat dilihat secara nyata (covert behavior). Baik perilaku yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat dipengaruhi oleh unsur-unsur pembentuk perilaku yang menurut Isaac dan Michael (Asngari, 2001) terdapat pada kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga kawasan unsur pembentuk perilaku tersebut saling berinteraksi. Dengan demikian perilaku merupakan suatu rangkaian tindakan seseorang dalam mengimplementasikan kebutuhan dan harapannya.


(24)

Di masa lalu perilaku petani dipandang sebagai bentuk tindakan konservatif karena para agen pembaharu maupun perancang pembangunan tidak dapat melihat dan memahami secara jelas perilaku sesungguhnya. Walaupun ada keberpihakan kepada petani dari pemerintah (policy maker) dalam melakukan usahatani padi dan sayuran tetapi masih bersifat semu sehingga tingkat keberhasilan usahatani masih rendah dan kesejahteraan hidup petani tetap rendah. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana dan mengapa petani tetap bertahan mengusahakan tanaman padi dan tanaman sayuran? Pertanyaan lebih lanjut dalam penelitian untuk dicari jawabannya adalah:

(1) Bagaimana tingkat kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam melaksanakan usahatani?

(2) Faktor-faktor manakah yang berpengaruh efektif terhadap peningkatan kapasitas petani dalam berusaha di bidang pertanian agar memiliki tingkat keberhasilan tinggi?

(3) Faktor determinan apa saja yang berpengaruh terhadap kapasitas petani agar tingkat keberhasilan usahatani tetap tinggi?

(4) Bagaimana model pengembangan kapasitas petani yang efektif (operasional) untuk peningkatan kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani?

Tujuan Penelitian

Selaras dengan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

(1) Mendeskripsikan secara jelas tingkat kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam melaksanakan usahatani.

(2) Mengungkap faktor-faktor determinan yang mempengaruhi kapasitas petani sayuran dan petani padi dan tingkat keberhasilannya dalam usahatani.

(3) Memetakan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan keberhasilan usahatani.

(4) Tersusunnya rumusan model pengembangan kapasitas petani yang tepat untuk peningkatan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan keberhasilan usahatani.


(25)

Manfaat Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pengembangan kapasitas petani yang dapat memberikan sumbangan secara praktis dan ilmiah. Dari segi praktis, hasil penelitian ini mendapatkan rumusan faktor determinan yang berpengaruh terhadap kapasitas petani sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun strategi peningkatan kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usahatani. Peningkatan kapasitas petani dapat digunakan sebagai upaya untuk mempertahankan usaha pertanian yang dilakukan petani agar tetap memiliki peluang kepastian pasar.

Dari segi ilmiah, bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang konsep-konsep kapasitas petani bagi pengembangan sumber daya manusia. Hal tersebut berguna untuk menyusun model-model alternatif dalam rekayasa sosial pengembangan kapasitas secara bottom up khususnya bagi petani tanaman padi dan petani tanaman sayuran dan pembangunan pertanian secara umum. Selain itu hasil penelitian dapat sebagai dasar acuan suatu model pengembangan kapasitas petani sayuran dan petani padi dalam mewujudkan keberhasilan usaha pertanian.

Definisi Istilah

(1) Petani adalah sosok manusia sebagai pelaku utama yang mengandalkan pengelolaan sumber daya pertanian sebagai sumber nafkah/berusaha di bidang pertanian baik berupa tanaman, ternak maupun pengelola hasil pertanian. Kebutuhan untuk hidup mereka sebagian besar dicukupi dari hasil usaha pertanian. Dalam penelitian ini yang dimaksud petani adalah sosok manusia sebagai pelaku utama yang mengelola usahatani sayuran dan usahatani padi. (2) Karakteristik pribadi petani adalah ciri-ciri yang melekat bagi seseorang

sebagai pelaku utama yang berkaitan erat dengan kesiapannya untuk mengembangkan diri dalam melakukan usaha pertanian. Karakteristik petani pada penelitian ini ditunjukkan oleh tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, tingkat kekosmopolitan dan tingkat keberanian mengambil resiko.


(26)

(3) Keberhasilan usaha pertanian adalah kondisi yang diperoleh dari upaya pelaku usaha pertanian yang dinilai dari aspek kepastian pasar, aspek produkvitas dan aspek keberlanjutan. Aspek kepastian pasar mencerminkan suatu usaha pertanian yang dihasilkan bermanfaat dari segi ekonomi dan sosial. Segi ekonomi dapat memberikan manfaat sesuai dengan kebutuhan hidup yang diperlukan, sedangkan dari aspek sosial meliputi kebutuhan akan status usaha tersebut dapat memenuhi dan tidak bertentangan dengan kondisi lingkungan sosial budaya yang telah ada. Kepastian pasar meliputi keleluasaan pelaku usaha untuk mendapatkan faktor produksi sesuai dengan yang dibutuhkan, kegiatan usaha yang dilakukan selaras dengan lingkungan, hasil yang diperoleh sesuai/dapat terserap oleh pasar.

Dari segi produktivitas adalah memperoleh manfaat secara menguntung-kan dan terjadi perkembangan ke arah peningkatan sehingga dapat terjadi suatu usaha yang efisien dan efektif. Produktivitas kegiatan usaha pertanian tinggi tampak dari efisiensi penggunaan modal, tenaga kerja dan waktu.

Keberlanjutan merupakan keleluasaan pelaku usaha untuk menggunakan sumberdaya usahatani yang dimiliki secara berkelanjutan. Keberlanjutan suatu usaha dapat dilaksanakan secara berkelanjutan bila tidak mengganggu dan dapat melestarikan lingkungan secara tepat dan baik yang menyangkut aspek fisik maupun sosial budaya.

(4) Kapasitas petani diartikan sebagai daya-daya yang melekat pada pribadi seseorang sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian untuk dapat menetapkan tujuan usahatani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara tepat pula. Setiap individu (seseorang) secara alamiah memiliki kapasitas yang melekat pada dirinya. Tingkat perbedaan kapasitas seseorang ditunjukkan dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan berusaha di bidang pertanian dalam memperoleh dan memanfaatkan informasi/inovasi serta kondisi lingkungan yang melingkupi seseorang tersebut. Tingkat kapasitas petani pada penelitian ini ditunjukkan dalam mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga keber-lanjutan sumber daya usahatani dalam mewujudkan tingkat keberhasilan usahatani.


(27)

(5) Inovasi pertanian adalah keberadaan suatu obyek (ide, gagasan maupun tehnik) yang dianggap sesuatu yang relatif baru dan dinilai lebih bermanfaat keberadaan dalam lingkungan (usaha) yang ada. Inovasi ini dapat berasal dari hasil-hasil penelitian maupun (inovasi) yang berasal dari petani lain di luar dan di dalam lingkungan komunitas petani yang bersangkutan. Inovasi yang tersedia pada penelitian ini meliputi aspek macam, sifat dan bentuk pilihan keputusan dalam penerapannya.

(6) Kemandirian usahatani adalah perwujudan dari keleluasaan petani untuk memilih dan mengarahkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian yang dilakukan secara saling ketergantungan yang menguntungkan, bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensinya. Kemandirian usahatani pada penelitian ini meliputi aspek pengambilan keputusan, penyediaan modal, menjalin kemitraan dan menciptakan kedinamisan usahatani

(7) Aksesbilitas informasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh petani untuk meraih pesan/pengetahuan yang terkait dengan usaha pertanian yang dilakukan. Akses terhadap informasi tersebut terkait dengan sumber informasi, macam dan kesesuaian informasi yang diperoleh serta kredibilitas pemberi informasi.

(8) Lingkungan ekonomi dan sosial budaya petani adalah individu di luar pelaku utama pertanian atau sekelompok individu dalam sistem kemasyarakatan yang telah menjadi tradisi dan atau kelembagaan yang mengandung nilai dan norma serta pemanfaatan keberadaannya mempengaruhi pola pikir dan tindakan petani dalam melaksanakan usaha di bidang pertanian. Lingkungan ekonomi dan sosial budaya pada penelitian ini ditunjukkan oleh keluarga, penguasaan aset ekonomi, tokoh masyarakat dan sistem nilai (value system), tradisi/kelembagaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Kapasitas

Secara harfiah istilah kapasitas berasal dari istilah bahasa Inggris capacity

yang memiliki makna: kemampuan, daya tampung yang ada. Penggunaan kata kapasitas sering diidentikan dengan istilah posisi kemampuan ataupun kekuatan seseorang yang ditampilan dalam bentuk tindakan.

Konsep kapasitas dalam pembangunan telah lama dikembangkan terutama oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam rangka membantu negara-negara berkembang dalam melaksanakan pembangunan. Menurut OECD (1996), pengembangan kapasitas merupakan gambaran kemampuan dari individu ataupun masyarakat untuk menghadapi permasalahan mereka sebagai bagian dari usaha mereka untuk mencapai tujuan pembangunan secara berkesinambungan. Alikodra (2004) berpendapat bahwa kapasitas individu maupun masyarakat menyangkut kemampuan dan ketrampilan dalam memecahkan permasalahan yang dimiliki individu ataupun masyarakat tersebut berdasarkan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Makna kapasitas yang dikembangkan oleh The Ontario Prevention Clearinghouse (2002) memberikan definisi pengertian

lebih luas yaitu: “the actual knowledge, skill sets, participation, leadership and resource required by individual, organization or a community to effectively

address local issues and concerns.”

Demikian juga pengertian kapasitas yang dikembangkan oleh CIDA (2001):

“capacity as the abilities, skills, under-standings, attitudes, values, relationships, behaviors, motivations, resources and conditions that enable individuals, organzations, network/sectors and broader social system to

carry out functions and achieve thier development objectives over times. “

Secara implisit pengertian tersebut memberikan makna bahwa kapasitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun masyarakat untuk memecahkan permasalahan yang dimiliki secara efektif. Lebih jauh Goodman (Brown et al., 2001), mengatakan bahwa kapasitas diperlukan untuk membangun tingkat kesiapan yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun masyarakat sehingga dapat ditandai dengan suatu kemajuan maupun


(29)

kemunduran. Konsep kapasitas menurut Goodman (Brown et al., 2001) memiliki makna kemampuan dalam melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan (the ability

to carry out stated objectives). Sejalan dengan pendapat Goodman tersebut,

Havelock (Sumardjo, 1999) memberikan pengertian konsep kapasitas adalah suatu kemampuan untuk mengerahkan dan mengivestasikan berbagai sumber daya yang dimiliki.

Dengan demikian pengertian konsep kapasitas adalah segala daya-daya yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun masyarakat untuk dapat menetapkan tujuan yang dikehendaki secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang tepat pula. Tingkat kapasitas yang dimiliki tersebut menyangkut perilaku tentang pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga agar tetap berkeberlanjutan.

Konsep kapasitas dengan kompetensi dalam ranah (kawasan) pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada diri seseorang sulit dipisahkan secara jelas karena keduanya merupakan unsur penting dalam pembentukan kemampuan pribadi seseorang dalam berperilaku untuk memenuhi harapan dan kebutuhannya. Walau demikian, menurut Badudu (2003) bila ditelusuri dari makna kata-kata serapan asing dalam kamus bahasa Indonesia, keduanya memliki perbedaan yang subtansial. Kapasitas yang berasal dari kata “capacity” memiliki makna adalah suatu kemampuan untuk berfungsi atau berproduksi yang berasal dari kekuatan yang dimilikinya. Kompetensi yang berasal dari kata “competency” memiliki makna sebagai suatu kemampuan yang berkaitan dengan wewenang atau hak-hak untuk menentukan/memutuskan yang menyangkut tugas dan tanggung jawabnya. Baik kapasitas maupun kompetensi yang sama-sama bergerak di ranah pengetahuan, sikap dan ketrampilan disajikan pada Gambar 1.

Dari Gambar 1 tersebut dapat ditunjukkan bahwa kapasitas dan kompetensi memang tidak dapat dipisahkan karena keduanya dibentuk dari unsur pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang saling berinteraksi. Seorang yang memiliki kompetensi juga tetap memiliki kapasitas tetapi tingkat kapasitas yang


(30)

dimiliki belum tentu tinggi/besar, sebaliknya bila seorang memiliki kapasitas tinggi sudah barang tentu memiliki kompetensi yang tinggi pula.

PENGETAHUAN

SIKAP

KETRAMPILAN

Percaya diri

Komitmen Kompetensi

Gambar 1. Interaksi Hubungan Kapasitas dengan Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan

PENGETAHUAN

Percaya diri

Komitmen

SIKAP Kompetensi

KETRAMPILAN

KAPASITAS RENDAH

MOD

EL P

E

N

Y

U

L

U

H

AN YA

N

G

KAPASITA S TINGGI


(31)

Jadi pada dasarnya kapasitas merupakan daya-daya kekuatan yang menghasilkan kemampuan, sedangkan kompetensi adalah suatu kemampuan yang bermuara pada keahlian. Persamaan antara kapasitas dan kompetensi terletak dari unsur pembentuk yang sama, tetapi interaksi dari dari unsur pembentuk kompetensi dengan kapasitas perbedaannya akan semakin mengecil sejalan dengan perkembangan meningkatnya kapasitas yang terbentuk.

Dalam konteks keberhasilan usaha di bidang pertanian, kapasitas merupakan unsur utama dalam menuju keberhasilan berusaha karena menyangkut kemampuan diri dari petani yang terdiri dari kemampuan dalam mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan menjaga keberlanjutan sumberdaya yang digunakan dalam berusaha tersebut.

Kapasitas Petani sebagai Faktor Bertahannya Usaha Pertanian.

Kapasitas pada diri manusia akan menentukan tindakan yang diambil. Tindakan (actions) memiliki pengertian sesuatu yang dilakukan atau perbuatan. Semua mahluk didunia akan melakukan tindakan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan yang diharapkan dan diinginkan. Menurut Weber, suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Bagi petani yang melakukan usahatani baik secara sadar maupun tidak akan melakukan suatu tindakan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan usahatani yang dijalankan oleh petani itu. Berhasil atau tidak dari suatu tindakan yang dilakukan petani tergantung dari kapasitas yang dimiliki diri petani itu sendiri. Bila manusia (orang) tersebut memiliki kapasitas di bidang pertanian, maka tindakan orang tersebut akan selalu bermotifkan/kecenderungan pada pertanian. Motif tindakan seseorang juga terkait dengan faktor sosial yang melingkupi, tetapi tidak semua tindakan seseorang dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Menurut Weber, suatu tindakan hanya memiliki makna sebagai tindakan sosial bila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi kepada orang lain.

Dalam konteks bertahannya usaha pertanian, tindakan yang dilakukan petani adalah sebagai tindakan untuk melakukan fungsi untuk pemenuhan kebutuhan.


(32)

Rocher (1975) mendefinisikan fungsi sebagai kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Usahatani sebagai suatu sistem tindakan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan sebagai aktor.

Kegiatan usahatani merupakan suatu tindakan petani untuk memenuhi kebutuhan pribadi petani beserta keluarganya. Suatu tindakan termasuk yang dilakukan petani menurut Weber adalah subyektif dan rasional. Dikatakan tindakan subyektif karena terkait untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan rasional karena segala tindakan petani sesuai dengan yang dimiliki dan dikuasai petani tersebut baik menyangkut pengetahuan maupun ketrampilan.

Petani sebagai manusia menurut Lippitt, Watson dan Westley (1958) memiliki potensi untuk diubah dan dikembangkan. Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menurut Gilley (1993) adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga mampu memperbaiki perilaku yang dimiliki secara teroganisasi untuk kebutuhan dirinya maupun kebutuhan profesional. Pengembangan potensi petani sebagai SDM yang bergerak di bidang pertanian terutama berpijak kepada karakteristik pribadi petani dan faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan usahatani.

Kapasitas petani sebagai aktor dalam melakukan tindakan berusahatani merupakan suatu tindakan yang merujuk kepada fungsi untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Turner (1978) dan Ritzer dan Goodman (2004) yang merujuk kepada konsep fungsi yang diajukan Parson (1960) menyebutkan, terdapat empat jenis fungsi yang penting agar suatu sistem tetap bertahan. Keempat fungsi penting yang diperlukan sistem tersebut adalah:

(1) Adaptation yaitu sebuah sistem harus dapat menanggulangi situasi di luar

ketika mengancam keberadaan sistem. Fungsi adaptasi ini berarti harus mampu menggali segala potensi yang ada baik yang terletak pada lingkungan eksternal maupun internal. Penyesuaian dengan situasi yang melingkupi sehingga lingkungan tersebut dapat mencukupi kebutuhan sistem. Sistem usahatani agar dapat menanggulangi kebutuhan usaha, kapasitas petani harus mampu mengidentifikasi potensi baik yang ada di luar dirinya maupun yang berada di luar misalnya kondisi pasar maupun preferensi konsumen.


(33)

(2) Goal attainment adalah sistem yang memiliki fungsi untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem usahatani agar dapat mencapai tujuan, tentu harus terus berupaya untuk memanfaatkan peluang yang ada. Peluang yang diraih harus didiskripsikan dan didefinisikan secara jelas dalam bentuk tujuan sehingga peluang tersebut dapat diraih.

(3) Integration adalah sebuah sistem yang harus mengatur komponen, sehingga

dapat mengelola hubungan antara fungsi adaptasi, pencapaian tujuan dan pemeliharaan pola (A, G dan L). Fungsi pemeliharaan pola ini merupakan suatu pengelolaan yang dapat mengatasi masalah yang mungkin timbul dalam pencapaian tujuan. Kapasitas petani dalam melaksanakan usahatani harus dapat mengatasi masalah muncul sehingga koordinasi dan pengaturan komponen-komponen sistem usahatani harus dapat dikelola secara baik.

(4) Latency yaitu sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki

baik secara individu maupun pola-pola kultural. Hal ini memiliki makna bahwa fungsi latensi atau pemeliharaan pola adalah menjaga dan mendorong keberlanjutan sistem. Fungsi latensi dalam usahatani adalah menjaga keberlanjutan sistem usahatani.

Keempat fungsi tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Dalam sistem usaha tani yang dijalankan oleh petani, fungsi-fungsi tersebut harus mampu berjalan secara optimal agar keberhasilan usahatani dapat terwujud.

Tantangan Usahatani Era ke Depan

Keberhasilan usahatani pada saat ini maupun pada era ke depan masih tetap akan menjadi tumpuan utama pembangunan di Indonesia. Beberapa tantangan yang mesti dihadapi pembangunan pertanian antara lain mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan usahatani. Hal ini karena sebagian besar penduduk sangat bergantung tingkat kesejahteraannya dari hasil usaha pertanian. Kelemahan internal usahatani yang perlu dihadapi antara lain adalah sumberdaya manusia rendah, penguasaan ilmu dan pengetahuan relatif kurang, penguasaan lahan semakin sempit, kesuburan lahan pertanian yang semakin menurun, modal untuk usaha pertanian sangat kurang dan kalau tersedia sangat mahal dan sistem


(34)

pemasaran tidak menjamin insentif yang layak bagi petani (Puslitbang Sosek, 2004). Lebih lanjut Sumardjo (1999) mengemukakan bahwa tantangan lain adalah bersumber dari keragaman kualitas petani dan sumberdaya alam yang etrsedia serta meningkatnya selera konsumen (pasar) terhadap kualitas produksi pertanian yang menyangkut aspek kesehatan dan harga yang bersaing.

Tantangan lain yang datang dari sisi eksternal adalah ancaman dari luar negeri akibat globalisasi sehingga berbagai bentuk seperti perdagangan bebas dunia dan perdagangan gelap antara lain penyeludupan maupun bentuk barang yang dipalsukan.

Untuk menghadapi tantang tersebut perlu berbagai upaya antara lain dengan meningkatkan daya-daya yang melekat pada pribadi petani sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian agar kapasitas yang dimiliki petani meningkat sehingga dapat bertahan dan berhasil dalam menjalan usahatani. Pemikiran yang perlu untuk meningkatkan daya-daya pada pribadi petani selain terkait dengan kegiatan produksi juga mesti dikaitkan dengan ketersedian inovasi, informasi dan pasar. Oleh karena itu perlu dikembangkan daya-daya pada pribadi petani agar menguasai dalam mengidentifikasi potensi, pemanfataan peluang yang diperoleh, dapat mengatasi permasalahan kegiatan usahatani dan dapat menjaga sumberdaya usahatani yang berkelanjutan. Selain itu menurut Sumardjo (1999) perlu dikembangkan kemandirian petani dalam melakukan usahataninya melalui proses belajar mandiri.

Petani dan Karakteristiknya

Secara umum petani dapat diberi pengertian adalah seseorang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usaha pertanian baik yang berupa usaha pertian di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Batasan petani menurut Departemen Pertanian Republik Indonesia (2002) adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun polikultur dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan atau komoditas perkebunan. Mosher (1987) memberi


(35)

batasan bahwa petani adalah manusia yang bekerja memelihara tanaman dan atau hewan untuk diambil manfaatnya guna menghasilkan pendapatan. Lebih lanjut Wolf (1985) memberikan batasa petani adalah orang desa yang bercocok-tanam artinya mereka bercocoktanam dan beternak di daerah perdesaan, tidak di dalam ruangan-ruangan tertutup (greenhouse) di tengah-tengah kota atau dalam kotak-kotak yang diletakkan di atas ambang jendela. Dari aspek tempat tinggal, secara umum petani tinggal di daerah perdesaan, dan juga di daerah-daerah pinggiran kota. Pekerjaan pokok yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka adalah di bidang pertanian. Oleh karena itu umumnya pekerjaan petani terkait dengan penguasaan atau pemanfaatan lahan (tanah).

Dengan demikian yang dimaksud petani pada penelitian ini adalah sosok manusia sebagai pelaku utama yang mengandalkan sumber daya pertanian sebagai sumber nafkah/berusaha di bidang pertanian baik berupa tanaman, ternak maupun pengelola hasil pertanian yang telah diusahakan. Kebutuhan untuk hidup mereka sebagian besar dicukupi dari hasil usaha pertanian.

Petani sebagai sosok individu memiliki karakteristik tersendiri secara individu yang dapat dilihat dari perilaku yang nampak dalam menjalankan kegiatan usahatani. Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang. Karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1987). Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti; umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Dalam kaitannya dengan proses difusi inovasi, Slamet (1995) mengemukakan bahwa umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor individu yamg mempengaruhi proses difusi inovasi. Lebih lanjut Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau personal faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan adalah: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai bisnis dan kemudahan menerima inovasi. Hasil penelitian Agussabti (2002) menyimpulkan


(36)

bahwa terdapat tujuh karakteristik petani yang dianggap mempunyai pengaruh dalam upaya pemberdayaan petani untuk menumbuhkan kemandirian dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) umur, (2) pengalaman berusahatani, (3) motivasi berprestasi, (4) aspirasi, (5) persepsi, (6) keberanian mengambil resiko dan (7) kreativitas. Dengan demikian secara konseptual karakteristik individu adalah keseluruhan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang dapat berbeda dengan yang lainnya. Berpijak dari konsep tersebut, maka karakteristik petani adalah ciri-ciri yang melekat pada individu petani yang dapat membedakannya dengan petani lainnya.. Masing-masing individu petani memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda antara satu sama lain. Dalam penelitian ini karakteristik pribadi petani dibatasi pada lingkup (1) pendidikan yang dialami petani, (2) umur/usia, (3) pengalaman berusahatani, (4) tingkat kosmopolitansi petani dan (5) keberanian mengambil resiko dalam menjalankan kegiatan usaha pertanian.

Pendidikan

Istilah pendidikan menurut Dictionary of Education memiliki pengertian adalah: (1) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan membentuk tingkah-laku lainnya di dalam masyarakat pada suatu tempat yang mereka bertempat selama mereka hidup, dan (2) proses sosial yang sering dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.

Dalam Undang Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Batasan pendidikan menurut Padmowihardjo (1994) adalah sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan diterima oleh masyarakat. Lebih lanjut Winkel (2006) menyebutkan bahwa


(37)

pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Sidi dan Setiadi (2005) menekankan kepada proses pembekalan karena pendidikan merupakan upaya membekali anak dengan ilmu dan iman agar mampu menghadapi dan menjalani kehidupannya dengan baik serta mampu mengatasi permasalahannya secara mandiri. Proses pembekalan tersebut menurut Winkel sebagai bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa ataupun pada seseorang dalam proses pendewasaan agar mencapai tingkat kedewasaan. Pendidikan menurut Slamet (2003) adalah suatu usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku yang ditimbulkan oleh proses kegiatan pendidikan dapat dilihat melalui (1) perubahan dalam hal pengetahuan (2) perubahan dalam ketrampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu dan (3) perubahan dalam sikap mental terhadap segala sesuatu yang dirasakan.

Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumber-daya manusia pertanian. Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pada hakikatnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia baik individu maupun sosial (Prijono dan Pranarka, 1996). Secara garis besar konsep pendidikan yang dikemukakan tersebut di atas dapat dibagi dua bentuk yaitu pendidikan formal dan pendidikan non-formal.

Pendidikan formal, menurut Combs dan Mansyur (1985), yaitu pendidikan di sekolah yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Dengan demikian pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan secara resmi dan tertentu di sekolah yang pelaksanaannya diatur secara sistematis berdasarkan aturan dan kurikulum yang baku serta mempunyai tujuan sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya sejak dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Proses pendidikan yang dimaksudkan adalah menyiapkan peserta didik bagi tugas perkembangan di masa datang, baik sebagai individu,


(38)

mahluk sosial, sebagai warga negara maupun yang terkait dengan tugas atau profesi tertentu melalui pengembangan kemampuan (pengetahuan, sikap dan keterampilan). Hasil penelitian Megawangi dkk. (1994) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan Petani (suami) dan tingkat pendapatan berhubungan secara nyata dan positif terhadap terhadap kebiasaan perencanaan anggaran keluarga yang termasuk perencanaan anggaran usahatani. Kesimpulan tersebut memberikan gambaran bahwa sekicil apapun tingkat pendidikan petani tenyata memiliki pengaruh terhadap kegiatan usahatani. Pendidikan formal dalam penelitian ini, dibatasi pada tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh petani.

Pendidikan non formal menurut Tampubolon (2001) merupakan suatu kegiatan pendidikan di luar sistem pendidikan formal dan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam arti luas. Sasaran pendidikan non formal mencakup semua kelompok umur dan semua sektor masyarakat. Menurut Alex Inkeles (Asngari, 2001), walaupun sebagai penunjang sistem pendidikan formal, nilai dari suatu pendidikan non-formal sangat tinggi. Lebih lanjut Prijono dan Pranarka (1996), mengatakan bahwa pendidikan non formal pada umumnya merupakan jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat guna meningkatkan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik dari lingkungan pendidikan formal ke dalam lingkungan pekerjaan praktis di masyarakat. Bentuk pendidikan non formal tersebut, pelatihan, kursus, penataran, magang dan penyuluhan. Penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki/meningkatkan kesejahteraan sendiri dan masyarakatnya (Slamet, 2003). Senada dengan pendapat tersebut, Blanckenburg (1988) menyatakan bahwa pendidikan non formal merupakan kegiatan pendidikan yang diorganisasi secara sistematis dan dilaksanakan di luar jaringan sistem formal untuk menyediakan bentuk pelajaran yang dipilih untuk kebutuhan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Supriatna (1997) menyebutkan pendidikan non formal


(39)

dapat berupa penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis yang lain dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan kaum petani. Proses belajar non formal atau pendidikan luar sekolah sangat diperlukan dewasa ini agar beragam lapisan masyarakat yang sedang tertimpa kemalangan secara bertahap dapat diajak atau didampingi ke arah kemandirian dalam mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya (Susanto, 2004). Dengan definisi tersebut, penyuluhan pertanian dan program latihan petani, penataran pekerja di luar sistem formal dan berbagai program pengajaran kemasyarakatan yang tujuan pokok pendidikan dapat dikelompok pada pendidikan non-formal.

Batasan pendidikan non formal dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang diselenggarakan dalam bentuk pendidikan non formal yang pernah diikuti oleh petani, seperti: penyuluhan, pelatihan, kursus, penataran atau kegiatan sejenis yang terkait dengan peningkatan dan pengkayaan petani dari pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani.

Umur

Umur seseorang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan yang dimiliki dalam melakukan aktivitas atau usaha. Secara umum, usia atau umur seseorang berkaitan dengan tingkat kematangan fisik dan mental seseorang. Hawkins, Best dan Coney (1986) mengemukakan bahwa umur, jenis kelamin dan pendidikan akan mempengaruhi perilaku seseorang. Anak yang baru berusia 10 tahun tentu belum mempunyai tingkat kematangan fisik dan mental dibandingkan dengan seseorang yang sudah berusia 20 tahun. Sebaliknya seseorang yang sudah berusia 80 tahun juga sudah tidak mempunyai kekuatan fisik yang prima dibandingkan dengan yang berusia 40 tahun. Karena setelah batas usia tertentu kemampuan kerja otot dan fungsi-fungsi indera lainnya sudah mulai menurun. Salkind (1989) mengemukakan bahwa perbedaan umur dapat membedakan tingkat kematangan. Tingkat perbedaan-perbedaan tersebut juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan interaksi dengan individu sebagai diri yang bersangkutan.


(40)

Umur atau usia berdasarkan taraf perkembangan individu dikenal pada pengelompokan usia balita, usia remaja, usia dewasa dan usia lanjut. Secara ekonomis juga dikenal pengelompokan usia produktif dan usia ketergantungan. Usia produktif berkisar antara 15 sampai dengan 60 tahun. Kisaran usia tersebut, seseorang dianggap mempunyai kesiapan secara fisik dan mental untuk bekerja dan memikul tanggung jawab. Walaupun dalam realitasnya banyak orang yang memiliki kematangan fisik dan mental untuk bekerja tersebut kadangkala sudah mencapai usia 17 sampai 20 tahun. Oleh karena itu Departemen Tenaga Kerja memberi batasan usia kerja terendah pada usia 18 tahun. Kemampuan bekerja secara produktif bagi seseorang akan terus bertambah pada batas umur tertentu yang kemudian akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur petani. Dalam kaitannya dengan adopsi inovasi menurut Soekartawi (1998) dapat disimpulkan dari beberapa hasil penelitian bahwa difusi inovasi yang paling tinggi adalah pada petani yang berumur paruh baya (setengah tua). Petani yang berumur lanjut memiliki kebiasaan sudah kurang respon terhadap berbagai perubahan dan inovasi. Petani yang memiliki kategori muda akan lebih bersemangat dalam menjalankan kegiatan usahatani, selain itu juga untuk mencari berbagai pengalaman.

Batasan umur yang digunakan pada penelitian ini adalah umur/usia petani sejak mulai bekerja mengusahakan lahan pertanian dengan tanggung jawab sendiri baik yang berupa lahan berstatus milik, sewa maupun sistem bagi hasil.

Pengalaman Berusahatani

Pengalaman dapat memiliki makna sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung, dan sebagainya), sedangkan berusahatani adalah kegiatan pada pertanian dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud yang telah ditentukan. Dengan demikian yang dimaksud dengan pengalaman berusahatani adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasakan, dan ditanggung oleh petani dalam menjalankan kegiatan usahatani dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai tujuan usahatani yaitu memperoleh pendapatan bagi kebutuhan hidup petani dan keluarganya.


(41)

Keputusan petani yang diambil dalam menjalankan kegiatan usahatani lebih banyak mempergunakan pengalaman baik yang berasal dari dirinya maupun pengalaman petani lain. Menurut Tohir (1983) bahwa selain menggunakan pengalaman juga petani menggunakan perasaan. Menurut Padmowihardjo (1994), pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Dalam otak manusia dapat digambarkan adanya pengaturan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya. Dalam proses belajar, seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki. van den Ban dan Hawkins (2001) menyatakan bahwa seseorang yang belajar dapat memperoleh atau memperbaiki kemampuan untuk melaksanakan suatu pola sikap melalui pe-ngalaman dan praktik. Dalam prinsip belajar, Slamet (1995) mengemukakan bahwa seseorang cenderung lebih mudah menerima atau memilih sesuatu yang baru (inovasi), bila inovasi tersebut memiliki kaitan dengan pengalaman masa lalunya, sehingga inovasi tersebut tidak terlalu asing baginya. Bila pengalaman usahatani banyak mengalami kegagalan maka mereka (petani) akan sangat berhati-hati dalam memutuskan untuk menerapakan suatu inovasi yang diperolehnya. Sebaliknya, bila pengalaman menerapkan inovasi pada kegiatan usahatani yang lalu sering berhasil, cenderung lebih tanggap terhadap inovasi-inovasi yang diperkenalkan ataupun yang diperolehnya. Pengalaman berusahatani dalam penelitian ini adalah lamanya waktu dalam tahun yang telah dicurahkan oleh petani untuk kegiatan berusahatani.

Tingkat Kekosmopolitan

Kosmopolitan diartikan seseorang yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Sifat kekosmopolitan menurut Mardikanto (1993) adalah tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri. Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Bagi warga masyarakat yang lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung lebih cepat, tetapi bagi yang


(42)

inovasi akan berlangsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih ”baik” seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di luar sistem sosialnya sendiri (Mardikanto, 1993).

Tingkat kekosmopolitan dalam penelitian ini dibatasi pada tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri dan dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh informasi.

Keberaniaan Mengambil Resiko

Mengembangkan usaha pertanian yang berpotensi dan memiliki keunggulan kompetitif dalam banyak kenyataan pada era global dan masa ke depan masih dihadapkan pada masalah resiko dan ketidakpastian. Permasalahan resiko dan ketidakpastian pada usaha pertanian tidak hanya akibat dari dinamika perubahan pasar, tetapi juga karena usaha pertanian sebagian besar banyak bergantung kepada kondisi alam. Adanya resiko dan ketidakpastian tersebut dapat mempengaruhi perilaku petani dalam pengambilan keputusan agar usaha pertanian yang berhasil dapat tercapai.

Penerapan inovasi (teknologi baru) memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan cara konvensional yang telah membudaya di tingkat petani. Bagi petani yang sering mengalami kegagalan dalam menerapkan inovasi-inovasi pada kegiatan usahatani yang dijalankan akan mempengaruhi sikap dan perilaku petani pada kegiatan usahatani berikutnya. Kesediaan petani dalam memilih resiko, menurut Soekartawi (2002) pada dasarnya akan tergantung pada sifat pembawaan psikis dan kepuasaan yang diterima petani dari keluaran produksi yang dihasilkan pada kegiatan usahatani yang dijalankan. Olek karena itu, maksimalisasi tingkat kepuasan petani sering dijadikan tolok ukur dalam memilih inovasi. Lebih lanjut Young (1979) mengatakan bahwa perbedaan sikap petani dalam menghadapi resiko dikarenakan faktor-faktor seperti (1) ketidaklengkapan maupun ketidak-akutan informasi pasar maupun teknis, (2) perbedaan sumber daya alam, (3) kendala modal, (4) perbedaan fungsi tujuan dan perbedaan penaksiran peluang subyektif. Tingkat keberanian petani dalam mengambil resiko


(43)

yang tinggi pada kegiatan usaha pertanian terutama ditunjukkan oleh petani yang memiliki modal usaha yang kuat (Hammal, 1983). Hasil penelitian Purwoto (1993) pada petani padi di sentra produksi padi di Jawa Tengah menyebutkan bahwa petani yang selalu menghindar dari resiko usahatani atau kurang berani mengambil resiko adalah petani padi yang memiliki luas garan sempit dan letaknya terpencar-pencar sebaliknya bagi petani yang memiliki luas garapan yang cukup luas dan lahan yang digarap relatif menyatu cenderung lebih berani dalam mengambil resiko usahatani. Lebih lanjut Soekartawi dkk. (1993), menyimpulkan dari beberapa kajian usaha pertanian adalah petani yang memiliki tingkat kosmopolitansi tinggi dan berjiwa wira usaha akan cenderung lebih berani mengambil resiko karena petani tersebut relatif tahu saat kapan dan cara bagaimana dapat mengurangi resiko bahkan menghindar dari resiko yang akan dihadapinya. Dengan demikian keberanian petani dalam mengambil resiko terjadi bila perhitungan terhadap faktor-faktor pendukung keberhasilan usaha pertanian bersifat positif. Tingkat keberanian petani dalam mengambil resiko pada penelitian ini terbatas pada tingkat pemahaman tentang resiko dan tingkat pelaksanaan usahatani yang beresiko.

Penyuluhan sebagai Pilihan Pendekatan Untuk Meningkatkan Kapasitas

Penggunaan istilah penyuluhan menjadi populer di Indonesia, tatkala pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan pertanian dengan prioritas peningkatan produksi tanaman pangan terutama beras dengan penugasan sejumlah tenaga penyuluh lapangan pertanian. Secara garis besar penyuluhan dapat didefinisikan sebagai proses pendidikan non formal bagi orang dewasa beserta keluarganya dalam rangka merubah perilaku masyarakat agar tahu, mau dan mampu menolong dirinya sendiri untuk menuju peningkatan kesejahteraan. Menurut Slamet (2003), penyuluhan merupakan proses pendidikan luar sekolah dengan tujuan (a) memberdayakan sasaran, (b) meningkatkan kesejahteraan secara mandiri, dan (c) membangun masyarakat madani. Penyuluhan sebagai proses pendidikan yang memberdayakan masyarakat harus meninggalkan prinsip


(44)

menggurui sebagaimana lazimnya pendidikan formal. Menurut Freire (1974), penyuluhan yang bersifat top down dan menggurui sama halnya dengan penindasan sehingga harus dibangun kesadaran kritis dari sasaran penyuluhan agar mampu mengembangkan dirinya sendiri. Pengembangan diri sasaran ini sesuai dengan falsafah penyuluhan tentang pentingnya individu dan membantu klien/sasaran untuk menolong dirinya sendiri. Lebih lanjut Slamet (1987) mengatakan bahwa walaupun sasaran penyuluhan itu banyak yang hidup diperdesaan dengan kondisi yang sangat terbatas, tetapi mereka adalah manusia juga yang memiliki potensi dan kemampuan, kebutuhan dan keinginan. Oleh karena itu falfasah kerja penyuluhan adalah meningkatkan potensi kemampuan dan keluarganya sehingga dapat mengatasi sendiri kekurangannya dan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Konsep kapasitas yang merupakan daya-daya kemampuan untuk melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan adalah menekankan pentingya individu. Menurut Asngari (2003), pentingnya pribadi individu untuk ditonjolkan dalam penyuluhan, sebab potensi pribadi seseorang memiliki nilai yang tiada taranya untuk berkembang dan dikembangkan. Kelsey dan Hearne (Asngari, 2003) menyebutkan:

the philosophy of extension work: . . . is based on the importance of

individual in promotion of progress for rural [and urban] people and for the

nation. Extesion educators work with people to help them develop

themselves and achieve superior personal well being.”

Kapasitas yang dimiliki petani perlu secara terus menerus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan, hal ini sesuai dengan falsafah kontinyu pada penyuluhan yang dimulai dari tahu, mau dan mampu. Usaha pertanian yang banyak ditekuni dan menjadi sumber kehidupannya petani hingga kini tingkat kesejahteraannya masih rendah bahkan sebagian besar jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan usaha lain (misalnya industri). Untuk itu, perlu penyadaran tentang kapasitas yang dimiliki petani agar mereka tahu masalah yang dihadapi, mau untuk berubah dan mampu untuk memecahkan masalahnya. Berikut pokok-pokok pemikiran strategi


(45)

penyuluhan pembanguan untuk peningkatan kapasitas petani yang diolah dan dimodifikasi dari Sumardjo (1999) dan Slamet (2003) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pokok-pokok Pemikiran Strategi Penyuluhan Pembanguan untuk Peningkatan Kapasitas Petani.

Aspek Pokok Prinsip/strategi Model o Petani sebagai Subyek

o Bottom up lateral

o Falsafah pembelajaran

Penyuluh o Profesional ( Competent, Confidance and Commitment) o Sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing

o Demokratis, dan egaliter Klien/Petani o Mitra pembelajaran

o Partisipatif

o Sebagai sumber informasi/data Metode dan materi

kebutuhan

o Berbasis kepada kebutuhan, pengalaman dan pengembangam IPTEK spesifik

o Adragogi, komunikasi interatif, belajar sambil berbuat Proses Penyuluhan o Berkesinambungan

o Menggali, menemukan dan pengembangan IPTEK Ukuran

Keberhasilan

o Tingkat perkembangan kapasitas (harmonisasi antara pengetahuan, keterampian dan sikap)

o Meningkatnya jaringan kerja dan kemitraan o Peningkatan kesejahteraan

Diolah dan dimodifikasi dari Sumardjo (1999) dan Slamet (2003)

Kemandirian Usahatani

Konsep kemandirian pada hakekatnya adalah suatu kebebasan dari seseorang untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tanpa merasa ada intervensi dari pihak luar. Menurut Doyal dan Grough (1991), seseorang yang dipaksa untuk melakukan tindakan, tidak akan melahirkan sikap kreatif karena


(46)

tindakan itu dilakukan kadang-kadang bertentangan dengan keinginan dan kebutuhan orang tersebut. Konsep mandiri tidak hanya memuat pengertian pemenuhan kebutuhan secara mandiri (self suffiency), tetapi juga menyangkut faktor kemampuan dalam mengidentifikasi kebutuhan dan jati diri (self discovery) berdasarkan percaya diri (self confidance) pada diri seseorang. Kant (1962) berpendapat bahwa kemandirian memiliki nilai-nilai moral, yang harus ditaati

sehingga timbul suatu kebebasan tetapi tetap bertanggung jawab. Orang yang mandiri akan bertanggung jawab terhadap pilihan keputusan (tindakan) dan akan menerima segala konsekuensinya. Seseorang yang merasa mandiri akan sadar bahwa tindakan yang dilakukan menggambarkan suatu hak dan kewajibannya terhadap lingkungan sosialnya.

Kemandirian tidak serta merta muncul begitu saja pada setiap orang, tetapi melalui suatu proses bekerja keras individu untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara terus menerus. Menurut Slamet (1995), untuk menumbuhkan dan membina kemandirian pada seorang petani perlu diarahkan agar dengan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki dapat berupaya bekerjasama untuk mencapai segala yang dibutuhkan dan yang menjadi keinginannya. Dengan demikian, kemandirian adalah suatu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan bekerja sama yang saling menguntungkan. Ismawan (1999) mengungkapkan bahwa konsep kemandirian menjadi faktor penting dalam pembangunan karena kemandirian tidak hanya mencakup pengertian kecukupan dalam bidang ekonomi tetapi juga menjadi faktor penting sebagai sumberdaya manusia yang dapat menemukan kepercayaan diri sehingga dapat menentukan pilihan yang terbaik bagi kebutuhan dirinya. Adapun ciri-ciri manusia mandiri adalah (1) sadar terhadap masalah yang dihadapi dan memiliki dorongan untuk mengatasinya, (2) aspiratif, (3) rasional, (4) inovatif, (5) inisiatif, (6) berwawasan kedepan, dan (7) memiliki jiwa wirausaha, (8) ulet tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan dan memiliki identitas diri (Hubeis, 1992; Rahardjo, 1992; dan Slamet, 1995). Lebih


(1)

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Akses Informasi

Variables Entered/Removedb

X2ESOBUD, X4KPOLIT, X4UMUR, X4PLMAN, X4RESIKO, X4PDDKANa

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: X5INFMSI b.

Model Summary

.550a .302 .276 4.88838

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X2ESOBUD, X4KPOLIT, X4UMUR, X4PLMAN, X4RESIKO, X4PDDKAN a.

ANOVAb

1635.757 6 272.626 11.409 .000a

3775.612 158 23.896

5411.369 164

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X2ESOBUD, X4KPOLIT, X4UMUR, X4PLMAN, X4RESIKO, X4PDDKAN

a.

Dependent Variable: X5INFMSI b.

Coefficientsa

1.635 1.142 1.432 .154

.869 .266 .255 3.269 .001

.161 .104 .117 1.550 .123

.393 .153 .185 2.564 .011

.117 .054 .152 2.151 .033

-.034 .079 -.032 -.430 .668

.194 .082 .170 2.357 .020

(Constant) X4PDDKAN X4UMUR X4PLMAN X4KPOLIT X4RESIKO X2ESOBUD Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: X5INFMSI a.


(2)

Coefficientsa

.396 .934 .423 .673

.136 .082 .117 1.645 .102

.201 .067 .218 3.016 .003

.450 .223 .164 2.017 .045

.082 .084 .074 .972 .333

.119 .126 .069 .943 .347

.055 .044 .088 1.240 .217

.140 .063 .166 2.222 .028

.033 .064 .041 .521 .603

(Constant) X1FISIK X2ESOBUD X4PDDKAN X4UMUR X4PLMAN X4KPOLIT X4RESIKO X5INFMSI Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: X3INOVSI a.

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Inovasi

Variables Entered/Removedb

X5INFMSI, X4RESIKO, X1FISIK, X4KPOLIT, X2ESOBUD, X4PLMAN, X4UMUR, X4PDDKANa

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: X3INOVSI b.

Model Summary

.570a .325 .291 3.90385

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X5INFMSI, X4RESIKO, X1FISIK, X4KPOLIT, X2ESOBUD, X4PLMAN, X4UMUR,

X4PDDKAN a.

ANOVAb

1146.498 8 143.312 9.404 .000a

2377.446 156 15.240

3523.944 164

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X5INFMSI, X4RESIKO, X1FISIK, X4KPOLIT, X2ESOBUD, X4PLMAN, X4UMUR, X4PDDKAN

a.

Dependent Variable: X3INOVSI b.


(3)

Coefficientsa

.931 .556 1.674 .096

-.008 .050 -.012 -.158 .874

.035 .040 .069 .880 .380

-.055 .133 -.036 -.417 .677

.071 .049 .115 1.445 .151

.018 .074 .019 .243 .809

.071 .026 .204 2.689 .008

-.051 .038 -.108 -1.349 .179 -.008 .038 -.018 -.209 .835

.098 .047 .175 2.083 .039

.300 .079 .306 3.807 .000

(Constant) X1FISIK X2ESOBUD X4PDDKAN X4UMUR X4PLMAN X4KPOLIT X4RESIKO X5INFMSI X3INOVSI Y1KSITAS Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y2MNDIRI a.

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kemandirian

Variables Entered/Removed b

Y1KSITAS, X2ESOBUD, X4PLMAN, X4KPOLIT, X1FISIK, X4UMUR, X4RESIKO, X5INFMSI, X3INOVSI, X4PDDKAN a

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y2MNDIRI b.

Model Summary

.522a .273 .225 2.28909

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Y1KSITAS, X2ESOBUD,

X4PLMAN, X4KPOLIT, X1FISIK, X4UMUR, X4RESIKO, X5INFMSI, X3INOVSI, X4PDDKAN

a.

ANOVAb

302.326 10 30.233 5.770 .000a 806.951 154 5.240

1109.277 164 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Y1KSITAS, X2ESOBUD, X4PLMAN, X4KPOLIT, X1FISIK, X4UMUR, X4RESIKO, X5INFMSI, X3INOVSI, X4PDDKAN

a.

Dependent Variable: Y2MNDIRI b.


(4)

Coefficientsa

-.022 .498 -.043 .966

.099 .044 .147 2.228 .027

.048 .036 .090 1.340 .182

-.016 .118 -.010 -.139 .890 -.019 .044 -.029 -.422 .673 -.069 .066 -.070 -1.056 .293

.066 .024 .184 2.758 .007

.085 .034 .173 2.502 .013

.009 .034 .020 .271 .786

.037 .042 .063 .864 .389

.172 .073 .169 2.348 .020

.334 .071 .323 4.672 .000

(Constant) X1FISIK X2ESOBUD X4PDDKAN X4UMUR X4PLMAN X4KPOLIT X4RESIKO X5INFMSI X3INOVSI Y1KSITAS Y2MNDIRI Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y3KBHSIL a.

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan

Variables Entered/Removed b

Y2MNDIRI, X4RESIKO, X1FISIK, X4PLMAN, X2ESOBUD, X4KPOLIT, X4UMUR, X5INFMSI, Y1KSITAS, X3INOVSI, X4PDDKAN a

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y3KBHSIL b.

Model Summary

.683a .467 .428 2.03041

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Y2MNDIRI, X4RESIKO, X1FISIK, X4PLMAN, X2ESOBUD, X4KPOLIT, X4UMUR, X5INFMSI, Y1KSITAS, X3INOVSI, X4PDDKAN a.

ANOVAb

552.222 11 50.202 12.177 .000a 630.751 153 4.123

1182.973 164 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Y2MNDIRI, X4RESIKO, X1FISIK, X4PLMAN, X2ESOBUD, X4KPOLIT, X4UMUR, X5INFMSI, Y1KSITAS, X3INOVSI, X4PDDKAN

a.

Dependent Variable: Y3KBHSIL b.


(5)

Pengaruh Kapasitas dan Kemandirian terhadap

Keberhasilan

Variables Entered/Removedb

Y2MNDIRI,

Y1KSITASa . Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y3KBHSIL b.

Model Summary

.597a .357 .349 2.16688

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Y2MNDIRI, Y1KSITAS a.

ANOVAb

422.322 2 211.161 44.972 .000a

760.651 162 4.695

1182.973 164

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Y2MNDIRI, Y1KSITAS a.

Dependent Variable: Y3KBHSIL b.

Coefficientsa

1.362 .385 3.534 .001

.317 .070 .313 4.501 .000

.407 .072 .394 5.678 .000

(Constant) Y1KSITAS Y2MNDIRI Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y3KBHSIL a.


(6)

Pengaruh Kapasitas Terhadap Kemandirian

Variables Entered/Removedb

Y1KSITASa . Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method All requested variables entered.

a.

Dependent Variable: Y2MNDIRI b.

Model Summary

.421a .177 .172 2.36643

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Y1KSITAS

a.

ANOVAb

196.477 1 196.477 35.085 .000a

912.800 163 5.600

1109.277 164

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Y1KSITAS a.

Dependent Variable: Y2MNDIRI b.

Coefficientsa

2.223 .383 5.800 .000

.413 .070 .421 5.923 .000

(Constant) Y1KSITAS Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y2MNDIRI a.