Pemecahan Cangkang Kemiri Dengan Menggunakan Sistem Ripple Mill Dengan Berbagai Suhu Perendaman

(1)

PEMECAHAN CANGKANG KEMIRI DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM

RIPPLE MILL

DENGAN

BERBAGAI SUHU PERENDAMAN

SKRIPSI

OLEH :

ASRITA YOHANA SIALLAGAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

PEMECAHAN CANGKANG KEMIRI DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM

RIPPLE MILL

DENGAN

BERBAGAI SUHU PERENDAMAN

SKRIPSI

OLEH :

ASRITA YOHANA SIALLAGAN

070308014/ KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si ) (Lukman Adlin Harahap, STP, M. Si) Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(3)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Batasan penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kemiri ... 4

Panen dan Pascapanen Kemiri ... 6

Proses Pemecahan Kemiri ... 7

Prinsip Pengeringan... 10

Prinsip Perendaman ... 13

Mutu Hasil Kupasan ... 15

Rancangan Percobaan ... 18

Analisis Ekonomi ... 20

Biaya pemakaian alat ... 20

Break even point ... 22

Internal of rate return ... 22

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode Penelitian ... 24

Prosedur Penelitian ... 26

Pengukuran parameter... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Inti Utuh ... 31

Persentase Inti Pecah Dua ... 33

Persentase Inti Hancur ... 35

Persentase Inti Lengket ... 37

Suhu Air Perendaman ... 39

Analisis Ekonomi ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(4)

ABSTRAK

ASRITA YOHANA SIALLAGAN: Pemecahan Cangkang Kemiri Dengan Menggunakan Sistem Ripple Mill Dengan Berbagai Suhu Perendaman, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Buah kemiri pada umumnya masih dipecah secara tradisional. Hasil pecahan buah kemiri dipengaruhi oleh proses perendaman setelah buah kemiri dikeringkan dan diduga ada pengaruh nyata pada hasil pemecahan buah kemiri akibat perbedaan suhu perendaman. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 – Pebruari 2012 di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 1 faktor yaitu suhu perendaman yaitu 3oC, 6 oC, dan 9 oC. Parameter yang diamati adalah persentase inti utuh, persentase inti pecah dua, persentase inti hancur, persentase inti lengket, suhu perendaman dan analisis ekonomi teknik menggunakan nilai pokok, BEP, NPV dan IRR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua parameter. Hasil yang terbaik diperoleh pada suhu perendaman 3 oC. Alat ini layak untuk dioperasikan apabila

nilai pokoknya Rp 119,92/ kg, nilai BEP 37.329,32 kg/tahun, NPV Rp. 8.121.452,19 dan Rp. 7,171,112.51, dan IRR sebesar 37,64 %. .

Kata kunci: Kemiri, Suhu Perendaman, Ripple mill

ABSTRACT

ASRITA YOHANA SIALLAGAN: Breaking The Shell of Candlenut Using Ripple Mill System with Various Immersion Temperature, supervised by SAIPUL BAHRI DAULAY and LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Generally candlenut are still broken traditionally. The product broken is affected by immersion process, drying and it will affect the product significantly. This research was performed in December 2011 up to February 2012 at Agricultural Engineering Laboratory, Faculty of Agriculture, Universitas Sumatera Utara, Medan using non factorial randomized block design with one factor i.e immersion temperature (3oC, 6 oC, dan 9 oC).The parameters observed were the percentage of whole nut, the percentage of nut broken in half, the percentage of crushed nut, the percentage of sticky core, immersion temperature and engineering econonics analysis using basic value, BEP, NPV, dan IRR.

The results showed that immersion temperature had significantly affected all parameters. The best result was immersion temperature at 3oC. This equipment is feasible to operate with the basic value of Rp 119.92 / kg, the BEP of 37329.32 kg / year, NPV of Rp. 8.121.452,19 and Rp. 7.171.112,51, and an IRR of 37.64 %. Key words: Candlenuts, Immersion Temperature, Ripple Mill


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambarita pada tanggal 04 Agustus 1989 dari Bapak Posman Siallagan (Alm) dan Ibu Ida Lumongga Nainggolan. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sidikalang dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti organisasi sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) pada tahun 2009-2010, sebagai anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Universitas Sumatera Utara (UKM KMK UP FP USU) pada tahun 2007-2012. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit Sawit Seberang PT. Perkebunan Nusantara II Langkat pada tahun 2010.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus atas segala berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemecahan Cangkang Kemiri dengan Menggunakan Sistem Ripple Mill dengan

Berbagai Suhu Perendaman”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada

Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si dan Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M. Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Maret 2012


(7)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Kandungan gizi per 100 gram daging biji kemiri ... 16

2. Syarat mutu kemiri ... 17

3. Pengaruh suhu perendaman terhadap parameter yang diamati ... 32

4. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti utuh ... 31

5. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti pecah dua .... 33

6. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti hancur ... 35


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti utuh ... 32

2. Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti pecah dua ... 34

3. Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti hancur ... 36


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart penelitian ... 49

2. Data pengamatan persentase inti utuh (%) ... 51

3. Data pengamatan persentase inti pecah dua (%) ... 53

4. Data pengamatan persentase inti hancur (%) ……….. 54

5. Data pengamatan persentase inti lengket ... 55

6. Analisis ekonomi ... 56

7. Break even point ... 60

8. Net present value ... 61

9. Internal rate of return ... 64

10. Prinsip kerja alat pemecah kemiri sistem ripple mill ... 65

11. Syarat mutu kemiri berdasarkan SNI Kemiri ... 66


(10)

ABSTRAK

ASRITA YOHANA SIALLAGAN: Pemecahan Cangkang Kemiri Dengan Menggunakan Sistem Ripple Mill Dengan Berbagai Suhu Perendaman, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Buah kemiri pada umumnya masih dipecah secara tradisional. Hasil pecahan buah kemiri dipengaruhi oleh proses perendaman setelah buah kemiri dikeringkan dan diduga ada pengaruh nyata pada hasil pemecahan buah kemiri akibat perbedaan suhu perendaman. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 – Pebruari 2012 di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 1 faktor yaitu suhu perendaman yaitu 3oC, 6 oC, dan 9 oC. Parameter yang diamati adalah persentase inti utuh, persentase inti pecah dua, persentase inti hancur, persentase inti lengket, suhu perendaman dan analisis ekonomi teknik menggunakan nilai pokok, BEP, NPV dan IRR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua parameter. Hasil yang terbaik diperoleh pada suhu perendaman 3 oC. Alat ini layak untuk dioperasikan apabila

nilai pokoknya Rp 119,92/ kg, nilai BEP 37.329,32 kg/tahun, NPV Rp. 8.121.452,19 dan Rp. 7,171,112.51, dan IRR sebesar 37,64 %. .

Kata kunci: Kemiri, Suhu Perendaman, Ripple mill

ABSTRACT

ASRITA YOHANA SIALLAGAN: Breaking The Shell of Candlenut Using Ripple Mill System with Various Immersion Temperature, supervised by SAIPUL BAHRI DAULAY and LUKMAN ADLIN HARAHAP.

Generally candlenut are still broken traditionally. The product broken is affected by immersion process, drying and it will affect the product significantly. This research was performed in December 2011 up to February 2012 at Agricultural Engineering Laboratory, Faculty of Agriculture, Universitas Sumatera Utara, Medan using non factorial randomized block design with one factor i.e immersion temperature (3oC, 6 oC, dan 9 oC).The parameters observed were the percentage of whole nut, the percentage of nut broken in half, the percentage of crushed nut, the percentage of sticky core, immersion temperature and engineering econonics analysis using basic value, BEP, NPV, dan IRR.

The results showed that immersion temperature had significantly affected all parameters. The best result was immersion temperature at 3oC. This equipment is feasible to operate with the basic value of Rp 119.92 / kg, the BEP of 37329.32 kg / year, NPV of Rp. 8.121.452,19 and Rp. 7.171.112,51, and an IRR of 37.64 %. Key words: Candlenuts, Immersion Temperature, Ripple Mill


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiri banyak diburu ibu rumah tangga karena manfaatnya sebagai bumbu masak. Namun sebenarnya kegunaan kemiri tidak hanya untuk bumbu. Baik biji maupun bagian lain dari tanaman dapat dijadikan bahan baku industri kecantikan, farmasi, cat, dan perabot rumah tangga. Bahkan, akhir-akhir ini diketahui bahwa kayu kemiri mempunyai potensi untuk bahan pembuatan batang korek api dan pembuatan kertas.

Ditinjau dari segi teknis budidaya, tanaman kemiri tidak hanya berguna sebagai tanaman industri saja, tetapi juga sebagai tanaman reboisasi untuk mencegah erosi dan mengatur tata air. Lebih dari itu, tanaman ini juga dapat menjadi tanaman pioner di lahan-lahan kritis dan marginal karena dapat menekan pertumbuhan alang-alang.

Kegunaan tanaman kemiri bagi kehidupan manusia cukup banyak. Tanamannya sendiri bermanfaat sebagai tanaman reboisasi karena lingkungan perakarannya yang luas dan dalam serta tajuknya yang rimbun dapat menekan pertumbuhan alang-alang ( Paimin, 1997)

Mengingat kemiri sebagai komoditas yang sangat bermanfaat, maka produksi tanaman kemiri perlu ditingkatkan dari segi kuantitas dan kualitasnya. Untuk itu diperlukan usaha yang baik, termasuk pada penanganan panen dan


(12)

pascapanen. Kegiatan pascapanen buah kemiri adalah pengupasan kulit luar buah, pengeringan, penyimpanan, sortasi, pemecahan kulit biji (cangkang), pengeringan inti daging kemiri, sortasi dan pengemasan. Biji kemiri mempunyai cangkang yang sangat keras. Kulit yang keras ini dikupas dengan cara memecahkan tempurung baik secara manual, mekanis ataupun secara kimia mekanis. Pengupasan secara manual menghasilkan inti biji yang tidak seragam; ada inti utuh, inti pecah dua bahkan inti pecah-pecah.

Minyak kemiri tidak dapat dicerna dalam usus karena bersifat pencahar. Namun, dapat dipakai sebagai obat gosok untuk menghilangkan pegal pinggang. Dalam industri kecantikan dipakai sebagai minyak penyubur rambut dan obat pengusir ketombe. Tidak hanya itu, minyak kemiri juga digunakan dalam perawatan kulit bayi dan bahan obat-obatan (Paimin, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja alat dan kualitas mutu hasil kupasan antara lain adalah suhu pengeringan, lama pengeringan, suhu pembekuan, lama pembekuan, suhu perendaman, lama perendaman, jenis kemiri, diameter landasan banting dan kecepatan putaran mesin (rpm). Berdasarkan faktor tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menguji suhu perendaman pada alat pemecah kemiri terhadap hasil kupasan kemiri. Suhu perendaman adalah besarnya suhu yang digunakan untuk merendam kemiri sesaat setelah dikeringkan dalam arti suhunya diturunkan sebelum kemiri dipecah oleh alat pemecah kemiri dengan sistem ripple mill.


(13)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh suhu perendaman dengan tiga taraf perlakuan terhadap hasil kemiri yang dipecah secara ripple mill.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai bahan informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pemecah kemiri sistem ripple mill.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi dalam usaha pemecahan kemiri.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh nyata pada hasil pemecahan kemiri akibat perbedaan suhu perendaman.

Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada pengujian pengaruh suhu perendaman dengan tiga taraf perlakuan terhadap hasil kemiri yang dipecah secara ripple mill.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kemiri

Tanaman kemiri (Aleuritus sp.) termasuk dalam kelompok tanaman tahunan. Umur produktif tanaman ini 25- 40 tahun dan jarang yang dapat hidup baik sampai umur ratusan tahun karena kayunya mudah rapuh. Tanaman ini termasuk dalam familia euphorbiace. Secara sistematis klasifikasinya sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Archichlamydae Familia : Euphorbiaceae Genus : Aleurites

Spesies : Aleurites moluccana, A. trisperma, A. fordi, A. Montana,

dan A. cordata.

(Paimin, 1997).

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana) berpohon besar dengan tinggi 25-40 meter, beranting banyak, mempunyai tunas muda yang tertutup rapat oleh bulu yang berwarna putih keabu-abuan atau cokelat. Daun muda, berlekuk tiga atau lima, sedang daun tua, berbentuk bulat dengan ujung meruncing. Daun tersebut mempunyai kelenjar berwarna hijau kekuningan. Bunga kemiri merupakan bunga majemuk yang berumah satu, berwarna putih dan bertangkai pendek. Buah kemiri berkulit keras berdiameter 5 cm; diantaranya terdapat satu atau dua biji yang

diselubungi kulit biji yang keras dengan permukaan kasar dan beralur ( Ketaren, 1986).


(15)

Tanaman kemiri tumbuh baik pada curah hujan 1000-4000 meter/tahun dengan 2-3 bulan kering dengan ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut (mdpl) berjenis tanah Latosol, Podsolik dan Andosol yang berdrainase baik. Tanaman kemiri mampu tumbuh mulai dari 0 – 1200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu 21.42-26.30 oC, dengan kelembaban 75 %. Tanaman ini juga mampu tumbuh di daerah agak kering dengan 4-5 bulan kering dan curah hujan antara 1000-2500 mm/th. Adanya bulan kering yang dikehendaki berhubungan dengan pembungaan dan pembuahan. Hujan yang tinggi akan berpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan. Bunga akan gugur dan tidak terjadi pembuahan (Rosman dan Djauhariya, 2006).

Kemiri menurut buku ensiklopedi berasal dari kepulauan Maluku, dan menurut Burkill (1935) berasal dari Malaysia. Pohon kemiri yang tumbuh secara alami di hutan campuran dan hutan jati pada ketinggian 150 – 1000 meter di atas permukaan laut(mdpl) dapat mencapai ketinggian 40 meter. Tanaman kemiri tidak begitu banyak menuntut persyaratan tumbuh, sebab dapat tumbuh di tanah-tanah kapur, tanah berpasir dan jenis-jenis tanah lainnya. Tanaman kemiri dapat tumbuh pula di daerah-daerah yang beriklim kering dan beriklim basah. Kayu pohon kemiri sangat ringan dan tidak awet jika digunakan untuk bahan bangunan walaupun ukurannya besar. Oleh karena itu, kayu pohon kemiri di desa-desa ataupun kota-kota pada umumnya hanya digunakan untuk bahan pembuatan perabot rumah tangga atau sebagai bahan baker (Sunanto, 1994).

Kemiri (Aleurites moluccana), adalah yang

dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini masih


(16)

perdagangan antarnegara dikenal sebagai candleberry, Indian walnut, serta

candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat. Tidak diketahui dengan tepat asal-usulnya, tumbuhan ini menyebar luas mulai dar

Panen dan Pascapanen Kemiri

Tanaman kemiri yang dipelihara dengan baik, pada umur sekitar 4 tahun sudah mulai berbuah. Ukuran buah kemiri relatif besar dan berat sehingga mudah jatuh jika sudah cukup masak. Buah kemiri berbentuk telur atau bola yang lebar dan agak lonjong ke samping di salah satu sisinya. Buah kemiri berambut halus dan kulit buahnya cukup tebal. Daging buahnya kaku dan setiap buah mengandung 1-2 biji (Sunanto, 1992)

Penanganan pascapanen kemiri di tingkat petani umumnya dilakukan secara tradisional. Padahal untuk mendapatkan biji kemiri yang baik dan berkualitas harus dibarengi dengan penanganan pascapanen yang benar. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan kualitas buah kemiri itu sendiri. Sedikit saja kecerobohan dalam menanganinya dapat mengakibatkan daging kemiri hancur dan terkontaminasi cendawan. Hal ini berakibat turunnya nilai jual kemiri. Beberapa kegiatan pascapanen yang dilakukan adalah pengupasan kulit luar, pengeringan gelondong, penyimpanan gelondong, sortasi gelondong, pengupasan kulit biji, pengeringan daging kemiri, serta sortasi dan pengemasan (Paimin,1997).


(17)

Tanaman kemiri mulai berbuah umur 3 tahun. Panen dilakukan setelah 75 % buah masak. Pemanenan dilakukan dengan memanjat pohon kemiri atau dengan menggunakan galah. Untuk benih, panen dengan cara membiarkan buah hingga masak dan bila telah masak akan jatuh ke tanah. Buah yang jatuh ke tanah ini sangat baik untuk benih. Benih yang berkualitas baik dalam 1 kg berisi sekitar 80-90 butir. Kemiri berbuah sepanjang tahun. Dari hasil pengamatan di Kebun Percobaan Cibinong, bahwa A. montana pada umur 2 tahun telah mulai berbuah. Di Aceh pohon kemiri antara umur 8-10 tahun mampu berproduksi 50-60 kg. Satu pohon kemiri umur 15 tahun mampu berbuah antara 1000-2000 biji atau rata-rata sekitar 20 kg/pohon/ tahun. Produksi biji meningkat sampai umur 20 tahun dan mulai menurun pada umur 70 tahun yaitu sekitar 8 kg daging biji kemiri kupas tiap tahun. Pada umur 70 tahun diameter pohon 64 dapat mencapai 110 cm. Dari hasil pengamatan ternyata ada pohon-pohon yang hasilnya lebih dari 10 kg pada umur 4 tahun (Rosman dan Djauhariya, 2006).

Proses Pemecahan Kemiri

Pengupasan dengan cara manual tidak dapat menjamin kualitas kemiri yang dihasilkan. Kemungkinan hasil kupasan terkontaminasi berbagai kotoran relatif tinggi, warna daging yang dihasilkan kecokelatan, dan daging utuh yang dihasilkan hanya sekitar 30 %. Lagipula kualitas minyak yang dihasilkan sangat rendah dan berwarna keruh. Meskipun demikian masih banyak petani yang memilih melakukan pengupasan secara manual karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang rumit (Paimin, 1997).


(18)

Cara-cara pengupasan kulit tempurung gelondongan secara manual ialah sebagai berikut:

- Gelondongan kemiri direbus selama 30 menit. Setelah itu diangkat, ditiriskan, lalu dijemur. Penjemuran dilakukan di tempat yang terkena sinar matahari penuh. JIka kulit kemiri benar-benar terkena sinar matahari penuh. Jika kulit kemiri benar-benar terlepas dari dagingnya (jika diguncangkan telah berbunyi) maka penjemuran dihentikan. Selanjutnya kulit kemiri dipecahkan dengan pemukulan atau dihentakkan pada benda keras.

- Gelondongan disangrai dalam wajan tanpa minyak. Setelah ada tanda daging buah telah terpisah dari tempurungnya, gelondong diangkat. Selanjutnya dikupas dengan alat pengupas.

- Pemanasan dengan oven selama 2,5 jam pada temperatur 105 0C. Selanjutnya gelondongan dimasukkan ke dalam air dingin dan dipecahkan. Cara ini mampu menghasilkan daging buah utuh sebanyak 80-90 %. Atau dapat juga dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada temperatur 130-140 0C lalu dimasukkan ke dalam air dingin dan dipecahkan. Cara ini mampu menghasilkan daging utuh sebanyak 60-70 % (Paimin, 1997).

Biasanya petani menjual kemiri dalam keadaan utuh atau biji kemiri yang sudah dikupas kulit buah. Untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, petani akan menjual dalam keadaan biji kupas. Pedagang pengumpul memberikan beberapa karung biji kemiri kepada masyarakat dan setiap beberapa hari sekali biji kemiri kupas akan diambil. Selain mendapatkan upah pengupasan, masyarakat masih dapat menjual tempurung/cangkang kemiri sebagai bahan bakar untuk memasak. Sebagian masyarakat yang bukan buruh pengupas, melakukan kegiatan


(19)

ini dengan membeli langsung kemiri utuh dan mengerjakan sendiri pengupasan sampai pada penjualan. Masyarakat lebih menyukai pengupasan biji dengan cara sederhana dibandingkan menggunakan mesin pengupas biji. Dengan alasan mutu (daging biji utuh) hasil kemiri kupas dengan mesin lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan alat sederhana.

Proses pemecahan kemiri ini terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Penjemuran

2. Perendaman

3. Pemecahan

4. Sortasi

(Sinaga, 2011).

Setelah buah dipanen dilakukan pengolahan kemiri. Pengolahan ditingkat petani adalah sebagai berikut : Kemiri gelondong terdiri atas kulit dan daging biji. Kulit bijinya keras dan daging buah lunak. Daging buah melekat pada kulit. Umunnya pengolahan kemiri dilakukan secara sederhana. Sebelum pengupasan kemiri dikeringkan selama 3 hari dibawah terik matahari, setelah itu dilakukan pengupasan. Sebelum pengupasan kemiri diikat dengan menyisipkannya pada penjepit rotan/bambu atau dengan cara lain yang kemudian dihentakkan/ ditumbukkan pada landasan yang keras. Kapasitas pengupasan dengan cara ini sangat rendah (maksimum 4 kg/jam/orang) dan tingkat keutuhan biji sangat bervariasi tergantung keterampilan pengupas. Teknik tersebut dapat diperbaiki melalui kombinasi pengeringan, perendaman dan penirisan sebelum dilakukan pengupasan. Cara ini mampu menghasilkan tingkat keutuhan biji antara 75 - 83 % (Rosman dan Djauhariya, 2006).


(20)

Prinsip Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil. Agar pengeringan dapat berlangsung dengan cepat, maka harus diberikan energi panas pada bahan yang akan dikeringkan dan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara dan tekanan uap di udara (Winarno, dkk, 1980).

Prinsip proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah massa air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku). Proses perubahan tersebut memerlukan panas laten. Perubahan fase air dapat dicapai dengan beberapa metode berikut:

1. Konduksi dengan cara kontak dengan plat panas seperti pada oven pengering. 2. Konveksi dari udara panas seperti pada pengering cabinet (cabinet dryer). 3. Radiasi inframerah

4. Energi gelombang mikro seperti pada microwave


(21)

Proses pengeringan dan pendinginan pada kemiri sangat mempengaruhi kualitas hasil kupasan. Besarnya suhu dan lama pengeringan berpengaruh pada persentase inti utuh, persentase inti lengket, kadar air dan kadar lemak daging buah kemiri. Biji yang kurang kering akan menyebabkan inti lengket pada cangkang, sehingga dibutuhkan pengeringan kembali untuk memisahkan inti dari cangkangnya. Pengeringan yang terlalu lama cenderung meningkatkan persentase inti pecah maupun hancur. Suhu optimal yang digunakan untuk mengeringkan kemiri agar menghasilkan kualitas yang baik adalah 60 0C (Rahmat, 2003).

Pengeringan pangan berarti pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan. Pada kebanyakan peristiwa pengeringan berlangsung dengan penguapan air yang terdapat di dalam bahan pangan dan untuk ini panas laten penguapan harus diberikan. Proses pengeringan terbagi dalam tiga katagori, yaitu:

1. Pengeringan udara yang berhubungan langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.

2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

3. Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.(Earle, 1969).


(22)

Pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penguapan air dari biji kemiri, sehingga inti dalam cangkang banyak mengalami pengurangan volume yang menyebabkan inti semakin rapuh dan pada waktu proses pemecahan kemiri, persentase inti utuh semakin berkurang. Pengeringan yang paling baik digunakan dalam pengeringan kemiri adalah suhu 60 0C yang menghasilkan inti utuh tertinggi ( Fatimah, 2010)

Makin besar luas permukaan dan makin berpori-pori bahan pangan akan makin tinggi kecepatan pengeringannya. Bila kecepatan udara yang mengalir melalui bahan pangan meningkat, maka kecepatan pengeringan juga akan meningkat. Makin tinggi suhu udara dan makin cepat pengeringan, asalkan tidak terjadi pengerasan kulit luar. Untuk mengurangi kadar air 80 % menjadi 60 % diperlukan waktu yang lama. Waktu pengeringan akan naik dengan cepat jika kadar air akhir mulai mencapai kesetimbangannya ( Desroiser, 1988).

Penjemuran mempunyai keuntungan karena energi panas yang digunakan bersifat murah serta berlimpah, tetapi kerugiannya adalah jumlah panas sinar matahari yang tidak tetap sepanjang hari, dan kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga waktu penjemuran sukar untuk ditentukan dengan tepat. Selain itu, karena penjemuran dilakukan di tempat terbuka yang langsung berhungan dengan sinar matahari, maka kebersihannya sukar untuk diawasi. Energi panas yang diterima oleh bahan selama penjemuran merupakan kombinasi panas yang berasal dari radiasi langsung dari matahari dan dari konvensi dengan pertolongan udara di sekitarnya. Energi panas dari sinar matahari yang jatuh ke permukaan bumi besarnya tergantung dari sudut jatuh sinar tersebut ke permukaan bumi dan


(23)

adanya halangan-halangan yang mempengaruhi intensitasnya, misalnya karena adanya awan (Winarno, dkk, 1980).

Besarnya kecepatan penguapan dari permukaan bebas dapat diperkirakan dengan persamaan sebagai berikut :

………. (1)

Dimana W adalah jumlah pound air yang diuapkan dari suatu permukaan per ft2/jam, V adalah kecepatan linear udara di atas permukaan dalam ft/ menit, e’ adalah tekanan uap air pada suhu yang akan ditentukan dan e adalah tekanan uap air di dalam udara. Dalam kecepatan udara 230 ft/menit, waktu pengeringan akan menjadi dua kali lipat daripada waktu pengeringan dalam udara diam, sedangkan pada kecepatan udara 460 ft/ menit maka waktu pengeringan akan

menjadi tiga kali lipat daripada waktu pengeringan dalam udara diam ( Desroiser, 1988).

Prinsip Perendaman

Biji kemiri dapat ditaruh di atas seng dan dijemur sepanjang hari. Setiap jam 2 siang, biji kemiri disiram dengan air dingin. Hal ini dilakukan setiap hari. Setelah seminggu kemiri akan retak tempurungnya. Secara logika cara ini dapat dimengerti. Pada siang hari, biji kemiri mempunyai suhu yang tinggi karena mendapat panas langsung dari terik sinar matahari. Dalam kondisi suhu yang tinggi tersebut secara mendadak mendapat air yang dingin sehingga terjadi perubahan suhu mendadak yang mengakibatkan terjadinya keretakan pada tempurung biji kemiri tersebut (Paimin, 1997).


(24)

Setelah melalui proses pengeringan, biji kemiri kemudian harus didinginkan untuk mempermudah daging biji tidak lengket atau lepas dari cangkang. Proses pendinginan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu disiramkan dengan air dingin, direndam dalam air es ataupun dimasukkan ke dalam mesin pendingin. Secara logika cara ini dapat dimengerti. Biji kemiri mempunyai suhu yang sangat tinggi karena mendapat panas. Dalam kondisi suhu yang tinggi tersebut secara mendadak mendapat air yang dingin sehingga terjadi perubahan suhu secara drastis yang mengakibatkan terjadinya keretakan pada tempurung biji kemiri tersebut (Sunanto, 1994).

Daging kemiri diperoleh setelah melepaskan biji dari kulit biji yang keras. Kulit biji dapat dilepaskan dengan memanaskan buah langsung di atas api kemudian segera direndam dalam air dingin atau buah dibanting sehingga pecah, atau dapat juga dengan merebus selama 5 – 6 jam, kemudian ditumbuk. Cara tradisional lainnya ialah dengan menjemur lalu ditumbuk dan menghasilkan minyak yang berwarna pucat. Cara yang lebih mudah yaitu memanaskan dengan oven, kemudian direndam selama satu malam dalam air dingin dan keesokan harinya biji akan pecah dengan sendirinya. Cara yang paling baik adalah dengan pemanasan 100 0C, selanjutnya direndam dalam air dingin (Ketaren, 1986).

Buah kemiri yang diterima dari petani/pedagang pengumpul dijemur selama lebih kurang 3 hari. Selanjutnya kemiri direndam dalam air selama 10 menit lalu ditiriskan. Perendaman bertujuan agar daging biji pada saat pemecahan cangkang tetap utuh. Pemecahan kulit biji dilakukan dengan menggunakan alat pengupas sederhana yaitu sebuah kantong karet seukuran biji kemiri yang diikatkan pada sepotong bambu yang panjangnya 30-40 cm. Biji kemiri yang


(25)

sudah dijemur, dimasukkan ke dalam kantong karet, kemudian dipukulkan pada sebuah batu, sehingga tempurungnya pecah dan daging biji (kernel) mudah diambil. Kernel atau daging biji kemiri disortasi antara daging biji utuh dan yang pecah. Selanjutnya dijemur kembali untuk mencegah serangan jamur atau cendawan pada saat penyimpanan sebelum dijual (Sinaga, 2011).

Untuk mendapatkan biji kemiri utuh sangat tergantung pada teknologi proses yaitu pengeringan menggunakan mesin pengering dengan suhu 90 0C selama 75 menit, perendaman dalam air jernih selama 30 menit, penirisan selama 30 menit, sebelum proses pengupasan kulit dan dijatuhkan secara gravitasi dari ketinggian 3 meter. Dengan metode ini kualitas kemiri menjadi baik, warna lebih putih, dan keutuhan biji kemiri yang dihasilkan mencapai 65 – 80 %. Salah satu pengembangan mesin prosesing buah kemiri terdiri dari dua unit mesin, yakni mesin pengering model oven tipe drum berputar dan mesin pemecah kulit tipe sentrifugal horizontal. Kapasitas optimum mesin oven pemanas tipe drum berputar adalah 25 kg, dengan lama pemanasan 4 jam, menghasilkan biji terkupas mencapai 70 % biji utuh. Makin dingin suhu air perendaman maka hasil kupasan biji utuh makin tinggi (Suparlan, 2007).

Mutu Hasil Kupasan

Ada beberapa macam kualitas kemiri yang beredar di pasaran. Kemiri terbaik yang mampu menembus pasar ekspor adalah kemiri top atau kemiri prima yang berisikan kernel atau daging biji utuh 100 %. Kemudian ada kemiri berkualitas B yang memiliki persen utuh 70-80 %. Kemiri kualitas B masih mampu menembus pasar ekspor walaupun harganya relatif rendah. Kemiri


(26)

kualitas C mempunyai persen utuh kurang dari 20 %, atau bahkan hanya berisikan kernel belah atau pecah saja. Kemiri kualitas C ini hanya diperdagangkan di pasar lokal. Selain faktor keutuhan biji, penampilan dan kondisi biji kemiri juga menentukan layak tidaknya kemiri untuk diekspor. Kemiri layak diekspor harus memenuhi syarat utuh 100 % atau minimal 70 % utuh. Warna daging kemiri cerah, tidak berjamur, dan tidak berbau tengik. Selain itu kadar airnya 7 – 13 % dan kadar minyaknya tinggi. Persyaratan ekspor lainnya belum distandardkan pemerintah (Paimin, 1997).

Buah kemiri digunakan sebagai bumbu masak yang mengandung kadar gizi, energi dan kadar minyak yang sangat tinggi. Minyak kemiri yang dalam perdagangan internasional dikenal dengan istilah candlenut oil (terdapat dalam biji sebanyak 60 %) dimanfaatkan dalam industri cat atau pernis, tekstil, farmasi dan kecantikan.

Tabel 1. Kandungan gizi per 100 gram daging biji kemiri

Komponen Gizi Jumlah

Terkandung

Energi 636 kalori

Protein 19 g

Karbohidrat 8 g

Lemak 63 g

Kalsium 80 mg

Fosfor 200 mg

Besi 2 mg

Vitamin B 0,06 mg

Air 7 g

Sumber : Ketaren, S., 1986 (Paimin, 1997)

Kemiri (Aleurites moluccana Wild.) merupakan salah satu tanaman industri dari keluarga Euphorbiaceae. Hasil dari tanaman ini adalah kemiri kupas


(27)

atau Candle Nuts . Buah kemiri kupas; bulat atau pecah, menir (sebesar biji jagung), dan bubuk. Untuk industri harga kemiri kupas disesuaikan dengan bentuk hasilan dari kemiri kupas, seperti disebutkan diatas. Namun, ternyata kemiri kupas yang ada saat ini kebanyakan berasal dari proses pengupasan secara tradisional; dengan menjemur, rebus, jemur, lalu dipukul atau dipecahkan per biji gelondong kemiri tadi. Sayangnya kemiri kupas berbagai bentuk, yang diperoleh dari hasil perebusan memiliki kualitas kurang baik dibanding melalui metode pemanasan oven. Beberapa faktor perlakuaan kemiri kupas yang berpengaruh terhadap kualitas adalah rendemen minyak, protein, kadar FFA (free fatty acid),

kadar air, abu, serat kasar, warna dan daya tahan kemiri kupas serta kejernihan minyak (Anonim, 2010).

Kemiri adalah daging biji kemiri (Aleurites moluccana wild) yang telah dipisahkan dari tempurungnya. Benda asing merupakan semua benda yang tidak termasuk kemiri. Kemiri cacat atau rusak adalah kemiri yang berjamur, rusak karena serangga, muda (keriput), hangus (bernoda hitam) dan rusak. Kemiri pecah adalah kemiri yang tidak utuh dengan ukuran lebih kecil dari bagian utuh. Syarat mutu kemiri seperti yang tertera di bawah ini.

Tabel 2. Syarat mutu kemiri

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Minyak, b/b % >60

2 Air, b/b % <5

3 Bilangan Asam, b/b % <5

4 Benda Asing, b/b % 0

5 Kemiri Cacat/rusak, busuk, b/b % <5

6 Kemiri Pecah % <5


(28)

Rancangan Percobaan

Analisis sidik ragam merupakan suatu uji yang dilakukan menurut distribusi F, sehingga disebut juga sebagai uji F. Analisis sidik ragam dimaksudkan untuk menguji hipotesis tentang pengaruh faktor perlakuan terhadap keragaman data hasil percobaan. Hasil uji F ini menunjukkan derajat pengaruh perlakuan terhadap data hasil percobaan sebagai berikut :

1. Perlakuan berpengaruh nyata (*) jika H1 (hipotesis penelitian) diterima pada taraf uji 5 %

2. Perlakuan berpengaruh sangat nyata (**) jika H1 (hipotesis penelitian) diterima pada taraf uji 1 %

3. Perlakuan berpengaruh tidak nyata (tn) jika H0 diterima pada taraf uji 5 % (Hanafiah, 2000).

Koefisien korelasi Pearson (biasanya disimpulkan dengan r) adalah ukuran kekuatan hubungan linear antara variabel x dan y, yang dirumuskan sebagai :

r =

Karena bagian atas/ pembilang dari slope sebenarnya (β1) dan r sama, kita dapat melihat bahwa r = 0 jika β1 = 0. Dalam hal ini berlaku :

1. Bila r 0, sedikit atau hamper tidak ada hubungan linear antar x dan y


(29)

3. Untuk r 1, jika x naik maka y naik 4. Untuk r -1, jika x naik maka y turun

Dalam regresi linear sederhana r2 dapat dihitung sebagai kuadrat dari koefisien korelasi r. Interpretasi praktis dari koefisien determinasi (r2) adalah bahwa 100(r2)% variasi sampel y dapat diterangkan oleh penggunaan x pada prediksi y dalam model garis lurus ( Santosa, 2004).

Koefisien korelasi didefinisikan sebagai ukuran hubungan linear antara dua peubah acak X dan Y, dan dilambangkan dengan r. Jadi r mengukur sejauh ana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus. Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah itu dan jika titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif terdapat korelasi negatif yang tinggi. Korelasi antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya atau menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus. Bila nilai r = 0 berimplikasi tidak adanya hubungan linear, bukan bahwa antara kedua peubah itu pasti tidak terdapat hubungan. Jadi bila antara X dan Y terdapat suatu hubungan kuadratik yang kuat, maka kita masih akan memperoleh korelasi nol meskipun ada hubungan tak linear yang kuat antara kedua peubah itu


(30)

Analisis Ekonomi

Biaya pemakaian alat

Pengukuran biaya pemakaian alat dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).

Biaya pokok = ) x C……….. (2)

dimana :

BT = total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam) X = total jam kerja pertahun (jam/tahun) C = kapasitas alat (jam/satuan produksi) 1. Biaya tetap

Biaya tetap tidak dipengaruhi oleh jumlah jam kerja alat. Lazimnya biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal, biaya asuransi, biaya pajak, dan biaya gedung atau gudang.

Biaya tetap terdiri dari:

a. Biaya penyusutan (metode garis lurus)

D = ………(3)

dimana :


(31)

P = nilai awal alsin (harga beli/pembuatan) (Rp) S = nilai akhir alsin (10 % dari P)

N = umur ekonomi (tahun)

b. Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan besarnya:

I = ……….(4)

dimana :

i = total persentase bunga modal dan asuransi (17 % pertahun)

c. Di Negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin- mesin dan peralatan pertanian, beberapa literatur menganjurkan bahwa biaya pajak alsin pertanian diperkirakan sebesar 2 % pertahun dari nilai awalnya.

d. Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1 %, rata-rata diperhitungkan 1 % nilai awal (P) pertahun.

2. Biaya tidak tetap

Biaya tidak tetap terdiri dari biaya perbaikan untuk motor listrik sebagai sumber tenaga penggerak dan biaya untuk operator. Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan :

Biaya reparasi = ………(5)

Biaya karyawan/ operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya ( Darun, 2002)


(32)

Break even point (BEP)

Analisis BEP adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan yang terjadi di suatu perusahaan. Sementara yang dimaksud dengan BEP perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula menerima kerugian. Jadi analisis tersebut dapat membantu manajemen dalam mengambil keputusan antara lain tentang :

1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak rugi.

2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba tertentu. 3. Sampai seberapa besar omset penjualan boleh turun agar perusahaan tidak

rugi.

4. Sampai seberapa besar efek dari perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap laba yang akan diperoleh.

Rumus break event yaitu :

BEP(unit)= ………….(6)

Atau BEP(rupiah) = ……….(7)

(Halim, 2009)

Internal rate of return

Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai apakah suatu usaha tani mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriterianya layak


(33)

atau tidak bagi usaha tani bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku saat usaha tani itu diusahakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (net present value, NPV = 0). Oleh karena itu, untuk menghitung nilai IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu. NPV dapat dihitung dengan rumus :

NPV = t ………..(8)

Jadi cara menghitung IRR menggunakan rumus sebagai berikut : IRR = it + (1- it) (PV(+) + PV(-))……….(9) dimana : NPV = net present value (nilai netto sekarang)

n = banyaknya kegiatan t = waktu

B = benefit (manfaat )

C = cost (biaya)

i = tingkat bunga bank yang berlaku PV(+) = nilai sekarang positif

PV(-) = nilai sekarang negatif ( Soekarwati, 1995).


(34)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, pada bulan Desember 2011 – Februari 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiri, air dan es. Adapun alat- alat yang digunakan adalah alat pemecah kemiri, oven, timbangan, ember, alat tulis, kalkulator, stopwatch, kamera digital, dan komputer.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari satu faktor yaitu suhu perendaman. Dengan tiga ulangan pada tiap perlakuan.

Faktor suhu perendaman :

S1 = Perbandingan air dan es 50:50 menghasilkan suhu 9 0C S2 = Perbandingan air dan es 40:60 menghasilkan suhu 6 0C S3 = Perbandingan air dan es 30:70 menghasilkan suhu 3 0C


(35)

Model rancangan yang digunakan yaitu: Yik = µ + Ti+ εik

Yik = hasil pengamatan dari perlakuan perendaman pada taraf ke-i dan pada ulangan ke-k

µ = nilai tengah umum Ti = pengaruh perlakuan ke-i

εik = pengaruh galat percobaan dari perlakuan perendaman pada taraf ke-i dan


(36)

Prosedur Penelitian

1. Dipilih biji kemiri dari ukuran dan bentuk yang homogen

2. Ditimbang biji kemiri sebanyak 2 kg untuk masing-masing perlakuan

3. Dikeringkan biji kemiri dengan menggunakan alat pengering sederhana (oven) selama 30 jam dengan suhu 60 oC

4. Direndam kemiri yang telah dikeringkan di dalam air dingin dengan perlakuan I : Perbandingan air dan es adalah 50:50

perlakuan II : Perbandingan air dan es adalah 40:60 perlakuan III : Perbandingan air dan es adalah 30:70

masing-masing perlakuan perendaman dilakukan selama 10 menit 5. Ditimbang kembali kemiri yang sudah direndam sebanyak 2 kg

6. Dihidupkan mesin pemecah kemiri sistem ripple mill lalu dimasukkan kemiri ke dalam hopper

7. Kemudian dicatat hasil data pengamatan parameter yang diamati

8. Dilakukan pengulangan sebanyak enam kali untuk masing-masing perlakuan

Parameter yang Diamati

1. Persentase inti utuh (%)

Inti utuh merupakan inti hasil pecahan yang utuh, tidak lengket pada cangkang, tidak pecah sebagian dan tidak hancur. Dihitung dengan cara membagi berat inti yang utuh hasil pemecahan dengan berat inti kemiri seluruhnya (inti utuh, inti tidak utuh, dan inti pecah) dikali 100 %, dengan rumus:


(37)

2. Persentase inti pecah dua (%)

Inti pecah dua merupakan inti hasil pecahan yang pecah menjadi dua bagian (terbelah dua) dan tidak lengket pada cangkang. Dihitung dengan cara membagi berat seluruh inti pecah dua hasil pemecahan dengan berat inti kemiri seluruhnya ( inti utuh, inti tidak utuh, dan inti pecah) dikali 100 % dengan rumus :

x

3. Persentase inti hancur (%)

Inti hancur merupakan inti hasil pecahan yang terpecah lebih dari dua bagian dengan bentuk yang tidak teratur dan tidak lengket pada cangkang. Dihitung dengan cara membagi berat inti hancur hasil pemecahan dengan berat inti kemiri seluruhnya ( inti utuh, inti tidak utuh, dan inti pecah ) dikali 100 % dengan rumus :

4. Persentase inti lengket (%)

Inti lengket adalah inti kemiri yang setelah pemecahan masih melekat pada cangkang. Diperoleh dengan cara membagi berat seluruh inti yang masih lengket (melekat) pada cangkang dengan berat inti kemiri seluruhnya dikali 100 % dengan rumus :


(38)

5. Suhu air perendaman (oC)

Suhu air perendaman adalah suhu yang diperoleh dari hasil campuran air dan es dengan perbandingan yang sudah ditentukan. Hal ini dilakukan untuk menentukan suhu air dingin perendaman kemiri yang sudah dikeringkan. Diperoleh dengan mengukur suhu air perendaman menggunakan termometer. 6. Analisis ekonomi

a. Biaya pemakaian alat (Rp/kg)

Perhitungan biaya pemakaian alat dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap ( biaya pokok).

Perhitungan biaya pemakaian alat ini dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (2).

b. Break even point (BEP)

Manfaat perhitungan BEP adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Untuk menentukan BEP dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (6) dan (7).

c. Net present value (NPV)

Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungan net present value merupakan net benefit yang telah diskon dengan

discount factor.

Perhitungan net present value dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (8).


(39)

d. Internal rate of return (IRR)

Untuk mengetahui kemampuan agar dapat memperoleh kembali investasi yang sudah dikeluarkan dapat dihitung dengan menggunakan IRR.


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh terhadap persentase inti utuh, persentase inti pecah dua, persentase inti hancur, dan persentase inti lengket. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Pengaruh suhu perendaman terhadap parameter yang diamati Perlakuan Inti utuh

(%)

Inti pecah dua (%)

Inti hancur (%)

Inti lengket (%)

S1 26,56 30,37 43,07 7,58

S2 27,93 35,12 36,94 2,84

S3 38,83 39,65 21,52 3,36

Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa persentase inti utuh tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) sebesar 38,83 % dan yang terendah pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) sebesar 26,56 %. Persentase inti pecah dua tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) sebesar 39,65 dan terendah pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) sebesar

30,37 %. Persentase inti hancur tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) sebesar 43,07 % dan terendah pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) sebesar 21,52 %. Persentase inti lengket tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) sebesar 7,58 % dan terendah diperoleh pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) sebesar 3,36 %.

Persentase Inti Utuh

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase


(41)

inti utuh. Hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti utuh tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti utuh

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

F 0,05 F 0,01 F 0,05 F 0,01

- - - S1 26,56 a A

2 3,211 4,862 S2 27,932 a A

3 1,466 5,113 S3 38,827 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan S2 namun keduanya berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S3. Persentase inti utuh tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) sebesar 38,83 % dan terendah pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) sebesar 26,56 %.

Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti utuh mengikuti garis regresi linear seperti yang terlihat pada Gambar 1.


(42)

Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase inti utuh sebanding dengan besarnya suhu perendaman. Semakin rendah (semakin dingin) suhu perendaman yang digunakan untuk proses perendaman kemiri maka persentase inti utuh akan semakin tinggi. Persentase inti utuh pada S1 (suhu perendaman 9 0C) sebesar 26,56 % kemudian bertambah sebesar 1,37 % pada perlakuan S2 (suhu perendaman 6 0C) dan pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 0C) mencapai nilai 38,83 %. Hal ini disebabkan semakin rendah suhu perendaman cenderung menaikkan persentase inti utuh. Hal ini sesuai literatur Suparlan (2007) yang menyatakan bahwa semakin dingin suhu air perendaman maka hasil kupasan biji utuh makin tinggi.

Gambar tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara jumlah alur dan inti utuh dimana nilai r adalah 0.9125 mendekati nilai r = 1. Hal ini sesuai dengan literatur Santosa (2004) yang mengatakan bahwa jika nilai r mendekati 1, hubungan linear antara X dan Y sangat kuat.. Koefisien korelasi Pearson (biasanya disimbolkan dengan r) adalah ukuran kekuatan hubungan linear antara variabel x dan y.

Nilai dasar yang terdapat dalam persamaan Y= -2.045x + 43.377 adalah sebesar 43.377. Apabila nilai koefisien x diganti menjadi 1, maka nilai Y akan mengalami pengurangan sebesar 2.045 dari nilai dasar persamaan tersebut. Demikian juga apabila x diganti, maka nilai Y akan diperoleh dengan pengurangan antara nilai dasar persamaan dengan perkalian antara seberapa besar pengganti nilai x dengan 2.045.


(43)

Persentase Inti Pecah Dua

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase inti pecah dua. Hasil uji LSR, pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti pecah dua untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti pecah dua

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 F 0,05 F 0,01

- - - S1 30,37 a A

2 4,226 6,400 S2 35,12 ab AB

3 1,929 6,730 S3 39,65 bc BC

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Perlakuan S1 berbeda nyata dengan S2 demikian juga terhadap perlakuan S3. Persentase inti pecah dua diperoleh pada perlakuan S3 dengan suhu perendaman 3 oC yaitu sebesar 39,65 % sedangkan yang terendah sebesar pada perlakuan S1 dengan suhu perendaman 9 oC yaitu sebesar 30,37 %.


(44)

Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti pecah dua mengikuti garis regresi linier seperti Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti pecah dua Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa persentase inti pecah dua berbanding terbalik dengan besar suhu perendaman. Semakin rendah atau semakin dingin suhu yang digunakan dalam proses perendaman maka semakin tinggi persentase inti pecah dua yang diperoleh. Koefisien korelasi yang dihasilkan sebesar 0.9999. Titik – titik yang dihasilkan hampir mendekati garis linear yang menandakan bahwa antara kedua peubah memiliki korelasi yang tinggi. Persentase inti pecah dua pada suhu perendaman 9 oC (S1) sebesar 30,37 kemudian bertambah sebesar 4,75 % pada suhu perendaman 6 oC (S2) dan pada suhu 3 oC (S3) mencapai 39,65 %. Hal ini sesuai dengan literatur Walpole (1992) yang mengatakan bahwa bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif maka antara kedua peubah itu terdapat korelasi positif yang tinggi.

Nilai dasar yang terdapat dalam persamaan Y= -1.5472x + 44.332 adalah sebesar 44.332. Apabila nilai koefisien x diganti menjadi 1, maka nilai Y akan


(45)

mengalami pengurangan sebesar 1.5472 dari nilai dasar persamaan tersebut. Demikian juga apabila x diganti, maka nilai Y akan diperoleh dengan pengurangan antara nilai dasar persamaan dengan perkalian antara seberapa besar pengganti nilai x dengan 1.5472.

Persentase Inti Hancur

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase inti hancur. Hasil uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap inti hancur untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti hancur

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

F 0,05 F 0,01 F 0,05 F 0,01

- - - S3 21,52 a A

2 3,39 5,15 S2 36,94 b B

3 1,55 5,41 S1 43,07 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa tiap perlakuan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainnya. Persentase ini hancur tertinggi pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) sebesar 43,07 %, sedangkan yang terendah pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) sebesar 21,52 %.


(46)

Pengaruh suhu perendaman terhadap inti hancur mengikuti garis regresi linier seperti Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti hancur Gambar 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan S1 (suhu perendaman 9 oC) persentase inti hancur sebesar 43,07 % mengalami penurunan sebesar 6,13 % pada perlakuan S2 (suhu perendaman 6 oC) dan kemudian mengalami penurunan pada perlakuan S3 (suhu perendaman 3 oC) hingga persentase inti hancur menjadi 21,52 %. Hal ini menunjukkan bahwa persentase inti hancur semakin menurun seiring dengan semakin rendahnya suhu perendaman.

Pada gambar di atas titik – titik bergerombol tidak terlalu jauh dari garis linear. Hal ini menunjukkan bahwa nilai korelasi (r) yang dihasilkan tidak sama dengan nol. Apabila titik-titik mendekati garis linear maka nilai r nya mendekati 1. Hal ini sesuai dengan literatur Walpole ( 1992) yang mengatakan bahwa korelasi antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya atau menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus. Bila nilai


(47)

r = 0 berimplikasi tidak adanya hubungan linear, bukan bahwa antara kedua peubah itu pasti tidak terdapat hubungan.

Nilai dasar yang terdapat dalam persamaan Y= 3.5911x + 12.298 adalah sebesar 12.298. Apabila nilai koefisien x diganti menjadi 1, maka nilai Y akan mengalami penambahan sebesar 2.045 dari nilai dasar persamaan tersebut. Demikian juga apabila x diganti, maka nilai Y akan diperoleh dengan penambahan antara nilai dasar persamaan dengan perkalian antara seberapa besar pengganti nilai x dengan 2.045.

Persentase Inti Lengket

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa suhu perendaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase inti lengket. Hasil uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti lengket untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji LSR pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti lengket

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

F 0,05 F 0,01 F 0,05 F 0,01

- - - S2 2,74 a A

2 1,510 2,287 S3 3,573 a A

3 0,276 2,405 S1 7,05 a B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan S2 (dengan suhu perendaman 6 0C) dan perlakuan S3 (dengan suhu 3 0C) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S1 (dengan suhu perendaman 9 0C), sedangkan perlakuan S2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan S3. Persentase inti lengket tertinggi diperoleh


(48)

dari perlakuan S1 (dengan suhu perendaman 9 0C ) yaitu sebesar 7,05 % sedangkan yang terendah diperoleh pada perlakuan S3 (dengan suhu perendaman 3 0C) yaitu sebesar 2,74 %.

Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti lengket mengikuti garis regresi linier terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh suhu perendaman terhadap persentase inti lengket Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa persentase inti lengket pada suhu perendaman 9 0C (S1) sebesar 7,05 % mengalami penurunan sebesar 4,31 % pada perlakuan S2 dan kemudian naik lagi menjadi 3, 57 % pada perlakuan S3 (pada suhu perendaman 3 0C). Semakin dingin suhunya maka mempermudah daging kemiri lepas dari cangkangnya sehingga cenderung mengurangi resiko inti lengket ketika akan dipecahkan ( Suparlan, 2007).

Titik-titik yang dihasilkan pada gambar di atas hampir menjauhi garis linear dan nilai r yang dihasilkan hampir kecil yaitu sebesar 0.76217 . Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan linear antara variabel x dan y tidak


(49)

terlalu kuat. Pernyataan di atas sesuai dengan literature Santosa (2004) yang mengatakan bahwa koefisien korelasi pearson (r) adalah ukuran kekuatan hubungan linear antara variabel x dan y.

Nilai dasar yang terdapat dalam persamaan Y= 0.58x + 0.9767 adalah sebesar 0.9767. Apabila nilai koefisien x diganti menjadi 1, maka nilai Y akan mengalami penambahan sebesar 0.58 dari nilai dasar persamaan tersebut. Demikian juga apabila x diganti, maka nilai Y akan diperoleh dengan penambahan antara nilai dasar persamaan dengan perkalian antara seberapa besar pengganti nilai x dengan 0.58.

Suhu Air Perendaman

Dari hasil penelitian suhu air perendaman yang diperoleh dari perbandingan es dan air sebesar 50:50 adalah 9 oC dengan volume es 4L dan air sebesar 4L, dari perbandingan es dan air sebesar 60:40, suhu yang diperoleh 6 oC dengan volume es sebesar 6L dan air 4L sedangkan pada perbandingan es dan air sebesar 70:30, suhu yang diperoleh 3 oC dengan volume es sebesar 9,3L dan air sebesar 4L. Suhu diperoleh setelah campuran air dan es didiamkan selama 15 menit yang menghasilkan suhu yang konstan sampai 30 menit kemudian dan setelah itu akan mengalami kenaikan suhu akibat es yang mulai mencair sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk merendam adalah 10 menit.


(50)

Analisis Ekonomi

Biaya Pemakaian Alat

Analisis ekonomi digunakan untuk menetukan biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui besarnya biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Dari analisis biaya (Lampiran 9), diperoleh biaya pemecahan kemiri dengan alat ini sebesar Rp. 144,15/kg, yang merupakan hasil perhitungan dari biaya tetap terhadap kapasitas alat pemecah kemiri. Untuk biaya tetap sebesar Rp. 1.653.600/tahun dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 5447,87/jam maka diperoleh biaya pemecahan kemiri sebesar 119,92/kg.

Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk memecah kemiri dengan alat pemecah kemiri dengan sistem

ripple mill ini sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 144,15/kg dengan kapasitas 54,56 kg/jam.

Break Even Point (BEP)

BEP berfungsi untuk mengetahui batas produksi maksimal yang harus dicapai dan dipasarkan supaya usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan. Maka dari itulah penulis menghitung analisis titik impas dari alat ini untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan alat ini supaya mencapai titik impas.

Berdasarkan data yang diperoleh (lampiran 10), alat ini akan mencapai nilai BEP pada nilai 37.329,32 kg, hal ini berarti alat pemecah kemiri ini akan


(51)

mencapai keadaan titik impas apabila telah memecah kemiri sebanyak 37.329,32 kg dalam satu tahun.

Net Preset Value

Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka net present value ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisa finansial. Dari percobaan dan data yang diperoleh dari hasil penelitian diketahui (Lampiran 11) besarnya nilai NPV 12%

dari alat ini adalah sebesar Rp. 8.121.452,19 dan NPV 15% sebesar Rp. 7,171,112.51. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya

lebih besar atau sama dengan nol. Internal Rate of Return (IRR)

IRR berfungsi untuk melihat seberapa layak suatu usaha dapat dilaksanakan atau seberapa besar keuntungan investasi maksimum yang ingin dicapai. Dengan menggunakan metode IRR maka akan diperoleh informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % periode waktu.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh Internal rate of return (IRR) sebesar 37,64% (lampiran 13) artinya usaha pemecahan kemiri masih layak untuk dijalankan jika pengusaha melakukan peminjaman modal di bank pada suku bunga dibawah 37,64%.


(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Suhu perendaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase inti utuh, persentase inti pecah dua, persentase inti hancur dan persentase inti lengket dan suhu perendaman yang diperoleh dengan perbandingan es dan air 50:50 adalah 9 0C, 60:40 adalah 6 0C dan perbandingan 70:30 sebesar 3 0C

2. Persentase inti utuh tertinggi diperoleh pada suhu perendaman 3 0C sebesar 38,83 % dan terendah pada suhu perendaman 9 0C sebesar 26,56 %.Persentase inti pecah dua tertinggi diperoleh dari suhu perendaman 3 0C sebesar 39,65 % dan persentase inti pecah dua terendah pada suhu perendaman 9 0C sebesar 30,37 %. Persentase inti hancur tertinggi diperoleh dari suhu perendaman 9 0C sebesar 43,07 % dan yang terendah diperoleh dari suhu perendaman 3 0C sebesar 21,52 %. Persentase inti lengket tertinggi diperoleh dari suhu perendaman 9 0C sebesar 7,58 % dan yang terendah pada suhu perendaman 3 0C sebesar 2,84 %

3. Alat ini akan mencapai break even point apabila telah memecah kemiri sebanyak 37.329,32 kg/tahun. Net present value 12 % dan 15 % dari alat pemecah kemiri dengan sistem ripple mill ini adalah Rp. 8.121.452,19 dan Rp. 7,171,112.51 yang artinya usaha ini layak untuk dijalankan. Internal rate of return pada alat pemecah kemiri dengan sistem ripple mill ini adalah sebesar 37,64 %.


(53)

Saran

1. Perlu dibuat wadah pemisah antara cangkang dan inti kemiri supaya tidak perlu menggunakan tenaga manusia untuk memisahkan.

2. Perlu diperhatikan kerapatan stator dan rotor untuk kemiri yang tidak seragam diameternya.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2010. Kualitas Kemiri Kupas Candle Nuts Oven Lebih Baik. Agri Partner. Palembang. http://google.com. [24 Oktober 2011]

Badan Standarisasi Nasional, 1998. SNI 01-1684-1998. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Bangun, MK, 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Darun, 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Desroiser, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan M. Muljohardjo. Universitas Indonesia, Jakarta.

Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Terjemahan Z. Nasution. PT. Sastra Hudaya, Bogor.

Estiasih dan Ahmadi, T., 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Halim, A., 2009. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis Kajian dari Aspek Keuangan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hanafiah, K. A. 2000. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Grafindo Persada, Jakarta.

Heddy, S., Susanto, W. H., Kurniati, M., 1994. Pengantar Produksi Tanaman dan Penanganan Pascapanen. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Paimin, F. R., 1997. Kemiri Budidaya dan Prospek Bisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahmat., 2003. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan terhadap Mutu Inti Kemiri. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rosman, R dan Djauhariya, E., 2006. Status Teknologi Budidaya Kemiri. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.


(55)

Sinaga, F., 2010. Uji Suhu Pengeringan dan Suhu Pembekuan Terhadap Mutu Kemiri yang Dipecah Secara Mekanis. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sinaga, G. 2011. Pemecahan Kemiri. Buluduri. golfriedsinaga-buluduri-pertanian.blogspot.com/kemiri-pecah.html. [18 oktober 2011]

Soekartiwi, 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia, Jakarta

Sunanto, H., 1994. Budidaya Kemiri Komoditas Ekspor. Kanisius, Yogyakarta. Winarno, F. G., S. Fardias, D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia, Jakarta

Walpole, R. E., 1992. Pengantar Statistika Edisi ke 3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(56)

Mulai

Sortasi

Penimbangan sebanyak 2kg

Pengeringan selama 30 jam (60 oC)

Perendaman selama 10 menit

Perlakuan II dengan perbandingan es dan air

60:40

Perlakuan III dengan perbandingan es dan air

70:30

Ditiriskan

Penimbangan sebanyak k

a Perlakuan I dengan

perbandingan es dan air 50:50


(57)

1. Persentase inti utuh 2. Persentase inti pecah

dua

3. Persentase inti hancur

4. Persentase inti lengket

5. Suhu perendaman 6. Analisis ekonomi

Analisis data/ perhitungan

Selesai

Pengamatan parameter Pemisahan cangkang

dengan daging a


(58)

Lampiran 2. Data pengamatan persentase inti utuh (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

1

S 26,56 24,79 28,33 79,68 26,56

2

S 27,027 27,09 29,68 83,797 27,93

3

S 37,29 40,34 38,85 116,48 38,83

Total 90,88 92,22 96,86 279,957

Rataan 30,29 30,74 32,29 31,11

Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Inti Utuh

SK Db Jk kt f.hit

f 0.05

f 0.01 Perlakuan 2 271,0409 135,5205 52,45493 ** 5,14 10,92

Galat 6 15,50136 2,58356 Total 8 286,5423 35,81778

Fk 8708,436 Keterangan :

tn = tidak nyata * = nyata ** = tidak nyata


(59)

Lampiran 3. Data pengamatan persentase inti pecah dua (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

1

S 29,69 29,75 31,67 91,11 30,37

2

S 35,14 37,42 32,81 105,37 27,93

3

S 38,98 38,66 41,32 118,96 38,83

Total 64,83 67,17 64,48 315,44

Rataan 34,61 35,28 35,27 32,38

Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Inti Pecah Dua

SK Db Jk kt f.hit f 0.05 f 0.01

Perlakuan 2 129,2954 64,64768 22,3165 ** 5,14 10,92 galat 6 17,38113 2,896856

Total 8 146,6765 18,33456

Fk 11055,82 Keterangan :

tn = tidak nyata * = nyata


(60)

Lampiran 4. Data pengamatan persentase inti hancur (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

1

S 43,75 45,46 40 129,21 43,07

2

S 37,84 35,48 37,5 110,82 27,93

3

S 23,73 21,01 19,83 64,57 38,83

Total 81,59 80,94 77,5 304,6

Rataan 34,61 35,28 35,27 36,61

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK Db Jk kt f.hit f 0.05 f 0.01

Perlakuan 2 739,5094 369,7547 82,61177 ** 5,14 10,92 Galat 6 26,85487 4,475811

Total 8 766,3642 95,79553

Fk 10309,02 Keterangan :

tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata


(61)

Lampiran 5. Data pengamatan persentase inti lengket

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

1

S 7,81 7,44 7,5 22,75 7,58

2

S 2,03 2,58 3,91 8,52 2,84

3

S 4,24 2,52 3,31 10,07 3,35

Total 9,84 10,02 11,41 41,34

Rataan 4,69 4,18 4,91 4,59

Daftar Analisis Sidik Ragam

Sk Db Jk kt f.hit f 0.05

f 0.01 perlakuan 2 40,63087 20,31543 35,53789 ** 5,14 10,92 Galat 6 3,429933 0,571656

Total 8 44,0608 5,5076

Fk 189,8884

Keterangan :

tn = tidak nyata * = nyata


(62)

Lampiran 6. Analisis Ekonomi

I. Unsur produksi

1. Biaya pembuatan alat

a. Bahan = Rp. 3.200.000 b. Biaya perakitan = Rp. 2.000.000 a. Motor listrik = Rp. 1.000.000

2. Total (P) = Rp. 5.200.000

3. Umur ekonomi (n) = 5 tahun 4. Nilai akhir alat (S) = 10% dari P

5. Jam kerja = 5 jam/hari

6. Produksi/hari = 272,8 kg

7. Biaya operator = Rp. 25.000/hari (1jam = Rp. 5000) 8. Biaya perbaikan = Rp. 37,57/jam

9. Bunga modal dan asuransi = Rp. 561.600/tahun 10.Biaya gedung = Rp. 52.000/tahun

11.Pajak = Rp. 104.000/tahun

12.Jam kerja alat per tahun = 1495 jam/tahun (asumsi 299 hari efektif berdasarkan tahun 2012)


(63)

II. Perhitungan biaya produksi

1. Biaya tetap

1. Biaya penyusutan D = (P – S)/n

= (5.200.000 – 520.000)/5 = 4.680.000/5

= Rp. 936.000/ tahun 2. Bunga modal dan asuransi

Bunga modal dan asuransi (I) =

=

= Rp. 561.600/tahun 3. Biaya sewa gedung

Sewa gedung = 1% x P

= 1% x 5.200.000 = Rp. 52.000/tahun


(64)

Pajak = 2% x P

= 2% x 5.200.000 = 104.000/tahun

Total biaya tetap = Rp. 1.653.600/tahun 2. Biaya tidak tetap

1. biaya perbaikan alat (reparasi)

Biaya reparasi =

=

= Rp. 37,57/jam 2. Biaya listrik

Motor listrik 2 HP, 2 HP = 1,492 KW

Biaya listrik = 1,492 KW x Rp. 275,00/KWH = Rp. 410,3/jam

3. Biaya operator

Biaya operator = Rp. 5000/jam Total biaya tidak tetap = Rp. 5447,87/jam


(65)

Biaya pokok =

=


(66)

Lampiran 7. Break Even Point

Berdasarkan persamaan persamaan (7) alat ini akan mencapai break even point

jika memenuhi persamaan:

N = ... (12)

Biaya tetap (F) = Rp. 1.653.600/tahun

Biaya tidak tetap (V) = Rp. 5447,87/jam (1jam = 54,56 Kg) = Rp. 99,85Kg

Penerimaan dari tiap produksi (R) = (20% x (BT + BTT)) + (BT + BTT) = Rp. 144,15/Kg

Penerimaan dari tiap Kg pemecahan kemiri adalah sebesar Rp. 144,15. Alat ini akan mencapai break event point jika alat telah memecah kemiri sebanyak:

N =

N =


(67)

Lampiran 8. Net Present Value (NPV)

Berdasarkan persamaan (8) nilai NPV alat ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

CIF – COF ≥ 0 ... (13)

Investasi : Rp. 5.200.000

Pendapatan : Rp. 11.757.911,88/tahun

Nilai akhir : Rp. 520.000

Pembiayaan : Rp. 8.144.484,92/tahun Bunga Bank sekarang : 12%

Bunga Bank coba-coba : 15%

Umur alat : 5 tahun

Cash in flow 12%

1. Pendapatan : Pendapatan x (P/A, 12%, 5) : Rp. 11.757.911,88 x 3,605 : Rp. 42.387.272,33

2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 12%, 5) : Rp. 520.000 x 0,5674 : Rp. 295.048


(68)

Jumlah CIF : Rp 42.682.320,33 Cash out flow12%

1. investasi : Rp. 5.200.000

2. pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 12%, 5) : Rp 8.144.484,92 x 3,605 : Rp. 29.360.868,14 Jumlah COF : Rp. 34.560.868,14

NPV 12% = CIF – COF

= Rp 42.682.320,33 - Rp. 34.560.868,14 = Rp. 8.121.452,19

Cash in flow 15%

1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 15%, 5) : Rp. 11.757.911 x 3,3521 : Rp. 39.413.696,41

2. Nilai Akhir : nilai akhir x (P/F, 15%, 5) : Rp. 520.000 x 0,4972 : Rp. 258.544


(69)

Cash out flow 15%

1. Investasi : Rp. 5.200.000

2. Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 12%, 5) : Rp. 8.144.484,92 x 3,3521 : Rp. 27,301,127.90

Jumlah COF : Rp. 32,501,127.90

NPV 15% = CIF – COF

= Rp. 39.672.240,41 - Rp. 27,301,127.90 = Rp. 7,171,112.51

Jadi besarnya NPV 12% adalah Rp. 8.121.452,19 dan nilai NPV 15% adalah Rp. 7,171,112.51. jadi, nilai NPVdari alat ini ≥ 0 maka usaha ini layak untuk dijalankan.


(70)

Lampiran 9. Internal Rate of Return (IRR)

IRR = i1 – (i2 – i1)

IRR = 12% - (15% - 12%)


(71)

Lampiran 10. Prinsip Kerja Alat Pemecah Kemiri dengan Sistem Ripple Mill

Alat pemecah kemiri dengan sistem ripple millini bekerja dengan prinsip pemecahan cangkang kemiri akibat gesekan antara biji kemiri dengan stator yang diputar oleh rotor. Setelah alat dipastikan dalam keadaan siap dipakai, kemudian motor listrik yang menjadi sumber tenaga dihidupkan yang akan memutar rotor. Bahan baku kemiri dimasukkan melalui hopper (saluran pemasukan) dan masuk kedalam lubang rotor dan akan dipecah oleh stator akibat gesekan antara cangkang kemiri dengan stator. Proses ini terjadi akibat putaran rotor yang menggesek kemiri dengan stator.


(72)

Lampiran 11. Syarat mutu kemiri berdasarkan SNI Kemiri

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Minyak, b/b % >60

2 Air, b/b % <5

3 Bilangan Asam, b/b % <5

4 Benda Asing, b/b % 0

5 Kemiri Cacat/rusak, busuk, b/b % <5 6 Kemiri Pecah % <5


(73)

Lampiran 12. Spesifikasi Alat

1. Kapasitas mesin : 54,56 Kg/ Jam 2. Tinggi mesin : 98 cm

3. Lebar mesin : 45,5 cm 4. Tenaga penggerak : Motor listrik 5. Tenaga output : 2 HP

6. RPM : 1440 rpm

7. Tipe : Sistem Ripple Mill/ Gesek 8. Designer : Gokhan Togatorop


(74)

Lampiran 13. Gambar alat pemecah kemiri sistem riiple mill

Gambar alat tampak depan


(75)

Gambar alat tampak samping kanan


(76)

Gambar alat tampak atas


(77)

Gambar inti utuh


(78)

Gambar inti hancur


(1)

Lampiran 12. Spesifikasi Alat

1. Kapasitas mesin : 54,56 Kg/ Jam

2. Tinggi mesin : 98 cm

3. Lebar mesin : 45,5 cm

4. Tenaga penggerak : Motor listrik

5. Tenaga output : 2 HP

6. RPM : 1440 rpm

7. Tipe : Sistem Ripple Mill/ Gesek


(2)

Lampiran 13. Gambar alat pemecah kemiri sistem riiple mill


(3)

Gambar alat tampak samping kanan


(4)

Gambar alat tampak atas


(5)

Gambar inti utuh


(6)

Gambar inti hancur