Pengaruh Berat Arang Cangkang Kemiri (Aleurites Moluccana) Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Mutu Karet

(1)

PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG KEMIRI

(Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP

MUTU KARET

SKRIPSI

JANUARMAN SINAGA

070822012

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG KEMIRI

(Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU KARET

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JANUARMAN SINAGA 070822012

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG

KEMIRI (Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU KARET

Kategori : SKRIPSI

Nama : JANUARMAN SINAGA

Nomor Induk Mahasiswa : 070822012

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di : Medan, Maret 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dra. Yugia Muis, M.Si Dr. Marpongahtun, M.Sc NIP. 195310271980032003 NIP. 196111151988032002

Diketahui/Disetujui oleh : Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan Nst, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG KEMIRI

(Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU KARET

SKRIPSI

Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.

Medan, Maret 2010

JANUARMAN SINAGA 070822012


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahhirrahmanirrahim

Alhamdulillahi-rabbil’alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua serta salawat beriring salam kita ucapkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada program S-1 Kimia Ekstensi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dorongan, bantuan dan petunjuk dari semua pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada :

1. Kedua orang tua saya (alm) yang telah membesarkan saya, serta Abang dan Kakak-kakak yang telah banyak memberikan dorongan baik moral maupun material.

2. Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc., selaku dosen pembimbing 1 yang telah dengan sabar dan teliti membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Yugia Muis, M.Si, selaku dosen pembimbing 2 yang telah dengan sabar dan teliti membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Pimpinan PT. Hadi Baru dan Ibu Sukawati selaku kepala Laboratorium PT. Hadi Baru yang telah banyak membimbing pada saat penulis melaksanakan penelitian.

5. Bapak Dr. Eddy Marlinto, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

6. Ibu DR. Rumondang Bulan Nasution, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang M.S, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

7. Semua dosen dan pegawai Departemen Kimia FMIPA USU, dan rekan-rekan kuliah, khususnya Yufandi, Irma, Daniel, Sholy, Siti Soriani, Dwiva, Nora, Mila, Elfrida, Icha, Riri, Indah, Evi dan Herbet Erikson.

Penulis memanjatkan Do’a kehadirat Allah SWT, semoga amal kebaikan mereka diberikan balasan yang setimpal , Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Maret 2010 Penulis


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan arang cangkang kemiri (aleurites moluccana) sebagai bahan pengisi lateks kebun dengan penambahan variasi berat arang cangkang kemiri 18 gram, 19 gram, 20 gram, 21 gram dan 22 gram (b/v karet) dengan asam asetat sebagai bahan penggumpal. Sebagai kontrol digunakan lateks yang digumpalkan dengan asam asetat tanpa menambah bahan pengisi. Karet kering dari hasil penggumpalan selanjutnya dilakukan pengujian mutu karet berupa Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney (VM), dan Kadar Abu. Dari hasil penelitian menunjukkan variasi berat arang cangkang kemiri (aleurites moluccana) 18 : 500 (b/v karet) memiliki nilai Plastisitas Awal (Po) 53, Plastisitas Retensi Indeks (PRI) 86.8 %, Viskositas Mooney 73 dan Kadar Abu 0,47%, serta sifat fisik yang dihasilkan menurut Standar Indonesia Rubber SIR-5-1990.


(7)

THE INFLUENCE OF ADDING CHARCOAL CANDLENUTS SHELL (Aleurites moluccana) WEIGHT AS FILLERS TO RUBBER QUALITY

ABSTRACT

The research about on using charcoal candlenuts shell (aleurites moluccana) as fillers on latex of estate with added the variety weight of charcoal candlenuts shell 18 gram; 19 gram; 20 gram ; 21 gram and 22 gram (b/v rubber) with acetid acid as coagulant and a controlled has used latex which coagulated with acetid acid without added filler. The result of next coagulated have been done by tested the quality of rubber such as early Plasticity (Po), Index of Plasticity Retention (PRI), Mooney viscosity and content as ashes. A previous study indicated that the variety weight on charcoal candlenuts shell (aleurites moluccana) have value of early Plasticity (Po) is 53, Plasticity Retention Index (PRI) is 86.8 %, Mooney viscosity is 73 and ash content is 0.47 %, along with physical characteristic which produces according to Indonesian Rubber Standard (SIR-5-1990).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Penghargaan v

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

1.6. Metodologi Penelitian 5

1.7. Lokasi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1. Lateks 7 2.2. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis 8

2.3. Jenis-Jenis Karet Alam 9

2.4. Struktur Kimia Karet 11

2.5. Sifat-Sifat Karet Alam 12

2.6. Komponen-Komponen yang Mempengaruhi Sifat Lateks 13 2.7. Sistem Koloid Lateks 14

2.8. Penggumpalan Lateks 14

2.8.1. Asam Asetat 16 2.9. Bahan Pengisi (Filler) 16

2.9.1. Kemiri (Aleurites moluccana) 19 2.9.2. Kegunaan kemiri 23

2.10. Pengujian Mutu Lateks 23

2.10.1. Plastisitas 23 2.10.2. Viskositas Mooney 26

2.10.3. Kadar Abu 26 BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 28

3.1. Alat-Alat yang Digunakan 28

3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan 28

3.3. Metode Penelitian 29

3.3.1. Parameter Penelitian 29 3.3.2. Rancangan Penelitian 29


(9)

3.4. Prosedur Kerja 29 3.4.1. Pembuatan arang dari cangkang kemiri 29

3.4.2. Asam asetat sebagai penggumpal lateks tanpa bahan pengisi arang cangkang kemiri 29 3.4.3. Asam asetat sebagai penggumpal lateks dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri 30

3.5. Pengujian Mutu Karet 31

3.5.1. Penetapan nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi

Indeks (PRI) 31

3.5.2. Penetapan Viskositas Mooney 32

3.5.3. Penetapan Kadar Abu 33

3.6. Analisa Data 33

3.6.1. Analisa Varians 34

3.6.2. Uji Hipotesa 35

3.7. Skema Pengambilan Data 37

3.7.1. Pembuatan arang dari cangkang kemiri ukuran 80 mesh 37 3.7.2. Asam asetat sebagai penggumpal lateks tanpa bahan pengisi

arang cangkang kemiri 38

3.7.3. Asam asetat sebagai penggumpal lateks dengan bahan pengisi

arang cangkang kemiri 39

3.7.4. Pengujian Mutu 40

3.7.4.1. Penetapan Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi

Indeks (PRI) 40

3.7.4.2. Penetapan Viskositas Mooney Karet 41 3.7.4.3. Penetapan Kadar Abu Karet 42

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 43

4.1. Hasil 43

4.2. Pembahasan 45

4.2.1. Pengaruh variasi berat arang cangkang kemiri terhadap nilai

Plastisitas Awal (Po) 45

4.2.2. Pengaruh variasi berat arang cangkang kemiri terhadap nilai

Plastisitas Retensi Indeks (PRI) 46 4.2.3. Pengaruh variasi berat arang cangkang kemiri terhadap nilai

Viskositas Mooney (VM) 48

4.2.4. Pengaruh variasi berat arang cangkang kemiri terhadap nilai

Kadar Abu 49

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 50

5.1. Kesimpulan 50

5.2. Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar 7

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif 17

Tabel 4.1. Nilai plastisitas awal dan plastisitas retensi indeks karet dengan

pengisi arang cangkang kemiri 42

Tabel 4.2. Nilai kadar abu karet dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri 43 Tabel 4.3. Nilai rata-rata Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar abu 44 Tabel 3 Standard Indonesian Rubber (SIR) sesuai dengan SK Menteri

Perdagangan No. 184/Kp/VI/88, 1990 55 Tabel 4 Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang

kemiri terhadap Plastisitas Awal (Po) 56 Tabel 5 Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang kemiri terhadap nilai Plastisitas Retensi Indeks (PRI) 56 Tabel 6 Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang

kemiri terhadap nilai Viskositas Mooney (VM) 56 Tabel 7 Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur isomer karet 11

Gambar 4.1. Grafik hubungan nilai Plastisitas Awal (Po) terhadap berat

arang cangkang kemiri (b/v karet) 44 Gambar 4.2. Grafik hubungan nilai Plastisitas Retensi Indeks (PRI) terhadap

berat arang cangkang kemiri(b/v karet) 45 Gambar 4.3. Grafik hubungan nilai Viskositas Mooney terhadap berat arang

cangkang kemiri (b/v karet) 46 Gambar 4.4. Grafik hubungan nilai Kadar Abu terhadap berat arang cangkang

kemiri (b/v karet) 47

Gambar 5 Gilingan Laboratorium/ Lab. Mill 57

Gambar 6 Plastimeter 57

Gambar 7 Viskositas Mooney 58


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan arang cangkang kemiri (aleurites moluccana) sebagai bahan pengisi lateks kebun dengan penambahan variasi berat arang cangkang kemiri 18 gram, 19 gram, 20 gram, 21 gram dan 22 gram (b/v karet) dengan asam asetat sebagai bahan penggumpal. Sebagai kontrol digunakan lateks yang digumpalkan dengan asam asetat tanpa menambah bahan pengisi. Karet kering dari hasil penggumpalan selanjutnya dilakukan pengujian mutu karet berupa Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney (VM), dan Kadar Abu. Dari hasil penelitian menunjukkan variasi berat arang cangkang kemiri (aleurites moluccana) 18 : 500 (b/v karet) memiliki nilai Plastisitas Awal (Po) 53, Plastisitas Retensi Indeks (PRI) 86.8 %, Viskositas Mooney 73 dan Kadar Abu 0,47%, serta sifat fisik yang dihasilkan menurut Standar Indonesia Rubber SIR-5-1990.


(13)

THE INFLUENCE OF ADDING CHARCOAL CANDLENUTS SHELL (Aleurites moluccana) WEIGHT AS FILLERS TO RUBBER QUALITY

ABSTRACT

The research about on using charcoal candlenuts shell (aleurites moluccana) as fillers on latex of estate with added the variety weight of charcoal candlenuts shell 18 gram; 19 gram; 20 gram ; 21 gram and 22 gram (b/v rubber) with acetid acid as coagulant and a controlled has used latex which coagulated with acetid acid without added filler. The result of next coagulated have been done by tested the quality of rubber such as early Plasticity (Po), Index of Plasticity Retention (PRI), Mooney viscosity and content as ashes. A previous study indicated that the variety weight on charcoal candlenuts shell (aleurites moluccana) have value of early Plasticity (Po) is 53, Plasticity Retention Index (PRI) is 86.8 %, Mooney viscosity is 73 and ash content is 0.47 %, along with physical characteristic which produces according to Indonesian Rubber Standard (SIR-5-1990).


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah industri karet berawal sejak tahun 1493 dengan penemuan karet asli oleh Christoper Columbus. Karet terkenal pada tahun 1840 dimana Hancock dan Goodyear menemukan proses pemvulkanisasi. Pada tahun 1900-an, keperluan karet meningkat dengan meningkatnya penggunaan bahan karet dalam otomotif. Didalam industri karet, pencampuran dan vulkanisasi karet mentah dalam bidang material yang sesuai untuk aplikasi dalam berbagai penggunaannya didalam lingkungan yang berbeda (Hofman, 1967).

Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8)n yang mempunyai bobot yang

besar, dengan susunan molekul –CH-C(CH3)=CH-CH2-. Karet jenis ini memiliki

ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas polyisoprene. Lebih dari 90% cis-1,4 polyisoprene digunakan dalam industri karet hevea (Tarachiwin et al, 2005).

Penggumpalan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam formiat atau asam asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terjadinya koagulasi disebabkan penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5 agar terjadi koagulasi, pH harus diturunkan sampai mendekati pH 4,7 (Setiamidjaja, 1993).

Karet alam sendiri tidak memiliki regangan, kekerasan dan modulus yang sesuai dengan keperluan pabrik karet. Maka diperlukan untuk menambahkan material,


(15)

yang bertujuan untuk meningkatkan karakteristik pada tingkatan yang diinginkan (Studebaker, 1957).

Salah satu material yang digunakan di dalam pencampuran karet alam adalah bahan pengisi. Bahan pengisi ini membantu di dalam mencapai karakteristik yang diinginkan dan merupakan material paling besar kedua dalam hal kuantitas di dalam suatu campuran karet setelah karet itu sendiri (Brennan and Jermyn, 1965).

Partikel pengisi karbon black, kalsium karbonat dan tanah liat digunakan secara meluas sebagai bahan pengisi di dalam industri karet. Kalsium karbonat adalah bahan yang paling diminati pada tahun terakhir karena ketersediaannya dan biaya pengolahannya rendah (Danneberg, 1981).

Bahan pengisi dan pigmen digunakan untuk memperkuat karet dengan tujuan mengurangi biaya produksi, pewarnaan, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemerosesan. Umumnya penguatan karet, merupakan bidang yang penting dalam teknologi pemerosesan karet. Dimana penguatan karet dapat meningkatkan satu atau lebih sifat elastomer, yang bertujuan untuk kesesuaian terhadap kegunaannya (Morton,1987).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengunaan bahan pengisi dapat menguatkan elastomer. Hal ini karena pengaruh bahan pengisi dapat meningkatkan banyaknya rantai, yang mana membagi bersama suatu pemutusan pada rantai polimer (Flemimert, 1957).

Dewasa ini, penelitian yang melibatkan senyawa organik-anorganik nanometer komposit menarik perhatian banyak peneliti. Penelitian terkait tentang hal ini dilakukan pertama sekali oleh tim riset dari Toyota (Usuki et al,1993) yang melalukan analisis tentang nano dekomposit dari polyamide 6 dengan organophilic clay. Hasil penelitian mereka menunjukkan peningkatan dalam hal sifat mekanik dan sifat produk jika dibandingkan dengan polyamide 6 dalam bentuk murninya.


(16)

Pocut Nurul (2007), analisis tentang sintesa dan karakteristik sifat mekanik karet alam dengan penambahan tanah liat nanokomposit. Hasil yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan yang drastis terhadap basal spacing dari matrik polimer dan menunjukkan intercalasi diantara polimer dengan pengisinya.

Nurul kamal (2005), menggunakan kaolin dan silika komersil sebagai bahan pengisi karet alam (SMR L) dan karet alam terperoksida (ENR 50), diperoleh hasil SMR L dengan menggunakan pengisi kaolin lebih baik sifat-sifat mekaniknya tetapi sifat kematangannya lebih lama dibandingkan dengan ENR 50 dengan pengisi kaolin. Dengan perlakuan yang sama SMR L dengan bahan pengisi silika, mempunyai sifat mekanik dan kematangannya lebih baik dari pada SMR L dengan pengisi kaolin.

Pemanfaatan karbon serat kelapa dan karbon black sebagai bahan pengisi, menunjukkan bahwa karbon black lebih baik dari pada karbon serat kelapa, hal ini ditinjau dari nilai viskositas mooney, ketahanan panas dan luas permukaan (Egwaikhide, A.P., 2008).

Ramayana (2006), telah meneliti pengaruh konsentrasi arang kulit buah kopi terhadap sifat mekanik kompon karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat mekaniknya menurun sehingga menurunkan kualitas sol sepatu. Rudi Munzirwan Siregar (2004), menggunakan arang tempurung kelapa sebagai bahan pengisi dengan asam asetat dan asam formiat sebagai bahan penggumpal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam asetat lebih baik digunakan sebagai bahan penggumpal lateks dibandingkan dengan asam formiat karena nilai rata-rata Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney (VM) dan Kadar Abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggumpal asam formiat.

Di beberapa daerah cangkang kemiri sering digunakan sebagai arang aktif. Arang ini juga baik digunakan sebagai abu gosok dan bahan obat nyamuk. Cangkang kemiri yang telah lama terpendam di tanah dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk N, P dan K (Paimin, F.R, 1997). Adapun komposisi arang cangkang kemiri yaitu kadar air 5,34 %, volatil 8,73 %, abu 9,56 % dan karbon 76,31 % (Tambunan, 2007). Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian dengan memanfaatkan


(17)

arang cangkang kemiri sebagai bahan pengisi dengan bahan penggumpal asam asetat diharapkan dapat menghasilkan mutu karet yang lebih baik.

1.2. Permasalahan

Apakah arang cangkang kemiri yang digunakan sebagai bahan pengisi lateks dapat menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR (Standar Indonesia Rubber)

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi pada :

1. Bahan pengisi yang digunakan adalah arang cangkang kemiri dengan ukuran 80 mesh dengan variasi berat 18 gram, 19 gram, 20 gram, 21 gram dan 22 gram 2. Lateks yang digunakan berasal dari Pusat Penelitian Sei Putih

3. Koagulum hasil penggumpalan digiling dengan creper sembilan kali, kemudian dikeringkan selama 7 hari sehingga menghasilkan karet kering

4. Parameter pengujian mutu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan arang cangkang kemiri terhadap mutu karet.

2. Untuk menghasilkan mutu SIR (Standar Indonesia Rubber) dari lateks yang digumpalkan dengan asam asetat dengan arang cangkang kemiri sebagai bahan pengisi.


(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penggunaan arang cangkang kemiri sebagai bahan pengisi lateks sehingga menghasilkan mutu karet yang lebih baik dan memenuhi Standar Indonesia Rubber (SIR) serta dapat digunakan dalam industri karet.

1.6. Metodologi penelitian

Metodelogi penelitian yang digunakan adalah : a. Populasi

Menggunakan lateks yang diperoleh dari Perkebunan Pusat Penelitian Sei Putih Galang, Sumatera Utara sebagai populasi yang bersifat homogen dan arang cangkang kemiri dengan pengambilan sampel secara acak lengkap kelompok.

b. Variabel

1. Variabel bebas

Variasi berat arang cangkang kemiri yang ditambahkan 18 gram,19 gram, 20 gram, 21 gram dan 22 gram.

2.Variabel tetap

Volume lateks yang digunakan 500 ml, ukuran partikel arang cangkang kemiri 80 mesh, volume asam asetat 10 ml dengan kosentrasi 2,5 %, jumlah gilingan lateks basah 9 kali, jumlah gilingan lateks kering 6 kali, lama pengeringan 7 hari pada suhu kamar.

3.Variabel terikat

Untuk setiap variabel tersebut diamati sifat-sifat fisika yang meliputi plastisitas awal, plastisitas retensi indeks, viskositas mooney dan kadar abu.

c. Pengambilan data

Penelitian ini adalah penelitian faktorial dengan enam level koagulum yang terbentuk dan empat adalah uji karet. Pengambilan data dari sifat fisika terhadap uji karet adalah :


(19)

1. Penentuan plastisitas awal dan plastisitas retensi indeks dengan plastimeter 2. Penentuan viskositas mooney dengan mooney viskosimeter

3. Penentuan kadar abu

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians dengan taraf signifikasi 5 % d. Replikasi setiap proses dilakukan pengulangan sebanyak dua kali untuk

masing-masing sampel.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika dan Kimia Polimer, FMIPA Universitas Sumatera Utara (USU), Medan dan Laboratorium PT. Hadi Baru, Jl. Medan-Binjai Km 16,75 Diski, Sumatera Utara.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lateks

Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, iklim, sistem deres, dan kondisi tanah (Southron, 1968).

Karet merupakan bahan polimer yang elastis dan sangat berguna dalam menghasilkan berbagai macam produk seperti kasur karet, bahan-bahan otomotif, bahan-bahan rumah tangga dan sebagainya. Sebelum produk ini dapat dihasilkan, karet mentah yang digunakan perlu diproses mengikuti prosedur tertentu agar karet mempunyai bentuk fisik dan sifat-sifat yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan ( Spilane, 1989).

Lateks sebagai bahan baku barang jadi karet, harus memiliki kualitas yang baik. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah: 1. Faktor kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain)

2. Iklim (musim dingin mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil).

3. Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium dan baja tahan karat).

4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak dan jangka waktu) 5. Kualitas air dalam pengolahan


(21)

Bila kadar air tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanan dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi dan lazim disertai dengan timbulnya bintik-bintik warna dipermukaan lembaran. Bintik-bintik ini akan merusak kualitas dan menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam perdagangan (Setyamidjaja, 1993).

Selain faktor diatas lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh

2. Tidak terdapat kotoran atau benda lain seperti daun atau kayu 3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks 4. Warna putih dan berbau lateks segar

5. Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun bermutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%

(Penebar swadaya, 1992).

Komposisi lateks segar secara garis besar dipaparkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi Lateks Segar

Komponen Persentase (%)

Kandungan karet 35.62

Resin 1.65 Protein 2.03

Kadar abu 0.70

Zat gula 0.34

Air 59.62 (Sumber Setyamidjaja, 1993).

2.2. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah lateks sintetis, tetapi sesungguhya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh


(22)

karet sintetis. Karet alam mempunyai kelebihan dibandingkan dengan karet sintetis diantaranya adalah :

1. Memiliki daya elastis dan daya lenting yang sempurna

2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Mempunyai daya aus yang tinggi

4. Tidak mudah panas (low heat built up)

5. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (goove cracking resistance)

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya cenderung bisa dipertahankan tetap stabil. Pengiriman atau suplai karet sintetis dalam jumlah lebih jarang mengalami kesulitan. Hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam. Harga dan pasokan karet alam selalu mengalami perubahan, bahkan kadang-kadang bergejolak. Harga bisa turun drastis sehingga bisa merusak harga pasaran dan merisaukan para produsennya. Kadang-kadang karena suatu sebab seperti keluarnya peraturan pemerintah di negara produsen yang menginginkan kondisi tertentu terhadap industri karet dalam negerinya, maka akan mempengaruhi pasaran internasional. Suatu kebijaksanaan politik misalnya dari pihak pengusaha maupun pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap usaha perkaretan alam secara luas.

Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun bisnisnya, akan tetapi menurut beberapa ahli, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam (Penebar Swadaya, 1999).

2.3. Jenis-Jenis Karet Alam

Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik


(23)

yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), EPDM (Ethil Propil Di Monomer), karet silikon, dan Urethane.

Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban. Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, crumb rubber, karet siap atau tyre rubber, dankaret reklim (Reclimed Rubber).

a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.

b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akan makin tinggi bila permukaannya makin seragam, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh.

c) Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisika-kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari perkebunan rakyat. Dikarenakan bahan bakunya kotor, maka proses pengolahan


(24)

dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.

d) Karet siap atau Tyre Rubber

Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa kelebihan dibandingkan karet konvensional. Ban atau produk-produk karet lain jika menggunakan tyre rubber sebagai bahan bakunya memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu jenis karet ini memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintetis.

e) Karet Reklim (Reclimed Rubber)

Karet reklim merupakan karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karet reklim biasanya digunakan sebagai bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan (mastication) dan pencampuran yang lebih cepat. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur ulang. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban  (Tim Penulis, 1999).

2.4. Struktur Kimia Karet

Karet alam umumnya diperoleh dari lateks yang berasal dari pohon Havea Braziliensis. Karet alam terdapat sebagai suspensi koloid dari berbagai partikel karet yang sangat kecil dalam cairan putih seperti susu disebut lateks. Masing-masing butir karet diselubungi oleh protein dan lipid. Karet alam yang umum dikenal adalah poli-cis-1,4-isopren (Suharto, 1993).


(25)

Poliisopren yang dikenal ada 2 jenis yakni: 1. Cis-1,4 poliisopren (karet alam)

2. Trans-1,4 poliisopren (gutta perca) (Fessenden, 1990). Struktur kedua isomer ini digambarkan sebagai berikut:

H3C H H3C CH2 n

C=C C=C

H2C CH2 n H2C H

Cis-1,4 poliisopren (karet alam) trans-1,4 poliisopren (gutta perca) Gambar 2.1. Struktur isomer karet

2.5. Sifat-Sifat Karet Alam

Warnanya agak kecoklatan, tembus cahaya atau setengah tembus cahaya dengan berat jenis 0,91-0,93 kg/l. Sifat mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonit. Temperatur penggunaan yang paling tinggi 99 0C, melunak pada suhu 130 0C dan terurai suhu 200 0C. Sifat isolasi listriknya berbeda karena perbandingan pencampuran aditif.

Namun demikian, karakteristik listrik pada frekwensi tinggi adalah jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang kenyal agak mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon. Karet alam digunakan secara luas untuk ban mobil, pengemas karet, penutup isolasi listrik, sol sepatu dan sebagainya (Kartowardoyo, 1980).

Sifat-sifat karet yang terpenting untuk menjamin mutunya adalah: 1. Viskositasnya harus rendah

2. Ketahanan oksidasi harus cukup tinggi


(26)

Pada pertemuan karet internasional di London tahun 1949, delegasi Perancis untuk pertama kalinya mengemukakan suatu cara baru bagi penggolongan mutu karet alam. Menurut cara ini karet alam dibedakan jenis mutunya atas dasar sifat keterolahan dan sifat pematangan (vulkanisasi) nya diketahui dengan menentukan viskositas Mooney karet alam mentah dengan ”Mooney-viscosimeter” (Kartowardoyo, 1980).

2.6. Komponen-Komponen yang Mempengaruhi Sifat Lateks

Komponen-komponen bukan karet didalam lateks sangat mempengaruhi sifat lateks, diantaranya ada yang berakibat bagus tetapi ada juga yang berakibat buruk terhadap lateks. Adapun komponen-komponen tersebut yaitu protein, karbohidrat dan ion-ion logam.

Protein

Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v) dan sekitar 20% dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan.

Karbohidrat

Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak. Asam lemak ini menurunkan kemantapan mekanik dan pH lateks. Jika pH berada pada titik isoeletrik maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan aktivitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium sulfit dan formaldehid.


(27)

Ion-ion Logam

Ion-ion logan seperti Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan muatan negatif dari partikel dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan, juga mengganggu kestabilan sistem koloid lateks tersebut (Zahara, 2005).

2.7. Sistem Koloid Lateks

Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Lapisan pelindung lipida, protein, dan lapisan sabun asam lemak tersebut bertindak sebagai pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang mantap. Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi, koagulasi maka hal ini menunjukkan bahwa stabilitas koloid lateks terganggu atau rusak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah sebagai berikut : 1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air

(serum) misalnya asosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel karet

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Ompusunggu, 1989).

2.8. Penggumpalan Lateks

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama


(28)

dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran-kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah.

Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (anti koagulan) untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi anti koagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dapat juga menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993).

Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya. Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau lipida menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan menambahkan alkohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang dapat menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988).

Adapun bahan-bahan pengumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat ( HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks,

harus diperhatikan hal-hal berikut :

1. Jumlah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 ml CH3COOH

2,5 % atau 20 ml HCOOH 2% tiap 1 liter lateks.

2. Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.


(29)

2.8.1. Asam Asetat

Asam asetat (CH3COOH) berbentuk cairan yang tidak berwarna dengan bau

yang menusuk. Zat ini korosif terhadap kulit manusia. CH3COOH dapat dibuat

dengan cara sintetis dan dengan cara fermentasi. Secara fermentasi asam asetat dapat dibuat melalui proses pengubahan karbohidrat atau bahan-bahan yang mengandung gula dengan bantuan mikroba (Zahara, 2005).

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk

CH3COOH atau CH3CO2H. Asam asetat murni (asam asetat glasial) adalah cairan

higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Asam asetat adalah senyawa kimia dengan rumus molekul CH3COOH, berupa cairan jernih tidak

berwarna, berbau tajam, dan berasa asam. Bahan kimia ini memiliki titik didih sekitar 117,9 C pada tekanan 1 atm, dan pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan korosif pada berbagai jenis logam.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam formiat. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan

pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daurulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Wagner,1978).

2.9. Bahan Pengisi (Filler)


(30)

mengurangi biaya. Bahan pengisi dapat digunakan sebagai penguat, perbaikan temperatur deformasi termal, pelindung, ketahanan cuaca dan perbaikan sifat pencetakan (Surdia, 1992).

Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet.

1. Bahan pengisi yang tidak aktif, hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena harga ini berharga murah. Contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat dan barit.

2. Bahan pengisi aktif atau penguat, untuk menambah kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Contohnya karbon hitam, silika, aluminium silikat dan magnesium silikat.

(Tim penulis, 1992).

Tanah liat adalah salah satu bahan pengisi non arang yang sering dipakai sebagai bahan pengisi pada industri karet. Tanah liat adalah mineral murah dan telah menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa karet alami maupun karet sintetis. Ada banyak jenis tanah liat, tapi montmorillonite mempuyai catatan panjang sebagai bahan anorganik paling penting yang ditambahkan sebagai bahan pengisi ke dalam lateks alami (Frounchi et al, 2006; Dong et al, 2006).

Arang merupakan suatu padatan berpori yang terdiri dari karbon yang berbentuk amorf. Karbon amorf meliputi sejumlah besar senyawa yang bagian terbesarnya adalah karbon, termasuk didalamnya arang, arang aktif dan karbon black. Arang diperoleh dari hasil pembakaran bahan-bahan yang mengandung karbon dengan udara terbatas pada suhu tinggi. Arang bukan merupakan karbon murni tapi masih mengandung hidrokarbon dari abu yang terabsorpsi pada permukaannya. Besarnya kandungan karbon yang terdapat dalam arang tergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya. Arang yang bermutu baik biasanya mengandung 75 % atau lebih karbon dengan kandungan hidrokarbon tidak lebih dari 28 % (Ganda Tua, 2004).


(31)

Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan menyerupai batu bara ini terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Arang gas adalah suatu bentuk dari karbon yang tidak berbentuk dan mempunyai area permukaan yang tinggi dibandingkan dengan volumenya. Arang digunakan sebagai suatu pigmen dan penguat dalam karet dan produk plastik.

Arang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Arang atau kayu dibakar di dalam generator gas kayu untuk menggerakan mobil dan bus. Di Perancis pada saat Perang Dunia II, produksi kayu dan arang untuk kendaraan bermotor meningkat dari 50.000 ton sebelum perang menjadi 500.000 ton pada tahun 1943 (Chris Pearson, 1944).

Adapun proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:

1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C.

2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275°C,

dekomposisi menghasilkan “ter”, metanol dan hasil samping lainnya. pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 0C.

3. Aktifasi : dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.

Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul – molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Menurut SII No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum


(32)

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif

Jenis Persyaratan

Bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC Maksimum 15%

Air Maksimum 10%

Abu Maksimum 2,5%

Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata

Daya serap terhadap larutan I Minimum 20%

Ada dua macam tipe karbon aktif yaitu : 1. Arang aktif sebagai pemucat

Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai 1000 A0 yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat – zat penganggu dan kegunaan yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh dari serbuk – serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.

2. Arang aktif sebagai bahan penyerap uap

Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 A0. Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau katalis pada pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras.

Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif untuk masing- masing tipe, pernyataan diatas bukan merupakan suatu keharusan.

2.9.1 Kemiri (Aleurites moluccana)

Kemiri (Aleurites moluccana), adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan antar negara dikenal sebagai


(33)

candleberry, Indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat dan dikenal sebagai tung oil.

Tanaman ini sekarang sudah tersebar luas di daerah-daerah tropis. Tinggi tanaman ini mencapai sekitar 15-25 meter. Daunnya berwarna hijau pucat. Biji yang terdapat di dalamnya memiliki lapisan pelindung yang sangat keras dan mengandung minyak yang cukup banyak, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lilin. Kemiri adalah tumbuhan resmi negara bagian Hawaii (http://www.sallys-place.com/food/cuisines/indonesia.htm).

Kemiri dalam bahasa Inggris disebut Candlenut banyak tumbuh di daerah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi dan Sumatera. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian produksi kemiri Nasional terus meningkat dari 74317 ton pada tahun 2000 menjadi 89155 ton pada tahun 2003. Kemiri mempunyai dua lapis kulit yaitu kulit buah dan cangkang, dari setiap kilogam biji kemiri akan dihasilkan 30% inti dan 70% cangkang (Amstrong, 2006).

Jenis-jenis kemiri yang tersebar di dunia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Aleurites Moluccana Willd

Jenis kemiri ini tersebar luas di berbagai daerah tropis dan sub tropis. Kabarnya, tanaman ini merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Maluku. Itulah sebabnyan memakai spesies moluccana. Meskipun begitu, banyak ahli yang tidak sependapat. Menurut mereka, Aleurites moluccana berasal dari Semenanjung Malaka. Tanaman Aleurites moluccana dapat mencapai tinggi 39 m dengan diameter batang 110 cm. Tanaman ini tumbuh liar di pinggir hutan atau telah dibudidayakan. Di Jawa, tanaman kemiri ini pernah ditanam sebagai tanaman reboisasi untuk menutupi bukit-bukit berpasir. Buah kemiri ini banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Minyak berkualitas cukup baik dan mempunyai nilai ekonomi tinggi di pasaran. Di Philipina minyak tersebut dikenal sebagai lumbang oil.


(34)

2. Aleurites trisperma Blanco

Tanaman ini tumbuh pada tanah yang agak bergelombang di dataran menengah dapat tumbuh di daerah yang kurang subur tanahnya. Kemiri Aleurites trisperma yang berasal dari Philipina dan dikenal dengan nama lumbang banucalag dulu pernah ditanam di daerah Karawaci dan Cilongol (Tanggerang), tetapi tidak berkembang. Sekarang kemiri ini, yang di Jawa Barat dinamakan kemiri cina atau muncang cina, tumbuh tersebar di Karawang, Tanggerang, Cianjur, Jasinga, dan di daerah sekitarnya. Tanaman Aleurites trisperma mencapai tinggi sekitar 15 m, bertajuk penuh dan berdaun hijau tua. Kemiri ini dapat berbuah mulai umur 8 tahun, walaupun dalam jumlah sedikit. Buahnya apabila dikeringkan begitu saja, akan menjadi keriput. Tempurungnya mudah dipisahkan dari daging bijinya bila dipecah. Apabila dagingnya dimakan mulut terasa terbakar, diikuti tenggorokan dan perut, sehingga menyebabkan muntah-muntah. Dari daging bijinya yang beracun dapat dihasilkan sekitar 56% minyak pakal. Karena kulit bijinya tipis maka biji tersebut harus cepat diolah agar rendemen minyaknya tidak berkurang. Kualitas minyak ini kurang begitu baik karena tidak tahan disimpan. Jika disimpan lama, warna minyaknya menjadi merah gelap dan akan berbau busuk, serta terasa perih dan menyebabkan luka bila kena kulit. Oleh karena itu, meski berkhasiat sebagai racun serangga, minyak kemiri jenis ini kurang diminati.

3. Aleurites Fordii Hemsley

Kemiri ini berasal dari Cina Tengah dan tersebar paling luas di perbukitan dekat sungai Yangtze di Propinsi Hupeh. Di daerah asalnya kemiri ditanam di pekarangan, daerah perbukitan, serta lereng-lereng gunung yang tidak menguntungkan untuk tanaman lain. Jenis ini juga merupakan jenis yang paling banyak ditanam di Cina (90% dari seluruh tanaman kemiri Cina) karena minyaknya yang bermutu tinggi. Selain di Cina, jenis ini banyak pula ditanam di Florida, USA. Namun, sayangnya tanaman ini tidak dapat dibudidayakan di dataran rendah. Tinggi tanaman kemiri jenis ini lebih dari 10 m. Habitatnya seperti semak dengan daun duduk, berbentuk hati, dan berwarna kemerahan. Pada ujung tangkai daun terdapat kelenjar. Buah kemiri ini berbentuk bulat, mengkilap. Minyak kemiri dari jenis ini merupakan minyak kemiri yang berkualitas paling baik dibandingkan dengan minyak kemiri lainnya. Oleh karena itu, minyak ini laku keras di pasaran.


(35)

Sebutannya minyak tung (tung oil), chinese houtolie, atau minyak kayu cina. Minyak tung ini tahan terhadap cuaca dan air dengan kualitas sangat tinggi serta mengandung asam elaeostearik yang tinggi (76-82 %)

4. Aleurites Montana Wilson

Kemiri Aleurites Montana tumbuh di daerah subtropis dan diduga berasal dari Cina Selatan dan Inducina. Tanaman ini bisa mencapai tinggi 18 m, berbatang kurus dengan percabangan teratur, daunnya berkeluk, tajuk daun putih dengan tulang daun yang kelihatan jelas dan memmpunyai 3-5 tangkai daun yang mengandung kelenjar. Dari hasil pengamatan Balittro di Kebun Percobaan Cibinong diketahui bahwa kemiri jenis ini telah mulai berbuah pada umur 2 tahun. Pada umur 4 tahun produksinya sudah mencapai lebih dari 10 kg perpohon. Minyak dari tanaman ini juga berkualitas baik karena mengandung asam elaeostearik sebesar 70-78 % (mirip minyak tung). Oleh karena itu, dalam perdagangannya, kedua minyak ini tidak dibedakan. Minyak ini juga disebut chinese houtolie karena banyak dipakai sebagai pernis (pengilapan kayu). Minyak kayu cina pada suhu 250 0C akan berubah menjadi suatu gumpalan padat yang tidak larut sehingga sulit dipalsukan. 5. Aleurites Cordata Robert.

Tanaman ini berasal dari Jepang, banyak tumbuh di pulau-pulau dekat Tokyo. Tanaman yang di Jepang disebut abura-giri ini tidak mempermasalahkan iklim tumbuhnya, tetapi hanya menghendaki tanah yang baik dan kaya unsur hara. Di Indonesia, tanaman ini dapat ditemui di Kebun Raya Bogor dan Cipanas. Di Kualalumpur jenis ini pernah dicoba ditanam, tetapi gagal. Minyaknya dikenal dengan tung oil. Minyak ini digunakan sebagai bahan bakar lampu dan digunakan dalam industri mesin. Selain itu, juga digunakan untuk mengawetkan kayu meskipun kualitasnya rendah karena hanya mengandung sedikit asam elaeostearik. Minyak ini kurang memiliki arti penting dalam perdagangan dunia karena cepat sekali mengental (Paimin, 1997).


(36)

2.9.2. Kegunaan kemiri

Kemiri memiliki kesamaan dalam rasa dan tekstur dengan macadamia yang juga memiliki kandungan minyak yang hampir sama. Kemiri sedikit beracun ketika mentah. Kemiri sering digunakan dalam masakan Indonesia dan masakan Malaysia. Di Pulau Jawa, kemiri juga dijadikan sebagai saus kental yang dimakan dengan sayuran dan nasi. Beberapa bagian dari tanaman ini sudah digunakan dalam obat-obatan tradisional di daerah-daerah pedalaman. Minyaknya digunakan sebagai bahan tambahan dalam perawatan rambut (untuk menyuburkan rambut). Bijinya dapat digunakan sebagai pencahar. Di Jepang, kulit kayunya telah digunakan untuk tumor.

Di Sumatera, bijinya dibakar dengan arang, lalu diolesi di sekitar pusar untuk menyembuhkan diare. Di Jawa, kulit batangnya digunakan untuk diare atau disentri. Di Hawai, pada masa kuno, kemiri yang dinamai kukui dibakar untuk menghasilkan cahaya. Kemiri disusun berbaris memanjang pada sebuah daun palem, dan dinyalakan salah satu ujungnya, dan akan terbakar satu demi satu setiap 15 menit atau lebih. Ini juga berguna sebagai alat pengukur waktu. Misalnya, seseorang bisa meminta orang lain untuk kembali ke rumah sebelum kemiri kedua habis terbakar.

Di Tonga, sampai sekarang, kemiri yang sudah matang (tuitui) dijadikan pasta (tukilamulamu), digunakan sebagai sabun dan shampoo. Kemiri juga dibakar dan dicampur dengan pasta dan garam untuk membuat bumbu masak khas Hawai yang disebut inamona. Inamona adalah bumbu masak utama untuk membuat poke tradisional Hawai (http://www.sallys-place.com/food/cuisines/indonesia.htm).

2.10. Pengujian Mutu Lateks

2.10.1.Plastisitas

Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisasi adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari pada


(37)

ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya bersifat mengukur konsistensi (ketahanan terhadap deformasi) (Kartowardoyo, 1980).

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung di uji tanpa perlakukan khusus sebelumnya. Akibat jika Po Rendah adalah :

 Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman dalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan nilai Po.

 Nilai Po rendah juga bisa disebabkan oleh pengeringan pada suhu terlalu tinggi (lebih dari 130 0C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang. Pemeraman dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.

 Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku, yaitu lateks kebun. Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai Po atau viskositas yang mungkin berbeda. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahan karet terhadap pengusangan (PRI)

Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksida pada suhu tinggi. Plastisitas retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimer. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu 1400C selama 30 menit). Akibat jika PRI rendah adalah :

 PRI menggambarkan ketahanan karet terhadap proses pengusangan. Proses penggumpalan yang tidak tepat, seperti menggunakan bahan penggumpal tawas, pupuk atau asam sulfat dapat mengakibatkan karet tidak tahan proses pengusangan karena panas dan cahaya.

 Koagulum yang diperoleh dari lateks encer (KKK rendah) cenderung menghasilkan crum rubber dengan PRI rendah, karena lateks encer menyebabkan semakin banyak bahan antioksidan alami tercuci dan terbuang.


(38)

(Cu, Mn, Fe, Ca) ke dalam bahan olah untuk produksi crumb rubber bisa mengakibatkan penurunan PRI.

 Hasil percobaan lain menunjukkan perlakuan penjemuran (sinar matahari), KKK, dosis amonia, lama predrying, jenis koagulan, garam oksida logam dan jumlah penggilingan dengan kreper berpengaruh nyata terhadap sifat pengusangan (PRI).

 Penjemuran di bawah sinar matahari selama 6 jam bagi lum yang masih basah tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai PRI crumb rubber yang dihasilkan. Tapi untuk lum yang telah kering, penjemuran dapat mengakibatkan nilai PRI menurun hingga hampir separuhnya.

 Semakin encer lateks kebun sebagai bahan olah maka semakin rendah Po maupun PRI crumb rubber yang diperoleh. Pada pengolahan crumb rubber dengan bahan olah koagulum, biasanya lateks kebun digumpalkan atau dibiarkan menggumpal secara alami tanpa pengenceran

 Penggunaan amonia sebagai pengawet lateks kebun dengan dosis semakin tinggi mengakibatkan nilai Po semakin tinggi, namun PRI crumb rubber yang diperoleh semakin rendah. Pada pengolahan crumb rubber berbahan olah lum lapangan, penggunaan amonia hampir tidak pernah dilakukan. Oksida logam seperti Cu, Fe dan Mn bersifat proksidan terhadap rantai molekul karet .  Perbaikan PRI dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia yang bersifat

dapat mencegah oksidasi selama proses pengeringan. Selain itu upaya perbaikan PRI dapat dilakukan melalui pencampuran dengan bahan olah bermutu baik. Beberapa jenis bahan olah memiliki nilai PRI yang cukup tinggi sehingga bisa dicampurkan dengan bahan olah lain agar mendapatkan crumb rubber dengan PRI yang memadai.

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor : 1. Karet dijemur dibawah sinar matahari

2. Karet dipanaskan terlalu tinggi

3. Karet terlalu banyak di giling atau direndam terlalu lama 4. Karet mengandung banyak kotoran


(39)

Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya (Walujono, 1970).

2.10.2.Viskositas Mooney (VM)

Viskositas Mooney karet alam (Heave Brasiliensi) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran rendah hingga menengah (0-400 dpl) dengan curah hujan 1500-2500 mm/tahun dan mampu hidup di lahan dengan keasaman tinggi (pH 4.0-4.5), pada tanah miskin hara.

Derajat pengikatan silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi sehingga akan meningkatkan nilai viskositas mooney karet alam. Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang disebabkan oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan sebagainya. Viskositas Mooney karet mentah dapat ditentukan dengan “Mooney Viscosimeter”. Menurut Baker dan Geensmith pada kompon murni karet alam laju matang, viskositas Wallace awal ( vicositas mooney) dan plastisitas retensi indeks dari karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisasi dari kompon murni tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan perpanjangan putus (Kartowardoyo, 1980).

2.10.3. Kadar Abu

Penentuan maksimal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah banyak. Dalam pengolahan karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium karbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian kurang bersih (Walujono, 1970).


(40)

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi.

Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum (Kartowardoyo, 1980).

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan. Penyebab kadar abu tinggi disebabkan karet banyak mengandung garam-garam oksida logam seperti kalsium, posfat, sulfat yang berasal dari kontaminan karet seperti kontaminasi oleh tanah, kaolin, penggunaan penggumpal tawas atau pupuk. Bahan olah mutu rendah yang biasa diperoleh dari penggumpalan lateks dengan penggumpal tawas atau pupuk dan bahan penggumpal lain seperti air aki dan dibarengi dengan penyimpanan ditempat yang kotor, berair atau perendaman biasanya mengandung kadar abu tinggi. Crumb rubber yang dihasilkan dari bahan olah mutu rendah biasanya menunjukkan nilai Po dan PRI yang rendah (Setyamidjaja, 1993).


(41)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat yang Digunakan

a. Blending Mill Parrel Brige/ Shanghai

b. Lab Mill Speed Reducer

c. Wallach Punch Speed Reducer

d. Plastimeter Wallace

e. Mooney Vicosimeter Sondas SPRI England

f. Cawan Platina -

g. Stopwatch Citizen

h. Pembakar Listrik Karl Kolb

i. Oven Salvis Gallenkamp

j. Muffle Furnace Barnstead Thermolyne

k. Desikator -

l. Neraca Analitis Mettler AE 160

m. Termometer -

n. Creper Guthrie

o. Pengaduk kaca -

3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan

a. Lateks Pusat Penelitian Sei Putih

b. Cangkang kemiri Pematang Siantar

c. Alumunium foil


(42)

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Parameter Penelitian

Dalam penelitian ini, parameter yang diukur adalah sifat fisika (Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Indeks, Viskositas Mooney dan Kadar Abu) dengan perbandingan berat cangkang kemiri dalam lateks 18:500, 19:500, 20:500, 21:500, 22:500 dan sebagai kontrol yang digunakan adalah 0 : 500 (b/v karet).

3.3.2. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan desain faktorial 6x4 model tetap dimana enam adalah koagulum yang digunakan dan empat adalah uji karet dengan perbandingan 18:500, 19:500, 20:500, 21:500, 22:500 (b/v karet).

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Pembuatan arang dari cangkang kemiri

1. Sebanyak 500 gram cangkang kemiri dibersihkan, dijemur di bawah sinar matahari, lalu dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil

2. Diovenkan selama 3 jam pada suhu 100-105 0C, lalu didinginkan dalam desikator

3. Setelah didinginkan, cangkang kemiri yang sudah dihancurkan dimasukkan kedalam cawan porselin dan ditutup dengan alumunium foil

4. Lalu dimasukkan kedalam tanur pada suhu 500 0C selama 4 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator

5. Lalu dipisahkan abu dari arang cangkang kemiri, kemudian arang cangkang kemiri dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh

3.4.2. Penggunaan asam asetat sebagai penggumpal lateks tanpa bahan pengisi arang cangkang kemiri

1. Disediakan lateks kebun sebanyak 500 ml

2. Kemudian lateks tersebut disaring dengan saringan 40 mesh untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terikut pada waktu penyadapan


(43)

3. Dimasukkan kedalam mangkok penggumpal 4. Ditambahkan asam asetat 10 ml konsentrasi 2,5 %

5. Koagulum karet yang terbentuk ditambahkan air secukupnya untuk menutupi permukaan koagulum karet, kemudian didiamkan satu malam.

6. Selanjutnya koagulum digiling dengan alat creper sebanyak 9 kali gilingan dan dianginkan selama satu minggu pada suhu kamar

7. Setelah itu koagulum karet yang sudah kering digiling dengan blending mill sebanyak 6 kali

8. Karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya yaitu Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu sesuai dengan ketentuan SIR (Standar Indonesia Rubber).

3.4.3. Penggunaan asam asetat sebagai penggumpal lateks dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri

1. Disediakan lateks kebun sebanyak 2,5 liter

2. Kemudian lateks tersebut disaring dengan saringan 40 mesh untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terikut pada waktu penyadapan

3. Masing-masing 500 ml lateks dimasukkan kedalam 5 mangkok penggumpal 4. Ditambahkan asam asetat 10 ml konsentrasi 2,5 % ke masing-masing mangkok

penggumpal sekaligus dilakukan penambahan bahan pengisi arang cangkang kemiri dengan variasi 18:500, 19:500, 20:500, 21:500 dan 22:500

5. Masing-masing koagulum karet yang terbentuk ditambahkan air secukupnya untuk menutupi permukaan koagulum karet, kemudian didiamkan satu malam. 6. Selanjutnya koagulum digiling dengan alat creper sebanyak 9 kali gilingan dan

dianginkan selama satu minggu pada suhu kamar

7. Setelah itu masing-masing koagulum karet yang sudah kering digiling dengan blending mill sebanyak 6 kali

8. Karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya yaitu Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu sesuai dengan ketentuan SIR (Standar Indonesia Rubber).


(44)

3.5. Pengujian Mutu Karet

3.5.1. Penetapan nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Indeks (PRI) 1. Ditimbang 25 gram karet yang sudah dikeringkan, lalu digiling dengan gilingan

laboratorium sebanyak tiga kali dengan ketebalan antara 1,6-1,8 mm.

2. Lembaran karet tersebut dilipat dua, ditekan perlahan-lahan dengan telapak tangan sehingga mempunyai ketebalan 3,3-3,6 mm

3. Kemudian lembaran karet tersebut dipotong dengan alat wallace punch sebanyak enam buah potongan uji dengan diameter 13 mm. Seperti gambar dibawah ini:

4. Untuk pengukuran plastisitas awal diambil potongan uji (1), sedangkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan. Potongan uji harus mempunyai ketebalan antara 3,2-3,6 mm (ketelitian 0,01 mm) dengan garis tengah ± 1,3 mm

5. Diletakkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan diatas baki dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 140 0C selama 30 menit, kemudian dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar.

6. Sementara potongan uji (1) sebanyak tiga buah diletakkan satu persatu diantara dua lembar kertas sigaret yang berukuran 35 mm x 45 mm selanjutnya diletakkan di atas piringan plastimeter, lalu piringan plastimeter tersebut ditutup.

7. Setelah ketukan pertama piringan bawah plastimeter akan bergerak keatas selama 15 detik dan menekan piringan atas

8. Dilanjutkan sampai ketukan berakhir yang ditandai dengan angka jarum mikrometer berhenti bergerak pada nilai plastisitas karet

9. Sedangkan potongan uji (2) setelah pengusangan tadi diukur dengan cara yang sama

2

1

2

1

2


(45)

10.Tiga potongan uji dari setiap contoh diambil rata-ratanya dan dibulatkan Nilai Plastisitas Retensi Indeks (PRI) dinyatakan dalam persen dengan rumus

sebagai berikut:

PRI = X100% Po

Pa

……….……… Pers. 3.1

Dimana : Pa = Plastisitas setelah pengusangan mol Po = Plastisitas sebelum pengusangan 3.5.2. Penetapan Viskositas Mooney

1. Sebelum pengukuran dilakukan, alat viskosimeter terlebih dahulu dipanaskan salama 1 jam

2. Ditimbang 30 gram karet kering dipotong dengan menggunakan alat wallace punch sebanyak 2 lembar berbentuk lingkaran sehingga ukuran diameternya sama dengan ukuran diameter rotor.

3. Ditusukkan rotor ke contoh karet pertama yang telah diberi lubang dengan gunting.

4. Contoh kedua diletakkan tepat di atas rotor lalu dimasukkan sama-sama ke stator bawah.

5. Ditutup stator atas dan setelah tertutup stopwatch dihidupkan 6. Setelah tepat 1 menit, dijalankan rotor

7. Setiap setengah menit dilihat nilai viskositas pada alat penunjuk

8. Angka yang ditunjukkan jarum mikrometer setelah menit keempat adalah nilai viskositas karet.

Perhitungan Viskositas Mooney


(46)

Dimana : M = Pembacaan nilai viskositas setelah 4 menit L = Besar rotor yang digunakan

1 = 1 menit waktu pemanasan

4 = waktu 4 menit lamanya pengujian 1000C = Suhu pengujian

3.5.3. Penetapan Kadar Abu

1. Ditimbang masing-masing 5 gram contoh karet yang telah diseragamkan lalu dipotong-potong

2. Selanjutnya dimasukkan kedalam cawan platina yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya

3. Masing-masing cawan yang berisi karet dipindahkan di atas pembakar (bunsen) gas sampai tidak keluar asap

4. Lalu pemijaran diteruskan didalam muffle furnace pada suhu 5500 C selama dua jam (sampai tidak berjelaga lagi)

5. Didinginkan cawan yang berisi abu didalam desikator sampai suhu kamar selama 30 menit

6. Kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,1 mg

Kadar abu dinyatakan dalam persen, dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Abu = X100% C

B A

……….. Pers. 3.3

Dimana: A = Berat cawan platina + abu B = Berat cawan platina C = Berat potongan uji

3.6. Analisa Data

Data diperoleh dengan metode analisa varians (ANAVA) dengan tingkat segnifikasi 5% untuk menolak dan menerima hipotesa yang diajukan. Yang dapat dilihat pada lampiran 4.


(47)

3.6.1. Analisa Varians

a. Analisa Jumlah Kuadrat (JK) Utama 1. Faktor Koreksi (FK)

FK= Rn Tvk2

…... Pers. 3.4 2. Faktor Kuadrat

JKtotal= T (Yijk2) – FK …………. Pers. 3.5 3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JK perlakuan)

JK perlakuan = n TK2

- FK ……… Pers. 3.6 4. Jumlah Kuadrat Galat (JKgalat)

JKgalat = JKtotal - JKperlakuan …… Pers. 3.7

b. Analisa Jumlah Kuadrat (JK) Faktorial 1. Derajat Bebas

v perlakuan = n – 1………... Pers. 3.8 v galat = r (n – 1) ……….. Pers. 3.9 2. Kuadrat Tengah

a. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTp)

KTp= p v JKp

………. Pers. 3.10 b. Kuadrat Tengah Galat (KTg)

KTg = g

g v JK


(48)

3. Fhitung

Fhitung = g p KT KT

……… Pers. 3.12

3.6.2 Uji Hipotesa

Hipotesa-hipotesa yang di uji dalam penelitian ini adalah : 1. Hipotesa Nol (H0)

H01 : Ai = 0 ; (i = 1,2,….,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Plastisitas awal (Po).

H02 : Ai = 0 ; (i = 1,2,….,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Plastisitas Retensi Indeks (PRI).

H03 : Ai = 0 ; (i = 1,2,….,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Viskositas Mooney (VM).

H04 : Ai = 0 ; (i = 1,2,….,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Kadar Abu.


(49)

2. Hipotesa Alternatif (Ha) HA1 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,…,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Plastisitas awal

HA2 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,…,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Plastisitas Retensi Indeks (PRI).

HA3 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,…,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Viskositas Mooney (VM).

HA4 : Ai ≠ 0 ; (i = 1,2,…,a)

Dimana i adalah taraf konsentrasi dari arang cangkang kemiri, berarti ada pengaruh konsentrasi arang cangkang kemiri terhadap pengukuran Kadar Abu. Cara Pengujian :

H1 dipakai statistik F1

Dengan daerah kritis pengujian ditentukan oleh F(a-1),a(n-1) Kriteria Pengujian :


(50)

HA1; HA2; HA3; HA4; diterima bila Fhitung >Ftabel 3.7. Skema Pengambilan Data

3.7.1. Pembuatan arang dari cangkang kemiri ukuran 80 mesh

Di bersihkan dan di jemur dibawah sinar matahari

Dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil lalu diovenkan lebih kurang 3 jam pada suhu 100-105 0C

Didinginkan dalam desikator

Dimasukkan dalam cawan porselin

Ditutup dengan alumunium foil Ditanur dengan suhu 500 0C selama 4 jam dan didinginkan dalam desikator

Dipisahkan

Dihaluskan

Diayak dengan ayakan 80 mesh 500 gram cangkang

kemiri

Cangkang kemiri kering

Arang cangkang kemiri Abu


(51)

3.7.2. Asam Asetat sebagai Penggumpal Lateks Tanpa Bahan Pengisi Arang Cangkang Kemiri

Disaring dengan saringan 40 mesh

Dimasukkan ke dalam mangkok penggumpal Ditambahkan 10 ml asam asetat

Diaduk dan dibiarkan 1 malam

Digiling dengan alat creper sebanyak 9 kali

Dikeringkan pada suhu kamar selama satu minggu

Karet yang sudah kering digiling dengan alat lab mill sebanyak 6 kali

Pengujian mutu karet

500 ml lateks

Lateks yang telah disaring

500 ml lateks

Koagulum

Krep

Karet kering

Karet giling

Plastisitas Awal (Po)

Plastisitas Retensi Indeks (PRI)

Viskositas Mooney


(52)

3.7.3. Asam Asetat sebagai Penggumpal Lateks dengan Bahan Pengisi Arang Cangkang Kemiri

Disaring dengan saringan 40 mesh

Dibagi kedalam 5 buah mangkok penggumpal

Ditambahkan masing-masing 10 ml asam asetat

*Ditambah 18 gram arang cangkang kemiri dengan ukuran 80 mesh

Lateks diaduk dan dibiarkan 1 malam

Digiling dengan alat creper sebanyak 9 kali

Dikeringkan pada suhu kamar selama satu minggu

Karet yang sudah kering digiling dengan alat lab mill sebanyak 6 kali

Pengujian mutu karet

Catatan : * Perlakuan yang sama diulang dengan variasi berat arang cangkang kemiri 19 gram, 20 gram, 21 gram, 22 gram.

2,5 liter lateks

Lateks yang telah disaring

500 ml lateks Koagulum

Krep

Karet kering

Karet giling

Plastisitas Awal (Po)

Plastisitas Retensi Indeks (PRI)

Viskositas Mooney


(53)

3.7.4. Pengujian Mutu

3.7.4.1. Penetapan Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Indeks (PRI)

Digiling dengan alat blanding mill sebanyak tiga kali

Dipotong dengan alat wallace punch sebanyak 6 buah potongan uji

Diletakkan satu persatu di antara Diletakkan di atas baki dua kertas sigaret Dimasukkan dalam oven

pada suhu 140 0C selama Lalu diletakkan di atas piringan 30 menit

plastimeter, kemudian ditutup Diletakkan satu persatu di antara dua kertas sigaret Setelah ketukan pertama piringan Diletakkan di atas bawah plastimeter akan bergerak piringan plastimeter lalu

ke atas ditutup

Setelah ketukan pertama Setelah ketukan kedua jarum piringan bawah bergerak mikrometer akan berhenti ke atas

Setelah ketukan kedua

jarum mikrometer

berhenti Nilai Plastisitas

Awal

3 buah potongan uji 3 buah potongan uji

Lembaran karet 25 gram karet kering

Nilai Plastisitas Retensi Indeks


(54)

3.7.4.2. Penetapan Viskositas Mooney Karet

Dipotong dengan alat wallace punch sebanyak 2 lembar berbentuk lingkaran Sebelum pengukuran, alat viskosimeter terlebih dahulu dipanaskan selama 1 jam Contoh 1 di tusukkan kepada rotor Contoh 2 diletakkan di atas rotor lalu dimasukkan bersama-sama ke stator bawah Lalu stator ditutup dan stopwatch dihidupkan Angka yang ditunjukkan oleh jarum

mikrometer setelah menit ke empat adalah nilai viskositas karet

30 gram karet kering


(55)

3.7.4.3. Penetapan Kadar Abu Karet

Dipotong-potong dan dimasukkan dalam cawan platina yang telah dikeringkan dan ditimbang sebelumnya

Dipijarkan dengan menggunakan api bunsen sampai asap hilang

Pemijaran diteruskan di dalam muffle furnace pada suhu 550 0C selama 2 jam (sampai tidak berjelaga lagi)

Cawan Platina didinginkan dalam desikator sampai suhu kamar kemudian ditimbang untuk menentukan kadar abu

Nilai Kadar Abu 5 gram karet kering


(56)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan berat arang cangkang kemiri dengan penggumpal asam asetat terhadap mutu karet diperoleh nilai Plastisitas Awal (Po) dan nilai Plastisitas Retensi Indeks (PRI) yang di paparkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1.Nilai Plastisitas awal dan plastisitas retensi indeks karet dengan pengisi arang cangkang kemiri.

Arang cangkang

kemiri

Po

Nilai tengah

Rata-rata

Pa

Nilai tengah

PRI (%)

Rata-rata

I II III I II III

0 gram 50 50 51 50 50 45 46 44 45 90 91

50 50 49 50 46 47 46 46 92

18 gram 53 54 53 53 53 46 46 46 46 86,80 86,80

53 53 54 53 45 46 46 46 86,80

19 gram 54 55 54 54 54 47 45 45 45 85,45 85,31

53 54 54 54 47 46 46 46 85,18

20 gram 55 53 55 55 54,5 45 45 46 45 81,81 82,57

53 54 54 54 44 45 45 45 83,33

21 gram 58 57 57 57 57 44 44 43 44 77,20 78,07

57 57 56 57 45 45 44 45 78,94

22 gram 57 57 56 57 57,5 44 43 43 43 75,43 75,64


(57)

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan arang cangkang kemiri terhadap lateks dengan penggumpal asam asetat diperoleh nilai viskositas mooney yang dipaparkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Nilai Viskositas Mooney karet dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri.

Arang cangkang

kemiri

Waktu (menit)

Rata-rata Rumus

1.00 1.30 2.00 2.30 3.00 3.30 4.00

0 gram 168 99 79 74 71 71 71 71,5 71,5ML(1+4)1000C

170 100 82 75 72 72 72

18 gram 209 115 90 76 73 72 73 73 73ML(1+4)1000C

205 110 89 75 72 73 73

19 gram 210 118 90 76 73 74 74 73,5 73,5ML(1+4)1000C

215 118 90 76 72 72 73

20 gram 218 116 90 76 73 73 74 74 74ML(1+4)1000C

220 122 92 77 73 74 74

21 gram 214 115 89 75 73 74 74 74,5 74,5ML(1+4)1000C

210 110 88 76 74 75 75

22 gram 205 110 89 77 74 74 75 75,5 75,5ML(1+4)1000C

200 108 85 78 75 75 76

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan bahan pengisi cangkang kemiri terhadap lateks dengan penggumpal asam asetat di peroleh nilai kadar abu yang dipaparkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Nilai kadar abu karet dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri.

Arang cangkang kemiri Berat karet Berat cawan Berat cawan + abu Berat abu Nilai AC (%) Rata-rata (%)

0 gram 5,0051 33,6170 33,6283 0,0113 0,22 0,225

5,0018 33,6168 33,6285 0,0117 0,23

18 gram 5,0302 34,5843 34,6085 0,0242 0,48 0,470

5,0121 34,4760 34,4992 0,0232 0,46

19 gram 5,0260 34,4751 34,4998 0,0247 0,49 0,475

5,0020 34,5840 34,6075 0,0235 0,46

20 gram 5,0060 34,7562 34,7811 0,0249 0,49 0,480

5,0253 34,7615 34,7855 0,0240 0,47

21 gram 5,0123 34,8016 34,8271 0,0255 0,50 0,495

5,0211 34,9146 34,9395 0,0249 0,49

22 gram 5,0033 34,3444 34,3698 0,0254 0,50 0,500


(58)

Perbandingan nilai rata-rata pengujian mutu karet dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri terhadap Nilai Plastisitas awal, Plastisitas Retensi Indeks, Vikositas Mooney dan Kadar abu dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perbandingan nilai Rata-Rata Plastisitas awal, Plastisitas Retensi Indeks, Viskositas Mooney dan Kadar abu.

Arang cangkang

kemiri

Pengujian Mutu Pastisitas

Awal

Plastisitas Retensi Indeks (%)

Viskositas Mooney

Kadar Abu (%)

0 gram 50 91 71,5 0,225

18 gram 53 86,80 73 0,470

19 gram 54 85,31 73,5 0,475

20 gram 54,5 82,57 74 0,480

21 gram 57 78,07 74,5 0,495

22 gram 57,5 75,64 75,5 0,500

Dengan semakin beratnya arang cangkang kemiri yang ditambahkan memberi pengaruh menurunkan nilai plastisitas retensi indeks dan menaikkan nilai plastisitas awal, nilai viskositas mooney dan kadar abu. Dari hasil penelitian ini juga diperoleh bahwa mutu karet yang dihasilkan dengan penambahan arang cangkang kemiri lebih mendekati pada Standar Indonesia Rubber (SIR 5).

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh variasi berat arang cangkang kemiri terhadap nilai Plastisitas Awal (Po)

Pengaruh penambahan berat arang cangkang kemiri sebagai bahan pengisi lateks terhadap nilai Plastisitas Awal memberikan hasil rata-rata mencapai 70,8777 %. Dari persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa pengaruh penambahan arang cangkang kemiri terhadap lateks yaitu dapat menaikkan nilai Plastisitas Awal yang ditunjukkan pada gambar 4.1.


(1)

Lampiran 1

Tabel 1. Penentuan Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) karet

dengan bahan pengisi arang cangkang kemiri

Keterangan : Persen minimum Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index

(PRI) karet untuk Standar Indonesia Rubber (SIR)

Jenis SIR

Po (minimum)

PRI

(%minimum)

SIR-5

30 70

SIR-10

30 60

SIR-20

30 30

Perlakuan Po Nilai Tengah Rata-rata Pa Nilai Tengah PRI (%) Rata-rata Jenis SIR

1 2 3 1 2 3

Kontrol 50 50 51 50 50 45 46 45 45 90 91 SIR 5 50 50 49 50 46 47 46 46 92

18 gram arang

53 54 53 53

53 46 46 46 46 86.80 86.80 SIR 5 53 53 54 53 45 46 46 46 86.80

19 gram arang

54 55 54 54

54 47 45 45 45 85.45 83.51 SIR 5 53 54 54 54 47 46 46 46 85.18

20 gram arang

55 53 55 55

54.5 45 45 48 45 81.81 82.57 SIR 5 53 54 54 54 44 45 45 45 83.83

21 gram arang

58 57 57 57

57 44 44 43 44 77.20 78.07 SIR 5 57 57 56 57 45 45 44 45 78.94

22 gram arang

57 57 56 57

57.5 44 43 43 43 75.43 75.64 SIR 5 57 58 58 58 44 44 43 44 75.64


(2)

Lampiran 2

Tabel 2. Penentuan Kadar Abu (AC) Karet dengan Bahan Pengisi

Arang Cangkang

Kemiri

Perlakuan Berat Karet Berat Cawan Berat Cawan + Abu Berat Abu Nilai AC (%) Rata-rata Jenis SIR Kontrol 5,0051 33,6170 33,6283 0,0113 0,22 0,225 SIR 5

5,0018 33,6168 33,6285 0,0117 0,23 18 gram

arang

5,0302 34,5843 34,6085 0,0242 0,48 0,470 SIR 5 5,0121 34,4760 34,4992 0,0232 0,46

19 gram arang

5,0260 34,4751 34,4998 0,0247 0,49 0,475 SIR 5 5,0020 34,5840 34,6075 0,0235 0,46

20 gram arang

5,0060 34,7562 34,7811 0,0249 0,49 0,480 SIR 5 5,0253 34,7615 34,7855 0,0240 0,47

21 gram arang

5,0123 34,8016 34,8271 0,0255 0,50 0,495 SIR 5 5,0211 34,9146 34,9395 0,0249 0,49

22 gram arang

5,0033 34,3444 34,3698 0,0254 0,50 0,500 SIR 5 5,0317 34,3637 34,3890 0,0252 0,50

Keterangan : Persen maksimum Kadar Abu (AC) karet untuk Standar Indonesia

Rubber (SIR)

Jenis SIR

Kadar Abu

(% maksimum)

SIR-5 0.50

SIR-10 0.75

SIR-20 1.00


(3)

Lampiran 3

Tabel 3. Standard Indonesian Rubber (SIR) sesuai dengan SK Menteri Perdagangan

No. 184/Kp/VI/88, 1990.

Skema SIR 3 CV SIR 3 L SIR 3 WF SIR 5 SIR 10 SIR 20

Spesifikasi Lateks

Koagulum Lateks Tipis

Koagulum Lapangan

Kadar kotoran, % maks

(b/b) 0.03 0.03 0.03 0.05 0.10 0.20 Kadar abu, % maks

(b/b) 0.50 0.50 0.50 0.50 0.75 1.00 Kadar zat menguap, %

maks (b/b) 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 PRI, min 60 75 75 70 60 50

PO, Min - 30 30 30 30 30 Nitrogen, % maks (b/b) 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 Uji kemantapan

viskositas/ ASHT (satuan Eallace), maks

8 - - - - -

Viscositas Mooney ML

(1+4)1000C **) - - - - - Derajat Celcius - - - - Warna, Lovibond - 6 - - - -

Cure ***) ***) ***) - - -

Warna lambing pada

kemasan Hijau Hijau Hijau

Hijau garis

coklat Coklat Merah Warna pelastik

pembungkus Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan

Keterangan : Persen Viskositas Mooney (VM) karet untuk Standar Indonesia Rubber

(SIR) khusus untuk jenis SIR 3 CV

Jenis CV

VM(% maksimun)


(4)

Lampiran 4

Tabel 4. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang kemiri

terhadap Plastisitas Awal (Po)

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -788022.6667 5 -157605 70.87774 3.11

Galat -26683.33333 12 -2223.61

Total -814706

Tabel 5. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang kemiri

terhadap Plastisitas Retensi Indeks (PRI)

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -1843546.849 5 -368709 64.88158 3.11

Galat -68193.6628 12 -5682.81

Total -1911740.512

Tabel 6. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang kemiri

terhadap Viskositas Mooney (VM)

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO

F TABEL

Antar Baris -1447832.667 5 -289567 69.58318 3.11

Galat -49937.33333 12 -4161.44

Total -1497770

Tabel 7. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan arang cangkang kemiri

terhadap Kadar Abu

SUMBER KERAGAMAN

JUMLAH KUADRAT

DERAJAT

BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL

Antar Baris -51.74456667 5 -10.3489 69.86477 3.11

Galat -1.777533333 12 -0.14813


(5)

Lampiran 5


(6)

Lampiran 6

Gambar 7. Viskositas Mooney