BAB 5 PEMBAHASAN
Pemeriksaan asimetri wajah merupakan salah satu prosedur analisis fungsi yang wajib dilakukan pada pemeriksaan awal suatu kasus ortodonti. Pada peneliian
ini bertujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG
USU. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat serta dapat memberikan informasi bagi
pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti interseptif pada suatu kasus anomali tertentu. Kondisi ini berkaitan dengan hasil penelitian Ghasemainpour yang
melaporkan bahwa asimetri yang umum terjadi ditemukan adalah pada 13 wajah bawah.
4
Oleh karena itu, early ortodontic treatment dapat dilakukan untuk mengkoreksi masalah fungsi dan estetika sebagai alasan utama mencegah terjadinya
suatu maloklusi menjadi lebih parah. Asimetri wajah merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pemeriksaan
klinis dan foto sefalometri. Asimetri wajah yang ringan biasanya terabaikan dan tidak membutuhkan perawatan.
1
Istilah asimetri yang masih berada dalam batas normal tidak sama dengan simetris karena simetris berarti kedua sisi sama persis baik dari
segi ukuran, bentuk, maupun posisi landmark. Oleh karena itu, asimetri yang masih berada dalam batas normal dikenal dengan istilah asimetri normal.
1
Ketika seorang pasien terlihat memiliki asimetri wajah, kita perlu menilai apakah asimetri itu bersifat skeletal, dental, jaringan lunak atau masalah fungsional.
Pemeriksaan asimetri wajah secara sederhana dapat dilakukan langsung ke pasien pada saat pemeriksaan awal ataupun melalui foto frontal. Pemeriksaan studi model
dilakukan untuk mengevaluasi asimetri dental. Bila masalah fungsional dan asimetri dental bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan asimetri wajah, perlu
dilakukan pemeriksaan foto radiografi posteroanterior untuk memeriksa apakah asimetri bersifat skeletal atau jaringan lunak.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab asimetri dapat berasal dari kongenital, perkembangan, dan acquired.
3
Banyak penelitian yang melaporkan adanya perubahan lengkung gigi selama periode tumbuh kembang yang menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik dapat
mempengaruhi perkembangan asimetri selain faktor herediter. Penelitian Mladen menyatakan bahwa faktor perkembangan lebih mempengaruh kesimetrisan pada
wajah dan dental.
21
Menurut penelitian Byron, faktor kongenital dan perkembangan masing-masing mempengaruhi 50 dalam pembentukan struktur wajah. Oleh karena
itu, perlu analisis yang seksama dalam menentukan asimetri wajah dan asimetri dental. Bila asimetri dental diabaikan, asimetri dental dapat berkembang menjadi
asimetri skeletal sehingga diperlukan perawatan yang lebih kompleks seperti bedah ortognatik. Menurut Cheong, perawatan ortodonti dapat dilakukan sedini mungkin
selama masa tumbuh kembang untuk mencapai perbaikan fungsi dan estetika. Bedah ortognatik dapat dipertimbangkan bila hasilnya belum sempurna.
7
Tabel 1 menunjukkan dari 37 orang subjek, 48,6 n=18 memiliki asimetri wajah yang dalam batas normal dan sebanyak 51,4 n=19 memiliki asimetri wajah
secara klinis. Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 42,10 n=8 memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89
n=11 memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Persentase subjek yang terdapat asimetri kanan lebih banyak daripada asimetri wajah kiri tetapi tidak menunjukkan
asimetri wajah yang dominan satu sisi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Haraguchi. Pada penelitian Haraguchi melaporkan prevalensi subjek yang memiliki
asimetri wajah kanan lebih dominan 79,7.
5
Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia dan ras. Perbedaan penelitian ini adalah pasien yang
belum selesai menjalani perawatan ortodonti dan rentang usia sampel penelitian 6-12 tahun sedangkan penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun
3 bulan yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti. Rata-rata usia subjek yang diteliti oleh Haraguchi lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini diperkuat oleh
penelitian Bishara dan Ghasemainpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh kembang merupakan salah satu etiologi utama penyebab asimetri wajah.
1,6
Universitas Sumatera Utara
Kunci dalam evaluasi asimetri wajah terletak pada penentuan midline wajah. Menurut Haraguchi dan Bidra cit, Preedy 2008, sampai saat ini belum ada metode
yang mutlak untuk menentukan midline wajah.
4,14
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan titik Cupid’s bow dan titik Glabella untuk menentukan midline
wajah.
14
Tabel 3 menunjukkan dari 37 orang subjek, 70,27 n=26 memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batas normal dan 29,73 n=11 memiliki asimetri
lengkung gigi secara klinis. Tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 54,54 n=6 memiliki lengkung gigi
sisi kiri lebih lebar dan 45,46 n=5 memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar. Hal ini sejalan dengan penelitian Maurice dan Kula yang mengatakan sebanyak 25
anak-anak yang terdapat asimetri dental yang lebih dari 2,0 mm.
11
Primozic melaporkan bahwa asimetri skeletal pada mandibula menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan asimetri wajah. Selanjutnya, penelitian tersebut juga menyatakan bahwa subjek yang memiliki unilateral crossbite menunjukkan asimetri wajah yang
lebih parah dari subjek yang normal.
22
Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan
median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan lengkung gigi. Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki kelemahan.
Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat maka garis median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90º dengan garis pada belakang
model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus ditrimming dengan baik supaya hasilnya lebih akurat.
11
Tabel 5 menunjukkan dari 37 orang subjek, 37,84 n=14 subjek memiliki asimetri dalam batas normal pada wajah dan lengkung gigi. Sebanyak 5,41 n=2
subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 8,11 n=3 subjek memiliki asimetri wajah
dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 10,81 n=4 subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar,
Universitas Sumatera Utara
tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 8,11 n=3 subjek memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar.
Sebanyak 2,7 n=1 memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 18,92 n=7 subjek
memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 2,7 n=1 subjek memiliki asimetri wajah pada
sisi kanan lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 5,41 n=2 memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi
kanan lebih lebar. Tabel 5 juga menunjukkan signifikansi hubungan antara asimetri wajah dan
asimetri lengkung gigi. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil ini adalah p= 0,558. Nilai tersebut lebih besar dari derajat kepercayaan 95 p=0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi. Menurut Fischer dan Cheney, asimetri dental dapat
diklasifikasikan menurut arah asimetri, yaitu, antero-posterior, supero-inferior vertikal, dan medio-lateral transversal.
2,23
Penelitian ini melihat asimetri lengkung gigi menggunakan foto model. Oleh karena itu asimetri yang dapat dilihat hanya
asimetri secara transversal sebaliknya asimetri secara vertikal tidak dapat dilihat dalam foto model gigi.
Menurut penelitian Haraguchi, pasien yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti juga mempunyai asimetri wajah.
4
Hal ini membuktikan bahwa dengan memperbaiki asimetri dental tidak mutlak dapat memperbaiki asimetri wajah
Perawatan ortodonti dilakukan untuk memperbaiki susunan gigi agar dapat oklusi serta fungsi yang normal dapat tercapai, namun bukan berarti dapat memperbaiki
asimetri wajah secara langsung. Cheong mengatakan bahwa asimetri dental dapat dikoreksi hanya dengan menjalani perawatan ortodonti tetapi untuk asimetri yang
lebih berat membutuhkan kombinasi perawatan ortodonti dan bedah ortognatik.
7
Oleh karena itu, informasi yang jelas harus disampaikan ke pasien yang memiliki asimetri
wajah.
Universitas Sumatera Utara
Asimetri lengkung gigi tidak mempengaruhi asimetri wajah secara langsung. Asimetri lengkung gigi akan menyebabkan gangguan pada perkembangan rongga
mulut. Dari hasil penelitian longitudinal Melnik dilaporkan bahwa asimetri lengkung gigi berhubungan dengan usia karena pada saat usia 6 tahun asimetri mandibula pada
sisi kiri lebih lebar tetapi saat usia 16 tahun asimetri mandibula berkembang sehingga lebih lebar pada sisi kanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor
ekstrinsik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan lengkung gigi.
24
Menurut Vig dan Hewitt, asimetri dental dapat menyebabkan aktivitas fungsional yang tidak seimbang saat pengunyahan. Hal ini akan menyebabkan
disfungsi mekanisme sendi temporomandibula. Untuk mendapat fungsi yang simetris dan mencapai interdigitasi yang maksimal maka struktur dentoalveolar akan
beradaptasi dengan lengkung gigi yang asimetri. Akhirnya terjadi asimetri skeletal seperti diskrepansi skeletal. Penelitian Vig dan Hewitt juga menyatakan bahwa
daerah dentoalveolar dan bagian bawah kavitas nasal memiliki respon adaptasi yang tinggi. Oleh karena itu, bila dilakukan perawatan dini, maka struktur dentoalveolar
dan fungsinya akan terkoreksi sehingga dapat mencegah asimetri skeletal.
18
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN