Hubungan Asimetri Sepertiga Wajah Bawah dan Asimetri Lengkung Gigi pada Pasien yang Dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

(1)

DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN

YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI

RSGMP FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

CHING JIE HAN NIM : 090600157

DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Tahun 2013 Ching Jie Han

Hubungan Asimetri Sepertiga Wajah Bawah dan Asimetri Lengkung Gigi pada Pasien yang Dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

xi + 38 halaman

Asimetri wajah merupakan penemuan klinis yang sering dijumpai. Asimetri tersebut dapat dipengaruhi oleh struktur pendukungnya yaitu skeletal, dental dan jaringan lunak. Banyak pasien yang datang untuk menjalani perawatan ortodonti karena ingin memperbaiki asimetri dengan alasan estetika dan bukan karena masalah fungsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

Penelitian ini adalah bersifat penelitian deskriptif analitik yang menggunakan foto frontal dan foto studi model dari 37 orang subjek dengan rentang usia 6-12 tahun. Foto frontal dan foto studi model diperoleh dari pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU dengan teknik purposive sampling. Foto frontal dan foto studi model diukur untuk melihat apakah terdapat asimetri pada wajah dan lengkung gigi pada subjek.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi asimetri 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut : dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batasan normal dan


(3)

kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Prevalensi asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batasan normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, diperoleh 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) diperoleh sisi kanan lebih lebar. Nilai uji statistik Chi-Square pada penelitian ini adalah p = 0,558. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri 1/3 wajah bawah dan asimetri lengkung gigi dengan derajat kepercayaan 95%.

Oleh karena itu, kesimpulan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri 1/3 wajah bawah dan asimetri lengkung gigi.


(4)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 Februari 2013

Pembimbing: Tanda Tangan

Ervina Sofyanti, drg., Sp. Ort. ... NIP: 19800323 200812 2 002


(5)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 28 Februari 2013

TIM PENGUJI KETUA : Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort

ANGGOTA : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K) Erliera, drg., Sp. Ort


(6)

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………...

KATA PENGANTAR...………...………. iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Hipotesis Penelitian ... 4

1.5.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1.Asimetri ………... 5

2.2.Etiologi ………... 5

2.3.Asimetri Wajah….….….….….….….….….….….….….….….…... 7

2.3.1Asimetri Dental….….….….….….….….….….….….…... 8

2.3.2Asimetri Skeletal….….….….….….….….….….….….…... 10


(7)

2.4.1 Analisis Foto Frontal ………... 11

2.4.2 Pemeriksaan Klinis ……….. 12

2.4.3 Pemeriksaan Radiografi ………….……….. 14

2.5.Perawatan Berdasarkan Struktur Wajah ………... 15

2.5.1Perawatan Asimetri Dental ……….. 16

2.5.2Perawatan Asimetri Fungsional ………... 16

2.5.3Perawatan Asimetri Skeletal ……….... 16

2.5.4Perawatan Asimetri Jaringan Lunak ……….... 16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ………...………... 17 3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ...………. 17

3.3.Populasi dan Sampel ………... 17

3.3.1 Kriteria Inklusi ………... 17

3.3.2 Kriteria Eksklusi ……….………... 18

3.3.3 Besar Sampel ………... 18

3.4.Variabel dan Definisi Operasional ...………... 19

3.4.1 Variabel ………...………... 19

3.4.2 Definisi Operasional ………...………. 19

3.4.3 Alat dan Bahan ………. 20

3.5.Metode Pengumpulan Data ………... 21

3.5.1 Pengambilan Foto Frontal ……….... 21

3.5.2 Pengambilan Foto Model ………...….. 23

3.5.3 Pengukuran Foto Frontal ………...….. 24


(8)

3.6.1.Pengolahan Data ………... 26

3.6.2.Analisis Data ………...………. 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN...………... 27

BAB 5 PEMBAHASAN...………...………... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...………... 36 DAFTAR PUSTAKA ………...

37


(9)

TABEL Halaman

1. Prevalensi Kesimetrisan Wajah...………. 27

2. Prevalensi Asimetri Wajah secara Klinis... 27

3. Prevalensi Kesimetrisan Wajah Lengkung Gigi...………... 28

4. Prevalensi Asimetri Lengkung Gigi secara Klinis... 28


(10)

Gambar Halaman

1. Hemifasial Mikrosomia ……….. 5

2. TMJ Ankylosis ……… 6

3. Gambar Simetri……… 8

4. Asimetri dental pada pasien maloklusi klas II... 9

5. Asimetri skeletal disebabkan hemifasial mikrosomia... 11

6. Titik-titik yang digunakan untuk analisis foto frontal ... 12

7. Alat dan Bahan ……… 21

8. Pengaturan tata letak mini studio... 22

9. Foto Model ……….. 24


(11)

Lampiran 1. Kerangka Teori 2. Kerangka Konsep 3. Ethical Clearence

4. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian 5. Lember Persetujuan Subjek Penelitian

6. Data Pengukuran Foto Frontal dan Foto Model

7. Hasil Uji Statistik Hubungan Asimetri Wajah dan Asimetri Lengkung Gigi pada Pasien yang Dirawat di Kinik Departemen Ortodonti FKG USU


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Simetri berasal dari bahasa Yunani ‘Symmetria’ yang berarti ukuran yang sama.1 Simetri wajah merupakan suatu kondisi keseimbangan yang sempurna pada kedua sisi wajah kiri dan kanan serta menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi yang sama.1,2 Kesimetrisan mutlak atau sempurna merupakan suatu konsep teori yang jarang sekali ditemui pada individu. Sedangkan asimetri pada wajah dan gigi merupakan suatu fenomena yang normal terjadi pada individu.3

Ghasemianpour pernah melakukan penelitian untuk meneliti asimetri wajah pada pelajar usia 14 – 17 tahun di Tehran. Beliau mengelompokkan asimetri wajah menjadi tiga yaitu asimetri skeletal, asimetri dental dan asimetri fungsional. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hampir 50% sampel dari 400 perempuan dan 420 laki-laki dapat memperlihatkan sekurang-kurangnya terdapat 1 jenis asimetri pada wajah mereka.4 Haraguchi yang meneliti 2619 pasien yang pernah menjalani perawatan ortodonti di Universitas Jepang melaporkan bahwa asimetri wajah dapat ditemukan pada pasien yang sedang maupun sudah menjalani perawatan ortodonti.5 Dari hasil pemeriksaan asimetri wajah, sebanyak 79,7% pasien memiliki wajah sebelah kanan lebih lebar. Selanjutnya, dari hasil pemeriksaan deviasi dagu, sebanyak 79,3% pasien memiliki deviasi dagu ke kiri.5 Menurut penelitian Smith dan Bailit, dari 150 orang yang pernah dirawat ortodonti di Bougainville terdapat 70% yang subjek menunjukkan asimetri lengkung gigi kurang dari 0.5 mm dan sebanyak 97% pasien memiliki asimetri yang kurang dari 2.5 mm.6

Berdasarkan struktur yang terlibat maka asimetri dapat diklasifikasikan atas tipe skeletal, dental, jaringan lunak dan fungsional.7,8 Asimetri skeletal merupakan asimetri yang terjadi pada tulang pembentukan wajah. Hal ini dapat terjadi pada maksila atau mandibula, ataupun melibatkan beberapa tulang.1,8 Asimetri dental merupakan ketidakseimbangan pada gigi dan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu,


(13)

ketidakseimbangan antara jumlah gigi dengan lengkung gigi yang tersedia, ketidakseimbangan antara jumlah gigi rahang atas dan bawah pada segmen yang sama, ketidakseimbangan antara lengkung gigi rahang atas dan bawah, baik secara keseluruhan maupun sebagian.2 Asimetri jaringan lunak adalah perkembangan jaringan lunak yang tidak seimbang pada sebelah kiri dan kanan wajah. Hal ini dapat disebabkan oleh perkembangan otot yang asimetri atau penyakit yang menyebabkan atropi pada jaringan lunak seperti cerebral palsy. Asimetri fungsional merupakan pengerakan mandibula yang tidak seimbang. Hal ini dapat terlihat pada saat membuka dan menutup mulut dengan pengeseran mandibula ke lateral atau anteroposterior.

Pada umumnya pasien yang didiagnosis mengalami asimetri wajah biasanya juga disertai dengan asimetri dental.2 Menurut penelitian Servet dan Proffit, dari 1460 pasien yang dirawat di klinik dentofasial University of North Carolina terdapat 34% (n= 196) pasien yang mempunyai asimetri wajah secara klinis. Dari 34% (n=496) pasien yang memiliki asimetri wajah tersebut, 5% (n=23) asimetri terdapat pada 1/3 wajah atas, 36% (n=178) pada 1/3 wajah tengah (terutama pada hidung), dan 74% (n=365) pada 1/3 wajah bawah.9

Asimetri dental merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi asimetri wajah. Hal ini disebabkan oleh susunan gigi yang sangat mempengaruhi 1/3 wajah bawah. Penelitian Ghasemianpour menunjukkan sekurang-kurangnya 20% kasus asimetri wajah yang ditemui disebabkan oleh asimetri dental.4

Asimetri dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu, faktor kongenital, lingkungan dan deviasi fungsional.1,10 Faktor kongenital merupakan faktor yang mempengaruhi pada masa prenatal, seperti celah langit langit dan bibir. Faktor lingkungan merupakan faktor yang terjadi pada saat masa tumbuh kembang, seperti kebiasaan mengisap jari atau karena trauma.1,7 Faktor deviasi fungsional disebabkan oleh pengeseran mandibula yang terjadi akibat gangguan dari gigi.1,8 Menurut penelitian Byron, 85% pola erupsi gigi dipengarhui oleh faktor herediter namun pada masa tumbuh kembang seseorang, susunan gigi akan berubah akibat dengan pengaruh dari lingkungan. Oleh karena itu, Byron menyatakan bahwa 50% asimetri terjadi


(14)

akibat karena faktor herediter dan 50% terjadi akibat faktor lingkungan pada masa tumbuh kembang.10

Perawatan ortodonti diperlukan untuk memperbaiki kondisi gigi geligi dan mengatasi masalah asimetri dental.1 Pada kasus tertentu, ahli ortodonti akan melakukan perawatan yang dapat mengubah penampilan wajah seperti tindakan ekstraksi dan pemakaian pesawat fungsional.1 Namun untuk kasus asimetri yang disebabkan oleh skeletal dan dental, bedah ortognatik diperlukan untuk memperbaiki asimetri pada skeletal bersama dengan perawatan ortodonti.1

Dalam praktek kedokteran gigi, dapat dijumpai banyak pasien dengan asimetri dental dan/atau wajah. Penelitian Maurice dan Kula pada 52 orang anak-anak kaukasoid menyatakan bahwa asimetri pada fase gigi bercampur hanya 25% (n=11) anak yang mengalami asimetri dental secara transversal.11 Asimetri harus dideteksi sedini mungkin karena asimetri dental seperti posterior crossbite dapat mempengaruhi pengunyahan dan pengerakan fungsional rahang. Kelainan tersebut dapat menyebabkan terjadinya asimetri skeletal sehingga membutuhkan perawatan yang lebih sulit dan rumit untuk memperbaikinya bila tidak dirawat sejak dini. Penelitian Keski-Nisula membandingkan 167 orang anak yang pasca perawatan ortodonti dan 104 orang anak sebagai kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukkan perawatan ortodonti terhadap anak-anak pada fase gigi bercampur sangat efektif dalam memperbaiki maloklusi Klas II (overjet yang berlebihan dan deepbite), openbite, crowding, anterior crossbite dan buccal crossbite.12

Pada umumnya alasan utama mayoritas pasien ingin memperbaiki asimetri adalah karena masalah estetika dan keinginan untuk memperoleh penampilan wajah yang seimbang, bukan karena gangguan fungsi. Oleh karena itu, perlu ditegakkan diagnosis yang tepat sehingga dapat dilakukan penyusunan rencana perawatan yang optimal dan hal ini berkaitan dengan kestabilan perawatan.

Penelitian tentang hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi masih sedikit dijumpai saat ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui prevalensi kesimetrisan 1/3 wajah bawah dan lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik


(15)

Ortodonti RSGMP FKG USU dan apakah terdapat hubungan antara asimetri wajah dengan asimetri lengkung gigi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah prevalensi kesimetrisan 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

2. Berapakah prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

3. Apakah terdapat hubungan antara asimetri wajah dengan asimetri lengkung gigi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

2. Untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

3. Untuk mengetahui hubungan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.

1.4 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara asimetri 1/3 wajah bawah dengan asimetri lengkung gigi.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi bagi klinisi dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat.

2. Memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti interseptif.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asimetri

Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.2 Jadi asimetri berarti ketidakseimbangan antara satu sisi dan sisi lainnya, misalnya pada sisi kiri atau kanan. Hal ini dapat terjadi pada setiap individu. Asimetri fungsional atau morfologi dapat terlihat dalam aktifitas manusia, misalnya dominan menggunakan tangan kanan atau kiri pada saat beraktifitas.3

Asimetri dentofasial kompleks dapat terjadi baik unilateral maupun bilateral, anteroposterior, superoinferior dan mediolateral. Asimetri wajah dapat pula terjadi pada individu dengan oklusi yang baik, sedangkan asimetri dental juga dapat dijumpai pada individu dengan wajah yang simetri. Bahkan kedua jenis asimetri ini dapat dijumpai pada satu individu yang sama.5,7

2.2 Etiologi

Penyebab asimetri bersifat multifaktorial yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Etiologi asimetri wajah dapat diklasifikasikan atas kongenital, perkembangan, dan acquired.3,13

Tipe kongenital dimulai sejak saat prenatal. Asimetri ini dapat langsung terlihat pada saat lahir, seperti celah langit-langit, hemifasial mikrosomia (Gambar 1), neurofibromatosis dan lain-lain.1,3

Tipe perkembangan yang menyebabkan asimetri wajah merupakan penyebab yang bersifat idiopatik dan sering dijumpai pada populasi umum. Penyebab asimetri tipe ini terjadi dalam rentang yang lama sehingga terjadi perubahan skeletal atau jaringan lunak yang bersifat ipsilateral. Misalnya, mengunyah pada satu sisi menyebabkan perkembangan skeletal yang berlebihan pada satu sisi atau kebiasaan tidur pada satu sisi juga merupakan salah satu penyebab.2,3,7


(17)

Gambar 1. Hemifasial mikrosomia1

Tipe acquired merupakan tipe asimetri yang disebabkan oleh karena penyakit atau adanya trauma. Penyebab asimetri ini merupakan faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor stimulan atau predisposisi terjadinya asimetri. Misalnya, trauma, radioterapi pada masa anak-anak, tumor, ankilosis TMJ (Gambar 2) dan lain-lain.3,7


(18)

2.3 Asimetri Wajah

Asimetri wajah merupakan suatu fenomena yang normal terjadi pada manusia. Asimetri wajah pertama kali diobservasi oleh seniman Yunani dan ia menyatakan bahwa asimetri wajah juga memiliki batasan nilai yang normal. Asimetri dalam batasan nilai yang normal dikenali dengan istilah asimetri normal bukan simetris karena pengertian simetris adalah kedua sisi sama persis maupun dalam ukuran, bentuk, atau posisi landmark 1,2 Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi pada wajah dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan kanan.2,5 Asimetri wajah terjadi akibat adanya diskrepansi pada masa pembentukan tulang atau malposisi pada tulang kraniofasial. Selain itu, asimetri wajah juga dapat disebabkan karena ketidakseimbangan perkembangan jaringan lunak wajah.1

Asimetri wajah ini dapat terjadi pada individu yang normal dan juga pada orang yang berpenampilan menarik. Asimetri wajah minor atau normal merupakan hal yang biasa dan tidak perlu dilakukan perawatan untuk mengkoreksi. Asimetri wajah yang normal atau abnormal biasanya ditentukan berdasarkan pertimbangan dokter dengan melihat keseimbangan wajah pasien atau dari persepsi pasien sendiri.7 Penelitian Haraguchi dan Okatoma menyatakan bahwa jika perbedaan satu titik pada sisi kiri dan kanan wajah ke midline wajah kurang dari 2 mm diklasifikasikan sebagai asimetri yang masih dalam batasan normal.5

Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menciptakan gambar frontal wajah yang simetri pada individu dengan menggunakan program tertentu (Gambar 3). Gambar tersebut lalu dibandingkan dengan gambar yang asli. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gambar wajah yang memiliki asimetri ringan dinyatakan lebih menarik daripada gambar wajah yang simetri.14

Penelitian Haraguchi melaporkan bahwa pada kasus asimetri wajah yang minor diperoleh hasil sisi kanan lebih lebar daripada sisi kiri dan terdapat deviasi dagu ke arah kiri.5 Menurut penelitian Servet dan Proffit, dari 1460 pasien yang dirawat di klinik dentofasial University of North Carolina terdapat 34% (n= 196) pasien yang mempunyai asimetri wajah secara klinis. Dari 34% (n=496) pasien yang memiliki asimetri wajah tersebut, 5% (n=23) asimetri terdapat pada 1/3 wajah atas,


(19)

36% (n=178) pada 1/3 wajah tengah (terutama pada hidung), dan 74% (n=365) pada 1/3 wajah bawah. 1/3 wajah bawah menunjukkan frekuensi dan asimetri yang lebih tinggi daripada 1/3 wajah atas dan 1/3 wajah tengah.9 Penelitian Lundstorm menyatakan bahwa asimetri juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan non-genetik, atau kombinasi dari keduanya.(cit, Bishara 1994)1

Gambar 3. (a) Gambar asli (b) Gambar wajah sebelah kanan dicerminkan untuk mendapat simetri (c) Gambar wajah sebelah kiri dicerminkan untuk mendapat simetri.14

Bentuk wajah tergantung pada pola skeletal dan jaringan lunak. Berdasarkan struktur, asimetri wajah dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu, asimetri dental, asimetri skeletal, asmetri jaringan lunak dan asimetri fungsional.3,13 Banyak kasus asimetri wajah yang disebabkan karena kombinasi faktor dental, skeletal, jaringan lunak dan fungsional. Oleh karena itu, pada saat menegakkan diagnosis harus dilakukan evaluasi secara hati-hati.


(20)

2.3.1 Asimetri Dental

Asimetri dental merupakan ketidakseimbang gigi geligi dan asimetri tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, ketidakseimbangan yang disebabkan oleh jumlah gigi dengan lengkung gigi yang tersedia, ketidakseimbangan jumlah gigi rahang atas dan bawah pada segmen yang sama, ketidakseimbangan lengkung gigi rahang atas dan bawah secara keseluruhan atau sebagian.2 Asimetri lengkung gigi biasanya dapat ditemui pada pasien yang mempunyai maloklusi yang berat, misalnya asimetri dental pada pasien maloklusi Klas II (Gambar 4). 4

Gambar 4. Asimetri dental pada pasien maloklusi Klas II15

Asimetri dentofasial lebih banyak dijumpai pada mandibula daripada maksila. Hal ini disebabkan karena mandibula lebih banyak didukung jaringan lunak dibandingkan maksila yang jaringan lunak di sekitarnya lebih sedikit. Asimetri pada maksila biasanya merupakan akibat dari pertumbuhan mandibula yang tidak seimbang.10 Struktur gigi berperan dalam mendukung dan membentuk 1/3 wajah bawah. Dalam pemeriksaan klinis perlu diperhatikan relasi lengkung gigi (vertikal, transversal dan sagital), kehilangan gigi, serta bentuk gigi yang abnormal.16

Asimetri dental dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lokal. Faktor genetik inilah yang mempengaruhi diameter lebar mesiodistal gigi sehingga menyebabkan terjadinya asimetri dental.1 Faktor lokal yang dipengaruhi oleh


(21)

lingkungan mencakup premature loss gigi desidui, kebiasaan menghisap atau mengunyah sebelah sisi yang disebabkan karies, ekstraksi atau trauma.2,3

Penelitian Garn melaporkan bahwa asimetri ukuran gigi tidak melibatkan semua gigi yang terdapat dalam satu lengkung. Gigi pada klas morfologi yang sama biasanya menunjukkan asimetri yang sama, misalnya gigi premolar satu maksila kanan yang lebih besar dari normal biasanya diikuti dengan gigi premolar dua maksila kanan yang juga lebih besar. Hal tersebut juga terjadi pada gigi molar. Namun kelainan yang terjadi pada gigi premolar tidak seharusnya berpengaruh pada gigi molar. Selain itu, asimetri lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih distal dari klas morfologi yang sama, misalnya, insisivus lateralis, premolar dua, dan molar tiga.17

2.3.2 Asimetri Skeletal

Asimetri skeletal merupakan asimetri yang terjadi pada tulang pembentukan wajah. Asimetri skeletal dapat terjadi pada satu tulang saja seperti maksila atau mandibula, ataupun melibatkan beberapa tulang pembentukan wajah. Selain itu, asimetri skeletal juga dapat melibatkan beberapa tulang pada satu sisi wajah seperti hemifasial mikrosomia (Gambar 5).3 Asimetri skeletal dapat dinyatakan sebagai hasil akhir dari semua asimetri baik asimetri dental, fungsional, dan jaringan lunak. Apabila asimetri dental, fungsional dan jaringan lunak tidak dirawat maka akan berkembang lebih parah dan akhirnya akan terjadi asimetri skeletal, seperti deviasi dan perkembangan skeletal yang unilateral.1,18

2.3.3 Asimetri Jaringan Lunak

Asimetri jaringan lunak merupakan ketidakseimbang pembentukan otot pada wajah. Asimetri jaringan lunak biasanya menyebabkan disproporsi wajah dan diskrepansi midline. Asimetri jaringan lunak biasanya juga dapat disertai dengan penyakit seperti hemifasial atrofi atau cerebral palsy.1 Selain itu, fungsi otot yang abnormal dapat meyebabkan deviasi dental dan skeletal.3


(22)

2.3.4 Asimetri Fungsional

Asimetri fungsional merupakan suatu keadaan dimana terjadi pengerakan mandibula ke arah lateral atau anterior-posterior yang disebabkan oleh karena adanya gangguan oklusi sehingga menghalangi tercapai oklusi sentrik yang benar.1 Deviasi fungsional ini dapat disebabkan karena lengkung maksila yang sempit atau faktor lokal seperti malposisi gigi.3

Gambar 5. Asimetri skeletal disebabkan hemifasial mikrosomia1

2.4 Diagnosis

Diagnosis diperlukan untuk mengetahui apakah pasien tersebut perlu dilakukan perawatan ortodonti atau tidak. Oleh karena itu, pasien yang terdeteksi mempunyai asimetri wajah memerlukan pemeriksaan klinis, fotografi, radiografi dan tomografi 3-D untuk membantu dalam menegakkan diagnosis yang akurat.13

.

2.4.1 Analisis Foto Frontal

Analisis foto frontal bertujuan untuk menilai dimensi wajah dalam arah transversal dan vertikal secara menyeluruh. Hal yang dapat dilihat adalah relasi antara lebar bitemporal, bizygomatic, bigonial dan mentale, serta membandingkan


(23)

ketinggian wajah, menentukan bentuk wajah (lebar atau sempit, panjang atau pendek, segi empat atau segi tiga).16,19

Pada umumnya pasien tidak menyadari bahwa mereka memiliki asimetri sampai saat diperiksa. Oleh karena itu, pengunaan foto frontal dapat membantu dalam memberikan penjelasan kepada pasien mengenai asimetri wajahnya. Dalam pemeriksaan foto frontal, midline wajah perlu ditentukan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan sebagai dasar untuk membandingkan titik-titik pada sisi kiri dan kanan wajah dalam menganalisis foto frontal (Gambar 6). 14,16

Gambar 6. Titik-titik yang digunakan untuk analisis foto frontal.14

2.4.2 Pemeriksaan Klinis

Diagnosis asimetri wajah dan dental dapat diperoleh dengan pemeriksaan klinis dan radiografi untuk menentukan penyebab utamanya apakah berkaitan dengan jaringan lunak, skeletal, dental atau fungsional. Pemeriksaan klinis dapat membantu kita dalam mengidentifikasi asimetri secara vertikal, sagital atau transversal.


(24)

Pemeriksaan klinis dimulai dari keluhan utama pasien dan dilanjutkan dengan pemeriksaan riwayat medis. Pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan visual pada seluruh wajah, palpasi untuk menentukan defek jaringan lunak atau tulang, pemeriksaan midline dental dan midline wajah. 1,7

2.4.2.1 Evaluasi Midline Dental

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan klinis evaluasi midline

dental adalah sebagai berikut, saat membuka mulut, relasi sentrik, kontak initial, dan oklusi sentrik. Asimetri yang disebabkan oleh struktur skeletal atau dental yang tidak disertai oleh faktor lain akan menunjukkan diskrepansi midline waktu relasi sentrik dan oklusi sentrik.1-3

Asimetri yang disebabkan oleh gangguan oklusal dapat menyebabkan pengeseran mandibula. Arah pergeseran boleh sama atau berlawanan dengan arah asimetri dental atau diskrepansi skeletal. Evaluasi kondisi TMJ juga perlu dilakukan untuk mencegah asimetri fungsional. 1,2

2.4.2.2 Evaluasi Oklusi Vertikal

Bidang oklusal yang miring menunjukkan adanya perbedaan tinggi condylus

dan ramus pada sisi kanan dan kiri. Asimetri ini dapat diobservasi dengan menginstruksi pasien mengigit sebuah tongue blade dan memeriksa relasi berdasarkan dataran interpupil. 1,2

2.4.2.3 Evaluasi Oklusi dalam Arah Transversal dan Sagital

Evaluasi dental dalam arah transversal perlu dilakukan untuk mengetahui apakah penyebab asimetri bersifat skeletal, dental dan/atau fungsional. Contoh kelainan yang dapat dijumpai adalah crossbite posterior yang bersifat unilateral. Selain itu dapat ditemukan asimetri lengkung gigi yang disebabkan oleh faktor lokal, misalnya, Prematur loss desidui atau rotasi lengkung gigi dan pendukung basis tulang.

Lundstorm menyatakan bahwa penggunaan median maxillary raphe sebagai garis referensi masih kurang reliable untuk mengevaluasi asimetri dalam arah


(25)

anteroposterior atau arah lateral.(cit, Bishara 1994)1 Oleh karena itu, lengkung gigi juga harus diperhatikan secara menyeluruh saat pemeriksaan klinis, dengan menggunakan model gigi untuk melihat kesimetrisan posisi molar dan kaninus kiri dan kanan. 1,2

2.4.2.4 Evaluasi Skeletal dan Jaringan Lunak Secara Transversal

Asimetri mandibula dapat diobservasi secara klinis dengan melihat dari arah frontal dan memperhatikan relasi titik yang terletak pada dagu dengan struktur wajah yang lain. Perbandingan struktur bilateral, deviasi di dorsum dan ujung hidung dapat dinilai dengan mengevaluasi jaringan lunak. 1,2

2.4.3 Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiografi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam diagnosis perawatan ortodonti dan diperlukan sebagai pemeriksaan penunjang, terutama untuk melihat ada tidaknya asimetri skeletal dan jaringan lunak.1 Radiografi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, intra-oral dan extra-oral. Pemeriksaan radiografi extra-oral seperti sefalometri dan panoramik sering digunakan untuk mengevaluasi asimetri skeletal dan jaringan lunak pada wajah karena dengan foto radiografi tersebut kita dapat melihat perbedaan yang terdapat pada sisi kiri dan sisi kanan.

2.4.3.1 Radiografi Sefalometri

Sefalometri merupakan radiografi yang digunakan untuk melihat relasi antara skeletal, dental dan jaringan lunak. Landmark anatomi pada skeletal, dental, dan jaringan lunak akan digunakan untuk membentuk garis, bidang, angulasi dan jarak. Garis, bidang, angulasi dan jarak ini dapat diklasifikasikan menurut morfologi kraniofasial.20


(26)

2.4.3.1.1 Sefalometri lateral

Sefalometri lateral dapat digunakan untuk mendiagnosis asimetri pada ramus dalam arah vertikal, panjang mandibula, dan angulasi gonial.15 Namun, sefalometri lateral hanya dapat memberikan informasi yang sedikit.1,3 Hal ini disebabkan struktur pada kiri dan kanan berlapis menjadi satu, jarak film berbeda dan sumber sinar X menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pembesaran. Selain itu, penggunaan

ear rod dapat membuat external auditory meatus kelihatan simetris.1,3 Oleh karena itu, penggunaan sefalometri lateral untuk membantu diagnosis suatu asimetri sangat terbatas.

2.4.3.1.2 Radiografi Posteroanterior

Radiografi posteroanterior digunakan untuk mempelajari struktur kiri dan kanan di kepala. Perbandingan kiri dan kanan dengan menggunakan radiografi posterior-anterior akan lebih akurat daripada menggunakan radiografi yang lain. Hal ini disebabkan karena jarak film dengan sumber sinar X adalah sama dan menyebabkan efek pembesaran yang tidak rata dapat diminimalkan serta distorsi dapat dikurangi. 3

2.4.3.2 Radiografi Panoramik

Radiografi panoramik adalah suatu radiografi yang menunjukkan struktur maksila dan mandibula serta lengkung gigi.20 Biasanya panoramik digunakan untuk membantu dalam menegakkan diagnosis. Radiografi panoramik biasanya digunakan mengevaluasi derajat trauma, melokasikan molar tiga, penyakit osseous, lesi periapikal, perkembangan gigi (terutama fase gigi bercampur), sendi temporomandibula(TMJ) dan perkembangan lain yang abnormal.20

Radiografi panoramik merupakan radiografi yang sangat berguna untuk mendeteksi asimetri yang berkaitan dengan faktor dental dan basis tulang alveolar. Selain itu, radiografi panoramik juga dapat membantu untuk melihat kondisi patologis, resiko kehilangan gigi dan supernumery teeth dengan jelas.3


(27)

2.5 Perawatan Berdasarkan Struktur Wajah

Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis, kita dapat mengetahui etiologi terjadinya asimetri pada pasien sehingga rencana perawatan disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh. Dalam penilaian asimetri harus dilihat apakah asimetrinya meliputi skeletal, lengkung gigi, diskrepansi antara oklusi sentrik dan relasi sentrik, atau kombinasi.3

2.5.1 Perawatan Asimetri Dental

Asimetri dental seperti kehilangan gigi secara kongenital biasanya dirawat dengan piranti ortodonti. Perawatan asimetri lengkung gigi memperhatikan perawatan

symmetric extraction sequence dan asimetri mekanis seperti Klas III angle dirawat dengan elastik pada satu sisi. Bentuk gigi yang asimetri dapat diperbaiki dengan menggunakan komposit untuk mengembalikan bentuknya atau digantikan dengan protesa. 3,7

2.5.2 Perawatan Asimetri Fungsional

Asimetri fungsional yang ringan biasanya dapat diperbaiki dengan koreksi oklusi. Pada kasus yang lebih berat, piranti ortodonti dibutuhkan untuk merawat asimetri fungsional. Pada asimetri fungsional yang disebabkan oleh kebiasaan buruk, oklusal splint dibutuhkan untuk mengevaluasi perawatan. Asimetri fungsional yang melibatkan skeletal membutuhkan perawatan yang lebih kompleks seperti ekspansi maksila, pesawat fungsional, bedah ortognatik dan/atau kombinasi. 3

2.5.3 Perawatan Asimetri Skeletal

Pada kasus asimetri skeletal yang ringan, penggunaan perawatan ortodonti sudah cukup untuk memperbaiki asimetri tersebut. Tetapi untuk kasus yang lebih parah, perawatan ortodonti hanya dapat memperbaiki sebagian asimetri ini. Sebaiknya asimetri skeletal ditanggulangi sejak awal karena untuk memperbaiki asimetri skeletal dibutuhkan pembedahan. Oleh sebab itu, pemilihan perawatan


(28)

dengan pesawat ortopedik pada pasien yang memiliki asimetri skeletal pada masa tumbuh kembang dapat mengkoreksi masalah skeletal. 3

2.5.4 Perawatan Jaringan Lunak

Deformitas yang disebabkan oleh ketidakseimbangan jaringan lunak dapat dirawat dengan pembedahan augmentasi atau reduksi. Pembedahan augmentasi termasuk pencangkokan tulang dan implant untuk mengembalikan kontur pada daerah yang diinginkan pada wajah.3


(29)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik untuk melihat hubungan asimetri 1/3 wajah bawah dan asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Alumni No.2 Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Februari 2013

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Sampel penelitian yang diambil adalah pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi dengan metode

purposive sampling. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penyeleksian sampel sebagai berikut :

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteri inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : • Pasien yang berusia 6 – 12 tahun

• Pasien yang sedang menjalani perawatan di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

• Memiliki setidaknya 3 pasang gigi dari gigi Insisivus sentralis, kaninus, molar dua desidui atau Molar satu permanen pada masing-masing rahang.


(30)

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteri eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : • Pasien yang menderita paralisis wajah

• Pasien yang menderita disfungsional mandibula atau rahang • Pasien yang menderita kongenital kraniofasial yang parah • Pasien yang memiliki riwayat gangguan kejiwaan

• Pasien yang memiliki riwayat penyakit kulit pada daerah leher atau dentofasial

• Pasien yang memiliki gigi yang fraktur atau karies besar sehingga cusp pada gigi posterior atau insisal gigi anterior hilang

3.3.3 Besar Sampel

Rumus besar sampel yang digunakan adalah rumus uji hipotesis satu populasi data poporsi.

α = 5% ~> 1.96 β = 10% ~> 1.282

Po= 50% ≈ 0.5 Qo = 50% ≈ 0.5 Po-Pα = 25% ≈ 0.25 Pα = 25% ≈ 0.25 Pα + Qα = 100% Qα = 75% ≈ 0.75


(31)

≈ 37 orang

Jadi besar sampel yang dibutuhkan adalah 37 orang.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel

Adapun variabel-variabel penelitain yang terdapat didalam penelitian ini, antara lain:

1. Variabel bebas : Asimetri lengkung gigi dan asimetri wajah 2. Variabel terkendali : Jarak kamera dengan kursi, merek kamera,

posisi kepala

3. Variabel tergantung : Perbandingan lebar antara 1/3 wajah bawah sisi kanan dan kiri dari foto frontal, perbandingan lebar antara lengkung gigi sisi kanan dan dari foto model.

3.4.2 Definisi Operasional

1. Cupid’s bow adalah titik pada bagian tengah filtrum pada bibir atas 2. Glabella adalah titik di antara alis kiri dan kanan

3. Soft Tissue Gonion (STG) adalah titik paling jauh pada jaringan lunak di daerah 1/3 wajah bawah.

4. Titik pada model studi :

a. U1 adalah titik pada bagian mesial insisal Insisivus sentralis atas b. UC adalah titik pada cusp kaninus atas


(32)

c. UEMB adalah titik pada cusp mesiobukal molar dua desidui atas d. U6MB adalah titik pada cusp mesiobukal Molar satu permanen atas e. L1 adalah titik pada bagian mesial insisal Insisivus sentralis bawah f. LC adalah titik pada cusp kaninus bawah

g. LEMB adalah titik pada cusp mesiobukal molar dua desidui bawah h. L6MB adalah titik pada cusp mesiobukal Molar satu permanen bawah

5. Median palatal plane (MPP) adalah garis median pada rahang atas dan

bawah. MPP ditentukan dengan menggunakan dua titik di sepanjang median palatal raphe yaitu:

a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan

b. Titik kedua adalah titik 1 cm lebih distal dari titik pertama pada

median palatal raphe

6. Merek kamera yang digunakan adalah Sony model DSC-W300.

7. Jarak pengambilan foto adalah jarak antara kamera dengan pasien yaitu 150 cm.

8. Natural Head Position (NHP) – Saat subjek posisi kepala tegak dan melihat ke arah objek yang jauh, seperti mata pantulan di dalam cermin atau sumber cahaya yang sejajar dengan mata.

3.4.3 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat-alat (Gambar 7) yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: 1. Tiga serangkai (sonde, pinset, dan kaca mulut)

2. Kamera merek Sony model DSC-W300

3. Tripod ketinggian sejajar dengan kepala subjek 4. Kain warna putih sebagai latar belakang

5. Kursi 150 cm dari tripod 6. Meteran


(33)

8. Pensil 2B 9. Pulpen 10.Penghapus

11.Penggaris besi merek Kenko

12. Glass plate

13. Kalkulator merek Casio

Gambar 7. Alat-alat (a) Pinset, Kaca Mulut, Sonde, Pulpen, Pensil 2B, Penggaris besi, (b) Penghapus (c) Meteran (d) Kamera Merek Sony (e) Kalkulator (f) Kaliper (g) Kursi (h) Tripod

3.5 Metode Pengumpulan Data /Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pengambilan Foto Frontal

Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inlkusi dan ekslusi dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta untuk mengatur jadwal pengambilan foto di Klinik Ortodonti FKG USU. Adapun langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain:


(34)

1. Pengaturan tata letak studio mini yang dibuat di Klinik Ortodonti FKG USU yaitu dengan menempelkan kain latar belakang pada dinding yang telah ditentukan, kemudian diletakkan sebuah kursi di depan kain tersebut sebagai tempat duduk subjek penelitian, lalu 150 cm di depan kursi diletakkan tripod sebagai penyangga kamera. (Gambar 8)

2. Subjek penelitian diminta untuk melepaskan kaca mata, syal, ataupun benda-benda yang dapat menghalangi wajah dan sekitarnya.

3. Kamera diatur dalam potrait mode dan tinggi kamera sesuai dengan tinggi kepala pasien yakni dengan mengatur lengan tripod tersebut.

4. Subjek penelitian diminta untuk melihat lurus ke lensa kamera sehingga dapat menghasilkan keadaan natural head position (NHP).

5. Operator memperhatikan garis khayal interpupil pasien agar berada pada posisi yang sejajar, serta median line pasien harus tegak lurus dengan lantai.

6. Foto harus mencakup seluruh kepala, leher dan sekitarnya.

7. Apabila semuanya sudah tepat, tombol capture pada kamera ditekan. 8. Hal tersebut dilakukan pada setiap subjek penelitian hingga semua

softcopy foto terkumpul.

9. Bagian sekeliling foto yang tidak diperlukan dapat dipotong dan kedua mata subjek penelitian disensor.

10.Proses pencetakan dilakukan dengan menggunakan tinta print merek Kodak Ektacolor Prime, Kertas foto merek Kodak Brilliance ukuran 7,5 cm x 10,5 cm.


(35)

Gambar 8. Pengaturan tata letak mini studio14

3.5.2 Pengambilan Foto Model

Pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta model studi yang ada di Klinik Ortodonti FKG USU. Adapun langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain:

1. Menggunakan pensil 2B untuk membuat tanda pada beberapa titik : a. Mesial insisal Insisivus sentralis atas kanan-kiri (U1)

b. Cusp kaninus atas kanan-kiri (UC)

c. Cusp mesiobukal molar dua desidui atas kanan-kiri (UEMB) d. Cusp mesiobukal Molar satu permanen atas kanan-kiri (U6MB) e. Mesial insisal Insisivus sentralis bawah kanan-kiri (L1)

f. Cusp kaninus bawah kanan-kiri (LC)

g. Cusp mesiobukal molar dua desidui bawah kanan-kiri (LEMB) h. Cusp mesiobukal Molar satu permanen bawah kanan-kiri (L6MB) 2. Model studi diletakkan di glass plate yang rata supaya tidak terbentuk bayangan.


(36)

3. Jarak dua titik diukur terlebih dahulu dengan kapiler sebagai titik referensi. 4. Model studi atas dan bawah kemudian diaturkan seperti ditunjukkan di gambar.

5. Kemudian menggunakan kamera untuk menangkap gambar dari atas. 6. Hal tersebut dilakukan pada setiap model penelitian hingga semua

softcopy foto terkumpul.

7. Saat pencetakan foto, dilakukan pengaturan terhadap hasil print dengan titik referensi 1:1.

8. Proses pencetakan dilakukan untuk memperoleh data tersebut dalam bentuk foto.

Gambar 9. Foto Model


(37)

Pengukuran pada foto dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Titik patokan pada foto frontal wajah adalah titik pada bagian tengah philtrum pada bibir atas (Cupid’s bow), Glabella, dan Soft Tissue Gonion kanan-kiri.

2. Titik serion dan FHm digaris dengan pensil untuk memperoleh garis

midline.

3. Titik-titik patokan digaris dengan pensil untuk memperoleh jarak dari midline- soft tissue gonion kanan-kiri.

4. Panjang garis diukur dengan menggunakan penggaris

5. Dilakukan perhitungan untuk mencari selisih antara jarak midline-soft tissue gonion kanan dengan jarak midline- soft tissue gonion kiri.

6. Sisi kanan wajah lebih lebar apabila terdapat nilai lebih atau sama dengan +2 mm.

7. Sisi kiri wajah lebih lebar apabila terdapat nilai kurang atau sama dengan -2 mm.


(38)

Gambar 10. Foto frontal subjek

3.5.4 Pengukuran Foto Model

Pengukuran pada foto dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan Median palatal plane (MPP) dengan menggunakan dua titik sepanjang median palatal raphe yaitu:

a. Titik pertama adalah titik pertemuan rugae palatina kedua kiri-kanan

b. Titik kedua adalah titik 1 cm lebih distal dari titik pertama pada

median palatal raphe

2. Angulasi yang dibentuk oleh MPP dengan ujung model studi pada rahang atas diukur dan dicatat.


(39)

3. Angulasi tersebut diproyeksikan ke rahang bawah untuk mendapat MPP mandibula.

4. Kemudian garis tegak lurus ditarik dari MPP ke masing-masing titik pada gigi (U1, UC, UEMB, U6MB, L1, LC, LEMB, L6MB) menggunakan pensil.

5. Dilakukan perhitungan untuk mencari selisih antara sisi kanan dan sisi kiri pada masing-masing titik pada model di rahang atas dan rahang bawah

6. Apabila selisih nilai dari masing-masing titik kedua sisi lebih atau sama dengan +2 mm berarti titik pada sisi kanan lebih jauh dari MPP

7. Apabila selisih nilai dari masing-masing titik kedua sisi kurang atau sama dengan -2 mm berarti titik pada sisi kiri lebih jauh dari MPP

8. Lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar daripada sisi kiri apabila terdapat minimal empat titik dengan nilai lebih atau sama dengan +2 mm.

9. Lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar daripada sisi kanan apabila terdapat minimal empat titik dengan nilai kurang atau sama dengan -2 mm.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode komputerisasi

3.6.2 Analisis Data

1. Perhitungan asimetri wajah dan penentuan lebar wajah pada sisi kanan dan kiri.

2. Perhitungan asimetri lengkung gigi dan penentuan lebar lengkung gigi pada sisi kanan dan kiri.


(40)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 37 orang yang dipilih dari pasien anak-anak yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Pengambilan foto frontal dilakukan dengan pengambilan foto secara langsung pada sampel. Sedangkan foto model dilakukan pada model studi dari pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti.

Tabel 1. PREVALENSI KESIMETRISAN WAJAH

Frekuensi Persentase (%)

Asimetri dalam batas normal 18 48,6%

Asimetri secara klinis 19 51,4%

Total 37 100%

Tabel 2. PREVALENSI ASIMETRI WAJAH SECARA KLINIS

Frekuensi Persentase (%)

Asimetri Kiri 8 42,10%

Asimetri Kanan 11 57.89%

Total 19 100%

Tabel 1 menunjukkan dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batas normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah secara klinis. Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar.


(41)

Tabel 3. PREVALENSI KESIMETRISAN LENGKUNG GIGI

Frekuensi Persentase (%)

Asimetri dalam batas normal 26 70,27%

Asimetri secara klinis 11 29,73%

Total 37 100%

Tabel 4. PREVALENSI ASIMETRI LENGKUNG GIGI SECARA KLINIS Frekuensi Persentase (%)

Asimetri Kiri 6 54,54%

Asimetri Kanan 5 45,46%

Total 11 100%

Tabel 3 menunjukkan dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batas normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar.

Tabel 5 menunjukkan dari 37 orang subjek, 37,84% (n=14) subjek memiliki asimetri dalam batas normal pada wajah dan lengkung gigi. Sebanyak 5,41% (n=2) subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 10,81% (n=4) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 2,7% (n=1) memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 18,92% (n=7) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 2,7% (n=1) subjek memiliki asimetri wajah pada


(42)

sisi kanan lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 5,41% (n=2) memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar.

Tabel 5 juga menunjukkan signifikansi hubungan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil ini adalah p = 0,558. Nilai tersebut lebih besar dari derajat kepercayaan 95% (p=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.


(43)

Tabel 5. HUBUNGAN ASIMETRI WAJAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI

Asimetri Lengkung Gigi

Total

Nilai Sig.

Normal Kiri Kanan

Asimetri Wajah

Normal Frekuensi 14 2 3 19

0.558*

Persentase (%) 37.84% 5.41% 8.11% 51.35%

Kiri Frekuensi 4 3 1 8

Persentase (%) 10.81% 8.11% 2.7% 21.62%

Kanan Frekuensi 7 1 2 10

Persentase (%) 18.92% 2.7% 5.41% 27.03%

Total Frekuensi 25 6 6 37

Persentase (%) 67.57% 16.22% 16.22% 100.0%


(44)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pemeriksaan asimetri wajah merupakan salah satu prosedur analisis fungsi yang wajib dilakukan pada pemeriksaan awal suatu kasus ortodonti. Pada peneliian ini bertujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat serta dapat memberikan informasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan ortodonti interseptif pada suatu kasus anomali tertentu. Kondisi ini berkaitan dengan hasil penelitian Ghasemainpour yang melaporkan bahwa asimetri yang umum terjadi ditemukan adalah pada 1/3 wajah bawah.4 Oleh karena itu, early ortodontic treatment dapat dilakukan untuk mengkoreksi masalah fungsi dan estetika sebagai alasan utama mencegah terjadinya suatu maloklusi menjadi lebih parah.

Asimetri wajah merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pemeriksaan klinis dan foto sefalometri. Asimetri wajah yang ringan biasanya terabaikan dan tidak membutuhkan perawatan.1 Istilah asimetri yang masih berada dalam batas normal tidak sama dengan simetris karena simetris berarti kedua sisi sama persis baik dari segi ukuran, bentuk, maupun posisi landmark. Oleh karena itu, asimetri yang masih berada dalam batas normal dikenal dengan istilah asimetri normal.1

Ketika seorang pasien terlihat memiliki asimetri wajah, kita perlu menilai apakah asimetri itu bersifat skeletal, dental, jaringan lunak atau masalah fungsional. Pemeriksaan asimetri wajah secara sederhana dapat dilakukan langsung ke pasien pada saat pemeriksaan awal ataupun melalui foto frontal. Pemeriksaan studi model dilakukan untuk mengevaluasi asimetri dental. Bila masalah fungsional dan asimetri dental bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan asimetri wajah, perlu dilakukan pemeriksaan foto radiografi posteroanterior untuk memeriksa apakah asimetri bersifat skeletal atau jaringan lunak.


(45)

Penyebab asimetri dapat berasal dari kongenital, perkembangan, dan

acquired.3 Banyak penelitian yang melaporkan adanya perubahan lengkung gigi

selama periode tumbuh kembang yang menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik dapat mempengaruhi perkembangan asimetri selain faktor herediter. Penelitian Mladen menyatakan bahwa faktor perkembangan lebih mempengaruh kesimetrisan pada wajah dan dental.21 Menurut penelitian Byron, faktor kongenital dan perkembangan masing-masing mempengaruhi 50% dalam pembentukan struktur wajah. Oleh karena itu, perlu analisis yang seksama dalam menentukan asimetri wajah dan asimetri dental. Bila asimetri dental diabaikan, asimetri dental dapat berkembang menjadi asimetri skeletal sehingga diperlukan perawatan yang lebih kompleks seperti bedah ortognatik. Menurut Cheong, perawatan ortodonti dapat dilakukan sedini mungkin selama masa tumbuh kembang untuk mencapai perbaikan fungsi dan estetika. Bedah ortognatik dapat dipertimbangkan bila hasilnya belum sempurna.7

Tabel 1 menunjukkan dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batas normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah secara klinis. Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Persentase subjek yang terdapat asimetri kanan lebih banyak daripada asimetri wajah kiri tetapi tidak menunjukkan asimetri wajah yang dominan satu sisi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Haraguchi. Pada penelitian Haraguchi melaporkan prevalensi subjek yang memiliki asimetri wajah kanan lebih dominan (79,7%).5 Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia dan ras. Perbedaan penelitian ini adalah pasien yang belum selesai menjalani perawatan ortodonti dan rentang usia sampel penelitian 6-12 tahun sedangkan penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun 3 bulan yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti. Rata-rata usia subjek yang diteliti oleh Haraguchi lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini diperkuat oleh penelitian Bishara dan Ghasemainpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh kembang merupakan salah satu etiologi utama penyebab asimetri wajah.1,6


(46)

Kunci dalam evaluasi asimetri wajah terletak pada penentuan midline wajah. Menurut Haraguchi dan Bidra (cit, Preedy 2008), sampai saat ini belum ada metode yang mutlak untuk menentukan midline wajah.4,14 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan titik Cupid’s bow dan titik Glabella untuk menentukan midline wajah.14

Tabel 3 menunjukkan dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batas normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar. Hal ini sejalan dengan penelitian Maurice dan Kula yang mengatakan sebanyak 25% anak-anak yang terdapat asimetri dental yang lebih dari 2,0 mm.11 Primozic melaporkan bahwa asimetri skeletal pada mandibula menunjukkan hubungan yang signifikan dengan asimetri wajah. Selanjutnya, penelitian tersebut juga menyatakan bahwa subjek yang memiliki unilateral crossbite menunjukkan asimetri wajah yang lebih parah dari subjek yang normal.22

Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan

median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan

lengkung gigi. Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki kelemahan. Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat maka garis

median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90º dengan garis pada belakang

model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus ditrimming dengan baik supaya hasilnya lebih akurat.11

Tabel 5 menunjukkan dari 37 orang subjek, 37,84% (n=14) subjek memiliki asimetri dalam batas normal pada wajah dan lengkung gigi. Sebanyak 5,41% (n=2) subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 10,81% (n=4) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar,


(47)

tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 2,7% (n=1) memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 18,92% (n=7) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 2,7% (n=1) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 5,41% (n=2) memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar.

Tabel 5 juga menunjukkan signifikansi hubungan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil ini adalah p= 0,558. Nilai tersebut lebih besar dari derajat kepercayaan 95% (p=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi. Menurut Fischer dan Cheney, asimetri dental dapat diklasifikasikan menurut arah asimetri, yaitu, antero-posterior, supero-inferior (vertikal), dan medio-lateral (transversal).2,23 Penelitian ini melihat asimetri lengkung gigi menggunakan foto model. Oleh karena itu asimetri yang dapat dilihat hanya asimetri secara transversal sebaliknya asimetri secara vertikal tidak dapat dilihat dalam foto model gigi.

Menurut penelitian Haraguchi, pasien yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti juga mempunyai asimetri wajah.4 Hal ini membuktikan bahwa dengan memperbaiki asimetri dental tidak mutlak dapat memperbaiki asimetri wajah Perawatan ortodonti dilakukan untuk memperbaiki susunan gigi agar dapat oklusi serta fungsi yang normal dapat tercapai, namun bukan berarti dapat memperbaiki asimetri wajah secara langsung. Cheong mengatakan bahwa asimetri dental dapat dikoreksi hanya dengan menjalani perawatan ortodonti tetapi untuk asimetri yang lebih berat membutuhkan kombinasi perawatan ortodonti dan bedah ortognatik.7 Oleh karena itu, informasi yang jelas harus disampaikan ke pasien yang memiliki asimetri wajah.


(48)

Asimetri lengkung gigi tidak mempengaruhi asimetri wajah secara langsung. Asimetri lengkung gigi akan menyebabkan gangguan pada perkembangan rongga mulut. Dari hasil penelitian longitudinal Melnik dilaporkan bahwa asimetri lengkung gigi berhubungan dengan usia karena pada saat usia 6 tahun asimetri mandibula pada sisi kiri lebih lebar tetapi saat usia 16 tahun asimetri mandibula berkembang sehingga lebih lebar pada sisi kanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan lengkung gigi.24 Menurut Vig dan Hewitt, asimetri dental dapat menyebabkan aktivitas fungsional yang tidak seimbang saat pengunyahan. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mekanisme sendi temporomandibula. Untuk mendapat fungsi yang simetris dan mencapai interdigitasi yang maksimal maka struktur dentoalveolar akan beradaptasi dengan lengkung gigi yang asimetri. Akhirnya terjadi asimetri skeletal seperti diskrepansi skeletal. Penelitian Vig dan Hewitt juga menyatakan bahwa daerah dentoalveolar dan bagian bawah kavitas nasal memiliki respon adaptasi yang tinggi. Oleh karena itu, bila dilakukan perawatan dini, maka struktur dentoalveolar dan fungsinya akan terkoreksi sehingga dapat mencegah asimetri skeletal.18


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi asimetri 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batasan normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis, diperoleh 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar.

2. Prevalensi asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batasan normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, diperoleh 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) diperoleh sisi kanan lebih lebar.

3. Dari hasil penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas yang lebih tinggi

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode longitudinal untuk melihat hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi dalam jangka waktu yang lebih panjang.

3. Menggunakan subjek yang belum pernah melakukan perawatan 4. Menggunakan lebih banyak titik untuk menentukan asimetri wajah


(50)

Daftar Pustaka

1. Bishara SE, Burkey PS, Kharouf JG. Dental and Facial asymmetries : a review. Angle Orthod 1994 64(2): 89-98

2. Fischer B. Asymetries of the Dentofacial Complex. Angle Orthod 1954 ; 24 : 1779-192.

3. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. W.B. Saunders Co. 2001: Chap 29 4. Ghasemianpour M, Safaci SMR, Golestan JF. Prevalence of dento facial

asymmetries in 14-17 year old Tehran students, 2004. Behesti Univ Dent J 2005 ; 22(Special Issue) : 35-39

5. Haraguchi S, Iguchi Y, Takada K. Asymmetry of the Face In Orthodontic Patients. Angle Orthod 2008 78(3) : 421-426

6. Smith RJ, Bailit HL. Prevalence and Etiology of Asymmetries in Occlusion. Angle Orthod 1979;49:199-204

7. Cheong YW, Lo LJ. Facial Asymmetry : Etiology, Evaluation, and Management. Chang Gung Med J 2011;34: 341-351

8. Chia SY, Naini FB, Gill DS. The Aetiology, Diagnosis and Management of Mandibular Asymmetry. Ortho Update 2008 ;1: 44-52

9. Severt TR, Proffit WR. The prevalence of Facial Asymmetry in the Dentofacial deformities population at the University of North Carolina. Int J Orthodon Orthognath Surg. 1997: 12(3) : 171- 176 (abstrak)

10.Huges BO, Moore GR. Heredity, Growth and the Dentofacial Complex. Angle Orthod 1941; 11(4) : 217-222

11.Maurice TJ, Kula K. Dental arch asymmetry in the mixed dentition. Angle Orthod 1998; 68(1): 37-44.

12.Keski-Nisula K, Hernesniemi R, Heiskanen M, Keski-Nisula L, Varrela J. Orthodontic intervention in the early mixed dentition: A prospective, controlled study on the effects of the eruption guidance. AmJ Orthod Dentofacial Orthop 2006;133(2):62-72


(1)

Penyebab asimetri dapat berasal dari kongenital, perkembangan, dan acquired.3 Banyak penelitian yang melaporkan adanya perubahan lengkung gigi selama periode tumbuh kembang yang menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik dapat mempengaruhi perkembangan asimetri selain faktor herediter. Penelitian Mladen menyatakan bahwa faktor perkembangan lebih mempengaruh kesimetrisan pada wajah dan dental.21 Menurut penelitian Byron, faktor kongenital dan perkembangan masing-masing mempengaruhi 50% dalam pembentukan struktur wajah. Oleh karena itu, perlu analisis yang seksama dalam menentukan asimetri wajah dan asimetri dental. Bila asimetri dental diabaikan, asimetri dental dapat berkembang menjadi asimetri skeletal sehingga diperlukan perawatan yang lebih kompleks seperti bedah ortognatik. Menurut Cheong, perawatan ortodonti dapat dilakukan sedini mungkin selama masa tumbuh kembang untuk mencapai perbaikan fungsi dan estetika. Bedah ortognatik dapat dipertimbangkan bila hasilnya belum sempurna.7

Tabel 1 menunjukkan dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batas normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah secara klinis. Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis sebanyak 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar. Persentase subjek yang terdapat asimetri kanan lebih banyak daripada asimetri wajah kiri tetapi tidak menunjukkan asimetri wajah yang dominan satu sisi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Haraguchi. Pada penelitian Haraguchi melaporkan prevalensi subjek yang memiliki asimetri wajah kanan lebih dominan (79,7%).5 Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia dan ras. Perbedaan penelitian ini adalah pasien yang belum selesai menjalani perawatan ortodonti dan rentang usia sampel penelitian 6-12 tahun sedangkan penelitian Haraguchi dilakukan pada subjek usia rata-rata 15 tahun 3 bulan yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti. Rata-rata usia subjek yang diteliti oleh Haraguchi lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini diperkuat oleh penelitian Bishara dan Ghasemainpour yang menyatakan bahwa proses tumbuh kembang merupakan salah satu etiologi utama penyebab asimetri wajah.1,6


(2)

Kunci dalam evaluasi asimetri wajah terletak pada penentuan midline wajah. Menurut Haraguchi dan Bidra (cit, Preedy 2008), sampai saat ini belum ada metode yang mutlak untuk menentukan midline wajah.4,14 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan titik Cupid’s bow dan titik Glabella untuk menentukan midline wajah.14

Tabel 3 menunjukkan dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batas normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis sebanyak 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) memiliki lengkung gigi sisi kanan lebih lebar. Hal ini sejalan dengan penelitian Maurice dan Kula yang mengatakan sebanyak 25% anak-anak yang terdapat asimetri dental yang lebih dari 2,0 mm.11 Primozic melaporkan bahwa asimetri skeletal pada mandibula menunjukkan hubungan yang signifikan dengan asimetri wajah. Selanjutnya, penelitian tersebut juga menyatakan bahwa subjek yang memiliki unilateral crossbite menunjukkan asimetri wajah yang lebih parah dari subjek yang normal.22

Pada umumnya ortodontis mengevaluasi asimetri lengkung gigi dengan cara menganalisis permukaan oklusal secara visual pada studi model dan menggunakan median palatal raphe sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan lengkung gigi. Maurice dan Kula menyatakan bahwa metode ini memiliki kelemahan. Jika hasil trimming pada bagian belakang model tidak memenuhi syarat maka garis median palatal raphe tidak dapat membentuk sudut 90º dengan garis pada belakang model. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini harus ditrimming dengan baik supaya hasilnya lebih akurat.11

Tabel 5 menunjukkan dari 37 orang subjek, 37,84% (n=14) subjek memiliki asimetri dalam batas normal pada wajah dan lengkung gigi. Sebanyak 5,41% (n=2) subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah dalam batas normal, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 10,81% (n=4) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar,


(3)

tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 8,11% (n=3) subjek memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 2,7% (n=1) memiliki asimetri wajah pada sisi kiri lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar. Sebanyak 18,92% (n=7) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi terdapat asimetri lengkung gigi dalam batas normal. Sebanyak 2,7% (n=1) subjek memiliki asimetri wajah pada sisi kanan lebih lebar, tetapi asimetri lengkung gigi pada sisi kiri lebih lebar. Sebanyak 5,41% (n=2) memiliki asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi pada sisi kanan lebih lebar.

Tabel 5 juga menunjukkan signifikansi hubungan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil ini adalah p= 0,558. Nilai tersebut lebih besar dari derajat kepercayaan 95% (p=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi. Menurut Fischer dan Cheney, asimetri dental dapat diklasifikasikan menurut arah asimetri, yaitu, antero-posterior, supero-inferior (vertikal), dan medio-lateral (transversal).2,23 Penelitian ini melihat asimetri lengkung gigi menggunakan foto model. Oleh karena itu asimetri yang dapat dilihat hanya asimetri secara transversal sebaliknya asimetri secara vertikal tidak dapat dilihat dalam foto model gigi.

Menurut penelitian Haraguchi, pasien yang sudah selesai menjalani perawatan ortodonti juga mempunyai asimetri wajah.4 Hal ini membuktikan bahwa dengan memperbaiki asimetri dental tidak mutlak dapat memperbaiki asimetri wajah Perawatan ortodonti dilakukan untuk memperbaiki susunan gigi agar dapat oklusi serta fungsi yang normal dapat tercapai, namun bukan berarti dapat memperbaiki asimetri wajah secara langsung. Cheong mengatakan bahwa asimetri dental dapat dikoreksi hanya dengan menjalani perawatan ortodonti tetapi untuk asimetri yang lebih berat membutuhkan kombinasi perawatan ortodonti dan bedah ortognatik.7 Oleh karena itu, informasi yang jelas harus disampaikan ke pasien yang memiliki asimetri wajah.


(4)

Asimetri lengkung gigi tidak mempengaruhi asimetri wajah secara langsung. Asimetri lengkung gigi akan menyebabkan gangguan pada perkembangan rongga mulut. Dari hasil penelitian longitudinal Melnik dilaporkan bahwa asimetri lengkung gigi berhubungan dengan usia karena pada saat usia 6 tahun asimetri mandibula pada sisi kiri lebih lebar tetapi saat usia 16 tahun asimetri mandibula berkembang sehingga lebih lebar pada sisi kanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan lengkung gigi.24 Menurut Vig dan Hewitt, asimetri dental dapat menyebabkan aktivitas fungsional yang tidak seimbang saat pengunyahan. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mekanisme sendi temporomandibula. Untuk mendapat fungsi yang simetris dan mencapai interdigitasi yang maksimal maka struktur dentoalveolar akan beradaptasi dengan lengkung gigi yang asimetri. Akhirnya terjadi asimetri skeletal seperti diskrepansi skeletal. Penelitian Vig dan Hewitt juga menyatakan bahwa daerah dentoalveolar dan bagian bawah kavitas nasal memiliki respon adaptasi yang tinggi. Oleh karena itu, bila dilakukan perawatan dini, maka struktur dentoalveolar dan fungsinya akan terkoreksi sehingga dapat mencegah asimetri skeletal.18


(5)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi asimetri 1/3 wajah bawah pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 48,6% (n=18) memiliki asimetri wajah yang dalam batasan normal dan sebanyak 51,4% (n=19) memiliki asimetri wajah secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri wajah secara klinis, diperoleh 42,10% (n=8) memiliki wajah sisi kiri lebih lebar dan 57,89% (n=11) memiliki wajah sisi kanan lebih lebar.

2. Prevalensi asimetri lengkung gigi pada pasien yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU adalah sebagai berikut: dari 37 orang subjek, 70,27% (n=26) memiliki asimetri lengkung gigi yang dalam batasan normal dan 29,73% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Dari hasil analisis subjek yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, diperoleh 54,54% (n=6) memiliki lengkung gigi sisi kiri lebih lebar dan 45,46% (n=5) diperoleh sisi kanan lebih lebar.

3. Dari hasil penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas yang lebih tinggi

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode longitudinal untuk melihat hubungan asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi dalam jangka waktu yang lebih panjang.

3. Menggunakan subjek yang belum pernah melakukan perawatan 4. Menggunakan lebih banyak titik untuk menentukan asimetri wajah


(6)

Daftar Pustaka

1. Bishara SE, Burkey PS, Kharouf JG. Dental and Facial asymmetries : a review. Angle Orthod 1994 64(2): 89-98

2. Fischer B. Asymetries of the Dentofacial Complex. Angle Orthod 1954 ; 24 : 1779-192.

3. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. W.B. Saunders Co. 2001: Chap 29 4. Ghasemianpour M, Safaci SMR, Golestan JF. Prevalence of dento facial

asymmetries in 14-17 year old Tehran students, 2004. Behesti Univ Dent J 2005 ; 22(Special Issue) : 35-39

5. Haraguchi S, Iguchi Y, Takada K. Asymmetry of the Face In Orthodontic Patients. Angle Orthod 2008 78(3) : 421-426

6. Smith RJ, Bailit HL. Prevalence and Etiology of Asymmetries in Occlusion. Angle Orthod 1979;49:199-204

7. Cheong YW, Lo LJ. Facial Asymmetry : Etiology, Evaluation, and Management. Chang Gung Med J 2011;34: 341-351

8. Chia SY, Naini FB, Gill DS. The Aetiology, Diagnosis and Management of Mandibular Asymmetry. Ortho Update 2008 ;1: 44-52

9. Severt TR, Proffit WR. The prevalence of Facial Asymmetry in the Dentofacial deformities population at the University of North Carolina. Int J Orthodon Orthognath Surg. 1997: 12(3) : 171- 176 (abstrak)

10.Huges BO, Moore GR. Heredity, Growth and the Dentofacial Complex. Angle Orthod 1941; 11(4) : 217-222

11.Maurice TJ, Kula K. Dental arch asymmetry in the mixed dentition. Angle Orthod 1998; 68(1): 37-44.

12.Keski-Nisula K, Hernesniemi R, Heiskanen M, Keski-Nisula L, Varrela J. Orthodontic intervention in the early mixed dentition: A prospective, controlled study on the effects of the eruption guidance. AmJ Orthod Dentofacial Orthop 2006;133(2):62-72