Pengaruh self efficacy dan aspek-aspek demografi terhadap motivasi kerja pegawai badan penghubung provinsi Riau

(1)

PENGARUH SELF EFFICACY DAN ASPEK-ASPEK

DEMOGRAFI TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI

BADAN PENGHUBUNG PROVINSI RIAU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun Oleh :

Imam Syafi’i

105070002238

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Imam Syafi’i NIM : 105070002238

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH SELF EFFICACY DAN FAKTOR-FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI BADAN PENGHUBUNG PROVINSI RIAU” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Ciputat, 10 Oktober 2011

Imam Safi‟i NIM. 105070002238


(3)

PENGARUH SELF EFFICACY DAN ASPEK-ASPEK

DEMOGRAFI TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI

BADAN PENGHUBUNG PROVINSI RIAU

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: IMAM SYAFI’I NIM: 105070002238

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi Liany Luzvinda, M.Si NIP. 197706082 200501 2 003 NIP.150 411 152

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

1432 H / 2011 M


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul PENGARUH SELF EFFICACY DAN ASPEK-ASPEK DEMOGRAFI TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI BADAN PENGHUBUNG PROVINSI RIAU telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 7 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP. 130885522 NIP. 19561223198303 2001

Anggota :

Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi Liany Luzvinda, M.Si NIP. 19770608 200501 2 003 NIP. 150 411 152


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Illahi Rabbi, Sang Pemillik alam semesta yang Maha segalanya dan tidak ada yang mampu mengalahkan rasa kasih sayang – Nya dan karunia Nya kepada seluruh umat manusia. Shalawat serta salam tercurahkan bagi Rasulullah SAW, suri tauladan sepanjang masa.

Penulis bersyukur telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

”PENGARUH SELF EFFICACY dan ASPEK-ASPEK DEMOGRAFI TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI BADAN PENGHUBUNG PROVINSI RIAU” sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kelancaran dalam pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan, arahan dari semua pihak dan juga petunjuk dan nikmat dari Allah SWT kepada penulis. Oleh karena itu, penulis panjatkan syukur dan haturkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Jakarta, para pembantu dekan serta staf Fakultas Psikologi yang tidak disebutkan satu persatu yang telah memberikan kemudahan dalam setiap urusan selama kuliah, semoga Allah selalu memudahkan urusan mereka.

2. Ibu. Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi pembimbing I sekaligus penguji, yang telah memberikan arahan dan masukan berharga kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu. Liany Luzvinda, M.Si, pembimbing II yang memberikan saran dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh dosen fakultas Psikologi yang tidak disebutkan satu persatu, untuk ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama di bangku kuliah, semoga Allah membalas kebaikan kalian.

5. Teristimewa Ayahku, Ibuku dan saudaraku yang tak pernah bosan berdoa untukku, yang selalu menyemangatiku dalam menuntut ilmu. Semoga Allah memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat.


(6)

6. Teman-teman psikologi dan khususnya angkatan 2005, teman-teman Pecinta Alam fakultas psikologi, teman-teman IKAPDH (Ikatan Keluarga Alumni Pon-Pes Darul Hikmah) wilayah Jakarta, teman-teman SEMARI (Serumpun Mahasiswa Riau) Banten, dan teman-teman semua dalam seperjuangan. Terimakasih atas motivasi dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Semua orang yang mengajarkan dan memberikan kekuatan melalui doa tulusnya.

Peneliti memohonkan doa kepada Allah SWT semoga pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.

Jakarta, 10 Oktober 2011


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan (Keaslian Karya) i

Lembar Pengesahan ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi v

Motto vi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Batasan Masalah 10

1.3. Rumusan Masalah 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 12

1.5. Sistematika Penulisan 13

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Motivasi Kerja 14

2.1.1. Pengertian Motivasi dan Kerja 14 2.1.2. Pengertian Motivasi Kerja 16 2.1.3. Teori-teori Motivasi Kerja 17 2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja 23 2.1.5. Upaya-upaya Memotivasi 24

2.2. Self Efficacy 26

2.2.1. Pengertian Self Efficacy 26 2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy 28

2.2.3. Dimensi Self Efficacy 29

2.2.4. Fungsi Self Efficacy 31

2.2.5. Sumber-sumber Self Efficacy 34

2.3. Kerangka Berpikir 37


(8)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel 41

3.1.1. Populasi 41

3.1.2. Sampel 41

3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel 41

3.2. Variabel Penelitian 42

3.2.1. Definisi Variabel Penelitian 42 3.2.2. Definisi Konseptual Variabel Penelitian 42 3.2.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian 43

3.3. Instrumen Pengumpulan Data 45

3.4. Prosedur Pengumpulan Data 47

3.4.1. Uji Validitas dan Raliabilitas Alat Ukur 48

3.5. Teknik Analisa Data 50

3.6. Prosedur Penelitian 52

BAB 4

HASIL PENELITIAN dan ANALISIS DATA

4.1. Gambaran Umum Responden 54

4.2. Kategorisasi Skor 56

` 4.2.1. Kategorisasi Skor Self Efficacy 57 4.2.2. Kategorisasi Skor Motivasi Kerja 58 4.3. Uji Validitas Alat Ukur 59

4.3.1. Uji Validitas Skala Self Efficacy 59 4.3.2. Uji Validitas Skala Motivasi Kerja 61 4.4. Analisis Regresi Variabel Penelitian 62

4.4.1. Uji Hipotesis 1 66

4.4.2. Uji Hipotesis 2 66

4.4.3. Uji Hipotesis 3 66

4.4.4. Uji Hipotesis 4 67

4.4.5. Uji Hipotesis 5 67

4.4.6. Uji Hipotesis 6 67

4.4.7. Uji Hipotesis 7 68


(9)

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN

5.1. Kesimpulan 71

5.2. Diskusi 71

5.3. Saran 74

5.3.1. Saran Teoritis 74

5.3.2. Saran Praktis 74

DAFTAR PUSTAKA

75


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skema Kerangka Berpikir 39

Tabel 3.1 Blue Print Skala Self Efficacy sebelum dilakukan CFA 46 Tabel 3.2 Blue Print Skala Motivasi Kerja sebelum dilakukan CFA 46 Tabel 3.3 Blue Print Skala Self Efficacy setelah dilakukan CFA 49 Tabel 3.4 Blue Print Skala Motivasi Kerja setelah dilakukan CFA 50

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden 54

Tabel 4.2 Deskriptive Statistik Variabel 56

Tabel 4.3 Kategorisasi Skor 57

Tabel 4.4 Hasil Kategori Self Efficacy 57

Tabel 4.5 Hasil Kategori Motivasi Kerja 58

Tabel 4.6 Model Summary Analisa Regresi ke-7 IV 62

Tabel 4.7 ANOVA Analisa Regresi ke-7 IV 63

Tabel 4.8 Coeficients (a) Analisis Regresi ke-VII 64 Tabel 4.9 Proporsi Varian DV Berdasarkan IV 69


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Validitas Motivasi Kerja 77

Lampiran 2 Uji Validitas Self Efficacy 81

Lampiran 3 Surat Kesediadaan Subjek 86

Lampiran 4 Item Pernyataan Penelitian Skala Motivasi Kerja 87 Lampiran 5 Item Pernyataan Penelitian Skala Self Efficacy 88 Lampiran 6 Analisis Regresi Variabel Penelitian 90 Lampiran 7 Hasil Regresi per-IV terhadap DV 91


(12)

Motto;

Mulailah dari yang kecil

Mulailah dari diri sendiri

Mulailah dari sekarang

Kerjakanlah pekerjaan yang membawa

berkah bagimu dan orang disekitarmu


(13)

ABSTRAK A) Fakultas Psikologi

B) Oktober 2011 C) Imam Syafi‟i

D) Pengaruh Self Efficacy dan Aspek-aspek Demografi terhadap Motivasi Kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau

E) xi + 93 halaman + lampiran

F) Perilaku seseorang itu hakikatnya ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu istilah lainnya adalah motivasi. Dengan demikian, motivasi merupakan pendorong agar seseorang itu melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan (Thoha, 2007). Kinerja seseorang hendaknya didukung pula oleh adanya keyakinan akan kemampuan diri dalam menjalankan pekerjaannya. Keyakinan individu mengenai kemampuannya dalam menjalankan tugas tertentu dikenal dengan istilah self efficacy. Self efficacy seseorang menentukan seberapa besar usaha dan motivasi seseorang dalam bekerja dan menyelesaikan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). pengaruh self efficacy dan aspek-aspek demografi terhadap Motivasi Kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau. 2). Proporsi varian self efficacy terhadap Motivasi Kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan skala self efficacy dan motivasi kerja, berdasarkan teori self efficacy dari Bandura dan motivasi kerja dari Herzberg. Sampel penelitiannya adalah pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau yang berpendidikan minimal SMU dan mempunyai masa kerja minimal 1 tahun yang berjumlah 70 orang dan berusia minimal 20 tahun, maksimal 50 tahun dan memiliki pendapatan minimal 1 juta dengan status kawin. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik multiple regresi. Untuk memperkaya data yang terkait dengan penelitian, peneliti mengumpulkan data demografi responden, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, gaji dan lama kerja.

Hasil penelitian hipotesis mayor diperoleh bahwa 7 IV (Self efficacy, usia, jenis kelamin, tingka pendidikan, status perkawinan, gaji dan lama kerja) secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap DV (motivasi kerja) dengan R2 sebesar 0,142. Dari hasil koefisien regresi hanya ada dua IV (usia dan status perkawinan) yang berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa Ho

ditolak.

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran agar menggunakan skala baku, besar kemungkinan skala yang baku lebiht menggambarkan persoalan yang diteliti.


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini, dipaparkan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang

Penempatan manusia sebagai salah satu unsur yang paling penting dalam organisasi adalah orientasi dasar dari perilaku organisasi. Ini berarti bahwa birokrat hendaknya senantiasa sadar bahwa di antara tiga dimensi pokok dalam organisasi tidaklah bisa memberikan penekanan kepada dimensi yang lain sehingga menelantarkan dimensi manusia. Jika birokrat dalam bekerja hanya menekankan dimensi teknis dan dimensi konsep, dan tidak mengindahkan dimensi manusia sebagai dimensi ketiga maka akan menimbulkan suatu iklim bekerja yang tidak respektif terhadap faktor pendukung utama dari organisasi yakni manusia.

Kepala Badan Penghubung Provinsi Riau (Tarmizi Natar Nasution) dalam pertemuan dan perbincangan dengan peneliti pada hari Selasa, tanggal 29-06-2010 di kantornya mengatakan bahwa “pekerjaan organisasi dapat dikerjakan dengan cepat akhirnya tergantung pada tingkah laku anggota organisasi itu sendiri”.

Pada tanggal 1 April dalam pertemuan seluruh Kepala Badan Penghubung dari berbagai Provinsi di Mess Pemda Riau yang terletak di Slipi (Jakarta) dengan


(15)

2

tema “Peranan Badan Penghubung Terhadap Kemajuan Provinsi”, juga telah dikemukakan oleh Kepala Badan Penghubung Provinsi Riau bahwa demi lebih berkembangnya dan terlihat peranannya Badan Penghubung Provinsi Riau telah dibentuk sub bidang promosi, investasi dan hubungan kelembagaan.

Berdasarkan wawancara dengan pegawai yang bekerja di Bidang Kepegawaian Badan Penghubung Provinsi Riau (Komunikasi Personal dengan Ibu Dhini, Selasa 22 Maret 2011), sejauh ini pegawai di Badan Penghubung Provinsi Riau tidak memiliki motivasi lebih dalam melaksanakan pekerjaannya. Pekerjaan tersebut sudah disesuaikan dengan job description yang telah diatur oleh Badan. Mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan yang telah ditugaskan atau kegiatan yang telah diatur. Kemudian dikatakan juga para pegawai tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya keyakinan dalam diri pegawai untuk melaksanakan tugasnya demi berkebangnya organisasi.

Perilaku seseorang itu hakikatnya ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu istilah lainnya adalah motivasi. Dengan demikian, motivasi merupakan pendorong agar seseorang melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan (Thoha, 2007).

Walaupun seorang pekerja telah memiliki kemampuan alami dengan baik yang telah dilengkapi dengan latihan yang relevan dan sukses disertai dengan alat bantu yang tepat, namun faktor utama yang menentukan tingkat keberhasilan individu dalam melaksanakan pekerjaannya adalah tingkat motivasi individu itu sendiri.


(16)

3

Agar dapat menampilkan prestasi yang baik dibutuhkan suatu dorongan atau semangat yang dapat memberikan rangsangan untuk bekerja lebih giat, dorongan atau semangat ini sering disebut sebagai motivasi kerja.

Motivasi orang yang bekerja secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam

„motivasi intrinsik‟ dan „motivasi ekstrinsik‟. Klasifikasi ini biasanya dikaitkan dengan jenis imbalan yang diterima seseorang dalam pekerjaannya apabila menampilkan prestasi kerja tertentu. Imbalan intrinsik adalah bentuk imbalan yang diterima dan dirasakan seseorang yang dihubungkan dengan job content, seperti perasaan berprestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan perasaan kebebasan. Sedangkan imbalan ekstrinsik merupakan jenis imbalan yang diterima dari lingkungan luar individu dan biasanya dikaitkan dengan job context, seperti gaji, promosi, perlakuan supervisi/rekan sekerja, dan kondisi kerja. (Sjabadhyni dkk, 2001).

Disamping motivasi kerja, kinerja pegawai hendaknya didukung pula oleh adanya keyakinan akan kemampuan diri dalam menjalankan pekerjaannya. Keyakinan individu mengenai kemampuannya dalam menjalankan tugas tertentu dikenal dengan istilah self efficacy. Self efficacy seseorang menentukan seberapa besar usaha dan motivasi seseorang dalam bekerja dan menyelesaikan tugasnya (Bandura, 1996).

Alwisol (2008) mengungkapkan bahwa self efficacy merupakan gambaran penilaian kemampuan diri. Dimana seseorang yang memiliki self efficacy tinggi dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan


(17)

4

diri) sehingga individu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.

Steers & Porter (dalam Kanungo & Mendoca, 1994: 16) mendefinisikan bahwa motivasi kerja ialah considered a basic psychological process which explain why empoyeres behaves they do in the workplace. Jadi motivasi kerja adalah suatu proses dasar psikologi yang menjelaskan mengapa pekerja berperilaku tertentu ditempat kerjanya. Menurut Steers & Porter (dalam Kanungo & Mendoca, 1994), self efficacy adalah elemen dari motivasi kerja.

Douglas (1990, 177) dalam bukunya menuliskan sumbangan terbesar bagi pengetahuan tentang motivasi adalah sumbangan Bob Conklan dalam bentuk rekaman yang berjudul The Key to Motivation. Bob Conklan mengatakan, “Yang benar-benar merupakan motivasi adalah keyakinan, bukan keuntungan”. Jadi, keyakinanlah dan bukannya keuntungan yang memotivasi orang.

Hasil penelitian Kannia Mutiara mengenai self efficacy terhadap motivasi kerja pada wanita karir di salah satu cabang perusahaan. Hasil penelitian secara umum memperlihatkan bahwa motivasi kerja dipengaruhi oleh self efficacy, self efficacy mempunyai peranan 16,8% terhadap motivasi kerja gabungan. Secara konseptual motivasi kerja dapat dipisah menjadi 2 bagian yaitu faktor motivator dan faktor hygiene, maka dalam penelitian ini memperlihatkan analsis terhadap motivasi kerja terpisah dan hasilnya self efficacy mempunyai peranan sebesar 9% terhadap faktor motivator dan 12,1% terhadap faktor hygiene. Self efficacy sendiri terbagi atas 3 bagian yaitu: Magnitude pada self efficacy yaitu derajat kesulitan


(18)

5

masalah dimana seseorang merasa dapat menyelesaikannya. Generality dari self efficacy yaitu perasaan mampu yang dimiliki seseorang sebagai tindakan yang dimilikinya untuk menguasai tugas dalam kondisi tertentu. Kekuatan (strenght) dari self efficacy yaitu tingkat dari keyakinan seseorang mengenai kemampuan diri yang dirasakan. Motivasi kerja sendiri terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal atau dalam teori Herzberg disebut juga faktor motivator yang terdiri dari prestasi kerja, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan kesempatan untuk maju. Sedangkan faktor eksternal atau disebut juga faktor hygiene, antara lain kebijakan perusahaan, atasan, upah dan gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan keamanan kerja (Mutiara, 2008).

Dalam dunia kerja self efficacy menjadi hal yang penting, karena penilaian seseorang bahwa ia dapat berhasil dalam melakukan perilaku tertentu dapat menentukan seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan, termasuk pula berapa lama individu akan bertahan dalam menghadapi rintangan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin kuat self efficacy yang dipersepsikan seseorang maka akan semakin besar usaha yang akan dikeluarkan dalam menghadapi tantangan yang ada. Sebaliknya semakin individu meragukan kemampuannya maka akan mengurangi usaha atau menyerah sama sekali.

Self efficacy memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku dan tindakan seseorang. Bandura (1986, 5), mengatakan bahwa self efficacy mempengaruhi seseorang dalam berpikir, merasa dan memotivasi diri untuk bertindak. Jika seorang karyawan memiliki self efficacy yang rendah maka karyawan tersebut cenderung mempersepsikan bahwa dirinya tidak memiliki


(19)

6

kemampuan dan akan menghindari kegiatan yang dapat menunjang pengembangan potensi dirinya. Dalam menghadapi tugas, individu dengan self efficacy yang tinggi akan dapat terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya dapat melaksanakan tugas lebih dari pada individu dengan self efficacy rendah. Individu akan menganggap kemampuan sebagai satu faktor yang membantu dalam menyelesaikan tugas dan selanjutnya akan berfungsi sebagai faktor yang dapat meningkatkan ketertarikan seseorang pada pekerjaan tersebut.

Self efficacy berperan besar dalam membentuk motivasi dan reaksi emosional individu terhadap suatu tugas. Self efficacy adalah penilaian seseorang atas kemampuan dirinya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan serangkaian tingkah laku yang diperlukan untuk mencapai perilaku yang dituju (Bandura, 2002). Self efficacy dapat terbentuk melalui informasi yang didapat. Sumber informasi dapat berupa keberhasilan atau kegagalan yang pernah dialami oleh diri sendiri maupun orang lain, nasehat dari orang lain dan juga keadaan fisik pada saat itu. Berbagai informasi tersebut akan membentuk persepsi mengenai kemampuan yang dimilikinya.

Percaya pada kemampuan diri sendiri (self efficacy) bisa ditunjukkan oleh mereka yang berprofesi sebagai atlet, yang bekerja di kantoran, yang mempunyai stamina fisik yang prima, atau mereka yang masih muda dan memiliki semangat menggebu-gebu. Percaya pada diri sendiri, percaya akan kemampuannya (self efficacy) dapat ditunjukkan oleh siapapun.


(20)

7

Menurut Stoner (1986), ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi kerja dalam sebuah organisasi. Pertama, Karakteristik organisasi yang terdiri dari imbalan, hubungan antara rekan kerja, ketersediaan fasilitas kerja dan supervise. Kedua, Karakteristik pekerjaan yang terdiri dari keragaman tugas-tugas, tanggung jawab dan beban kerja. Ketiga, Karakteristik individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja.

Keseluruhan variabel berdasarkan karakteristik di atas baik secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi motivasi kerja individu untuk bekerja disebuah organisasi. Keragaman karakteristik organisasi dan pekerjaan berdampak terhadap perbedaan motivasi kerja individu di dalamnya, demikian dengan perbedaan karakteristik individu juga berimplikasi terhadap perbedaan motivasi kerja individu.

Faktor yang mudah mempengaruhi ketenangan dan kegairahan kerja karyawan adalah gaji atau kompensasi (Anoraga, 1999). Berkaitan dengan kompensasi, Hasibuan (2006:118) menjelaskan kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Lebih lanjut Sikula Andrew J. yang diterjemahkan oleh Mangkunegara (2005:83), mengatakan kompensasi adalah pemberian upah yang merupakan imbalan, pembayaran untuk pelayanan yang telah diberikan oleh pegawai. Uang merupakan faktor yang kuat dalam memberikan motivasi kerja pada pegawai.

Dikatakan oleh Robbins, (1996: 79) bahwa makin tua usia pekerja, makin sedikit kesempatan mendapat pekerjaan alternatif. Namun disamping itu pekerja


(21)

8

yang tua cenderung rendah tingkat kemangkiran atau absensinya, artinya mereka hanya absen jika kesehatannya terganggu (sakit). Usia dalam kaitan pengaruhnya terhadap motivasi pegawai terletak pada kesediaan atau kesetiaannya yang lebih dibandingkan pegawai yang lebih muda dan kematangan emosi atau temperamennya nampak pada kinerja atau penampilannya.

Mengenai perbedaan jenis kelamin pria dan wanita juga dijelaskan oleh Robbins, (1996, 80), antara lain bahwa beberapa studi psikologis yang dilakukan menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi otorita sedangkan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinan memiliki pengharapan sukses. Perkembangan 25 tahun ini, kadar partisipasi wanita meningkat pesat dalam angkatan kerja menyebabkan perubahan susunan peran pria dan wanita menjadi seimbang dan tidak berbeda tentang produktivitas mereka dan tingkat kepuasan kerja mereka. Dalam hal absensi dan pergantian/keluarnya dari pekerjaan masih tercatat wanita lebih tinggi dari pria. Riset ini dilakukan di Amerika utara yang secara historis menempatkan tanggung jawab keluarga pada wanita. Misalnya bila anak sakit, memperbaiki rumah maka wanita mengambil cuti dari kerjanya. Sejak 1970 pria dan wanita merasa berkepentingan dalam masalah keluarga. Hal ini juga terjadi di Indonesia.

Dari suatu riset yang konsisten, menunjukkan bahwa pegawai yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami tingkat pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaanya dari pada yang bujangan (Robbins: 1996, 84). Alasannya mungkin karena perkawinan memaksakan tanggung jawab


(22)

9

yang meningkat, dan dapat membuat suatu pekerjaan yang ajeg (steady), lebih berharga dan penting.

Masa kerja juga merupakan variabel yang ampuh dalam meramalkan pergantian pegawai. Dibuktikan, Robbins (1996; 81), Bahwa masa kerja pada suatu pekerjaan sebelumnya dari seorang pegawai merupakan suatu peramal yang tepat dari keluaran pegawai itu dimasa depan. Hal itu membuktikan adanya tingkat kepuasan kerja cukup mantap dari masa kerja. Hubungan masa kerja dengan kepuasan kerja lebih positif dibandingkan antara usia kronoloogis dengan kepuaasan kerja. Masa kerja juga merupakan komponen yang paling penting dalam menjelaskan tingkat pengunduran diri (Robbins, 2006). Semakin lama bekerja dalam suatu perusahaan semakin kecil kemungkinan pegawai tersebut akan mengundurkan diri (Robbins, 2006).

Begitu juga dengan tingkat pendidikan pegawai penting artinya bagi suatu organisasi. Poerwono, (1982, 74), untuk menjamin agar tiap bidang dalam suatu bentuk badan usaha dilaksanakan oleh tenaga-tenaga dengan kecakapan dan keahlian dibidangnya masing-masing, maka telah menjadi keyakinan dalam tata personalia perlunya pendidikan.

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di awal, bahwa terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu IV (self efficacy) dan DV (motivasi kerja). Selain itu, Penulis juga menjadikan usia, jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan dan kompensasi (gaji) sebagai variabel tambahan dalam penelitian ini.


(23)

10

Beranjak dari penjelasan dan keterangan yang telah dipaparkan di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Self Efficacy dan Aspek-Aspek Demografi terhadap Motivasi Kerja Pegawai

Badan Penghubung Provinsi Riau”.

1.2. Batasan Masalah

Adapun masalah penelitian dibatasi sebagai berikut:

1. Self efficacy yang dimaksud disini adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan yang perlu dalam mencapai pekerjaan. Dalam penelitian ini self efficacy berkaitan dengan dimensi magnitude, strength, dan generality.

2. Motivasi kerja yang dimaksud disini adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Berdasarkan teori Herzberg, motivasi meliputi dari dalam diri dan luar diri individu (motivators & hygiene).

3. Faktor demografi yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, gaji, status perkawinan, dan lama kerja.

4. Subjek penelitian ini adalah pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.


(24)

11

1.3. Rumusan Masalah

Dari sejumlah masalah di atas penulis merumuskan permasalahan ini pada:

Mayor :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self efficacy dan aspek-aspek demografi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

2. Seberapa besar sumbangan varian self efficacy dan aspek-aspek demografi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

Minor :

1. Apakah self efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

2. Apakah usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

3. Apakah jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

4. Apakah lama kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

5. Apakah tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?


(25)

12

6. Apakah gaji (kompensasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau? 7. Apakah status perkawinan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh self efficacy dan aspek-aspek demografi mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh self efficacy dan aspek-aspek demografi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

Ada beberapa manfaat dalam penelitian ini, yaitu; 1. Secara Akademis

Sebagai aset pustaka yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, dalam upaya memberikan pengetahuan, informasi, mengenai pengaruh self efficacy dan aspek demografi terhadap motivasi kerja pegawai. 2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan atau diterapkan di Badan Penghubung Provinsi Riau atau di instansi-instansi lain yang relevan.


(26)

13

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I : Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Berisi tentang pengertian motivasi kerja, teori-teori motivasi kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, upaya-upaya memotivasi pegawai, pengertian self efficacy, faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy, dimensi self efficacy, fungsi self efficacy, sumber-sumber self efficacy, kerangka berpikir dan hipotesis.

BAB III : Berisi tentang populasi, sampel dan tenik pengambilan sampel, variabel penelitian (definisi konseptual dan operasional variabel), instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, teknik analisa data dan prosedur penelitian.

BAB IV : Berisi tentang gambaran umum responden, skor self efficacy, aspek demografi dan motivasi kerja, kategorisasi tingkat self efficacy, kategorisasi tingkat motivasi kerja, dan hasil uji hipotesis.


(27)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan landasan teori penelitian, diantaranya mengenai teori motivasi kerja, teori self efficacy, kerangka berpikir dan hipotesis.

2.1. Motivasi Kerja

2.1.1. Pengertian Motivasi dan Kerja

Stephen P. Robbins (2007) dalam bukunya mendefinisikan motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketentuan individu dalam usaha mencapai sasaran.

Winardi (2008) dalam bukunya motivasi dan pemotivasian dalam manajemen, menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil proses-proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menimbulkan sikap antusias dan persistensi untuk mengikuti arah tindakan-tindakan tertentu.

Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu (Rivai & Ella, 2009).


(28)

15

Selanjutnya Handoko (2007) mengartikan motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

Dalam psikologi industri dan organisasi (Munandar, 2001) menjelaskan bahwa; menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, ia tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting ia untuk mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda.

Dalam sebuah kantor atau perusahaan bekerja adalah aktivitas rutin dan wajib dilaksanakan. Memang tujuan orang ke kantor atau bergabung dalam sebuah perusahaan adalah bekerja. Kerja merupakan aktivitas dasar yang dijadikan bagian esensial dari kehidupan manusia. Kerja memberikan status, mengikat seseorang pada individu lain serta masyarakat, baik wanita maupun pria menyukai pekerjaan. Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang mendorongnya melakukan aktivitas kerja. Kita dapat memahami alasan mengapa orang bekerja adalah karena menginginkan sesuatu yang akan digunakan untuk kehidupannya (Shaleh dan Nisa, 2006). Dengan demikian yang disebut dengan bekerja atau pekerjaan adalah


(29)

aktivitas-16

aktivitas yang dapat dipertukarkan untuk memelihara atau menyediakan sarana untuk hidup.

2.1.2. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi kerja secara terminologis ialah suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2005).

Atkinson dkk dalam Timpe (1999) mengungkapkan bahwa motivasi kerja dapat dilihat sebagai derajat sampai dimana seorang individu atau kelompok ingin dan berusaha untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik. Motivasi juga sekelompok proses yang menyebabkan timbulnya gairah, pengarahan kegigihan perilaku.

Pandangan berikutnya tentang motivasi kerja dikemukakan oleh Steers & Porter (dalam Kanungo & Mendoca, 1994: 16) mendefinisikan bahwa motivasi kerja ialah considered a basic psychological process which explain why empoyeres behaves they do inthe workplace. Jadi motivasi kerja adalah suatu proses dasar psikologi yang menjelaskan mengapa pekerja berperilaku tertentu ditempat kerjanya.

Begitu juga halnya dengan Hasibuan (2000) yang mengartikan motivasi kerja sebagai hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, agar mau bekerja giat, dan antusias mencapai hasil yang optimal.


(30)

17

Sedangkan Husin (1997) mengungkapkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan atau keinginan yang kuat seseorang untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan tertentu dengan sebaik mungkin.

Tidak berbeda dengan Manulang dan Marihot Manulang (2001) yang mengatakan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja.

Dari pengertian yang dijelaskan di atas maka peneliti menyimpulkan motivasi kerja adalah tingkah laku berusaha meningkatkan semangat untuk melakukan pekerjaan dan mempertahankan guna mencapai hasil yang optimal ditempat kerja.

2.1.3. Teori-teori Motivasi Kerja

Banyak sekali teori-teori yang membahas tentang motivasi kerja, seperti Maslow yang terkenal dengan teori kebutuhan dan membagi menjadi lima tingkatan, yaitu kebutuhan biologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kemudian ada teori Herzberg yang terkenal dengan teori dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Teori ERG dari Clayton Alderfer, dan masih banyak lagi ilmuan yang menjelaskan tentang teori motivasi kerja.


(31)

18

1. Teori Kebutuhan A.H. Maslow

Salah seorang ilmuan yang dipandang sebagai seorang pelopor teori motivasi adalah Maslow. Hasil-hasil pemikirannya tertuang dalam bukunya yang berjudul “Motivation and Personality” (Siagian, 2000). Teori motivasi yang dikembangkannya pada tahun 40-an itu pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:

1. Kebutuhan yang bersifat fisik/biologis, yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dll.

2. Kebutuhan akan rasa aman, adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman, yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.

3. Kebutuhan sosial, adalah kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting.

4. Kebutuhan akan penghargaan, adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.

5. Kebutuhan aktulisasi diri, adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.


(32)

19

2. Teori Dua Faktor Herzberg

Menurut Siagian (2000), ilmuan yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi para karyawan adalah Herzberg. Teori yang

dikembangkannya dikenal dengan “Model dua faktor” dari teori motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryaannya. Jadi, menurut penemuannya para peneliti membedakan antara yang

mereka sebut “motivators” atau “pemuas” dan faktor-faktor “pemeliharaan” atau

hygiene”. Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja.

Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor interinsik dari pekerjaan yaitu:

1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan kepada seorang tenaga kerja.

2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.


(33)

20

3. Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.

4. Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.

5. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.

Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidak-puasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor :

1. Kebijakan perusahaan dan atasan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan dan atasan.

2. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk-kerjanya.

3. Kodisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.

3. Teori ERG Clayton Alderfer

Bagi mereka yang senang mendalami teori motivasi, bukan merupakan hal


(34)

21

Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu:

E = Existence, R = Relatedness, dan G = Growth

Jika makna ketiga istilah tersebut didalami akan terlihat dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang

dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer karena “existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “relatedness” senada dengan hierarki ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak (Siagian, 2000).

Pandangan ini didasarkan pada sifat pragmatism oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan kata lain memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin tercapai.

4. Teori McClelland

Pendekatan teori kebutuhan motivasi kerja yang tidak berdasarkan Maslow

adalah teori kebutuhan berprestasi (n‟ Ach) yang diusulkan McClelland (Jewwel,

1998). Kebutuhan berprestasi dihipotesakan sebagai kebutuhan yang dipelajari, baik dikembangkan maupun tidak dikembangkan dimasa kanak-kanak. Bila hal-hal lain sama, maka orang dengan kebutuhan berprestasi akan lebih berusaha


(35)

22

daripada orang yang tidak mempunyai kebutuhan ini. Namun motivasi keinginan pencapaian ini diimbangi dengan keinginan menghindari kegagalan (Atkinson & Feather dalam Jewwel, 1998), sehingga perilaku kebutuhan dengan kesukaran yang tinggi.

Menurut McClellend & Winter (dalam Jewwel, 1998) Ciri yang unik dari

teori motivasi kerja n‟Ach mempunyai hipotesis bahwa orang yang memiliki tingkat rendah akan kebutuhan ini dapat dilatih untuk mengembangkannya.

Dari beberapa teori motivasi kerja di atas, penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yaitu teori Herzberg karena dapat untuk lebih menekankan dan mempunyai pengaruh pada faktor self efficacy. Motivasi kerja terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal atau dalam teori Herzberg disebut juga faktor motivator yang terdiri dari prestasi kerja, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan kesempatan untuk maju. Sedangkan faktor eksternal atau disebut juga faktor hygiene, antara lain kebijakan perusahaan, atasan, upah dan gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan keamanan kerja. Self efficacy sendiri terbagi atas 3 bagian yaitu: Magnitude pada self efficacy yaitu derajat kesulitan masalah dimana seseorang merasa dapat menyelesaikannya. Generality dari self efficacy yaitu perasaan mampu yang dimiliki seseorang sebagai tindakan yang dimilikinya untuk menguasai tugas dalam kondisi tertentu. Kekuatan (strenght) dari self efficacy yaitu tingkat dari keyakinan seseorang mengenai kemampuan diri yang dirasakan.


(36)

23

2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Motivasi kerja menurut Anoraga (1999:95) dipengaruhi oleh:

1. Job security, yaitu keamanan kerja, dimana karyawan menganggap bahwa pekerjaan yang dipegangnya merupakan pekerjaan yang aman dan tetap. Jadi bukan pekerjaan atau jabatan yang mudah digeser-geser, diungkit, diganti dan lain sebagainya. Adanya kemungkinan bahwa karyawan dapat dirumakan, diberhentikan digeser sewaktu-waktu, merupakan faktor pertama yang mengurangi ketenangan dan kegairahan kerja seseorang karyawan.

2. Opportunities for achievement, yaitu kesempatan untuk mendapatkan untuk mendapatkan kemajuan, faktor ini menjadi penting, karena pertalian dengan kebutuhan manusia untuk penghargaan, perhatian terhadap dirinya dan juga prestasinya.

3. Kondisi kerja yang menyenangkan, yaitu suasana lingkungan kerja yang harmonis, tidak kaku, tidak suram atau tidak menimbulkan rasa asing, merupakan syarat bagi timbulnya gairah kerja.

4. Good working companion, yaitu rekan kerja yang baik, hubungan sosial yang ada antara karyawan merupakan faktor yang cukup penting untuk dapat menimbulkan kegairahan kerja. Karena itu di dalam fungsi integrasi ini kita berusaha agar karyawan tidak hanya mampu bbekerja sama tetapi juga harus mau melakukan kerja sama. 5. Kompensasi, yaitu berupa gaji atau imbalan. Faktor ini walaupun pada


(37)

24

merupakan faktor yang mudah mempengaruhi ketenangan dan kegairahan kerja karyawan.

Munandar (2002) mengemukakan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Ciri intrinsik pekerjaan yatu mencakup keragaman keterampilan, jati diri, tugas (task identity) tugas yang penting (task significance), otonomi dan pembarian balikan.

2. Gaji, penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (equitable reward) 3. Penyeliaan, yaitu penenggangan rasa (cosideration)

4. Rekan-rekan sejawat yang menunjang 5. Kondisi kerja yang menunjang.

Sedangkan menurut Siagian (1988), hal-hal yang mempengaruhi motivasi kerja ialah: kondisi kerja yang baik, perasaan diikut sertakan, cara pendisiplinan yang manusiawi, pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas yang baik, kesetiaan pimpinan kepada bawahan, promosi dan perkembangan bersama organisasi, pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan, keamanan kerja, dan tugas pekerjaan yang sifatnya menarik.

2.1.5. Upaya-upaya Memotivasi

Danin (2004), menyatakan cara yang dapat dilakukakan untuk meningkatkan motivasi bawahan adalah sebagai berikut:


(38)

25

1. Rasa hormat (respect) berikan rasa hormat secara adil, demikian juga penghargaan. Adil tidak berarti sama rata, dengan demikian, dilihat dari aspek prestasi kerja, atasan tidak mungkin memberikan penghargaan atau rasa hormat yang sama kepada semua orang. Berikan penghargaan kepada bawahan atas dasar prestasi, pengangkatan, pengalaman dan sebagainya.

2. Informasi (information), berikan informasi kepada bawahan mengenai aktivitas organisasi, terutama tentang apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana cara melakukannya. Informasikan standar prestasi, tentukan dan beritahukan apa yang harus diperbuat. Kebanyakan karyawan bertanya mengenai “apa yang harus mereka perbuat” bukan

menyatakan “kami memang suka berbuat begitu” berikan penjelasan -penjelasan mengenai kesalahan-kesalahan mereka sadari edukatif dan persuasive.

3. Perilaku (behaviour) usahakan mengubah perilaku sesuai dengan harapan bawahan dan dengan demikian dia mampu membuat bawahan berperilaku atau berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Berikan pujian kepada bawahan yang rajin dan berprestasi sehingga mereka berusaha lebih baik.

4. Hukuman (punishment) berikan hukuman kepada staf yang bersalah diruang yang terpisah. Jangan menghukum bawahan didepan orang lain, baik didepan orang lain dapat menimbulkan frustasi dan merendahkan martabat.


(39)

26

5. Perintah (command) perintah yang diberikan kepada bawahan sebaiknya bersifat tidak langsung (non directive command).

Perasaan (sanse), interaksi antara atasan dengan bawahan adalah interaksi antara manusia, manusia adalah insan yang penuh perasaan, tanpa mengetahui bagaimana harapan bawahan dan perasaan apa yang ada pada diri mereka, sangat sukar bagi pemimpin untuk memotivasi bawahan. Perasaan dimaksud antara lain rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersatu, rasa bersahabat, rasa diterima dalam kelompok, dan rasa mencapai prestasi.

2.2. Self Efficacy

2.2.1. Pengertian Self Efficacy

Self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan yang perlu dalam mencapai kinerja tertentu (Bandura, 1986). Self efficacy ditentukan bagaimana perasaan individu, pikiran, motivasi dirinya dan tindakan. Keyakinan terhadap kemampuan dipengaruhi oleh empat proses yaitu: proses kognitif, motivasi, efektif dan proses seleksi.

Sudrajat (2005) dalam bukunya juga mengatakan self efficacy bukan merupakan keterampilan yang dapat dirasakan, melainkan berkenaan dengan

pernyataan: “ apa yang diyakini atau kepercayaan yang dimiliki oleh seseorang

untuk melakukan atau menyelesaikan sesuatu dengan keterampilan yang dimilikinya dalam situasi atau kondisi tertentu”. Self efficacy tidak terkait dengan


(40)

27

keyakinan tentang kemampuan seseorang untuk melakukan suatu tindakan khusus dan gerakan motoris sederhana, tetapi berkenaan dengan keyakinan seseorang tentang kemampuannya dalam mengkoordinir, mengarahkan keterampilan dan kemampuan dalam mengubah serta menghadapi situasi yang penuh dengan tantangan.

Panjares (dalam Woolfolk, 2004:369) menambahkan bahwa self efficacy adalah sebuah penilaian spesifik yang berkaitan dengan konteks mengenai kompetensi untuk mengerjakan sebuah tugas spesifik. Woolfolk (2004:368) juga menyebutkan bahwa self efficacy adalah kepercayaan mengenai kompetensi personal dalam sebuah situasi khusus.

Sedangkan efficacy dalam Alwisol (2004;344) adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Self efficacy Banduras concept referring to an individuals belief that he or she can execute the behaviour recueried to produce certain response outcomes (Bandura dalam Hjelle Larry A & Danil J. Ziegler, 1992). Konsep self efficacy menurut Bandura adalah berhubungan keyakinan idividu bahwa pribadinya dapat melaksanakan suatu perbuatan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu hasil yang diharapkan.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melakukan sesuatu yang dianggap perlu untuk menghadapi situasi tertentu, yang mana keyakinan akan


(41)

28

kemampuannya tersebut mempengaruhi motivasinya dalam mencapai tujuan atau tingkat kinerja tertentu secara spesifik.

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy

Hasil penelitian dan analisis Bandura (1986) menyatakan bahwa self efficacy seseorang dipengaruhi oleh: Sifat tugas yang dihadapi Sifat tugas meliputi tingkat kerumitan dan kesukaran tugas yang dihadapi.

1. Sifat tugas yang dihadapi

Sifat tugas meliputi tingkat kerumitan dan kesukaran tugas yang dihadapi. Semakin rumit dan sukar suatu tugas, maka seseorang cenderung menilai rendah kemampuannya untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya semakin mudah tugas yang dihadapi seseorang akan merasa mempunyai kemampuan yang tinggi untuk dapat menyelesaiikan tugas tersebut dengan baik.

2. Insentif yang diberikan orang lain atas kemampuannya.

Insentif yang dapat mempengaruhi self efficacy adalah insentif berupa ganjaran atas penugasannya yang mencerminkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas.

3. Status atau peran individu dalam lingkungannya.

Self efficacy seseorang dalam lingkungannya berperan sebagai pemimpin cenderung lebih tinggi dari pada seseorang yang memiliki peran sebagai bawahan. Karena sebagai pemimpin biasanya keinginan atau perintahnya


(42)

29

akan dituruti oleh bawahannya, sehingga menambah keyakinan dirinya yang berarti meningkatkan self efficacy.

4. Informasi tentang kemampuan diri.

Informasi yang menyatakan bahwa seseorang memiliki kemampuan yang tinggi, membawa pengaruh yang positif bagi yang bersangkutan. Karena hal ini akan menambah keyakinannya terhadap kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas yang berarti dapat meningkatkan self efficacy. Sebaliknya bila seseorang mendapat informasi bahwa kemampuannya rendah, maka hal ini akan mengurangi keyakinannya terhadap kemampuan diri dalam menghadapi tugas dan berarti akan menurunkan self efficacy.

2.2.3. Dimensi Self Efficacy

Self efficacy yang dimiliki individu akan bervariasi untuk masing-masing individu berdasarkan beberapa dimensi yang memiliki implikasi penting performansi atau kinerja. Bandura (1997:42) menyatakan bahwa self efficacy memiliki tiga dimensi diantaranya yaitu:

1) Magnitude

Dimensi ini berhubungan dengan taraf kesulitan tugas. Dimensi ini mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu yang akan mampu diatasinya. Penilaian tentang kecakapan dari setiap orang yang terbatas pada tugas


(43)

30

yang mudah, meluas sampai tugas yang sedang taraf kesulitannya, atau bahkan mencakup tugas-tugas yang sangat sulit dalam bidang tertentu.

Efficacy pada suatu taraf kesulitan tertentu akan menentukan penilaiannya terhadap kecakapannya dalam menyelesaikan tugas pada taraf kesulitan yang sama. Penilaian berdasarkan taraf kesulitan ini menyebabkan individu memilih untuk mencoba perilaku yang dirasakan mampu untuk dilakukannya atau menghindari situasi perilaku yang berada diluar batas kemampuannya.

2) Strength

Dimensi ini berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang kecakapan individu. Dimensi ini mengacu pada derajat kemampuan individu terhadap keyakinan atau harapan yang dibuatnya. Self efficacy yang lemah akan dengan mudah digoyahkan dengan pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sedangkan orang yang self efficacynya tinggi akan berusaha dengan gigih dalam mengatasi kesulitan meskipun kesulitan itu semakin meningkat.

Dimensi ini merupakan keyakinan individu dalam rangka mempertahankan perilaku tertentu. Individu yang memiliki suatu keyakinan yang lemah untuk dapat menyelesaikan suatu tugas, yang dengan mudah didukung dengan melihat faktor-faktor situasi saat itu dan mengindikasikan bahwa memang benar-benar terlalu sulit untuk melakukan perilaku tersebut.

3) Generality

Dimensi yang berhubungan dengan luas bidang perilaku. Self efficacy seseorang tidak terbatas hanya situasi spesifik saja. Dimensi ini mengacacu pada


(44)

31

situasi dimana penilaian tentang self efficacy hanya pada bidang-bidang tertentu atau pada beberapa aktivitas atau situasi sekaligus. Self efficacy dipandang mampu mencakup situasi-situasi lain sehingga menciptakan suatu penilaian self efficacy secara umum.

Self efficacy yang dimiliki individu dapat diukur dengan melihat seberapa kuat penilaiannya tentang kecakapannya saat individu tersebut dihadapkan dengan tugas tertentu yang bervariasi tingkat kesulitannya atau cakupannya. Self efficacy bukan merupakan sesuatu yang diperoleh begitu saja atau bawaan sejak lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari.

2.2.4. Fungsi Self Efficacy

Bandura (1986) menjelaskan fungsi dan berbagai dampak dari penilaian self efficacy antara lain sebagai berikut:

1. Perilaku memilih

Dalam kehidupan sehari-hari, individu seringkali dihadapkan dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian efficacy individu. Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk mereka lakukan (Bandura 1977 dalam Bandura, 1986). Self efficacy yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas


(45)

32

yang kemudian akan meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, self efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dari kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.

Seseorang yang memiliki penilaian self efficacy-nya secara berlebihan cenderung akan menjalankan kegiatan yang jelas diatas jangkauan kemampuannya. Akibatnya dia akan mengalami kesulitan-kesulitan yang berakhir dengan kegagalan yang sebenarnya tidak perlu terjadi, dan hal ini bisa mengurangi kredibilitasnya. Sebaliknya, seseorang yang menganggap rendah kemampuannya juga akan mengalami kerugian, walaupun kondisi ini lebih seperti memberi batasan pada diri sendiri daripada suatu bentuk keengganan. Melalui kegagalan dalam mengembangkan potensi kemempuan yang dimiliki dan membatasi kegiatan-kegiatannya, seseorang dapat memutuskan dirinya dari banyak pengalaman berharga.

2. Usaha yang dilakukan dan daya tahan

Penilaian terhadap efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang memiliki self efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut. Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi


(46)

33

usahanya atau bahkan menyerah sama sekali (Bandura dan Cervone; Brown dan Inouye; Schunk; Winberg, Gould, dan Jackson, dalam Bandura, 1986)

3. Pola berpikir dan reaksi emosi

Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan teranstisipasi dengan lingkungan. individu yang menilai dirinya memiliki self efficacy rendah, merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari kenyataannya (Beck; Lazarus dan Launier; Meichenbaum; Sarason, dalam Bandura, 1986). Sebaliknya, individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapinya, dan setiap hambatan yang muncul akan mendorongnya untuk berusaha lebih keras lagi.

Self efficacy juga dapat membentuk pola berpikir kausal (Collin dalam Bandura, 1986). Dalam mengatasi persoalan yang sulit, individu yang memiliki self efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang dilakukan, sedangkan yang memiliki self efficacy rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang ia miliki.

4. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki

Banyak penelitian membuktikan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kualitas dari fungsi psikososial seseorang (Bandura, 1986). Seseorang yang memandang dirinya sebagai orang yang self efficacy-nya tinggi akan membentuk


(47)

34

tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja yang dilakukan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, dan memiliki tingkat stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Individu yang memiliki self efficacy rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang dilakukan dan mudah menyerah menghadapi kesulitan, mengurangi perhatian terhadap tugas, tingkat aspirasi rendah, dan mudah mengalami stres dalam situasi yang menekan.

2.2.5. Sumber-sumber Self Efficacy

Sebagaimana yang diuraikan oleh Bandura (1986) terdapat sumber-sumber self efficacy dalam diri individu sebagai berikut:

1. Pencapaian kinerja (performance attainment)

Hasil yang didapatkan secara nyata merupakan sumber penting tentang informasi self efficacy karena didasari oleh pengalaman otentik yang telah dikuasai (Bandura, Adam, dan Beyer; Biran dan Wilson; Feltz, Landers, dan Raeder, dalam Bandura, 1986). Keberhasilan yang diperoleh akan membawa seseorang pada tingkat self efficacy yang lebih tinggi, sedangkan kegagalan akan merendahkan self efficacy, terutama jika kegagalan tersebut terjadi pada awal pengerjaan tugas dan bukan disebabkan oleh kurangnya usaha atau juga karena hambatan dari faktor eksternal. Keberhasilan yang terjadi karena bantuan dari


(48)

35

faktor eksternal atau keberhasilan yang dicapai dianggap bukan sebagai hasil kemampuan sendiri tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap peningkatan self efficacy. Besarnya nilai yang diaberikan dari pengalaman baru tergantung pada sifat dan kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya. Setelah self efficacy terbentuk karena keberhasilan yang berulang, kegagalan yang muncul tidak memberikan dampak yang besar terhadap penilaian individu terhadap kemampuannya.

2. Pengalaman orang lain (vicarious experience),

Self efficacy juga dapat dipengaruhi karena pengalaman dari orang lain. Individu yang melihat atau mengamati orang lain yang mencapai keberhasilan dapat menimbulkan persepsi self efficacy-nya. Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu dapat meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang sama dengan orang yang dia amati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang lain bisa melakukannya, ia juga harus dapat melakukannya. Jika seseorang melihat bahwa orang lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal meskipun ia telah berusaha dengan keras, maka dapat menurunkan penilaiannya terhadap kemampuan dia sendiri dan juga akan mengurangi usaha yang akan dilakukan (Brown dan Inouye, dalam Bandura, 1986).

Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self efficacy khususnya sensitif pada informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidakpastian mengenai kemampuan yang dimiliki individu. Self efficacy dapat diubah melalui pengaruh modeling yang relevan ketika seseorang memiliki sedikit pengalaman sebagai


(49)

36

dasar penilaian kemampuannya. Karena pengetahuan yang dimiliki tentang kemampuan diri sendiri sangat terbatas, maka individu tersebut lebih bergantung pada indikator yang dicontohkan (Takata dan Takata, dalam Bandura, 1986). Kedua adalah penilaian self efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana kemampuan dievaluasi (Festinger; Suls dan Miller, dalam Bandura, 1986). Kegiatan yang bisa memberikan informasi eksternal mengenai tingkat kinerja dijadikan dasar untuk menilai kemampuan seseorang. Tetapi, sebagian besar kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga penilaian self efficacy diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari orang lain (Bandura, 1986).

3. Persuasi verbal (verbal persuasion)

Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang bahwa ia memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang diinginkan. Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan suatu usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki keraguan dan hanya memikirkan kakurangan diri ketika menghadapi suatu kesulitan. Namun, peningkatan keyakinan individu yang tidak realistis mengenai kemampuan diri hanya akan menemui kegagalan. Hal ini dapat menghilangkan kepercayaan orang lain kepada orang yang mempersuasi dan juga akan mengurangi self efficacy orang yang dipersuasi.


(50)

37

4. Keadaan dan reaksi fisiologis (physiological state)

Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber informasi untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya. Individu merasa gejala-gejala somatik atau ketegangan yang timbul dalam situasi yang menekankan sebagai pertanda bahwa ia tidak dapat untuk menguasai keadaan atau mengalami kegagalan dan hal ini dapat menurunkan kinerjanya.

Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina tubuh, seseorang merasa bahwa kelainan dan rasa sakit yang dia alami merupakan tanda-tanda kelemahan fisik, dan hal ini menurunkan keyakinan akan kemampuan fisiknya.

2.3. Kerangka Berpikir

Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang mendorongnya melakukan aktivitas kerja. Kita dapat memahami alasan mengapa orang bekerja adalah karena menginginkan sesuatu yang akan digunakan untuk kehidupannya. Jadi, sebagai pegawai harus mempunyai keuletan dalam bekerja agar pekerjaan atau kegiatan yang telah direncanakan dapat tercapai, untuk mencapai rencana-rencan tersebut pegawai harus memiliki motivasi kerja yang tinggi. Motivasi orang yang bekerja secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam „motivasi intrinsik‟ dan „motivasi

ekstrinsik‟. Klasifikasi ini biasanya dikaitkan dengan jenis imbalan yang diterima


(51)

38

Imbalan intrinsik adalah bentuk imbalan yang diterima dan dirasakan seseorang yang dihubungkan dengan job content, seperti perasaan berprestasi, pengakuan, tanggungjawab, dan perasaan kebebasan. Sedangkan imbalan ekstrinsik merupakan jenis imbalan yang diterima oleh lingkungan luar individu dan biasanya dikaitkan dengan job context. Seperti gaji, promosi, perlakuan supervisi/rekan sekerja, dan kondisi kerja.

Douglas (1990, 177) dalam bukunya menuliskan sumbangan terbesar bagi pengetahuan tentang motivasi adalah sumbangan Bob Conklan dalam bentuk rekaman yang berjudul The Key to Motivation. Bob Conklan mengatakan, “Yang benar-benar merupakan motivasi adalah keyakinan, bukan keuntungan”. Jadi, keyakinanlah dan bukannya keuntungan yang memotivasi orang.

Jadi motivasi kerja adalah suatu proses dasar psikologi yang menjelaskan mengapa pekerja berperilaku tertentu ditempat kerjanya. Menurut Steers & Porter (dalam Kanungo & Mendoca, 1994) mengatakan bahwa self efficacy adalah elemen dari motivasi kerja.

Banyak orang dalam bekerja tidak yakin terhadap kemampuan diri sendiri, sehingga banyak pekerjaan yang tidak selesai akibat tidak yakin dengan kapasitas yang dimiliki oleh pegawai itu sendiri. Percaya pada diri sendiri, yakin pada kemampuan sendiri (self efficacy) dapat ditunjukkan oleh siapapun.

Banyak faktor yang mendukung pekerja dalam meningkatkan motivasi kerja, salah satunya adalah self efficacy. Self efficacy seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu; yang berhubungan dengan Tingkat kesulitan tugas, luas


(52)

39

bidang tingkah laku, dan derajat kemantapan keyakinan sikap orang terhadap pekerjaannya.

Tanpa self efficacy, pegawai tidak akan termotivasi kerjanya dan pegawai pun tidak akan optimis dalam mengerjakan tugas dan cepat atau lambat pegawai akan selalu pesimis dan tidak produktif. Pegawai yang mempunyai keyakinan dalam mengerjakan tugasnya akan dipertahankan dan ditingkatkan keyakinannya sehingga pekerjaan dan program akan terlaksana dan akan mencapai tujuan yang maksimal.

Tabel 2.1

Skema Kerangka Berpikir

SELF EFFICACY

JENIS KELAMIN USIA

TINGKAT PENDIDIKAN

LAMA KERJA

GAJI (KOMPENSASI)

STATUS PERKAWINAN


(53)

40

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:

Mayor : Self efficacy dan aspek-aspek demografi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

Minor :

H 1: Self efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja

pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

H 2: Usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja

Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

H 3 : Jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi

kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

H 4 : Lama kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja

Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

H 5 : Tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

H 6 : Gaji (kompensasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

motivasi kerja Pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

H 7 : Status perkawinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


(54)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian, diantaranya populasi dan sampel, dan variabel penelitian (definisi variabel, definisi konseptual, dan definisi operasional variabel), teknik dan instrumen pengumpulan data (kuesioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrumen penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.

3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1. Populasi

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

3.1.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau yang berjumlah 70 orang.

3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama


(55)

42

dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, diantaranya:

Variabel bebas (IV) : Self efficacy, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, kompensasi, satus pernikahan, lama kerja.

Variabel terikat (DV) : Motivasi kerja pegawai Badan Penghubung Provinsi Riau.

3.2.2. Definisi Konseptual Variabel

Adapun definisi konseptual dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Motivasi kerja adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu.

2. Self Efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan yang perlu dalam mencapai pekerjaan.

3. Usia adalah lama hidup seseorang sejak lahir hingga sekarang yang diukur dalam satuan waktu.


(56)

43

4. Jenis kelamin adalah pembedaan responden yang dikategorikan atas: 1). Laki-laki 2). Perempuan.

5. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang diraih bapak/ibu/wali. Pengukuran menggunakan skala nominal. Dikategorikan sebagai berikut : 1). SMA, 2). D3, 3). S1, 4). S2. Tingkat Pendidikan Merupakan karakteristik individu yang menjadi sumber status yang penting dalam organisasi. Pendidikan adalah lambang dari status yang tinggi danjenjang kepangkatan yang tinggi pula. Semakin tinggi pendidikan seseorang yang dicapai, semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.

6. Kompensasi adalah berupa gaji atau imbalan kerja.

7. Status perkawinan adalah status mereka yang terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Status perkawinan dibedakan menjadi: a). belum kawin, b). Kawin.

8. Lama kerja adalah berapa lamanya pegawai bekerja pada kantor tersebut.

3.2.3. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional dalam penilitian ini, diantaranya:


(57)

44

 Motivasi kerja adalah skor yang diperoleh dari skala motivasi kerja berdasarkan faktor motivasi kerja Hezrberg (Thoha, 2007). Terdiri dari 49 item. Yang diambil dari faktor motivator dan hygiene yang terdiri dari: 1. Faktor motivator adalah;

a. tanggung jawab (responsibility) b. kemajuan (advancement) c. pekerjaan itu sendiri (interest) d. capaian (achievement)

e. pengakuan (recognition). 2. Faktor hygiene adalah;

a. kebijakan kantor & atasan b. gaji atau upah

c. kondisi & hubungan kerja

self efficacy adalah skor yang diperoleh dari skala self efficacy berdasarkan dimensi self efficacy Bandura (1997). Terdiri dari 60 item. Meliputi dari tiga dimensi yaitu:

1. Tingkat kesulitan tugas (level/magnitude) 2. Luas bidang tingkah laku (generality), dan 3. Derajat kemantapan keyakinan(strenght).

 Usia adalah skor yang didapat dari penghitungan jumlah tahun yang dimulai dari; 1. 20-29 Tahun, 2. 30-39 Tahun, 3. 40-50 Tahun.

 Jenis kelamin adalah pembedaan responden yang dikategorikan atas; 1. Laki-laki, dan 2. Perempuan.


(58)

45

 Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang diraih pegawai. Pengukuran menggunakan skala nominal. Dikategorikan sebagai berikut; 1. SMA, 2. D3, 3. S1, 4. S2.

 Gaji adalah tingkatan yang dilihat dari total pendapatan finansial responden selama satu bulan; 1. 1-2 juta, 2. 2-3 juta, 3. 3-4 juta, 4. >4 juta .  Status perkawinan adalah status yang terikat dalam perkawinan. Status

perkawinan dibedakan menjadi: 1. belum kawin, 2. Kawin.

 Lama kerja adalah berapa lamanya pegawai bekerja pada kantor tersebut, lama kerja dikategorikan sebagai berikut; 1. 1-3 tahun, 2. 4-6 tahun, 3. 7-9 tahun, 4. >9 tahun.

3.3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah berbentuk kuesioner yang berbentuk skala likert. Kuesioner adalah salah satu jenis alat pengumpul data berupa sejumlah daftar yang berisi suatu rangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai suatu bidang untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden dalam suatu penelitian (Koentjaraningrat, 1983).

Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua alat ukur. Adapun alat ukur tersebut adalah :

1. Skala Self Efficacy

Self efficacy diukur dengan menggunakan kuesioner self efficacy yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 60 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju.


(59)

46

Tabel 3. 1.

Blue print skala self efficacy sebelum dilakukan CFA

No Faktor Indikator No item Total

Fav Unfav

1. Tingkat kesulitan tugas

1. Tugas yang mudah

2. Tugas yang sedang

3. Tugas yang sulit

3,9,34,41,55 7,25,43,46,59

16,29,48,58

18,37,39,45,57 1,22,35,51,53

12,30,54,56

10 10 8

2. Luas bidang

perilaku

4. Keyakinan pada tugas tertentu.

5. Keyakinan pada tugas yang bervariasi/kompleks.

5,14,49,60 13,23,26,33

20,32,40,44 4,10,19,27

8 8

3. Derajat kemantapan keyakinan

6. Konsisten pada tugas.

7. Bertahan/keuletan kerja

24,36,38,47 2,8,15,52

6,17,21,42 11,28,31,50

8 8

Jumlah 30 30 60

* blog adalah tanda item yang gugur

2. Skala Motivasi Kerja

Pada uji instrumen yang dilakukan dengan menggunakan 49 item dari skala motivasi kerja yang dikembangkan oleh Herzberg. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju.

Tabel 3. 2.

Blue print skala motivasi kerja sebelum dilakukan CFA

No. Aspek-aspek motivasi kerja

Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah

1. Tanggung jawab 6, 18, 24 3, 12, 17 6


(60)

47

1 Intrinsik

(motivators) 3. Pekerjaan itu sendiri 7, 13, 25 2, 15, 28 6

4. Capaian 4, 10, 21 20, 27, 29 6

5. Pengakuan 5, 11, 26 16, 23, 30 6

2 Ekstrinsik (hygiene)

6. Kebijakan 31,35,36,46 39,40,49 7

7. Upah dan gaji 32,41,44 33,38,47 6

8. Kondisi kerja 34,42,48 37,43,45 6

Jumlah 25 24 49

* blog adalah tanda item yang gugur

3.4. Prosedur Pengumpulan Data

1. Sebelum peneliti menyebarkan skala yang digunakan untuk penelitian, peneliti terlebih dahulu menyarankan mengisi identitas pegawai, kemudian pegawai diminta untuk mengisi angket yang sudah diberikan. 2. didapat item valid dan tidak valid, item-item yang tidak valid yang

dikoreksi atau dibuang oleh peneliti.

3. Kemudian dianalisis untuk melihat validitas konten dan pola respon terhadap masing-masing instrumen. Lalu dilihat juga sejauh mana kuesioner ini dapat dipahami. Dari hasil tersebut, diketahui ada beberapa item yang kurang dipahami dan memiliki pola respon yang tidak merata, item seperti ini direvisi oleh peneliti dan beberapa tidak digunakan.


(61)

48

4. Prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data ialah dengan menyebarkan kuesioner kepada pegawai pada saat jam istirahat.

5. Hasil skala yang telah diisi kemudian dibawa pulang oleh peneliti kemudian dikoreksi. kemudian diolah menggunakan program SPSS untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Setelah mendapatkan data yang diinginkan, peneliti kemudian menguji validitas konstruk maupun reliabilitas masing-masing alat ukur.

Dalam pengujian validitas, digunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan metode ini dapat diketahui apakah seluruh item mengukur apa yang hendak diukur dan apakah masing-masing item signifikan dalam mengukur hal tersebut. Adapun logikanya adalah dengan cara membandingkan sejauh mana matrik korelasi hasil estimasi menggunakan teori dengan matrik korelasi yang diperoleh dari data. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan teori adalah konsep bahwa seluruh item mengukur satu hal yang sama (unidimensional) yaitu konstruk yang hendak diukur.

Jika tidak ada perbedaan yang signifikan antara teori dengan data (χ2

nonsignifikan), maka berarti benar bahwa seluruh item itu mengukur hal yang sama (unidimensional). Selanjutnya, dengan menggunakan software yang sama dapat diuji apakah masing-masing item signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur dalam hal ini menggunakan uji t (Umar, 2010).


(1)

17 Saya sering menggunakan waktu kerja saya untuk kepentingan pribadi

18 Saya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan

19 Saya berusaha untuk mengembangkan kreativitas dengan kemampuan yang saya miliki dalam bekerja

20 Bagi saya prestasi kerja bukanlah hal yang penting

21 Saya berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bekerja

22 Selain gaji, penyemangat saya kerja adalah hadiah

23 Atasan tidak pernah puas dengan hasil kerja saya selama ini 24 Saya bekerja sampai jam kerja usai

25 Jika terdapat perbedaan pendapat, hal itu mempengaruhi saat bekerja

26 Saya merasa nyaman dengan lingkungan kerja saya 27 Hasil kerja yang baik, kurang penting bagi saya

28 Saya tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tuntutan atasan

29 Prestasi kerja saya kurang baik

30 Peraturan yang memberatkan membuat saya malas masuk kerja

Lampiran V : Item Pernyataan Penelitian SkalaSelf Efficacy

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya sering lupa membawa kembali tugas yang saya kerjakan dirumah kekantor

2 Saya tekun dalam bekerja untuk sukses


(2)

4 Saya ragu jika diberikan tugas yang sulit dari atasan

5 Pekerjaan saya sekarang sesuai dengan kemampuan yang saya miliki

6 Saya mampu belajar untuk memperbaiki pekerjaan saya 7 Penting bagi saya untuk mengerjakan tugas-tugas yang baru 8 Saya mampu belajar dari kegagalan

9 Mudah bagi saya untuk membagi waktu buat keluarga dan pekerjaan saya

10 Walaupun sibuk, saya siap menerima panggilan dari atasan 11 Saya malas memperbaiki pekerjaan saya yang salah

12 Saya ragu jika diberikan tugas yang sulit dari atasan 13 Tugas apapun yang diberikan atasan siap saya kerjakan 14 Saya mampu bekerja secara team

15 Saya tenang dalam menghadapi kesulitan

16 Saya berusaha untuk memecahkan persoalan yang sulit 17 Saya akan mencari jalan dalam menghadapi kesulitan

18 Tergesa-gesa karena terlambat kekantor adalah kebiasaan saya 19 Saya keberatan jika mendapat tugas tambahan

20 Pekerjaan saya sekarang membosankan buat saya

21 Jika mengalami kesulitan, saya memberikan pekerjaan kepada orang lain

22 Menurut saya, membuat laporan akhir bulan membuang waktu saya

23 Saya selalu siap jika diberikan tugas dari atasan walaupun sulit 24 Target membantu saya untuk sampai tujuan dalam bekerja 25 Saya yakin bisa menyelesaikan tugas yang diberikan walaupun

diluar bidang akademik yang saya sukai

26 Jika menemukan persoalan yang sulit saya mengabaikannya 27 Saya keberatan jika bekerja berkelompok

28 Saya sulit berfikir untuk mencari pemecahan masalah 29 Saya yakin mengerjakan tugas yang baru dapat menambah

pengetahuan saya

30 Saya merasa kesulitan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari 31 Jika pekerjaan saya salah, saya biarkan saja

32 Saya lebih suka bersantai dalam melakukan pekerjaan 33 Saya siap mengatasi situasi pekerjaan dalam kondisi apapun 34 Mudah bagi saya untuk melaksanakan niat dan tujuan saya 35 Saya mengabaikan tugas-tugas yang baru bagi saya

36 Masalah apapun selalu bisa diatasi

37 Saya bingung memilih tugas yang menjadi prioritas


(3)

kesulitan

39 Anak saya sering mengeluh karena saya sibuk kerja 40 Tugas dari atasan membuat laporan kerja

41 Saya mampu membuat rencana kerja

42 Terburu-buru adalah sifat saya jika menghadapi kesulitan 43 Saya hadapi kejadian yang tak terduga

44 Sulit bagi saya untuk menerima panggilan dari atasan jika sedang sibuk

45 Saya siap mengerjakan tugas yang diberikan walaupun tugas yang lain menumpuk

Lampiran VI : Analisis Regresi Variabel Penelitian

Hasil regresi DV berdasarkan ke-7 IV

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .377a .142 .045 5.087

a. Predictors: (Constant), Lama Kerja,Status Perkawinan,Tingkat Pendidikan,Self Efficacy, Gaji, Jenis Kelamin, Usia

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 265.937 7 37.991 1.468 .195a

Residual 1604.648 62 25.881

Total 1870.586 69

a. Predictors: (Constant), Lama Kerja,Status Perkawinan,Tingkat Pendidikan,Self Efficacy, Gaji, Jenis Kelamin, Usia


(4)

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 86.423 10.136 8.527 .000

SE .089 .067 .161 1.339 .186

Usia - 6.054 2.635 - .625 - 2.297 .025

JK - .929 1.260 - .089 - .737 .464

Pendidikan .860 1.421 .094 .605 .547

Gaji .261 1.080 .044 .242 .810

Nikah 6.675 2.830 .564 2.358 .022

Masakerja .246 .889 .035 .276 .783

a Dependent Variable: Motivasi kerja

Lampiran VII : Regresi per-IV

Hasil Regresi per-IV terhadap DV 1. Self Efficacy

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .152a .023 .009 5.184

a. Predictors: (Constant),Self Efficacy

2. Usia

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .162a .026 -.003 5.214

a. Predictors: (Constant), Usia,Self Efficacy

3. Jenis Kelamin

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .215a .046 .003 5.199


(5)

4. Tingkat Pendidikan

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .252a .063 .006 5.192

a. Predictors: (Constant), Tingkat Pendidikan,Self Efficacy, Jenis Kelamin, Usia

5. Gaji

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .253a .064 -.009 5.230

a. Predictors: (Constant), Gaji,Self Efficacy, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Usia

6. Status Perkawinan

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .376a .141 .059 5.049

a. Predictors: (Constant), Status Perkawinan,Tingkat Pendidikan,Self Efficacy, Jenis Kelamin, Gaji, Usia

7. Lama Kerja

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .377a .142 .045 5.087

a. Predictors: (Constant), Lama Kerja, Gaji,Tingkat pendidikan,Self Efficacy, Status Perkawinan, Jenis Kelamin, Usia


(6)

8. Usia dan Status Perkawinan

One- Sample Test

Test Value = 0

t df Sig. (2- tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper

20- 29 thn 4.704 69 .000 .24286 .1399 .3458

30- 39 thn 12.270 69 .000 .68571 .5742 .7972

40- 50 thn 2.304 69 .024 .07143 .0096 .1333

Singel 4.887 69 .000 .25714 .1522 .3621