Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor Menggunakan Metode Fuzzy Logic

(1)

PROGRAM

FAKULTAS ILMU K

UNIV

117038076

RAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA

LMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

IKA


(2)

Diajukan untuk mele

PROGRAM

FAKULTAS ILMU K

UNIV

melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Magister Teknik Informatika

117038076

RAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA

LMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

eroleh ijazah

A


(3)

Judul : PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODE

Nama : AKSHAR

Nomor Induk Mahasiswa : 117038076

Program Studi : MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Marwan Ramli, M.Si Prof. Dr. Muhammad Zarlis

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S2 Teknik Informatika Ketua,

Prof. Dr. Muhammad Zarlis NIP. 19570701 198601 1 003


(4)

PERNYATAAN

TESIS

Saya mengakui bahwa tesis ini adalah benar hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 19 Desember 2013

Akshar 117038076


(5)

Nama : Akshar

Nim : 117038076

Program Studi : Teknik Informatika

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royaliti Non – Ekslusif (Non@Exclusive Royality Fre Right) atas tesis saya yang berjudul :

PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODE

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royaliti Non@ Exclusive ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan/atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 19 Desember 2013

Akshar 117038076


(6)

Telah di uji pada

Tanggal 19 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Zarlis Anggota : 1. Dr. Marwan Ramli, M.Si

2. Prof. Dr. Tulus

3. Prof. Dr. Herman Mawengkang 4. Dr. Zakarias Situmorang


(7)

Nama Lengkap : Akshar, ST

Tempat dan Tanggal Lahir : Takengon, 17 September 1977

Alamat Rumah : Jl. Laut Tawar Lr. Tangsi Kp. Kute Ralik Kec. Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah

Telepon Rumah/Faks/Hp : @ / @ / 0852 6206 7044

E@mail : aksharbar@gmail.com

Instansi Tempat Bekerja : @ BKPP Kabupaten Aceh Tengah @ Universitas Gajah Putih Takengon

Alamat Kantor : @ Jln. Yos Sudarso Kabupaten Aceh Tengah @ Jln. Takengon@Isaq Kabupaten Aceh Tengah

SD : SD Negeri 6 Takengon TAMAT : 1990

SMP : SMP Negeri 2 Takengon TAMAT : 1993

SMA : SMA Negeri 3 Takengon TAMAT : 1996

S1 : STT@BCI Banda Aceh TAMAT : 2001


(8)

Syukur Alhamdulillah saya panjtkan kepada Allah SWT, karena atas Kuasa, Izin, Berkat, Rahmat dan Karunia@Nya penulis bisa mendapatkan ilmu pengetahuan, kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan TESIS dengan judul PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR MENGGUNA@KAN

METODE ”.

Dalam menyusun dan menyelesaikan TESIS ini penulis mendapatkan banyak kesulitan dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, Alhamdulillah disaat@ saat sulit tersebut banyak yang memberikan motivasi kepada saya agar tetap semangat menyelesaikan TESIS ini, mulai dari Dosen Pembimbing, Bapak/Ibu Dosen S2 TI USU, teman@teman seangkatan, dan teman@teman se profesi di Universitas Gajah Putih Takengon sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terutama tidak lepas dari dorongan kedua orang tua, istri tercinta, anak@anak tersayang, kakak@kakak, dan adik@ adik yang telah mendo’akan dan juga telah banyak memberikan bantuan dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan TESIS ini.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar@ besarnya kepada :

1. Kedua Orangtua saya Ayahanda Abdullah Ahmad dan Ibunda Rohayati, Am.Pd tercinta yang telah memberikan kasih sayangnya, do’a yang tak pernah putus serta dorongan moril maupun materil kepada saya.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Sumatera Utara Medan dan Ketua Program Studi Pascasarjana Teknik Informatika, sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan serta pengarahan hingga selesainya penulisan tesis ini

3. Bapak Dr. Marwan Ramli, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan serta pengarahan hingga selesainya penulisan tesis ini. 4. Bapak Dosen Penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan dan

penyelesaian tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan materi perkuliahan dan ilmu pengetahuan selama penulis menyelesaikan Program Studi Pascasarjana Teknik Informatika


(9)

perkuliahan

7. Anak@anak ku tersayang Al Haura Millani, Najla Nur Azizah, dan Hasna Fitri Mahfudzah tingkah laku mereka membuat penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan tesis ini.

8. Segenap sivitas akademika Program Studi Pascasarjana Teknik Informatika Sumatera Utara

9. PEMDA Kabupaten Aceh Tengah yang telah membantu penulis baik moril maupun materil

10. Teman@teman se profesi di Universitas Gajah Putih Takengon, terutama sekali kepada Bapak Zainal Abidin, M. Kom selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Gajah Putih yang sangat banyak membantu.

11. Teman@teman seperjuangan Angkatan 2011 Kom@C yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian TESIS ini.

Penulis menyadari bahwa semua buatan manusia pasti tiada yang sempurna, begitu pula dengan TESIS yang penulis selesaikan ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan TESIS ini selanjutnya.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam bidang pendidikan.

Medan, 19 Desember 2013 Penulis

Akshar 117038076


(10)

Penelitian ini bertujuan untuk penerapan dalam penentuan tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah tertentu dengan mengambil variabel dari Peta Ketinggian Tanah, Peta Kemiringan Tanah, Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, dan Peta Tutupan Lahan, sehingga dapat ditentukan berapa besar kemungkinan terjadinya longsor pada daerah atau titik koordinat yang diteliti. Metode logika fuzzy mempunyai tiga tahapan proses yaitu fuzzifikasi, inferensi dan defuzzifikasi. Logika fuzzy merupakan sebuah nilai yang memiliki kesamaran ( ) antara benar dan salah. Dalam teori logika fuzzy sebuah nilai bisa bernilai benar dan salah secara bersamaan tapi berapa besar kebenaran dan kesalahan suatu nilai tergantung dari berapa besar bobot keanggotaan yang dimilikinya. Dalam teori logika fuzzy dikenal himpunan fuzzy ( ) yang merupakan pengelompokan sesuatu berdasarkan variabel bahasa ( ) yang dinyatakan dalam fungsi keanggotaan yang bernilai nol sampai dengan satu. Sistem cerdas berbasis logika fuzzy dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk penentuan daerah rawan longsor. Sistem penentuan tingkat kerawan longsor ini dibuat berbasis web yang dapat dijadikan rujukan sebagai alat bantu dalam penentuan daerah tertentu terhadap kemungkinan terjadinya longsor. Pemakai sistem ini harus memasukkan parameter yang terdiri dari curah hujan, kemiringan tanah, ketinggian tanah, jenis tanah, dan penggunaan lahan kedalam sistem yang selanjutnya diproses dengan menggunakan metode logika fuzzy dan hasilnya akan ditampilkan sesuai dengan input data yang telah dimasukkan oleh pengguna. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem penentuan tingkat kerawanan longsor mempunyai akurasi yang tinggi dan dapat digunakan dengan mudah.


(11)

Map, Map of Land Slope, Rainfall Map, Map of Soil Types and Land Cover Map, so it can be determined how much the likelihood of landslides on area or of the coordinates. Fuzzy logic method has three stages of the process, namely fuzzification, inference and defuzzification. Fuzzy logic is a value that has vagueness (fuzziness) between right and wrong. In the theory of fuzzy logic could be worth a value of true and false at the same time but how much truth and error a value depending on how much weight they have membership. Fuzzy logic contained in the fuzzy set is groupings of things based on variable language (linguistic variables) are expressed in the membership function of zero to one. Fuzzy logic is based intelligent system can be used as an audit to determine areas prone to landslides. The system is determining vulnerability to landslides created for web based reference that can be used as a tool to be determination on certain areas the possibility of landslides. Users must input some parameters consisting of rainfall, soil slope, elevation of the land, soil type, and land use which is subsequently processed into the system by using fuzzy logic and the results will be displayed according to the input data that has been entered by the user. It can be concluded that the landslide@prone area prediction system has high accuracy and can be used easily.


(12)

Halaman

HALAMAN JUDUL i

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN ORISINALITAS iii

PERSETUJUAN PUBLIKASI iv

PANITIA PENGUJI v

RIWAYAT HIDUP vi

KATA PENGANTAR vii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian . 5

1.5 Manfaat Penelitian 6

2.1 Longsor 7

2.2 Logika Fuzzy 8

2.2.1. 10

2.2.2. 11

2.2.3. 12

2.3 Riset Terkait 13

2.4 Perbedaan dengan Riset yang lain 14

2.5 Konstribusi Riset 15

16

3.1 Pendahuluan 16

3.2 Rancangan Penelitian 16

3.3 Analisis Data dan Penerapan Logika Fuzzy 23

3.4 Jadwal Penelitian 40

41

4.1 Pembuatan Sistem 41

4.1.1. Analisa dan Desain Sistem 41

4.1.2. Tampilan User Interface 46

4.1.3. Coding 49

4.1.4. Testing 51

4.2 Penerapan Sistem 57


(13)

64 66


(14)

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Sistem Berbasis Aturan 10

2.2 ! 13

3.1 Peta Kemiringan Tanah 16

3.2 Peta Ketinggian Tanah 17

3.3 Peta Jenis Tanah 18

3.4 Peta Tutupan Lahan 19

3.5 Peta Curah Hujan 20

3.6 Grafik Kemiringan Tanah 26

3.7 Grafik Ketinggian Tanah 26

3.8 Grafik Curah Hujan 27

3.9 Grafik Jenis Tanah 28

3.10 Grafik Tutupan Lahan 29

3.11 Grafik Kerentanan Bahaya Longsor 30

4.1 Use Case diagram pengguna 43

4.2 Use Case diagram Administrator 43

4.3 Class Diagram 44

4.4 Sequence diagram bagi pengguna 45

4.5 Sequence diagram bagi administrator 45

4.6 Activity diagram pengguna 46

4.7 Tampilan Menu Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor 47 4.8 Tampilan Hasil Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor 47

4.9 Prediksi longsor pada titik koordinat 48

4.10 Prediksi longsor pada titik koordinat 48

4.11 Prediksi longsor pada titik koordinat 49

4.12 Bagan Alir Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor 52

4.13 Grafik alir Penentuan Tingkat Kerawanan longsor 55 4.14 Grafik perbandingan akurasi dan error pada system 60

4.15 Grafik kenyataan 61

4.16 Grafik Sistem 61


(15)

Tabel

1.1 Titik Koordinat 4

3.1 Data Titik Koordinat 21

3.2 Nilai Variabel Setiap titik 22

3.3 Daftar Variabel 24

3.4 Tingkat Kerentanan Longsor 25

3.5 Nilai lingustik Kemiringan Tanah 25

3.6 Nilai lingustik Ketinggian Tanah 26

3.7 Nilai lingustik Curah Hujan 27

3.8 Nilai lingustik Jenis Tanah 28

3.9 Nilai lingustik Penggunaan Lahan 28

3.10 Nilai lingustik tingkat kerentanan bahaya longsor 29

3.11 Aturan Fuzzy untuk Penentuan Kerawanan longsor 31

3.12 Derajat Keanggotaan masing@masing variable 37

4.1 Hasil Penentuan Tingkat Kerawanan dalam kenyataan 57

4.2 Hasil Penentuan Tingkat Kerawanan dalam sistem 57


(16)

Penelitian ini bertujuan untuk penerapan dalam penentuan tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah tertentu dengan mengambil variabel dari Peta Ketinggian Tanah, Peta Kemiringan Tanah, Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, dan Peta Tutupan Lahan, sehingga dapat ditentukan berapa besar kemungkinan terjadinya longsor pada daerah atau titik koordinat yang diteliti. Metode logika fuzzy mempunyai tiga tahapan proses yaitu fuzzifikasi, inferensi dan defuzzifikasi. Logika fuzzy merupakan sebuah nilai yang memiliki kesamaran ( ) antara benar dan salah. Dalam teori logika fuzzy sebuah nilai bisa bernilai benar dan salah secara bersamaan tapi berapa besar kebenaran dan kesalahan suatu nilai tergantung dari berapa besar bobot keanggotaan yang dimilikinya. Dalam teori logika fuzzy dikenal himpunan fuzzy ( ) yang merupakan pengelompokan sesuatu berdasarkan variabel bahasa ( ) yang dinyatakan dalam fungsi keanggotaan yang bernilai nol sampai dengan satu. Sistem cerdas berbasis logika fuzzy dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk penentuan daerah rawan longsor. Sistem penentuan tingkat kerawan longsor ini dibuat berbasis web yang dapat dijadikan rujukan sebagai alat bantu dalam penentuan daerah tertentu terhadap kemungkinan terjadinya longsor. Pemakai sistem ini harus memasukkan parameter yang terdiri dari curah hujan, kemiringan tanah, ketinggian tanah, jenis tanah, dan penggunaan lahan kedalam sistem yang selanjutnya diproses dengan menggunakan metode logika fuzzy dan hasilnya akan ditampilkan sesuai dengan input data yang telah dimasukkan oleh pengguna. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem penentuan tingkat kerawanan longsor mempunyai akurasi yang tinggi dan dapat digunakan dengan mudah.


(17)

Map, Map of Land Slope, Rainfall Map, Map of Soil Types and Land Cover Map, so it can be determined how much the likelihood of landslides on area or of the coordinates. Fuzzy logic method has three stages of the process, namely fuzzification, inference and defuzzification. Fuzzy logic is a value that has vagueness (fuzziness) between right and wrong. In the theory of fuzzy logic could be worth a value of true and false at the same time but how much truth and error a value depending on how much weight they have membership. Fuzzy logic contained in the fuzzy set is groupings of things based on variable language (linguistic variables) are expressed in the membership function of zero to one. Fuzzy logic is based intelligent system can be used as an audit to determine areas prone to landslides. The system is determining vulnerability to landslides created for web based reference that can be used as a tool to be determination on certain areas the possibility of landslides. Users must input some parameters consisting of rainfall, soil slope, elevation of the land, soil type, and land use which is subsequently processed into the system by using fuzzy logic and the results will be displayed according to the input data that has been entered by the user. It can be concluded that the landslide@prone area prediction system has high accuracy and can be used easily.


(18)

1

!" # $%

Longsoran adalah salah satu jenis bencana yang sering dijumpai di Indonesia, baik skala kecil maupun besar. Upaya penanggulangan longsoran biasanya dilakukan setelah terjadi, meskipun gejala longsoran dapat diketahui sebelum kejadian. Tanah longsor atau longsoran adalah runtuhan tanah atau pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara tiba@tiba atau berangsur yang umumnya terjadi di daerah lereng yang tidak stabil.

Kerugian akibat tanah longsor yang berlangsung secara tiba@tiba sangat besar. Kerugian ini dapat diminimalisasi apabila potensi tanah longsor dapat diketahui sedini mungkin, sehingga dapat diinformasikan adanya bahaya longsor pada masyarakat sekitar lokasi. Dengan demikian masyarakat mempunyai waktu yang cukup untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu.

Penyebab tanah longsor terutama disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan geser dan yang terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau peningkatan kadar air, disamping juga karena adanya peningkatan muka air tanah. (Adi Susilo, ", 2011).

Sistem Cerdas adalah suatu program komputer yang terdapat keahlian para ahli sehingga dapat digunakan untuk orang lain yang tidak ahli dalam bidang tersebut, sistem cerdas juga menggambarkan bagaimana para ahli berpikir (J. Buckley,2005). Untuk mengetahui dan memodelkan proses@proses berfikir manusia dan mendisain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia, salah satu konsep yang dipergunakan dalam sistem cerdas adalah " Dengan proses yang terdiri dari

# dan maka diharapkan tingkat kebenaran dalam

penentuan tingkat kerawanan longsar tinggi.

merupakan sistem kontrol pemecahan masalah, yang cocok untuk diimplimentasikan pada sistem, mulai dari sistem sederhana, sistem kecil, embedded


(19)

system, jaringan PC, multi@channel workstation berbasis akuisisi data, dan sistem control. Metodologi ini dapat diterapkan pada perangkat keras, perangkat lunak, atau kombinasi keduanya. Dalam logika klasik dinyatakan bahwa segala sesuatu bersifat biner, yang artinya adalah hanya mempunyai dua kemungkinan, “Ya atau Tidak “, “Benar atau Salah”, “Baik atau Buruk”, dan lain@lain. Oleh karena itu semua ini dapat mempunyai nilai keanggotaan 0 dan 1. Akan tetapi, dalam logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan berada di antara 0 dan 1. Artinya, bisa saja suatu keadaan mempunyai dua nilai “ Ya dan Tidak”, “Benar dan Salah”, “Baik dan Buruk” secara bersamaan, namun besar nilainya tergantung kepada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Logika Fuzzy dapat digunakan di berbagai bidang, seperti pada sistem diagnosis penyakit (dalam bidang kedoktoran), pada pemodelan sistem pemasaran, riset operasional (dalam bidang ekonomi), kendali kualitas air, prediksi adanya gempa bumi, klasifikasi dan pencocokan pola (dalam bidang teknik). (T. Sutojo, ", 2006).

Sistem cerdas berbasis logika fuzzy dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring untuk penentuan tingkat kerawaan longsor pada suatu daerah tertentu. Pemakai sistem ini dengan cara memasukkan parameter yang terdiri dari Kemiringan, ketinggian, Curah Hujan, Jenis Tanah, Penggunaan Lahan kedalam sistem yang selanjutnya diproses dengan menggunakan metode logika fuzzy dan hasilnya akan ditampilkan sesuai dengan $ data yang telah dimasukkan oleh pengguna.

Sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh : Jefri Ardin Nugroho, dkk dengan judul penelitian “Pemetaan Daerah Rawan Longsor Dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis” (Studi Kasus Hutan Lindung Kabupaten Mojokerto) dalam penelitian ini dilakukan pemetaan daerah yang rawan terhadap bahaya longsor dengan mengambil input data menggunakan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis, citra satelit SPOT 4 tahun 2008, dengan cara tersebut akan didapat parameter rawan longsor dan nilai skornya. Adapun parameter yang akan hitung nilai skornya adalah Kelerengan, Ketinggian, Curah Hujan, Jenis Tanah, Penggunaan Lahan.

Dengan menjumlahkan nilai skor yang diambil dari parameter atau variabel tersebut akan didapat kriteria dari tingkat kerentanan bahaya longsor yang dibagi menjadi lima kelas :


(20)

1. Tidak rawan 2. Kerawanan rendah 3. Kerawanan sedang 4. Kerawanan tinggi 5. Sangat rawan

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan kawasan hutan lindung Kabupaten Mojokerto memiliki tingkat kerawanan longsor rendah (13,28 Ha) kerawanan longsor sedang (177,24 Ha) dan kerawanan longsor tinggi (427,15 Ha.).

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh : Bagus Sulistiarto dan Agung Budi Cahyono dengan judul penelitian “Studi Tentang Identifikasi Longsor Dengan Menggunakan Citra Landsat Dan Aster (Studi Kasus : Kabupaten Jember) “

Dalam penelitian ini digunakan parameter longsor, yaitu tutupan lahan, ketinggian, kemiringan, jenis tanah dan curah hujan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 4 tahun 1994, citra Landsat 7 tahun 2001, citra ASTER tahun 2007, Data Curah Hujan tahun 2000@2008, Peta Jenis Tanah, Peta Ketinggian dan Peta Kemiringan. Citra tersebut diolah sehingga didapat penutup lahan dari wilayah studi. Dengan cara overlay dan menggunakan metode skoring untuk parameter tersebut, maka diperoleh suatu hasil yang menggambarkan mengenai potensi longsor di wilayah studi.

Hasil dari penelitian ini adalah peta yang menggambarkan potensi longsor yang disajikan dalam Peta Rawan Longsor. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tingkat kerawanan longsor di daerah studi pada tahun 2007 didominasi oleh tingkat kerawanan rendah. Prosentase yang diperoleh untuk tingkat kerawanan adalah 9% untuk tingkat kerawanan sangat rendah, 66 % untuk tingkat kerawanan rendah, 24 % untuk tingkat kerawanan menengah, dan 0,4 % untuk tingkat kerawanan tinggi.Tingkat kerawanan sangat rendah dan rendah berada di bagian selatan dan tingkat kerawanan menengah dan tinggi berada di bagian utara dan sebagian di selatan dari area penelitian.

Kedua penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan mencari persentasi jumlah tingkat kerawanan longsor dengan cara overlay tanpa menyebutkan sampel atau titik@ titik koordinat pada peta untuk menunjukkan daerah@daerah yang diteliti.

Berdasarkan penelitian yang ada tersebut diatas, penulis mencoba melakukan penelitian yang akan membangun suatu sistem cerdas berbasis untuk


(21)

menentukan tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah tertentu, yang dilandasi dengan % para ahli untuk berbagi pengalaman kasus dan solusi sehingga menghasilkan suatu cara baru dalam menentukan daerah rawan longsor dengan tingkat kebenaran yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan titik@titik koordinat yang terdapat pada peta kabupaten Aceh Tengah, berdasarkan titik@titik koordinat yang telah ditentukan tersebut akan dicari nilai keanggotaan prediksi longsor dengan menggunakan metode Logika Fuzzy.

& ! '(') $ ) " *

Bagaimana membuat atau membangun suatu sistem cerdas untuk menentukan tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah tertentu dengan metode yang dapat digunakan untuk membantu pihak@pihak terkait untuk mendapatkan data tentang daerah@daerah yang dianggap berpotensi longsor sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang akan dilakukan dalam mengurangi resiko yang diakibatkan tanah longsor.

+ ) $ ) " *

Rumusan masalah diatas, dibatasi dengan beberapa hal sebagai berikut :

1. Studi kasus penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh.

2. Variabel yang digunakan yaitu Kemiringan, Ketinggian, Tutupan Lahan, Jenis Tanah dan Curah Hujan.

3. Sumber Variabel diambil dari Peta Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012. 4. Nilai Himpunan Fuzzy yang akan di dapat adalah tidak rawan, kerawanan

rendah, kerawanan sedang, kerawanan tinggi dan sangat rawan.

5. Penelitian dilakukan pada beberapa titik Koordinat di kawasan Kabupaten Aceh Tengah yaitu :

Tabel 1.1. Titik Koordinat No Koordinat

1 2

1 96040'0"BT 4052'0"LU 2 96036'0"BT 4048'0"LU 3 96040'0"BT 4048'0"LU 4 96028'0"BT 4044'0"LU 5 96032'0"BT 4044'0"LU


(22)

6 96036'0"BT 4044'0"LU 7 96040'0"BT 4044'0"LU 8 96032'0"BT 4040'0"LU 9 96040'0"BT 4040'0"LU 10 96044'0"BT 4040'0"LU 11 96048'0"BT 4040'0"LU 12 96036'0"BT 4036'0"LU 13 96040'0"BT 4036'0"LU 14 96044'0"BT 4036'0"LU 15 96048'0"BT 4036'0"LU 16 96052'0"BT 4036'0"LU 17 9700'0"BT 4036'0"LU 18 96040'0"BT 4032'0"LU 19 96044'0"BT 4032'0"LU 20 96048'0"BT 4032'0"LU 21 96052'0"BT 4032'0"LU 22 96056'0"BT 4032'0"LU 23 9700'0"BT 4032'0"LU 24 97004'0"BT 4032'0"LU 25 96048'0"BT 4028'0"LU 26 96052'0"BT 4028'0"LU 27 96056'0"BT 4028'0"LU 28 9700'0"BT 4028'0"LU 29 96044'0"BT 4024'0"LU 30 96048'0"BT 4024'0"LU 31 96052'0"BT 4024'0"LU 32 97012'0"BT 4024'0"LU 33 97016'0"BT 4024'0"LU

, '-' $ !$!". . $

Tujuan dari penelitian ini adalah penerapan dalam penentuan tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah tertentu dengan mengambil variabel dari Peta Ketinggian Tanah, Peta Kemiringan Tanah, Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, dan Peta Tutupan Lahan, sehingga dapat ditentukan berapa besar kemungkinan terjadinya longsor pada daerah atau titik koordinat yang diteliti. Tingkat kemungkinan longsor yang akan didapat mulai dari tidak rawan, rendah, sedang, tinggi dan sangat rawan,


(23)

sehingga dengan adanya sistem ini diharapkan dapat membantu pihak@pihak terkait dalam mewaspadai terjadinya longsor.

/ $0 1!$!". . $

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menerapkan dalam menentukan daerah rawan longsor.

2. Memberikan gambaran dan pemahaman penerapan pada suatu studi kasus penentuan tingkat kerawanan longsor pada Daerah tertentu.

3. Sebagai masukkan bagi petugas yang menangani Penanggulangan Bencana Longsor sehingga dapat mengingatkan masyarakat agar lebih mewaspadai terhadap daerah@daerah yang dianggap rawan longsor.


(24)

7

& 2$%)2

&"'"'" ( )

Tanah Longsor secara umum adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material laoporan, bergerak kebawah atau keluar lereng. Secara geologi tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. (Nandi; 2007).

&"'"&" * )

Pada prinsifnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut : air yang meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bisang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng. (Nandi; 2007).

&"'"+" ( , )

Gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan@retakan dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba@tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. (Nandi; 2007).

Faktor penyebabnya antara lain : a. Lereng Terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 1800 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.


(25)

b. Ketinggian

Semakin tinggi maka semakin besar potensi jatuhnya tanah. c. Curah Hujan

Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air dipermukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori@pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup kebagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengambang kembali dan dapat menyebabkan terjadinya longsor bila tanah tersebut terletak pada lereng yang terjal.

d. Jenis Tanah

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat retan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

e. Penggunaan Lahan

Tanah longsor sering terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan dan adanya genangan air dilereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi didaerah longsoran lama. & & 2%.# '334

- .$ (SC) merupakan bagian dari ilmu multidisiplin pertama kali diusulkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh (1990). Pada makalah pertamanya tentang - Data Analysis, Prof. Zadeh mendefinisikan SC adalah kumpulan teknik@teknik komputasi dalam ilmu komputer, yang berusaha untuk mempelajari, memodelkan dan menganalisis suatu fenomena tertentu guna untuk mengeksploitasi adanya toleransi terhadap ketidaktepatan, ketidakpastian dan kebenaran parsial untuk dapat diselesaikan dengan mudah, # dan biaya penyelesaian murah. SC berusaha

untuk mengintegrasikan # / .$ , 0 .$ ,


(26)

sehingga Logika Fuzzy akan di terapkan pada penentuan prediksi Daerah rawan longsor.

Konsep tentang Logika Fuzzy diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Astor Zadeh pada tahun 1962. Logika Fuzzy adalah metodologi sistem control pemecahan masalah, yang cocok untuk diimplementasikan pada sistem, mulai dari sistem yang sederhana, sistem kecil, embedded system, jaringan PC, multi@channel atau workstation berbasis akuisisi data, dan sistem kontrol. Bila dibandingkan dengan logika konvensional, kelebihan logika fuzzy adalah kemampuannya dalam proses penalaran secara bahasa sehingga dalam perancangannya tidak memerlukan persamaan matematik yang rumit. Beberapa alasan yang dapat diutarakan mengapa kita menggunakan logika fuzzy diantaranya adalah mudah dimengerti, memiliki toleransi terhadap data@data yang tidak tepat, mampu memodelkan fungsi@fungsi nonlinier yang sangat kompleks, dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman@pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan, dapat berkerjasama dengan teknik@ teknik kendali secara konvensional, dan didasarkan pada bahasa alami, (T. Sutojo,

", 2010).

Dalam logika konvensional nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu benar atau salah ( ), dengan tidak ada kondisi di antara. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum 01 2 dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun, tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Logika Fuzzy merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata. Teori tentang himpunan logika samar pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lotfi Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul “ - ”. Ia berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean atau konvensional tidak dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Setelah itu, sejak pertengahan 1970@an, para peneliti Jepang berhasil mengaplikasikan teori ini ke dalam berbagai permasalahan praktis. Tidak seperti logika boolean, logika fuzzy mempunyai nilai yang kontinyu. Samar ( ) dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu dapat memiliki derajat keanggotaan dengan nilai yang kontinyu, bukan hanya nol dan satu.


(27)

. adalah proses merumuskan pemetaan dari input yang diberikan ke ouput dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan tersebut akan menjadi dasar dari keputusan yang akan dibuat. Proses melibatkan fungsi keanggotaan, operator logika fuzzy, dan aturan jika@maka ( 3 ) (Goupeng Z, 2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka akan digunakan variabel linguistik. Variabel linguistik adalah suatu interval numerik dan mempunyai nilai@nilai linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi keanggotaannya. Misalnya, - adalah suatu variabel linguistik yang bisa didefinisikan pada interval (@100C, 400C). Variabel tersebut bisa memiliki nilai@nilai linguistik seperti ”Dingin”, ”Hangat”, ”Panas” yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi@fungsi keanggotaan tertentu.

Suatu sistem berbasis aturan terdiri dari tiga komponen utama:

# dan (Suyanto, 2008, p. 28), terlihat

seperti gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Berbasis Aturan

&"&"'"

merupakan proses pemetaan nilai@nilai input ( $ $ ) yang berasal dari sistem yang dikontrol ke dalam himpunan menurut fungsi keanggotaannya. Himpunan fuzzy tersebut merupakan $ yang akan diolah secara fuzzy pada proses berikutnya. Untuk mengubah $ $ menjadi fuzzy input, terlebih dahulu harus menentukan . . $ untuk setiap $ $ , kemudian proses


(28)

akan mengambil $ $ dan membandingkan dengan . . $

yang telah ada untuk menghasilkan harga $ .

&"&"&"

4 mereprentasikan fakta dan aturan di dunia nyata dengan

menggunakan objek, predikat( ), dan serta 5 sehingga

beberapa fakta sederhana dapat direprentasikan ke dalam suatu kalimat logika, dan semua bersifat tetap. Menurut (Suyanto, 2008, p. 29) untuk membedakan 3

secara sintaks aturan dituliskan seperti di bawah ini:

IF THEN 5

Pada tahap diproses hubungan antara nilai@nilai input ( $ $ ) dan nilai@nilai $ ( $ $ ) yang dikehendaki dengan aturan@aturan ( ). Aturan ini nantinya yang akan menentukan respon sistem terhadap berbagai kondisi

$ dan gangguan yang terjadi pada sistem.

Terdapat beberapa model aturan yang dapat digunakan:

" 2 2 .

Pada model ini aturan didefinisikan sebagai : IF x1 is A1 AND … AND xn is An THEN y is B

Dimana A1,…, An, B adalah nilai (atau ), dan “x1 is A1” yang menyatakan nilai variable x1 adalah anggota A1.

" 2

-Model ini merupakan warisan model Mamdani. Pada model ini mengunakan aturan yang berbentuk :

IF x1 is A1 AND … AND xn is An THEN y=f(x1,…,xn)

Dimana f bisa berupa fungsi dari variabel input yang nilainya berada di dalam interval variable output. Fungsi ini dibatasi dengan menyatakan f sebagai kombinasi linier dari variabel sebuah input:

f(x1, …, xn) = w0+w1.x1+…+wn.xn

Dimana w0,w1,…,wn adalah konstanta yang berupa bilangan real yang merupakan bagian dari spesifikasi aturan " Dalam model Sugeno terdapat dua macam kategori yaitu orde nol dan orde satu. Orde nol, fungsi f berupa konstanta sehingga dapat dituliskan sebagai f(x1,….,xn) = w0. Sedangkan order satu merupakan fungsi kombinasi linear dari beberapa variable input.


(29)

&"&"+"

Pada tahap ini dilakukan pemetaan bagi nilai@nilai $ yang dihasilkan pada tahap ke nilai@nilai output kuantitatif yang sesuai dengan sistem yang diharapkan. Menurut (Suyanto, 2008, p. 28) ada lima metode untuk melakukan proses

, diantaranya yaitu :

" .

Metode . dinamakan juga sebagai ! (CoA) atau

(CoG). Jika y* bernilai $pada metode ini akan dihitung menggunakan rumus:

6= =

Dan Jika y* bernilai maka dapat diganti dengan persamaan berikut:

6= =∑

Dimana y adalah nilai crisp dan μ adalah derajat keanggotaan y.

" 7 .

Metode ini memilih nilai $yang memiliki derajat keanggotaan maksimun. Metode ini hanya bisa dipakai oleh fungsi keanggotaan yang memiliki derajat keanggotaan 1 pada nilai $ tunggal dan 0 pada nilai $ yang lain. Fungsi seperti ini disebut

fungsi .

" 8 9 . 1 .

Pada metode 8 9 . 1 . fungsi keanggotaan $ memiliki lebih dari satu nilai maksimun. Sehingga nilai crisp yang digunakan adalah salah satu dari nilai yang dihasilkan dari nilai maksimun pertama ataupun yang terakhir.

" 2 3. 1 .

2 3. 1 . merupakan bentuk umun dari . dimana terdapat lebih

dari satu nilai $yang memiliki derajat keanggotaan . . .

Didefinisikan y* sebagai titik tengah antara nilai $ yang paling kecil dan nilai

$yang paling besar. Berikut fungsi 2 3. 1 . : ∗= +2

Dimana M merupakan nilai $ paling besar dan m adalah nilai $ $ paling kecil.


(30)

" !

! merupakan suatu metode dengan menggunakan pembobotan pada derajat keanggotaan. Di definisikan sebagai berikut:

∗=

Dimana y merupakan nilai $ dan μ adalah derajat keanggotaan dari nilai $y. Secara garis besar proses digambarkan pada gambar 2.2.

Gambar. 2.2 !

& 5 .)! ! # .

Agus Wuryanta, et al, (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Tanah Longsor Dan Upaya Penanggulangannya Studi Kasus Di Kulonprogo, Purworejo Dan Kebumen” mengidentifikasi lahan berpotensi longsor sangat diperlukan untuk mengetahui sebaran daerah yang rawan longsor sehingga dapat dilakukan upaya penanganannya. Adapun langkah yang digunakan adalah dengan mengambil Data yang diperoleh dari teknologi PJ dalam hal ini Citra Landsat 7 ETM+ yang dilakukan penajaman dengan filter 7 x 7 dapat digunakan untuk identifikasi lahan berpotensi longsor.

Adi Susilo et, al, (2011) dalam penelitiannya “ 0 - .

* - 7 . ! : ) - ; membuat

sistem peringatan dini zona rawan longsor dengan menggunakan alat sensor getaran yang dibuat dari accelerometer komersial jenis MMA 7260 QT.

Bagus Sulistiarto, (2010) dalam Penelitiannya berjudul “-


(31)

mengidentifikasi longsor berdasarkan tutupan lahan dari citra landsat dan Aster dengan menggunakan tumpang susu dengan peta tematik lain.

Himan Shahabi, et, al, (2012) “!$$ - .

5 . -; Makalah ini

menyajikan analisis kerentanan longsor di pusat Zab cekungan di pegunungan barat daya dari West@Azerbaijan provinsi di Iran menggunakan data penginderaan jauh dan Geografis Informasi Sistem. Database Longsor dihasilkan menggunakan citra satelit dan foto udara disertai dengan bidang investigasi menggunakan Differential Global Positioning System untuk menghasilkan peta longsor persediaan.

Jefri Ardin Nugroho, et, al (2010) “ Pemetaan Daerah Rawan Longsor Dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis ” makalah ini menyajikan suatu cara yang bertujuan memetakan daerah rawan longsor dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis, citra satelit SPOT 4 tahun 2008, dengan cara tersebut didapat parameter rawan longsor dan nilai skornya. Adapun parameter yang akan hitung nilai skornya adalah Kelerengan, Ketinggian, Curah Hujan, Jenis Tanah, Penggunaan Lahan, nilai skor inilah yang akan menentukan tingkat kerentanan terhadap longsor. Penelitian ini dilakukan didaerah hutan lindung Mojokerto secara keseluruhan tidak menggunakan sampel dibeberapa titik daerah. & ! 6!7 $ 7!$% $ .)! 4 $% .$

Dalam Penelitian ini, untuk menentukan tingkat kerawanan longsor pada daerah tertentu dengan cara memasukkan input kedalam sistem cerdas berbasis Logika Fuzzy berupa variabel@variabel pendukung yang bersumber dari titik@titik koordinat yang telah ditentukan pada Peta Wilayah Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012.

& 8 2$ .6'). .)!

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah Kelerengan, ketinggian, Curah Hujan, Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan. Semua variabel ini diinput kedalam sistem yang dibuat dan dilakukan pengujian dengan menggunakan metode

untuk menentukan tingkat kebenaran dari prediksi longsor sehingga dapat memberikan informasi tentang daerah yang rawan longsor dengan tingkat kebenaran yang baik.


(32)

+ !$7 *'"' $

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor, maka penentuan tingkat kerawanan longsor pada suatu daerah sangat penting untuk dilakukan agar dapat diketahui daerah yang berpotensi longsor dan dapat dilakukan upaya untuk mengurangi efek negatif dari bencana longsor tersebut.

Sistem Cerdas adalah suatu program komputer yang terdapat keahlian para ahli sehingga dapat digunakan untuk orang lain yang tidak ahli dalam bidang tersebut, sistem cerdas juga menggambarkan bagaimana para ahli berpikir (J.Buckley,2005, p. 2). Untuk mengetahui dan memodelkan proses@proses berfikir manusia dan mendisain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia, salah satu konsep yang dipergunakan dalam sistem cerdas adalah " Dengan proses yang terdiri dari

# dan maka diharapkan tingkat kebenaran dalam

penentuan tingkat kerawan longsor suatu daerah adalah tinggi. + & $9 $% $ !$!". . $

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model eksperimen, penelitian eksperimen ini bertujuan untuk membuat sistem cerdas berbasis logika fuzzy untuk memudahkan dalam mengetahui daerah rawan longsor dengan memasukkan beberapa jenis Variabel. Variabel@variabel tersebut diambil dari Peta Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012.

Dalam melakukan pengumpulan data penulis menggunakan cara literatur yaitu pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung yang berkaitan dengan objek penelitian dan pengamatan ini dilakukan dengan cara melihat lima buah jenis Peta Kabupaten Aceh Tengah, kelima jenis Peta itu yaitu Peta Jenis Tanah, Peta Curah Hujan, Peta Kemiringan Tanah, Peta Ketinggian Tanah, dan Peta Tutupan Lahan. Seperti terlihat pada gambar 3.1 s.d 3.5.


(33)

(34)

(35)

(36)

(37)

(38)

Dari kelima peta tersebut diambil titik koordinat yang sama sebagai sampel yaitu pemilihan sejumlah item tertentu dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian item tersebut untuk mewakili seluruh itemnya. Sebagian item yang dipilih disebut sampel@sampel ( .$ ). Sedang seluruh item yang ada disebut populasi ($ $ ). Cara pengambilan sampel yang dilakukan oleh penulis adalah pengambilan sampel secara acak dimana pengambilan sampel dilakukan sebanyak 33 titik. Sampel dari populasi Titik Koordinat ditampilkan dalam tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1. Sampel data Titik Koordinat

No Koordinat Curah

Hujan Ketinggian (dpl) Kelere@ ngan (%)

Bukaan Lahan Jenis Tanah

1 2 3 4 5 6 7

1 96040'0"BT 4052'0"LU 19.94 500@700 15 @ 25 Hutan Skunder

Podsolik Merah Kuning 2 96036'0"BT 4048'0"LU 20.57 1000@1250 25 @ 40 Hutan Skunder Grumosol 3 96040'0"BT 4048'0"LU 19.94 750@1000 15 @ 25 Semak Belukar Podsolik

coklat 4 96028'0"BT 4044'0"LU 19.94 500@700 15 @ 25 Hutan Skunder

Podsolik Merah Kuning 5 96032'0"BT 4044'0"LU 21.2 1000@1250 40 Hutan Skunder Grumosol 6 96036'0"BT 4044'0"LU 19.94 1500@1750 25 @ 40 Hutan Skunder Grumosol 7 96040'0"BT 4044'0"LU 21.52 750@1000 15 @ 25 Semak Belukar Grumosol 8 96032'0"BT 4040'0"LU 21.2 750@1000 25 @ 40 Hutan Skunder Grumosol 9 96040'0"BT 4040'0"LU 21.2 1500@1750 25 @ 40 Semak Belukar Grumosol 10 96044'0"BT 4040'0"LU 21.52 1000@1250 8 @ 15 Hutan Skunder Andasol 11 96048'0"BT 4040'0"LU 20.89 1500@1750 25 @ 40 Semak Belukar Andasol 12 96036'0"BT 4036'0"LU 19.94 1500@1750 40 Semak Belukar Grumosol 13 96040'0"BT 4036'0"LU 19.94 1250@1500 25 @ 40 Semak Belukar Grumosol 14 96044'0"BT 4036'0"LU 21.52 1000@1250 15 @ 25 Semak Belukar Grumosol 15 96048'0"BT 4036'0"LU 21.52 1250@1500 15 @ 25 Hutan Skunder Podsolik

coklat 16 96052'0"BT 4036'0"LU 23.42 1250@1500 15 @ 25 Semak Belukar Grumosol 17 9700'0"BT 4036'0"LU 21.2 1250@1500 40 Semak Belukar Grumosol 18 96040'0"BT 4032'0"LU 18.99 1000@1250 25 @ 40 Semak Belukar Grumosol 19 96044'0"BT 4032'0"LU 19.94 1250@1500 40 Hutan Skunder Grumosol 20 96048'0"BT 4032'0"LU 21.2 1250@1500 25 @ 40 Semak Belukar Grumosol


(39)

21 96052'0"BT 4032'0"LU 21.2 1500@1750 40 Hutan Skunder Grumosol 22 96056'0"BT 4032'0"LU 21.2 1500@1750 40 Hutan Skunder Grumosol 23 9700'0"BT 4032'0"LU 21.2 1500@1750 40 Hutan Skunder Grumosol 24 97004'0"BT 4032'0"LU 16.14 1250@1500 25 @ 40 Savana Grumosol 25 96048'0"BT 4028'0"LU 15.19 1500@1750 8 @ 15 Semak Belukar Andasol 26 96052'0"BT 4028'0"LU 15.19 1000@1250 8 @ 15 Savana Mediteran 27 96056'0"BT 4028'0"LU 23.1 1000@1250 40 Savana Grumosol 28 9700'0"BT 4028'0"LU 16.14 750@1000 25 @ 40 Savana Grumosol 29 96044'0"BT 4024'0"LU 16.77 1250@1500 8 @ 15 Semak Belukar Andasol 30 96048'0"BT 4024'0"LU 15.19 1250@1500 25 @ 40 Semak Belukar Andasol 31 96052'0"BT 4024'0"LU 19.94 1250@1500 8 @ 15 Savana Grumosol 32 97012'0"BT 4024'0"LU 16.77 250@500 8 @ 15 Savana Grumosol 33 97016'0"BT 4024'0"LU 23.42 500@750 25 @ 40 Savana Grumosol Sumber : Peta Kabupaten Aceh Tengah 2012

Setelah titik koordinat dan keadaan masing@masing variabel diketahui, maka didapat nilai setiap variabel tersebut seperti yang terlihat pada tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2.Nilai Variabel N

o Koordinat

Curah Hujan Keting @gian Kelere @ngan Bukaan Lahan Jenis Tanah 1 96040'0"BT 4052'0"LU 30 7 30 18 38 2 96036'0"BT 4048'0"LU 32 12.5 38 18 18 3 96040'0"BT 4048'0"LU 30 9 30 28 38 4 96028'0"BT 4044'0"LU 30 7 30 18 38 5 96032'0"BT 4044'0"LU 33 12.5 38 18 18 6 96036'0"BT 4044'0"LU 30 17.5 38 18 18 7 96040'0"BT 4044'0"LU 33 9 30 28 18 8 96032'0"BT 4040'0"LU 33 9 38 18 18 9 96040'0"BT 4040'0"LU 33 17.5 38 28 18 10 96044'0"BT 4040'0"LU 33 12.5 20 18 28 11 96048'0"BT 4040'0"LU 32 17.5 38 28 28 12 96036'0"BT 4036'0"LU 30 17.5 38 28 20 13 96040'0"BT 4036'0"LU 30 15 38 28 20 14 96044'0"BT 4036'0"LU 32 12.5 30 28 20 15 96048'0"BT 4036'0"LU 32 15 30 18 38


(40)

16 96052'0"BT 4036'0"LU 36 15 30 28 20 17 9700'0"BT 4036'0"LU 32 15 38 28 20 18 96040'0"BT 4032'0"LU 30 12.5 38 28 20 19 96044'0"BT 4032'0"LU 30 15 38 18 20 20 96048'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 28 20 21 96052'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 18 20 22 96056'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 18 20 23 9700'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 18 20 24 97004'0"BT 4032'0"LU 26 15 38 38 20 25 96048'0"BT 4028'0"LU 25 17.5 20 28 27 26 96052'0"BT 4028'0"LU 30 12.5 20 38 27 27 96056'0"BT 4028'0"LU 36 12.5 38 38 20 28 9700'0"BT 4028'0"LU 25 9 38 38 20 29 96044'0"BT 4024'0"LU 26 15 20 28 28 30 96048'0"BT 4024'0"LU 25 15 38 28 28 31 96052'0"BT 4024'0"LU 30 15 20 38 20 32 97012'0"BT 4024'0"LU 26 5 20 38 20 33 97016'0"BT 4024'0"LU 36 7 38 38 20 Sumber : Peta Kabupaten Aceh Tengah 2012

+ + $ ".).) 7 $ !$! 1 $ 2%.# '334

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa Kemiringan Tanah, Ketinggian Tanah, Curah Hujan, Jenis Tanah, dan Penggunaan Lahan pada dasarnya menentukan tingkat resiko longsor. Jadi kelima parameter tersebut akan dijadikan sebagai masukan untuk sistem yang dirancang. Dengan bantuan literatur data dan wawancara dengan pihak terkait, maka dapat dijelaskan parameter untuk $ dan $ sebagai berikut:

1. Kemiringan Tanah mempunyai lima nilai linguistik (datar, landai, agak curam, curam, terjal)

2. Ketinggian Tanah mempunyai tiga nilai linguistik (rendah, tinggi, sangat tinggi) 3. Curah Hujan mempunyai lima nilai linguistik (sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi, sangat tinggi)

4. Jenis Tanah mempunyai empat nilai linguistik (tidak peka, kurang peka, agak peka, sangat peka)


(41)

5. Penggunaan Lahan mempunyai empat nilai linguistik (rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi)

6. Tingkat kerawanan bahaya longsor mempunyai lima nilai linguistik (tidak rawan, rendah, sedang, tinggi, sangat rawan)

Tabel nilai variabel dapat dilihat pada tabel 3.3 dan tabel 3.4 berikut ini :

Tabel 3.3 Nilai variabel

No Variabel Kriteria Nilai

1 Kemiringan

0 @ 8% Datar 1

8 @ 15% Landai 2

15 @ 25% Agak Curam 3

25 @ 40% Curam 4

> 40% Terjal 5

2 Ketinggian

0 @ 1000 m dpl Rerdah 1

1000 @ 2000 m dpl Tinggi 2

> 2000 m dpl Sangat Tinggi 3

3 Curah Hujan

< 1000 mm/thn Sangat Rendah 1

1000 @ 1500 mm/thn Rendah 2

1500 @ 2000 mm/thn Sedang 3

2000 @ 2500 mm/thn Tinggi 4

> 2500 mm/thn Sangat Tinggi 5

4 Jenis Tanah

Alluvial Tidak Peka 1

Mediteran, Brown Forest, Non Calcic Brown

Kurang Peka 2

Andosol Agak Peka 3

Litosol Sangat Peka 4

5 Penggunaan Lahan

Tubuh Air Rendah 1

Hutan Sedang 2

Kebun Tinggi 3

Tegalan, Sawah,

Pemukiman Sangat Tinggi 4


(42)

Tabel 3.4. Nilai tingkat kerentanan longsor No Tingkat Kerentanan Nilai

1 Tidak Rawan < 10

2 Rendah 10 – 12

3 Sedang 13 – 15

4 Tinggi 16 – 18

5 Sangat Rawan >18

Sumber: SL Mentan No. 2837/Lpts/UM/11/1980 1. Proses fuzzifikasi

Secara lebih detail dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kemiringan Tanah

Tabel 3.5 Nilai linguistik Kelerengan ." .

.$%'.) .# ." . :

Datar x ≤ 10

Landai 10 < x ≤ 20 Agak Curam 20 < x ≤ 30 Curam 30 < x ≤ 40

Terjal x ≥ 40

Ekpresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy :

μ x =

, 0 ≤ ≤ 10 , 10 < ≤ 20

% , 20 < ≤ 30 ' , 30 < ≤ 40

1, ≥ 40

*

Dimana x merupakan anggota himpunan kemiringan tanah. (3.1)


(43)

Refresentasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.6. Grafik kemiringan Tanah

2. Ketinggian Tanah

Tabel 3.6 Nilai linguistik Ketinggian ." .

.$%'.) .# ." . 4

Rendah y ≤ 10

Tinggi 10 < y ≤ 20 Sangat Tinggi y ≥ 20

Ekpresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy :

μ y =

, , 0 ≤ ≤ 10 , , 10 < ≤ 20

1, ≥ 20

*

Dimana y merupakan anggota himpunan ketinggian tanah

Refresentasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Input Variabel index ketinggian tanah

Rendah Tinggi Sangat tinggi

µ 1

Gambar 3.7 Grafik ketinggian tanah

datar Landai Agak curam Curam Terjal

µ 1

Input Variabel index Ketinggian Tanah


(44)

3. Curah Hujan

Tabel 3.7 Nilai linguistik Curah Hujan ." .

.$%'.) .# ." . 3 Sangat Rendah z ≤ 10 Rendah 10 < z ≤ 20 Sedang 20 < z ≤ 30 Tinggi 30 < z ≤ 40 Sangat Tinggi z ≥ 40

Ekpresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy :

μ z =

. , 0 ≤ / ≤ 10

, 10 < / ≤ 20

% . , 20 < / ≤ 30 ' . , 30 < / ≤ 40

1, / ≥ 40

*

Dimana z merupakan anggota himpunan Curah Hujan

Refresentasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

µ 1

Input Variabel index Curah Hujan

Gambar 3.8 Grafik Curah Hujan (3.3)


(45)

4. Jenis Tanah

Tabel 3.8 Nilai linguistik Jenis Tanah ." . .$%'.) .# ." .

Tidak Peka ≤ 10

Kurang Peka 10 < ≤ 20 Agak Peka 20 < ≤ 30

sangat peka ≥ 30

Ekpresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy :

μ k =

1 , 0 ≤ 2 ≤ 10 1 , 10 < 2 ≤ 20 % 1 , 20 < 2 ≤ 30

1, 2 ≥ 30

*

Dimana merupakan anggota himpunan Jenis Tanah

Refresentasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut : Tidak peka Kurang peka Agak peka Sangat peka

µ 1

Input Variabel index Jenis Tanah Gambar 3.9 Grafik Jenis Tanah 5. Penggunaan Lahan

Tabel 3.9 Nilai linguistik Penggunaan Lahan ." .

.$%'.) .# ." .

Rendah ≤ 10

Sedang 10 < ≤ 20 Tinggi 20 < ≤ 30 Sangat Tinggi ≥ 30


(46)

Ekpresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy :

μ l =

4 , 0 ≤ 5 ≤ 10 4 , 10 < 5 ≤ 20 % 4 , 20 < 5 ≤ 30

1, 5 ≥ 30

*

Dimana merupakan anggota himpunan Penggunaan Lahan Refresentasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi µ

1

Input Variabel index Penggunaan Lahan

Gambar 3.10 Grafik Penggunaan Lahan

6. Tingkat Kerawanan Bahaya Longsor

Tabel 3.10 Nilai linguistik tingkat kerentanan bahaya longsor ." . .$%'.) .# ." .

Tidal Rawan . ≤ 3,40

kerawanan Rendah 3,40 < . ≤ 4,50 kerawanan Sedang 4,50 < . ≤ 5,40 kerawanan Tinggi 5,40 < . ≤7,00

Sangat Rawan . ≥ 7.00


(47)

Ekpresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy :

μ m =

0 , < 3,40

%,' 7

%,' , 0 < ≤ 3,40 8,' 7

,9 , 4,50 < ≤ 5,40

;, 7

,< , 5,40 < ≤ 7,00

1, ≥ 7,00

*

Dimana . merupakan anggota himpunan tingkat kerentanan bahaya longsor Refresentasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Tidak rawan Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

µ 1

Input Variabel index Kerentanan Bahaya Longsor

Gambar 3.11 Grafik Kerentanan Bahaya Longsor

2. Proses Inferensi

Dengan menggunakan logika fuzzy maka didapatkan tingkat kerawanan longsor sebagaimana yang terdapat pada tabel 3.11 berikut ini :


(48)

Tabel 3.11. Aturan Fuzzy untuk penentuan tingkat kerawanan Longsor

Aturan

Input Output

Titik Koordinat Curah

Hujan Ketinggian Kemiringan

Penggunaan

Lahan Jenis Tanah

Kerawanan longsor Aturan 1 960

40'0"BT 4052'0"LU Sedang Rendah Agak Curam Sedang Sangat Peka Sedang Aturan 2 96036'0"BT 4048'0"LU Tinggi Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 3 96040'0"BT 4048'0"LU Sedang Rendah Agak Curam Tinggi Sangat Peka Sedang Aturan 4 96028'0"BT 4044'0"LU Sedang Rendah Agak Curam Sedang Sangat Peka Sedang Aturan 5 96032'0"BT 4044'0"LU Tinggi Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 6 96036'0"BT 4044'0"LU Sedang Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 7 96040'0"BT 4044'0"LU Tinggi Rendah Agak Curam Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 8 96032'0"BT 4040'0"LU Tinggi Rendah Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 9 96040'0"BT 4040'0"LU Tinggi Tinggi Curam Tinggi Kurang Peka Tinggi Aturan 10 96044'0"BT 4040'0"LU Tinggi Tinggi Landai Sedang Agak Peka Sedang Aturan 11 96048'0"BT 4040'0"LU Tinggi Tinggi Curam Tinggi Agak Peka Tinggi Aturan 12 96036'0"BT 4036'0"LU Sedang Tinggi Curam Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 13 96040'0"BT 4036'0"LU Sedang Tinggi Curam Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 14 96044'0"BT 4036'0"LU Tinggi Tinggi Agak Curam Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 15 96048'0"BT 4036'0"LU Tinggi Tinggi Agak Curam Sedang Sangat Peka Tinggi Aturan 16 96052'0"BT 4036'0"LU Tinggi Tinggi Agak Curam Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 17 9600'0"BT 4036'0"LU Tinggi Tinggi Curam Tinggi Kurang Peka Tinggi Aturan 18 96040'0"BT 4032'0"LU Sedang Tinggi Curam Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 19 96044'0"BT 4032'0"LU Sedang Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 20 96048'0"BT 4032'0"LU Tinggi Tinggi Curam Tinggi Kurang Peka Tinggi Aturan 21 96052'0"BT 4032'0"LU Tinggi Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 22 96056'0"BT 4032'0"LU Tinggi Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang Aturan 23 9700'0"BT 4032'0"LU Tinggi Tinggi Curam Sedang Kurang Peka Sedang


(49)

Aturan 24 97004'0"BT 4032'0"LU Sedang Tinggi Curam Sangat Tinggi Kurang Peka Tinggi Aturan 25 96048'0"BT 4028'0"LU Sedang Tinggi Landai Tinggi Agak Peka Sedang Aturan 26 96052'0"BT 4028'0"LU Sedang Tinggi Landai Sangat Tinggi Agak Peka Sedang Aturan 27 96056'0"BT 4028'0"LU Tinggi Tinggi Curam Sangat Tinggi Kurang Peka Tinggi Aturan 28 9700'0"BT 4028'0"LU Sedang Rendah Curam Sangat Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 29 96044'0"BT 4024'0"LU Sedang Tinggi Landai Tinggi Agak Peka Sedang Aturan 30 96048'0"BT 4024'0"LU Sedang Tinggi Curam Tinggi Agak Peka Tinggi Aturan 31 96052'0"BT 4024'0"LU Sedang Tinggi Landai Sangat Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 32 97012'0"BT 4024'0"LU Sedang Rendah Landai Sangat Tinggi Kurang Peka Sedang Aturan 33 97016'0"BT 4024'0"LU Tinggi Rendah Curam Sangat Tinggi Kurang Peka Tinggi


(50)

Dengan melihat tabel sebelumnya dapat diuraikan aturan fuzzy sebagai berikut :

Aturan 1 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Sangat Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 2 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 3 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Sangat Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 4 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Sangat Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 5 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 6 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 7 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 8 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 9 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi


(51)

Aturan 10 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Landai dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Agak Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 11 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Agak Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

Aturan 12 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 13 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 14 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 15 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Sangat Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

Aturan 16 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Agak Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 17 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

Aturan 18 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang


(52)

Aturan 19 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 20 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

Aturan 21 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 22 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 23 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sedang dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 24 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

Aturan 25 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Landai dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Agak Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 26 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Landai dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Agak Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 27 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi


(53)

Aturan 28 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 29 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Landai dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Agak Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 30 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Tinggi dan jenis tanah Agak Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

Aturan 31 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Tinggi dan kemiringan Landai dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 32 : Curah Hujan Sedang dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Landai dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Sedang

Aturan 33 : Curah Hujan Tinggi dan Ketinggian Tanah Rendah dan kemiringan Curam dan penggunaan lahan Sangat Tinggi dan jenis tanah Kurang Peka maka tingkat resiko longsor Tinggi

3. Proses Defuzifikasi

Proses untuk menghitung derajat keanggotaan dapat diilustrasikan dengan contoh data pertama yang mempunyai curah hujan = 30, ketinggian = 7, kemiringan = 30, bukaan lahan = 38, jenis tanah = 18 sebagai berikut :

1. Curah Hujan

μsedang z = D

z-20

10 , 20≤z<30 40-z

10 , 30≤z<40

*


(54)

2. Ketinggian μRendah y = H10-x1

10

* x<10 0≤x<10 μRendah y =1,00

3. Kemiringan

μagak curam x = D

x-20

10 , 20≤x<30 40-x

10 , 30≤x<40

*

μagak curam x = 40 − 3010 =1010 = 1,00

4. Penggunaan Lahan

μsedang l = D

l-10

10 , 10≤l<20 30-l

10 , 20≤l<30

*

μsedang 5 = 18 − 1010 =10 = 0,808

5. Jenis Tanah μsangat peka k = H

k-30

10 , 20≤k<30

1, k≥30 * μSangat Peka k =1,00

Selanjutnya untuk masing@masing data dapat dilihat pada tabel 3.12 di bawah ini : (3.8)

(3.9)

(3.10 )


(55)

Tabel 3.12. Perhitungan derajat keanggotaan masing@masing data N

o Koordinat

Curah Hujan Keting @gian Kemiri ngan Bukaan Lahan Jenis Tanah

Derajat keanggotaan (a) Curah Hujan Keting @gian Kemiri ngan Bukaan Lahan Jenis Tanah

1 96040'0"BT 4052'0"LU 30 7 30 18 38 1.00 1.00 1.00 0.80 1.00

2 96036'0"BT 4048'0"LU 32 12.5 38 18 18 0.25 0.31 1.00 0.80 0.80

3 96040'0"BT 4048'0"LU 30 9 30 28 38 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

4 96028'0"BT 4044'0"LU 30 7 30 18 38 1.00 1.00 1.00 0.80 1.00

5 96032'0"BT 4044'0"LU 33 12.5 38 18 18 0.38 0.31 1.00 0.80 0.80 6 96036'0"BT 4044'0"LU 30 17.5 38 18 18 1.00 0.94 1.00 0.80 0.80

7 96040'0"BT 4044'0"LU 33 9 30 28 18 0.38 1.00 1.00 1.00 0.80

8 96032'0"BT 4040'0"LU 33 9 38 18 18 0.38 1.00 1.00 0.80 0.80

9 96040'0"BT 4040'0"LU 33 17.5 38 28 18 0.38 0.94 1.00 1.00 0.80 10 96044'0"BT 4040'0"LU 33 12.5 20 18 28 0.38 0.31 1.00 0.80 1.00 11 96048'0"BT 4040'0"LU 32 17.5 38 28 28 0.25 0.94 1.00 1.00 1.00 12 96036'0"BT 4036'0"LU 30 17.5 38 28 20 1.00 0.94 1.00 1.00 1.00 13 96040'0"BT 4036'0"LU 30 15 38 28 20 1.00 0.63 1.00 1.00 1.00 14 96044'0"BT 4036'0"LU 32 12.5 30 28 20 0.25 0.31 1.00 1.00 1.00 15 96048'0"BT 4036'0"LU 32 15 30 18 38 0.25 0.63 1.00 0.80 1.00 16 96052'0"BT 4036'0"LU 36 15 30 28 20 0.75 0.63 1.00 1.00 1.00


(56)

18 96040'0"BT 4032'0"LU 30 12.5 38 28 20 1.00 0.31 1.00 1.00 1.00 19 96044'0"BT 4032'0"LU 30 15 38 18 20 1.00 0.63 1.00 0.80 1.00 20 96048'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 28 20 0.25 0.94 1.00 1.00 1.00 21 96052'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 18 20 0.25 0.94 1.00 0.80 1.00 22 96056'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 18 20 0.25 0.94 1.00 0.80 1.00 23 9700'0"BT 4032'0"LU 32 17.5 38 18 20 0.25 0.94 1.00 0.80 1.00 24 97004'0"BT 4032'0"LU 26 15 38 38 20 0.60 0.63 1.00 1.00 1.00 25 96048'0"BT 4028'0"LU 25 17.5 20 28 27 0.50 0.94 1.00 1.00 0.88 26 96052'0"BT 4028'0"LU 30 12.5 20 38 27 1.00 0.31 1.00 1.00 0.88 27 96056'0"BT 4028'0"LU 36 12.5 38 38 20 0.75 0.31 1.00 1.00 1.00

28 9700'0"BT 4028'0"LU 25 9 38 38 20 0.50 1.00 1.00 1.00 1.00

29 96044'0"BT 4024'0"LU 26 15 20 28 28 0.60 0.63 1.00 1.00 1.00 30 96048'0"BT 4024'0"LU 25 15 38 28 28 0.50 0.63 1.00 1.00 1.00 31 96052'0"BT 4024'0"LU 30 15 20 38 20 1.00 0.63 1.00 1.00 1.00

32 97012'0"BT 4024'0"LU 26 5 20 38 20 0.60 1.00 1.00 1.00 1.00


(57)

Setelah derajat keanggotaan masing@masing dihitung, proses selanjutnya adalah

menghitung defuzzifikasi dengan metode . < dengan

rumus sebagai berikut ini :

=∑ R

∑ R

Dimana y adalah nilai $dan R(y) adalah derajat keanggotaan dari y.

Sebagai contoh, proses defuzzifikasi untuk data pertama mempunyai curah hujan = 30, ketinggian = 7, kemiringan = 30, bukaan lahan = 38, jenis tanah = 18 dihasilkan nilai sebagai berikut :

= 30 ∗ 1,00 + 7 ∗ 1,00 + 30 ∗ 1,00 + 18 ∗ 0,80 + 38 ∗ 1,001,00 + 1,00 + 1,00 + 0,80 + 1,00 ∗ 5 = 4,98

Dilihat berdasarkan range pada tingkat kerawanan bahaya longsor nilai 4,98 masuk pada tingkat kerawanan sedang 0,53 dan rendah 0,46.

+ , 7; " !$!". . $

Selanjutnya akan dijelaskan langkah@langkah pengerjaan secara rinci yang akan dilakukan selama penelitian :

1. Penelitian pendahuluan untuk mengetahui berupa identifikasi dan analisis kebutuhan pengguna/pemakai (= 5 . 9"

Tahap ini untuk mengetahui kebutuhan pengguna terhadap aplikasi yang akan dibangun. Hal ini perlu dilakukan agar aplikasi yang dibuat sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dibagian ini juga dijelaskan siapa saja yang akan menggunakan aplikasi ini, dan informasi apa saja yang bisa didapatkan oleh pengguna. Kegiatan yang dilakukan pada tahap identifikasi dan analisa kebutuhan ini antara lain :

a. Pengambilan data yaitu titik koordinat pada lima buah peta yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Mengidentifikasi kebutuhan pengguna.

c. Melakukan studi literatur/studi pustaka untuk lebih menguasai dan memahami dasar@dasar teori dan konsep@konsep yang mendukung penelitian.


(58)

2. Pembuatan - % untuk penentuan tingkat kerawanan longsor dengan menggunakan PHP.

Setelah diketahui kebutuhan pengguna, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pembuatan - % " Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi :

a. Desain

Mendisain tampilan - % agar mudah digunakan oleh pemakai.

b. program

Setelah desain aplikasi dibuat, langkah selanjutnya menerapkan desain tersebut dalam sebuah pemrograman untuk membuat aplikasi yang diinginkan.

c. Testing program

3. Menerapkan % untuk penentuan tingkat kerawanan longsor

Setelah pembuatan % selesai, maka selanjutnya yang dilakukan adalah menerapkan % tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna.

4. Evaluasi

Sistem yang sudah diterapkan ke pengguna kemudian kita evaluasi dengan cara mengambil data yang ada. Hasil dari evaluasi tersebut akan memperlihatkan bagaimana % yang dibangun dapat memberi manfaat kepada pengguna.


(59)

, !(6' $ .) !(

Metode pembuatan sistem dimulai dengan identifikasi dan analisis kebutuhan, dilanjutkan dengan menjelaskan desain aplikasi, kemudian diimplementasikan dan dievaluasi sehingga didapatkan hasil yang bermanfaat.

>"'"'" ! - .

Proses dalam perancangan web untuk penentuan tingkat kerawanan longsor dapat digambarkan dalam bentuk pemodelan visual dengan menggunakan Unified Modelling Language ( 2 ). UML merupakan salah satu alat bantu untuk pengembangan sistem yang berorientasi objek karena UML menyediakan bahasa pemodelan visual yang memungkinkan untuk membuat cetak biru ( $ ) visi dalam bentuk yang baku, mudah dimengerti dan dilengkapi dengan mekanisme yang efektif untuk berbagi rancangan.

UML adalah hasil kerja konsorsium berbagai organisasi yang berhasil dijadikan

sebagai standar baku dalam OOAD ( , ! ? ). UML

memungkinkan kita mengidentifikasi kelas@kelas dan objek@objek, identifikasi arti@ kata ( . ) dari hubungan objek dan kelas, perincian tatap muka ( ) dan implementasi.

perancangan objek, kelas dan proses pembuatan web penentuan tingkat kerawanan longsor ini dipaparkan dalam bentuk diagram. Diagram@diagram yang digunakan adalah:

1. Use Case Diagram: adalah deskripsi fungsi dari sebuah sistem dari perspektif pengguna. Use case juga merupakan abstraksi dari interaksi antara sistem dan aktor. Use case bekerja dengan cara mendeskripsi tipikal interaksi antara pengguna dengan sistem melalui sebuah cerita bagaimana sebuah sistem tersebut dipakai.


(60)

2. Class Diagram: menggambarkan struktur dan deskripsi class, package dan object beserta hubungan satu sama lain seperti asosiasi, pewarisan dan lain@lain.

3. Sequence Diagram: menggambarkan interaksi antar objek didalam dan sekitar sistem berupa message yang digambarkan terhadap waktu. Digunakan juga untuk menggambarkan skenario atau urutan langkah yang dilakukan sebagai respon dari sebuah kejadian ( ) untuk menghasilkan output

4. Activity Diagram: menggambarkan berbagai alir aktifitas dalam sistem yang sedang dirancang. Hal ini menggambarkan bagaimana masing@masing alir berawal, keputusan@keputusan yang mungkin terjadi, dan bagaimana masing@ masing alir berakhir. Diagram ini dapat juga menggambarkan tentang proses paralel yang mungkin terjadi pada beberapa eksekusi.

Diagram@diagram UML dibawah ini menjelaskan mulai dari proses sistem secara keseluruhan hingga aktifitas yang terjadi dalam sistem.

1. Use Case Diagram

Gambar dibawah ini menjelaskan bagaimana interaksi setiap aktor yang behubungan dengan web ini. Setiap pengguna web dapat melakukan pengecekan daerah rawan longsor, melihat petunjuk cara penggunakan aplikasi, melihat artikel tentang bahaya longsor dan mengisi buku tamu, berbeda dengan administrator yang dapat melakukan apa yang dilakukan oleh pengguna ditambah dengan pembaruan pada web (

. . ) tersebut termasuk melihat siapa saja yang telah mengisi buku tamu serta menambah atau menghapus artikel.

Gambar 4.1. Use case diagram pengguna

Gambar 4.2. Use case diagram administrator

penentuan longsor

Mengikuti petunjuk penggunaan sistem pengguna

Penentuan longsor

Mengelola petunjuk penggunaan sistem administrator


(61)

2. Class Diagram

Gambar dibawah ini menjelaskan keterhubungan masing@masing entitas pada pengguna web.

Gambar 4.3. Class Diagram Web Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor

3. Sequence Diagram

Diagram seperti terlihat dibawah ini menjelaskan urutan@urutan proses yang dilakukan oleh pengguna untuk penentuan tingkat kerawanan longsor.

pengguna -nama -alamat -hp -notlp Petunjuk penggunaan -courseid -title -body -attachment +display() administrator -username -password +login() +logout() page -pageid -frame -title -body -attachment +add() +update() +delete() Penentuan longsor -title -body +display() +Update() 1 1 1 1 0…* 0…* 0…* 0…* 0…* 0…*


(62)

Gambar 4.4. Sequence diagram Penentuan tingkat kerawanan longsor untuk pengguna

Gambar 4.5. Sequence diagram Penentuan tingkat kerawanan longsor administrator

4. Activity Diagram

Activity diagram dibawah ini menggambarkan pengguna dan administrator dalam penentuan tingkat kerawanan longsor.

admin

Login()

Form: login control: login : longsor

Input user()

Input password()

Kelola_rule()

pengguna

Form: penentuan longsor control: penentuan longsor : penentuan longsor

Penentuan longsor()

Input curah hujan()

Input ketinggian()

Input kemiringan()

Input penggunaan lahan()

Input jenis tanah()

Submit() Submit()


(63)

Gambar 4.6. Activity diagram untuk pengguna

Gambar 4.6. Activity diagram untuk administrator

>"'"&" ) .$

Tampilan web yang digunakan untuk penentuan tingkat kerawanan longsor seperti yang terlihat pada gambar 4.7.

kerawanan longsor

Hasil penentuan Input Data

Tidak benar

benar

login

Tentukan rule inferensi Kelola rule penentuan longsor

Tentukan nilai linguistik


(64)

Gambar 4.7. Tampilan untuk menu penentuan tingkat kerawanan longsor

Gambar 4.8. Tampilan hasil penentuan tingkat kerawanan longsor

Tampilan seperti yang terlihat dibawah ini akan ditampilkan jika pengguna ingin melihat hasil dari tingkat kerawanan longsor pada titik koordinat tertentu. Pengguna bisa langsung memilih dengan cara mengklik pada titik titik koodinat yang diinginkan


(65)

Gambar 4.9. Kerawanan longsor pada titik koordinat 96°40'0"BT4°44'0"LU


(66)

Gambar 4.11. Kerawanan longsor pada titik koordinat 96°48'0"BT4°40'0"LU

>"'"+"

Coding untuk penentuan tingkat kerawanan longsor bagi pengguna dapat di kelompokkan menjadi tiga bagian besar sebagai berikut:

1. Proses Fuzzifikasi //@@@@@@@@@@@@@@>CurahHujan if($_POST[CurahHujan]<=10) {

$CurahHujan="Sangat Rendah";

}else if($_POST[CurahHujan]>10 && $_POST[CurahHujan]<=20) {

$CurahHujan="Rendah";

}else if($_POST[CurahHujan]>20 && $_POST[CurahHujan]<=30) {

$CurahHujan="Sedang";

}else if($_POST[CurahHujan]>30 && $_POST[CurahHujan]<=40) {

$CurahHujan="Tinggi"; }else

{

$CurahHujan="Sangat Tinggi"; }

//@@@@@@@@@@@@@@>Ketinggian if($_POST[Ketinggian]<=10) {


(67)

}else if($_POST[Ketinggian]>10 && $_POST[Ketinggian]<=20) { $Ketinggian="Tinggi"; }else { $Ketinggian="Sangat Tinggi"; } //@@@@@@@@@@@@@@>Kemiringan if($_POST[Kemiringan]<=10) { $Kemiringan="Rendah";

}else if($_POST[Kemiringan]>10 && $_POST[Kemiringan]<=20) {

$Kemiringan="Sedang";

}else if($_POST[Kemiringan]>20 && $_POST[Kemiringan]<=30) { $Kemiringan="Tinggi"; }else { $Kemiringan="Sangat Tinggi"; } //@@@@@@@@@@@@@@>BukaanLahan if($_POST[BukaanLahan]<=10) { $BukaanLahan="Datar";

}else if($_POST[BukaanLahan]>10 && $_POST[BukaanLahan]<=20) {

$BukaanLahan="Landai";

}else if($_POST[BukaanLahan]>20 && $_POST[BukaanLahan]<=30) {

$BukaanLahan="Agak Curam";

}else if($_POST[BukaanLahan]>30 && $_POST[BukaanLahan]<=40) { $BukaanLahan="Curam"; }else { $BukaanLahan="Terjal"; } //@@@@@@@@@@@@@@>JenisTanah if($_POST[JenisTanah]<=10) { $JenisTanah="Sangat Rendah";

}else if($_POST[JenisTanah]>10 && $_POST[JenisTanah]<=20) {

$JenisTanah="Rendah";

}else if($_POST[JenisTanah]>20 && $_POST[JenisTanah]<=30) {

$JenisTanah="Sedang";


(1)

5. Jumlah data yang memiliki tingkat kerawan longsor tinggi yang terdeteksi oleh sistem sebanyak 10 titik.

Sehingga jumlah data yang tidak sesuai dengan kenyataan adalah satu titik dan dapat di hitung dengan prosentase sebagai berikut:

9

%% 100% = 0,03%

Sementara perbandingan pada masing@masing data dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

Gambar 4.15. Grafik kenyataan

Gambar 4.16. Grafik sistem 0

0.5 1

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 Tingkat Kerawanan dalam kenyataan

Kenyataan

0 0.5 1

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 Tingkat kerawanan dalam Sistem

Sistem Keterangan : 0 = tidak ; 1 = ya

Keterangan : 0 = tidak ; 1 = ya


(2)

Gambar 4.17. Grafik perbandingan

Dari grafik diatas terlihat bahwa pada data no 3,13,18, dan 26 terdeteksi oleh sistem dengan tingkat kerawanan longsor tinggi sementara pada kenyatannya terdeteksi tingkat kerawanan longsor dengan tingkat sedang.

Sementera pada data nomor 8 dan 32 terdeteksi oleh sistem dengan tingkat kerawanan longsor rendah sementara pada kenyatannya terdeteksi tingkat kerawanan longsor dengan tingkat sedang. Secara keseluruhan hasil dari sistem penentuan tingkat kerawanan longsor dapat meningkatkan keakuratan terhadap penentuan tingkat kerawanan longsor.

Grafik perbandingan antara kenyataan dengan sistem


(3)

/ !).(1'" $

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan perancangan sistem penentuan tingkat kerawanan longsor maka dapat diambil kesimpulan :

1. Sistem cerdas berbasis logika fuzzy dapat memudahkan pengguna untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor pada daerah yang ditentukan.

2. Sistem cerdas berbasis logika fuzzy mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan daerah rawan longsor sehingga bisa dijadikan referensi untuk mengetaui tingkat kerawanan longsor pada daerah tertentu dan dapat dengan segera melakukan pencegahan atau upaya untuk menghindari terhadap terjadinya longsor.

/ & $

Sesuai dengan hasil pembahasan pada bab sebelumnya maka penulis dapat memberikan saran@saran sebagai berikut :

1. Perlu menambahkan sebuah sistem yang bisa membaca titik koordinat pada peta secara langsung agar dapat memberikan informasi yang akurat tentang lima buah variabel yang ada dipeta.

2. Agar hasilnya lebih akurat perlu menambah variabel lain dalam penentuan tingkat kerawanan longsor seperti berat beban, getaran, dan lain@lain.

3. Penentuan tingkat kerawanan longsor dengan model algoritma yang lain perlu juga diterapkan untuk meningkatkan kehandalan sistem prediksi longsor di masa yang akan datang.


(4)

Agus Wuryanta, Sukresno & Sunaryo. 2004. Identifikasi Tanah Longsor dan Upaya Penanggulangannya Studi Kasus Di Kulonprogo, Purworejo dan Kebumen. Prosiding Ekspose BP2TPDAS@IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004.

Bagus Sulistiarto. & Cahyono, A.B. 2010. Studi tentang identifikasi longsor dengan menggunakan Citra Landsat dan Aster.

Danil effendi, & Ahmad. 2008. Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor@ Faktor Utama Penyebabnya di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. IPB Bogor.

Jefri Ardian Nugroho, Sukojo, B.M., & Sari, I.L. 2010. Pemetaan Daerah Rawan Longsor Dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.

Junaidi, Agus. 2009. Sistem Cerdas Berbasis Logika Fuzzy untuk Deteksi Penyakit Diabetes. STMIK Nusa Mandiri.

J. Buckley, W. s. 2005. fuzzy expert system and fuzzy reasoning. canada: John Wiley & sonc, inc.

Goupeng, Z. 2006. Data Analysis With Fuzzy Inference System. In Computational Intelligence: Method and Application. Singapore: School of Computer Engineering, Nanyang Technological University.

Himan Shahabi, Baharin Bin Ahmad, & Khezri, S. 2012. Application of Satellite remote sensing for detailed landslide inventories using Frequency ratio model and GIS, IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 9, Issue 4, No 1, July 2012 ISSN (Online): 1694@0814.

Lashari. 2011. Memilih Lokasi untuk Bangunan Pada Lereng Perbukitan Aman Longsor, Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan nomor 1 volume 13.

Nandi. 2007. Longsor, FPIPS@UPI.

Surat Keputusan Menteri Pertaniam Republik Indonesia No 2837/Kpts/Um/11 /1980 Suyanto. 2008. - .$ Membangun Mesin Ber@IQ Tinggi. Bandung:


(5)

Peringatan Dini Zona Rawan Longsor Dengan Penerapan Sensor Kelembaban Dan Getaran Padatanah, Jurnal Meteorologi Dan Geofisikavolume 12 Nomor 3 @ Desember 2011: 283@ 289

Sutojo, T., Mulyanto, Edy., & Suhartono, Vincent. 2011. Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Andi, 2011.

Zadeh, L. A. 1994. # / / % - .$ .

.. ) ! 2, pp. 77@84


(6)

DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH PENULIS (TESIS)

N

o Judul artikel Penulis Publikasi

Waktu

Publikasi Tempat / index 1 Sistem Informasi

Monografi Kampung

Akshar Proseding 2013 SNASTIKOM/ISBN