Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

(1)

STUDI TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI

KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Ana Mariana Ulfah Rahayu

NIM 1112015000057

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

ABSTRAK

Ana Mariana Ulfah Rahayu (1112015000057). Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keruguan. Judul Skripsi “Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor”.

Longsor merupakan bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan rusaknya fasilitas umum yang berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi. Umumnya longsor disebabkan oleh faktor alam maupun faktor ulah manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran titik kejadian longsor dan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian ini memberikan manfaat untuk peringatan dan mitigasi akan bahaya tanah longsor, serta memberikan informasi mengenai wilayah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

Metodologi penelitian ini ialah menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra DEM tahun 2014, ditunjang dengan data lain; peta RBI Digital Kecamatan Pamijahan tahun 2005, peta administrasi Kecamatan Pamijahan tahun 2005, peta jenis tanah Kabupaten Bogor tahun 1992, peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat, peta geologi Kabupaten Bogor, data curah hujan Kecamatan Pamijahan tahun 2011-2015, dan data monografi Kecamatan Pamijahan Tahun 2015. Untuk pengolahan data, penelitian ini memanfaatkan Sistem Informasi Geografis software rcGIS 10.1 dengan melalui proses tumpang susun (overlay), yaitu dengan meng-overlay

beberapa peta parameter (peta jenis tanah, peta curah hujan, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta ketinggian) dan memberikan skor dengan metode skoring dan pembobotan pada masing-masing kriteria dari peta parameter tersebut.

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan Kecamatan Pamijahan memiliki 17 titik sebaran longsor dari tahun 2011-2015 dan memiliki tingkat kerawanan longsor dengan kategori rawan sebesar 81,5% atau seluas 10.215,28 ha.

Kata Kunci: Tingkat Kerawanan, Longsor, Pamijahan, Skoring, ArcGIS, Sistem Informasi Georafis.


(7)

ii

ABSTRACT

Ana Mariana Ulfah Rahayu (1112015000057). Department of Social

Education. Faculty of Tarbiya and Teacher’s Training. The title of Skripsi Study of the Landslide Vulnerability Level in Pamijahan Bogor District ”.

Landslide is a disaster which often gives a destructive danger whether to our properties or our souls. Besides, it also destroys public facilities which effect on social and economic condition. Generally, a landslide is often caused by nature or human factors. This research goal is to know the distribution of the landslide site spots and the landslide vulnerability level in Pamijahan Bogor district. This research goal is to mitigation and warn people of the damager of landslides, give information about the landslide fragility in Pamijahan Sub-dsitrict.

The research methodology uses descriptive quantitative approach. Data used in this research is the DEM image in 2014, supported by other data; Digital RBi of Pamijahan in 2005, the administrative map of Pamijahan Sub-district, the type of soil map in Bogor District in 1992, the map of the landuse in West Java Province, the geological map of Bogor District, data of rainfall in Pamijahan Sub-district from 2011-2015, and the monographic data of Pamijahan Sub-district in 2015. To process the data, this research has used the Geographic Information System ArcGIS 10.1 software through the process of overlay, it means to overlay parameter maps (the types of soil, the rainfall map, the landuse map, the slope map, and the map of the hight) and gave the score by using the Scoring and weighting method on each criteria based on those maps.

This research shows that Pamijahan Sub-district has 17 landslide spots and the level of vulnerability of the landslide is vulnerable as much as 81,5% or 10.215,28 ha.

Key words: Vulnerability Level, Landslide, Pamijahan, Scoring, ArcGIS, Geographic Information System.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan bumi beserta isinya. Dialah yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan memposisikan sebagai khalifah di muka bumi ini.

Shalawat dan salam semoga tetap mengiringi Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia, juga kepada sahabat dan umatnya sampai akhir jaman.

Penulis bersyukur karena berkat rahmat dan hidayah-Nya Penelitian Skripsi dengan judul “Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan IPS dan Bapak Syaripulloh, M.Si Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS.

3. Bapak Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si dan Ibu Neng Sri Nuraeni, M.Pd Dosen Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya program studi Pendidikan IPS yang telah memberikan ilmunya yang tak terhingga dan sangat berguna bagi penulis.

6. (Almh) Umi tercinta yang tidak sempat melihat skripsi ini rampung, semoga Allah memberikan tempat terindah untuk Umi. Dan Abi tercinta


(9)

iv

atas segala upaya jerih payahnya dan doa yang selalu diberikan dari setiap hembusan nafasnya, serta dukungan dari setiap tetesan keringat dan cucuran air matanya.

7. Kakak-kakak tersayang yang telah memberikan dorongan moril dan materil, yang dengan keikhlasan dan penuh kasih sayang.

8. My only one Deri Derisman, S.Pd atas segala bantuan, kebahagiaan, kebaikan dan motivasi yang diberikan pada penulis.

9. Sahabat terbaik Babon Nisa dan Babon Maimunah yang selalu memberikan keceriaan, motivasi, dan saran yang sangat berguna.

10.Seluruh sahabat Geografi 2013 dan Pendidikan IPS 2012, kalian adalah bagian dari perjalananku meraih mimpi.

11.Sahabat Apalah-apalah: Fildzah, Novi, Izul, Fakhrur, Winda, dan Anrian atas keceriaan dan kebersamaan selama ini.

12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan informasi yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang telah mereka sumbangkan menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang lebih baik dari-Nya. Amin

Jakarta, Oktober 2016


(10)

v

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR HALAMAN

SURAT PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 7

D.Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II ... 10

A.Deskripsi Teoretik ... 10

1. Pengertian Longsor ... 10

2. Faktor-faktor Penyebab Longsor ... 11

3. Tingkat Kerawanan dan Parameter Longsor ... 12

4. Jenis-jenis Longsor ... 15

5. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor ... 18

6. Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Wilayah Rawan Longsor ... 20

7. ArcGIS 10.1 ... 23

B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 26


(11)

vi

BAB III ... 31

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

1. Tempat Penelitian ... 31

2. Waktu Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel Data ... 33

1. Populasi ... 33

2. Sampel ... 33

D. Data dan Sumber Data ... 34

E. Teknik dan Instrumen Observasi ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV ... 43

A.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 43

1. Letak dan Luas Daerah Penelitian ... 43

2. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 44

a. Curah Hujan ... 44

b. Geologi (Batuan) ... 46

c. Kemiringan Lereng dan Ketinggian ... 48

d. Jenis Tanah ... 52

e. Penggunaan Lahan ... 54

3. Kondisi Sosial Penduduk Daerah Penelitian ... 56

a. Kepadatan Penduduk ... 56

b. Sex Ratio ... 57

c. Mata Pencaharian ... 58

B. Deskripsi Data ... 59

1. Penyebaran Lokasi Terjadi Longsor Tahun 2011-2015 ... 62

2. Peta Tingkat Kerawanan Longsor ... 72

a. Daerah Kurang Rawan Longsor ... 73

b. Daerah Rawan Longsor ... 74

c. Daerah Sangat Rawan Longsor ... 74


(12)

vii

BAB V ... 83

A.Kesimpulan ... 83

B.Saran ... 84

C.Implikasi ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(13)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Kejadian Longsor di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 ... 2

Tabel 1.2 Data Kejadian Longsor di Kecamatan Pamijahan Tahun 2011- 2015 ... 3

Tabel 2.1 Skor Kumulatif Tingkat Kerawanan Longsor ... 13

Tabel 2.2 Penelitian Relevan ... 23

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 32

Tabel 3.2 Data dan Sumber Data ... 34

Tabel 3.3 Instrumen Observasi ... 36

Tabel 3.4 Dokumentasi yang Dibutuhkan ... 39

Tabel 3.5 Parameter Rawan Longsor dan Nilai... 40

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 ... 45

Tabel 4.2 Luasan Jenis Batuan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 46

Tabel 4.3 Kelas Lereng dan Luasannya Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... ..48

Tabel 4.4 Ketinggian Wilayah Desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... …50

Tabel 4.5 Luasan dan Karakteristik Jenis Tanah di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor... 52

Tabel 4.6 Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor .... 54

Tabel 4.7 Kepadatan Penduduk Tiap Desa... 56

Tabel 4.8 Sex Ratio Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 57

Tabel 4.9 Mata Pencaharian di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 58

Tabel 4.10 Penyebaran Lokasi Terjadi Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 60

Tabel 4.11 Titik Kejadian Longsor tahun 2011-2015 dan Tingkat Kerawanannya .. 74

Tabel 4.12 Daerah Sebaran Tingkat Kerawanan Longsor Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor... 77


(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Longsor Translasi ... 16

Gambar 2.2 Longsor Rotasi ... 16

Gambar 2.3 Pergerakan Blok ... 16

Gambar 2.4 Runtuhan Batu ... 17

Gambar 2.5 Rayapan Tanah ... 17

Gambar 2.6 Aliran Bahan Rombakan ... 18

Gambar 2.7 Kerangka Berfikir ... 28

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 31

Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 46

Gambar 4.3 Peta Jenis Batuan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 48

Gambar 4.4 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 50

Gambar 4.5 Peta Ketinggian Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 52

Gambar 4.6 Peta Jenis Tanah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 54

Gambar 4.7 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... ..55

Gambar 4.8 Peta Kejadian Longsor Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 ... 61

Gambar 4.9 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Gunung Menir RT 01/07 ... 62

Gambar 4.10 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Lebak Sari RT 01/09 ... 63

Gambar 4.11 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Taneuh Beureum ... 63

Gambar 4.12 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Lokapurna RT 03/09 ... 64

Gambar 4.13 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cibunian ... 64

Gambar 4.14 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cipatat Dua RT 02/06... 65


(15)

x

Gambar 4.16 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Kananga RT 02/04 ... 66

Gambar 4.17 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cibeureum RT 04/09 ... 67

Gambar 4.18 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Tegal Leumeung RT 04/01.... 68

Gambar 4.19 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Campedak RT 02/04 ... 68

Gambar 4.20 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Parabakti Pasar RT 01/07 ... 69

Gambar 4.21 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Lebaksari RT 01/01 ... 69

Gambar 4.22 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cibunian RW 7 ... 70

Gambar 4.23 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Pasar Kemis RT 02/03 ... 70

Gambar 4.24 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Kaung Gading RT 01/02 ... 71

Gambar 4.25 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Muara Dua RT 02/06 ... 71

Gambar 4.26 Peta Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 73


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kondisi geologis wilayah Indonesia banyak dijumpai gunung api aktif yang menghasilkan tanah pelapukan.1 Tanah hasil letusan gunung api ini memiliki komposisi tanah lempung yang lebih besar dengan sedikit pasir. Tanah ini termasuk subur. Tanah pelapukan yang berada diatas batuan kedap air pada perbukitan atau pegunungan yang memiliki kemiringan lereng cukup curam sampe sangat curam berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada saat musim hujan turun dengan kuantitas tinggi. Jika di perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras yang berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana longsor. Wilayah Indonesia yang rawan akan bencana longsor salah satunya adalah provinsi Jawa Barat, karena di provinsi ini terdapat banyak gunung aktif dan kondisi lereng yang curam pula.

Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.2 Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten sudah terjadi 750 bencana alam pada tahun 2014 hingga 2015, salah satunya ialah longsor.3

Secara umum tanah longsor merupakan proses eksogen yang kejadiannya sering dipengaruhi oleh proses endogen maupun adanya kegiatan manusia.4

Tenaga endogen merupakan perubahan struktur bumi yang mengalami

1

Andri Noor Ardiansyah, “Wilayah Resiko Bencana Longsor di Kabupaten Bandung”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2011, h. 1

2

Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1.

3

BPBD Kab. Bogor, tentang kejadian bencana tahun 2014.

4

Agung Wibowo, “Identifikasi Wilayah Rentan Longsor di Kecamatan Cicalengka, Kabupaten


(17)

2

berbagai gangguan yang terjadi pada kestabilan tanah atau batuan yang menyusun lereng itu sendiri. Kegiatan manusia juga dapat mempengaruhi terjadinya longsor. Misalnya saja penebangan liar terhadap hutan tanpa menanaminya kembali, atau kegiatan manusia dengan mendirikan bangunan di daerah tebing atau perbukitan tanpa menganalisis dampak lingkungannya. Hal tersebut akan merusak pola tanah yang ada, karena air tidak akan mampu menyerap kedalam tanah tanpa adanya tanaman atau pohon.

Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), terdapat 21 kabupaten di Provinsi Jawa Barat rawan terjadi longsor, salah satunya ialah Kabupaten Bogor. Dilihat dari data indeks rawan bencana provinsi Jawa Barat tahun 2011, Kabupaten Bogor menduduki peringkat ke lima.5

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat tahun 2014 sudah terjadi 112 kejadian longsor.6 Dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, terdapat 16 kecamatan yang sudah tertimpa longsor, salah satunya ialah Kecamatan Pamijahan yang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di kaki gunung Salak Bogor. Dilihat dari morfologinya, lahan berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari landai (8-15%) sampai terjal (>40%). Berikut data kecamatan yang terjadi longsor di Kabupaten Bogor dari BPBD:

Tabel 1.1

Data Kejadian Longsor di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015

No Nama

Kecamatan Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Kejadian /kec.

1 Cigombong 3 1 7 14 15 40

2 Caringin 4 2 6 14 4 30

3 Pamijahan 1 1 3 11 1 17

4 Cisarua 2 2 4 5 - 15

5 Cigudeg 7 2 4 1 1 15

6 Megamendung 2 1 7 1 2 13

7 Cijeruk 4 1 6 1 1 13

8 Ciawi 1 1 2 5 3 12

5

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tahun 2005.

6


(18)

No Nama Kecamatan Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Kejadian /kec.

9 Sukamakmur 1 2 1 6 1 11

10 Sukajaya 1 1 2 7 - 10

11 Tenjolaya 1 2 4 2 - 9

12 Leuwiliang 1 - 3 3 1 8

13 Jasinga 1 1 1 3 - 6

14 Taman Sari 1 2 - 3 - 6

15 Jonggol 1 - 1 1 1 4

16 Babakan

Madang

- 1 1 - - 2

Jumlah: 31 20 52 77 30 211

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor (BPBD) Tahun 2015 Berdasarkan tabel 1.1 diatas, ditemukan bahwa Kecamatan Pamijahan menduduki posisi ketiga dari 16 kecamatan di Kabupaten Bogor yang pernah terjadi longsor. pada tahun 2015 terjadi sebanyak 1 kali, pada tahun 2014 sebanyak 11 kali, pada tahun 2013 sebanyak 3 kali, pada tahun 2012 sebanyak 1 kali, dan pada tahun 2011 sebanyak 1 kali.

Menurut David J. Varnes, “Kerawanan (vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek bencana yang terdiri dari masyarakat, struktur, pelayanan atau daerah geografis mengalami kerusakan atau gangguan akibat dampak bencana atau kecenderungan sesuatu benda atau makhluk rusak akibat bencana.”7 Dari pengertian tersebut, akibat dari bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Pamijahan ini banyak mengakibatkan kerugian baik kondisi sosial maupun ekonomi. Berikut daftar kejadian longsor dan kerugian akibat longsor di Kecamatan Pamijahan pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Data Kejadian Longsor Kecamatan Pamijahan Tahun 2011-2015

No Desa Dusun/Kampung Waktu

Kejadian

Kerugian

1 Ciasihan Kp. Gunung Menir RT 01/07

18 Oktober 2011 pk. 05.00 WIB

1 rumah rusak sedang

7

David J. Varnes, Landslide Hazard Zonation: A Review of Principles and Practice, (Paris:United Nations Educational,1984) h. 10


(19)

4

No Desa Dusun/Kampung Waktu

Kejadian

Kerugian

2 Pasarean Kp. Lebak Sari RT 01/09

16 April 2012 pk. 23.00 WIB

Korban jiwa 5 orang, rumah

rusak 1.

3 Purwabakti Kp. Taneuh

Beureum

20 Maret 2013 Rumah rusak 1

4 Gunungsari Kp. Lokapurna RT 03/09

13 Mei 2013 pk. 17.30 WIB

Korban jiwa 5 orang dan rumah

rusak sedang 1.

5 Cibunian Cibunian, RW 05

4 November 2013 pk. 16.00 WIB

Korban jiwa 27 orang, rumah rusak sedang 10,

rusak berat 2. 6 Cibunian Kp. Cipatat Dua

RT 02/06

21 Januari 2014

-

7 Ciasmara Kp. Kebon Alas

RT 01/09

11 Januari 2014 pk. 18.30 WIB

Korban jiwa 19 orang, rumah rusak ringan 3, rusak sedang 1.

8 Gunung

Menyan

Kp. Kananga RT 02/04

2 Februari 2014 pk. 03.00 WIB

Korban jiwa 5 orang, rumah rusak sedang 1 dan

rusak parah 1. 9 Ciasmara Kp. Cibeureum RT

04/09

1 Februari 2014 pk. 01.00 WIB

Korban jiwa 7, rumah rusak

ringan 2.

10 Gunung

Bunder I Kp. Tegal Leumeung RT 04/01 4 Februari 2014 pk. 18.00 WIB

Korban jiwa 5 orang, rumah rusak sedang 1. 11 Purwabakti Kp. Campedak RT

02/04

8 April 2014 -

12 Ciasmara Kp. Parabakti Pasar RT 01/07


(20)

No Desa Dusun/Kampung Waktu Kejadian

Kerugian

13 Gunung Sari Kp. Lebaksari RT 01/01

8 April 2014 -

14 Cibunian Cibunian, RW 7 28 Agustus

2014

-

15 Gunung

Picung

Kp. Pasar Kemis RT 02/03

1 Desember 2014

-

16 Cibitung Kulon

Kp. Kaung Gading Rt 01/02

28 Desember 2014

-

17 Cibunian Kp. Muara Dua RT 02/06

21 Desember 2015

47 rumah hancur, jalan raya menuju Sukabumi terputus Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor tahun 2015

Berdasarkan tabel 1.2 diatas, sebanyak 17 kejadian longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Desa Cibunian merupakan desa terbanyak yang mengalami longsor. Contohnya, pada tanggal 24 November 2013 memakan korban jiwa sebanyak 27 orang, rumah rusak sedang sebanyak 10 rumah dan rusak berat sebanyak 2 rumah. Selain itu, terjadi longsor pula pada 21 Desember 2015 yang merupakan longsor terbesar selama kurun 5 tahun. Kejadian longsor tersebut menyebabkan 47 rumah warga rusak dan jalan raya menuju Sukabumi rusak parah, namun tidak ada korban jiwa. Selain Desa Cibunian yang mengalami longsor yang memakan kerugian banyak, desa Ciasihan, Purwabakti, Ciasmara, Gunung Sari, Gunung Menyan, dan desa Gunung Bunder 1 juga mengalami longsor yang banyak memakan korban jiwa dan berbagai kerugian lainnya. Sehingga hampir dari setiap kejadian longsor di 17 titik tersebut mengalami kerugian baik korban jiwa, sarana prasarana, dan kerusakan lingkungan.

Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah daerah untuk mengurangi terjadinya longsor. Dari berbagai upaya dilakukan juga harus mendapat suatu pengarahan serta persetujuan dari badan pusat


(21)

6

pelaksanaan. Salah satu upaya tersebut ialah melakukan sebuah mitigasi bencana alam longsor. Tujuan dari mitigasi bencana ialah mengurangi resiko terjadinya korban bencana serta meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan, terutama pada masyarakat yang tinggal pada lokasi atau daerah rawan longsor. Oleh karena itu, perlu adanya peta rawan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor agar masyarakat dapat bersiap siaga untuk mencegah dan mengurangi korban jiwa dan kerusakan sarana serta prasarana umum akibat longsor.

Dari permasalahan bencana longsor diatas, maka diperlukan suatu input data berbasis komputer dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah pengelolaan data geografis yang didasarkan pada kerja komputer (mesin). Wilayah rawan longsor akan lebih mudah diketahui dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis tingkat kerawanan wilayah longsor mudah diketahui karena Sistem Informasi Geografis mampu menampilkan rekaman kondisi permukaan bumi yang didapat tanpa adanya kontak langsung.8 Selain itu, lebih mudah untuk dilakukan suatu perubahan apabila terdapat pembaruan data, sehingga dapat dihasilkan informasi yang lebih cepat dan akurat.

Sistem Informasi Geografis sangat berfungsi dalam memvisualisasikan data spasial berupa atributnya dan mudah menghasilkan peta-peta tematik.9 Penggunaan Sistem Informasi Geografis sangat bermanfaat diakarenakan keunggulannya dapat menyadap informasi tanpa harus dilakukan kontak langsung dengan medan ataupun daerah penelitian dan tanpa mengeluarkan biaya yang banyak. Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk pengolahan data parameter lahan untuk memperoleh daerah tingkat kerawanan longsor dan dapat digunakan sebagai pengendalian dan upaya untuk meminimalisasi gaya pemicu longsor serta berbagai kerugian yang ditimbulkan oleh longsor.

8

Sodikin, Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh, (Jakarta: UIN Jakarta, 2015) h. 32.

9


(22)

Penelusuran secara akademik tentang kejadian longsor cukup strategis untuk ditelaah dengan menggunakan metode survei, overlay peta, dan skoring, sehingga dengan metode tersebut dapat ditemukan wilayah-wilayah rawan longsor. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Studi Tingkat Kerawanan Wilayah Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan. Diantaranya:

1. Telah terjadi longsor di Kecamatan Pamijahan sebanyak 17 kali dari tahun 2011-2015.

2. Terdapat lereng yang terjal dan berbukit di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, sehingga menimbulkan kerawanan longsor.

3. Kurangnya basis data atau peta pemodelan wilayah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

4. Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam pembuatan peta masih minim.

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, dapat dibatasi permasalahan, yaitu terjadinya longsor di Kecamatan Pamijahan sebanyak 17 kali dan kurangnya basis data atau peta pemodelan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

1.

Bagaimanakah sebaran titik terjadinya longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor?


(23)

8

2. Bagaimanakah tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor?

E.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui sebaran titik terjadinya longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

F.

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis sebagai berikut:

1. Untuk menambah khazanah kajian tentang bencana longsor.

2. Untuk memberikan panduan terhadap kegiatan penelitian selanjutnya.

Manfaat praktis:

Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak.

a. Bagi peneliti:

Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan menjadi salah cara untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan.

b. Bagi masyarakat:

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang wilayah rawan longsor dan memberikan peringatan kepada masyarakat untuk selalu siap siaga dalam menghindari serta mengurangi resiko bencana longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.


(24)

c. Bagi Institusi terkait:

Sebagai rujukan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan perencanaan dalam pengelolaan wilayah longsor dan bahaya longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.


(25)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Deskripsi Teoretik

1. Pengertian Longsor

Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam. Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan massa tanah) yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terprjadi pada suatu saat secara tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus).1

Menurut Plummer, “(Mass Wasting) is movement in which bedrock, rock debris, or soil moves downslope in bulk, or as a mass, because of the pull of gravity”2. Plummer menjelaskan bahwa longsor itu bergeraknya lapisan tanah, runtuhan batu, atau tanah bergerak miring ke bawah dalam jumlah banyak atau sebagai sebuah massa, karena adanya tarikan gravitasi. Menurut Hardiyatmo, “tanah longsor (landslide) adalah salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis. Gerakan massa atau longsor umunya disebabkan oleh gaya garvitasi dan kadang-kadang getaran atau gempa menjadi pemicu terjadinya longsor”3.

Varnes, D.J. dalam buku Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor mendefinisikan “gerakan tanah ialah perpindahan material pembentuk lereng, yaitu batuan asli, tanah dan bahan timbunan, atau campuran material-material tersebut, bergerak ke arah bawah dan keluar lereng”9.

Dari beberapa pengertian longsor menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa longsor ialah pergerakan massa tanah yang disebabkan oleh adanya gaya gravitasi dalam jumlah yang besar.

1

Paimin, Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor, (Tropenbos International Indonesia Programme, 2009) h.14.

2

Plummer, Physichal Geology 11th Edition, (New York: McGraw-Hill, 2007) h. 224.

3

Hary Christiady Hardiyatmo, Tanah Longsor dan Erosi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012) h. 1.


(26)

2. Faktor-faktor Penyebab Longsor

Tanah longsor terjadi dikarenakan adanya gangguan keseimbangan gaya yang bekerja pada lereng yaitu gaya penahan (shear strength) dan gaya peluncur (shear stress). Gaya penahan massa tanah pada lereng dipengaruhi oleh kandungan air, berat massa tanah itu sendiri dan berat beban bangunan. Ketidakseimbangan gaya yang bekerja pada lereng menyebabkan lereng menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut menyebabkan massa tanah atau batuan bergerak turun.

Faktor penyebab longsor dipicu oleh dua faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor ulah manusia.

a. Faktor Alam 1) Geomorfologi

Geomorfologi merupakan karakteristik, keadaan, dan bentuk muka bumi. Secara umu, wilayah perbukitan atau pegunungan yang memiliki kemiringan lereng yang terjal dapat menimbulkan longsor.

2) Geologi

Geologi merupakan struktur batuan penyusun lereng. Faktor yang mempengaruhi struktur geologi ialah sifat fisik tanah dan batuan, tanah pelapukan semakin tebal, dan patahan.

Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap4.

3) Keairan

Intensitas curah hujan yang tinggi menjadi salah satu pemicu terjadinya longsor. tata lahan persawahan yang menggunakan banyak air pada lereng yang terjal, erosi yang menggerus lereng, dan abrasi gelombang laut yang menghantam tebing pantai juga sering menyebabkan terjadinya longsor.

4Surono dalam Ahmad Danil Effendi, “

Identifikasi Kejadian Longsor Dan Penentuan Faktor-Faktor Utama Penyebabnya Di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor”, Skripsi pada IPB, Bogor, 2008 , h. 20, tidak dipublikasikan


(27)

12

4) Vegetasi penutup

Pohon-pohonan besar pada lereng terjal dapat menahan terjadinya longsor, karena memiliki akar yang kuat dan dapat menembus tanah atau batuan yang terletak pada bidang gelincir. Namun, penebangan pohon-pohon pada lereng, dapat memicu terjadinya longsor karena akar pohon menjadi dangkal dan lereng menjadi labil.

b. Ulah Manusia

1) Penambahan beban pada lereng seperti membangun rumah di daerah lereng

2) Pemotongan lereng seperti penambangan, pembangunan jalan. 3) Getaran lalu lintas, mesin, dan getaran runtuhan lereng

4) Tata lahan, seperti penebangan pohon5

3. Tingkat Kerawanan dan Parameter Longsor

Kerawanan (vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek bencana yang terdiri dari masyarakat, struktur, pelayanan atau daerah geografis mengalami kerusakan atau gangguan akibat dampak bencana atau kecenderungan sesuatu benda atau mahluk rusak akibat bencana.6

Kerawanan bencana (hazard vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek bencana untuk mengalami gangguan akibat bencana alam. Bencana alam disini ialah bencana longsor. Analisis longsor secara umum didasarkan pada lima faktor yang menyebabkan terjadinya yaitu : geologi, morfologi, curah hujan, penggunaan lahan, dan intensitas gempa. Berdasarkan faktor - faktor tersebut disusun tingkatan kerawanan bencana alam longsor dengan mengacu kriteria pada Pusat Vulkanologi dan

5

Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Gerakan Tanah di Indonesia, 2014, h. 9.

6


(28)

Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Tingkat kerawanan longsor diklasifikasi menjadi 3 kriteria,7 yaitu :

a. Kurang rawan

Daerah kurang rawan longsor biasanya terjadi di ketinggian kurang dari 1000 meter dan kemiringan lereng yang landai. Curah hujan kurang dari 250 mm.

b. Rawan

Daerah rawan longsor biasanya terjadi di ketinggian lebih dari 1000 meter dengan kemiringan lereng agak curam. Curah hujan lebih dari 250 mm. Jenis tanah biasanya tanah lempung yang sedikit batuan pasir. c. Sangat rawan

Daerah sangat rawan longsor pada umumnya terjadi di ketinggian lebih dari 1500 meter bahkan lebih dari 2000 meter dengan kondisi lereng sangat curam hingga terjal. Curah hujan mencapai 300-500 mm. Jenis tanah lempung berpasir akan labil ketika hujan turun dengan intensitas tinggi.

Tiga kategori diatas, didapatkan pula dari hasil akhir Skoring. Skoring ialah pemberian skor atau nilai terhadap masing-masing nilai parameter untuk menentukan tingkat kemampuannya.8 berikut skor kumulatif tingkat kerawanan longsor.

Tabel 2.1

Skor Kumulatif Tingkat Kerawanan Longsor

No. Skor Kumulatif Status/Klasifikasi Bencana

1 ≤ 2,5 Kurang Rawan

2 ≥ 2,6 - ≤ 3,6 Rawan

3 ≥3,7 Sangat Rawan

Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)

7

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung, 2005.

8

M. Sholahudin, “SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Scoring dan Pembobotan


(29)

14

Berikut beberapa parameter longsor menurut Jefri Ardian Nugroho.9 1) Iklim (Curah Hujan)

Curah hujan merupakan faktor yang paling sering menyebabkan terjadinya longsor. Tanah yang merekah pada saat musim kemarau, ketika musim hujan tiba, hujan akan turun dengan intensitas yang tinggi akan masuk ke dasar lereng sehingga tanah lempung berpasir semakin basah dan menyebabkan terjadinya longsor.

2) Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya.10 Kemiringan lereng menjadi faktor yang paling penting dalam proses terjadinya longsor. Pembagian zona kerawanan longsor sangat terkait denga longsor. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007 menyebutkan longsor dapat terjadi apabila kemiringan lereng mencapai lebih dari 40o atau curam.11 Biasanya di daerah perbukitan atau pegunungan Selain itu, daerah rawan gempa juga memicu terjadinya longsor.

3) Ketinggian

Ketinggian suatu daerah tidak lepas dari faktor kemiringan lereng. Semakin rendah ketinggian suatu daerah, maka kemiringan lereng semakin landai. Jika suatu daerah semakin tinggi, maka kemiringan lereng semakin curam.

4) Jenis Tanah

Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan yang ada di permukaan bumi. Karakteristik tanah yang gembur, tanah lempung dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter memiliki potensi terjadinya

9

Jefri Ardian Nugroho, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan Lindung Kabupaten Mojokerto)”, Jurnal Teknik

Geomatika ITS Sukolilo Surabaya, 2008, h.7.

10

Yuniarto Dwi S., “Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanan Longsor Di Kabupaten

Semarang”, Tesis pada Pascasarjana IPB, Bogor, 2013, h. 20, tidak dipublikasikan.

11


(30)

longsor terutama apabila terjadi hujan, karena air hujan mudak masuk ke dalam penampang tanah.

5) Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.12 Pada umumnya, penggunaan lahan merupakan bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual.

Penggunaan lahan seperti persawahann maupun perkebunan pada daerah dataran tinggi dan kemiringan lereng yang agak curam hingga curam dapat memicu terjadinya longsor. Sebab, jenis vegetasi tersebut memiliki akar yang kurang kuat untuk menahan air yang masuk ke dalam penampang tanah. Menurut Surono dalam skripsi Ahmad Danil Effendi, menjelaskan bahwa “pohon yang cocok ditanam di lereng curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas sebagai pengikat tanah”13

4. Jenis-jenis Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Berikut dijelaskan pada gambar.

a. Longsoran Translasi

Longsoran translasi terjadi ketika tanah bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Jenis longsor ini banyak terjadi di Indonesia.

12

Yuniarto Dwi S., “Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanan Longsor Di Kabupaten

Semarang”,Tesis pada Pascasarjana IPB, Bogor, 2013, h. 26, tidak dipublikasikan

13

Surono dalam Ahmad Danil Effendi , “ Identifikasi Kejadian Longsor Dan Penentuan Faktor-Faktor Utama

Penyebabnya Di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor”,Skripsi pada IPB, Bogor, 2008 , h. 17,


(31)

16

Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005

Gambar 2.1 Longsor Translasi b. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi terjadi ketika tanah dan batuan bergerak secara bersamaan pada bidang gelincir yang cekung. Jenis longsor juga sering terjadi di Indonesia

Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005

Gambar 2.2 Longsor Rotasi

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok merupakan jenis longsor yang terjadi ketika batuan bergerak pada bidang gelincir yang rata.

Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005

Gambar 2.3 Pergerakan Blok


(32)

d. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika batuan dalam jumlah besar bergerak menuruni lereng terjal secara bebas. Biasanya terjadi di daerah pantai.

Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005

Gambar 2.4 Runtuhan Batu

e. Rayapan Tanah

Pergerakan rayapan tanah hampir tidak terlihat dan tidak terasa. Lama-lama tiang telepon, tiang listrik, pohon, dan rumah-rumah akan miring ke bawah.

Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005

Gambar 2.5 Rayapan Tanah f. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini biasanya terjadi ketika hujan turun dengan deras. Jenis longsor ini dapat bergerak di sepanjang lembah dan dapat mencapai ratusan meter. Longsor ini dapat menelan banyak korban jiwa.14

14

Vulcanological Survey of Indonesia: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pengenalan Gerak Tanah, Tahun 2005, h. 2.


(33)

18

Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005

Gambar 2.6 Alirah Bahan Rombakan

Menurut Plummer, tipe pergerakan longsor bisa diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:15

a. Jatuhan

Jatuhan merupakan gerak material secara tegak akibat pengaruh gaya berat, terjadi pada tebing yang tegak dan sangat curam. Jatuhan muncul apabila bahan yang jatuh melayang dengan bebas atau mengguncang lereng.

b. Aliran

Aliran merupakan gerakan massa tanah atau batuan dimana kuat geser tanah atau batuan kecil yang bergerak menuruni lereng curam seperti material berupa cairan kental atau melekat.

c. Pergeseran

Pergeseran merupakan gerakan massa yang menurun yang tetap utuh atau bergerak satu atau lebih permukaan yang kokoh atau kuat.

5. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor

Menurut Tim Bakornas, menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik daerah rawan longsor itu, yaitu:16

a. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat. b. Lapisan tanah tebal di atas lereng.

c. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik. d. Lereng terbuka atau gundul.

15

Plummer, Physical Geology, h. 225.

16


(34)

e. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing.

f. Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran- longsoran kecil.

g. Adanya aliran sungai di dasar lereng.

Faktor utama karakteristik wilayah longsor ialah kemiringan lereng lebih dari 20 derajat. Indonesia memiliki banyak wilayah pegunungan dan tanah yang berbukit-bukit dengan kemiringan lereng yang landai hingga curam. Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor berada di wilayah kaki gunung Salak sehingga kelerengannya cukup terjal dengan kemiringan lereng lebih dari 200. Dengan demikian, lereng yang terjal sangat rentan terjadinya longsor.

Negara kita juga yang beriklim tropis dengan curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan batuan pembentuk bukit menjadi terlapukkan. Tingginya tingkat perlapukan batu yang akhirnya menjadi tanah ini ditunjukkan dengan tebalnya lapisan tanah pembentuk lereng. Lapisan tanah yang tebal ini apabila di bawahnya terdapat lapisan batu yang kedap air menyebabkan tanah lapisan batu yang kedap air tadi menjadi bidang gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor. Lapisan tanah yang tebal di atas lereng ini menjadi tanda kawasan rawan tanah longsor dan masyarakat harus jeli melihatnya.

Selanjutnya faktor ketiga yaitu, buruknya sistem drainase di bawah lereng dan tata guna lahan yang buruk juga menjadi tanda-tanda suatu kawasan yang mengalami tanah longsor. Sistem tata air yang buruk ini menyebabkan air hujan yang masuk ke dalam lereng ketika hujan turun mengendap disana sehingga menambah beban lereng dan terakhir terjadilah tanah longsor.

Faktor yang keempat hampir sama dengan faktor ketiga diatas. Lereng yang tidak ditumbuhi pepohonan dan tidak ditutup dengan lapisan penutup menyebabkan air hujan langsung masuk ke dalam lereng. Faktor kelima yaitu Kawasan yang sudah retak berbentuk tapal kuda di atas tebing mengindikasi bahwa tebing tersebut sudah mulai bergerak. Keadaan ini akan diperparah apabila turunnya hujan dalam waktu yang lama. Selain


(35)

20

itu, rembesan air yang banyak di lereng sebuah tebing menunjukkan tebing tersebut sudah sangat jenuh air atau sudah terpenuhi oleh air. Banyaknya air dalam lereng seperti yang dijelaskan pada faktor ketiga bisa menyebabkan terjadinya tanah longsor.

Faktor selanjutnya ialah pembangunan rumah dan bangunan lain di atas lereng bisa menambah beban terhadap lereng. Ketika sebuah lereng awalnya stabil namun karena beban di atasnya terlalu besar maka lama-kelamaan lereng tersebut akan tidak stabil lagi dan lambat laun bisa menyebabkan bencana longsor.

Hampir sebagian besar kejadian longsor yang terjadi di negara kita adalah longsoran yang diakibatkan pemotongan lereng yang terjal untuk kepentingan pembangunan jalan. Hampir setiap musim penghujan bisa dipastikan akan ada lereng-lereng di sepanjang jalan perbukitan akan longsor.

Perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa potensi besar terhadap terjadinya longsor. Semakin besar usaha atau aktifitas manusia diatas lahan yang miring untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka akan meningkatkan resiko wilayah rawan longsor. Karakteristik yag menjadi faktor yang dapat menyebabkan longsor salah satunya adalah aktifitas manusia yang terkait dengan berbagai macam penggunaan lahan, seperti pembuatan jalan, pemotongan tebing untuk pembuatan bangunan rumah, dan penggalian batuan dasar.

6. Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Wilayah Rawan Longsor Sistem Informasi Geografis disingkat SIG (bahasa Inggris: Geographic Information System) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).17 Informasi spasial yang dicari ialah untuk mendapatkan gambaran situasi ruang muka bumi tentang ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat menjawab

17

Gigih Prastyo Indrasmoro, “Geographic Information System (GIS) Untuk Deteksi Daerah Rawan Longsor Studi Kasus Di Kelurahan Karang Anyar Gunung Semarang”, Jurnal Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2013, h. 2


(36)

atau menyelesaikan suatu masalah yang terdapat dalam ruang muka bumi yang bersangkutan. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi pengumpulan, penataan, pengolahan, penganalisisan, dan penyajian data-data atau fakta-fakta yang ada atau terdapat dalam ruang muka bumi tertentu. Data/fakta-fakta yang ada terdapat dalam muka bumi tersebut, sering disebut juga data fakta/geografis atau data/fakta spasial. Hasil analisisnya disebut informasi geografis atau informasi spasial. Dengan kata lain SIG adalah rangkaian kegiatan pengumpulan, penataan, pengolahan dan penganalisisan data/fakta atau spasial sehingga diperoleh informasi spasial untuk dapat menjawab atau menyelesaikan suatu masalah dalam ruang muka bumi tertentu.

Beberapa definisi dari para ahli mengenai SIG adalah sebagai berikut:18 a. Definisi SIG menurut Rhind SIG is a computer system for collecting,

checking, integrating, and analyzing information related to the surface of the earth.

b. Definisi SIG menurut Purwadhi SIG merupakan suatu sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secar simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan.

c. Definisi SIG menurut Anon SIG adalah suatu informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (geoference).

d. Definisi SIG menurut Demers SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan, dan menganalisis informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi dengan seperangkat operasi kerja.

Definisi-definisi diatas maka SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu:

a. Data Input

18


(37)

22

Data input merupakan proses identifikasi dan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu.19 Data input ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Proses ini terdiri dari pengumpulan data, pemformatan ulang, georeferensi, kompilasi dan dokumentasi data. Komponen masukan data mengubah dari data mentah atau bentuk asli ke suatu bentuk yang dapat digunakan SIG. Data yang diperlukan untuk suatu kegiatan umumnya tersedia dalam berbagai bentuk yang berbeda seperti: peta analog, tabel, grafik/diagram, set data digital asli, peta, foto udara, citra satelit, hasil pengukuran lapangan dan format digital dari sumber lain.

b. Data Output

Subsistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran, termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki, baik secara keseluruhan maupun sebagian basis data (spasial).

c. Data Management

Subsistem ini bertugas untuk mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data dengan menggunakan Database Management System (DBMS)

sehingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, di-update, dan

di-edit.

d. Data Manipulation & Analysis

Subsistem ini bertugas untuk menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. selain itu, bertugas untuk melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang di harapkan.

Dengan demikian, SIG diharapkan dapat memberikan kemudahan-kemudahan yang diinginkan, yaitu:

 Penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku

19Jefri Ardian Nugroho, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis”, Jurnal ITS-Sukolilo, Surabaya, 2008.


(38)

 Dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah banjir, longsor, dan kemiskinan.

 Revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah

 Data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis, dan direpresentasikan

 Menjadi produk yang menjadi nilai tambah

 Kemampuan menukar data geospasial

 Pengehematan waktu dan biaya

 Keputusan yang diambil menjadi lebih baik20

7. ArcGIS 10.1

Jenis perangkat lunak pada SIG sangat beraneka ragam. Terdiri dari, Er Mapper, ArcView, ArcGIS, dan lain-lain. Kali ini penulis menggunakan

software ArcGIS 10.1. ArcGIS 10.1 merupakan salah satu perangkat lunak SIG yang dikembangkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI) dirilis pada bulan September 2010. ArcGIS terdiri dari beberapa aplikasi yang terintegrasi, yaitu ArcMap, ArcCatalog, dan Arc Toolbox.21 Penulis menggunakan aplikasi ArcMap untuk menampilkan dan memanipulasi data geografis, membuat peta, dan editing peta.

B.

Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Agus Sriyono tentang Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang Tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan peta rawan bencana longsor dan mengetahui sebaran kawasan rawan bencana longsor di Kecamatan Banyubiru. Parameter yang digunakan diantaranya curah hujan, kemiringan lereng, batuan penyusun lereng, vegetasi, jenis tanh, tata air lereng, pola tanam, penggalian dan pemotongan lereng. Pencetakan kolam, drainase lereng, pembangunan kontruksi, kepadatan penduduk dan mitigasi bencana. Penelitian ini menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan

20

Eddy Prahasta, Sistem Informasi Geografis: Konsep-konsep Dasar,…………., h. 124

21


(39)

24

Scoring. hasil penelitian ini adalah terdapat tiga zonasi kawasan rawan bencana longsor dengan zona A, zona B, dan zona C.22

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Melisa P. Todingan, dkk. penelitiannya tentang Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS Tondano dengan Sistem Informasi Geografis Tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daerah rawan longsor di wilayah Sub DAS Tondano untuk mendapatkan informasi tingkat kerawanan dan penyebarannya dalam bentuk peta dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Penelitian ini dilakukan dengan metode Deskriptif yang terdiri dari survey dan overlay peta, sedangkan identifikasi daerah rawan longsor dengan menggunakan metode Scoring. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan lahan, dan curah hujan. Hasil penelitian ini menunjukkan penyebaran daerah rawan longsor di Sub DAS Tondano terdiri dari lima kelas kerawanan longsor, yaitu (1) kelas tidak rawan longsor seluas 993,12 Ha; (2) kelas kerawanan rendah seluas 207,59 Ha; (3) kelas kerawanan sedang seluas 894,19 Ha; (4) kelas kerawanan tinggi seluas 469,23 Ha; dan (5) kelas sangat rawan seluas 1637,23 ha.23

Penelitian ketiga dilakukan oleh Jefri Andrian Nugroho, penelitiannya tentang Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan Lindung Kabupaten Mojokerto) Tahun 2008. Tujuan penelitian ini ialah memetakan daerah rawan terhadap longsor dengan menggunakan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Data yang digunakan ialah citra satelit SPOT 4 tahun 2008 ditunjang dnegan data lain, seperti data curah hujan, peta jenis tanah, peta kawasan hutan, peta geologi, dan data SRTM. Adapun metode yang digunakan ialah overlay dan memberikan skor pada masing-masing kriteria dari parameter tersebut. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan kawasan hutan lindung Kabupaten Mojokerto memilki tingkat kerawanan longsor

22

Agus Sriyono, “Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang”, Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2012

23Melisa P. Todingan, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS Tondano dengan Sistem Informasi Geografis”, Jurnal Universitas Sam Ratulangi, 2014.


(40)

rendah (13,28 Ha), kerawanan longsor sedang (177,24 Ha), dan kerawanan longsor tinggi (427,15 Ha).24

Penelitian keempat dilakukan oleh Muhammad Sholahuddin dengan judul SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan Pembobotan (Studi Kasus Kabupaten Jepara) Tahun 2014. Tujuan penelitian ini ialah memberikan informasi tentang pemetaan zonasi rawan banjir Kabupaten Jepara. Pemetaan daerah rawan longsor ini menggunakan tiga parameter yaitu curah hujan, ketinggian, dan sungai. Masing-masing memiliki skor dan bobot kemudian dilakukan overlay dengan menggunakan software

ArcView 3.3 sehingga menghasilkan peta sebaran daerah rawan banjir. Hasil dari penelitian ini menyebutkan Kabupaten Jepara tergolong rawan banjir terutama di wilayah pesisir pantai Kabupaten Jepara, dan juga daerah yang memiliki banyak sungai pada tiap kecamatannya.25

24Jefri Ardian Nugroho, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis”, Jurnal ITS-Sukolilo, Surabaya, 2008.

25 Muhammad Sholahuddin, SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan


(41)

26

Tabel 2.2 Penelitian Relevan

No.

Nama

Peneliti/

Tahun

Judul

Penelitian

Inti

Penelitian Perbedaan Persamaan

1 Agus Sriyono/ 2012

Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang

Mengetahui sebaran kawasan bencana longsor di Kecamatan Banyubiru.

Peggunaan data untuk parameter sangat banyak, diantaranya curah hujan, kemiringan lereng, batuan penyusun lereng, vegetasi, jenis tanah, tata air lereng, pola tanam, penggalian dan pemotongan lereng. Pencetakan kolam, drainase lereng, pembangunan kontruksi, kepadatan penduduk dan mitigasi bencana.

No.

Nama

Peneliti/

Judul

Penelitian

Inti


(42)

2 Melisa P. Todingan, dkk./ 2014

Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS Tondano dengan Sistem Informasi Geografis dengan Sistem Informasi Geografis

Untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor di wilayah sub DAS Tondano.

Parameter longsor yang diamati hanya ada 5 parameter, yaitu jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan lahan, dan curah hujan.

3 Jefri Ardian Nugroho/ 2008

Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi kasus Hutan Lindung Kabupaten Mojokerto)

Memetakan daerah rawan longsor di kawasan hutang lindung Kabupaten Mojokerto.

Penelitiannya dilakukan khusus di hutan lindung, bukan berupa wilayah administrasi seperti Kecamatan atau kabupaten.

No.

Nama

Peneliti/

Tahun

Judul

Penelitian

Inti


(43)

28

4 Muhammad Sholahuddin/ 2014

SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan Pembobotan (Studi Kasus Kabupaten Jepara)

Mengetahui persebaran daerah rawan banjir di Kabupaten Jepara.

Penelitian ini lebih fokus untuk melihat zonasi daerah rawan banjir.

Keempat peneliti ini sama-sama mengguna-kan

metode scoring dan overlay peta


(44)

Keempat penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan apa yang peneliti tulis ialah dalam penggunaan software. Peneliti menggunakan software ArcGIS 10.1 yang merupakan pengembangan dari software ArcView. Sehingga penggunaan software Arc.GIS 10.1 lebih sederhana namun modern dan lebih akurat.

C.

Kerangka Berpikir

Langkah awal dalam penelitian ini ialah penulis melihat kondisi fisik di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Kondisi fisik tersebut dijadikan parameter tingkat kerawanan longsor mengacu pada Nugroho (2008), yaitu parameter curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, dan penggunaan lahan.

Tiap parameter dibuat ke dalam peta tematik format poligon dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis software ArcGIS 10.1. setelah dibuat peta tematik, kelima parameter tersebut dilakukan tumpang susun

(overlay) kemudian tiap parameter tersebut diberikan skor dengan metode Skoring dan setelah itu dilakukan proses pembobotan.

Setelah melalui proses overlay, skoring, dan pembobotan menghasilkan zonasi daerah rawan longsor. dari zonasi tersebut, dapat ditemukan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan berdasarkan kriteria dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), yaitu kategori kurang rawan, rawan, dan sangat rawan di visualisasikan dengan peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.


(45)

30

Gambar 2.7

Kerangka Berpikir Modifikasi Penulis dari Berbagai Sumber

Parameter Kondisi Fisik Rawan Longsor:

Curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, dan penggunaan

lahan.

Data Spasial ArcGIS 10.1

Overlay peta tematik parameter rawan longsor

Skoring dan Pembobotan

Zonasi Daerah Kerawanan Longsor

Tingkat Kerawanan Daerah Longsor di Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor

Kurang Rawan

Rawan Sangat

Rawan Kondisi Fisik Wilayah Rawan


(46)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Luas wilayahnya 12.532,36 ha dengan ketinggian 250-300 mdpl.Letak astronomisnya adalah 106°38’00” sampai 106°42’00” BT dan 6°38’00” sampai 6°44’00” LS. Batas wilayah Kecamatan Pamijahan disebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Parung Kuda Kabupaten Sukabumi, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada gambar 3.1

Gambar 3.1


(47)

32

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari bulan Juli 2016 sampai Oktober 2016, mulai dari perencanaan penelitian, observasi, sampai pengelolaan hasil penelitian. Berikut jadwal penyelesaian penelitian pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No Kegiatan

Tahun 2016 Ju li Agus tus S ep te m b er Ok tober Nove m b er 1 Pengumpulan Data dan bahan penelitian

2

Observasi

Lapangan √

3

Pengolahan data dengan ArcGIS 10

√ √

4

Penyusunan

Laporan √ √

5 Sidang Skripsi

B.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif deskriptif. Metode penelitian kuantitatif deskriptif


(48)

merupakan penelitian yang datanya berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.1

Kaitannya dalam penelitian ini, penulis dalam melakukan pengolahan data spasial dengan ArcGIS 10.1 dibantu dengan metode Skoring dan pembobotan untuk identifikasi persebaran daerah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan,

C.

Populasi dan Sampel Data

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala, atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu.2

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Kecamatan Pamijahan memiliki 15 desa, yaitu desa Gunung Menyan, Gunung Sari, Gunung Picung, Gunung Bunder I, Gunung Bunder II, Ciasihan, Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Cimayang, Cibening, dan Pasarean.

2. Sampel

Menurut Sugiyono, sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.3 Dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling. Menurut Arikunto, teknik purposive samping adalah teknik mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau strata, melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu.4 Peneliti mengambil sampel diperoleh dari kejadian-kejadian longsor di Kecamatan Pamijahan tahun 2011-2015 atas dasar pertimbangan agar mempermudah pada saat melakukan observasi ke lapangan. Sampel yang digunakan ialah

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007) h. 13.

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 130.

3

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 81

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 135.


(49)

34

sampel aspek fisik dan dijadikan peta satuan unit lahan dari variabel skoring. Peta satuan unit lahan merupakan peta yang diambil dari beberapa peta yang menjadi parameter rawan longsor, yaitu peta curah hujan, peta kemiringan lereng, peta ketinggian, peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan yang menghasilkan peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

D.

Data dan Sumber Data

Pada tahap ini seluruh data yang akan dibutuhkan selama proses pengolahan dan analisis untuk mengetahui wilayah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan. Adapun data digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Data dan Sumber Data

No Data Sumber Data Teknik

1 Sebaran Titik Kejadian Longsor Tahun 2011-2015

BPBD Kabupaten Bogor Dokumentasi dan

Observasi 2 Tingkat Kerawanan

Longsor di Kecamatan Pamijahan

1. DEM tahun 2014 (Sumber: Google Earth Explorer) 2. Peta RBI Digital Kecamatan

Pamijahan skala 1:25.000 tahun 2005 (Sumber: BIG) 3. Peta Administrasi Kecamatan

Pamijahan (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bogor) 4. Peta jenis tanah Kabupaten

Bogor tahun 1992 (Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor)

Overlay, Skoring, dan Pembobotan.


(50)

No Data Sumber Data Teknik 5. Peta Penggunaan Lahan

Provinsi Jawa Barat (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bogor)

6. Peta Geologi Kabupaten Bogor tahun 2005 (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bogor)

7. Data curah hujan Kecamatan Pamijahan tahun 2011-2015 (Sumber: BMKG dan Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor)

E.

Teknik dan Instrumen Observasi

Menurut Basyarat, pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.5 Data yang dikumpulkan harus relevan dan dapat digunakan sebagai bahan analisis, hal tersebut merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut.

1. Observasi

Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatanya melalui hasil kerja pancaindra mata dan dibantu dengan panca indra lainnya.6 Peneliti melakukan pengamatan langsung di Kecamatan Pamijahan untuk melihat kondisi fisik daerah, khususnya

5

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 224

6


(51)

36

pada penggunaan lahan serta kondisi sosial masyarakat. Berikut instrumen observasi pengamatan pada tabel 3.2

Tabel 3.3 Instrumen Observasi

No. Objek Pengamatan

Penggunaan

Lahan Keterangan

1 Observasi penggunaan lahan di titik 06o 41’37,8” LS 106o39’53,9” BT

Pemukiman

2

Observasi penggunaan lahan di titik 06o38’57,5” LS 106o39’58,6”BT

Pemukiman

3

Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’22,4” LS 106o38’53,3” BT

Pemukiman

4 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’53,9” LS 106 o37’42,9” BT

Pemukiman

5 Observasi penggunaan lahan di titik 06o40’33,6” LS 106o37’42,9”BT


(52)

No. Objek Pengamatan

Penggunaan

Lahan Keterangan

6 Observasi penggunaan lahan di titik 06o40’54,9” LS 106o38’06,8”BT

Perkebunan

7 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’35,1” LS 106o39’21,8”BT

Pemukiman

8 Observasi penggunaan lahan di titik 06o37’14,0” LS 106o40’28,9”BT

Jalan raya

9 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’37,9” LS 106o39’25,0”BT

Persawahan

10

Observasi penggunaan lahan di titik 06o38’35,0” LS 106o40’49,8”BT

Perkebunan

11

Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’22,1” LS 106o38’41,9”BT

Jalan raya

12 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’12,2” LS 106o38’54,8”BT


(53)

38

No. Objek Pengamatan

Penggunaan

Lahan Keterangan

13

Observasi penggunaan lahan di titik 06o39’20,3” LS 106o39’42,5”BT

Perkebunan

14

Observasi penggunaan lahan di titik 06o40’50,7” LS 106o38’04,3”BT

Perkebunan

15

Observasi penggunaan lahan di titik 06o39’03,3” LS 106o40’10,9”BT

Pemukiman

16 Observasi penggunaan lahan di titik 06o39’36,5” LS 106o38’38,9”BT

Jalan Raya

17 Observasi penggunaan lahan di titik 06o42’36,5” LS 106o38’00,8”BT

Jalan Raya dan pemukiman

2. Dokumentasi

Menurut Bungin, metode dokumentasi adalah “metode yang digunakan untuk menulusuri data historis”7 dokumen yang dibutuhkan ialah sebagai berikut.

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013) h. 153.


(54)

Gambar 3.4 Data yang Dibutuhkan

No. Dokumen yang dibutuhkan Sumber

1. Data Monografi Kecamatan Pamijahan

Kantor Kecamatan Pamijahan 2. Data Kejadian Longsor Kecamatan

Pamijahan

BPBD Kabupaten Bogor

Dalam penelitian ini, data-data diatas bertujuan untuk mengetahui gambaran umum keadaan daerah Kecamatan Pamijahan.

F.

Teknik Analisis Data

Menurut Masri Singarimbun, “Teknik analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan”.8

Berikut teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Overlay (Tumpang Susun)

Metode overlay yaitu menganalisis dan mengintegrasikan dua atau lebih data spasial yang berbeda.9 Proses ini menggabungkan beberapa peta yang menjadi parameter rawan longsor dengan SIG software ArcGIS 10.1.

2. Skoring

Metode skoring adalah suatu metode pemberian skor atau nilai terhadap masing-masing nilai parameter untuk menentukan tingkat kemampuannya.10

Berdasarkan metode Skoring, Parameter-parameter yang digunakan untuk potensi kerawanan longsor adalah jenis tanah,

8

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei,(Jakarta: LP3ES, 2006), Cet. Ke-XVI, h.263

9

Sodikin, Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015) h. 204.

10

M. Sholahudin, “SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Scoring dan


(55)

40

kemiringan lereng, penggunaan lahan, ketinggian dan curah hujan. Analisis kerawanan longsor dilakukan pada peta unit lahan. Dalam setiap jenis peta di input data atribut yaitu skor berdasarkan klasifikasi berikut.

Tabel 3.5

Parameter Rawan Longsor dan Nilai

No Variable Kriteria Nilai

1 Kelerengan

 Datar, kemiringan 0-8%.

 Landai, berombak sampai bergelombang, kemiirngan 8-15%.

 Agak curam, berbukit, kemiringan 15-25%.

 Curam s/d sangat curam, kemiringan 25-40%.

 Sangat curam s/d terjal, kemiringan >40%. 1 2 3 4 5

2 Ketinggian

 Dataran rendah 0-1000 mdpl

 Dataran tinggi 1000-2000 mdpl

 Pegunungan >2000 mdpl

1 2

3

3 Curah Hujan

 Curah Hujan <1000 mm/thn

 Curah Hujan 1000-1500 mm/thn

 Curah Hujan 1500-2000 mm/thn

 Curah Hujan 2000-2500 mm/thn

 Curah Hujan >2500 mm/thn

1 2

3

4


(56)

No Variable Kriteria Nilai

4 Jenis Tanah

 Aluvial

 Mediteran, Brown Forest, Non calcic brown

 Andosol

 Litosol

1 2

3 4

5 Penggunaan lahan

 Tubuh Air

 Hutan

 Kebun

 Tegalan,Sawah, Pemukiman

1 2 3 4 Sumber: Jefri Ardian Nugroho (2008)

3. Pembobotan

Metode pembobotan juga sering disebut weighting, ialah metode yang digunakan apabila setiap karakter memiliki peranan berbeda atau jika memiliki beberapa parameter untuk menentukan kemampuan lahan atau sejenisnya.11

Selain dengan metode skoring, penentuan tingkat kerawanan longsor dilakukan dengan cara memberi bobot. Porsi untuk pembobotan tiap parameter berbeda, tergantung kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), curah hujan merupakan parameter yang paling tinggi pengaruhnya terhadap longsor, sehingga bobot untuk curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan parameter lainnya. Dari semua parameter kerawanan longsor, maka didapatkan suatu persamaan untuk menghitung nilai kerawanan longsor disuatu wilayah sebagai berikut.

11

M. Sholahudin, “SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Scoring dan


(57)

42

Skor = (30% x parameter curah hujan) + (25% x parameter kemiringan lereng) + (10% x parameter ketinggian) + (15% x parameter jenis tanah) + (20% x parameter penggunaan lahan)

Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)

Hasil skoring dan pembobotan pada peta yang sudah di overlay

akan menunjukkan kondisi lahan di Kecamatan Pamijahan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan nilai skor yang sudah diberikan. Nilai skor tersebut memiliki arti pada tingkat kerawanan longsornya. Tingkat kerawanan longsor mengacu pada ketetapan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tahun 2005 dapat dilihat pada tabel 3.3

Tabel 3.6

Skor Kumulatif Tingkat Kerawanan Longsor

No. Skor Kumulatif Status/Klasifikasi Bencana

1 ≤ 2,5 Kurang Rawan

2 ≥ 2,6 - ≤ 3,6 Rawan

3 ≥3,7 Sangat Rawan

Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)

4. Analisis Deskripsi

Pada tahap analisis deskripsi, penulis melakukan penjelasan atau mendeskripsikan potensi terjadinya longsor. Hasil dari overlay peta, akan terlihat sebaran daerah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan. Peta tingkat kerawanan longsor selanjutnya dihubungkan dengan kondisi fisik dan sosial masyarakat Kecamatan Pamijahan.


(58)

43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang deskripsi luas dan kondisi fisik serta kependudukan daerah penelitian, data-data hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan peta, dan hasil analisis deskriptif hasil penelitian tersebut.

A.

Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Letak dan Luas Daerah Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Menurut data monografi, Kecamatan Pamijahan meliputi areal seluas 12.532,36 ha, terbentang antara 106°38’00” sampai 106°42’00” BT dan 6°38’00” sampai 6°44’00” LS dengan batas-batas geografis sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Cibungbulang

Sebelah Selatan : Kecamatan Parung Kuda Kabupaten

Sukabumi

Sebelah Timur : Kecamatan Tenjolaya Sebelah Barat : Kecamatan Leuwiliang

Secara administratif Kecamatan Pamijahan meliputi 15 desa yaitu Desa Gunung Menyan, Gunung Sari, Gunung Picung, Gunung Bunder I, Gunung Bunder II, Ciasihan, Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Cibitung Wetan, Cibitung Kulon, Pamijahan, Cimayang, Cibening, dan Pasarean. Lokasi daerah penelitian dan wilayah administrasi yang tercakup dapat dilihat pada gambar 4.1


(59)

44

Gambar 4.1

Peta Administrasi Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

2. Kondisi Fisik Daerah Penelitian

Kecamatan Pamijahan mempunyai topografi yang beraneka ragam meliputi dataran tinggi/perbukitan sampai pada dataran rendah. Dataran tinggi dan perbukitan terletak pada sebelah selatan wilayah kecamatan berupa rangkaian pegunungan Salak, sedangkan dataran rendah berupa dataran tanah andesit.Selain itu Kecamatan Pamijahan memilki ketinggian kurang lebih 250 mdpl hingga 2000 mdpl.

a. Curah Hujan

Bogor sudah lama dijuluki “Kota Hujan”. Sebab, letaknya di daerah iklim tropis dan memiliki curah hujan yang relatif tinggi. Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, Bogor memiliki tipe iklim tropis tipe A (sangat basah). Curah hujan tahunan 2500 – 5000 mm/tahun dan suhu rata-rata 20-30oC.


(60)

Secara umum, keadaan iklim di Kecamatan Pamijahan hampir sama dengan iklim di Kabupaten Bogor. Suhu di Kecamatan Pamijahan rata-rata 27o– 28oC.

Pada wilayah tropis seperti Kecamatan Pamijahan, curah hujan merupakan faktor yang sangat berperan dalam terjadinya longsor. Untuk menentukan dan membuat peta curah hujan Kecamatan Pamijahan dengan menggunakan data curah hujan Kecamatan Pamijahan dari Stasiun Klimatologi Dramaga Kabupaten Bogor. Data curah hujan yang digunakan ialah data curah hujan selama 5 tahun dari tahun 2011 – 2015.

Data curah hujan Kecamatan Pamijahan dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.1

Data Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 Bulan

Tahun

Curah Hujan (mm)

2011 2012 2013 2014 2015

Januari 309 449 624 1020 585

Februari 197 533 326 680 23

Maret 140 116 278 542 72

April 367 633 140 523 84

Mei 564 388 198 428 143

Juni 464 164 381 126 164

Juli 343 168 425 250 56

Agustus 145 189 212 753 0

September 336 656 223 0 36

Oktober 721 570 1237 306 56

November 466 1155 351 834 286

Desember 203 515 725 240 272

Jumlah 4.255 5.536 5.120 5.702 1.777

Rata-rata

Tahunan 354,58 461,33 426,67 475,17 148,08

Sumber: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor tahun 2015

Dari data curah hujan diatas, dapat ditemukan rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan Pamijahan. Rata-rata curah hujan tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebanyak 475,17 mm/tahun. Lalu rata-rata curah


(61)

46

hujan tertinggi selanjutnya terjadi pada tahun 2012 sebanyak 461,33 mm/tahun. Tahun 2013 426,67 mm/tahun. Tahun 2011 sebanyak 354,58 mm/tahun dan tahun 2015 sebanyak 148,08 mm/tahun.

Dari hasil data curah hujan diatas, dapat dibuat peta curah hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.2

Peta Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

b. Geologi (Batuan)

Tabel 4.2

Luasan Jenis Batuan Kecamatan Pamijahan

No. Jenis Batuan Karakteristik Luasan (ha) Persentase (%)

1 Qvep

Batuan andesit horendblenda

2.653 21,16

2 Qvl

Aliran lava, labradorit,


(62)

No. Jenis Batuan Karakteristik Luasan (ha) Persentase (%) horendblenda.

3 Qvsb

Lahar, breksi tufan, lapilli. Sifatnya lapuk sekali.

2.459,36 19,61

4 Qvst

Tuf batu

apung pasiran 5.143 41,07

5 Qvu

Breksi dan aliran lava, terutama andesit

2.133 17,02

Total 12.532,36 100

Sumber: Hasil Penelitian 2016

Kondisi geologi sangat mempengaruhi terhadap jenis tanah. Jenis batuan di Kecamatan Pamijahan ialah sebagai berikut.

a) Qvep (Gunung Api Endut, Prabakti)

Qvep merupakan batuan hasil lava gunung api Endut, Prabakti. Terdiri atas batuan Andesit horendblenda yang mengandung oligoklas, andesin, hipersten, dan hornblende.Daerah dengan jenis batuan ini seluas 2.653 ha. b) Qvl (Gunung Api Salak Bogor)

Qvl merupakan lava gunung api Gunung Salak Bogor. Terdiri atas aliran lava, labradorit, piroksen, dan horendblenda.Daerah dengan jenis batuan ini seluas 144 ha.

c) Qvsb (Gunung Api Salak Bogor)

Jenis ini juga merupakan batuan gunung api Gunung Salak Bogor. Terdiri atas lahar, breksi tufan dan lapilli, bersusunan andesit basal.Umumnya batuan ini bersifat lapuk sekali.Daerah dengan jenis batuan ini seluas 2.459,36 ha.


(63)

48

d) Qvst (Gunung Api Salak Bogor)

Batuan dari gunung api Gunung Salak Bogor. Terdiri atas tuf batu apung pasiran seluas 5.143 ha.

e) Qvu (Gunung Api Tua)

Merupakan batuan gunung api Tua terdiri atas breksi dan aliran lava, terutama andesit. Daerahnya seluas 2.133 ha.

Gambar 4.3

Peta Jenis Batuan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

c. Kemiringan Lereng dan Ketinggian

Tabel 4.3

Kelas Lereng dan Luasannya di Kecamatan Pamijahan

No.

Kelas Lereng

(%)

Jumlah (Ha)

Persentase

(%) Sebaran

1 0-8 47,26 0,37

Sebagian desa Cimayang.


(64)

No.

Kelas Lereng

(%)

Jumlah (Ha)

Persentase

(%) Sebaran

2 8-15 6.356,9 50,73

Desa Cibening, Gunung Menyan, Pasarean, Cibitung Wetan, Cibitung Kulon, Cibunian, Pamijahan, Gunung Picung, dan Gunung Bunder 1.

3 15-25 4.761,71 37,99

Desa Gunung Sari, Purwabakti, Gunung Bunder 2, dan Ciasmara.

4 25-40 1.342,17 10,72 Desa Ciasihan

5 > 40 24,32 0,19

Desa Ciashihan bagian timur

Total: 12.532,36 100

Sumber: Hasil Penelitian 2016

Kecamatan Pamijahan memiliki topografi yang beragam meliputi dataran tinggi/perbukitan sampai pada dataran rendah. Pada kemiringan lereng 0-8% dengan kondisi lereng yang datar memiliki luas area 47,26 ha meliputi desa bagian utara Pamijahan, yaitu sebagian wilayah desa Cimayang. Kemiringan lereng 8-15% dengan kondisi lereng landai memiliki luas area 6.356,9 ha meliputi desa Cibening, Gunung Menyan, Pasarean, Cibitung Wetan, Cibitung Kulon, Cibunian, Pamijahan, Gunung Picung, dan Gunung Bunder 1.Kemiringan 15-25% dengan kondisi lereng yang agak curam seluas 4.761 ha meliputi desa Gunung Sari, Purwabakti, Gunung Bunder 2, dan Ciasmara. Kemiringan 25-40% dengan kondisi lerek sangat curam memiliki luas area 1.342,17 ha meliputi desa Ciasihan. Dan kemiringan lereng >40% dengan


(65)

50

kondisi lereng yang sangat curam seluas 24,32 ha meliputi wilayah sebagian desa Ciasihan bagian timur. Untuk peta kemiringan lereng pada gambar 4.3

Gambar 4.4

Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Kecamatan Pamijahan juga memiliki ketinggian yang bervariasi yaitu antara 1000 – 2000 meter. Ketinggian di Kecamatan Pamijahan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu ketinggian 0 – 1000 meter seluas 9.294,36 ha merupakan ketinggian yang paling dominan. Berikut rinciannya pada tabel 4.4

Tabel 4.4

Ketinggian Wilayah Desa di Kecamatan Pamijahan

No. Ketinggian Luasan (ha)

Persentase

(%) Sebaran

1 0-1000m 9.294,36 74,17

Desa Cimayang, Gunung Menyan, Pasarean, Cibening, Pamijahan,


(66)

No. Ketinggian Luasan (ha)

Persentase

(%) Sebaran

Cibitung Wetan, Cibitung Kulon, Gunung Bunder 1, Gunung Picung, Cibunian, Purwabakti, wilayah utara desa Ciasmara, Ciasihan, Gunung Sari dan sebagian wilayah utara desa Gunung Bunder 2.

2 1000 –

2000m 3.233 25,79

Desa Purwabakti, bagian selatan desa Ciasmara, sebagian desa Gunung Sari dan Gunung Bunder 2, serta desa Ciasihan.

3 >2000m 5 0,04

Sebagian desa Gunung Bunder 2

Total 12.532,36 100

Sumber: Hasil Penelitian 2016

Ketinggian 0 – 1000 meter meliputi desa Cimayang, Gunung Menyan, Pasarean, Cibening, Pamijahan, Cibitung Wetan, Cibitung Kulon, Gunung Bunder 1, Gunung Picung, Cibunian, Purwabakti, wilayah utara desa Ciasmara, Ciasihan, Gunung Sari dan sebagian wilayah utara desa Gunung Bunder 2. Ketinggian selanjutnya yaitu 1000 – 2000 meter seluas 3.233 ha meliputi sebagian desa Purwabakti, bagian selatan desa Ciasmara, sebagian desa Gunung Sari dan Gunung Bunder 2, serta desa Ciasihan. Ketinggian


(67)

52

>2000 meter seluas 5 ha hanya sebagian desa Gunung Bunder 2. Untuk peta ketinggian dapat dilihat pada gambar 4.5

Gambar 4.5

Peta Ketinggian Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

d. Jenis Tanah

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengolahan peta jenis tanah Kabupaen Bogor dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1992, Kecamatan Pamijahan tersusun atas empat jenis tanah, yaitu tanah Aluvial, Andosol, Litosol, dan tanah Mediteran. Jenis tanah yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Hasil pengolahan dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5

Luasan dan Karakteristik Jenis Tanah Kecamatan Pamijahan

No Jenis Tanah Luasan (ha)

Persentase

(%) Karakteristik

1 Aluvial 3.353 26,75

Mengandung pasir dan liat, berwarna kelabu


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

DOKUMENTASI


(6)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 April 1994. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak H. Supriatna, S.Ag dan Ibu Hj. Siti Maryam (Almh).

Pendidikan penulis dimulai dari Pendidikan Dasar yang diselesaikan pada tahun 2006 di MI Mathlaul Anwar Sibanteng Bogor, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2009 di MTsN 2 Bogor dan Sekolah Menengah Atas dilaksanakan di SMAN 1 Leuwiliang Bogor yang diselesaikan tahun 2012.

Pada tahun 2012, penulis diterima di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui jalur Mandiri dan terdaftar sebagai mahasiswi Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan memilih Konsentrasi Geografi pada tahun 2013. sejak SMA, penulis aktif dalam organisasi dibawah naungan Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bogor, yaitu menjadi anggota PASKIBRAKA tingkat Kabupaten Bogor tahun 2010 sebagai pembawa baki bendera. Selama kuliah, penulis mengikuti kontes foto model dan pernah menjadi juara I pada Contest