IDENTIFIKASI KANDUNGAN BORAKS PADA MIE BASAH MATANG DI PASAR BARU, KECAMATAN LAWANG, KABUPATEN MALANG

(1)

SKRIPSI

DWI SELVIANTI

IDENTIFIKASI KANDUNGAN BORAKS

PADA MIE BASAH MATANG DI PASAR

BARU, KECAMATAN LAWANG,

KABUPATEN MALANG

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013


(2)

ii

Lembar Pengesahan

IDENTIFIKASI KANDUNGAN BORAKS PADA MIE BASAH

MATANG DI PASAR BARU, KECAMATAN LAWANG,

KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2013

Oleh :

DWI SELVIANTI 09040053

Disetujui Oleh :

Pembimbing I

Drs. Harjana, MSc., Apt NIDN. 0010114302

Pembimbing II

Sovia Aprina Basuki, S.Farm., MS.,Apt NIP UMM. 144.0804.0452


(3)

iii

Lembar Pengujian

IDENTIFIKASI KANDUNGAN BORAKS PADA MIE BASAH

MATANG DI PASAR BARU, KECAMATAN LAWANG,

KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 12 Oktober 2013

Oleh :

DWI SELVIANTI 09040053

Tim penguji: Penguji I

Drs. Harjana, MSc., Apt NIDN. 0010114302

Penguji II

Sovia Aprina Basuki, S.Farm., M.Si.,Apt NIP UMM. 144.0804.0452

Penguji III

Drs. H. Achmad Inoni, Apt NIP. 0020124205

Penguji IV

Arina Swastika Maulita, S.Farm., Apt NIP


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Kandungan Boraks pada Mie Basah Matang di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang”, untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam penyusunan skripsi ini,saya menyadari sepenuhnya bahwa berkat bantuan, dukungan dan bimbingan, serta arahan dari banyak pihak, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yoyok Bekti P., S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kom. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Uswatun Chasanah, M.Kes., Apt. Selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malangyang telah memberikan fasilitas dan dukungan serta kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

3. Drs. Harjana, M. Sc., Apt. Selaku dosen pembimbing I yangtelah tulus ikhlas dan penuh kesabaran untuk membimbing dan memberikan arahan sehingga usulan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Sovia Aprina Basuki, S. Farm., M.Si., Apt. Selaku dosen pembimbing II dan Kepala Laboratorium Prodi Farmasi yang selalu memberikan semangat, dukungan, bimbingan, serta selalu memberikan motivasi. 5. Drs. Achmad Inoni, Apt. Selaku dosen penguji Iyang telah memberikan

saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

6. Arina Swastika Maulita, S. Farm., Apt. Selaku penguji II yang telah memberikan saran dan telah membantu jalannya ujian skripsi, sehingga saya dapat menyelesaikan dan melaksanakan ujian skripsi ini dengan baik.


(5)

v

7. Semua Dosen farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah membagikan ilmunya untuk masa depan kami.

8. Laboran Laboratorium Sediaan Farmasi dan Laboratorium Kimia Terpadu II, yaitu Mas Ferdi, Mbak Susi, dan Mas Bowo yang selalu membantu dalam kelancaran penelitian ini.

9. Ayahanda saya yang tercinta H.M. Suhari dan ibunda saya tercinta Hj. Mutri yang tidak henti-hentinya selalu berdo’a kepada Allah SWT atas keberhasilan saya, serta selalu memberi dukungan baik secara moril maupun materil, dan memberikan motivasi demi kelancaran skripsi ini. Saya sangat bangga dan tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang telah orang tua saya korbankan kepada saya dan cinta mereka kepada saya.

10.Kakak saya “Fahrizal” dan kedua adik saya “Avid dan Indah”, serta kakak

ipar saya “Vina” yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan do’a

nya demi keberhasilan skripsi ini.

11.Sahabat saya “Vinta, Maya, Lina, Destry, Novi, Oyya, dan Indah” yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan do’anya demi kelancaran skripsi ini.

12.Orang spesial “Deni Pramana Putra dan Keluarga” yang selalu

memberikan dukungan, semangat, do’a, dan kasih sayangnya demi kelancaran skripsi ini.

13.Sahabat saya selama kuliah di UMM, “Sarah, Mharviar, Bu Dwi, Dhea,

Risa, Mba’ Tika, Shella, Reski, Irul, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu” yang selalu menemani dalam suka maupun duka, serta selalu membantu dan memberi dukungan satu dengan yang lainnya.

14.Semua teman-teman Farmasi angkatan 2009 yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan bantuannya.

15.Saudara satu rumah dengan saya selama di Malang, yaitu “Retha” yang selalu membantu dan memberi dukungan selama tinggal bersama saya.


(6)

vi

Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan, baik kritik maupun saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Malang, 12 Oktober 2013


(7)

vii

RINGKASAN

Identifikasi Kandungan Boraks pada Mie Basah Matang di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang

Mie merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang enak dan praktis. Mie yang beredar di pasar dikenal beberapa jenis, yaitu mie basah dan mie kering. Mie basah memiliki daya tahan yang singkat dan relatif lebih mudah rusak dibandingkan dengan mie kering, dikarenakan mie basah mengalami proses perebusan sehingga kadar airnya tinggi mencapai 52 %, dimana pada suhu kamar mie basah hanya bertahan selama 24-26 jam. Pendeknya umur simpan pada mie basah membuat produsen menambahkan bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/MENKES/PER/X/1999 menyebutkan bahwa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan salah satunya yaitu boraks. Namun pada kenyataannya, masih banyak produsen mie basah yang menambahkan boraks kedalam produknya yang berfungsi untuk memperbaiki bentuk dan tekstur agar terlihat lebih menarik, selain itu juga dapat memperkenyal dan menjadikan mie tidak gampang rapuh atau cepat putus, serta dapat memperpanjang umur simpan mie lebih lama. Pemakaian boraks dalam makanan dapat mengganggu kesehatan, yaitu dapat menyebabkan gejala keracunan seperti mual, muntah, gangguan otak, hati dan ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Hal ini yang membuat penggunaan boraks sangat dilarang jika ditambahkan kedalam makanan.

Begitu bahayanya penyalahgunaan yang terjadi akibat penggunaan bahan tambahan makanan berbahaya, khususnya pada boraks yang terdapat pada mie basah matang, maka diperlukan usaha untuk meneliti mie basah matang yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada mie basah matang dan memilih Pasar Baru, di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang sebagai tempat pengambilan sampel, dikarenakan pada wilayah itu belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.


(8)

viii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan boraks pada mie basah matang. Metode sampling yang digunakan adalah sampling purposive. Jumlah sampel yang diambil adalah 6 sampel mie basah matang dan masing-masing sampel di uji sebanyak 5 kali replikasi. Identifikasi boraks dilakukan dengan metode uji kertas kurkumin dan uji nyala api. Hasil positif boraks, yaitu jika pada kertas kurkumin memberikan warna merah pada kertas, dan pada uji nyala api, api yang menyala berwarna hijau. Selain itu, dilakukan juga uji kontrol negatif yaitu jika pada kertas kurkumin, warna yang dihasilkan tetap kuning, dan pada uji nyala api, api yang menyala berwarna merah. Kontrol positif dan kontrol negatif dilakukan untuk memastikan bahwa metode yang digunakan memberikan hasil uji yang valid.

Hasil penelitian yang sudah dilakukan, menunjukkan bahwa dengan metode uji kertas kurkumin dan uji nyala api, dari 6 sampel yang diteliti, 100 % sampel mengandung boraks. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak produsen yang menggunakan boraks pada mie basah matang sebagai pengawet. Oleh karena itu, pihak terkait yaitu Dinas Kesehatan sangat perlu memberikan penyuluhan mengenai boraks yang terkandung dalam makanan. Penyuluhan harus diberikan kepada pabrik, industri rumah tangga, para pedagang, serta masyarakat sekitar, agar mie basah matang yang beredar di masyarakat terjamin keamanannya, serta konsumen tidak merasa dirugikan. Sebagai alternatif, dapat diberikannya penyuluhan dalam menggantikan boraks dengan pengawet lain seperti Asam Benzoat, serta dapat menggunakan STPP (Sodium Tri Poly Phosphat) atau CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) yang berfungsi sebagai pengenyal, agar masyarakat mengetahui dan lebih peduli terhadap makanan yang beredar di masyarakat. Selain itu, perlu diadakan pengawasan lebih ketat mengenai makanan yang beredar di pasar.


(9)

ix ABSTRACT

Identification Of Borax Contamination In Cooked Moist Noodle At Baru Market Lawang

Based on the Regulation of Indonesia’s Minister of Health No.

722/MenKes/Per/IX/1988, borax is one of banned preservatives in food. The effects of using borax toward our health are poisoning symptoms such as nausea, vomiting, disordes of the brain, liver and kidneys and even cause death. This research was conducted in order to prove the existence of borax content in cooked moist noodle circulating in Baru MarketLawang. The samples investigated were obtained from 6 moist noodle sellers in the market and replicated 5 times. The samples were tested by using the method of curcumin paper and flame. Positive result of the existence of borax was identified by the change of curcumin paper which turned from yellow into red, and the test which was using flame produced green flame. The result of the reserch showes that all of 6 samples of cooked moist noodle circulating in Baru Market Lawang,were positive for borax.


(10)

x ABSTRAK

Identifikasi Kandungan Boraks pada Mie Basah Matang di Pasar Baru Lawang

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/1988, boraks merupakan salah satu pengawet yang dilarang penggunaannya dalam makanan. Pengaruh boraks terhadap kesehatan dapat menyebabkan gejala keracunan seperti mual, muntah, gangguan otak, hati dan ginjal bahkan sampai menyebabkan kematian. Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya kandungan boraks dalam mie basah matang yang beredar di Pasar Baru Lawang. Sampel yang diteliti diambil dari 6 pedagang mie basah matang di pasar tersebut dan dilakukan 5 kali replikasi. Sampel diuji dengan metode kertas kurkumin dan nyala api. Hasil positif adanya senyawa boraks ditunjukkan oleh uji kertas kurkumin yang semula berwarna kuning menjadi merah, dan uji nyala api yang menghasilkan api berwarna hijau. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 sampel mie basah matang yang beredar di Pasar Baru Lawang, keenamnya positif mengandung boraks.


(11)

xi DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RINGKASAN ... vii

ABSTRACT ... ix

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Tinjauan tentang Mie ... 5

2.1.1 Bahan-Bahan Pembuatan Mie Basah ... 6

2.1.2 Pembuatan Mie Basah ... 7

2.1.3 Kerusakan Mie Basah ... 8

2.2 Bahan Tambahan Makanan ... 9

2.2.1 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan ... 9

2.2.2 Pengawet sebagai Bahan Tambahan Makanan ... 10

2.2.3 Pengawet yang Diizinkan dalam Makanan ... 11

2.2.4 Bahan Tambahan yang Dilarang dalam Makanan ... 11

2.3 Boraks. ... 12

2.3.1 Kegunaan Boraks ... 13

2.3.2 Pengaruh Boraks terhadap Kesehatan ... 13

2.4 Analisis Kualitatif Boraks ... 14


(12)

xii

2.4.2 Pembuatan Kertas Kurkumin ... 14

2.4.3 Uji Kualitatif Pengujian Boraks ... 14

2.4.3.1 Uji Kertas Kurkumin (Turmerik) ... 15

2.4.3.2 Uji Nyala Api ... 16

2.5 Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang ... 17

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ...18

3.1 Skema Kerangka Konseptual ... 18

3.2 Konsep Teoritis ... 19

BAB IV METODE PENELITIAN ...20

4.1 Jenis Penelitian ...20

4.2 Metode Sampling ... 20

4.2.1 Populasi ... 20

4.2.2 Sampel ... 20

4.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.3 Alat dan Bahan ... 21

4.3.1 Alat ... 21

4.3.2 Bahan ... 21

4.4 Prosedur Penelitian ... 21

4.4.1 Pembuatan Larutan Air Kapur (Ca(OH)2) ... 21

4.4.2 Uji Kontrol pada Uji Kualitatif Boraks ... 22

4.4.2.1 Pembuatan Kontrol Positif ... 22

4.4.2.2 Pembuatan Kontrol Negatif ... 23

4.4.3 Preparasi Sampel ... 23

4.4.4 Uji Kualitatif Boraks ... 24

4.4.4.1 Uji Kertas Kurkumin (Turmerik) ... 24

4.4.4.2 Uji Nyala Api ... 24

4.5 Analisis Data ... 24

BAB V HASIL PENELITIAN ...25

5.1 Teknik Sampling ...25

5.2 Analisis Kualitatif Boraks pada Mie Basah Matang ... 25

5.2.1 Pemeriksaan Warna pada Kertas Kurkumin ... 25


(13)

xiii

5.2.3 Pengamatan Warna Nyala Api ... 28

5.2.4 Uji Kontrol pada Nyala Api ... 29

5.3 Analisis Data Boraks pada Mie Basah Matang ... 30

BAB VI PEMBAHASAN ...32

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...36

7.1 Kesimpulan ...36

7.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... ...37


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tabel Syarat Mutu Mie Basah ... 6

5.1 Lokasi dan Penamaan Sampel Mie Basah Matang ... 25

5.2 Hasil Pemeriksaan Warna pada Kertas Kurkumin ... 26

5.3 Hasil Pengamatan Warna pada Nyala Api ... 28


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Diagram Alir Pembuatan Mie Basah ... 8

2.2 Natrium Tetraborat ... 12

2.3 Boraks ... 13

2.4 Tautomeri Keto-Enol pada Kurkumin (Stankovic, 2004) ... 15

2.5 Kurkumin dalam Suasana Asam (Stankovic, 2004) ... 15

2.6 Komplek Khelat Rosasianin (Roth and Blaschke, 1994) ... 16

2.7 Peta Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang ... 17

3.1 Skema Kerangka Konseptual ... 18

5.1 Kontrol Negatif pada Kertas Kurkumin ... 27

5.2 Kontrol Positif pada Kertas Kurkumin ... 27

5.3 Kontrol Positif pada Nyala Api ... 29


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup ... 39

2. Surat Pernyataan... 40

3. Alat yang Digunakan dalam Praktikum ... 41

4. Foto Sampel Uji ... 42

5. Foto Preparasi Sampel... 45

6. Foto Hasil Uji Kualitatif Kertas Kurkumin ... 46


(17)

xvii

DAFTAR PUSTAKA

Alexeyev, V. N. 1967. Qualitative Analysis. MIR PUBLISHERS. Moscow. P. 531.

Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu sebagai bahan pembuat Mie Kering.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Chamdani 2005.Pemilihan bahan pengawet yang sesuai pada produk mie basah.Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian, IPB, Bogor.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara: Jakarta.

Cahyadi,W.2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan.Bumi Aksara: Jakarta.

Daniaty, L. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa tentang Makanan dan Minuman Jajanan yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan Tertentu.

Medan.

Departemen Kesehatan RI. 1988. Peraturan Meteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI-01 2987-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Goodman, LS, Gilman, A. The Pharmacologi Basis of Therapeutics 5th ed. Macmillan Publishing Co., Inc, NY. 1975; 994-995.

Gracecia, D. 2005. Profil Mie basah yang Diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.

Hoseney, R.C. 1998. Principles Cereal Science and Technology. Second Edition. Amercan Association of Cereal Chemists, Inc. St. Paul. Minnesota. USA. Horwitz, W. 2000. Official Methods of AOAC INTERNATIONAL, 17thedition, vol

II. AOAC official method 970.33 Boric acid and borates in food qualitative test, first action 1970, Chapter 47, United Stated of America. P. 11.

Indrawan, I. 2005. Survai Manufaktur dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Mie Basah di Jabotabek. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.


(18)

xviii

Pahrudin, 2005. Aplikasi bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie basah matang. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas ilmu dan teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Roth, H. J. Dan Blaschke, G. 1985. Analisis Farmasi. Gadjah Mada Univercity

Press. Bulaksumur, Yogyakarta. Halaman 37.

Rowe, RC., Sheskey, P.J., Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th Edition. London: Pharmaceutical Press p. 669-670.

Saparinto, C. Dan Diana. H. 2009. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Stankovic, I. 2004. Curcumin. Chemical and Technical Assessment (CTA). FAO. 61st JECFA.

Svehla, G, diterjemahkan oleh Ir. L. Setiono. 1979. VOGEL, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Bagian II. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. 367.

Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete and Technical Assesment. FAO. Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah yang Beredar di

Kota Makasar. Dosen jurusan Kimia FMIPA, UNM. Makassar.

Widyaningsih, T. B. dan E. S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Winarno, F.G. dan Rahayu, T. S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Wisnu, C. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Mie merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan praktis. Mie merupakan bahan makanan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Dewan Standarisasi Nasional, 1992).

Mie yang beredar di pasaran dikenal beberapa jenis, yaitu mie basah dan mie kering. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan, dimana kadar airnya tinggi dapat mencapai 52 %, sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Adanya air sebagai salah satu syarat media tumbuh mikroorganisme, menjadikan mie basah relatif lebih mudah rusak dibandingkan dengan mie kering, dimana pada suhu kamar mie basah hanya bertahan selama 24-26 jam (Widyaningsih & Murtini, 2006).

Pendeknya umur simpan pada mie basah menjadi masalah tersendiri bagi produsen, oleh karena itu tidak sedikit produsen yang menambahkan bahan pengawet sebagai bahan tambahan makanan. Dalam pemilihan bahan tambahan makanan, para produsen sering kali memilih bahan tambahan yang relatif lebih murah tanpa mempertimbangkan keamanan konsumen. Banyak produsen mie basah yang menambahkan boraks sebagai pengawet ke dalam produknya yang juga bertujuan untuk memperbaiki tekstur mie basah agar menjadi lebih kenyal (Widyaningsih & Murtini, 2006)

Seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak secara langsung dapat berakibat buruk, namun jika terus menerus dikonsumsi dapat menyebabkan muntah, diare, nyeri perut, eritema pada kulit dan membran mukosa, depresi susunan saraf pusat, kejang, dan kerusakan ginjal. Ekskresi yang lambat dari boraks dapat menyebabkan akumulasi toksisitas pada penggunaan berulang-ulang (Sweetman 2009). Jika tertelan boraks 20 g pada orang dewasa dan 5 g pada anak-anak dapat menyebabkan kematian (Rowe et al., 2006).


(20)

2

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan, telah mengatur jenis bahan tambahan makanan yang diijinkan dan yang dilarang penggunaannya. Pada lampiran dua Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/MENKES/PER/X/1999 menyebutkan bahwa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah: asam borat, asam salisilat,

dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang

dibrominasi, nitrofurazon, formalin, dan kalium bromat (Menteri Kesehatan RI, 1999).

Dalam kaitannya dengan PERMENKES No.1168/MENKES/PER/X/1999, masyarakat dan industri seharusnya perlu memperhatikan penggunaan bahan tambahan makanan, serta bahaya yang ditimbulkannya, khususnya pada bahan tambahan kimia yang dilarang dan tidak disertai dengan batas maksimum penggunaan, karena secara umum bahan tambahan tersebut digolongkan ke dalam senyawa yang berbahaya bagi kesehatan tubuh (Cahyadi, W. 2006).

Pada tahun 2002, masyarakat dikejutkan oleh adanya penelitian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang menemukan adanya kandungan bahan tambahan berbahaya seperti boraks dalam bahan makanan seperti bakso, mie basah, empek-empek, lontong dan ikan asin yang beredar di pasar. Di Kota Palembang Sumatera Selatan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dari sejumlah sampel yang diteliti, persentase sampel yang mengandung boraks adalah mie basah sebanyak 72%, bakso sebanyak 70% dan empek-empek sebanyak 35%. Hal ini diperkuat dengan terjadinya kasus keracunan boraks yang terjadi di Kota Palembang yang berasal dari makanan. Dilaporkan 5 orang meninggal dunia dan 56 orang terpaksa dirawat di rumah sakit (Tumbel, 2010).

Berdasarkan survei di daerah Jabotabek terhadap industri mie basah pada tahun 2005, memperlihatkan seluruh industri tersebut menggunakan bahan tambahan ilegal (formalin atau boraks). Perinciannya adalah sebanyak 12 industri (70,59 %) menggunakan formalin sekaligus boraks, 4 industri (23,53 %) menggunakan boraks saja, dan hanya 1 industri (5,88 %) yang menggunakan formalin saja (Gracecia, 2005).


(21)

3

Mengingat banyaknya penyalahgunaan yang terjadi, maka diperlukan usaha-usaha untuk meneliti mie basah yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan uji identifikasi senyawa boraks pada mie basah, khususnya di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

1.2Rumusan Masalah

Apakah ada kandungan boraks pada mie basah matang yang beredar di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang?

1.3Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi ada atau tidaknya senyawa boraks pada mie basah matang yang beredar di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

1.4 Manfaat Penilitian a. Manfaat bagi penulis

- Membekali penulis dalam mempertajam berfikir secara kritis, logis, dan analitis.

- Melatih kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah secara komprehensif.

- Melatih kemandirian penulis dalam mengembangkan karya ilmiah. - Mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi, berkarya di masyarakat

atau dunia kerja. b. Manfaat bagi masyarakat

- Memberi informasi bahwa makanan yang memakai boraks berbahaya bila dikonsumsi.

- Memberi informasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.


(22)

4

Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Badan POM, Perusahaan Daerah Pasar mengenai pemakaian zat tambahan pada mie basah matang yang beredar di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.


(1)

xvii

DAFTAR PUSTAKA

Alexeyev, V. N. 1967. Qualitative Analysis. MIR PUBLISHERS. Moscow. P. 531.

Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu sebagai bahan pembuat Mie

Kering.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Chamdani 2005.Pemilihan bahan pengawet yang sesuai pada produk mie

basah.Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian, IPB, Bogor.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Bumi Aksara: Jakarta.

Cahyadi,W.2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan.Bumi Aksara: Jakarta.

Daniaty, L. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa tentang Makanan dan Minuman Jajanan yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan Tertentu. Medan.

Departemen Kesehatan RI. 1988. Peraturan Meteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen

Kesehatan RI, Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI-01 2987-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Goodman, LS, Gilman, A. The Pharmacologi Basis of Therapeutics 5th ed. Macmillan Publishing Co., Inc, NY. 1975; 994-995.

Gracecia, D. 2005. Profil Mie basah yang Diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.

Hoseney, R.C. 1998. Principles Cereal Science and Technology. Second Edition.

Amercan Association of Cereal Chemists, Inc. St. Paul. Minnesota. USA.

Horwitz, W. 2000. Official Methods of AOAC INTERNATIONAL, 17thedition, vol II. AOAC official method 970.33 Boric acid and borates in food qualitative test, first action 1970, Chapter 47, United Stated of America. P. 11.

Indrawan, I. 2005. Survai Manufaktur dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Mie


(2)

xviii

mie basah matang. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

Fakultas ilmu dan teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Roth, H. J. Dan Blaschke, G. 1985. Analisis Farmasi. Gadjah Mada Univercity

Press. Bulaksumur, Yogyakarta. Halaman 37.

Rowe, RC., Sheskey, P.J., Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical

Excipients 5th Edition. London: Pharmaceutical Press p. 669-670.

Saparinto, C. Dan Diana. H. 2009. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Stankovic, I. 2004. Curcumin. Chemical and Technical Assessment (CTA). FAO. 61st JECFA.

Svehla, G, diterjemahkan oleh Ir. L. Setiono. 1979. VOGEL, Buku Teks Analisis

Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Bagian II. Jakarta : PT.

Kalman Media Pustaka. 367.

Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete and Technical Assesment. FAO. Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah yang Beredar di

Kota Makasar. Dosen jurusan Kimia FMIPA, UNM. Makassar.

Widyaningsih, T. B. dan E. S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada

Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Winarno, F.G. dan Rahayu, T. S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan

Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Wisnu, C. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mie merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan praktis. Mie merupakan bahan makanan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Dewan Standarisasi Nasional, 1992).

Mie yang beredar di pasaran dikenal beberapa jenis, yaitu mie basah dan mie kering. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan, dimana kadar airnya tinggi dapat mencapai 52 %, sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Adanya air sebagai salah satu syarat media tumbuh mikroorganisme, menjadikan mie basah relatif lebih mudah rusak dibandingkan dengan mie kering, dimana pada suhu kamar mie basah hanya bertahan selama 24-26 jam (Widyaningsih & Murtini, 2006).

Pendeknya umur simpan pada mie basah menjadi masalah tersendiri bagi produsen, oleh karena itu tidak sedikit produsen yang menambahkan bahan pengawet sebagai bahan tambahan makanan. Dalam pemilihan bahan tambahan makanan, para produsen sering kali memilih bahan tambahan yang relatif lebih murah tanpa mempertimbangkan keamanan konsumen. Banyak produsen mie basah yang menambahkan boraks sebagai pengawet ke dalam produknya yang juga bertujuan untuk memperbaiki tekstur mie basah agar menjadi lebih kenyal (Widyaningsih & Murtini, 2006)

Seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak secara langsung dapat berakibat buruk, namun jika terus menerus dikonsumsi dapat menyebabkan muntah, diare, nyeri perut, eritema pada kulit dan membran mukosa, depresi susunan saraf pusat, kejang, dan kerusakan ginjal. Ekskresi yang lambat dari boraks dapat menyebabkan akumulasi toksisitas pada penggunaan berulang-ulang (Sweetman 2009). Jika tertelan boraks 20 g pada orang dewasa dan 5 g pada anak-anak dapat menyebabkan kematian (Rowe et al., 2006).


(4)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan, telah mengatur jenis bahan tambahan makanan yang diijinkan dan yang dilarang penggunaannya. Pada lampiran dua Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/MENKES/PER/X/1999 menyebutkan bahwa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah: asam borat, asam salisilat,

dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang

dibrominasi, nitrofurazon, formalin, dan kalium bromat (Menteri Kesehatan RI,

1999).

Dalam kaitannya dengan PERMENKES No.1168/MENKES/PER/X/1999, masyarakat dan industri seharusnya perlu memperhatikan penggunaan bahan tambahan makanan, serta bahaya yang ditimbulkannya, khususnya pada bahan tambahan kimia yang dilarang dan tidak disertai dengan batas maksimum penggunaan, karena secara umum bahan tambahan tersebut digolongkan ke dalam senyawa yang berbahaya bagi kesehatan tubuh (Cahyadi, W. 2006).

Pada tahun 2002, masyarakat dikejutkan oleh adanya penelitian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang menemukan adanya kandungan bahan tambahan berbahaya seperti boraks dalam bahan makanan seperti bakso, mie basah, empek-empek, lontong dan ikan asin yang beredar di pasar. Di Kota Palembang Sumatera Selatan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dari sejumlah sampel yang diteliti, persentase sampel yang mengandung boraks adalah mie basah sebanyak 72%, bakso sebanyak 70% dan empek-empek sebanyak 35%. Hal ini diperkuat dengan terjadinya kasus keracunan boraks yang terjadi di Kota Palembang yang berasal dari makanan. Dilaporkan 5 orang meninggal dunia dan 56 orang terpaksa dirawat di rumah sakit (Tumbel, 2010).

Berdasarkan survei di daerah Jabotabek terhadap industri mie basah pada tahun 2005, memperlihatkan seluruh industri tersebut menggunakan bahan tambahan ilegal (formalin atau boraks). Perinciannya adalah sebanyak 12 industri (70,59 %) menggunakan formalin sekaligus boraks, 4 industri (23,53 %) menggunakan boraks saja, dan hanya 1 industri (5,88 %) yang menggunakan formalin saja (Gracecia, 2005).


(5)

3

Mengingat banyaknya penyalahgunaan yang terjadi, maka diperlukan usaha-usaha untuk meneliti mie basah yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan uji identifikasi senyawa boraks pada mie basah, khususnya di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

1.2Rumusan Masalah

Apakah ada kandungan boraks pada mie basah matang yang beredar di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang?

1.3Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi ada atau tidaknya senyawa boraks pada mie basah matang yang beredar di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

1.4 Manfaat Penilitian a. Manfaat bagi penulis

- Membekali penulis dalam mempertajam berfikir secara kritis, logis, dan analitis.

- Melatih kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah secara komprehensif.

- Melatih kemandirian penulis dalam mengembangkan karya ilmiah. - Mempersiapkan diri untuk melanjutkan studi, berkarya di masyarakat

atau dunia kerja. b. Manfaat bagi masyarakat

- Memberi informasi bahwa makanan yang memakai boraks berbahaya bila dikonsumsi.

- Memberi informasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.


(6)

Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Badan POM, Perusahaan Daerah Pasar mengenai pemakaian zat tambahan pada mie basah matang yang beredar di Pasar Baru, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.