Hubungan Kadar Estradiol Serum Dengan Densitas Tulang Pada Wanita Menopause
HUBUNGAN KADAR ESTRADIOL SERUM DENGAN
DENSITAS TULANG PADA WANITA MENOPAUSE
T E S I S
O L E H : ERWIN EDI S. HRP
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA R.S.U.P.H. ADAM MALIK
MEDAN 2015
(2)
OLEH
Erwin Edi S. Hrp
PEMBIMBING
Dr.dr. M. Fidel Ganis Srg. M.Ked (OG). Sp.OG.K
dr. Aswar Aboet M.Ked (OG). Sp.OG.K
Penyanggah
dr. M. Rusda Hrp. M.Ked (OG). Sp.OG.K
dr. Riza Rivani Sp.OG.K
dr. Iman Helmi M.Ked (OG). Sp.OG.K
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA R.S.U.P.H. ADAM MALIK
MEDAN 2015
HUBUNGAN KADAR ESTRADIOL SERUM DENGAN
DENSITAS TULANG PADA WANITA MENOPAUSE
(3)
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING:
Dr. dr. M.Fidel Ganis S, M.Ked (OG) SpOG (K)
dr.Aswar Aboet, M.Ked (OG) SpOG (K)
PENYANGGAH :
dr.M.Rusda Hrp, M.Ked (OG), SpOG (K)
dr.Riza Rivani, SpOG (K)
dr.Iman Helmi Effendi, M.Ked (OG)SpOG (K)
Diajukan untuk melengkapi tugas dan
memenuhisalah satu syarat untuk mencapai
keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi
(4)
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian ini telah disetujui oleh TIM – 5 :
PEMBIMBING :
Dr. dr. M.Fidel Ganis Siregar, M.Ked (OG) SpOG (K)
Pembimbing I ...
Tgl : 2015
dr. Aswar Aboet, M.Ked (OG) SpOG (K)
Pembimbing II …... Tgl : 2015
PENGUJI
dr. M. Rusda Hrp, M.Ked (OG), SpOG (K)
...
Tgl : 2015
dr. Riza Rivani, SpOG (K)
...
Tgl : 2015
dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked (OG) SpOG (K)
………... Tgl : 2015
(5)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alaamiin Ya ALLAH, Berkat Rahmat dan Karunia-MU, Kemurahan, Kemudahan serta Nikmat yang diberikan, Penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul :
“HUBUNGAN KADAR ESTRADIOL SERUM DENGAN DENSITAS TULANG PADA WANITA MENOPAUSE”
Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
(6)
Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku ketua dan sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.
Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.
Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. Dr. dr. H. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K), Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K), Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG(K), Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG(K), Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), yang secara bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.
Kepada Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG(K) selaku orang tua angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing, membantu serta memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan, Terima Kasih banyak, maaf jika dalam masa pendidikan saya banyak
(7)
berbuat salah, Hanya ALLAH SWT yang bisa membalas Budi Baik Dokter.
Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K) dan dr. Aswar Aboet, M. Ked (OG), SpOG(K), selaku pembimbing tesis saya, serta dr. M. Rusda Hrp, M. Ked(OG), SpOG(K), dr. Riza Rivani, SpOG(K), dan dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku penyangga. Terima kasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala atas bantuan, bimbingan, juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih banyak kepada Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked (OG), Sp. OG.(K) yang telah bersedia memberikan sebahagian besar data penelitiannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan secepatnya.
Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MPH, dan dr. Surya Darma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
Kepada Divisi Ginekologi FK USU yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian ini.
(8)
Kepada dr. Makmur Sitepu, M.Ked (OG), SpOG(K) selaku
pembimbing Referat Fetomaternal saya yang berjudul : “Diagnosa
dan Penatalaksanaan Placenta inkreta”, kepada dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing Referat Fertilitas
Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul “Infertilitas Karena
Adenomyosis dan Endometriosis” , dan kepada dr. J. S. Khoman, SpOG(K) selaku pembimbing Referat Onkologi-Ginekologi saya yang
berjudul “Strategi Baru Penanganan Kanker Ovarium”.
Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H. Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, RS Tembakau Deli, RSU Sundari dan RS Tingkat II KESDAM I/BB Medan, yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal pendididkan hingga akhir pendidikan.
Direktur RSUP H. Adam Malik, Medan dan Ketua Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi tersebut.
(9)
Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, dr. H. Edwin Effendi, MSc dan Ketua SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan dr. Syamsul Arifin Nasution, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua Koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi dr. Sanusi Piliang, SpOG, Ketua Komite Penelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Fadjrir, SpOG beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi tersebut. Dan kepada dr. Rushakim Lubis, M.Ked(OG), SpOG terima kasih atas nasehat yang telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan.
Direktur RS Haji Mina Medan dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan dr. H. Muslich Perangin-angin, SpOG, Direktur RS Tembakau Deli dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan dr. H. Sofian AbduIlah, SpOG, Direktur RSU Sundari dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG, Kepala RUMKIT KesDam Tingkat II I/BB dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. M. Rizky Pratama Yudha Lubis, M. Ked(OG), SpOG, serta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi-instansi tersebut.
(10)
Ibu Herlina Hutagalung yang telah membantu serta Laboratorium Gatot Subroto, Gunawan Wibowo SE, Beterson Sitanggang, beserta staf yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih banyak kepada RS Setia Budi serta dr. Otman Siregar SpOT (K).Spine, serta seluruh staf atas kerjasamanya semoga Allah meridhoi dan memberikan serta memudahkan rezeki kita semua.
Kepada Senior-senior saya, teman seangkatan saya (G18) dan rekan-rekan PPDS saya berterima kasih atas segala bimbingan dan dukungan selama ini.
Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan semangat dan berkomitmen dengan penuh loyalitas dalam bertugas selama menempuh pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih.
Kepada seluruh staf pegawai negeri dan pegawai honorer dan seluruh petugas yang bekerja di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSHAM dan RSUPM, terima kasih atas bantuannya selama ini.
(11)
Seluruh pasien, rekan Dokter muda, staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis pada seluruh instansi ditempat saya pernah mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terima kasih banyak atas segala kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama masa pendidikan yang saya jalani.
Terima kasih dari lubuk hati sanubari yang terdalam saya haturkan kepada kedua orang tua yang saya hormati, cintai dan sayangi, ayahanda Alm. H. Pangadilan Hrp dan ibunda Hj. Basaria Simanjuntak. Tiada
kata yang dapat melukiskan ucapan terima kasih tersebut kepada kedua orang tua saya, melainkan rasa syukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT karena telah menitipkan saya kepada orang tua yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, mendidik, dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang, semenjak lahir hingga saat ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan yang telah mereka berikan selama ini, dan semoga saya dapat menjadi hiasan dunia maupun akhirat bagi mereka berdua. Sembah sujud, hormat saya dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua mertua saya,
(Purn) Letkol M. Idris Pane dan Hj. Supratima yang telah
mendoakan, membimbing, memberi pengertian, motivasi, dan semangat kepada saya dalam menjalankan pendidikan ini.
Kepada istriku tercinta dr. Hj. Ida Maya R. Pane, saya ucapkan
terima kasih tak terhingga, yang telah mendampingi saya, mendukung saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Kepada kedua buah
(12)
hati kami tersayang Najib Maulana Sahputra Hrp, Syifa Inayah Hrp,
yang memberi inspirasi serta penyemangat saya dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada adik-adikku tersayang : dr. Enny Novita Hrp, Donni M.
Hrp SE, Nova Haini Jarpida Hrp, SE, dan Rizki Gunawan Hrp terima
kasih atas dukungannya selama menjalani pendidikan.
Kepada seluruh pihak yang saya sebutkan maupun tidak tersebut sebelumnya, saya memohon maaf atas segala kekhilafan yang saya lakukan selama ini, baik yang disadari maupun tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang rendah hati, ikhlas, bersyukur, serta selalu dalam ampunan, kemudahan, dan kasih sayang dari Allah SWT.
Medan, Februari 2015
(13)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... i
DAFTAR GAMBAR... iv
DAFTAR SKEMA... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR SINGKATAN ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Hipotesa Penelitian ... 5
1.4. TujuanPenelitian ... 6
1.4.1. Tujuan umum ... ... 6
1.4.2. Tujuan khusus ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Menopause ... 8
2.1.1. Defenisi ... 8
2.1.2. Gejala Menopause... 9
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi menopause... 10
2.1.4. Penyebeb Menopause Alami ... 11
2.1.5. Tahap-tahap Menopause ... 12
2.1.6. Patofisiologi Menopause ... 14
2.1.7. Perubahan metabolisme hormonal menopause ... 15
2.2. Fisiologi Tulang Normal ... 21
2.2.1. Osteoporosis ... 23
2.2.2. Patogenesis Osteoporosis ... 25
2.2.2.a. Defesiensi Estrogen ... 25
2.2.2.b Faktor Sitokin ... 26
(14)
2.2.3. Faktor-faktor resiko Osteoporosis ... 28
2.2.3.a. Usia ... 29
2.2.3.b. Genetik ... 30
2.2.3.c. Vitamin D dan Kalisum ... 30
2.2.3.d. Penurunan Massa Otot dan Massa tubuh... 30
2.2.3.e. Aktivitas Fisik ... 32
2.2.3.f. Hipogonadisme ... 32
2.2.3.g. Merokok ... 33
2.2.3.h. Konsumsi Alkohol ... 33
2.2.4. Proses Remodeling Tulang... 33
2.3. Estradiol ... 37
2.3.1. Fungsi Estradiol ... 39
2.4. Pemeriksaan Densitas Tulang ... 42
2.4.1. Dual-Energy X-Ray Absorptiometry ... 42
2.5. Kerangka Teori... ... 44
2.6. Kerangka Konsep Penelitian... 45
BAB III. METODE PENELITIAN ... 46
3.1. Rancangan Penelitian ... 46
3.2.Waktu dan Tempat penelitian ... 46
3.3. Populasi dan Target penelitian ... 46
3.3.1. Populasi Target ... 46
3.3.2. Populasi Terjangkau ... 46
3.4. Kriteria penelitian ... 47
3.4.1. Kriteria inklusi ... 47
3.4.2. Kriteria ekslusi ... 47
3.5. Sampel dan Besar Sampel ... 48
3.6. Identifikasi Variabel ... 49
3.7. Defenisi operasional ... 49
3.8. Bahan dan Cara Penelitian... 50
3.9. Alur Penelitian ... 52
(15)
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 54
4.1 Hasil ... 54
4.2 Pembahasan... 60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 64
5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Saran... 64
(16)
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 Tahapan Menopause ... 12 GAMBAR 2 Perubahan Hormonal pada massa menopause .... 19 GAMBAR 3 Gambaran Tulang pada orang Normal dan
Menopause... 24 GAMBAR 4 Peranan Hormon Pada Pengaktifan Maturasi
Osteoklast... 36 GAMBAR 5 Struktur 17 Beta Estradiol ... 38 GAMBAR 6 Grafik ROC untuk Kadar Estradiol Terhadap Kejadian
(17)
DAFTAR SKEMA
SKEMA 1. Proses Sintesis Estradiol... 20 SKEMA 2. Patofisiologi Osteoporosis... 36
(18)
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1 Karakteristik subyek penelitian... 54
TABEL 4.2 Rerata skor bmd berdasarkan karakteristik faktor
resiko... 55 TABEL 4.3 Status densitas tulang berdasarkan faktor
resiko... 56 TABEL 4.4 Kadar estradiol serum berdasarkan karakteristik
faktor resiko... 57 TABEL 4.5 Hasil uji korelasi kadar estradiol serum dengan skor
(19)
DAFTAR SINGKATAN
AUC : Area Under Curve
BMD : Bone Mineral Density
BMI : Body Mass Index
CNTF : Ciliary Neurottropic Factor
CSF : Colony Stimulating Factor
DHEA : Dehydroepiandrosterone
DHEAS : Dehydroepiandrosterone Sulfate
DPA : Dual-Photon Absorptiometry
DNA : Deoksiribonukleat Acid
DXA : Dual-Energy X-ray Absorptiometry
E1 : Estron
E2 : Estradiol
E3 : Estriol
ECLIA : Electrochemiluminescence Immunoassay
FSH : Folicle Stimulating Hormone
GM-CSF : Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor
GnRH : Gonadotropin - Releasing Hormone
HDL : High Density Lipoprotein
IGF : Insulin like Growth Factor
(20)
LDL : Low Density Lipoprotein
LH : Luitenizing Hormone
LIF : Leukemia Inhibitory Factor
M-CSF : Makrofag Colony Stimulating Factor
OSM : Oncostatin M
PEROSI : Penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia
PTH : Paratiroid Hormone
RANKL : Receptor Activator of nuclear Faktor Kappa Ligand
RNA : Ribonuklease Acid
ROC : Receiver Operating Curve
SD : Standard Deviation
SPA : Single-Photon Absorptiometry
TGF-Beta : Transforming Growth Factor Beta
TNF- : Tumor Necroting Factor Alpha
(21)
HUBUNGAN KADAR ESTRADIOL SERUM DENGAN DENSITAS TULANG PADA WANITA MENOPAUSE
Erwin Edi, M. Fidel Ganis, Aswar Aboet, M. Rusda, Riza Rivany, Iman Helmi
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, Februari 2015 ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar estradiol serum dengan densitas tulang dan sebagai penanda terjadinya osteoporosis pada wanita menopause.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian uji diagnostik untuk menentukan korelasi kadar estradiol serum dengan densitas tulang. Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H.Adam Malik Medan, dimulai dari Oktober 2014 sampai jumlah
sampel terpenuhi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cross-sectional dengan data
tidak berpasangan. Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan komputerisasi.
Hasil: Penelitian yang dilakukan didapati karakteristik umur subjek yang paling banyak
untuk usia wanita menopause adalah kategori usia ≥ 50 tahun sebanyak 21 orang
(67.7%). Untuk kejadian osteopenia pada wanita menopause didapati sebanyak 24 orang (77.4%). Sedangkan untuk lamanya kejadian menopause yang terbanyak
dijumpai adalah sekitar 3 – 4 tahun sebanyak 21 orang (67.7%). Dari uji statistik dengan
Mann Whitney didapat nilai p<0,05 (p=0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kadar estradiol serum berdasarkan kelompok umur. Dari uji statistik dengan Kruskal Wallis didapat nilai p<0,05 (p=0,001) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar estradiol serum berdasarkan status densitas tulang. Dari uji statistik dengan Mann Whitney didapat nilai p<0,05 (0,025) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar estradiol serum berdasarkan lama menopause. Hasil uji korelasi kadar estradiol serum dengan skor BMD didapatkan nilai r = 0,639 dengan nilai p<0,05 (p=0,0001). Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang sedang dan bermakna yang menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang signifikan dengan kekuatan korelasi baik dan memberikan makna peningkatan kadar estradiol serum diikuti dengan meningkatnya kadar densitas tulang.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang signifikan dengan kekuatan korelasi baik dan memberikan makna peningkatan kadar serum estradiol diikuti dengan meningkatnya kadar densitas tulang.
.
(22)
RELATIONSHIP OF SERUM ESTRADIOL LEVELS AND BONE DENSITY IN MENOPAUSAL WOMEN
Erwin Edi, M. Fidel Ganis, Aswar Aboet, M. Rusda, Riza Rivany, Iman Helmi
Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia, February 2015 ABSTRACT
Objective: To determine the relationship of serum estradiol levels and bone density as a marker for osteoporosis in postmenopausal women.
Methods : This study was a diagnostic test study to determine the correlation of serum estradiol levels and bone density. This research was conducted in the Department of Obstetrics and Gynecology RSUP H Adam Malik Medan, starting from October 2014 until the number of samples were met. Sampling was done by cross-sectional with unpaired data. The data then were tabulated and analyzed by computerized.
Results: This study found that the age characteristics of the subject for the most
menopausal women was ≥ 50 years old of 21 women (67.7%). The incidence of
osteopenia in postmenopausal women was 24 people (77.4%). The most common menopause duration was approximately 3-4 years of 21 women (67.7%). From statistical test using Mann Whitney, we obtained the p value <0.05 (p = 0.05), which indicated that there was a significant difference between serum estradiol levels by age group. From Kruskal-Wallis test, we obtained p value <0.05 (p = 0.001), which showed that there were significant differences in serum estradiol levels based on the status of bone density. From Mann Whitney test, we obtained p value <0.05 (0.025), which indicated that there were significant differences in serum estradiol levels based on menopause duration. The results of correlation test between serum estradiol levels and BMD score showed r = 0.639 with p <0.05 (p = 0.0001). It was suggested that there was meaningful moderate positive correlation and indicated that there was a significant positive correlation with a good correlation strength and gave meaning that increased levels of serum estradiol will be followed by increased levels of bone density.
Conclusion: There was a significant positive correlation with a good correlation strength and gave meaning that increased serum levels of estradiol will be followed by increased levels of bone density.
.
(23)
HUBUNGAN KADAR ESTRADIOL SERUM DENGAN DENSITAS TULANG PADA WANITA MENOPAUSE
Erwin Edi, M. Fidel Ganis, Aswar Aboet, M. Rusda, Riza Rivany, Iman Helmi
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, Februari 2015 ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar estradiol serum dengan densitas tulang dan sebagai penanda terjadinya osteoporosis pada wanita menopause.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian uji diagnostik untuk menentukan korelasi kadar estradiol serum dengan densitas tulang. Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H.Adam Malik Medan, dimulai dari Oktober 2014 sampai jumlah
sampel terpenuhi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cross-sectional dengan data
tidak berpasangan. Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan komputerisasi.
Hasil: Penelitian yang dilakukan didapati karakteristik umur subjek yang paling banyak
untuk usia wanita menopause adalah kategori usia ≥ 50 tahun sebanyak 21 orang
(67.7%). Untuk kejadian osteopenia pada wanita menopause didapati sebanyak 24 orang (77.4%). Sedangkan untuk lamanya kejadian menopause yang terbanyak
dijumpai adalah sekitar 3 – 4 tahun sebanyak 21 orang (67.7%). Dari uji statistik dengan
Mann Whitney didapat nilai p<0,05 (p=0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kadar estradiol serum berdasarkan kelompok umur. Dari uji statistik dengan Kruskal Wallis didapat nilai p<0,05 (p=0,001) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar estradiol serum berdasarkan status densitas tulang. Dari uji statistik dengan Mann Whitney didapat nilai p<0,05 (0,025) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar estradiol serum berdasarkan lama menopause. Hasil uji korelasi kadar estradiol serum dengan skor BMD didapatkan nilai r = 0,639 dengan nilai p<0,05 (p=0,0001). Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang sedang dan bermakna yang menunjukkan bahwa adanya korelasi positif yang signifikan dengan kekuatan korelasi baik dan memberikan makna peningkatan kadar estradiol serum diikuti dengan meningkatnya kadar densitas tulang.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang signifikan dengan kekuatan korelasi baik dan memberikan makna peningkatan kadar serum estradiol diikuti dengan meningkatnya kadar densitas tulang.
.
(24)
RELATIONSHIP OF SERUM ESTRADIOL LEVELS AND BONE DENSITY IN MENOPAUSAL WOMEN
Erwin Edi, M. Fidel Ganis, Aswar Aboet, M. Rusda, Riza Rivany, Iman Helmi
Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia, February 2015 ABSTRACT
Objective: To determine the relationship of serum estradiol levels and bone density as a marker for osteoporosis in postmenopausal women.
Methods : This study was a diagnostic test study to determine the correlation of serum estradiol levels and bone density. This research was conducted in the Department of Obstetrics and Gynecology RSUP H Adam Malik Medan, starting from October 2014 until the number of samples were met. Sampling was done by cross-sectional with unpaired data. The data then were tabulated and analyzed by computerized.
Results: This study found that the age characteristics of the subject for the most
menopausal women was ≥ 50 years old of 21 women (67.7%). The incidence of
osteopenia in postmenopausal women was 24 people (77.4%). The most common menopause duration was approximately 3-4 years of 21 women (67.7%). From statistical test using Mann Whitney, we obtained the p value <0.05 (p = 0.05), which indicated that there was a significant difference between serum estradiol levels by age group. From Kruskal-Wallis test, we obtained p value <0.05 (p = 0.001), which showed that there were significant differences in serum estradiol levels based on the status of bone density. From Mann Whitney test, we obtained p value <0.05 (0.025), which indicated that there were significant differences in serum estradiol levels based on menopause duration. The results of correlation test between serum estradiol levels and BMD score showed r = 0.639 with p <0.05 (p = 0.0001). It was suggested that there was meaningful moderate positive correlation and indicated that there was a significant positive correlation with a good correlation strength and gave meaning that increased levels of serum estradiol will be followed by increased levels of bone density.
Conclusion: There was a significant positive correlation with a good correlation strength and gave meaning that increased serum levels of estradiol will be followed by increased levels of bone density.
.
(25)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat
menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 41% dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause pada tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Bertambahnya usia lanjut di Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan epidemik penyakit osteoporosis. Penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan sebanyak 38% pasien yang datang untuk memeriksakan densitas tulang mereka di Makmal terpadu FKUI Jakarta terdeteksi menderita osteoporosis sebanyak 14,7%, sedangkan di Surabaya sebanyak 26% pasien
dinyatakan positip osteoporosis.1
Data Puslitbang Gizi, Departemen Kesehatan RI tahun 2008 menunjukkan 2 dari 5 wanita Indonesia berpotensi osteoporosis. Resiko
ini dimulai saat puncak kepadatan tulang tercapai pada usia 25 – 35
tahun. Hasil analisa pada tahun 2005 dengan jumlah sampel 65.727 orang yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI pada 16 wilayah propinsi di Indonesia menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Pada usia kurang dari 55 tahun, prevalensi osteopenia dan osteoporosis
(26)
cenderung lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Sedangkan usia lebih dari 55 tahun, peningkatan osteopenia pada wanita 6 kali lebih besar dari pada pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih
besar dari pada pria.2
Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti. Ovarium tidak lagi memiliki folikel dan fungsi ovarium sebagai organ endokrin steroidogenik tidak berfungsi lagi, hal ini merupakan proses yang terjadi secara alamiah. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan hormonal tersebut. Walaupun tidak menyebabkan kematian, kondisi ini dapat menurunkan
kualitas hidup dan kadang-kadang menyebabkan penyakit.3.4
Pada wanita menopause, kadar estrogen mulai menurun sehingga terjadi gangguan keseimbangan antara kerja sel penghancur tulang (osteoklas) dan sel pembentuk tulang (osteoblas). Adanya reseptor estrogen di tulang telah dibuktikan dengan menilai adanya aktifitas terhadap estrogen pada kultur sel tulang dan kultur sel osteosarkoma. Hormon estrogen di tulang meningkatkan RNA untuk kolagen, transforming growth factor beta (TGF-Beta), peningkatan aktifitas alkali
fosfatase, peningkatan insulin like growth factor (IGF1 dan IGF 2 ) yang
semuanya berpengaruh pada proses kerja osteoblas. Estrogen juga menunjang sekresi kalsitonin yang juga sebagai inhibitor resorbsi tulang dan meningkatkan 1.25 (OH)2 vitamin D yang berfungsi menaikkan absorbsi kalium di usus, dan juga mempunyai efek anabolik terhadap
(27)
tulang. Body mass index /BMI yang rendah sebagai faktor resiko untuk terjadinya osteoporosis pada wanita. Kondisi ini disebabkan penurunan perubahan dari androgen adrenal menjadi estrone dalam sel adipose
wanita dengan berat badan yang rendah. 5
Osteoporosis yang termasuk silent desease merupakan penyakit
dengan etiologi multifaktorial. Perempuan berisiko lebih tinggi mengalami osteoporosis, terutama wanita yang kurus atau mempunyai postur kecil, juga yang berusia lanjut. Wanita kulit putih atau Asia, terutama yang mempunyai riwayat osteoporosis dalam keluarga, mempunyai risiko lebih tinggi dibanding wanita lain. Merokok, kelainan diet seperti anoreksia atau bulimia, diet rendah kalsium, peminum alkohol berat, gaya hidup tidak aktif, menggunakan obat tertentu dalam jangka panjang seperti
kortikosteroid, anti kejang juga berisiko terkena osteoporosis.6
Estradiol adalah bagian dari estrogen selain dari estron dan estriol yang merupakan jenis terpenting dimana mempunyai estrogen yang paling kuat dan merupakan bagian terbesar dari estrogen dengan potensi estradiol 12 kali potensi estron dan 8 kali estriol sehingga estradiol
dianggap sebagai estrogen yang utama.7
Pada wanita menopause ovarium sedikit sekali memproduksi estrogen. Sumber utama estrogen pada wanita menopause adalah
androgen andrenal, terutama androstenendion yang mengalami
aromatisasi oleh jaringan perifer menjadi estron yang kemudian dikonversi
(28)
Pada wanita menopause konsentrasi rata-rata estradiol serum mencapai 10-20 pg/ml. Dengan penurunan kadar estradiol ini dapat menimbulkan keluhan pada berbagai organ wanita serta menyebabkan pnurunan massa tulang dengan cepat sebagai penanda awal terjadinya
proses osteoporosis. 5.8
DXA (Dual-Energy X-ray Absorptiometry) tulang lumbal dan
panggul merupakan gold standard untuk pengukuran densitas massa
tulang dapat digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis, namun ketersediaannya di Rumah Sakit masih sangat jarang serta biaya pemeriksaan yang relatif mahal. Oleh karena itu, perlu cara lain untuk mendeteksi osteoporosis dengan biaya yang lebih murah dan memberikan kemamfaatan yang lebih banyak. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah dengan mengukur kadar serum estradiol pada wanita menopause.9
Berdasarkan kriteria WHO (World Health Organization), derajat
beratnya osteoporosis berkorelasi dengan pengurangan densitas tulang / bone mineral density (BMD). Kriteria dikelompokkan menjadi 1) Normal,
tidak ada pengurangan densitas tulang, BMD lebih dari -1 SD (Standard
Deviation) rata-rata massa tulang wanita sehat, 2) Osteopenia (pengurangan massa tulang), BMD antara -1 SD dan -2,5 SD rata-rata masa tulang wanita sehat, 3) Osteoporosis, BMD kurangdari -2,5 SD
rata-rata masa tulang wanita sehat.9
Defisiensi estrogen memberikan kontribusi penting pada terjadinya osteoporosis pada wanita pascamenopause. Defisiensi estrogen pada saat menopause menyebabkan penurunan masa tulang dengan cepat,
(29)
terutama pada 4- 7 tahun setelah menopause dan merupakan salah satu
dari sebab utama terjadinya osteoporosis pascamenopause. Penurunan
kadar estrogen yang terjadi pada wanita perimenopause dan pascamenopause menyebabkan wanita tersebut rentan terhadap
terjadinya osteoporosis.10
Pemeriksaan DXA yang mahal serta alat pemeriksaan yang sulit didapatkan, maka dibutuhkan pemeriksaan alternatif lain untuk mendiagnosa osteoporosis pada wanita menopause dengan biaya yang lebih murah dan memberikan manfaat yang lebih banyak. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan mengukur kadar estradiol darah.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Penurunan kadar estradiol serum yang terjadi pada wanita menopause menyebabkan wanita tersebut rentan terhadap osteoporosis. Pemeriksaan densitas tulang menggunakan DXA sebagai gold standard cukup mahal biayanya, sehingga perlu dicari alternatif pemeriksaan untuk memprediksi osteoporosis pada wanita menopause.
1.3. HIPOTESA PENELITIAN
Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar estradiol serum dengan densitas tulang pada wanita menopause.
(30)
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kadar estradiol serum dengan densitas tulang dan sebagai penanda terjadinya osteoporosis pada wanita menopause.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kadar estradiol serum pada wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik dan RS Jejaring FK USU.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kadar densitas tulang pada wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik dan RS Jejaring FK USU.
3. Untuk mengetahui korelasi kadar estradiol serum terhadap densitas tulang pada wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik dan RS Jejaring FK USU.
4. Untuk menentukan cut off point kadar estradiol serum sebagai
penanda terjadinya osteoporosis pada wanita menopause dengan Gold
Standard yaitu DXA (Dual-Energy X-ray Absorptiometry).
5. Mengetahui area under curve (AUC) dari kadar Estradiol Serum
(31)
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang korelasi kadar estradiol serum dengan Densitas massa tulang pada wanita menopause.
2. Sebagai bahan acuan untuk mendeteksi, mendiagnosa serta penatalaksanaan pasien-pasien menopause yang terdeteksi kearah osteoporosis.
(32)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MENOPAUSE
2.1.1 Definisi
Menopause menurut WHO didefinisikan berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktivitas folikel ovarium. Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya menstruasi selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara progresif telah gagal dalam memproduksi estrogen. Jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, hingga pada suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang
cukup.11 Kini wanita Indonesia rata-rata memasuki masa menopause pada
usia 50 tahun. Tetapi sebagian ada yang mengalami pada usia lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh
keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan.12
Sutanto (2005) mendefinisikan menopause proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi haid selama 1 tahun. Penyebab terhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen
dan progesteron, dan rata – rata terjadi menopause pada usia 50 tahun.13
Shimp & Smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir
periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak diperhitungkan postmenopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun mengalami
(33)
amenorrhea.menopause membuat berakhirnya fasa reproduksi pada
kehidupan wanita.14
2.1.2. Gejala Menopause
Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis. Gejala-gejala yang ada sangat bervariasi pada setiap wanita. Oleh karena itu diperlukan
pendekatan secara individual dalam penilaian dan pengobatan.12.13.15.16
A. Ketidakstabilan vasomotor. Hot flushes
Keringat malam Gangguan tidur
B. Gangguan psikologis/kognitif. Depresi
Irritabilitas
Perubahan mood
Kurang konsentrasi, pelupa. C. Gangguan seksual
Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan meningkat dengan bertambahnya umur.
Gejala-gejala berupa berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni, dan vaginismus.
D. Gejala-gejala somatik Sakit kepala
(34)
Palpitasi Pusing
E. Sindroma urogenital
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen serum mulai
berkurang. Gangguan–gangguan tersebut dapat berupa berkurangnya
aliran darah, turgor, dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi,dan infeksi.
F. Osteoporosis.
G. Kelainan kardiovaskular.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menopause.17,18,19
Saat masuknya seseorang dalam fase menopause sangat berbeda-beda. Wanita di Eropa tidak sama usia menopausenya dengan wanita di Asia. Faktor genetik kemungkinan berperan terhadap usia menopause. Baik usia pertama haid, melahirkan pada usia muda, maupun berat badan tidak terbukti mempercepat datangnya menopause. Wanita kembar dizigot atau wanita dengan siklus haid memendek memasuki menopause lebih awal jika dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus haid normal.
(35)
Memasuki usia menopause lebih awal dijumpai juga pada wanita nulipara, wanita dengan diabetes melitus (NIDDM), perokok berat, kurang gizi, wanita vegetarian, wanita dengan sosioekonomi rendah, dan pada wanita yang hidup pada ketinggian >4000 m. Wanita multipara dan wanita yang banyak mengkonsumsi daging, atau minum alkohol akan mengalami menopause lebih lambat.
2.1.4. Penyebab Menopause Alami19
Pada laki-laki, spermatogenesis terus berlanjut sampai usia tua, sedangkan pada wanita tidak demikian. Oogenesis akan berakhir pada usia fetus 20 minggu dan yang tinggal hanya 7 juta oosit. Mulai usia 20 minggu sampai dengan saat lahir terjadi pengurangan jumlah primordial folikel hingga tinggal 500.000 sampai 1.000.000 lagi, dan dalam perjalanan waktu akan terus berkurang jumlahnya. Jumlah folikel yang masih tersedia sangat berbeda pada setiap wanita. Sebagian wanita pada usia 35 tahun masih memiliki sebanyak 100.000 folikel, sedangkan wanita yang lain pada usia yang sama hanya memiliki 10.000 folikel. Penyebab berkurangnya jumlah folikel terletak pada folikel itu sendiri. Seperti sel-sel tubuh yang lain, oosit juga dipengaruhi oleh stres biologik seperti radikal bebas, kerusakan permanen dari DNA, dan bertumpuknya bahan kimia yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh. Karena oosit selalu mengalami kendali mutu yang ketat, oosit yang telah mengalami kelainan akan dikeluarkan melalui proses apoptosis (kematian sel yang terprogram).
(36)
Bila jumlah primordial folikel mencapai jumlah yang kritis, akan terjadi gangguan sistem pengaturan hormon, yang berakibat terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid anovulatorik, dan pada akhirnya terjadi oligomenorea. Bila sudah tidak tersedia lagi folikel, berarti wanita tersebut telah memasuki masa pascamenopause. Setiap wanita yang masih mengalami haid, meskipun sudah tidak teratur, ovariumnya masih
memiliki lebih kurang 1000 folikel dan kemungkinan hamil selalu ada.22
2.1.5. Tahap-tahap Dalam Menopause19,20,21
Menopause dibagi dalam beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
Gambar 1. Tahapan Menopause.5
A. Perimenopause ( Klimakterium )
Perimenopause merupakan masa perubahan antara
(37)
haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya >38 hari dan sisanya <18 hari. Sebanyak 40 % wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik. Pada sebagian wanita telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan sindrom prahaid. Kadar FSH, LH dan estrogen sangat bervariasi (normal, tinggi, atau rendah). Disini juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat terjadi tidak hanya pada kadar hormon yang rendah B. Menopause
Menopause adalah perubahan alami yang dialami seorang wanita saat siklus menstruasi terhenti. Keadaan ini sering disebut “change of life”. Selama menopause, biasa terjadi antara usia 45-55 tahun, tubuh wanita secara perlahan berkurang menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Dikatakan menopause, jika dalam 12 bulan terakhir tidak mengalami menstruasi dan tidak disebabkan oleh hal patologis. Kadar estradiol 10-20 pg/ml yang berasal dari konversi androstenedion.
C. Pascamenopause
Pascamenopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estradiol sangat rendah (30 pg/ml). Rendahnya kadar estradiol mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin lagi terjadi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol darah yang tinggi. Hampir semua wanita pascamenopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen.
(38)
D. Senium
Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pascamenopause lanjut sampai usia >65 tahun.
2.1.6. Patofisiologi Manopause. 22
Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormon-hormon hipofisis untuk menghasilkan hormon-hormon steroid. Pada saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya usia, jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 folikel, yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan hormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.
Perubahan-perubahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi ovarium. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium
(39)
menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid.
2.1.7. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause.5,22
Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalah estradiol yang berasal dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pula estron yang berasal dari konversi androstenedion di jaringan perifer. Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar estradiol berkisar antara 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar antara 60-100 pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pg/ml dan pada fase luteal berkisar antara 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkan kadar estron berkisar antara 40-400 pg/ml.
Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH. Terdapat peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat pada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah menopause. Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan adalah bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan ini mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogen oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Pada pascamenopause kadar LH dan FSH meningkat, FSH biasanya akan lebih
(40)
tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari steroid ovarium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml.
Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah dibandingkan dengan wanita usia reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Pada wanita pascsamenopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan jaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita kurus karena meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi setelah menopause adalah sekitar 10-20 pg / ml, yang sebagian besar berasal dari konversi perifer dari estrone, yang pada gilirannya terutama berasal dari konversi perifer dari androstenedione. Kadar estrone sirkulasi pada wanita menopause lebih tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg / ml. Rata-rata tingkat produksi estrogen pascamenopause adalah sekitar 45 μg/24 jam, hampir semua, namun tidak semua, karena estrogen berasal dari konversi perifer dari androgen. Rasio androgen / estrogen berubah drastis setelah menopause karena penurunan yang lebih tajam dalam estrogen, dan terjadinya hirsutisme ringan adalah kejadian umum, yang mencerminkan pergeseran yang bermakna dalam rasio hormon.
Ovarium mengeluarkan terutama androstenedion dan testosteron. Setelah menopause, kadar sirkulasi androstenedion adalah sekitar
(41)
satu-setengah dari yang terlihat sebelum menopause. Sebagian besar androstenedion menopause ini berasal dari kelenjar adrenal, dengan hanya sejumlah kecil yang dikeluarkan dari ovarium, meskipun androstenedion adalah steroid utama yang disekresi oleh ovarium
pascamenopause. Dehydroepiandrosterone ( DHEA ) dan sulfat-nya
(DHEAS), yang berasal dari kelenjar adrenal, menurun tajam dengan penuaan, dalam dekade setelah menopause kadar sirkulasi DHEA dimana kadarnya adalah menurun sampai 70 % dan kadar DHEAS menurun sampai 74 % dibandingkan kadar dalam kehidupan masa reproduksi.
Produksi testosteron menurun sekitar 25 % setelah menopause, tetapi ovarium pada masa pascamenopause mensekresikan lebih banyak testosterone dibandingkan dengan ovarium pada masa premenopause dimana hal ini setidaknya terjadi pada tahun-tahun pertama periode pascamenopause. Dengan hilangnya folikel dan estrogen, gonadotropin yang tinggi mendorong jaringan di ovarium yang tersisa ke tingkat
peningkatan sekresi testosteron. Supresi gonadotropin dengan
pengobatan agonis atau antagonis gonadotropin - releasing hormone
(GnRH) pada wanita pascamenopause menghasilkan penurunan yang signifikan dalam kadar testosteron yang bersirkulasi, yang menunjukkan ovarium menopause tergantung gonadotropin. Jumlah testosteron total yang dihasilkan setelah menopause, bagaimanapun, menurunnya karena jumlah sumber utama, konversi perifer dari androstenedion, berkurang. Kadar androstenedion sirkulasi pascamenopause awal menurun sekitar 62 % dari kehidupan dewasa. Penurunan kadar sirkulasi testosteron
(42)
menopause tidak besar, dari tidak ada perubahan pada banyak wanita hingga sebanyak 15 % pada wanita lainnya. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang sangat baik di Australia dari 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah menopause, kadar sirkulasi testosteron tidak berubah. Memang, karena penurunan hormon seks yang mengikat globulin, penelitian Australia menghitung suatu peningkatan dalam androgen bebas. Selanjutnya pada masa pascamenopause, kadar androgen yang beredar hampir semua, namun tidak semua, berasal dari kelenjar adrenal. Sebuah penelitian yang cermat bisa mendeteksi tidak adanya androgen sirkulasi pada wanita pascamenopause ( rata-rata 12 tahun setelah menopause ) dengan insufisiensi adrenal lengkap, dan tidak ada testosteron atau androstenedion intraovarium.
Dengan bertambahnya usia menopause, penurunan dapat diukur
dalam kadar dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) dan
dehydroepiandrosterone (DHEA) sirkulasi, sedangkan kadar androstenedion, testosteron, dan estrogen sirkulasi pascamenopause tetap relatif konstan.Singkatnya, gejala yang sering terlihat dan terkait dengan penurunan kompetensi folikel ovarium dan kemudian hilangnya estrogen dalam masa klimakterik yaitu :
Gangguan dalam pola menstruasi, termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas, penurunan aliran atau hipermenorrhea, frekuensi menstruasi tidak teratur, dan kemudian, akhirnya, amenore.
(43)
Kondisi atrofik: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkel uretra, dispareunia dan pruritus karena atrofi vulva, introitus, dan vagina, atrofi kulit umum, kesulitan berkemih seperti urgensi dan uretritis abakterial dan sistitis.
Masalah kesehatan akibat kekurangan estrogen jangka panjang: konsekuensi dari osteoporosis dan penyakit kardiovaskular.
(44)
(45)
2.2. Fisiologi Tulang Normal
Tulang terdiri dari matriks tulang yang mengandung 90% kolagen (Type-1 Collagen mengandung N-telopeptides, C-telopeptides dan
deoxypyridinolines), 10% protein (osteocalcin, osteonectin, osteopontin), mineral tulang (kalsium, fosfat) dan sel-sel tulang (osteoklas, osteoblas, lining sel).23,24,25,26
Osteoklas merupakan sel berinti banyak berasal dari monosit yang berperan untuk mendegradasi matriks tulang. Osteoblas berasal dari mesenkim yang berperan untuk produksi protein matriks tulang dan mineralisasi lapisan osteoid untuk menggantikan tulang setelah terjadi resorpsi osteoklasik. Oleh karena itu keseimbangan aktivitas kedua jenis sel ini berperan untuk mempertahankan kekonstanan massa tulang. Faktor yang dilepaskan oleh osteoklas pada fase resorpsi diduga mensinyalir perekrutan osteoblas. Selain itu, osteoblas menyediakan sinyal penting untuk diferensiasi osteoklas melalui sintesis dan sekresi
RANKL (Receptor Activator of nuclear faktor kappa ligand), CSF1 (dikenal
juga dengan M-CSF/Makrofag Colony Stimulating Factor) dan sinyal
stimulator lainnya. RANKL diketahui sebagai sitokin osteoklasogenik yang
mengatur turnover tulang pada kondisi fisiologis maupun patologis.
RANKL berikatan dengan reseptornya RANK pada prekursor osteoklas dan osteoklas untuk menginduksi diferensiasi dan aktivasi sel-sel tersebut menjadi osteoklas yang meresorpsi tulang matur. Osteoklas juga mensekresi osteoprotegerin yang berperan sebagai reseptor umpan larut air dengan cara memakan RANKL serta mencegah interaksi antara
(46)
RANKL dengan RANK. Oleh karena itu dalam lingkungan mikro tulang, pensinyalan berpasangan antara osteoklas dengan osteoblas menjadi
mekanisme penting yang mengatur turnover tulang. Selain itu hormon,
sitokin dan vitamin juga bekerja dalam lingkungan mikro ini pada osteoblas dan osteoklas untuk mengatur aspek-aspek pembentukan
tulang, mineralisasi dan resorpsi yang berbeda.23,27,28
Fisiologi tulang normal akan mengalami proses remodelling
terus-menerus. Siklus remodelling adalah proses aktivasi, resorpsi dan formasi
tulang. Terdapat dua jenis jaringan tulang pada orang dewasa yaitu tulang trabekula dan tulang kortikal. Tulang trabekula merupakan 25% dari total komponen massa tulang terkonsentrasi di tulang belakang dan ujung
tulang panjang. Proses remodelling tulang trabekula adalah 25%
sedangkan tulang kortikal adalah 2 sampai 3% setiap tahun sehingga tulang trabekula lebih rentan terhadap faktor yang mempengaruhi metabolisme tulang. Massa tulang ditentukan oleh puncak massa tulang yang tercapai pada usia 20 sampai 30 tahun dan penurunan massa tulang berlangsung secara bertahap sebesar 0,5 sampai 1% per tahun. Massa tulang laki-laki lebih besar daripada wanita selama masa dewasa. Dalam perjalanannya wanita akan kehilangan sekitar 50% tulang trabekula
sedangkan laki-laki akan kehilangan sekitar 30% tulang trabekula.29,30
Proses remodelling tulang ini berlangsung di permukaan tulang
dimana proses penghancuran tulang oleh osteoklas memerlukan waktu antara 7 sampai 10 hari dan proses pembentukan tulang oleh osteoblas
(47)
selalu diawali proses quiscent. Aktivasiosteoklas diawali oleh sitokin yang akan merangsang monosit yang merangsang aktivasi osteoklas sehingga
terjadi ikatan osteoklas dan matriks ekstraseluler tulang. 29,30
2.2.1. Osteoporosis
Definisi Osteoporosis menurut WHO adalah penyakit tulang sistemik dengan karakteristik berkurangnya massa tulang disertai gangguan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan
peningkatan fragilitas dan suseptibilitas tulang terhadap risiko
jatuh.23,24,29,30,31,32
Definisi osteoporosis berdasarkan kriteria WHO adalah penurunan densitas massa tulang (BMD) kurang dari 2,5 deviasi standar di bawah puncak normal massa tulang orang dewasa, skor T kurang dari atau sama
dengan -2,5 berdasarkan dual X-Ray absorbtiometry (DEXA). Osteopenia
merupakan derajat penurunan massa tulang yang lebih ringan didefinisikan sebagai skor T antara -1,0 sampai -2,5. Risiko fraktur
meningkat dramatis seiring dengan penurunan BMD.31,32,33
Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan
tulang ini berhubungan erat dengan proses remodelling tulang yaitu terjadi
abnormalitas bone turnover. Pada proses remodelling fisiologi normal
tulang secara kontinyu mengalami penyerapan dan pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak terbatas pada fase pertumbuhan saja akan tetapi pada kenyataannya berlangsung seumur hidup dimana
(48)
sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas
sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk penyerapan tulang.34,35
Proses pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan saat individu berusia 30 sampai 40 tahun. Keseimbangan proses pembentukan dan penyerapan ini mulai terganggu dan cenderung lebih banyak terjadi proses penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60 tahun. Proses ini disebut
osteoporosis, dimana pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone
turnover yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih
banyak daripada proses pembentukan tulang (bone formation).
Peningkatan proses penyerapan tulang dibandingkan pembentukan tulang pada wanita paska menopause disebabkan oleh defisiensi hormon estrogen yang kemudian akan merangsang keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas sel osteoklas. Jadi yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang yang dipengaruhi oleh mediator-mediator, dimana mediator-mediator ini sangat dipengaruhi oleh
kadar hormon estrogen.36
(49)
2.2.2. Patogenesis Osteoporosis.23,24,31,32,35
Patogenesis osteoporosis bersifat kompleks meliputi peranan sel-sel tulang, hormon, sitokin, faktor mineral dan biomekanik tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh jumlah dan aktivitas sel osteoklas lebih banyak daripada jumlah dan aktivitas sel osteoblas sehingga mengakibatkan penurunan massa tulang.
Beberapa teori yang menyebabkan peningkatan diferensiasi dan aktivitas sel osteoklas yaitu :
1. Defisiensi estrogen 2. Faktor sitokin 3. Pembebanan
2.2.2.a Defisiensi Estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas dan beraktivitas melalui reseptor di sitosol sel yang mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin I (IL-1),
Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necroting Factor Alpha (TNF- ) dimana
sitokin ini berfungsi untuk penyerapan tulang. Estrogen juga meningkatkan
sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b) yang merupakan
satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator
untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diresorpsi oleh osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin. Efek
(50)
estrogen pada osteoklas memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh estrogen secara langsung adalah mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa. Sedangkan pengaruh estrogen secara tidak langsung akan mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi maupun apoptosis dari osteoklas. Dalam diferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-Ln, M-CSF dari sel stroma osteoblas dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK dengan meproduksi reseptor OPG yang berkompetisi dengan RANK.
2.2.2.b. Faktor Sitokin
Stadium awal proses osteoklasogenesis akan melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator yaitu sitokin dan faktor koloni stimulator. Mediator sitokin yang menstimulasi osteoklasogenesis adalah IL-1, IL-3,
IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary
Neurottropic factor (CNTF), Tumor Necroting Factor (TNF), Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan Macrophage Colony Stimulating Factor (M-CSF) sedangkan mediator sitokin yang menghambat osteoklasogenesis adalah IL-4, IL-10, IL-18 dan interferon G. Interleukin 6 merupakan salah satu sitokin mempunyai peranan penting dimana adanya peningkatan IL-6 terbukti memegang peranan akan
terjadinya beberapa penyakit yang berpengaruh pada remodelling tulang
(51)
2.2.2.c. Pembebanan
Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan
melakukan remodelling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal.
Remodelling tulang terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodelling unit yang merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh
osteoblas. Remodelling ini dimulai dari perubahan permukaan tulang yang
pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang yang mengalami
resorpsi. Sel osteosit memegang peranan penting dalam menginisiasi remodelling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal kepada sel osteoblas maupun sel osteoklas di permukaan tulang melalui sistem kanalikuler.
Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) akan menimbulkan
stres mekanik dan strain atau resultant tissue deformation yang
menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu pembentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran, bentuk dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang akan membuat tulang baru dan merusak tulang.
(52)
2.2.3. Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis
Menurut Emma (2000) faktor penyebab osteoporosis adalah faktor endogenik. Faktor endogenik terkait dengan proses penuaan yaitu proses kerusakan sel yang berjalan seiring dengan perjalanan usia. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan struktural (massa tulang) dan
penurunan fungsional tubuh.37
Tabel 2.2.3.1 Faktor Risiko Osteoporosis38 Faktor Individu ( faktor host )
1. Ras
2. Keturunan (riwayat keluarga)
3. Jenis kelamin (terutama wanita post menopause)
4. Bentuk tubuh (orang kecil, kurus) Faktor Nutrisi
1. Defisiensi kalsium 2. Alkohol dan merokok
3. Asupan garam dan fosfor berlebih
4. Penurunan berat badan akibat pengendalian berat badan yang berlebih (diet yang tidak cukup)
5. Kurang terpapar sinar matahari, defisiensi vitamin D Faktor Fisik
1. Kurang olahraga (istirahat tempat tidur yang lama) 2. Paralisis otot (misalnya : stroke)
3. Penurunan kemampuan kerja 4. Gravitasi nol (astronot)
Faktor penyakit dan Obat-obatan
1. Ovarektomi pre-menopausal, atau hipogenitalis 2. Gastrektomi
3. Anoreksia
(53)
2.2.3.a. Usia38,39
Secara fisiologis tulang mempunyai tiga permukaaan yang disebut envelope. Setiap permukaan tulang ini memiliki bentuk anatomi yang berbeda. Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang
disebut endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal
envelope dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Tulang
baru terbentuk pada periosteal envelope ketika masa kanak-kanak.
Anak-anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada saat remaja pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi hormon seks. Mulai lahir sampai usia 30 tahun proses formasi tulang lebih banyak. Tetapi setelah usia 30 tahun proses formasi dan resorpsi tulang mulai berjalan tidak seimbang dimana proses resorpsi
melebihi proses formasi. Penelitian Buttros A et al. (2011) menunjukkan
bahwa usia saat menopause merupakan faktor risiko osteoporosis.
Populasi lansia diperkirakan meningkat tajam secara global di semua negara. Pada tahun 1995 didapatkan data 49% penduduk dunia berusia diatas 65 tahun dan diperkirakan meningkat menjadi 57% pada tahun 2025. Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Insiden osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55 sampai 65 tahun) daripada lanjut usia (65 sampai 85 tahun). Jadi terdapat korelasi antara osteoporosis dengan peningkatan usia.
(54)
2.2.3.b. Genetik.23,25,27,40
Faktor genetik juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian terhadap kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang pinggul dan punggung sangat bergantung pada genetik. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada anak sebayanya (kira-kira 3 sampai 7% lebih rendah). Riwayat osteoporosis dalam keluarga turut berkontribusi terhadap kejadian osteoporosis
2.2.3.c. Vitamin D dan Kalsium.41
Vitamin D yang disintesis dalam kulit atau diabsorpsi melalui usus dihidroksilasi di dalam hati oleh enzim 25-hidroksilase. Metabolisme lebih lanjut pada ginjal menyebabkan pembentukan metabolit aktif 1,25 (OH)2 vitamin D3 (kalsitriol). Molekul ini penting bagi kesehatan tulang dan mempengaruhi mineralisasi tulang serta absorpsi kalium di usus. Penurunan aktivitas 25 hidroksilase bertanggung jawab pada penurunan massa tulang
2.2.3.d. Penurunan Massa Otot dan Indeks Massa Tubuh
(IMT)23,25,28,29,42
Penurunan massa otot dan IMT yang rendah sering ditemukan pada menopause. IMT yang rendah berhubungan dengan BMD yang rendah pada populasi umum termasuk pada menopause. Penelitian menunjukkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang lebih besar
(55)
pada bagian tubuh yang menopang berat badan misalnya pada tulang femur atau tibia.
Penelitian dalam sepuluh tahun terakhir telah menunjukkan peranan adipokin leptin dalam kontrol massa tulang. Leptin dihasilkan oleh adiposit dan berperan untuk regulasi homeostasis energi melalui supresi nafsu makan dan dengan meningkatkan penggunaan energi. Leptin perifer bekerja di tulang untuk meningkatkan proliferasi osteoblas dan sintesis matriks tulang yang menghasilkan peningkatan masssa tulang. Leptin juga menekan produksi RANKL yang menyebabkan penurunan resorpsi tulang. Efek kedua aktivitas ini menghasilkan peningkatan massa tulang. Leptin juga memiliki efek imunomodulasi kompleks dan dapat bekerja sebagai sitokin proinflamasi yang mengaktivasi sel inflamasi dan mempromosikan sekresi sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNF dan IFN . Karena kadar leptin sangat berhubungan dengan IMT, dimana kadar leptin yang rendah mencerminkan penurunan status nutrisi.
Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium tetapi juga di kelenjar adrenal dan jaringan lemak. Jaringan lemak dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita maka semakin banyak hormon estrogen yang diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita dengan berat badan berlebih disertai kadar lemak tinggi akan lebih jarang.
(56)
2.2.3.e. Aktivitas Fisik23,25,27,42
Latihan beban akan memberikan penekanan pada tulang dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Menurunnya aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Aktivitas fisik yang berkecukupan akan menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Kejadian osteoporosis pada seseorang dengan aktivitas fisik cukup saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung lebih sedikit daripada aktivitas fisik minimal.
2.2.3.f. Hipogonadisme28,30
Hormon seks penting untuk mempertahankan massa tulang. Fungsi gonad akan terpengaruh pada menopause dan gambaran klinis hipogonadisme sering tampak jelas pada menopause. Salah satu fungsi
estrogen adalah untuk mempertahankan remodelling tulang yang normal.
Wanita yang mengalami menopause akan terjadi penurunan fungsi estrogen sehingga produksi estrogen dan progesteron juga menurun. Adanya penurunan estrogen yang bersikulasi merupakan akan
mempengaruhi siklus bone remodelling sehingga terjadi penurunan massa
dan densitas tulang pada wanita. Tingkat resorpsi tulang akan lebih tinggi daripada formasi tulang sehingga tulang trabekular menjadi tipis dan rentan patah tulang.
(57)
2.2.3.g. Merokok23,25,27,40
Tembakau dapat menganggu proses formasi tulang dan menurunkan kadar estrogen sehingga kadar estrogen pada kelompok merokok akan lebih rendah daripada yang tidak merokok. Pada wanita menopause yang merokok didapatkan indeks massa tubuh yang lebih rendah dan menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal) daripada kelompok yang tidak merokok. Risiko osteoporosis pada wanita perokok lebih tinggi daripada kelompok yang tidak merokok.
2.2.3.h. Konsumsi Alkohol23,25,26,44
Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Konsumsi alkohol lebih dari 750 ml setiap minggu dapat menurunkan massa tulang. Adanya defisiensi nutrisi dan defisiensi vitamin D juga merupakan akibat dari gangguan metabolisme di hati akibat konsumsi alkohol berlebihan.
2.2.4. Proses Remodelling Tulang pada Wanita Pasca
Menopause42,45,46
Penurunan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara proses formasi dan resorpsi tulang oleh sel osteoblas dan
osteoklas. Osteoporosis pada menopause secara biokimia disebabkan
oleh penurunan hormon estrogen yang menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas osteoklas berlebihan.
(58)
Osteoporosis merupakan suatu gangguan metabolisme tulang yang hampir sebagian besar dialami oleh wanita menopause karena menurunnya kadar estrogen. Wanita menopause akan mengalami peningkatan hormon FSH sebesar 10 sampai 20 kali lipat dan hormon LH sebesar 3 kali lipat karena perubahan sel stroma ovarium menjadi jaringan
mesenkim sehingga menurunkan kemampuan ovarium untuk
menghasilkan hormon steroid. Pada masa menopause ovarium akan
mensekresikan hormon androstenedion dan testosteron sehingga terjadi peningkatan kadar hormon ini. Produksi hormon androstenedion pada masa menopause sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal ginjal dan sebagian kecil oleh ovarium.
Pada fase menopause awal hormon testosteron dihasilkan oleh perubahan hormon androtenedion di perifer dan pada fase menopause lanjut dihasilkan oleh kelenjar suprarenal. Kadar estradiol pada darah wanita paska menopause diperkirakan sekitar 10 sampai 20 pg/ml dan sebagian besar hormon estrogen ini berasal dari perubahan androstenedion menjadi estrone dan kemudian berubah menjadi estradiol di jaringan perifer. Kecepatan rata-rata produksi hormon estrogen pada
wanita paska menopause adalah 45 µg/24 jam. Perubahan
androstenedion menjadi estrogen dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang mempengaruhi proses aromatisasi androgen. Saat aktivitas produksi hormon steroid dari ovarium berhenti maka terjadi peningkatan FSH dan LH sehingga aktivitas steroidogenesis di ovarium berhenti. Pada
(59)
wanita terjadi penurunan massa tulang pada tahun pertama paska menopause sekitar 2% per tahun.
Selama periode pertumbuhan tulang massa tulang puncak (peak
bone mass) tercapai pada usia antara 20 sampai 30 tahun dimana pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita. Massa tulang pada wanita menurun dengan cepat setelah mengalami menopause dibandingkan dengan laki-laki (Gambar 3). Pada wanita menopause
terjadi peningkatan remodelling tulang, yaitu peningkatan jumlah bone
multi-cellular unit (BMU). Perubahan tersebut meliputi peningkatan
frekuensi aktivasi BMU, perubahan fase pembentukan tulang (bone
formation) dan fase resorpsi tulang (bone resorption). Peningkatan frekuensi aktivasi BMU tersebut menyebabkan peningkatan jumlah osteoklas dan lakuna resorpsi pada tulang. Kemampuan osteoblas untuk
mengisi lakuna resorpsi juga mengalami penurunan sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan remodelling tulang dan menyebabkan
terjadinya kehilangan massa tulang.
Derajat remodelling tulang berkaitan dengan risiko patah tulang
akibat osteoporosis. Penelitian menunjukkan bahwa derajat remodelling
tulang yang diukur dengan kadar petanda resorpsi tulang, merupakan prediktor untuk patah tulang panggul yang independen dengan densitas massa tulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa resorpsi tulang yang meningkat menyebabkan peningkatan fragilitas tulang melalui penurunan massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur tulang.
(60)
Gambar 4. Peranan Hormon pada Pengaktifan dan Maturasi
Osteoklas46
Skema 2. Patofisiologi Osteoporosis46
Defisiensi estrogen Calcitonin
Reseptor vitamin D pada osteoblas
Respon paratiroid Vitamin D
Abnormalitas modulasi sitokin
Respon kalsium tulang Absorpsi kalsium Aktivitas osteoklas
(61)
2.3. ESTRADIOL47,48,49
Estradiol (E2 atau 17β-estradiol, juga estradiol) adalah hormon seks. Estradiol disingkat E2 karena memiliki dua gugus hidroksil dalam struktur molekul. Estron memiliki satu (E1) dan estriol memiliki tiga (E3). Estradiol sekitar 10 kali lebih kuat sebagai estrone dan sekitar 80 kali lebih kuat sebagai estriol dalam efek estrogenik nya. Kecuali selama fase folikuler awal dari siklus menstruasi, kadar serum yang agak lebih tinggi dari estrone selama tahun-tahun reproduksi wanita manusia. Jadi itu adalah estrogen dominan selama tahun-tahun reproduksi baik dari segi tingkat serum mutlak serta dalam hal aktivitas estrogenik. Selama menopause, estrone adalah sirkulasi estrogen dominan dan selama kehamilan estriol merupakan estrogen beredar dominan dalam hal tingkat serum. Estradiol juga hadir pada laki-laki, yang diproduksi sebagai produk metabolik aktif testosteron. Tingkat serum estradiol pada laki-laki (14-55 pg / mL) kira-kira sebanding dengan wanita postmenopause (<35 pg / mL). Estradiol in vivo adalah menukar dengan estrone; estradiol konversi estrone yang disukai. Estradiol memiliki dampak kritis pada fungsi reproduksi dan seksual. Hal ini juga mempengaruhi organ lain, termasuk tulang.
Estradiol (E2) disekresi ke pembuluh darah dimana 98% hormon ini bersirkulasi terikat dengan globulinhormon seksual dan beberapa bagian kecil berikatan dengan serum protein seperti albumin. Hanya beberapa bagian kecil yang bersirkulasi sebagai hormon yang bebas ataupun dalam bentuk terkonjugasi.Aktivitas estrogen ini berefek melalui kompleks
(62)
reseptor estradiol yang mengstimulasi tingkat nuklear pada sisi target. Sisi target ini meliputi folikel, uterus, payudara, vagina, uretra, hipotalamus, pituitari, dan sedikit ke hati dan kulit.
Gambar 5. Struktur 17 beta estradiol47
Keuntungan penting yang lain dari estrogen adalah merangsang pertumbuhan tulang dan membantu mempertahankan kesehatan tulang, juga melindungi jantung dan pembuluh darah dengan meningkatkan
kolesterol baik (HDL), sertamenurunkan kolesterol jahat (LDL).
Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak langsung meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi
absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25(OH)2D, ekskresi kalsium di ginjal
dan sekresi PTH.
2.3.1. Fungsi Estradiol
Fungsi secara umum estradiol (estrogen) adalah sebagai
perangsang sintesis DNA melalui RNA, pembentuk utusan RNA
(63)
Sedangkan fungsi khusus meliputi: 1. Endometrium
Estradiol memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi ototuterus.
2. Serviks
Sawar (barrier) yang terutama menghalangi masuknya
spermatozoa kedalam uterus adalah getah serviks yang kental. Produksi estradiol yang kian meningkat pada fase folikuler akan meninggikan sekresi getah serviks dan mengubah konsentrasi getah pada saat ovulasi menjadi encer dan bening, sehingga memudahkan penyesuaian, memperlancar perjalananspermatozoa dan meninggikan kelangsungan hidupnya. Dalam praktikklinis, hal ini dapat digunakan sebagai diagnostik untuk membuktikanadanya estrogen.
3. Vagina
Estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan produksigetah dan meningkatkan kadar glikogen, sehingga terjadi peningkatanproduksi asam laktat oleh bakteri Doderlein. Nilai pH menjadi rendah, danmemperkecil kemungkinan terjadinya infeksi.
4. Ovarium
Estradiol memicu sintesis reseptor FSH di dalam sel-sel granula,
(64)
reproduksi wanita dapat dengan mudah dilihat, tanpa memerlukanpemeriksaan hormon serum atau urin.
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai.
Estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis. Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh
dari trauma dan patah tulang.51
Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular
karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap
(65)
berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak
tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah.51
Reseptor estrogen ditemukan baik pada osteoblas normal maupun
pada populasi osteoblast-like osteosarcoma cell. Reseptor pada sel-sel
tersebut relatif dalam konsentrasi yang rendah bila dibandingkan dengan reseptor pada sel target estrogen yang lain. Pada penelitian in vitro, ternyata 17β-estradiol akan meningkatkan mRNA pada sel osteoblas yang bertanggung jawab pada sintesis rantai a1 prokolagen tipe I. Selain itu
17β-estradiol juga akan meningkatkan mRNA insulin-like growth factor-1
(IGF-1) dan PTH yang dirangsang oleh aktifitas adenilat siklase.49
IL-1 dan TNF merupakan sitokin yang akan meningkatkan stimulasi osteoblas untuk pertumbuhan dan pematangan osteoklas dari prekursornya di sumsum tulang. Selain itu, kedua sitokin tersebut juga akan meningkatkan pelepasan mediator-mediator lain yang juga berperan untuk pematangan osteoklas, seperti IL-6, M-CSF dan GM-CSF. Pada penelitian, dapat dibuktikan bahwa estradiol dapat menghambat pelepasan TNF oleh monosit dan wanita yang telah mengalami ooforektomi menunjukkan peningkatan konsentrasi IL-1 sampai IL-6. Selain itu estrogen juga akan menghambat produksi IL-6 baik oleh osteoklas maupun sumsum tulang. Pada penelitian biopsi tulang,
didapatkan bahwa kadar mRNA yang mengkoding IL-1α, IL-1β, TNF-α
dan IL-6 pada wanita yang menggunakan terapi sulih hormon ternyata lebih rendah dibandingkan pada spesimen tanpa terapi sulih hormon.
(66)
Penelitian lain menunjukkan bahwa konsentrasi estrogen yang normal
akan menekan pelepasan IL-1 oleh monosit darah perifer.49
2.4. PEMERIKSAAN DENSITAS TULANG
Ada beberapa cara pemeriksaan tulang seperti single-photon
absorptiometry (SPA), ultrasonometri dual-photon absorptiometry (DPA), computed tomography dan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA). Pengukuran densitas masa tulang secara dini untuk mengetahui penurunan densitas tulang misalnya
di tulang vertebra lumbal, proximal femur, lengan bawah distal.52
2.4.1. DUAL-ENERGY X-RAY ABSORPTIOMETRY (DEXA)9,52
DXA merupakan metode yang paling sering digunakan dalam diagnosis osteoporosiskarena mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Prinsip kerjanya sangat mirip dengan dengan DPA, tetapi sumber energinya berbeda yaitu sinar-X yang dihasilkan dari tabung sinar-X. Alat tersebut dapat menghasilkan 2 tingkat energinya antara 70 kVp dan 140 kVp dalam 2 sistem yaitu yang dapat berganti dengan cepat satu sama lain atau dengan menggunakan filter (K-edge filter) pada energi x ray yang konstan.
Hasil pengukuran dengan DXA
1. Densitas massa tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram
per CM3
(67)
3. Perbandingan hasil densitas massa tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase.
4. Perbandingan hasil densitas massa tulang dengan nilai normal rata-rata seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skore standar deviasi (Z-score atau T-score).
Katagori Diagnostik T- Score
Normal Osteopenia Osteoporosis
>-1 -1 s/d -2,5
<-2,5
Nilai koefisien akurasi DXA sebesar 4-10% dan koefisien presisi 1-3%. Nilai koefisien presisi untuk vertebra 0,26%-2,6% sedangkan untuk femur 0,7% -2,1%.
(1)
Correlations
ESTRADIOL2 Skor_BMD Spearman's rho ESTRADIOL2 Correlation Coefficient 1,000 ,639**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 31 31
Skor_BMD Correlation Coefficient ,639** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 31 31
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
ROC Curve
Case Processing Summary
DENSITAS Valid N (listwise)
D i
Positivea 6
Negative 25
Larger values of the test result variable(s) indicate stronger evidence for a positive actual state.
a. The positive actual state is Normal.
(2)
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):ESTRADIOL2
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
,960 ,033 ,001 ,000 1,000
a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5
(3)
Coordinates of the Curve
Test Result Variable(s):ESTRADIOL2 Positive if
Greater Than or
Equal Toa Sensitivity 1 – Specificity
8,0000 1,000 1,000
9,1500 1,000 ,680
9,6300 1,000 ,640
10,3300 1,000 ,600
10,7500 1,000 ,520
11,0500 1,000 ,480
11,4500 1,000 ,440
13,5000 1,000 ,400
15,8500 1,000 ,360
16,3500 1,000 ,280
16,6500 1,000 ,240
17,2000 1,000 ,200
17,8000 1,000 ,160
18,1500 1,000 ,120
18,5500 1,000 ,080
19,5500 ,833 ,080
20,2500 ,667 ,080
20,3500 ,667 ,040
20,7000 ,500 ,040
21,1000 ,333 ,040
21,2500 ,333 ,000
22,8500 ,167 ,000
25,4000 ,000 ,000
a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff values are the averages of two consecutive ordered observed test values.
(4)
Tabel master
No Nama Umur
Usia Menopause (THN) Kadar Estradiol (pg/ml) Norma l Osteopeni a Osteoporosi s T Scor e KDG add ureum (ng/dl) Kreatini n (ng/dl) 1 Herlina
Hutagalung 51 48 21,3 Y -1,5 110 14 0,9
2 Rusti Samosir 53 50 15,4 Y -1,5 100 12 0,6
3 Nur ngolu 54 51 16,3 Y -1,5 112 20 0,8
4 Rismali Siburian 52 50 11,3 Y -1,5 98 20 0,7
5 Nurbaiti 49 46 16,9 Y -1,5 115 30 0,6
6 Indrawati 50 47 20,3 Y 0 96 15 0,3
7
Sondang
Tambunan 51 49 9 Y -1,5 98 15 0,5
8 Samsidar 53 51 9,96 Y 0 118 25 0,9
9 Siti Setiawati 53 51 9 Y -1,5 113 34 0,6
10 Rosti Purba 55 51 9 Y -1,5 95 18 0,7
11 Lasma Sibarani 45 42 20,2 Y 0 110 27 0,7
12 Ester Purba 48 45 10.7 Y -1,5 100 29 0,8
13 Bansai 52 49 24,4 Y 0 115 28 1
(5)
22 Emmy 51 49 18,1 Y -1,5 95 21 0,5
23 Basaria 54 51 21 Y 0 112 30 0,9
24 Hamidah 50 49 9 Y -2 100 15 0,7
25 Martini 53 50 11,6 Y -1,5 118 28 0,7
26 Rawin Bangun 52 50 20,4 Y 0 100 25 0,5
27 Yusra 51 50 16,3 Y -1,5 97 24 0,6
28 Ramsi 52 50 10,7 Y -2 90 28 0,6
29 Nurijah 49 47 9 Y -1,5 98 22 0,8
30 Amirah Tohang 53 51 17,5 Y -1,5 110 19 0,9
(6)