Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS
DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh:
DESY FITRI MAULIDIA
1110104000030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M

PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Desy Fitri Maulidia
NIM: 1110104000030

Pembimbing I

Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp., MSN
NIP: 19790114 200501 2 007

Karyadi, PhD
NIP: 19710903 200501 1 007


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M

LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji
Desy Fitri Maulidia
NIM: 1110104000030

Pembimbing I

Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp., MSN

NIP: 19790114 200501 2 007

Karyadi, PhD
NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji I

Penguji II

Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB
NIP:19731106 200501 2 003

Karyadi, Ph.D
NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji III

Nia Damiati, S.Kp., MSN
NIP: 19790114 200501 2 007


LEMBAR PENGESAHAN
SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns. Waras Budi Utomo, SKp. MKM
NIP: 19790520 200901 1 012

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc) dr. M. Kamil Tajudin, Sp. And

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Juli 2014

materai

Desy Fitri Maulidia


RIWAYAT HIDUP

Nama

: Desy Fitri Maulidia

Tempat/Tanggal Lahir

: Pontianak, 21 Agustus 1993

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status


: Belum Menikah

Alamat

: Parit Bunga Baru Desa Madusari RT 002/RW 001
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

Telepon

: 085772475953

Email

: nenglidya@gmail.com
nenglidya@rocketmail.com

Riwayat Pendidikan
1.
2.
3.

4.

:

1998-2004 : MI Miftahul Huda
2004-2007 : MTs Miftahul Huda
2007-2010 : SMA Darul „Ulum 2 BPPT Jombang
2010-2014 : S-1 Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Halaman Persembahan
Bagai sebuah gelas kosong, aku datang ke dunia baru ini,
Bagai bayi yang baru lahir aku hadir ditengah-tengah orang hebat,
Kurang dari sedikit bekal aku bawa, sebagai bekal modal awal aku
meminta ilmu yang lebih pada guruku.
Kini aku tau apa yang tak aku tau
Aku mengerti apa yang tak ku mengerti
Dan aku memahami apa yang aku tidak pahami
Karena tanpamu apa jadinya aku
Satu keyakinanku, guruku takkan membiarkanku sama seperti aku

dulu.
Satu keyakinanku, ridho’ doa orang tuaku takkan putus kepadaku.

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING OF
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduated Thesis, July 2014
Desy Fitri Maulidia, NIM: 1110104000030
Relationship between Family Support and Medication Adherence in
Tuberculosis Sufferers in Ciputat Area Year 2014
xvii + 80 pages + 9 Tables + 4 Charts + 1 image + 6 Attachments

ABSTRACT
Introduction: High number of tuberculosis (TB) cases and low number of
medication achievement which one of cause is drop out makes the treatment
longer. Besides, the number of Multi Drug Resistance (MDR) and complication of
TB will high. Methods: This quantitative cross sectional study was taken from 69
respondent by total sampling at two health centers under the Department of Health
South Tangerang in June 2014. The data was collected through two
questionnaires, they are Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) and

family support questionnaire. Analyze: Analyze was used univariate and Chi
Square test for bivariate. Result: Persentage of respondents with good family
support are 60.9%, respondents with bad family support are 39.1%. Persentage of
respondents with good medication adherence are 73.9%, and bad medication
adherence are 26.1%. The data result obtained p value = 0.00 which is less than
0.05. Discussion: there is significant relationship between the variables of family
support to variable medication adherence. However, involving the family within
the treatment is best recommend on medication treatment.
Keyword: Family Support, Medication Adherence, Tuberculosis
Reference: 72 (year 2003-2013)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2014
Desy Fitri Maulidia, NIM: 1110104000030
Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014
xii + 80 halaman + 9 Tabel + 4 bagan + 1 gambar + 6 lampiran


ABSTRAK
Latar Belakang: Tingginya kasus tuberkulosis (TB) dan rendahnya angka
capaian pengobatan yang salah satunya diakibatkan putus obat menyebabkan
pengobatan memakan waktu yang lebih lama. Selain itu, dapat menyebabkan
tingginya kasus Multi Drug Resistance (MDR) dan komplikasi lebih lanjut.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif cross sectional pada 69
responden dengan teknik total sampling di dua Puskesmas dibawah Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan pada bulan Juni 2014. Pengumpulan data
menggunakan dua instrumen, yaitu kuesioner kepatuhan Morinsky Medication
Adherence Scale (MMAS) dan kuesioner dukungan keluarga. Analisis: Analisis
data menggunakan analisis univariat dan uji Chi Square pada analisis bivariat.
Hasil: Persentase responden yang memiliki dukungan baik sebesar 60,9%,
dukungan buruk sebesar 39,1%. Persentase responden yang patuh sebesar 73,9%,
dan tidak patuh sebesar 26,1%. Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p value =
0,00 yakni lebih kecil dari 0,05. Kesimpulan: hitungan statistik bermakna atau
ada hubungan antara variabel dukungan keluarga terhadap variabel kepatuhan
minum obat. Sehingga disarankan untuk melibatkan keluarga dalam pengobatan.
Kata kunci: Dukungan Keluarga, Kepatuhan Minum Obat, Tuberkulosis
Daftar Bacaan: 72 (tahun 2003-2013)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji syukur Kehadirat Allah Azza wa Jalla
atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014” ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami kesulitan namun berkat pertolongan dari Allah SWT serta bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat
diatasi. Untuk itu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. (hc) dr. M. Kamil Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nia Damiati, S.Kp., MSN selaku dosen pembimbing I dan Bapak Karyadi,
PhD selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia membimbing penulis
serta sabar, tekun, tulus, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberi arahan dari awal perkuliahan hingga saat ini.

5. Seluruh dosen dan

staff

akademik

yang

telah membantu

penulis

menyelesaikan skripsi ini.
6. Abah (H. Abd. Qodir Albas) dan Umi (Sya‟diah Saiman), Yu Lail, Yu Ubai,
Icha, dan Ari yang selalu memberi dukungan meski jarak memisahkan kami.
7. Masyayikh Pondok Pesantren Darul „Ulum yang mengajarkan penulis tentang
dunia dan setelahnya.
8. Kementrian Agama yang sudah memberi saya kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan di tingkat perguruan tinggi hingga akhir masa studi.
9. Teman CSS PTN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik pengurus maupun
anggota yang mendampingi penulis selama masa perkuliahan. Teman CSS
Nasional baik pengurus maupun anggota yang menjadi keluarga besar penulis
di CSS. Sahabat-sahabat PMII yang mengenalkan penulis tentang arti sebuah
perjuangan.
10. Unconditional friendship “My (Fidah, Fitri, Naila dan Nina) Rainbow” yang
selalu menyemangati serta menemani penulis dalam suka dan duka.
Neighbourhood kost Nok Adel dan Mamih Alif yang mendorong penulis
untuk selalu bangkit. Teman-teman PSIK angkatan 2010 yang selalu memberi
semangat dengan jargon “compaq”nya.
11. Seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga selesai.
Ciputat, Juli 2014
Penulis

DAFTAR ISI
COVER............................................................................................. .
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................
RIWAYAT HIDUP .........................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................
ABSTRACT ......................................................................................
ABSTRAK .........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................
DAFTAR BAGAN ........................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................
BAB I : PENDAHULUAN............................................................
A. Latar Belakang
.................................................
B. Rumusan Masalah ................................................
C. Tujuan Penelitian ................................................
1. Tujuan Umum
................................................
2. Tujuan Khusus ................................................
D. Manfaat Penelitian ................................................
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................
A. Tuberkulosis ............................................................
1. Pengertian Tuberkulosis ....................................
2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis ............
3. Patofisiologi Tuberkulosis....................................
4. Pengobatan Tuberkulosis ....................................
B. Keluarga ....................................................................
1. Pengertian Keluarga..............................................
2. Fungsi Keluarga ................................................
3. Dukungan Keluarga..............................................
C. Kepatuhan ............................................................
1. Pengertian Patuh ................................................
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan....
D. Kerangka Teori.........................................................
E. Penelitian Terkait .....................................................
BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL ............................................................
A. Kerangka Konsep ....................................................
B. Hipotesis ....................................................................
C. Definisi Operasional ................................................
BAB IV : METODE PENELITIAN ..............................................
A. Desain Penelitian ......................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xii
xiv
xv
xvi
xvii
1
1
8
10
10
10
10
12
13
13
15
17
20
27
27
30
31
34
34
36
41
43
45
45
45
46
49
49

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................
C. Populasi dan Sampel ................................................
1. Populasi ................................................................
2. Sampel ..................................................................
D. Pengumpulan Data ................................................
E. Alat Pengumpulan Data ..........................................
F. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Penelitian ..................................................................
G. Pengolahan Data ......................................................
H. Analisis Data Statistik .............................................
I. Etika Penelitian ........................................................
BAB V : HASIL PENELITIAN ..................................................
A. Gambaran Umum Populasi ...................................
B. Analisis Univariat ...................................................
1. Data Demografi ..................................................
2. Tabulasi Silang Variabel Demografi dengan
Kepatuhan ...........................................................
3. Variabel Dependen dan Independen ...................
C. Analisis Bivariat ......................................................
1. Tabulasi Silang Variabel Dukungan Keluarga
terhadap Kepatuhan ............................................
BAB VI : PEMBAHASAN .............................................................
A. Analisis Data Demografi ........................................
1. Gambaran Jenis Kelamin terhadap
Kepatuhan .........................................................
2. Gambaran Usia terhadap Kepatuhan ..................
3. Gambaran Pekerjaan terhadap Kepatuhan .........
4. Gambaran Pendidikan Terakhir terhadap
Kepatuhan ...........................................................
B. Analisis Variabel Dependen dan Independen ......
1. Gambaran Dukungan Keluarga Penderita
Tuberkulosis .......................................................
2. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Penderita
Tuberkulosis .......................................................
C. Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Minum Obat ..........................
D. Keterbatasan Penelitian .........................................
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN .....................................
A. Kesimpulan ..............................................................
B. Saran ........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
LAMPIRAN

49
49
49
50
51
51
52
54
55
56
58
58
59
59
61
62
63
63
65
65
65
66
67
68
68
68
70
71
72
73
73
74
75

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 3.1
Tabel 5.1

Sistem Klasifikasi TB ........................................................
Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB ....
Panduan 2 OAT Kategori 1 ...............................................
Panduan 2 OAT Kategori 1 ...............................................
Definisi Operasional ..........................................................
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Data Demografi
di Wilayah Ciputat Juni 2014 ............................................
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Demografi
dengan Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat
Juni 2014 ...........................................................................
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Dukungan dan
Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni
2014 ...................................................................................
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan
Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat di Wilayah
Ciputat Juni 2014 ...............................................................

14
22
23
23
47
59

61

63

64

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Patoflow patofisiologi Tuberkulosis ..................................
Bagan 2.2 5 dimensi interaksi ketidakpatuahan .................................
Bagan 2.3 Kerangka Teori .............................................................
Bagan 3.1 Kerangka konsep .............................................................

20
38
42
45

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Paket OAT KDT/FDC ...................................................

24

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat izin penelitian
Lampiran 2: Informed Consent
Lampiran 3: Kuesioner Dukungan Keluarga
Lampiran 4: Kuesioner Kepatuhan
Lampiran 5: Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 6: Hasil analisis penelitian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB juga terbagi atas dua macam yakni TB paru
dan TB ekstra paru (Ormerod dalam Gough, 2011). Peningkatan insiden TB
diketahui sebanyak 2 milyar orang (1/3 populasi di dunia) dan kejadian kasus
baru TB didunia sebanyak 8,6 juta (Lewis dkk, 2007). Pada tahun 1999, World
Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000
kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Di Amerika, ras
Asia memiliki angka TB paling tinggi dibanding ras lainnya yakni 29,3%
(Centers for Disease Control in US dalam Lewis dkk, 2007). Selain itu,
penyakit TB juga menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif,
kelompok ekonomi lemah, dan berpendidikan rendah. Semenjak tahun 2000,
TB dinyatakan oleh WHO sebagai reemergencing disease, karena angka
kejadian TB yang telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an kembali
meningkat.
Sebagaimana telah dilaporkan dalam laporan Penanggulangan TBC Global
yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, bahwa angka insidensi TB
pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan
46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Sedangkan angka
capaian kasus yang ditetapkan dalam Millenium Development Goal‟s
(MDG‟s) ialah sebesar 222 kasus /100.000 penduduk. Demikian pula dengan
dengan Indonesia, dimana angka insiden TB pada tahun 2011 masih mencapai

1

2

angka dibawah standar MDG‟s yakni sebesar 289 kasus /100.000 penduduk,
sebagaimana dalam laporan internasional menyatakan pula bahwa Indonesia
merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan India
(Muttaqin, 2007). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992,
penyakit TB paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua
terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB paru berasal
dari kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah
(Muttaqin, 2007). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995
menunjukkan bahwa penyakit TB adalah penyebab kematian nomor satu dari
golongan penyakit infeksi pada semua kelompok usia. Prevalensi penduduk
Indonesia yang didiagnosis TB paru menurut Riskesdas (2013) oleh tenaga
kesehatan adalah 0,4%, tidak berbeda dengan 2007 Lima provinsi dengan TB
paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%),
Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%). Meskipun begitu
harapan untuk hidup bisa diperkirakan sebanyak 22 juta sejak tahun 1995
hingga 2012 (WHO, 2013). Ini terjadi dikarenakan manajemen pengobatan
yang baik.
Penanggulangan di Indonesia dalam memecahkan masalah ini, yakni
dengan melakukan pembagian obat anti tuberkulosis (OAT) secara cumacuma hanya saja terdapat beberapa masalah yang dijumpai seperti kesulitan
penemuan penderita TB paru BTA (+), drop out pengobatan dan
ketidakteraturan berobat. Apabila masalah-masalah ini tidak teratasi, maka
penderita tersebut akan terus menjadi sumber penularan (Perkumpulan
Pemberantasan

Tuberkulosis

Indonesia,

2012).

Sedangkan

panduan

3

pengobatan TB dari WHO menyatakan bahwa untuk pengobatan efektif dan
terapuetik dibutuhkan waktu selama 6 bulan (dengan syarat tertentu) dimana
tidak diperbolehkan ada kelalaian saat menjalani pengobatan tersebut (WHO,
2013).
Berdasarkan data dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
Indonesia (BIMKMI) tahun 2009, angka capaian Indonesia dalam pemberian
obat ialah sebesar 91%, namun angka temuan kasus baru sekitar 71%, maka
pada tahun 2012 angka capaian pengobatan menurun menjadi 87% dengan
temuan kasus baru 40,47% (Departemen Kesehatan, 2013). Ini menandakan
bahwa Indonesia bisa melakukan pengobatan namun masih kurang terhadap
controlling. Salah satu tantangan dalam pengobatan ini ialah kurang patuhnya
penderita dalam minum obat itu sendiri akibatnya angka Multi Drug
Resistance akan semakin tinggi (BIMKMI, 2012).
Angka capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di Indonesia masih
rendah yaitu sebesar 6,6%, sedangkan di Banten yang merupakan provinsi
yang membawahi cakupan populasi peneliti sebesar 6,1% (Kemenkes RI,
2012). Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari
responden patuh (37,3%) menjalani pengobatan TB baik fase intensif maupun
fase lanjutan, sedangkan sebagian besar responden (62,7%) tidak patuh
menjalani pengobatan TB (Nursiswati, 2013). Sejalan dengan Drug resistant
survey (DRS) TB yang dilakukan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2006
menunjukkan bahwa estimasi TB Multi Drug Resistance (MDR) diantara
kasus TB Baru sebesar 1,8% dan pada kasus pengobatan ulang sebesar 17,1%.

4

Hasil sementara DRS yang sedang berjalan di Provinsi Jawa Timur juga
menunjukkan hasil yang mendekati.
Pengobatan yang tidak teratur atau kelalaian dalam mengkonsumsi obat,
pemakaian OAT yang tidak atau kurang tepat, maupun pengobatan yang
terputus dapat mengakibatkan resistensi bakteri terhadap obat. Pengobatan
yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu pun,
juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti
tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR). Hal ini yang harus
dicegah dan ditanggulangi di Indonesia.
Besarnya masalah resistensi terhadap obat TB dan permasalahan
multidrug-resistant tuberculosis tuberculosis (MDR-TB) hingga saat ini masih
tercatat pada level tertinggi. Fakta tersebut mengacu pada laporan terbaru dari
World Health Organization (WHO) yang menampilkan temuan tersebut
berdasarkan survey mengenai resistensi terhadap obat TB. Demikian seperti
dikuti dari situs resmi badan kesehatan dunia tersebut.
Laporan Anti-Tuberculosis Drug Resistance in the World, didasarkan pada
informasi yang dikumpulkan antara tahun 2002-2006 pada 90.000 penderita
TB di 81 negara. Laporan tersebut juga menemukan bahwa extensively drugresistant tuberculosis (XDR-TB), salah satu yang hampir tidak dapat diobati
dari penyakit saluran pernapasan, telah tercatat di 45 negara.
TB MDR adalah kasus TB yang sudah resisten terhadap 2 komponen obat
utama TB lini pertama yaitu Rifampicin dan Isoniazid, sedangkan TB XDR
adalah kasus TB yang sudah resisten MDR ditambah resisten terhadap 1 atau
lebih obat TB lini kedua. Pengobatan TB MDR menggunakan obat TB lini

5

kedua yang penggunaannya diawasi oleh WHO dengan ketat selama 18-24
bulan. Estimasi jumlah penderita TB MDR kasus baru dan pengobatan ulang
adalah 6100 (WHO, 2013). Indonesia menempati urutan ke 16 diantara 22
negara yang mempunyai beban tinggi untuk MDR TB, sedikitnya sudah ada
ditemukan 8 kasus TB XDR di Indonesia (WHO, 2013).
Komplikasi tuberkulosis yang serius dan meluas saat ini adalah
berkembanganya basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi
obat yang dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru
seperti efusi pleura, TB perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB
spodilitis, TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013). Sehingga
siapapun yang terpajan dengan galur basil ini, juga dapat menderita TB
resisten multi-obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan
morbiditas bahkan kematian. Jika sudah demikian, akan memerlukan terapi
yang lebih banyak dan mahal dengan kecenderungan mengalami kegagalan
(Corwin, 2008).
Resistensi terhadap obat dikarenakan perilaku penderita yang tidak patuh
saat pengobatan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut ialah adanya
dukungan dari lingkungan termasuk sosial dan tenaga kesehatan sebagai
penyampai informasi kepada penderita (WHO, 2003). Perawat sebagai tenaga
kesehatan amat berperan saat menjelaskan pada klien tentang pentingnya
berobat secara teratur sesuai dengan jadwal sampai sembuh. Selain usaha
pencegahan dan menemukan penderita secara aktif-pun seharusnya juga perlu
lebih ditingkatkan dalam rangka memutuskan rantai penularan (Muttaqin,
2007).

6

Penelitian oleh Ahsan dkk., tahun 2012 menyatakan bahwa salah satu
faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita dengan
penyakit kronik ialah adanya dukungan keluarga yang baik. Dukungan
keluarga sangat diperlukan terutama pada penderita TB yang juga merupakan
penyakit kronik dan mengharuskan ia mengkonsumsi obat dengan jangka
waktu yang lama, karena keluarga merupakan lini pertama bagi penderita
apabila mendapatkan masalah kesehatan atau meningkat kesehatan itu sendiri.
Merupakan salah satu fungsi keluarga untuk mendukung anggota keluarga
yang sakit dengan berbagai cara, seperti memberi dukungan dalam
mengkonsumsi obat (Plos Medicine, 2007).
Begitu pula penelitian oleh Warsito (2009) yang mengatakan bahwa
dukungan keluarga berpengaruh pada kepatuhan minum obat pada pasien TB
dalam fase intensif. Berbeda dengan penelitian kali ini dimana kedua fase,
baik intensif maupun lanjutan akan dilihat bagaimana tingkat kepatuhannya.
Kecenderungan penderita untuk bosan dan putus obat saat pengobatan karena
sudah memakan waktu lama merupakan salah satu faktor ketidakpatuhan itu
sendiri.
Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial. Individu yang
termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri),
orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.
Beberapa pendapat mengatakan kedekatan dalam hubungan merupakan
sumber dukungan sosial yang paling penting (Rodin dan Salovey dalam Smet
dalam Nursalam, 2007).

7

Secara fungsional dukungan sosial mencakup dukungan emosional dengan
mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, dan
pemberi bantuan material (Ritter dalam Smet dalam Nursalam, 2007).
Dukungan sosial juga terdiri atas pemberian informasi baik dengan memberi
nasihat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan
oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dalam
Smet dalam Nursalam, 2007)
Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan
pengambilan data primer dengan cara deep interview di Puskesmas Ciputat
Timur didapatkan bahwa dari 4 orang yang sedang menjalani pengobatan
kategori 1, 1 diantaranya sadar akan pentingnya patuh, dan 3 lainnya
cenderung untuk tidak patuh. Kemudian 2 dari 3 yang memiliki kecendrungan
tidak patuh, memiliki dukungan keluarga yang kurang baik, 1 lainnya
memiliki dukungan keluiarga yang baik. Salah satu alasan penderita untuk
tidak patuh ialah bahwa penderita yang meski tinggal dengan suami sebagai
keluarga terdekatnya, kurang memberikan dukungan dalam hal pengobatan
sehingga kekonsistenan penderita dalam mengkonsumsi obat dalam sehari
tidak terkontrol. Ini menandakan bahwa masih banyak penderita yang tidak
patuh terhadap pengobatan TB, meskipun sudah dicanangkan secara nasional
dan cuma-cuma.
Pada penelitian Glick et. al (2011), dari 10 penderita yang tidak memiliki
keluarga tidak ada yang berhasil dalam pengobatannya dibandingkan dengan
penderita yang memiliki keluarga, artinya secara tidak langsung keberadaan

8

keluarga menjadi sangat diperlukan bagi penderita yang dengan pengobatan
jangka lama. Namun yang menjadi konsen peneliti ialah apakah keluarga
benar-benar mendukung proses pengobatan penderita baik yang sedang dalam
fase intensif maupun fase lanjutan, kategori 1 maupun kategori 2 sehingga
tidak hanya keberadaan keluarga yang dilihat, namun dukungan serta
kepedulian keluarga akan menjadi salah satu pertimbangan saat penderita akan
memulai rencana pengobatan.
Beradasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin meneliti
pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita
TB dengan judul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan
Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah
Angka insiden TB pada tahun 2011 sebesar 289 kasus /100.000 penduduk,
angka ini masih mencapai angka dibawah standar MDG‟s yakni 222 kasus
/100.000, sebagaimana dalam laporan internasional menyatakan pula bahwa
Indonesia merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan
India (Muttaqin, 2007). Hasil Riskesdas (2013) menyatakan prevalensi
penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru adalah 0.4%, begitupula hasil
Riskesdas tahun 2007 bahwa Banten memilik prevalensi penduduk dengan TB
sebesar 0.4%. Sedangkan capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di
Indonesia masih rendah yaitu sebesar 6,6%, wilayah Banten yang merupakan
provinsi yang membawahi cakupan populasi peneliti hanya sebesar 6,1%
(Kemenkes RI, 2012).

9

Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap
dimasa lalu pun, juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).
Hal ini yang harus dicegah dan ditanggulangi di Indonesia. Dengan terjadinya
MDR, basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat yang
dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru seperti efusi
pleura, tuberkulsis perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB spodilitis,
TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013).
Hasil dari studi pendahuluan menyimpulkan bahwa dari 3 penderita
dengan kecendrungan tidak patuh, 1 memiliki dukungan keluarga yang baik
dan 2 lainnya memiliki dukungan yang kurang baik. Hal ini mencerminkan
bahwa dukungan dapat mempengaruhi kepatuhan penderita dalam menjalani
pengobatan jangka panjang.
Dari paparan tersebut didapatkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana gambaran demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan
pendidikan terakhir penderita TB di wilayah Ciputat?
2. Berapa perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh dalam
menjalani pengobatan?
3. Bagaimana gambaran dukungan keluarga terhadap penderita TB di
wilayah Ciputat?
4. Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat
kepatuhan pengobatan penderita TB?

10

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga terhadap
tingkat kepatuhan minum obat anti TB pada penderita TB.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan
pendidikan terakhir penderita TB di wilayah Ciputat.
b. Mengidentifikasi perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh
dalam menjalani program pengobatan.
c. Mengidentifikasi gambaran dukungan keluarga terhadap penderita TB
di wilayah Ciputat.
d. Mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat
kepatuhan pengobatan penderita TB

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perawat
Memberikan informasi pentingnya dukungan keluarga terhadap kepatuhan
pengobatan. Meningkatkan peran perawat khususnya dalam meningkatkan
kepatuhan penderita yang dapat digunakan untuk panduan dalam upaya
pencegahan penderita kambuh dengan memberikan konseling kepada
keluarga sehingga mengetahui cara merawat keluarga mereka yang
mengalami Tuberkulosis.

11

2. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan dalam penyusunan program khususnya penderita
kambuh terkait dengan pengoptimalan peran keluarga dalam merawat
keluarga yang sakit dalam upaya penanggulangan TB.
3. Bagi Penderita dan Keluarga
Sebagai saran dan gambaran kepada penderita tentang pentingnya
kepatuhan

dalam

memberitahukan

program
keluarga,

pengobatan
bahwa

jangka

dukungan

yang

panjang.

Serta

positif

dapat

meningkatkan kepatuhan penderita sehingga tujuan pengobatan dapat
tercapai.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peniliti lain untuk kepentingan
pengembangan ilmu berkaitan dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
agen infektif spesifik (organisme dan mikro-organisme) serta manifestasi
kliniknya merupakan karakteristik penyakit tertentu. Penyakit ini dapat menular
baik langsung maupun tidak langsung dari satu orang ke orang lain atau dari
hewan ke orang (Van Den Berg dan M. J. Viljoen, 2007). Selain merupakan
penyakit menular, TB juga digolongkan sebagai penyakit kronik karena jangka
waktu yang diperlukan untuk sembuh dengan pengobatan secara farmako
membutuhkan waktu minimal 6 bulan (WHO, 2013).
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan penyakit kronik memberikan
dampak negatif baik secara klinis maupun finansial. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa ketidakpatuhan pengobatan merupakan penyebab utama
terjadinya hospitalisasi, morbiditas dan mortalitas di berbagai populasi dan
penyakit (Botelho, RJ, Fam Pract, 1992; Wu, DK, Chung, Lennie, 2008 dalam
Scheurer, 2010). Beberapa penelitian dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan
dalam pengobatan, namun hanya beberapa yang efektif. Salah satunya dukungan
sosial yang memiliki hubungan dalam meningkatkan status kesehatan salah
satunya kepatuhan pengobatan (Centers of Disease Control’s Noon Conference,
2013). Salah satu dukungan sosial ialah dukungan keluarga, dimana hal tersebut
menjadi fokus penelitian pada kali ini.

12

13

A. Tuberkulosis
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan airborne infection yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, pada umumnya menyerang
bagian paru dengan cara penularannya secara inhalasi/droplet (yaitu pada
saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, bernyanyi atau
bernafas) serta ditandai oleh beberapa gejala saat fase aktif (Centers of
Disease Control’s Noon Conference, Javis dalam McLafferty, 2013;
Gough, 2011; Gordon dan Mwandumba dalam Mc Lafferty, 2013; WHO,
2013). Gejala yang timbul pada penderita TB pada saat bakteri tersebut
aktif, dimana pada orang yang sehat (memiliki sistem imun yang baik)
infeksi Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan gelaja apapun,
namun pada orang yang positif terinfeksi TB paru biasanya ditandai
dengan batuk (disertai sputum atau darah), haemoptosis, susah nafas,
letargi, malaise, nyeri dada, kelemahan, hilang berat badan, demam dan
berkeringat di malam hari (WHO, 2013; Health Protection Agency dalam
Gough, 2011). Apabila terdapat gejala tersebut pada satu penderita yang
mengindikasikan TB, maka dapat dilakukan pemeriksaan X-Ray dan kultur
sputum (Jarvis dalam McLafferty, 2013).
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara lakilaki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada
penderita yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. Tuberkulosis

14

pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun, usia paling umum
adalah antara 1-4 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada
usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja
dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada penderita dewasa (sering
disertai kavitas pada paru-paru) (Somantri, 2007).
Terdapat 2 jenis penderita dengan TB: 1) Penderita dengan infeksi
TB namun tidak ada tanda dan gejala yang muncul, dikarenakan bakteri
belum aktif (dorman) biasa disebut masa laten. 2) Penderita yang terinfeksi
dan sakit, ditandai dengan adanya tanda dan gejala yang muncul
dikarenakan bakteri sudah aktif menyerang (CDC, 2012; Gough, 2011).
Secara terperinci klasifikasi TB ditampilkan pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1: Sistem Klasifikasi TB (CDC, 2000 dalam Price dan Lorraine,
2005)
Kelas
Tipe
Keterangan
0
Tidak ada pajanan TB
Tidak ada riwayat terpajan
Tidak terinfeksi
Reaksi terhadap tes kulit tuberkulin
negatif
1
Terpajan TB
Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi
Reaksi tes kulit tuberkulin negatif
2
Ada infeksi TB
Reaksi tes kulit tuberkulin positif
Tidak timbul penyakit
Pemeriksaan bakteri negatif (bila
dilakukan).
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik,
atau radiografik TB aktif
3
TB, aktif secara klinis
Biakan M. Tuberculosis (bila
dilakukan)
Sekarang terdapat bukti klinis
bakteriologik, atau radiografik
penyakit
4
TB, tidak aktif secara klinis Riwayat episode TB, atau
Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah; reaksi tes kulit
tuberkulin positif; dan
Tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang

15

Kelas
Tipe
5
Tersangka TB

Keterangan
Diagnosa ditunda; pasien seharusnya
tidak boleh berada di kelas ini lebih
dari 3 bulan

2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis
Hiswani dalam Sahat (2010) mengatakan pada penelitiannya bahwa
keterpaparan penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan
faktor sosial lainnya.
a. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor ini sangat erat kaitannya dengan keadaan rumah, kepadatan
hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja
yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga
sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
b. Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat
besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini
merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik
pada orang dewasa maupun anak-anak.
c. Umur
Penyakit TB paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun. Terjadinya transisi demografi saat ini

16

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Usia
lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,
sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit
TB. Penyebab penyakit pada lanjut usia (lansia) pada umumnya
berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa
berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada
lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh
akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingaa prodeksi
hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh
menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena
infeksi. Sering pula, penyakit dari satu jenis (multipalogi), dimana satu
sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan
memperberat (Maryam, R.S dkk., 2008).
d. Jenis Kelamin
Penderita TB cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi
karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB paru.
Public Health Agency of Canada (2010) menyatakan bahwa selain
faktor diatas, gaya hidup merokok juga dapat memperparah penyakit TB
dikarenakan asap rokok dapat menyerang paru-paru dalam 3 cara:
1) Asap rokok merusak paru-paru dan dapat membuat perokok lebih
rentan terhadap infeksi TB.

17

2) Asap rokok merusak sistem imun tubuh, yang berarti perokok kurang
mampu melawan infeksi TB.
3) Asap rokok mengurangi efektifitas pengobatan TB yang dapat
memperlama periode infeksi atau memperparah infeksi.
Curry (2007), menyebutkan bahwa dalam mengendalikan infeksi TB
diperlukan pula pengendalian lingkungan, dengan beberapa anjuran yaitu:
(a) Menggunakan ventilasi untuk mengurangi risiko penyebaran TB. (b)
Ventilasi alami dan kipas angin. (c) Menggunakan aliran udara mengarah
keluar untuk mengurangi risiko penyebaran TB. (d) Sistem ventilasi pusat.
(e) Menggunakan tekanan negatif untuk mengurangi risiko penyebaran
TB. (f) Menggunakan Ultraviolet Germicidal Irradiation (UVGI) untuk
mengurangi risiko penyebaran TB; dan (g) Upper Air UVGI And High-effi
ciency Particulate Air (HEPA) Filter Units.

3. Patofisiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh sekelompok bakteri yang
disebut Mycobacterium. Mikobakteria yang menyebabkan TB pada
manusia adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium africanum. TB dapat menyerang bagian tubuh manapun.
Jika menyerang sisi tubuh, termasuk paru-paru, maka disebut TB milier
(Ormerod dalam Gough, 2011). Sedangkan TB yang menyerang selain
paru disebut TB extra-pulmonal. TB pulmonal ditemukan hampir 60%
dari kasus penyakit (Departement of Health dalam Gough, 2011) dan

18

penularannya karena transmisi infeksi (Gordon and Mwandumba dalam
Gough, 2011).
Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria kecil tidak
berspora, bentuk batang (agak cembung) yang disebut basil, organisme
gram positif asam, yang memiliki dinding sel kaya lipid (Grange dalam
Gough, 2011). Merupakan organisme aerob, sehingga lebih suka
menyerang

paru-paru

(Pratt

2003

dalam Gough,

2011).

Selain

mikobakteria di atas, ada mikobakteria yang tidak dapat menyebabkan TB.
Mikobakteria ini terdapat di tanah, air, debu, dan binatang. Namun dapat
menyebabkan keparahan jika ada kerusakan paru sebelumnya karena
mengalami immunocompremise seperti HIV (Banks and Campbell dalam
Gough, 2011).
Ketika basil masuk kedalam alveoli akan ada reaksi inflamasi lokal
dan fokus primer infeksi. Perpaduan keduanya ini disebut Ghon, dimana
selanjutnya akan berkembang menjadi granuloma dan isi penuh dengan
mikobakteria (Schwander and Ellner dalam Gough, 2011). Peradangan ini
jika terus-menerus terjadi maka akan terjadi pneumonia akut yang
selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi tuberkulosis yang ditandai
gejala umum pada TB (Sylvia, 2005). Selama infeksi primer beberapa
bakteri melewati nodus limfe regional pada hilum, yang merupakan tempat
pembuluh darah dan syaraf menuju paru-paru. Dari sinilah yang nantinya
akan menjadi asal terjadinya TB sekunder atau TB ekstra paru-paru.
Secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghon disebut kompleks
primer (Pratt dalam Gough, 2011). Pembentukan granuloma merupakan

19

mekanisme pertahanan alami dari tubuh yang bertujuan untuk mengisolasi
infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini diharapkan akan menghambat
replikasi basilus dan menghentikan infeksi (Lucas dalam Gough, 2011).
Infeksi primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu
penderita dengan imunitas host yang tinggi, mikobakteria terbunuh atau
tidak dapat bereplikasi (Gordon and Mwandumba dalam Gough, 2011).
Sehingga mayoritas orang yang terserang TB tidak akan mengalami tanda
dan gejala, 70% orang yang imunokompeten dapat membasmi basil
keseluruhan. Sedangkan sisa bakteri yang masih ada disebut sebagai
infeksi TB laten dimana bakteri tidak terbunuh, tetapi mengalami
dormansi. Namun, 5-10% penderita dengan TB laten dapat menjadi aktif
kembali (Health Protection Agency dalam Gough, 2011). Individu dengan
infeksi TB laten tidak terlihat sakit dan terinfeksi. Namun jika bakteri
mulai mengganda selama beberapa bulan atau tahun kemudian, maka
dapat menjadi aktif dan gejala sakit serta infeksi mulai terlihat (National
Institute for Health and Clinical Excellence dalam Gough, 2011). Jika
digambarkan, patofisiologi terjadinya infeksi tuberkulosis sebagaimana
pada bagan 2.1:

20

Mycobacterium bovin

Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium africanum

Bagan 2.1: Patoflow patofisiologi Tuberkulosis (kombinasi Sylvia, 2005
dan Gough, 2011)

4. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi.
Menurut ATS (Price, 2005), tiga prinsip dalam pengobatan TB yang
berdasarkan pada: (a) Regimen harus termasuk obat-obat multipel yang
sensitif terhadap mikroorganisme. (b) Obat-obatan harus diminum secara
teratur; dan (c) Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu

21

yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling
aman dalam waktu yang paling singkat. Dan faktor penting untuk
keberhasilan pengobatan adalah ketaatan penderita dalam meminum
regimen obat.
Menurut Connolly et al. (2007), penggunaan obat dengan jangka
waktu yang lama ini didasarkan pada sifat bakteri, dimana Mycobacterium
Tuberculosis memiliki: antibiotic indifference, biofilms, dormancy,
latency, persisters, dan phenotypic antibiotic resistance. Masing-masing
sifat ini dijelaskan dibawah ini:
a. Antibiotic indifference adalah sub tipe resistensi bersifat fenotip
terhadap antibiotik, yang dikarenakan terjadi penurunan atau tidak
adanya pertumbuhan

bakteri

pada koloni

bakteri.

Umumnya

merupakan respon terhadap kondisi lingkungan yang merugikan,
seperti adanya reaksi pertahanan host terhadap antibiotik.
b. Biofilms adalah pembungkus bakteri yang berbentuk multiseluler yang
bertujuan untuk mencegah antibiotik merusak gen bakteri.
c. Dormancy adalah kata lain dari saat tidak bereplikasi (nonreplicating).
Tujuannya untuk bisa menetap di dalam host, sehingga tidak dapat
dikenali baik oleh sistem imun maupun antibiotik. Karena pada saat
tidak bereplikasi antibiotik tidak akan bereaksi, dengan kata lain
antibiotik dapat berfungsi ketika ada replikasi atau pergerakan dari
bakteri.
d. Latency adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis tanpa adanya
gejala secara klinis.

22

e. Persisters adalah kejadian dimana bakteri dapat meningkat dalam
jumlah banyak dan menurun atau bahkan tidak berkembang.
f. Phenotypic antibiotic resistance merupakan istilah umum untuk
fenomena dimana bakteri memiliki gen yang homogen dengan
antibiotik sehingga antibiotik tidak sensitif terhadap bakteri.
Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB aktif
membutuhkan waktu selama 6 atau 9 bulan (CDC, 2012; Gough, 2011;
WHO, 2013) dengan beberapa macam farmakoterapi. Berikut 4 obat yang
umum digunakan untuk pengobatan TB beserta dosisnya, sebagaimana
tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2: Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB
Obat
Kategori
Dosis
Rifampicin
Bakterisid
< 50 kg = 450 mg/hari
> 50 kg 600 mg/hari
Isoniazid
Bakterisid
300 mg/hari
Pyrazinamid
Bakterisid
< 50 kg = 1,5 g/hari
> 50 kg = 2 g/hari
Etambutol
Bakteriostatik
15 g/kgBB

Selama pengobatan, terdapat 2 fase pengobatan; pertama yaitu
pengobatan dengan menggunakan isoniazid, rifampicin, pyrazinamid dan
etambutol selama 2 bulan. Kedua ialah pengobatan hanya menggunakan
isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan (British National Formulary
dalam McLafferty, 2013). Hal ini dilakukan secara kontinu diharapkan
baik bakteri yang aktif maupun yang dorman dapat musnah (McLafferty,
2013). Secara terperinci berdasarkan berat badan, pengobatan tuberkulosis
dijelaskan pada tabel 2.3 berikut.

23

Tabel 2.3: Panduan 1 OAT Kategori 1
Berat Badan
Terapi Intensif
Terapi Lanjutan
30-37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38-54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55-70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
≥ 71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
*keterangan:
RHZE = Rifamphicin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol
RH
= Rifamphicin, Isoniazid
KDT
= Kombinasi Dosis Tetap
Penggunaan dosis obat selain berdasarkan pada berat badan, juga
didasarkan pada lama pengobatan yang terbagi menjadi 2 tahap,
sebagaimana tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4: Panduan 2 OAT Kategori 1
Pengobatan
Dosis per hari/kali
isoniazid rifampisin pirazinamid
Tahap
Lama
@300 mgr @450 mgr @500 mgr
Intensif 2 Bulan
1
1
3
Lanjutan 4 Bulan
2
1
-

etambutol
@250 mgr
3
-

a. Tahapan Pengobatan Tuberkulosis (Depkes RI, 2006)
1. Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu 4 bulan. Tahap

Jumlah
obat
56
48

24

lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

b. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (Depkes RI, 2006)
1. Panduan

OAT

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 = 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 = 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
c. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
d. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
2. Panduan OAT kategori -1 dan kategori -2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) atau fix dose
combination (FDC). Penderita hanya mengkonsumsi satu tablet
obat anti TB dalam satu hari ditambah dengan p

Dokumen yang terkait

Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis (TBC) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

1 17 116

Faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat anti Tuberkulosis pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskemas Pamulang Tangerang Selatan Provinsi Banten periode Januari 2012 – Januari 2013

5 51 83

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS RAWAT INAP PANJANG TAHUN 2015

18 56 67

Hubungan Kepatuhan Minum Obat Kusta Dan Dukungan Keluarga Dengan Kecacatan Pada Penderita Kusta Di Kabupaten Kudus

0 2 7

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENDERITA TUBERCULOSIS DAN DUKUNGAN KELUARGA Hubungan Antara Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.

1 4 9

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENDERITA TUBERCULOSIS DAN DUKUNGAN KELUARGA Hubungan Antara Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.

0 2 18

Hubungan antara Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kayen Kabupaten Pati.

0 0 1

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN BARU TUBERKULOSIS PARU (Studi Kasus di Puskesmas Mejobo Kabupaten Kudus)

0 2 64

PEMETAAN KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS PARU BERDASARKAN DUKUNGAN KELUARGA (Studi pada penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang) - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 7