Inventarisasi Simpanan Karbon Pada Lokasi Penggunaan Lahan Perkebunan Sawit,Persawahan Dan Pertanian Lahan Kering Campur(Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Dan Ii)

(1)

INVENTARISASI SIMPANAN KARBON PADA LOKASI

PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN SAWIT,

PERSAWAHAN DAN PERTANIAN LAHAN

KERING CAMPUR

(Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa

Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II )

SKRIPSI

Oleh :

M KHOLIS HAMDY BATUBARA

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

INVENTARISASI SIMPANAN KARBON PADA LOKASI

PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN SAWIT,

PERSAWAHAN DAN PERTANIAN LAHAN

KERING CAMPUR

(Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa

Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II )

SKRIPSI

Oleh :

M KHOLIS HAMDY BATUBARA 091201103 / BUDIDAYA HUTAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Inventarisasi Simpanan Karbon Pada Lokasi

Penggunaan Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan

dan Pertanian Lahan Kering Campur (Studi Kasus

Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa

Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II)

Nama : M Kholis Hamdy Batubara

Nim : 091201103

Program Studi : Kehutanan

Jurusan

: Budidaya Hutan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Dr. Ir. Lollie Agustina P.

Putri, M.Si

Ketua

Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D

Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRACT

M KHOLIS HAMDY BATUBARA : Stock Carbon Inventory At the Land Use of Oil Palm Plantation, Paddy Field And Mix Dry Farming Agriculture (Case Study

in Conservation Resort of Karang Gading Langkat Timur Laut

Wildlife Reserve I and II). Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI

The potency of mangrove of Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve area change land cover significantly, either structure or tree composition, might effect for organic substance content in the mangrove ecosystem. Therefore, study on stock carbon potency effected the forest mangrove’s change to be oil palm plantation, paddy field and mix dry land farming. The purpose of this research was to measure the stock carbon of oil palm plantation, paddy field and mix dry land farming at Conservation Resort of Karang Gading Langkat Timur Laut Wildlife Reserve I and II (CR KGLTL WR I and II). Result showed, that stock carbon at mix dry land farming of CR KGLTL WR I was 3,55 ton/ha and at CR KGLTL WR II was 4,60 ton/ha. Result of carbon also showed the diference of total carbon on both Wildlife Reserve’s area was 1.04 ton/ha and total stock carbon at oil palm plantation, paddy field and mix dry farming agriculture in the study area was 8,15 ton/ha.

Keywords : Inventory, Carbon, Conservation Resort of Karang Gading Langkat Timur Laut Natural Wildlife Reserve I and II.


(5)

ABSTRAK

M KHOLIS HAMDY BATUBARA : Inventarisasi Simpanan Karbon Pada Lokasi Penggunaan Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur (Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II). Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI

Potensi mangrove Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut telah mengalami perubahan tutupan yang signifikan, baik secara struktur maupun komposisi tegakan, sehingga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik yang terdapat di ekosistemnya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap potensi karbon tersimpan akibat perubahan hutan mangrove skunder menjadi lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung jumlah karbon tersimpan pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur pada kawasan Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II (RKW SM KGLTL I dan II). Hasil ini pengukuran simpanan karbon pada tiap penggunaan lahan pertanian di RKW SM KGLTL I adalah sebesar 3,55 ton/ha dan pada RKW SM KGLTL II adalah 4,60 ton/ha. Hasil ini juga menunjukkan selisih jumlah karbon pada kedua kawasan suaka margasatwa adalah sebesar 1.04 ton/ha dan total simpanan karbon pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur dalam kawasan yang diteliti adalah sebesar 8,15 ton/ha.

Kata kunci : Mitigasi, Inventarisasi, Karbon, Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut.


(6)

RIWAYAT HIDUP

M Kholis Hamdy Batubara dilahirkan di kota Berastagi pada tanggal 20 Mei 1990 dari bapak Hasnan Batubara dan Ibu Toiah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 040459 Berastagi, tahun 2005 lulus dari SLTP Negeri 1 Berastagi, tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Berastagi. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota HIMAS Nursery di bawah organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) pada tahun 2010 sampai 2011. Penulis mengikuti kegiatan Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo tahun 2011.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Taman Nasional Bali Barat, Gilimanuk, Bali pada tahun 2013. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Inventarisasi Simpanan Karbon Pada Lokasi Penggunaan Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur di Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II” di bawah bimbingan Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan ridha yang dikarunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian yang berjudul “Inventarisasi Simpanan Karbon Pada Lokasi Penggunaan Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur (Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II)”.

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung jumlah karbon tersimpan pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur dan membandingkannya pada lokasi Resort Kawasan Konservasi Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II. Hasil dari penelitian ini menunjukkan simpanan karbon yang rendah pada tiap penggunaan lahan pertanian.

Tutupan vegetasi tumbuhan pada areal pertanaman mempengaruhi jumlah simpanan karbon pada tiap penggunaan lahan. Simpanan karbon penggunaan lahan pertanian yang rendah pada kedua lokasi penelitian dapat dijadikan bahan dalam melakukan upaya rehabilitasi lahan dalam kawasan konservasi mangrove.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Hasnan Batubara dan Toiah Nasution, kelima saudara penulis Nurhastiyah Rahmah Batubara, Mhd. Mahfudz Hamdy Batubara, Mhd Hasnan Habibullah Batubara, Nurhalimah Rahmi Batubara dan Mhd Tampan Ahya Ul-Ihsan Batubara yang telah memberikan doa, dukungan materi dan semangat yang tulus kepada penulis.


(8)

pembimbing penulis yaitu Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si yang telah banyak memberikan bantuan serta

masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut yaitu, Muammar BM, Jaka Perwira Maulana, Dian Novita Sari, Tetty L Hutabarat, Berliana Nainggolan dan Putri Ester Sihaloho. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara atas izin

penelitian di SM KGLTL, staf Resort SM KGLTL Bapak Ahmadin dan Bapak Usman di Kab. Langkat serta Bapak Ilham di Kab. Deli Serdang atas

perhatian dan panduannya selama di lapangan. Teman-teman tercinta Ahmad Syarip Rambe, Donny IE Siregar, Jandri Hamonangan, Susan Barbara P. SM, Christine Anastasya Tarigan, Rudi Meirawan Pohan,

Refi Wardani, Septian P Arjuna Gultom, Josua Aritonang dan Hasudungan Maharaja yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua staf pengajar dan keluarga besar program studi kehutanan khususnya Budidaya Hutan 2009 yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bisa bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian... ... 3

Manfaat Penelitian... ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Karbon ... 4

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan... ... 5

Tanaman Sawit ... ... 9

Tumbuhan Bawah... ... 11

Tanaman Pertanian ... ... 12

Metode Penghitungan Biomassa ... 13

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Wilayah ... 15


(10)

METODE PENELITIAN

Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 17

Alat dan Bahan Penelitian ... 17

Metode Penelitian ... 17

Penentuan Lokasi ... 17

Pengukuran Potensi Tegakan ... 17

Pengukuran Cadangan Karbon serta Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian ... 18

Perhitungan Cadangan Karbon ... 20

Alur Proses Kegiatan Pendugaan Cadangan Karbon ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Tegakan Sawit ... 23

Simpanan Karbon ... 24

Kelimpahan Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian ... 28

INP (Indeks Nilai Penting) ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Konstanta Umum Hasil Pengukuran Tanaman Bawah ... 21

2. Pendugaan Potensi Tegakan Sawit Pada Lahan Perkebunan

dan Persawahan RKW SM KGLTL I dan II ... 23

3. Simpanan Karbon Pada Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan Dan

Pertanian Lahan Kering Campur Kawasan RKW

SM KGLTL I dan II ... 25

4. Kelimpahan Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian

Di Lokasi Lahan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan

Kering Campur Kawasan RKW SM KGLTL I dan II ... 29

5. Penyebaran Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Desain Penelitian Untuk Pengukuran Karbon ... 19

2. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon ... 22

3. Hubungan Tinggi Tegakan dan Cadangan Karbon Tegakan

Sawit RKW SM KGLTL I dan II ... 27 4. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada

Lahan Perkebunan Sawit RKW SM KGLTL I ... 32 5. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada

Lahan Perkebunan Sawit RKW SM KGLTL II ... 33

6. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada

Areal Persawahan RKW SM KGLTL I ... 33 7. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada

Areal Persawahan RKW SM KGLTL II ... 34

8. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Biomassa dan Karbon Tegakan Sawit... 42 - Biomassa dan Karbon Tegakan Sawit di Lahan Perkebunan

RKW SM KGLTL I ... 42 - Biomassa dan Karbon Tegakan Sawit di Lahan Perkebunan

Sawit RKW SM KGLTL II ... 47 - Biomassa dan Karbon Tegakan Sawit di Areal Persawahan

SM RKW SM KGLTL II ... 50 2. Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah dan Tanaman

Pertanian per Jenis... 51 3. Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Pada Tumbuhan Bawah

Dan Tanaman Pertanian RKW SM KGLTL I dan II ... 53 - Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah

dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Perkebunan

RKW SM KGLTL I ... 53 - Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Areal Persawahan RKW SM KGLTL I ... 54 - Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Pertanian Lahan Kering

Campur RKW SM KGLTL I ... 54 - Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Perkebunan

RKW SM KGLTL II ... 55 - Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Areal Persawahan RKW SM KGLTL II ... 56 4. Profil Lokasi Penelitian di Kawasan RKW SM KGLTL I dan II ... 57


(14)

5. Identifikasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian ... 60 6. Peta Pola Ruang Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat

Timur Laut ... 64 7. Peta Sebaran Titik Lokasi Penelitian ... 65


(15)

ABSTRACT

M KHOLIS HAMDY BATUBARA : Stock Carbon Inventory At the Land Use of Oil Palm Plantation, Paddy Field And Mix Dry Farming Agriculture (Case Study

in Conservation Resort of Karang Gading Langkat Timur Laut

Wildlife Reserve I and II). Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI

The potency of mangrove of Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve area change land cover significantly, either structure or tree composition, might effect for organic substance content in the mangrove ecosystem. Therefore, study on stock carbon potency effected the forest mangrove’s change to be oil palm plantation, paddy field and mix dry land farming. The purpose of this research was to measure the stock carbon of oil palm plantation, paddy field and mix dry land farming at Conservation Resort of Karang Gading Langkat Timur Laut Wildlife Reserve I and II (CR KGLTL WR I and II). Result showed, that stock carbon at mix dry land farming of CR KGLTL WR I was 3,55 ton/ha and at CR KGLTL WR II was 4,60 ton/ha. Result of carbon also showed the diference of total carbon on both Wildlife Reserve’s area was 1.04 ton/ha and total stock carbon at oil palm plantation, paddy field and mix dry farming agriculture in the study area was 8,15 ton/ha.

Keywords : Inventory, Carbon, Conservation Resort of Karang Gading Langkat Timur Laut Natural Wildlife Reserve I and II.


(16)

ABSTRAK

M KHOLIS HAMDY BATUBARA : Inventarisasi Simpanan Karbon Pada Lokasi Penggunaan Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur (Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II). Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI

Potensi mangrove Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut telah mengalami perubahan tutupan yang signifikan, baik secara struktur maupun komposisi tegakan, sehingga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik yang terdapat di ekosistemnya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap potensi karbon tersimpan akibat perubahan hutan mangrove skunder menjadi lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung jumlah karbon tersimpan pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur pada kawasan Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II (RKW SM KGLTL I dan II). Hasil ini pengukuran simpanan karbon pada tiap penggunaan lahan pertanian di RKW SM KGLTL I adalah sebesar 3,55 ton/ha dan pada RKW SM KGLTL II adalah 4,60 ton/ha. Hasil ini juga menunjukkan selisih jumlah karbon pada kedua kawasan suaka margasatwa adalah sebesar 1.04 ton/ha dan total simpanan karbon pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur dalam kawasan yang diteliti adalah sebesar 8,15 ton/ha.

Kata kunci : Mitigasi, Inventarisasi, Karbon, Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut.


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dari waktu ke waktu terus meningkat sejalan dengan kerusakan lingkungan. Boer (2004) memperkirakan 270 (± 30) giga ton karbon (Gt C) telah dilepas ke atmosfer dalam kurun waktu 1850 sampai 1998. Sumbangan emisi CO2 dari kerusakan hutan tropika secara global berkisar 20% (World Bank, 2007) – 25% (Santili et al., 2005 ; Myers 2007), yang merupakan angka yang krusial dalam memicu pemanasan global.

Mangrove merupakan salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis, yang mengandung sekitar 1023 Mg (Megagram) karbon per hektar. Tanah dengan kandungan organik tinggi memiliki kedalaman antara 0,5 m sampai dengan lebih dari 3 m dan merupakan 49–98% simpanan karbon dalam ekosistem ini. Dengan menggabungkan data penelitian yang telah dilakukan dengan informasi lain yang telah dipublikasikan, diperkirakan bahwa deforestasi mangrove menyebabkan emisi sebesar 0,02 - 0,12 Pg (Petagram) karbon per tahun, yang setara dengan sekitar 10% emisi dari deforestasi secara global, walaupun luasnya hanya 0,7% dari seluruh kawasan hutan tropis (Donato et al., 2011).

Hutan mangrove di Sumatera Utara terkonsentrasi pada wilayah pantai timur Sumatera Utara meliputi Batu Bara, Tanjung Balai Asahan, Serdang

Bedagai, hingga kawasan hutan mangrove di Kabupaten Langkat (Spalding et al., 2010). Propinsi Sumatera Utara memiliki kawasan konservasi

bertipe khusus hutan mangrove yakni di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (SM KGLTL) yang telah mengalami kerusakan dan makin


(18)

menipis akibat perambahan liar, illegal logging, pengalihfungsian hutan mangrove menjadi lahan pertanian/perkebunan, tambak, dan perumahan (Saragih, 2011).

Kawasan SM Karang Gading Langkat Timur Laut dengan potensi mangrove di dalamnya telah banyak mengalami perubahan, baik secara struktur maupun komposisi tegakan, sehingga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik yang terdapat di ekosistemnya. Berdasarkan peta penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2011, terjadi penurunan tutupan lahan yang signifikan pada hutan mangrove skunder sebesar 213, 62 ha.

Untuk menentukan langkah dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut yang secara global bisa berpengaruh kepada iklim perairan di pantai timur maka perlu dilakukan pengkajian terhadap potensi karbon tersimpan akibat perubahan hutan mangrove menjadi lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur. Kawasan Suaka Margasatwa Karang ading Langkat Timur Laut ini tersebar dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang dengan tiga wilayah pengelolaan yaitu :

a. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I (RKW SM KGLTL I) di Karang Gading Kabupaten Deli Serdang.

b. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut II (RKW SM KGLTL II) di Secanggang Kabupaten Langkat.

c. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut III (RKW SM KGLTL III) di Tanjung Pura Kabupaten Langkat.


(19)

Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana potensi karbon tersimpan di penggunaan lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur di kawasan Resort Konservasi Wilayah Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II ?

2. Bagaimana tingkat kerusakan hutan mangrove di kawasan Resort Konservasi Wilayah Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II dengan membandingkan simpanan karbon pada tiap penggunaan lahan pertanian ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menghitung jumlah karbon tersimpan pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur.

2. Membandingkan jumlah simpanan karbon lahan perkebunan sawit dan persawahan pada lokasi Resort Kawasan Konservasi Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi baru tentang simpanan karbon yang terdapat pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering sehingga dapat dijadikan acuan pengelolaan kawasan Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II yang rendah emisi.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas Tentang Karbon

Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 (oksigen)

dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan

menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO2 dapat dikurangi, karena kandungan CO2 di udara otomatis menjadi

berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanaman-tanaman tersebut mati (Kauffman and Donato, 2012).

Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2) di udara akan

menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas


(21)

karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto, 2006).

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah dan Rahayu, 2007). Pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian baru dapat menyebabkan pelepasan karbon (C) ke atmosfer. Karbon (C) yang pada awalnya tersimpan dalam pepohonan dan tanaman lainnya dilepaskan melalui pembakaran (dalam bentuk asap) atau terdekomposisi diatas ataupun

dibawah permukaan tanah sewaktu pembukaan lahan (land clearing) (Hairiah et al., 2011).

Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan. Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Integrasi data lapang dan data spasial perubahan penggunaan lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan di atas dan di bawah permukaan pada suatu area.

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan

Pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu:

1. Bagian hidup (biomasa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.


(22)

2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.

3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

• Biomasa pohon, proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada).

• Biomasa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).

• Nekromasa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.


(23)

• Seresah, Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

b. Karbon di dalam tanah, meliputi:

• Biomasa akar, akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang.

• Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah ( Hairiah et al., 2011).

Tingginya peningkatan konsentrasi CO2 disebabkan oleh aktivitas manusia

terutama perubahan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO2 ke atmosfir yang

disebabkan oleh manusia, tetapi dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio 3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Dalam kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang


(24)

telah disimpan dalam bentuk biomasa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke atmosfir melalui pembakaran ('tebas dan bakar') atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut. Diperkirakan bahwa antara tahun 1990 - 1999, perubahan penggunaan lahan memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisis CO2

(Yuliasmara et al., 2009).

Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam

biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah mnyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan

berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

Proyek Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS) yang didanai oleh CIDA dan diimplementasikan oleh CARE International Indonesia merupakan salah satu contoh proyek ADEF. Proyek FORMACS memfokuskan pada pengelolaan sumber daya hutan yang telah ada


(25)

sebagai penyerap dan penyimpan karbon dengan mengadopsi program pengelolaan berbasis masyarakat. Secara khusus proyek ini mempromosikan kehidupan yang berkelanjutan melalui pertanian, agroforestri dan praktek pengelolaan hutan untuk mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dan menyerap karbon dari atmosfir. Proyek berbasis masyarakat, seperti agroforestri, perkebunan skala kecil dan hutan sekunder yang diberakan berpotensi tinggi dalam memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup masyarakat lokal dan memberikan resiko paling sedikit (Noordwijk et al., 2002).

Tanaman Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) adalah jenis tanaman dari famili palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati. Pengelompokan berdasarkan warna buah yaitu (i) nigrrescent dengan buah berwarna ungu tua pada buah mentah dan memiliki “topi” coklat atau hitam pada buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua pada buah masak, dan (iii) albenscens yang tidak memiliki warna. Berdasarkan ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8mm), Tenera (tebal 0,5-4 mm) dan Pisifera (tidak bercangkang). Tiga lapisan yang terdapat pada buah sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin, mesokarp adalah serabut buah dan endoskrap yang menjadi cangkang pelinding inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperma

dan embrio dengan kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Direktorat Jendral Perkebunan, 2006).

Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO2 dari udara dan


(26)

dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit dapat mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2006), perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO2

sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO2 adalah 25,71

ton/ha/tahun (Htut, 2004). Hasil temuan Rogi (2002) mencatat kelapa sawit mampu menyimpan lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi, jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang ditambat oleh tanaman kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.

Dalam menelitian Sugirahayu (2011), menunjukkan bahwa hutan mangrove memiliki simpanan karbon terbesar, yaitu sebesar 51,86 ton/ha. Sedangkan simpanan karbon terendah terdapat pada perkebunan kelapa sawit sebesar 0,06 ton/ha. Kandungan karbon tersimpan pada hutan hutan sekunder, hutan rawa, dan agroforestri memiliki kandungan karbon tersimpan yang tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing sebesar 37,03 ton/ha, 38,40 ton/ha, dan 36,36 ton/ha. Perbedaan simpanan karbon di masing-masing penutupan lahan dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan pohon, jenis pohon, faktor lingkungan yang meliputi penyinaran matahari, kadar air, suhu, dan kesuburan tanah yang mempengaruhi laju fotosintesis.

Kegiatan inventarisasi tegakan yang dilakukan pada petak penelitian masing-masing penutupan lahan, diketahui bahwa hutan mangrove memiliki jumlah pohon yang lebih banyak dibandingkan penutupan lahan lainnya. Selain itu diameter pohonnya relatif lebih besar dan tinggi pohonnya relatif lebih tinggi.


(27)

Hutan rawa memiliki rata-rata diameter paling besar, akan tetapi kerapatan pohonnya lebih rendah dibandingkan hutan mangrove. Pada perkebunan kelapa sawit, simpanan karbonnya sangat sedikit. Hal ini karena dengan jarak tanam yang lebar dalam rangka meningkatkan produktivitas buah, maka jumlah pohonnya lebih sedikit.

Tumbuhan Bawah

Menurut Indriyanto (2006) dalam bukunya, komponen tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shurb) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma).

3. Paku – pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana rhizoma tersebut keluar dari tangkai daun.

4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.

5. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya meiliki bunga yang mecolok, tinggnya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.

6. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.


(28)

Tumbuhan yang lazim menjadi gulma mempunyai beberapa ciri yang khas yaitu: pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim mempunyai daya berkembangbiak yang besar baik secara generatif dan vegetatif ataupun kedua-duanya, alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang, dan bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).

Suatu jenis yang dominan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompetisi antar individu yang ada, kompetisi tersebut berkaitan dengan iklim dan ketersedian mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang dibutuhkan oleh suatu individu itu mendukung maka individu maka tersebut akan mendominasi suatu komunitas (Syafei, 1990).

Tanaman Pertanian

Lahan rawa pasang surut yang luasnya mencapai 20,10 juta ha pada awalnya merupakan rawa pantai pasang surut di muara sungai besar, yang dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman, pengaruh sungai besar makin kuat sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air asin (salinitas) dan air payau. Dengan adanya proses sedimentasi, kini wilayah tersebut berwujud sebagai daratan yang merupakan bagian dari delta sungai.

Wilayah tersebut terletak relatif agak jauh dari garis pantai sehingga kurang terjangkau secara langsung oleh air laut waktu pasang. Oleh karena itu, wilayah tersebut saat ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas sungai di samping


(29)

Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang makin kompleks. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan iptek yang benar, lahan pasang surut memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan agribisnis dan wilayah (Abdurachman dan Ananto, 2000).

Disamping memiliki prospek yang baik, pengembangan lahan pasang surut untuk pertanian juga mempunyai berbagai kendala, baik aspek biofisik maupun sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam, pengembangan pertanian lahan pasang surut dalam suatu kawasan luas, memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat dan hati-hati. Kekeliruan dalam membuka dan mengelola lahan ini membutuhkan biaya besar untuk merehabilitasinya dan sulit untuk memulihkan kondisi seperti semula (Widjaja-Adhi et al., 1992).

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pemenuhan gizi keluarga tanidi samping sebagai sumber pendapatan. Hasil penelitian membuktikan bahwa cabai, kacang panjang, tomat, terung, kubis, petai, bawang merah, semangka, pisang, nenas, nangka, dan rambutan secara teknis dapat diusahakan di lahan pasang surut apabila dikelola berdasarkan karakteristik lahannya (Ismail et al., 1993; Suwarno et al., 2000).

Metode Penghitungan Biomassa

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), cadangan karbon yang tersimpan di daratan (teresterial) terbagi menjadi karbon di atas permukaan (above ground


(30)

carbon) dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah (below ground carbon). Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak berdiameter <5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan, meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi.

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup dalam pohon yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Biomassa digunakan untuk memperkirakan karbon tersimpan, karena sekitar 50% dari biomassa tanaman adalah karbon (Brown, 1997).

Empat cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standar ini dapat mengakibatkan galat (error) yang paling penting kesamaan spesies dengan rentang margin galatnya paling besar 10% sehingga baik digunakan alometri (Heiskanen, 2006; Australian Greenhouse Office, 1999).


(31)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Wilayah

Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya (UU No.5 Tahun 1990). Keputusan Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 Nopember 1980 telah menetapkan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut seluas 13.400 ha sebagai salah satu kawasan konservasi di Propinsi Sumatera Utara, dan saat ini diketahui bahwa merupakan satu-satunya kawasan Suaka Margasatwa di Indonesia dengan potensi tegakan relatif homogen yang ditumbuhi oleh jenis mangrove.

Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut dengan potensi mangrove di dalamnya telah banyak mengalami perubahan, baik secara struktur maupun komposisi tegakan, sehingga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik yang terdapat di ekosistemnya. Berdasarkan peta penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2011, terjadi penurunan tutupan lahan yang signifikan pada hutan mangrove skunder sebesar 218, 62 ha. Untuk menentukan langkah dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut yang secara global bisa berpengaruh kepada iklim perairan di pantai timur maka perlu dilakukan pengkajian terhadap tingkat kerusakan, dan potensi karbon tersimpan.


(32)

Sifat Fisik Tanah

Jenis tanah aluvium pada kawasan SM Karang Gading Langkat Timur Laut merupakan endapan dengan umur yang masih relatif muda dengan proses pengendapannya masih berlangsung sampai saat ini. Endapan ini sebagian besar dijumpai di sepanjang pesisir, yang terbagi menjadi alluvium sungai, alluvium rawa, alluvium delta dan alluvium pantai (Sri, 2008).

Aluvium sungai terdapat sebagai endapan sungai tua di bagian barat laut serta merupakan endapan yang lebih muda di tepi-tepi beberapa sungai besar seperti sungai Deli, sungai Buluh, Sungai Percut, Sungai Batang Kuis, Sungai Serdang, Sungai Kenang, Sungai Perbaungan, Sungai Nipah, Sungai Martebing dan Sungai Padang. Endapan ini terdiri dari campuran bongkah, kerikil, pasir dan lempung. Semakin ke-arah hilir konfigurasi ukuran semakin menghalus, bahkan di bagian muara hanya terdapat pasir dan lumpur.

Aluvium rawa dan delta sebenarnya masih berasal dari endapan sungai tetapi berbeda kondisi lingkungan pengendapan. Aluvium rawa pada lingkungan yang tertutup ke arah hilirnya (sebuah cekungan), sedangkan aluvium delta diendapkan di tepi muara yang lebih terbuka ke arah laut. Aluvium pantai terutama dijumpai disepanjang pantai. Sungai-sungai yang bermuara disini membawa muatan sedimen material pasir. Sebagian dari pasir tersebut diendapkan disepanjang garis tepi pantai (Ardi et al., 2006).


(33)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara yaitu perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur di RKW SM KGLTL I, Kabupaten Deli Serdang dan lahan sawit dan persawahan di RKW SM KGLTL II, Kabupaten Langkat pada Juli 2012 - Maret 2013.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data pengukuran lapangan digunakan sebagai data primer untuk menghitung cadangan karbon. Data sekunder yang digunakan adalah peta kawasan konservasi SM Karang Gading Langkat Timur Laut dan vegetasi mangrove. Alat-alat yang digunakan adalah clinometer, Global Positioning System (GPS), meteran, spidol, kompas, walking stick, digital camera, tali rafia,

tally sheet, software SPSS 17.0 dan alat tulis

Metode Penelitian

Penentuan Lokasi (Survei)

Sebelum dilakukan kegiatan inventarisasi cadangan karbon pada lokasi penelitian, terlebih dahulu ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS.

Pengukuran Potensi Tegakan

Untuk pendugaan potensi tanaman tanaman sawit yang ditemukan di lokasi perkebunan digunakan rumus :


(34)

Pendugaan Potensi Tanaman (PPT) = PPT Areal Luas Tanaman

Pengukuran Cadangan Karbon serta Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah

dan Tanaman Pertanian

Pengukuran cadangan karbon pada tutupan lahan sawit yaitu dengan menggunakan dua buah garis berpetak dengan lebar 20 m dengan panjang garis 360 – 420 m yang berisi 3 plot dengan jarak antar plot 100 m terlihat pada

Gambar 1. Data pengukuran pada kegiatan analisis vegetasi, dicatat pada

tally sheet yang telah disediakan sebelumnya. Kemudian data yang didapat dianalisis, dengan menghitung (1) kerapatan (ind/ha), (2) frekuensi, (3) dominansi (m2/ha) dan (4) indeks nilai penting (INP) dari masing-masing jenis, serta (5) Indeks keanekaragaman dari tiap ekosistem. Rumus - rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kerapatan (K) =

contoh petak Luas

Individu

2. Kerapatan Relatif (KR) = 100%

jenis seluruh K total

jenis suatu

K ×

3. Frekuensi (F) =

contoh petak sub seluruh spesies suatu ditemukan petak sub

4. Frekuensi Relatif (FR) = 100%

jenis seluruh total F jenis suatu F ×

5. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR 6. Indeks keanekaragaman dari Shannon – Wiener


(35)

H’ = -

s i

N ni/ )

[( ln (ni/N)]

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = jumlah jenis

ni = jumlah INP jenis ke – i N = total jenis

Lokasi penelitian berupa kawasan konservasi dan tidak boleh dilakukan penebangan (metode destruktif), oleh karena penentuan volume tanaman atau besaran biomasanya dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan yang

sudah dikembangkan para peneliti, diantaranya Kettering et al., (2001), Brown et al., (1989), Hairiah et al., (2011). Persamaan untuk mendapatkan

estimasi besaran biomasa tersebut disebut juga persamaan alometri.

Gambar 1. Desain Penelitian Untuk Pengukuran Karbon 100m


(36)

Untuk pendugaan biomassa tanaman bawah/semak dan tanaman pertanian dilakukan dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak dan tanaman pertanian pada plot (Gambar 1). Kegiatan tersebut dilakukan sekaligus untuk mendapatkan kelimpahan jenis pada suatu kawasan.

Perhitungan Cadangan Karbon

Perhitungan cadangan karbon yang dilakukan pada perkebunan sawit dengan menggunakan persamaan alometri berdasarkan ICRAF (2009), yaitu:

(AGB)est = [0.0976 H + 0.0706]

LPC

AGB (Alometrik biomassa) ; H (Tinggi pohon)

Kandungan karbon (C) biomassa diperoleh dari 50% biomassa tumbuhan (Intergoverment Panel on Climate Change / IPCC, 2006).

Rumus Karbon (C)

C = B x 0.5

Keterangan C = Jumlah karbon (ton/ha) B = Biomassa (ton/ha) 0.5 = Kadar karbon

Menurut Sugirahayu and Rusdiana (2011), pendugaan cadangan karbon pada tanaman bawah dilakukan dengan mengambil sampel tanaman pada plot dengan ukuran 2m x 2m pada berbagai umur tanaman berbeda. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma.

Pengukuran biomassa pada tumbuhan bawah umumnya dilakukan dengan cara merusak (metode destruktif) yaitu dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak pada beberapa plot di. Kemudian tanaman bawah tersebut dioven


(37)

x Total BB (g) Total BK (g) =

selama 48 jam dengan suhu 70ºC ntuk mendapatkan berat kering konstan tumbuhan. Metode perhitungan cadangan karbon tanaman pertanian pada areal persawahan dan tumbuhan bawah dilakukan dengan menggunakan rumus umum menurut Hairiah et al., (2011) yaitu :

BK Sub Contoh (g) BB Sub Contoh (g)

Dimana : BK = Berat Kering BB = Berat Basah Nilai BK didasarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konstanta Umum Hasil Pengukuran Tanaman Bawah

No.

Berat Basah (kg)

Sub-contoh Berat Basah (g)

Sub-contoh Berat Kering (g)

Total berat kering

Daun Batang Daun Batang Daun Batang g/4m2 g/m2

1 2 3 ....

Total

Perhitungan di atas digunakan pada jenis vegetasi tumbuhan bawah dan tanaman pertanian, dimana perlu diukur berat basah dan berat kering sub contoh berupa daun dan batang dari tanaman yang akan dianalisis. Kemudian data perhitungan subcontoh tiap jenis tanaman dijumlahkan seluruhnya untuk mendapatkan biomassa total vegetasi pada plot contoh. Nilai biomassa total dikalikan 0,5 sehingga diperoleh jumlah total karbon tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada plot contoh.


(38)

Alur Proses Kegiatan Pendugaan Cadangan Karbon

Diagram alur proses kegiatan pendugaan cadangan karbon pada lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur di SM Karang Gading Langkat Timur Laut seperti tampak pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan Pendugaan Simpanan Karbon Pengecekan Data Lapangan

Pengambilan Sample Skala Plot Di lapangan dengan ukuran 20 x

20 m sebanyak tiga plot

Tanaman Pertanian Tanaman Sawit

Metode allometrik dengan cara diukur

Tinggi Sawit

Dihitung berat kering tanaman setelah di oven selama 48 jam dengan suhu 70 0C

Interpolasi yaitu untuk mengetahui seluruh area sebarannya

Total Simpanan Karbon Pada Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur di Resort Konservasi Wilayah Suaka

Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II

Tumbuhan Bawah

Diestimasi kisaran jumlah tanaman Penentuan Lokasi


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Tegakan Sawit

Penelitian tentang potensi tegakan sawit pada lokasi Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II (RKW SM KGLTL I dan II) memiliki nilai yang berbeda. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan perbedaan luas sampling pada kedua lokasi, dimana pada lokasi RKW SM KGLTL I memiliki luas sampling sebesar 0,36 ha dan pada RKW SM KGLTL I diperoleh luas sampling sebesar 0,32 ha. Perbedaan sampling pada kedua lokasi disebabkan perbedaan kondisi lokasi penggunaan lahan.

Potensi tegakan sawit pada RKW SM KGLTL I lebih besar daripada potensi tegakan sawit pada lokasi RKW SM KGLTL II. Perbedaan potensi tegakan disebabkan jumlah tegakan pada tiap plot contoh yang tidak sama. Potensi tegakan sawit pada lahan perkebunan dan sawah di RKW SM KGLTL I dan II disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Pendugaan Potensi Tegakan Sawit Pada Lahan Perkebunan dan Persawahan RKW SM KGLTL I dan II

Penggunaan Lahan

RKW SM KGLTL I RKW SM KGLTL II

Tanaman (btg) Luas Areal (ha) PPT (btg/ha) Tanaman (btg) Luas Areal (ha) PPT (btg/ha)

Sawit 219 0.36 608 177 0.32 553

Sawah - - - 18 0,36 50

Total 219 0,36 608 195 0,36 603

Keterangan : RKW SM KGTL = Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. (-) = tidak ditemukan

Data pengukuran pada Tabel 2 menunjukkan perbedaan potensi tegakan sawit pada kedua lokasi adalah sebesar 5 btg/Ha atau sekitar 0,82 persen dari potensi tegakan lokasi RKW SM KGLTL I. Jumlah tegak sawit pada tiap plot bervariasi, tetapi pada umumnya jumlah tegakan yang ditemukan berada pada


(40)

kisaran 20 batang/plot pada lokasi lahan perkebunan dan sekitar 2 batang/plot pada lokasi persawahan di kedua kedua kawasan.

Jumlah tegakan sawit yang ditemukan tidak dapat ditentukan secara langsung, dalam hal ini kegiatan penelitian disesuaikan dengan kondisi lapangan. Tegakan sawit yang diukur pada lokasi perkebunan masyarakat desa Kurandak, merupakan tegakan sawit yang memiliki umur sekitar 1,5 tahun. Sedangkan tegakan sawit yang ditemukan di kawasan RKW SM KGLTL II merupakan bekas tegakan sawit yang tidak berproduksi lagi. Hal ini dikuatkan dengan kondisi fisik lahan perkebunan yang tertutup semak serta vegetasi tumbuhan bawah yang banyak menutupi tegakan sawit.

Simpanan Karbon

Berdasarkan model alometrik pendugaan karbon pada lokasi perkebunan sawit, areal persawahan dan pertanian lahan kering campur yang dilakukan pada kedua lokasi penelitian yaitu dalam kawasan RKW SM KGLTL I dan II. Nilai karbon tersimpan merupakan akumulasi dari karbon tersimpan tegakan dan karbon tersimpan tumbuhan bawah pada masing-masing penutupan lahan.

Perhitungan biomassa tegakan sawit didasarkan pada umur tegakan, melalui parameter tersebut ditentukan besar plot yang akan digunakan. Namun, plot contoh yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat langsung diterapkan di lapangan karena lokasi penelitian merupakan areal konservasi sehingga penentuan objek inventarisasi disesuaikan dengan kondisi lapangan, maka dibuat plot contoh yang berukuran 20m x 20m, dengan pertimbangan plot tersebut mewakili lokasi yang diteliti. Karbon tersimpan tegakan sawit dalam kawasan


(41)

Tabel 3. Simpanan Karbon Pada Lahan Perkebunan Sawit, Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur Kawasan RKW SM KGLTL I dan II

Lokasi Sawit

(ton/ha)

Tumbuhan Bawah (ton/ha)

Tanaman Pertanian (ton/ha)

Total (ton/ha) RKW SM KGLTL I

Perkebunan Sawit 0,093 0,860 0,173 1,126 Pertanian Lahan

Kering - - 2,052 2,052

Sawah - 0,047 0,330 0,377

Jumlah 0,093 0,907 2,555 3,555

RKW SM KGLTL II

Perkebunan Sawit 0,078 3,911 0,106 4,096

Sawah 0,004 0,232 0,267 0,504

Jumlah 0,082 4,143 0,373 4,600

Keterangan : RKW SM KGTL = Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. (-) = tidak ditemukan

Jumlah karbon tersimpan dalam kawasan RKW SM KGLTL II lebih tinggi dibanding simpanan karbon kawasan RKW SM KGLTL I. Selisih jumlah karbon tersimpan pada kedua kawasan suaka margasatwa tersebut adalah sebesar 1,04 ton/ha. Perbedaan jumlah cadangan karbon tidak signifikan karena penentu simpanan karbon antara dua lokasi penelitian adalah vegetasi tumbuhan bawah. Nilai total simpanan karbon pada lokasi penelitian, yaitu perkebunan sawit, areal persawahan dan pertanian lahan kering campur dalam kawasan RKW SM KGLTL I dan II adalah sebesar 8,15 ton/ha.

Nilai tersebut sangat rendah dibandingkan dengan simpanan karbon yang terdapat pada kawasan hutan dengan kisaran simpanan karbon sebesar 40an sampai ratusan ton/ha. Penelitian Yasri (2010), menjelaskan bahwa potensi karbon tersimpan hutan mangrove Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur


(42)

Laut I adalah sebesar 41,79 ton/ha. Potensi karbon tersebut juga hampir sama dengan penelitian Sugirahayu and Rosdiana (2011) menunjukkan bahwa kawasan hutan mangrove Kabupaten Paser, Kalimantan Timur memiliki simpanan karbon terbesar, yaitu sebesar 51,86 ton/ha.

Data tersebut dapat dijadikan acuan bahwa kegiatan manusia dalam melakukan konversi hutan menjadi lahan pertanian akan sangat berdampak terhadap berkurangnya penyerapan karbon yang ada di bumi. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan kawasan konservasi yang baik terutama aspek perlindungan kawasan.

Tabel 3 menunjukkan simpanan karbon pada lokasi perkebunan kelapa sawit dan areal persawahan lebih dipengaruhi keberadaan tumbuhan bawah daripada tanaman pokok dari lokasi itu sendiri. Tabel 3 juga menampilkan bahwa simpanan karbon pada lokasi sawah di RKW SM KGLTL II berkisar tidak lebih dari 0,5 ton/ha. Data pengukuran cadangan karbon pada Tabel 3 dapat dilihat simpanan karbon terbesar terdapat pada lokasi pertanian lahan kering campur. Nilai simpanan karbon sangat dipengaruhi oleh biomassa tanaman pertanian yang banyak menyimpan karbon terutama terdapat pada buah yang dihasilkannya.

Perbedaan karbon tersimpan pada tegakan sawit dipengaruhi beberapa faktor yaitu jumlah tegakan yang ada dan perbedaan tinggi tegakan pada kedua kawasan. Data perhitungan pada perkebunan sawit merupakan korelasi umur tegakan sawit yang ekuivalen dengan tinggi tegakan. Hubungan tinggi dan simpanan karbon tegakan sawit tampak pada Gambar 3.


(43)

Gambar 3. Hubungan Tinggi Tegakan dan Simpanan Karbon Tegakan Sawit RKW SM KGLTL I dan II

Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah karbon tersimpan dalam suatu tegakan sawit sangat dipengaruhi oleh tinggi tegakan tanpa ada pengaruh dari diameter tegakan. Metode perhitungan yang menggunakan persamaan allometri menurut ICRAF (2009) yang melaporkan bahwa karbon tersimpan suatu tegakan sawit diperoleh dengan mengukur tinggi total tegakan, kemudian nilainya dimasukkan dalam persamaan alometri yang telah ditentukan.

Simpanan karbon tegakan sawit pada kedua kawasan suaka margasatwa tidak memberi kontribusi yang nyata, nilai simpanan karbon pada lahan perkebunan sawit hanya berkisar 0,1 sampai 0,5 ton/ha. Menurut Sugirahayu and

Rosdiana (2011), perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur memiliki simpanan karbon yang rendah, yakni sebesar 0,10 ton/ha yang disebabkan jarak tanam yang lebar dari lahan perkebunan sawit.

Nilai karbon yang rendah pada tegakan sawit, disebabkan tanaman sawit memiliki kadar air yang sangat tinggi serta adanya jarak tanam yang lebar dalam


(44)

rangka meningkatkan produktivitas buah, sehingga jumlah tegakan pada lahan perkebunan lebih sedikit. Penelitian tersebut membuktikan bahwa simpanan karbon pada penggunaan lahan perkebunan sawit di Indonesia hampir sama yaitu sekitar 0 sampai > 0,10 ton/ha.

Kelimpahan Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian

Kelimpahan tumbuhan bawah dan tanaman pertanian yang ditemukan berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan pada dua tempat yaitu RKW SM KGLTL I dan II dijumpai sebanyak 31 jenis. Berdasarkan data kelimpahan jenis pada Tabel 4 terlihat kelimpahan jenis tumbuhan bawah lokasi perkebunan sawit dan persawahan pada kawasan RKW SM KGLTL II lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan yang ditemukan pada lokasi perkebunan sawit dan persawahan kawasan RKW SM KGLTL I, dimana jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada lokasi RKW SM KGLTL II berjumlah 14 jenis dan kawasan RKW SM KGLTL I diperoleh sebanyak 10 jenis.

Perbedaan jumlah dan jenis pada tumbuhan bawah pada kedua kawasan konservasi disebabkan perbedaan kondisi topografi/edafis dan pengaruh langsung akibat aktivitas manusia dalam membuka kawasan hutan menjadi lahan pertanaman, seperti perkebunan sawit, areal persawahan dan pertanian lahan kering campur. Jumlah jenis tumbuhan bawah yang ditemukan, sebagian besar ditemukan di lokasi lahan sawit kawasan RKW SM KGLTL II. Kelimpahan jenis tumbuhan pada lokasi lahan perkebunan sawit, persawahan dan pertanian lahan kering campur RKW SM KGLTL I dan II disajikan dalam Tabel 4.


(45)

Tabel 4. Kelimpahan Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Perkebunan Sawit. Persawahan dan Pertanian Lahan Kering Campur Kawasan RKW SM KGLTL I dan II

No. Nama Lokal Nama Latin RKW SM

KGLTL I

RKW SM KGLTL II

Ket

1 Puyengan Lantana camara + - TB

2 Patah kemudi Emilia sonchifolia + - TB

3 Jeruju Acanthus ilicifolius + - TB

4 Lancuran Sporobolus diander + - TB

5 Suket grinting Cynodon dactylon + - TB

6 Ujung merah + - TB

7 Lemanas Pasiflora foetida + - TB

8 Cabe Capsicum annum + - TP

9 Jagung Zea mays + - TP

10 Kacang Panjang Vigna sinensi + - TP

11 Terung Solanum melonenga + - TP

12 Rumput gegenjuran

Paspalum Commersoni + - TB

13 Kangkung Lpomea fistivula + - TP

14 Godong puser Hyptis brevipes + - TB

15 Padi Oryza sativa + + TP

16 Padi – padi (teki) Cyperus iria + + TB 17 Urang – aring Ecliptica prostrata + + TB

18 Genjer Umnocharis flava + + TP

19 Gelang Laut Sesuvium portulasum - + TB

20 Kirinyuh Chromalena odorata - + TB

21 Tapak doro Ludwiga octovalvis - + TB 22 Patah tulang Euphorbia prostata - + TB 23 Sembung rambat Mikania micantha - + TB 24 Rumput bebek Echinochloa colonum - + TB 25 Paku harupat Nephrolepsis bisserata

Schott.

- + TB

26 Tusuk konde Wedelia tribolata - + TB

27 Kunyit Curcuma lorba - + TP

28 Jukut Cyperus difforus - + TB

29 Rumput rawa Ottochloa nodosa - + TB 30 Rumput malela Brachia mutica - + TB 31 Rumput asinan Paspalum vaginatum - + TB

Keterangan : RKW SM KGLTL I dan II = Resort Konservasi Wilauah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II. (+) = ditemukan. (-) = tidak ditemukan. TB = Tumbuhan bawah. TP = Tanaman pertanian

Perubahan vegetasi cepat terjadi akibat kegiatan manusia, dimana perubahan vegetasi terjadi disebabkan adanya perubahan bagian tanah seperti perubahan sifat fisik, biologi dan kimia tanah yang akan mempengaruhi perubahan vegetasi yang tumbuh diatasnya. Menurut Indriyanto (2005), suksesi merupakan proses yang terjadi dalam suatu kegiatan komunitas atau ekosistem


(46)

yang menyebabkan timbulnya penggantian dari suatu komunitas atau ekosistem oleh komunitas atau ekosistem lain. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya suksesi secara umum disebabkan karena adanya bencana alam (gempa, letusan gunung berapi) dan aktivitas manusia yang menyebabkan iklim dan topografi/edafis terganggu pada tempat tersebut. Jenis tersebut menyebar luas pada kedua kawasan suaka margasatwa.

Tabel 4 juga menginformasikan beberapa jenis tanaman pertanian yang terdapat pada kedua kawasan konservasi mangrove. Jenis tanaman pertanian yang ditemukan sebanyak delapan jenis tanaman, dimana tujuh jenis tanaman ditemukan dalam kawasan RKW SM KGLTL I, tiga jenis tanaman ditemukan dalam kawasan RKW SM KGLTL II dan dua jenis tanaman ditemukan pada kedua kawasan.

Dalam kawasan RKW SM KGLTL I dan II terdapat lima jenis tanaman pertanian yang masih diusahakan masyarakat sedangkan jenis tanaman lainnya merupakan jenis tanaman pertanian yang tetap tumbuh setelah penggantian penggunaan lahan oleh masyarakat di kawasan tersebut. Aktivitas yang dilakukan manusia tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dan penyebaran vegetasi alami pada suatu kawasan alam. Penyebaran tumbuhan bawah sebagian besar terjadi karena adanya aktivitas serangga dan mikroorganisme lainnya.

Menurut Nasution (1986), tumbuhan bawah mempunyai daya berkembangbiak yang besar baik secara generatif dan vegetatif ataupun kedua-duanya, alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang, dan bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Penyebaran jenis


(47)

tumbuhan bawah dan tanaman pertanian dalam kawasan RKW SM KGLTL I dan II yang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Penyebaran Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Dalam Kawasan RKW SM KGLTL I dan II

No. Lokasi

Ditemukan Jumlah Jenis Vegetasi

RKW SM KHLTL I 1 Perkebunan

Sawit

11 Padi (O. sativa). Patah kemudi (E. sonchifolia). Padi – padi / Teki (C. iria). Lancuran (S. diander). Suket grinting (C. dactilom). Ujung merah.

Lemanas (P. foetida). Genjer (U. flava). Kangkung (L. fistivula). Urang – aring (E. prostrata). Jeruju (A. ilicifolius)

2 Persawahan 4 Puyengan (L. camara). Padi (O. sativa). Godong puser (H. brevipes). Rumput rawa kuda (P. Commersonii)

3 Pertanian Lahan Kering Campur

4 Cabe (C. annum). Kacang panjang (V. sinensi). Jagung (Z. mays). Terung (S. melongena) RKW SM KGLTL II

1 Perkebunan Sawit

17 Rumput rawa (O. nodosa). Gelang Laut (S. portulasum). Kirinyuh (C. odorata). Tapak doro (L. octovalvis). Patah tulang (E. prostata). Sembung rambat (M. micantha). Rumput bebek (E. colonum). Paku harupat (N. bisserata). Tusuk konde (W. tribolata). Kunyit (C. lorba). Jukut (C. difforus). Rumput malela (B. mutica). Genjer (U. flava). Rumput asinan (P. vaginatum)

2 Persawahan 6 Padi (O. sativa). Tapak doro (L. octovalvis). Urang – aring (E. prostrata). Paku harupat (N. bisserata). Tusuk konde (W. tribolata). Jukut (C. difforus). Rumput bebek(E. colonum)

Tabel 5 menunjukkan jumlah jenis tumbuhan bawah berbeda pada tiap lokasi pengamatan. Jumlah jenis tumbuhan bawah dalam kawasan RKW SM KGLTL I pada lokasi perkebunan sawit adalah 8 jenis dan areal persawahan sebanyak 3 jenis dan tidak ditemukan tumbuhan bawah pada lokasi pertanian lahan kering campur.


(48)

INP (Indeks Nilai Penting)

Indeks Nilai Penting merupakan parameter yang dipakai dalam menyatakan tingkat dominasi spesies – spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Kegiatan analisis vegetasi tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada lokasi perkebunan sawit RKW SM KGLTL I tampak pada Gambar 7.

Gambar 4. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada Lahan Perkebunan Sawit RKW SM KGLTL I

Data analisis vegetasi pada Gambar 4 menunjukkan terdapat tiga jenis tumbuhan bawah dengan INP tertinggi yaitu jenis C. Dactilon, Ujung Merah dan

P. foetida yaitu sekitar 30 persen. Persentase KR dan FR yang diperoleh pada semua jenis tanaman tidak lebih dari 20 persen. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada lokasi perkebunan sawit SM KGLTL I diperoleh sebesar 2,14. Data analisis vegetasi tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada lahan perkebunan sawit RKW SM KGLTL II ditampilkan pada Gambar 5.


(49)

Gambar 5. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada Lahan Perkebunan Sawit RKW SM KGLTL II

Gambar 5 menunjukkan terdapat dua jenis tumbuhan bawah yang memiliki INP tertinggi atau berada di atas 14 persen yaitu jenis E. colonum dan

W. trilobota. Nilai KR dan FR yang diperoleh umumnya berada pada kisaran 4 sampai 8 persen. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada lokasi perkebunan sawit SM KGLTL II diperoleh sebesar 2,81. Kegiatan analisis vegetasi tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada lokasi areal persawahan RKW SM KGLTL I ditampilkan pada Gambar 6.


(50)

Gambar 6. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada Areal Persawahan RKW SM KGLTL I

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada lahan tersebut didominasi oleh jenis tanaman padi yang dapat dilihat dari nilai INP tanaman lebih dari 70 persen. Sedangkan vegetasi tumbuhan bawah yang ditemui pada lokasi tersebut memiliki INP tidak lebih dari 40 persen. Jumlah tersebut sangat rendah dikarenakan vegetasi tumbuhan bawah berada di sekitar bantaran dari petak sawah yang masuk dalam petak contoh pengukuran analisis vegetasi. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada areal persawahan SM KGLTL I diperoleh sebesar 0,85. Analisis vegetasi tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada lokasi areal persawahan RKW SM KGLTL II ditampilkan pada Gambar 7.


(51)

Gambar 7. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada Areal Persawahan RKW SM KGLTL II

Gambar 7 menunjukkan dominasi dari jenis O. sativa pada areal persawahan dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. Data analisis vegetasi pada lokasi ini menunjukkan vegetasi tumbuhan bawah umumnya memiliki INP kurang dari 20 persen. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada areal persawahan SM KGLTL II diperoleh sebesar 1,16. Hal ini dapat dilihat, vegetasi tumbuhan bawah sebagian kecil tumbuh pada bantaran petak sawah seperti tampak pada lokasi areal sawah RKW SM KGLTL II yang tertera dalam Lampiran 3. Perbedaan INP tiap jenis suatu tumbuhan disebabkan perbedaan jumlah suatu jenis yang ditemukan serta dipengaruhi kompetisi antar jenis tumbuhan.

Menurut Syafei (1990), adanya suatu jenis yang dominan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompetisi antar individu yang ada, kompetisi tersebut berkaitan dengan iklim dan ketersedian mineral yang diperlukan oleh suatu


(52)

individu itu mendukung maka individu maka tersebut akan mendominasi suatu komunitas. Analisis vegetasi tanaman pertanian pada lokasi pertanian lahan kering campur RKW SM KGLTL I ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Analisis Vegetasi Tanaman Pertanian Pada Lokasi Pertanian Lahan Kering Campur RKW SM KGLTL I

Analisis vegetasi tanaman pertanian dalam Gambar 8 menjelaskan, tanaman pertanian yang mendominasi pada lokasi tersebut adalah jenis C. annum

karena jenis tersebut ditemukan di semua sampel plot analisis vegetasi. Sedangkan jenis tanaman pertanian lainnya yaitu jenis S. melonenga dan Z. mays memiliki INP pada kisaran 15 sampai 25 persen dari penggunaan lahan pertania yang diusahakan masyarakat. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan tanaman pertanian lokasi pertanian lahan kering campur SM KGLTL I diperoleh sebesar 1,02. Dominasi salah satu jenis tanaman pertanian adalah sesuai dengan peruntukan dan kebutuhan masyarakat yang mengusahakannya.

Hasil penelitian menunjukkan laju perubahan tutupan lahan yang signifikan pada kawasan Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang


(53)

Gading Langkat Timur Laut I dan II. Kawasan konservasi merupakan benteng terakhir dalam upaya mempertahankan dan pelestarian hutan, didalamnya terdapat flora dan fauna yang harus dijaga keberadaannya. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian ulang terkait sistem pengelolaan kawasan konservasi SM KGLTL. Sistem pengelolaan kawasan konservasi terbagi atas empat aspek, yaitu perlindungan dan pengamanan, pengawetan, pemanfaatan dan sosial masyarakat (3P-1S).

Aspek perlindungan yang dilakukan yaitu melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap tata batas kawasan SM KGLTL, negosiasi dengan pengelola penggunaan lahan dalam kawasan dan upaya rehabilitasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui restorasi kawasan. Rehabilitasi kawasan akan bersinkronisasi dengan aspek pengawetan dikarenakan kegiatan tersebut merupakan bentuk upaya dalam mempertahankan flora dan fauna yang tersisa di dalam kawasan SM KGLTL.

Upaya lainnya dalam mengurangi tekanan akibat konversi kawasan SM KGLTL oleh masyarakat adalah dengan melakukan pendekatan aspek pemanfaatan, yaitu pembuatan spot-spot areal kawasan yang dapat dijadikan lokasi pembudidayaan jenis tanaman magrove, seperti budidaya nipah (Nypah frugtans) dan pembuatan tambak dengan sistem sylvofishery. Balai Besar

Koservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) sebagai pengelola kawasan SM KGLTL diharapkan menjalin kolaborasi dengan masyarakat sekitar kawasan

SM KGLTL, yaitu dengan mengubah paradigma masyarakat tentang pentingnya keberadaan SM KGLTL yang merupakan plasma nutfah bagi kehidupan masyarakat melalui pendekatan aspek pengelolaan kawasan konservasi.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbedaan potensi tegakan sawit pada kedua lokasi adalah sebesar 5 btg/Ha atau sekitar 0,82 persen dari PPT lokasi RKW SM KGLTL I. Simpanan karbon pada penggunaan lahan pertanian di RKW SM KGLTL I adalah sebesar 3,55 ton/ha dan pada RKW SM KGLTL II adalah 4,60 ton/ha.

2. Selisih jumlah karbon tersimpan pada kedua kawasan suaka margasatwa tersebut adalah sebesar 1,04 ton/ha dan nilai total simpanan karbon pada lokasi penelitian, yaitu perkebunan sawit, areal persawahan dan pertanian lahan kering campur dalam kawasan RKW SM KGLTL I dan II adalah sebesar 8,15 ton/ha.

Saran

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar pembenahan sistem pengelolaan kawasan bagi BBKSDA Sumatera Utara untuk memperhatikan kawasan RKW SM KGLTL I dan II terutama konversi kawasan menjadi penggunaan lahan pertanian yang menyebabkan terjadinya perubahan signifikan tutupan lahan kawasan RKW SM KGLTL I dan II sehingga berdampak terhadap berkurangnya penyerapan karbon.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Ananto E.E. 2000. Konsep Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Di Lahan Rawa Untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis. Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa. Bogor, 25−27 Juli 2000. 23 hlm. Ardi, D., Undang, K., Mamat. H. S., Wiwik, H., Diah, S., 2006. Karakteristik Dan

Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Ananto, E.E., A. Supriyo, Soentoro, Hermanto, Y. Soelaeman, I W. Suastika, dan B. Nuryanto. 2000. Pengembangan Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan: Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 166 hlm.

Australian Greenhouse Office. 1999. National Carbon Accounting System, Methods for Estimating Woody Biomass. Technical Report No. 3, Commonwealth of Australia.

Basyuni, M., Kusmana, C., Siregar, U.J., 2002. Effect Of Harvesting On The Aboveground Biomass And The Percentage Of Density Of Tree Stage In Mangrove Production Forest, Riau. Jurnal Penelitian Pertanian 21, 95-104.

Boer, R. 2004. Opsi Mitigasi Perubahan Iklim Di Sektor Kehutanan. Warta Konservasi Lahan Basah 12 (1): 20-21, 24.

Brown, S., Gillespie, A., Lugo AE. 1989. Biomass Estimation Methods For Tropical Forests With Applications To Forest Inventory Data. Forest Science 35: 881–902.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome.

Donato, D.C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M. and Kanninen, M. 2011. Mangroves Among The Most Carbon-Rich Forests In The Tropics. Nature Geoscience. DOI: 10.1038/NGEO1123.


(56)

Direktorat Jendral Perkebunan, 2006. Pedoman Teknis Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Tanaman Kakao. Departemen Pertanian, Jakarta. Hal. 3-9.

Hadi, D.W. 2009. Suaka Margasatwa Karang Gading Rusak. Pernyataannya

dalam Berita Seputar Mitra FM, Kamis, 10 Maret 2009 pukul 04.06. Mitra FM Media Informasi Rakyat. Deli Serdang.

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor, 2007.

Hairiah, K. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang Lahan. Word Agroforestry Centre ICRAF SEA Regional Office; Malang.

Heiskanen, 2006. Biomass Ecv Report.

Htut, T.M. 2004. Combination Between Empirical Modelling and Remote. Sensing Technology in Estimating Biomass An Carbon Stock of Oil Palm in Salim Indoplantation Riau Province. Tesis. Graduate School, Bogor Agricultural University.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.

Ismail, I.G., T. Alihamsyah, I P.G. Widjaja-Adhi, Suwarno, T. Herawati, R. Thahir, dan D.E. Sianturi. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian Di Lahan Rawa: Kontribusi Dan Prospek Pengembangan. Dalam M. Syam, Soetjipto, dan Z. Hararap (Ed.). Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa - Swamps II. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Kauffman, J.B. and Donato, D.C., 2012. Protocols For The Measurement, Monitoring And Reporting Of Structure, Biomass And Carbon Stocks In Mangrove Forests. Working Paper 86. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Ketterings QM, Coe R, van Noordwijk M, Ambagau Y and Palm C. 2001.

Reducing Uncertainty In The Use Of Allometric Biomass Equations For Predicting Above-Ground Tree Biomass In Mixed Secondary Forests. Forest Ecology and Management 146: 199-209.

Lasco, R.D. 2004. Forest Carbon Budgets In Southeast Asia Following Harvesting And Land Cover Change. In:Impacts Of Land Use Change On


(57)

The Terrestrial Carbon Cycle In The Asian Pacific Region'. Sciencein China Vol. 45, 76-86.

Myers, E.C. 2007. Policies To Reduce Emissions From Deforestation And Degradation (REDD) In Tropical Forests: An Examination Of The Issues Facing The Incorporation Of REDD Into Market-Based Climate Policies. Resources for the Future RFF DP 07-50, Washington DC.

Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian & Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM). Jakarta.

Rogi, J. E. X. 2002. Penyusunan Model Simulasi Dinamika Nitrogen Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) di Unit Usaha Bekri Propinsi Lampung. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rusla Noor, Y., M. Khazali, dan I N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.

Santilli M., P. Moutinho, S. Schwartzman, D. Nepstad, L. Curran, & C. Nobre. 2005. Tropical Deforestation And The Kyoto Protocol. Climate Change 71: 267-276.

Saragih, F., 2011. Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut, Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Universitas Diponegoro.

Syafei, Eden Surasana.1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FMIPA ITB. Bandung.

Soemarwoto, O. 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta ; Djambatan.

Spalding, M., Kainuma, M., Collins, L., 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.

Sri, S. N. 2008. Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang. USU e-repository. Medan.

Sugirahayu, L dan Omo, R. 2011. Perbandingan Simpanan Karbon pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur Berdasarkan


(58)

Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanahnya. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan IPB. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 149 – 155. ISSN: 2086-8227.

Suwarno, T. Alihamsyah, dan I.G. Ismail. 2000. Optimasi pemanfaatan lahan rawa pasang surut dengan penerapan teknologi sistem usaha tani terpadu. hlm. 175−186. Dalam E.E. Ananto, I.G. Ismail, Subagio, Suwarno, A. Djajanegara, dan H. Supriadi (Ed.).Prosiding Seminar Nasional Penelitian danPengembangan Pertanian di Lahan Rawa. Cipayung, 25−27 Juli 2000. Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Van Noordwijk M, Lawson G, Soumare A and Groot JJR and Hairiah K. 1996.

Root Distribution Of Trees And Crops: Competition And/Or Complementary. In: Chin Ong and Peter Huxley (eds.) Tree-Crop interactions - a physiological approach. CABI - ICRAF. p 319-364.

Van Noordwijk M, Rahayu S, Hairiah K, Wulan YC, Farida A and Verbist B. 2002. Carbon Stock Assessment For A Forest-To-Coffee Conversion Landscapein Sumberjaya (Lampung, Indonesia): from allometric equation to land use change analysis, Science in China, 45: 75-86.

Watson RT, Noble IR, Bolin B, Ravindranath NH, Verado DJ and Dokken DJ (eds.). 2000. Land Use and Land-Use Change and Forestry: A special report of the IPCC. Cambridge, UK. Cambridge University Press. 377 pp. Widjaja-Adhi, I P.G., D.A Suriadikarta, M.T. Sutriadi, I G.M. Subiksa, dan I W.

Suastika. 2000. Pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan lahan rawa. hlm. 127−1 64. Dalam A. Adimihardja, L.I. Amien, F. Agus, dan D. Djaenudin (Ed.). Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

World Agroforestry Centre (ICRAF-WCA). 2009. (Annual Report 2009)

Agroforestry and landscapes. Yaounde, Cameroon.

World Bank. 2007. Forest Carbon Partnership Facility Concept Note. Washington, DC.

Yuliasmara, Wibawa A, Prawoto AA. 2009. Karbon tersimpan pada berbagai umur dan sistem pertanaman kakao: pendekatan allometrik. Pelita Perkebunan 25(2): 86-100.


(59)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biomassa dan Karbon Tegakan Sawit

1. Biomassa dan Karbon Tegakan Sawit di Lokasi Perkebunan Sawit RKW SM KGLTL I LPC = 20 x 20 x 9 / 10000

LPC = 0,36 ha

J P No.

Nama

lokal Nama Latin

T. Tot (m) Biomassa Kg/3200m2 Biomassa Kg/m2 Biomassa ( ton/ha) C (ton/ha)

1 1 1 Sawit E. guineensis 2,15 0,28044 8,76375E-05 0,000876 0,000438 2 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 3 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 4 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 5 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 6 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 7 Sawit E. guineensis 2,15 0,28044 8,76375E-05 0,000876 0,000438 8 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 9 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 10 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 11 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 12 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 13 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 14 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 15 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 16 Sawit E. guineensis 1,6 0,22676 7,08625E-05 0,000709 0,000354 17 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 18 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 19 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 20 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 21 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 22 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 23 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 2 1 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461


(60)

2 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 3 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 4 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 5 Sawit E. guineensis 2,15 0,28044 8,76375E-05 0,000876 0,000438 6 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 7 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 8 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 9 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 10 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 11 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 12 Sawit E. guineensis 2,15 0,28044 8,76375E-05 0,000876 0,000438 13 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 14 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 15 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 16 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 17 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 18 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 19 Sawit E. guineensis 1,6 0,22676 7,08625E-05 0,000709 0,000354 20 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 21 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 22 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 23 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 24 Sawit E. guineensis 2,15 0,28044 8,76375E-05 0,000876 0,000438 25 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 3 1 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 2 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 3 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 4 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 5 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 6 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 7 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385


(61)

8 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 9 Sawit E. guineensis 2 0,2658 8,30625E-05 0,000831 0,000415 10 Sawit E. guineensis 1,6 0,22676 7,08625E-05 0,000709 0,000354 11 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 12 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 13 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 14 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 15 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 16 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 17 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 18 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 19 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 20 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 21 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 22 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 23 Sawit E. guineensis 1,6 0,22676 7,08625E-05 0,000709 0,000354 24 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 2 1 1 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 2 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453 3 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 4 Sawit E. guineensis 2,22 0,287272 8,97725E-05 0,000898 0,000449 5 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 6 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 7 Sawit E. guineensis 1,9 0,25604 8,00125E-05 0,000800 0,000400 8 Sawit E. guineensis 1,8 0,24628 7,69625E-05 0,000770 0,000385 9 Sawit E. guineensis 2,3 0,29508 9,22125E-05 0,000922 0,000461 10 Sawit E. guineensis 2,15 0,28044 8,76375E-05 0,000876 0,000438 11 Sawit E. guineensis 1,6 0,22676 7,08625E-05 0,000709 0,000354 12 Sawit E. guineensis 2,1 0,27556 8,61125E-05 0,000861 0,000431 13 Sawit E. guineensis 2,2 0,28532 8,91625E-05 0,000892 0,000446 14 Sawit E. guineensis 2,25 0,2902 9,06875E-05 0,000907 0,000453


(1)

B. Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading langkat Timur Laut II

1. Profil Lahan Perkebunan Sawit


(2)

Lampiran 5. Identifikasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian

1. Puyengan 2. Patah kemudi 3. Jeruju

(Lantana camara) (

Emilia sonchifolia)

(Acanthus illifocious)

4. Brambangan 5. Suket Grinting 6. Ujung Merah


(3)

10. Kacang panjang 11. Terung 12. Rumput gegenjuran

(Vigna sinensi) (Solanum melonenga) (Paspalum commersonii)

13. Kangkung 14. Godong puser 15. Padi

(Lpomea fistivula) (Hyptis brevipes) (Oryza sativa)

16. Padi –padi (teki) 17. Urang – aring 18. Genjer


(4)

19. Gelang laut 20. Kirinyuh 21. Tapak doro

(Sesuvium portulasum (Chromalena odorata) (Ludwiga octovalvis)

22. Patah tulang 23. Sembung rambat 24. Rumput bebek

(Euphorbia prostata) (Mikania micantha) (Echinochola colonum)

25. Paku harupat (Pakis) 26. Tusuk konde 27. Kunyit


(5)

28. Jukut 29. Rumput rawa 30. Rumput malela

(Cyperus difforus) (Ottochloa nodosa) (Brachia mutica)

31. Rumput asinan


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara

2 43 75

Tingkat Kerusakan Dan Potensi Karbon Tersimpan Hutan Mangrove Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I Kabupaten Deli Serdang

2 65 91

Kedudukan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional

0 0 13

Kedudukan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional

0 0 1

Kedudukan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional

0 1 13

Kedudukan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional

0 0 11

ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TAHUN 2006 DAN 2011 SERTA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT, SUMATERA UTARA

0 0 12

INVENTARISASI SIMPANAN KARBON PADA LOKASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN SAWIT, PERSAWAHAN DAN PERTANIAN LAHAN KERING CAMPUR (Studi Kasus Resort Konservasi Wilayah Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut I dan II )

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara

0 0 7

ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PENGGUNAAN LAHAN TAMBAK, PERMUKIMAN, DAN LAHAN KOSONG DI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT, SUMATERA UTARA

0 0 13