Kedudukan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya hutan merupakan tempat berlindung berbagai macam
tumbuhan dan hewan. Bahkan manusia juga masih mengandalkan hutan untuk
bertahan hidup. Hutan memegang peranan yang sangat penting bagi
keseimbangan ekosistem 1 baik di masa sekarang maupun masa yang akan
datang. Namun, pada dasawarsa terakhir deforestasi semakin merusak kawasan
hutan yang merupakan suaka marga satwa. Kebutuhan akan lahan perkebunan
dan pemukiman membuat manusia seakan melupakan pentingnya keberadaan
hutan. Dalam lingkungan hutan terdapat suatu kawasan yang diperuntukan
sebagai kawasan konservasi. Kawasan ini terbagi menjadi dua yaitu, KSA
(Kawasan Suaka Alam) yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa,
kemudian KPA (Kawasan Pelestarian Alam) yang terdiri dari Taman Nasional,
Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya 2 yang ekosistemnya meliputi
daratan dan perairan.
Jumlah KSA dan KPA di Indonesia hingga tahun 2014 yang sudah
ditetapkan berdasarkan laporan Data Statistik Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yaitu3 :
1. Kawasan Suaka Alam :
a. Cagar Alam : berjumlah 220 kawasan
1
Pasal 2 Konvensi Keanekaragaman Hayati Tahun 1992
Pasal 4 PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA
3
www.menlhk.go.id, Buku Statistik Ditjen PHKA Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, diakses pada 04 Februari 2017
2
1
Universitas Sumatera Utara
2
b. Suaka Marga : berjumlah 76 kawasan
2. Kawasan Pelestarian Alam :
a. Taman Nasional : berjumlah 60 kawasan
b. Taman Wisata Alam : berjumlah 115 kawasan
c. Taman Hutan Raya : Berjumlah 22 kawasan
Di dalam kawasan konservasi tidak hanya terbagi menjadi KSA dan KPA,
namun di dalam penjelasan pasal 7 huruf c UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan dijelaskan bahwa dalam kawasan konservasi juga terdiri dari
Taman Buru. Dimana definisi dari taman buru ini adalah kawasan hutan yang di
tetapkan sebagai tempat wisata berburu. Data mengenai jumlah Taman Buru di
Indonesia pada tahun 2014 adalah 12 kawasan Taman Buru yang tersebar di 9
provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jawa
Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Selawesi
Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Salah satu kawasan yang merupakan wilayah yang dihuni oleh berbagai
macam spesies hewan liar dan tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem
hidup yang saling timbal balik adalah kawasan suaka margasatwa.
Salah satu suaka margasatwa yang terdapat di Sumatera Utara adalah
Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Suaka Marga
Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut secara geografis terbentang
antara 98°30‟ - 98°42‟ BT dan 3°51 „ 30” - 3°59‟ 45” LU dengan luas 15.756
hektar.
Vegetasi yang ada di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan
Langkat Timur Laut didominasi vegetasi hutan mangrove (seluas 11.500 hektar
atau 70 % dari luas kawasan), dan sedikit hutan cemara atau sedikitnya tercatat
2
Universitas Sumatera Utara
3
37 spesies tumbuhan dari 21 famili. Fauna yang terdapat di SM Karang Gading
dan Langkat Timur Laut terdiri dari mamalia (12 jenis), Aves (44 jenis) dan 13
diantaranya merupakan burung migran. Sedikitnya mencatat 13 jenis dari kelas
Reptil, dan sedikitnya 52 jenis ikan, Moluska serta Crustaceae.
Sebagaimana yang telah terjadi terhadap Kawasan Hutan Suaka
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut di Kabupaten Langkat 4,
yang telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit dan
tambak ikan milik beberapa perusahaan maupun masyarakat. Mengenai
penyalahgunaan lahan suaka margasatwa ini, masyarakat belum memahami
betapa pentingnya hutan suaka margasatwa untuk pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang akan datang.
Selain dapat merusak ekosistem itu sendiri, penyalahgunaan lahan hutan
suaka marga satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut juga
mengakibatkan erosi serta meningkatnya permukaan air laut karena kerusakan
hutan bakau itu sendiri. Melihat kerugian dari segi ekonomi, nelayan
tradisional tentunya akan sangat bergantung pada keberadaan hutan bakau.
Apabila hutan bakau tersebut telah mengalami kerusakan maka jumlah
tangkapan nelayan juga dapat berkurang secara drastis, dan akan menyebabkan
kesenjangan ekonomi, serta meningkatnya jumlah pengangguran di kawasan
pesisir. Dan dapat mendorong masyarakat untuk membuka lahan baru di
kawasan suaka marga satwa untuk disewakan ataupun memberi hak pakai
kepada perusahaan untuk membuka perkebunan kelapa sawit maupun tambak
udang.
4
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 811 /Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980
Universitas Sumatera Utara
4
Berdasarkan ketentuan Konvensi Keanekaragaman Hayati Tahun 1992
(Convention on Biological Diversity 1992) bahwa Konservasi in-situ 5 dalam
hal ini konservasi ekosistem dan habitat alam serta pemeliharaan dan
pemukiman populasi jenis-jenis berdaya hidup dalam lingkungan alaminya,
dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan
tempat sifat-sifat khususnya berkembang. Mengacu pada ketentuan Konvensi
Keanekaragaman Hayati Tahun 1992 (Convention on Biological Diversity
1992) tersebut, bahwa kawasan konservasi merupakan kawasan yang khusus
untuk pemeliharaan dan pemukiman populasi asli atau yang telah
terdomestikasi untuk tujuan budidaya dalam rangka pelestarian jumlah
populasi flora maupun fauna tersebut.
Pelestarian dan perlindungan secara hukum mutlak dilakukan untuk
menjaga Kawasan Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur
Laut dari upaya deforestasi dan pengalihfungsian lahan hutan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penting untuk dibahas aturan
internasional terkait konservasi dan perlindungan kawasan suaka marga satwa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang menjadi objek
pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana
Ketentuan
Hukum
Internasional
Terhadap
Suaka
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (KGLTL)?
5
Ibid hal. 1
Universitas Sumatera Utara
5
2. Bagaimana
Pengelolaan Suaka
Margasatwa
Sebagai
Kawasan
Konservasi Menurut Hukum Indonesia?
3. Bagaimana Perlindungan Hukum Internasional Dalam Pengelolaan
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (KGLTL)
Menjadi Kawasan Konservasi Lingkungan Hidup Global?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
a. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional
mengenai Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut
apakah masih relevan terhadap perlindungan kawasan konservasi dan
suaka margasatwa.
2. Untuk sejauhmana pengelolaan dan pemanfaatan suaka margasatwa
ditinjau dari segi perundang-undangan nasional, berserta ancaman dari
deforestasi terhadap suaka margasatwa dan pengalihfungsian lahan
konservasi.
3. Untuk mengetahui peranan hukum internasional dalam mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan fungsi lahan Kawasan
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (KGLTL)
yang timbul ataupun yang mungkin timbul dimasa yang akan datang,
berserta upaya pengembalian fungsi kawasan seperti semula.
Universitas Sumatera Utara
6
b. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Pembahasan
tentang
masalah
yang
telah
dirumuskan
dapat
memberikan sumbangan akademis bagi Ilmu Hukum pada umumnya
dan Hukum Lingkungan Internasional pada khususnya, mengenai
regulasi Hukum Internasional mengenai kedudukan suaka marga satwa
sebagai kawasan konservasi, yang mencakup perlindungan kawasan
suaka marga satwa terhadap keberlangsungan hidup flora dan fauna
asli (endemik), keterkaitan keanekaragaman hayati dengan keberadaan
pemukiman masyarakat pesisir, dan bagaimana perangkat hukum
internasional berkembang dalam mengantisipasi dampak yang timbul
akibat
pemanfaatan
kawasan
suaka
marga
satwa
terhadap
keanekaragaman hayati.
2. Manfaat secara praktis
Pembahasan tentang masalah yang telah diangkat diharapkan dapat
memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat mengenai
pentingnya perlindungan Suaka Marga Satwa Karang Gading dan
Langkat Timur Laut (KGLTL) Sebagai Kawasan Konservasi, yang
dapat dijadikan kawasan lingkungan hidup global. Bagaimana regulasi
Hukum Internasional itu sendiri secara dinamis mengatur masalahmasalah yang timbul terkait pemanfaatan suaka marga satwa sebagai
kawasan konservasi dan demi terjaganya keanekaragaman hayati bagi
masyarakat internasional.
Universitas Sumatera Utara
7
D. Keaslian Penulisan.
Kedudukan Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut
(KGLTL) Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum
Internasional yang diangkat menjadi judul skripsi ini merupakan hasil
karya yang ditulis secara objektif, ilmiah melalui data-data referensi bukubuku, bantuan narasumber dan pihak-pihak lain. Skripsi ini juga bukan
merupakan jiplakan atau merupakan judul skripsi yang sudah pernah
diangkat sebelumnya oleh orang lain.
E. Tinjauan Pustaka.
Untuk menghindari kesalahpahaman istilah, maka diberikan batasan
pengertian sebagai berikut :
Hukum Internasional.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa Hukum
Internasional ialah kesuluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara :
a. Negara dengan negara
b. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara dan subjek hukum
bukan negara satu sama lain6
Sebagai salah satu cabang dari Hukum Internasional, maka Hukum
Lingkungan Internasional dapat diartikan sebagai keseluruhan kaidah
dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang berkaitan
dengan lingkungan hidup yang melintasi batas negara antara negara
6
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum,
Binacipta, Bandung, 1989, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
8
dengan negara maupun antara negara dengan subjek hukum bukan
negara.
Konferensi Lingkungan Internasional
Hingga saat ini ada 3 Konferensi Lingkungan Internasional yang
menjadi momen penting dalam perkembangan Hukum Lingkungan
Internasional, yaitu :
a. United Nations Conference on the Human Environtment (UNHCE)
yang diadakan di Stockholm, Swedia pada 5-16 Juni 1972. Salah
satu dari hasil konferensi ini adalah Deklarasi Stockholm 1972.
Prinsip 4 Deklarasi Stockholm (Stockholm Declaration on Human
Environtment 1972) menyatakan : “Manusia bertanggung jawab
untuk menyelamatkan dan mengelola secara bijak warisan
margasatwa dan habitatnya yang kini terancam oleh kombinasi
faktor-faktor yang bertentangan.” Prinsip yang tercantum dalam
Deklarasi tersebut, ternyata telah menyebutkan adanya ancaman
dari penyalahgunaan flora dan fauna, serta habitat (hutan) untuk
kepentingan pribadi dan mengancam keberlangsungan ekosisem
suaka marga satwa.
b. United Nations Converence on the Environment and Development
(UNCED) yang diadakan di Rio de Janeiro, Brazil, 1992.
Konferensi ini mengasilkan dokumen-dokumen seperti Deklarasi
Rio, United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD),
United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC), Agenda 21 dan Prinsip-Prinsip Kehutanan.
Universitas Sumatera Utara
9
c. UNCBD merupakan perjanjian global pertama yang bersifat
komprehensif dan mencakup semua aspek keanekaragaman hayati,
sumber daya genetis, spesies, dan ekosistem. Masyarakat
internasional telah menyepakati suatu regulasi yang secara khusus
mengatur mengenai perlindungan terhadap keanekaragaman hayati
dan habitatnya.
F. Metode Penelitian.
a. Tipe Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu,
dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan –
permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan 7 .
Soerjono Soekanto8 berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi
dalam :
1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari :
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematika hukum
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum
2. Penelitian Hukum Sosiologis atau Empiris, yang terdiri dari :
7
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 43
Ibid
Universitas Sumatera Utara
10
a. Penelitian terhadap identifikasi hukum
b. Penelitian terhadap efektifitas hukum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
hukum normatif karena hendak meneliti norma-norma hukum
internasional dan hukum nasional yang mengatur tentang Kedudukan
Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Sebagai
Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional.
b. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum umumnya sumber data dibedakan antara data
primer dan data sekunder yang dari kekuatan mengikatnya dapat
digolongkan dalam9 :
1. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung oleh
masyarakat atau data lapangan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi bahan pustaka.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
sekunder, yang terdiri dari10 :
1. Bahan hukum primer yang berupa produk-produk hukum seperti
peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini berupa konvensi
hukum
internasional,
deklarasi,
protokol,
maupun
peraturan
perundang-undangan nasional.
9
Prof. Dr. Lexy j. Moleong, Metodologi Analisis Data, Rosda, Jakarta, 2005, hal. 64
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006, hal. 113-114
10
Universitas Sumatera Utara
11
2. Bahan hukum sekunder berupa bahan acuan yang bersumber dari
buku-buku, surat kabar, media internet, serta media massa lainnya
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
3. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
berupa kamus dan lain sebagainya.
Cara mendapatkan data sekunder adalah dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research). Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumen dimana selanjutnya dilakukan analisis dengan
mengumpulkan fakta-fakta yang didapat dari studi kepustakaan sebagai
acuan umum dan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang dimaksud berdasarkan
bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan.
c. Analisis Data
Data yang terkumpul tidak memberikan arti apa-apa bagi penelitian, tanpa
dianalisis terlebih dahulu. Hal ini untuk menjamin bahwa data yang
diperoleh adalah akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data yang
telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis
deskriptif kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan
dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek
dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran lebih jelah terhadap
permasalahan yang diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik suatu
kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
12
G. Sistematika Penulisan.
Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, dimana masing-masing
bab dibagi atas sub bab. Uraian singkat bab-bab dan sub bab – sub bab
tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan bab yang berisi tentang pengaturan hukum mengenai
keberadaan suaka marga satwa karang gading dan langkat timur laut dalam
perlindungan lingkungan hidup. Bab ini terdiri dari definisi suaka marga
satwa dan kawasan konservasi, dasar hukum yang menetapkan kawasan
karang gading dan langkat timur laut sebagai suaka marga satwa, dan
diakhiri mengenai bagaimana hukum lingkungan internasional mengatur
pengelolaan dan perlindungan kawasan suaka marga satwa.
BAB III merupakan bab yang berisi tentang bagaimana pengelolaan suaka marga
satwa sebagai kawasan konservasi dalam hukum Indonesia. Bab ini terdiri
dari gambaran umum mengenai pengalihfungsian lahan suaka marga satwa
menjadi perkebunan kelapa sawit dan tambak ikan, deforestasi hutan
menurut hukum internasional, dan pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau
terluar menurut hukum nasional.
BAB IV merupakan bab yang berisi mengenai bagaimana perlindungan hukum
internasional dalam pengelolaan kawasan konservasi menjadi lingkungan
hidup global. Bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub bab, yaitu langkah-langkah
konservasi kawasan hutan menurut hukum internasional, upaya konservasi
Universitas Sumatera Utara
13
suaka marga satwa karang gading dan langkat timur laut, dan hambatan
yang dihadapi dalam upaya konservasi suaka marga satwa karang gading
dan langkat timur laut.
BAB V sebagai penutup, berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian dan saran sebagai rekomendasi yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya hutan merupakan tempat berlindung berbagai macam
tumbuhan dan hewan. Bahkan manusia juga masih mengandalkan hutan untuk
bertahan hidup. Hutan memegang peranan yang sangat penting bagi
keseimbangan ekosistem 1 baik di masa sekarang maupun masa yang akan
datang. Namun, pada dasawarsa terakhir deforestasi semakin merusak kawasan
hutan yang merupakan suaka marga satwa. Kebutuhan akan lahan perkebunan
dan pemukiman membuat manusia seakan melupakan pentingnya keberadaan
hutan. Dalam lingkungan hutan terdapat suatu kawasan yang diperuntukan
sebagai kawasan konservasi. Kawasan ini terbagi menjadi dua yaitu, KSA
(Kawasan Suaka Alam) yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa,
kemudian KPA (Kawasan Pelestarian Alam) yang terdiri dari Taman Nasional,
Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya 2 yang ekosistemnya meliputi
daratan dan perairan.
Jumlah KSA dan KPA di Indonesia hingga tahun 2014 yang sudah
ditetapkan berdasarkan laporan Data Statistik Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yaitu3 :
1. Kawasan Suaka Alam :
a. Cagar Alam : berjumlah 220 kawasan
1
Pasal 2 Konvensi Keanekaragaman Hayati Tahun 1992
Pasal 4 PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA
3
www.menlhk.go.id, Buku Statistik Ditjen PHKA Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, diakses pada 04 Februari 2017
2
1
Universitas Sumatera Utara
2
b. Suaka Marga : berjumlah 76 kawasan
2. Kawasan Pelestarian Alam :
a. Taman Nasional : berjumlah 60 kawasan
b. Taman Wisata Alam : berjumlah 115 kawasan
c. Taman Hutan Raya : Berjumlah 22 kawasan
Di dalam kawasan konservasi tidak hanya terbagi menjadi KSA dan KPA,
namun di dalam penjelasan pasal 7 huruf c UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan dijelaskan bahwa dalam kawasan konservasi juga terdiri dari
Taman Buru. Dimana definisi dari taman buru ini adalah kawasan hutan yang di
tetapkan sebagai tempat wisata berburu. Data mengenai jumlah Taman Buru di
Indonesia pada tahun 2014 adalah 12 kawasan Taman Buru yang tersebar di 9
provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jawa
Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Selawesi
Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Salah satu kawasan yang merupakan wilayah yang dihuni oleh berbagai
macam spesies hewan liar dan tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem
hidup yang saling timbal balik adalah kawasan suaka margasatwa.
Salah satu suaka margasatwa yang terdapat di Sumatera Utara adalah
Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Suaka Marga
Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut secara geografis terbentang
antara 98°30‟ - 98°42‟ BT dan 3°51 „ 30” - 3°59‟ 45” LU dengan luas 15.756
hektar.
Vegetasi yang ada di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan
Langkat Timur Laut didominasi vegetasi hutan mangrove (seluas 11.500 hektar
atau 70 % dari luas kawasan), dan sedikit hutan cemara atau sedikitnya tercatat
2
Universitas Sumatera Utara
3
37 spesies tumbuhan dari 21 famili. Fauna yang terdapat di SM Karang Gading
dan Langkat Timur Laut terdiri dari mamalia (12 jenis), Aves (44 jenis) dan 13
diantaranya merupakan burung migran. Sedikitnya mencatat 13 jenis dari kelas
Reptil, dan sedikitnya 52 jenis ikan, Moluska serta Crustaceae.
Sebagaimana yang telah terjadi terhadap Kawasan Hutan Suaka
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut di Kabupaten Langkat 4,
yang telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit dan
tambak ikan milik beberapa perusahaan maupun masyarakat. Mengenai
penyalahgunaan lahan suaka margasatwa ini, masyarakat belum memahami
betapa pentingnya hutan suaka margasatwa untuk pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang akan datang.
Selain dapat merusak ekosistem itu sendiri, penyalahgunaan lahan hutan
suaka marga satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut juga
mengakibatkan erosi serta meningkatnya permukaan air laut karena kerusakan
hutan bakau itu sendiri. Melihat kerugian dari segi ekonomi, nelayan
tradisional tentunya akan sangat bergantung pada keberadaan hutan bakau.
Apabila hutan bakau tersebut telah mengalami kerusakan maka jumlah
tangkapan nelayan juga dapat berkurang secara drastis, dan akan menyebabkan
kesenjangan ekonomi, serta meningkatnya jumlah pengangguran di kawasan
pesisir. Dan dapat mendorong masyarakat untuk membuka lahan baru di
kawasan suaka marga satwa untuk disewakan ataupun memberi hak pakai
kepada perusahaan untuk membuka perkebunan kelapa sawit maupun tambak
udang.
4
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 811 /Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980
Universitas Sumatera Utara
4
Berdasarkan ketentuan Konvensi Keanekaragaman Hayati Tahun 1992
(Convention on Biological Diversity 1992) bahwa Konservasi in-situ 5 dalam
hal ini konservasi ekosistem dan habitat alam serta pemeliharaan dan
pemukiman populasi jenis-jenis berdaya hidup dalam lingkungan alaminya,
dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan
tempat sifat-sifat khususnya berkembang. Mengacu pada ketentuan Konvensi
Keanekaragaman Hayati Tahun 1992 (Convention on Biological Diversity
1992) tersebut, bahwa kawasan konservasi merupakan kawasan yang khusus
untuk pemeliharaan dan pemukiman populasi asli atau yang telah
terdomestikasi untuk tujuan budidaya dalam rangka pelestarian jumlah
populasi flora maupun fauna tersebut.
Pelestarian dan perlindungan secara hukum mutlak dilakukan untuk
menjaga Kawasan Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur
Laut dari upaya deforestasi dan pengalihfungsian lahan hutan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penting untuk dibahas aturan
internasional terkait konservasi dan perlindungan kawasan suaka marga satwa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang menjadi objek
pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana
Ketentuan
Hukum
Internasional
Terhadap
Suaka
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (KGLTL)?
5
Ibid hal. 1
Universitas Sumatera Utara
5
2. Bagaimana
Pengelolaan Suaka
Margasatwa
Sebagai
Kawasan
Konservasi Menurut Hukum Indonesia?
3. Bagaimana Perlindungan Hukum Internasional Dalam Pengelolaan
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (KGLTL)
Menjadi Kawasan Konservasi Lingkungan Hidup Global?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
a. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional
mengenai Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut
apakah masih relevan terhadap perlindungan kawasan konservasi dan
suaka margasatwa.
2. Untuk sejauhmana pengelolaan dan pemanfaatan suaka margasatwa
ditinjau dari segi perundang-undangan nasional, berserta ancaman dari
deforestasi terhadap suaka margasatwa dan pengalihfungsian lahan
konservasi.
3. Untuk mengetahui peranan hukum internasional dalam mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan fungsi lahan Kawasan
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (KGLTL)
yang timbul ataupun yang mungkin timbul dimasa yang akan datang,
berserta upaya pengembalian fungsi kawasan seperti semula.
Universitas Sumatera Utara
6
b. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Pembahasan
tentang
masalah
yang
telah
dirumuskan
dapat
memberikan sumbangan akademis bagi Ilmu Hukum pada umumnya
dan Hukum Lingkungan Internasional pada khususnya, mengenai
regulasi Hukum Internasional mengenai kedudukan suaka marga satwa
sebagai kawasan konservasi, yang mencakup perlindungan kawasan
suaka marga satwa terhadap keberlangsungan hidup flora dan fauna
asli (endemik), keterkaitan keanekaragaman hayati dengan keberadaan
pemukiman masyarakat pesisir, dan bagaimana perangkat hukum
internasional berkembang dalam mengantisipasi dampak yang timbul
akibat
pemanfaatan
kawasan
suaka
marga
satwa
terhadap
keanekaragaman hayati.
2. Manfaat secara praktis
Pembahasan tentang masalah yang telah diangkat diharapkan dapat
memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat mengenai
pentingnya perlindungan Suaka Marga Satwa Karang Gading dan
Langkat Timur Laut (KGLTL) Sebagai Kawasan Konservasi, yang
dapat dijadikan kawasan lingkungan hidup global. Bagaimana regulasi
Hukum Internasional itu sendiri secara dinamis mengatur masalahmasalah yang timbul terkait pemanfaatan suaka marga satwa sebagai
kawasan konservasi dan demi terjaganya keanekaragaman hayati bagi
masyarakat internasional.
Universitas Sumatera Utara
7
D. Keaslian Penulisan.
Kedudukan Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut
(KGLTL) Sebagai Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum
Internasional yang diangkat menjadi judul skripsi ini merupakan hasil
karya yang ditulis secara objektif, ilmiah melalui data-data referensi bukubuku, bantuan narasumber dan pihak-pihak lain. Skripsi ini juga bukan
merupakan jiplakan atau merupakan judul skripsi yang sudah pernah
diangkat sebelumnya oleh orang lain.
E. Tinjauan Pustaka.
Untuk menghindari kesalahpahaman istilah, maka diberikan batasan
pengertian sebagai berikut :
Hukum Internasional.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa Hukum
Internasional ialah kesuluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara :
a. Negara dengan negara
b. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara dan subjek hukum
bukan negara satu sama lain6
Sebagai salah satu cabang dari Hukum Internasional, maka Hukum
Lingkungan Internasional dapat diartikan sebagai keseluruhan kaidah
dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang berkaitan
dengan lingkungan hidup yang melintasi batas negara antara negara
6
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum,
Binacipta, Bandung, 1989, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
8
dengan negara maupun antara negara dengan subjek hukum bukan
negara.
Konferensi Lingkungan Internasional
Hingga saat ini ada 3 Konferensi Lingkungan Internasional yang
menjadi momen penting dalam perkembangan Hukum Lingkungan
Internasional, yaitu :
a. United Nations Conference on the Human Environtment (UNHCE)
yang diadakan di Stockholm, Swedia pada 5-16 Juni 1972. Salah
satu dari hasil konferensi ini adalah Deklarasi Stockholm 1972.
Prinsip 4 Deklarasi Stockholm (Stockholm Declaration on Human
Environtment 1972) menyatakan : “Manusia bertanggung jawab
untuk menyelamatkan dan mengelola secara bijak warisan
margasatwa dan habitatnya yang kini terancam oleh kombinasi
faktor-faktor yang bertentangan.” Prinsip yang tercantum dalam
Deklarasi tersebut, ternyata telah menyebutkan adanya ancaman
dari penyalahgunaan flora dan fauna, serta habitat (hutan) untuk
kepentingan pribadi dan mengancam keberlangsungan ekosisem
suaka marga satwa.
b. United Nations Converence on the Environment and Development
(UNCED) yang diadakan di Rio de Janeiro, Brazil, 1992.
Konferensi ini mengasilkan dokumen-dokumen seperti Deklarasi
Rio, United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD),
United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC), Agenda 21 dan Prinsip-Prinsip Kehutanan.
Universitas Sumatera Utara
9
c. UNCBD merupakan perjanjian global pertama yang bersifat
komprehensif dan mencakup semua aspek keanekaragaman hayati,
sumber daya genetis, spesies, dan ekosistem. Masyarakat
internasional telah menyepakati suatu regulasi yang secara khusus
mengatur mengenai perlindungan terhadap keanekaragaman hayati
dan habitatnya.
F. Metode Penelitian.
a. Tipe Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu,
dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan –
permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan 7 .
Soerjono Soekanto8 berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi
dalam :
1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari :
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematika hukum
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum
2. Penelitian Hukum Sosiologis atau Empiris, yang terdiri dari :
7
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 43
Ibid
Universitas Sumatera Utara
10
a. Penelitian terhadap identifikasi hukum
b. Penelitian terhadap efektifitas hukum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
hukum normatif karena hendak meneliti norma-norma hukum
internasional dan hukum nasional yang mengatur tentang Kedudukan
Suaka Marga Satwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Sebagai
Kawasan Konservasi Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional.
b. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum umumnya sumber data dibedakan antara data
primer dan data sekunder yang dari kekuatan mengikatnya dapat
digolongkan dalam9 :
1. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung oleh
masyarakat atau data lapangan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi bahan pustaka.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
sekunder, yang terdiri dari10 :
1. Bahan hukum primer yang berupa produk-produk hukum seperti
peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini berupa konvensi
hukum
internasional,
deklarasi,
protokol,
maupun
peraturan
perundang-undangan nasional.
9
Prof. Dr. Lexy j. Moleong, Metodologi Analisis Data, Rosda, Jakarta, 2005, hal. 64
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006, hal. 113-114
10
Universitas Sumatera Utara
11
2. Bahan hukum sekunder berupa bahan acuan yang bersumber dari
buku-buku, surat kabar, media internet, serta media massa lainnya
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
3. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
berupa kamus dan lain sebagainya.
Cara mendapatkan data sekunder adalah dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research). Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumen dimana selanjutnya dilakukan analisis dengan
mengumpulkan fakta-fakta yang didapat dari studi kepustakaan sebagai
acuan umum dan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang dimaksud berdasarkan
bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan.
c. Analisis Data
Data yang terkumpul tidak memberikan arti apa-apa bagi penelitian, tanpa
dianalisis terlebih dahulu. Hal ini untuk menjamin bahwa data yang
diperoleh adalah akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data yang
telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis
deskriptif kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan
dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek
dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran lebih jelah terhadap
permasalahan yang diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik suatu
kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
12
G. Sistematika Penulisan.
Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, dimana masing-masing
bab dibagi atas sub bab. Uraian singkat bab-bab dan sub bab – sub bab
tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan bab yang berisi tentang pengaturan hukum mengenai
keberadaan suaka marga satwa karang gading dan langkat timur laut dalam
perlindungan lingkungan hidup. Bab ini terdiri dari definisi suaka marga
satwa dan kawasan konservasi, dasar hukum yang menetapkan kawasan
karang gading dan langkat timur laut sebagai suaka marga satwa, dan
diakhiri mengenai bagaimana hukum lingkungan internasional mengatur
pengelolaan dan perlindungan kawasan suaka marga satwa.
BAB III merupakan bab yang berisi tentang bagaimana pengelolaan suaka marga
satwa sebagai kawasan konservasi dalam hukum Indonesia. Bab ini terdiri
dari gambaran umum mengenai pengalihfungsian lahan suaka marga satwa
menjadi perkebunan kelapa sawit dan tambak ikan, deforestasi hutan
menurut hukum internasional, dan pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau
terluar menurut hukum nasional.
BAB IV merupakan bab yang berisi mengenai bagaimana perlindungan hukum
internasional dalam pengelolaan kawasan konservasi menjadi lingkungan
hidup global. Bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub bab, yaitu langkah-langkah
konservasi kawasan hutan menurut hukum internasional, upaya konservasi
Universitas Sumatera Utara
13
suaka marga satwa karang gading dan langkat timur laut, dan hambatan
yang dihadapi dalam upaya konservasi suaka marga satwa karang gading
dan langkat timur laut.
BAB V sebagai penutup, berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian dan saran sebagai rekomendasi yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara