Irasio Legis Penangkapan Komisioner KPK

IRASIO LEGIS PENANGKAPAN BAMBANG WIDJOJANTO OLEH KEPOLISIAN RI
Ali Ridho
Terjadinya penangkapan salah satu komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Bambang Widjodjanto (BW) semakin memperuncing hubungan antara KPK
dengan Polri. Dalil yang menjadi legitimasi penangkapan, karena BW dinilai melanggar
Pasal 242 jo Pasal 55 KUHP. Penagkapan tersebut, pada akhirnya menimbulkan pro dan
kontra. Lepas dari itu, apabila diamati memang terdapat beberapa hal yang kemudian
layak diperdebatakan. Pertama, tidak dipenuhinya prosedur hukum dalam proses
penangkapan. Jika melihat pemaparan BW yang menyatakan bahwa penangkapan
tersebut tidak jelas karena tidak memberikan kepadanya surat perintah penangkapan
yang mencantumkan identitas dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat dia diperiksa. Maka sesuai
dengan aturan, proses yang demikian tidak dibenarkan jika mengacu pada Pasal 18 ayat
(1) KUHAP.
Selanjutnya, konstruksi hukum dalam proses penangkapan adalah apabila
seorang tersangka telah dipanggil dua kali secara berturut-turut tidak memeuhi
panggilan dan tanpa alsan sah. Dalam kondisi demikian, maka penegak hukum (Polri)
berhak melakukan penangkapan. Namun pada kenyataannya, BW ditangkap langsung
tanpa melewati proses pendahuluan seperti adanya surat pemanggilan untuk diperiksa
sebagai saksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penangkapan tersebut
melanggar Pasal 19 ayat (2) yang menyebutkan bahwa: “Terhadap tersangka pelaku

pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah
dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.”
Kedua, adanya maladministrasi anggota Kepolisian. Salah satu komponen agar
sebuah penagkapan dianggap sah adalah harus linear dengan peraturan perundangundangan dan memperhatikan hak tersangka. Namun jika melihat proses penagkapan
BW yang tidak didahului dengan surat panggilan tersangka, maka penangkapan
tersebut merupakan bentuk perbuatan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak
baralasan (unreasonable), tidak adil (unfair), menekan (oppressive), dan diskriminatif.
Adapun aspek administratif yang dilanggar oleh Polri adalah Pasal 10 Ayat (1) Poin 13
Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyelidikan
Tindak Pidana.
Adanya bukti berupa tidak terlebih dahulu diberikan surat panggilan tersangka,
juga merupakan bentuk tindakan kesewenang-wenangan kepolisian dan melanggar
kode etik seorang pegawai, sehingga itu dapat dikategorikan sebagai bentuk
pelanggaran terhadap Pasal 5 Poin D Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009. Ketiga,
efek domino balas dendam. Meskipun ini bisa diperdebatkan, namun proses
penangkapan yang tidak berselang lama pasca pengumuman tersangka Komjen Pol.
Budi Gunawan (BG), maka sangat sulit memutus kesinambungan bahwa proses
penangkapan BW merupakan bentuk balas dendam oknum Polri kepada KPK. Terlebih

1


dengan prosesnya yang luar biasa cepat, maka semakin mengukuhkan dimensi
kepentingan kian terbaca oleh publik.
Lantas bagaimana, jika proses penangkapan itu terbukti tidak sesuai dengan
prosedur hukum?. Pada ranah ini, tentu hanyalah pengadilan yang bisa menjawabnya,
dan kuasa hukum BW nampaknya telah mempra peradilkan kliennya ke pengadilan.
Sesuai dengan Pasal 77 sampai Pasal 88 KUHAP, fungsi pra peradilan adalah memeriksa
sah atau tidaknya upaya paksa (penangkapan dan penahanan) serta memeriksa sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Dari basis yuridis
tersebut, sesungguhnya telah terbaca bahwa jika proses penangkakapannya tidak benar
maka penangkapan BW tidak sah sehingga penyidik (Kepolisian) pada tingkat
pemeriksaan harus segera membebaskan tersangka. Hal tersebut, termaktub secara
jelas dalam uraian Pasal 82 ayat (3) angka 1 KUHAP. Namun apabila proses
penangkapan itu dianggap telah sesuai prosedur hukum, maka Kepolisian berhak
melanjutkan proses hukum BW, dan apabila berkasanya dinyatakan lengkap (P4),
Kepolisian juga dapat meneruskannya ke Kejaksaan untuk diproses kelanjutannya.

2