pertama dari Q. S al-‘Alaq. Surat yang kedua turun adalah Q. S al-Muddatsir. Sementara surat kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah Q. S al-
Baqoroh. Tokoh yang pertama sekali melakukan kajian terhadap ilmu munasabah ini
adalah Abu Bakr An-Naysaburi. Selain darinya, terdapat pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar Al-qur’an,
Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi Tanasub Al-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub
As-Suwar”.
2.2 Macam-macam Munasabah
Para mufassir melihat banyak bemtuk munasabah Al-qur’an. Akan tetapi, secara garis besar dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk, yaitu Zhahir jelas
dan Mudhamar tersembunyi. Munasabah zhahir terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :
1. Suatu ayat menyempurnakan penjelasan ayat sebelumnya. Artinya, penjelasan suatu ayat mengenai suatu persoalan kadang-kadang belum
sempurna atau lengkap, kemudian ayat berikutnya menyempurnakan penjelasan itu. Hal ini, misalnya dapat dilihat dalam firman Allah surah
Al-Baqarah ayat 3-5. 2. Tawkid menguatkan. Suatu ayat menguatkan isi kandungan ayat lainnya.
Hal ini, sebagai contoh dapat dilihat dalam firman Allah dalam surah Al- Baqarah ayat 149-150.
3. Tafsir menjelaskan. Suatu ayat menjelaskan atau menafsirkan ayat sebelumnya. Kadang-kadang ada ayat yang membicarakan suatu
permasalahan dan istilah, tetapi ayat itu tidak menjelaskan maksud permasalahan dan istilah itu. Kemudian ayat berikutnya menjelaskan
makna, konsep atau karakteristik istilah yang digunakan. Maka munasabah antara kedua ayat tersebut terletak pada hubungan penjelas mufassir
dengan yang dijelaskan mufassar yaitu ayat kedua menjelaskan makna ayat pertama.
4
Munasabah yang tersembunyi mudhamar adalah keterkaitan atau keserasian yang tidak jelas. Pada lahirianya seolah-olah, suatu ayat terasing dari
ayat yang lain atau alur pembicaraannya tidak ada ketersambungan. Tetapi apabila dianalisis secara dalam akan terlihat keterkaitannya. Munasabah ayat-ayat seperti
ini dapat ilihat dari empat aspek, yaitu : 1. Ayat tersebut dihubungkan oleh huruf ‘athaf, seperti yang terlihat dalam
surah Saba’ ayat 2. Munasabah dengan waw’athaf ini biasanya menghubungkan dua hal yang berlawanan, seperti masuk dan keluar, turun
dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab. 2. Al-Mudhaddah berlawanan, yaitu dua ayat berurutan yang
memperbincangkan dua hal yang berlawanan seperti surga dan neraka serta kafir dan iman. Hal ini, misalnya terlihat dalam surah An-Nisa’ ayat
150-152. 3. Istithrad sampai, yaitu perbincangan suatu ayat mengenai suatu masalah
sampai kepada hal lain yang tidak berkaitan langsung dengan masalah yang sedang diperbincangkan itu. Hal ini seperti yang terdapat dalan surah
Al-A’raf ayat 26. Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai
berikut : 1. Munasabah Antara Surat dengan Surat
Keserasian hubungan atau munasabah antar surat ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surat dengan surat
lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surat, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema
sentral, sedangkan surat-surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara umum maupun parsial. Salah satu contoh yang
dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surat beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah 1, Q. S al-Baqarah 2, dan Q.
S al-Imran 3. Satu surah berfungsi menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di
dalam surat al-Fatihah 1 : 6 disebutkan : ميقتسملا طارصلا اندهإ
6
5
Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” Q. S al-Fatihah 1 : 6 Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu
ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan : نيقتملل ىده هيف بير ل باتكلا كلت
2 Artinya : “Kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
mereka yang bertakwa” Q. S al-Baqarah 2 : 2 2. Munasabah Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya
Nama satu surat pada dasarnya bersifat tauqifi tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya. Namun beberapa bukti menunjukkan
bahwa suatu surat terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir
sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat
dalam suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan
disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya. b. Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran
yang menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu
sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta
kepasrahan : al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj
dengan spesifik tema haji, al-Nisa’ dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga. Kata Nisa’ yang berarti kaum
wanita adalah irrig keharmonisan rumah tangga. e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak
dipermulaan surat, sekaligus untuk menuntut perhatian khusus
6
terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.
3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung
antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini
memperlihatkan irri-ciri ta’kid tasydid penguat penegasan dan tafsir i’tiradh interfretasi penjelasan dan cirri-cirinya. Contoh sederhana ta’kid
: اولعفت مل نإف, diikuti
اولعفت نلو Q.S al-Baqarah 2:24. Contoh tafsir:
ىصقلا دسملا ىلا مارحلا دجسملا نم ليل هدبعب ىرسا يذلا ناحبس Kemudian diikuti dengan 1:17
ءارسلا انتايا نم هيرنل هلوح انكراب يذلا
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan
terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada : a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan,
perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :
___ ___
نمقل هلل دمحلا لق هللا نولوقيل
ضرلاو تاوامسلا قلخ نم مهتلأس نلو 25
b.Munasabah berbentuk istishrad penjelasan lebih lanjut. Contoh :
___ ___
هرقبلا يه لق
هلهلا نع كنولأسي 189
c. Munasabah berbentuk nazhir matsil hubungan sebanding atau mudhaddah ta’kis hubungan kontradiksi. Contoh :
___ ___
ةرقبلا ربلا نكلو
برغملاو كرشملا لبق مكهوجو اولوت نا ربلا سيل 177
4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini
didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan
tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat di
awal Q. S al-Baqarah : 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan
7
ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan : نونمؤملا حلفا دق
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”. Kemudian dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat
نورفاكلا حلفي ل هنا Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.
5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat
bentuk yaitu al-Tamkin mengukuhkan isi ayat, al-Tashdir memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya, al-Tawsyih mempertajam relevansi
makna dan al-Ighal tambahan penjelasan. Sebagai contoh : نيقلاخلا نسحا هللا كرابتف mengukuhkan
ةقلع ةفطنلا انقلخ مث bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya al-mukminun: 12-
14. 6. Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir
uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Mu’minun di awali dengan respek Tuhan
kepada orang-orang mukmin dan di akhiri dengan sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir. Dalam Q. S al-Qasash,
al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal
surat dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan
Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa akan memperoleh kemenangan.
7. Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya Misalnya akhir surat al-Waqi’ah 96 :
ميظعلا كبر مساب حبسف “Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha
Besar”. Lalu surat berikutnya, yakni surat al-Hadid 57 : 1 :
ميكحلا زيزلا وهو ضرلاو تاومسلا يف ام هللا حبس
8
“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah menyatakan kebesaran Allah. Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. 8. Munasabah Antar Ayat dengan Satu Tema
Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’i dan al-
Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul
al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abdullah al-Razi
dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair. Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema
qiwamah tegaknya suatu kepemimpinan. Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q. S al-Nisa’ 4 : 34 :
. مهلاومأ نم اوقفنأ امبو ضعب ىلع مهضعب هللا لضف امب ءاسنلا ىلع نوماوق لاجرلا
Dan Q. S al-Mujadalah 58 : 11 : .
ريبخ نولمعت امب هللاو تاجرد ملعلا وتوا نيذلاو مكنم اونما نيذلا هللا عفري Tegaknya qiwamah konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’
erat sekali kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-Nisa’ menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-
ilm”. Antara “bimaa fadhdhala” dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘ilm.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi tauqifi. Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan
antara berbagai hal dalam kitab al-Qur’an.
2.3 Signifikasi Munasabah