Kegagalan Pragmatik dalam Subtitle Tano Parsirangan
Kajian Linguistik, Februari 2014, 69-93 Copyright ©2014, Program Studt Linguistik FIB USu, ISSN 1693 - 4660
Tahun ke-II, No 1
KEGAGALANPRAGMATIKDALAMSUBTITLE
TANO PARSlRANGAN
Marina Winda Puspita Sibombing LP31 Gajah Moda Medan marinawps@yahoo.com Roswita Silalahi
FiB Universitas Sumatera Utara
Abstract
This research discusses "Pragmatic Failures in the SlIbtitle of Tano Parsirangan" analising the subtitle (in indonesian language) translated from spoken text (in Batak-Toba language) found in the movie entitled Tano Parsirangan. The objective ofthis study is to describe the pragmatic failures causing the audiences comprehend the meaning ofspoken text inaccurately. The study rely on the notion that translation means as an act of communication which can be analysed by using the pragmatic features. The pragmatic failures of translation, devided into two areas: pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures. The pragmalinguistic failures analysed by using the theory of speech acts proposed by Searle and the theory of deixis proposed by Nababan. The sociopragmatic failures analysed by using the theory of coorporation principle proposed by Grice and the theory of politeness principle proposed by Brown-Levinson. The research method used is descriptive-qualitative method The findings show the pragmatic failures of translation occur in three hundreds eighteen subtitles of Tano Parsirangan. The pragmatic failures of translation occuring are devided into pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures. The pragmalinguistic failures occuring are failures in speech acts and deixis from the spoken text into the subtitles. The sociopragmatic failures occuring are failures in coorporation principle and politeness principle from the spoken text into the subtitles. The subtitles are proposed to be revised in order to ful!fil the high quality oftranslation product.
Keywords: pragmatic, pragmaticlinguistic, sociopragmatic, subtitle, revisi
PENDABULUAN
Hubungan antara pragmatik dan teljemahan dapat dijelaskan melalui pemahaman
bahwa teks teljemahan lisan ataupun tulisan merupakan salah satu bentuk tindak
komunikasi, terutama komunikasi antarbahasa dan antarbudaya. Pernyataan tersebut
didasari oleh nosi tentang terjemahan sebagai sebuah tindak komunikasi yang dinyatakan
oleh beberapa pakar peneljemahan, seperti Nida dan Taber (1974: 12), Larson (1984: 3),
House dan Blum Kulka (I986: 7), Newmark (l988: 5), dan Hatim (l997: 1). Sebagai
tindak komunikasi, teks terjemahan memiJiki fitur-fitur tindak tutur yang dapat dikaji
,-, melalui tilikan-tilikan pragmatik antarbudaya.
."
Marina Winda Puspita Sihombing
Istilah 'kegagalan pragmatik antarbndaya' (cross-cultural pragmatic failures) didefinisikan oleh Thomas (1983: 91) sebagai kegagalan peserta komunikasi untuk memahami 'apa yang dimaksud dengan yang dikatakan' ('what is meant by what is said').
Di era globalisasi ini, banyak bahasa daerah termasuk Bahasa Batak Toba sulit untuk dipahami oleh para generasi muda (Sarumpaet, 1986 dalam Simanjuntak, 2011: 143). Untuk dapat mengatasi kesuIitan tersebut, banyak karya Batak Toba termasuk film yang diteIjemahkan dalam Bahasa Indonesia, salah satunya adalah Tano Parsirangan. Hal ini bertujuan agar nilai moral yang terkandung dalam cerita film tersebut dapat dipahami oJeh penonton, khususnya generasi mnda.
Banyak kajian peneIjemahan yang teJah membahas masaJah perpadanan, teknik prosedur, ideologi penerjemahan yang dilakukan seorang peneIjemah untuk mengalihkan pesan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan penerjemahan dan sidang pernbacanya (Hatim dan Mason, 1997: 2). Berlandaskan pemaparan di atas, peneliti melakukan penelitian mengenai Kegagalan Pragmatik dalam Subtide Tano Porsirangan.
KAnAN PUSTAKA
Subtitle Di dalam Webster (1996: 1336), dijeJaskan "Subtitle is one or more lines oftext, as
a translation of a dialogue in a foreign language, appearing usually at the bottom of a film or video image", maksudnya subtitle adalah suatu bentuk terjemahan teks dari dialog atau komentar yang menggunakan bahasa asing dalam film, program televisi, dan game. Subtitle biasanya diletakan di bagian bawah layar.
Penilaian Basil Terjemahan .
Identifikasi kegagalan pragmatik diJakukan dengan menilai subtitle Tano Parsirangan yang berlandaskan pada penilaian ketepatan terjemahan. TSu (berupa transkripsi teks Iisan berbahasa Batak Toba) ke dalam TSa (berupa subtitle berbahasa Indonesia) yang terdapat di dalam film beIjudul Tano Parsirangan. Penilaian ketepatan tersebut dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari Accuracy Rating (Nababan, 2004: 50) dan Rambu-Rambu Penilaian TeIjemahan (Machali, 2000: 156-157) dengan indikator yang disesuaikan dengan kriteria kegagalan pragmatik, sebagai berikut:
Kategori Tepat
TidakTepat
Tabel 2.2 Penilaian Basil Terjemahan
Indikator 1. Tidak ada distorsi makna 2. Hampir tidak terasa seperti teIjemahan 3. Tidak ada kesalahan ejaan 4. Tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa 5. Tidak ada kekeliruan penggunaan istilah 1. Ada distorsi makna 2. Terasa seperti terjemahan 3. Ada kesalahan ejaan 4. Ada kesalahan atan penyimpangan tata bahasa 5. Ada kekeliruan penggunaan istiJah
70
Kajian Linguistik, Tahun Ke-J J, No J, Februari 2014
Kegagalan Pragmatik
Kegagalan pragrnatik antarbudaya (Thomas, 1983: 91) adalah kegagalan peserta komunikasi untuk memahami apa yang dimaksud dengan yang dikatakan (what is meant by what is said). Untuk menjelaskan fenomena kegagalan pragrnatik, Thomas membagi (1983: 99) kemampuan pragrnatik menjadi dua, yaitu kemampuan pragmalinguistik dan kemampuan sosiopragrnatik. Kemampuan pragmalinguistik berhubungan dengan daya pragmatik (pragmatic force) yang dikaitkan dengan sebuah konstruksi tuturan. Thomas (1999: 176) menyatakan kegagalan pragmatik dapat dianalisis dengan menggunakan sembilan tjJikan pragmatik mulai dari tiJikan yang dekat dengan ranah pragmalinguistik hingga yang terdekat dengan ranah sosiopragmatik, yaitu: (1) disambiguation, (2) interpretive bias, (3) polisemi, (4) assign complete meaning, (5) metonimi, (6) tindak tutur, (7) prinsip ketjasama, (8) bidal interpersonal, dan (9) indirectness, dan (10) prinsip kesantunan.
Kegagalan Pragmalinguistik pada Terjemahan
Kegagalan pragrnalinguistik yang dikaji dalam penelitian ini adalah kegagalan penerjemah menyampaikan daya pragmatik (pragmatic force) yang dikaitkan dengan sebuah konstruksi tuturan atau kalimat yang terdapat pada TSu ke dalam TSa (Thomas, 1999: 163). Aspek dasar kegagaJan pragmaJinguistik yang dianalisis dalam penelitian adalah: (I) kegagalan pengalihan tindak tutur TSu ke dalam TSa dan (2) kegagalan pengalihan deiksis TSu ke dalam TSa.
1. Kegagalan Pengalihan Tindak TutuI' TSu ke dalam TSa
Teori tindak tutur yang diajukan oleh Searle (1969) adaJah teori yang dipakai untuk menganalisis kegagalan pragrnalinguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan pengalihan tindak tutur TSu ke dalam TSa. Searle (1969:12-14) membedakan tindak tutur da]am lima kategori, yaitu: (I) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur ekspresif, (4) tindak tutur komisif, dan (5) tindak tutur deklaratif.
2. Kegagalan Pengalihan Deiksis TSu ke dalam TSa
Teori deiksis yang diajukan oleh Nababan (1987) adalah teori yang dipakai untuk: menganalisis kegagalan pragrnalinguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan pengalihan deiksis TSu ke da]am TSa. Nababan (1987: 40-42) menjeJaskan lima jenis deiksis, yaitu: (I) deiksis persona, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial.
Kegagalan Sosiopragmatik KegagaJan sosiopragmatik yang dikaji dalarn penejitian ini adalah kegagalan
menyampaikan kaidah-kaidah sosial, budaya dan interaksional pada satu bentuk tuturan yang terdapat pada TSu ke dalam TSa (Thomas, 1983: 99). Aspek dasar kegagalan sosiopragmatik yang dianalisis ke dalarn penelitian adalah: (1) kegagalan pengalihan prinsip keljasama TSu ke dalam TSa dan (2) kegaga]an pengalihan prinsip kesantunan TSu ke dalam TSa.
1. Kegagalan Pengalihan Prinsip Kerjasama TSu ke dalam TSa
:,-'
Prinsip "ketjasama yang diajukan oleh Grice (1975) adalah teori Yilng dipakai untuk
,.
menganalisis kegagalan pragmalinguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan
pengalihan prinsip kerjasama TSu ke da]am TSa. Grice (1975: 45-47) mengemukakan
71
Marina Winda Puspita Sihombing
bahwa wacana yang wajar dapat terjadi apabila antara penutur dan petutur patuh pada prinsip kerjasama komunikasi. Prinsip kerjasama tersebut terdiri dari empat maksim percakapan, yaitu (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim relevansi, dan (4) maksim pelaksanaan.
2. Kegagalan Pengalihan Prinsip Kesantunan TSu Ire dalam TSa
Prinsip kesantunan yang diajukan oleh Brown-Levinson (1987) adalah teori yang dipakai untuk menganalisis kegagaJan pragmaHnguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan pengalihan prinsip kesantunan TSu ke dalam TSa. Menurut Brown-Levinson (1987: 70-103), kesantunan positif adalah kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif lawan tutur (meminimalkan ancaman terhadap muka positif lawan tutur).
Sedangkan, kesantunan negatif (Brown-Levinson, 1987: 70-103) adalah kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka negatif lawan tutur (meminimalkan ancaman terhadap muka negatifnya). Muka negatif mengaeu kepada keinginan seseorang untuk bebas bertindak tanpa dihalang-halangi orang lain.
Brown-Levinson (1987: 103) memberikan panduan untuk mengukur bobot ancaman terhadap muka, yang berguna untuk menentukan strategi kesantunan mana yang dipilih. Panduan itu berasal dari dimensi sosial peristiwa tutur yang dimulai dengan identifikasi tiga faktor, yaitu (1) jarak sosial (social distance) antara penutur dan petutur (D), (2) derajat reJatif kuasa (power) yang dimjliki penutur atas petutur (P), dan (3) hobot relatif isi tuturan (rank ofimposition) yang dikaitkan dengan budaya yang lazim berlaku di tempat tuturan (R).
METODOLOGI
Metode yang digunakan daJam pene1itian ini adaJah metode deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi kualitatif, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005: 54). Data yang digunakan dalam penelitian ini adaJah dialog berupa ujaran lisan dalam bahasa Batak Toba (TSu) dan subtitle dalam bahasa Indonesia (TSa). Sumber data dalam penelitian ini adalah film Tano Parsirangan berbahasa Batak Toba yang terdiri dari dua episode. Teknik pengumpulan data ini adalah teknik simak dan catat (Mahsun, 2005). Teknik analisis data yang digunakan ini adalah teknik analisis data model alir Miles dan Huberman (1992), yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan penarikankesimpulan.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kegagalan Pragmatik
Identifikasi kegagalan pragmatik dilakukan dengan menilai subtitle Tano
Parsirangan yang berlandaskan pada penilaian ketepatan hasil terjemahan. Penilaian
ketepatan tersebut dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari
Accuracy Rating (Nababan, 2003: 50) dan Rambu-Rambu Penilaian Terjemahan
(Machali, 2000: 156-157) dengan indikator yang disesuaikan dengan kriteria kegagalan
pragmatik, yang terdiri dari dua kategori, yaitu: (1) tepat dan (2) tidak tepat. Kategori
tepat terdiri dari lima indikator, yaitu: (l) tidak ada distorsi makna, (2) hampir tidak
terasa seperti teIjemahan, (3) tidak ada kesalahan ejaan, (4) tidak ada kesaJahan atau
penyimpangan
tata
bahasa,
dan
,(5)
tidak
ada
kekeliruan
penggunaan
セ@
istilah.
72
Kajian Linguisti'" Tahun Ke-ll, No I, Februari 2014
,.
Data awal berjumlah sembilan ratus tiga puluh delapan yang terdiri dari: (a) TSu yang tidak diterjemahkan ke dalam TSa dan (b) TSu yang diterjemahkan ke dalam TSa.
(a) TSu yang tidak diterjemahkan ke dalam TSa berjumlah sembiIan puluh enam. Pada penelitian ini, TSu yang tidak diterjemahkan ke dalam TSa tidak disertakan daJam proses identifikasi kegagalan pragmatik. OJeh karena itu, pada bagian peniJaian subtitle Tano Parsirangan, data berjumlah sembilan puluh enam yang disebutkan di atas tidak ikut dibaca dan dinilai.
(b) TSu yang diterjemahkan ke dalam TSa betjumJah deJapan ratus empat puluh dua, yang terdiri dari: (a) TSu yang ditetjemahkan dengan tepat ke dalam TSa dan (b) TSu yang diterjemahkan dengan tidak tepat ke dalam TSa.
(a) TSu yang diterjemahkan dengan tepat ke dalam TSa berjumlah lima ratus dua puluh empat. Sesuai dengan indikator penilaian subtitle Tano Parsirangan yang dijelaskan sebeJumnya, subtitle Tano Parsirangan yang dinilai tepat adalah subtitle yang diidentifikasi tidak mengandung kegagalan pragmatik.
(b) TSu yang diterjemahkan dengan tidak tepat ke dalam TSa berjumlah tiga ratus deJapan belas. Sesuai dengan indikator penilaian subtitle Tano Parsirangan yang dijelaskan sebeJumnya, subtitle Tano Parsirangan yang dinilai tidak tepat adalah subtitle yang diidentifikasi mengandung kegagaJan pragmatik.
Kegagalan Pragmalinguistik
KegagaJan pragmaJinguistik pada subtitle Tano Parsirangan adalah kegagalan penerjemah menyampaikan daya pragmatik (pragmatic force) yang dikaitkan dengan sebuah konstruksi tuturan atau kalimat yang terdapat pada TSu ke dalam TSa (Thomas, 1999: 163). Pada prinsipnya kegagaJan ini terkait dengan kegagaJan pemanfaaatan pengetahuan mengenai kaidah-kaidah tata bahasa yang lazim digunakan oleh penerjemah untuk mengungkapkan ujaran tertentu sesuai dengan konteks situasinya. Gunarwan (2005: 1-10) menyatakan hanya empat tilikan pragmatik yang dapat diaplikasikan dalam bidang terjemahan, khususnya untuk menganalisis kegagalan pragmatik pada terjemahan, yaitu (1) tindak tutur, (2) deiksis, (3) prinsip ketja sarna, dan (4) prinsip kesantunan.
(l)Kegagalan Pengaliban Tindak Tutur
Kegagalan pengalihan tindak tutur pada TSu ke dalam TSa yang dianalisis dengan menggunakan teori tindak tutur yang diajukan oleh Searle (1969), terdiri dari kegagaIan pengaJihan lima jenis tindak tutur, yaitu: (1) kegagalan pengalihan tindak tutur representatif, (2) kegagalan pengalihan tindak tutur direktif, (3) kegagalan pengalihan tindak tutur ekspresif, (4) kegagalan pengalihan tindak tutur komisif, dan (5) kegagaJan pengalihan tindak tutur deklaratif.
1. Kegagalan Pengaliban Tindak Tutur Representatif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
73
Marina Winda Puspita Sihombing
Kepala Desa Amani Sudung
Boha do molo ninna rohani lae?
Ai au pe berhak do ditano i. GJbe songosn naasing do hamu!
Bagaimana menurutmu?
Aku sangat berhak terhadap tanah itu. Jangan macam-macamlah kau!
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amoni Sudung tidak terima atas penolakan kepala desa dan berpikir bahwa kepala desa memiliki niat buruk untuk menghalang-halanginya menjual tanah tersebut. Amani Sudung merasa sesunggubnya dia juga memiliki hak kepemilikan atas tanah itu dan berhak untuk menjual tanah itu, sehingga dia mengatakan 'Ai au pe berhak do di/ano i. Gabe songon naasing do hamu! '.
Ujaran 'Gabe songon naasing do hamu!' merupakan tindak tutur representatif, yang merupakan tindak tutur yang mengikat penutumya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Dengan ujaran ini, Amani Sudung menunjukkan bahwa dia sedang berspekulasi bahwa kepala desa memiliki niat menghalang-halanginya. Pada subtitle, ujaran 'Gabe songon naasing do hamu!' diterjemahkan menjadi 'Jangan macammacamJah kau!'. Penerjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung mengancam kepala desa. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalam TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi kegagalan pengaIihan tindak tutur representatif pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur
representatif tersebut adalah dengan mengubah 'Jangan macam-macamlah kau!' menjadi
'Kenapa sepertinya Anda mempersulit saya?', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
KepaJa Boha do molo ninna rohani lae?
Bagaimana menurutmu?
Desa
Amani Ai au pe berhak do di/ano i. Gabe Aku sangat berhak terhadap tanah
Sudung songon naasing do hamu!
itu. Kenapa sepertinya Anda
mempersulit saya?
1. Kegagalan Pengalihan Tindak Tutur Direktif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Sinta Hape kuliah ni abang...!
Padahal kuliah abang..J
Amani Mantak!
Berhenti?!
Sudung
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amani Sudung memarahi kedua anaknya karena dia merasa anak-anaknya selalu
membela abangnya. Kemudian, Sinta menjelaskan bahwa memang benar amangtua
mereka memang sungguh mengasihi mereka dan semua kondisi yang terjadi pada
keluarga mereka adalah karena kebiasaan ayahnya yang sering mabuk dan berjudi. Sinta
mengatakan mereka bingung mengapa ayah mereka tidak kunjung bertobat dan berubah
padahal kondisi mereka sudah sangat susah sampai abangnya Sudung harus berhenti
kuliah. Merasa disudutkan dan dipersalahkan, Amon; Sudung tidak terima dan marah
dengan mengatakan 'Mantak!'
, -,
74
Kajian Linguistik, Tahul'{Ke-ll, No 1, Februari 2014
Ujaran 'Mantak!' merupakan tindak tutur direktif, yang merupakan tindak tutur yang dHakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu. Dengan ujaran ini, Aman; Sudung menunjukkan bahwa dia sedang memerintah Sinta untuk tidak menyudutkannya terus. Pada subtitle, ujaran 'Mantak!, diteIjemahkan menjadi 'Berhenti?!'. PeneIjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung melarang Sinta membela Amani Uli dan menasehati dia sebagai seorang ayah. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalam TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa teIjadi kegagalan pengalihan tindak tutur direktif pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur direktif tersebut adalah dengan mengubah 'Berhenti?!' menjadi 'Diam!', sebagai berikut:
Penutur dan
Petutur Sinta Amon; Sudung
TSu (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Hape kuliah ni abang...1 Mantak!
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Padahal kuliah abang...1 Diam!
2. Kegagalan Pengalihan Tindak Tutur Ekspresif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Sinta Among! Aha salani amongtua i?
Ayah! Apa rupanya salah bapaktua?
Botul do burju amangtua i tu hami Memang benar bapaktua sayang
da. Songon dia holong na tu Kak Uli kepada kami. Bagaimana dia sayang
songon i do lu hami.
kepada kak Uli, begitu juga kepada
kamL
Amoni Ai boasa gabe hamu alongku? Holan Kenapa kalian menjadi musuh
Sudung sai naeng lomo-Iomo ni rohana ma tu bagiku? Karena egonya terhadap
aria tading-tadingan ni amang na harta warisan bapak kamL
hinan......gabe so boi hu garar uang ...sehingga aku tidak bisa membayar
kuliam, Sudung!
uang kuliahmu, Sudung!
Analisis Kouteks dan Makna Ujaran
Amani Sudung sangat membenci abangnya Amani Uli. Dia memarahi kedua anaknya karena Amoni Sudung merasa anak-anaknya selatu membela abangnya. Kemudian, Sinta menjelaskan bahwa memang benar amangtua mereka memang sungguh mengasihi mereka dan semua kondisi yang terjadi pada keJuarga mereka adalah karena kebiasaan ayahnya yang sering mabuk dan berjudi. Sinta mengatakan mereka bingung mengapa ayah mereka tidak kunjung bertobat dan berubah padahal kondisi mereka sudah sangat susah sampai abangnya Sudung harns berhenti kuliah. Merasa disudutkan dan dipersalahkan, Amoni Sudung tidak terima sehingga dia marah kepada anak-anaknya, mengeluh dan menyalahkan abangnya Amani Uli dengan mengatakan 'Ai boasa gabe hamu alongku? Holan sa; naeng lomo-Iomo ni rohana ma tu arIa tading-tadingan ni amang na hinan......gabe so boi hu garar uang kuliam, Sudungf'
Ujaran 'Holan sa; naeng lolho-Iomo ni rohana ma tu aria- tading-tadingan ni amang na hinan' merupakan tindak tutur ekspresif, yang merupakan tindak tutur yang
7S
Marina Winda Puspita Sihombing
dimaksudkan penutumya agar ttiarannya diartikan sebagai evaJuasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Dengan ujaran ini, Amani Sudung menunjukkan bahwa dia sedang mengeIuh dan menyaIahkan abangnya Amani VIi. Pada subtitle, ujaran 'Holan sa; naeng lomo-lomo ni rohana ma tu arta tading-tadingan ni among na hinan' diterjemahkan menjadi 'Karena egonya terhadap harta warisan bapak kami'. Penerjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung menyatakan bahwa abangnya Amani Uli adalah seorang yang menggunakan rasa ego daJam mengelola harta
warisan almarhum ayah mereka. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalam TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi kegagalan pengalihan tindak tutur ekspresif pada TSu ke daJam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengaJihan tindak tutur
ekspresiftersebut adalah dengan mengubah 'Karena egonya terhadap harta warisan bapak
kamL.' menjadi 'Dia setalu mengatur harta warisan ayah kami dengan sesuka hatinya...',
sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujamn lisan bahasa Satak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Sinta Among! Aha salani amanglua i?
Ayah! Apa rupanya salah bapaktua?
Botul do burju amangtua i tu ham; Memang benar bapaktua sayang
da. Songon dia holong na tu Kak Uli kepada kami. Bagaimana dia sayang
songon i do tu hami.
kepada kak UIi, begitu juga kepada
karoi.
Aman; Ai boasa gabe hamu alongku?
Kenapa kalian menjadi musuh
Sudung Holan sai naeng lomo-lomo ni
bagiku? Dia setalu mengatur barta
rohana ma tu arIa tading-tadingan ni warisan ayab kami dengan sesuka
amang na hinan......gabe so boi hu hatinya......sehingga aku tidak bisa
garar uang kuliam, Sudung!
membayar uang kuliahmu, Sudung!
3. Kegagalao Peogaliban Tiodak Tutur Komisif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran Iisan bahasa Satak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Jones Molo ndang adong kepaslian, tano ni Kalau tidak ada kepastian, dia akan
Amani Donda ma buaton na.
membeli tanah Aman; Donda.
Aman; He.. He.. Bege hamu na duo. Unang He-eh, kalian dengar, ya. Tidak perlu
Sudung pola ancam-ancam ahu. Molo hu dok mengancam-ancam aku. Kalau
boi. Bot mao Songon dia pe dalanna, kubilang bisa, bisalah!
ingkon hu ulahon. Nga takkas bedi Bagaimanapun jaJannya, aku akan
begehamu!?
usahakan. Apa sudah jelas kalian
dengar!?
Analisis Kooteks dan Makna Ujarao
Aman; Sudung menolak meniru tanda tangan abangnya Amani VIi karena dia yakin bahwa dia dapat membujuk abangnya dan mendapatkan tanda tangan dari abangnya dengan mengatakan 'He.. He.. Bege hamu na duo. Unang pola ancam-ancam ahu. Molo hu dok boi. Boi mao Songon dia pe dalanna, ingkon hu ulahon. Nga takkas bedi bege hamu!?'
Ujaran 'Boi ma.' merupakan tindak tutur komisif, yang merupakan tindak tutur yang mengikat penutumya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya.
:,-,
76
Kajian Linguistik, Tahun Ke-II, No I, Februari 2014
..
Dengan ujaran ini, Amon; Sudung menunjukkan bahwa dia sanggup membujuk abangnya
dan akan mendapatkan tanda tangan abangnya Aman; VIi. Pada subtitle, ujaran 'Boi mao '
ditetjemahkan menjadi 'bisalah!'. Penetjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung menyatakan bahwa Amani Sudung menunjukkan kepada Jones dan Onob bahwa dia akan mendapatkan tanda tangan dari abangnya Amani VIi dengan
mudah. Ekspresi makna ini tidak terkandung daJam TSu, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tetjadi kegagalan pengalihan tindak tutur komisifpada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur komisif
tersebut adalab dengan mengubah 'bisalah!' menjadi 'pasti bisa!', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Jones Molo ndang adong kepastian, lano ni Kalau tidak ada kepastian, dia akan
Aman; Donda ma buaton no.
membeli tanab Aman; Donda.
Aman; He.. He.. Bege hamu na dua. Unang He-eh, kalian dengar, ya. Tidak perlu
Sudung pola ancam-ancam ahu. Molo hu dok menganeam-aneam aku. Kalau
boi. Bo; ma. Songon dia pe dalanna, kubilang bisa, pasti bisa!
ingkon hu ulahon. Nga takkas bedi Bagaimanapun jalannya, aku akan
bege hamu!?
usahakan. Apa sudah jelas kalian
dengar!?
4. Kegagalan Pengalihan Tindak Tutur Deklaratif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Onob Agojo laekhon. Unang be sa;
Waduh, laeku ini. Jangan berpikir
pentium sada lae marpikir. Lapatan masih pentium satu. Maksud
ni hatakki......patudu lae majo dalan perkataanku itu... ...fae tunjukkanlah
[aho paunehon tude ngalup ni
jalan agar memberi soJusi kepada
pikiran Tulang on.
keruwetan pikiran Tulang ini.
Amani Ai lam tamba susah do pikiranku
Akh.. Pikiranku semakin kaeau
Sudung mambege hamu. Mulak na ma u bah. mendengar kalian bicara. Pulanglah
aku.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amon; Sudung memberitahukan bahwa dia memiliki banyak hutang yang belum bisa dilunasi, anak-anaknya berhenti kuliah karena tidak ada uang untuk membiayai anakanaknya, dan keinginannya menjual tanah warisan almarhum ayahnya. Kebetulan pada saat itu, Jones dan Onob memiliki seorang kenalan dari kota yang bereneana membuka pabrik pengaJengan ikan danau di desa mereka. Orang kota tersebut sedang meneari laban yang eukup luas untuk mendirikan pabrik tersebut. Pada saat itu, Onob berpikir bahwa ini merupakan kesempatan yang sangat baik. Onob kemudian meminta Jones untuk memberi solusi kepada Amon; Sudung dengan menjelaskan kepada Amoni Sudung bahwa mereka memiliki kenalan yang sedang membutuhkan laban untuk mendirikan pabrik dan menanyakan kepada Aman; Sudung apakah dia memang sungguh-sungguh ingin menjual tanah warisan yang dimilikinya itu. Namun, Onob menyampaikan maksudnya tersebut secara tidak langsung kepada Jones. Karena Jones tidak paham maksud Onob, mereka pun akhirnya berdebat. Pada saat itu pikiran Amon; Sudung sangat kaeau balau, dhf
77
Marina Winda Puspita Sihombing
semakin bingung mendengar perdebatan antara Jones dan Onob dan mengatakan 'Ai lam tamba susah do pikiranku mambege hamu. Mulak na ma u bah. '
Uj"aran 'Mulak na ma u bah.' merupakan tindak tutur deklaratif, yang merupakan
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk meneiptakan hal yang baru misalnya status atau keadaan dan lain sebagainya. Dengan ujaran ini, Amani Sudung menunjukkan bahwa dia memutuskan lebih baik pulang daripada mendengar perdebatan antara Jones dan Onob yang hanya menarnbah susah pikirannya. Pada subtitle, ujaran 'Mulak na ma u bah.' diteIjemahkan menjadi 'PuJanglah aku'. PeneIjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung menyatakan keinginannya bahwa dia ingio berparnitan dari Jones dan Onob. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalarn TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tetjadi kegagaJan pengalihan tindak tutur dekJaratif pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur
deklaratif tersebut adalah dengan mengubah 'Pulanglah aku.' menjadi 'Lebih baik saya
pulang.', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Onob Agojo laekhon. Unang be sa;
Waduh,laeku ini. Jangan berpikir
pentium sada lae marpikir. Lapatan masih pentium satu. Maksud
ni hatakki......patudu lae majo dalan perkataanku itu... ...fae tunjukkanlah
laho paunehon tude ngalup ni
jalan agar memberi solusi kepada
pikiran Tuiang on.
keruwetan pikiran Tulang ini.
Aman; Ai lam tamba susah do pikiranku
Akh.. Pikiranku semakin kaeau
Sudung mambege hamu. Mulak na ma u bah. mendengar kaHan bieara. Lebih baik
saya puJang.
(2) Kegagalan Pengalihan Deiksis
Kegagalan pengalihan deiksis pada TSu ke dalam TSa yang dianalisis dengan menggunakan teori deiksis yang diajukan oleh Nababan (1987), terdiri dari kegagalan pengalihan lima jenis deiksis, yaitu: (1) kegagalan pengaJihan deiksis persona, (2) kegagalan pengalihan deiksis tempat, (3) kegagalan pengalihan deiksis waktu, (4) kegagalan pengalihan deiksis waeana, dan (5) kegagalan pengalihan deiksis sosial.
1. Kegagalan Pengalihan Deiksis Persona
Penutur
TSu
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Petutur
Kepala Holan suratpersetujuan muna i do
Desa nahupangido am dipakaluar hamu.
Amani 8attab; laekku.....songon na hudok
Sudung nakkanin do... Dang sipanundatijala
dang sipanjujui au......alai rap
tangkas do taboto.....tanoi narap
nampunasa do hamu dohot
dahahamu ama ni uli..
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Cuma surat persetujuan itu yang kuminta agar kau keluarkan. Maaf saudaraku......seperti kukatakan tadi... ...bukan mau menghalangi, juga bukan untuk menyetujui......tetapi kita sarna-sarna mengetahui......bahwa tanah itu sarna-sarna kalian miliki dengan Aman; Vii.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amani ァLオョ、@セ
yang telah mengetahui bahwa abangnya tidak akan memberikan
surat pemyataan tersebut, merasa terdesak dan ni8rah. Namun, kepala desa tetap 'tidak
mau memberi surat pemyataan tersebut sebelum Amani Sudung membawa surat
78
Kajian Linguistik, Tahun Ke-II, No I, Februari 2014
.'
pernyatan dari abangnya karena tanah itu secara sah dimiliki oleh dua orang yaitu Aman; Sudung dan Aman; Vii. Hal tersebut ditegaskan oJeh kepaJa desa dengan mengatakan 'Sattab; laekku.....songon na hudok nakkanin do... Dang sipanundatijala dang spanjujui au......alai rap tangkas do taboto.....tanoi narap nampunasa do hamu dohot dahahamu ama n;uli.. '
Vjaran 'tanoi narap nampunasa do hamu dohot dahahamu Aman; Uli..'
mengandung penekanan penting pada makna pesan yang ingin ditegaskan kepala desa
kepada Amani SUdung. Hal tersebut terlihat pada pilihan penggunaan kata ganti orang
yang digunakan kepala desa 'hamu' dan 'mu'. Di dalam bahasa Batak Toba, terdapat
enam kelompok kata ganti (Sinaga, 2008: 163), yaitu: (a) diri, (b) pokok, (c) empunya, (d)
penyerta, (e) pelaku, dan (f) penderita.
Diri
Pokok
Empunya
Penyetta
Pelaku
Penderita
I tunggal
ahu/ hu
-(ng)hu
diahu
niba
ahu
II tunggal
ho
-rn/mu
diho
ho
ho
III tunggal
ibana, i-
-na
di ibana
ibana
ibana
Ijamak
hita, ta-
-n(ta)
di hita
hita
hita
I jamak
hami
-naml
di hami
hami
hami
II jamak
hamu
-muna
di harnu
hamu
harnu
III jamak
nasida
-nasida
di nasida
nasida
nasida
Pada ujaran ini, kata ganti orang 'hamu' dan 'mu' adalah deiksis persona yang digunakan kepala desa pada ujarannya. Kata ganti orang 'hamu' dan 'mu' merupakan deiksis
persona. Deiksis persona iaJah pemberian bentuk pada peserta dalarn peristiwa bahasa yang memiliki rujukan berubah-ubah atau berpindah-pindah sesuai dengan dimensi ruang
dan waktu pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Pada dasarnya, kata ganti orang'hamu' memiJiki arti '"kalian' yang merupakan kata ganti orang II jamak. Pada ujaran ini, kata '"hamu' merujuk pada Amani Vii dan Amani Sudung secara bersamaan. Namun, kepala desa mengikutsertakan pengungkapan frasa 'dohot dahahamu Aman; Uli' setelah kata ganti orang'hamu'. Pada ujaran tersebut, kata ganti orang'hamu' yang digunakan kepala desa sebenarnya hanya merujuk kepada 'Aman; Sudung' dan kata ganti orang 'mu' pada frasa 'dohot dahahamu Aman; Ul;' merujuk kepada 'Aman; UJi'. Penggunaan kedua kata ganti ini sengaja digunakan oleh kepala desa karena dia ingin menekankan rujukan yang tegas terhadap dua orang yaitu 'Aman; Sudung' dan 'Amani uti'. Pada TSa, kata ganti orang '"hamu' ditetjemahkan menjadi 'kalian' sementara kata ganti orang 'mu' pada frasa 'dohot dahahamu Aman; Uli' tidak ditetjemahkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penetjemah gagal memahami dan menetjemahkan kedua rujukan deiksis persona 'hamu' dan 'mu' pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan deiksis persona tersebut adalah dengan mengubah 'tanah itu sarna-sarna kalian miliki dengan Amani Uti' menjadi 'tanah itu adalah miJik Anda dan abang Anda Amani VIi', sebagai berikut:
Penutur dan
Petutur Kepala
Desa Amani Sudung
TSu (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Holan suratpersetujuan muna i do nahupangido asa dipakaluar hamu. Sattabi laekku.....songolJ na kudok nakkanin do... Dang sipanundatijala dang sipanjujui au......alai rap
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Cuma surat persetujuan itu yang
kuminta agar kau keluarkan.
Maaf saudaraku......・イゥセエー@
kukatakan
tadi... ...bukanmau menghatangi, juga
bukan untuk menyetujui... ...tetapi kita
19
Marina Winda Puspita Sihombing
tanglcas do taboto.....tanoi narap nampunasa do hamu dohot dahahamu ama ni uli..
sarna-sarna mengetahui......bahwa tanah itu adalah milik Anda dan abang Anda Amoni Uli.
2. Kegagalan Pengalihan Deiksis Tempat
Penutur
TSu
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Petutur
Amani Anggia, unang dok hami na so 010
uti mangurupi hamu...
Dang tusi lapatan ni hatakki
,abang......songon nabinotom
,anakta sisudung mantak do kuliana
Amani Sudung
alana soadong bahenokku. Saonari, adongjuppang ahu nalaho manuhor tanG nadigotting-gotting ;... ...alai
ikkon do adong ninna tanda tangan
ni abang......ido nanaeng hupangido
sianabang.
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Adik, jangan katakan kami tidak mau membantu kalian... Bukan kesitu pengertian ucapanku itu, abang......seperti kau ketahui, anak kita si Sudung sampai berhenti kuliah karena tidak ada biaya. Sekarang, aku bertemu dengan orang yang mau membeli tanah gotting-gotting... ...namun katanya, hams ada tanda tangan dari abang... ...itulah yang ingin saya rninta dari abang.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amani Sudung, yang telah mengetahui bahwa abangnya tidak akan memberikan
surat pemyataan tersebut, merasa terdesak dan marah. Namun, kepala desa tetap tidak
mau memberi surat pemyataan tersebut sebelum Aman; Sudung membawa surat
pemyatan dari abangnya. Dengan berat hati, Aman; Sudung akhimya menyetujui syarat
yang diminta oleh kepala desa tersebut. Aman; Sudung pergi menemui abangnya dan
menjelaskan niatnya ingin menjual tanah warisan tersebut dengan mengatakan 'Dang tusi
lapatan ni halakki, abang......songon nabinolom, anakta sisudung mantak do kuliana
alana soadong bahenokku. Saonari, adong juppang ahu nalaho manuhor tano
nadigotting-gotting i......alai ikkon do adong ninna landa tangan ni abang......ido
nanaeng hupangido sian abang. '
Ujaran 'Saonari, adongjuppang ahu nalaho, manuhor tanG natiigotting-gotling i...'
mengandung penekanan penting pada makna pesan yang ingin ditegaskan Amani Sudung
kepada Amani Vii. Hal tersebut terlihat pada penambahan penjelasan kata keterangan
tempat 'digotting-gotling r setelah penggunaan objek 'tano'. Di dalam bahasa Batak
Toba, terdapat tiga kata keterangan tempat (Sinaga, 2008:163), yaitu: (a) di ('di' atau
'pada'), (b) tu (ke), dan (c) sian (dari). Pada ujaran ini, kata keterangan tempat 'digotting-
gOlling i' adalah deiksis tempat yang digunakan Amani Sudung pada ujarannya. Kata
keterangan tempat 'digotting-gotting i... ' merupakan deiksis tempat. Deiksis tempat ialah
pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa yang memiliki
rujukan berubah-ubah atau berpindah-pindah sesuai dengan dimensi ruang dan waktu
pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Aman; Vii mengikutsertakan
pengungkapan frasa 'gotling-golling i... ' setelah kata keterangan tempat 'df. Sebenamya,
frasa 'gotting-golling' merujuk kepada suatu daerah datar yang dikelimngi oleh
pegunungan dan perairan. Biasanya tanah yang terdapat di daerah ini sangat luas dan
hanya bisa dimiliki oleh seorang yang kaya raya dan memiliki pengaruh kuat dalam
masyarakat suku Batak Toba. Setelah, frasa 'gotting-gotting', Aman; Sudung juga
menggunakan kata penunjuk 'i' yang merupakan kata yang sengaja ditambahkan pada
frasa 'gotting-gotting'. p・ァョ@セオ
kata penunjuk 'i' sengaja セゥ@ョ。ォオァ
oleh Amani
Sudung karena dia ingin menekankan rujukan keterangan tempat yang tegas kepada
Amani VIi, yaitu suatu daerah yang mereka ketahui dan miJiki bersama-sama. Pada TSa,
80
Kajian Linguistik, Tahun Ke-J J, No J, Februari 2014
.'kata keterangan tempat 'digotting-gotting L' diterjemahkan menjadi 'gotting-gotling'.
Hal ini menunjukkan ada referensi deiksis tempat pada TSu yang hilang, yaitu tanah yang berada di lokasi gotting-gotting milik mereka yang diwariskan almarhum ayah mereka. Sehingga dapat disimpu1kan bahwa penerjemah gaga} memahami dan menerjemahkan rujukan deiksis tempat pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan deiksis tempat
tersebut adalah dengan mengubah 'tanah gotling-golfing...' menjadi 'tanah yang terletak
di gotting-gotting...', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Amani Anggia, unang dok hami na so 010
Adik,jangan katakan kami tidak mau
UIi mangurupi hamu...
membantu kaHan...
Amani Dang tusi lapatan ni hatakki
Bukan kesitu pengertian ucapanku itu,
Sudung ,abang......songon nabinotom
abang......seperti kau ketahui, aoak
,anakta sisudung mantak do kuliana kita si Sudung sampai berhenti kuliah
alana soadong bahenokku. Saonari, karena tidak ada biaya. Sekarang, aku
adongjuppang ahu nalaho manuhor bertemu dengan orang yang mau
lana nadigotting-gotting i......alai membeli tanah yang terletak di gotting-
ikkon do adong ninna tanda tangan gotting......namun katanya, harus ada
ni abang... ... ido nanaeng hupangido tanda tangan dari abang... ...itulah
sianabang.
yang ingin saya minta dari abang.
3. Kegagalan Pengalihan Deiksis Waktu
Penutur
TSu
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Petutur
Amani Dapot rohakku do nian aha na sa;
Vii manginongi dt pikkiran ni Aman;
Sudung. Alai, tung so boi do lehonon
pangantusion tu ibana.
InaniUli Ngabe i amang siadopan. Sotung sai
marsak bohim di bereng borunta si
Uli anon......a; mandok ro ibana ala
Iibur kuliah na
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Saya mengerti, apa yang selalu berkecamuk dipikiran Aman; Nァオセ、@ョ Tetapi, dia tidak bisa diberi pengertian.
Sudahlah itu, sayang. Janganlah nanti wajahmu susah dilihat putri kita si VIi... ...katanya dia p-ulang karena libur kuliahnya.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Pada suatu saat, Amani Uli pulang dari kantor dan bertemu dengan adiknya Aman; Sudung. Aman; Uli menyapa adiknya tetapi Aman; Sudung hanya diam tanpa menghiraukan sapaan abangnya. Sesampainya di rumah, Amani Vii teringat dengan kejadian pada saat dia menyapa adiknya. Hatinya begitu sedih dan bingung. Melihat air muka Amani Uli yang sedih, istrinya Inani Uli bertanya apa yang sedang dipikirkan oleh Amani Vii. Amani Uli kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya. Untuk menghibur suaminya, lnani Vii membesarkan hati suaminya dengan mengatakan 'Ngabe i amang siadopan. Sotung sai marsak bohim di bereng borunta si Uli anon......ai mandok ro ibana ala Iibur kuliah na'
Ujaran '...a(mandok ro ibana ala libur ku/iah n(l? mengandung penekanan penting pada makna pesan yang ingin ditegaskan Inani Vii kepada Amani Uli. Hal tersebut terlihat pada penggunaan kata 'libur kuliah'. Pada ujaran ini, kata 'libur kuliah'
81
Marina Winda Puspita Sihombing
merupakan deiksis waktu yang digunakan Inani UJi pada ujarannya. Deiksis waktu iaJah
pemberian bentuk pada rentang waktu yang memiliki rujukan berubah-ubah atau
berpindah-pindah sesuai dengan dimensi ruang dan waktu pada saat dituturkan oleh
pembicara atau yang diajak bicara. Frasa 'libur kuliah' bermakna pada suatu kurun waktu
tertentu dimana para mahasiswa tidak akan memiliki jadwal @・ャセ。「イ
di kampus. Pada
ujaran ini, libur kuliah merujuk pada suatu kurun waktu tertentu dimana para mahasiswa
tidak akan memiliki jadwaJ belajar di kampus yang belum teJjadi dan akan teJjadi di masa
depan jauh setelah ujaran tersebut diujarkan. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kata
'mandok' sebelum frasa 'ro ibana ala libur kuliah na' yang mengekspresikan makna
bahwa UJi akan datang pada saat libur kuliah. Pada TSa, ujaran '...ai mandok ro ibana ala
libur kuliah na' diteljemahkan menjadi 'katanya dia pulang karena Jibur kuliahnya.' Hal
ini menunjukkan ada rujukan makna deiksis waktu yang hilang pada TSu, yaitu libur
kuliah belum terjadi dan akan teljadi di masa depan jauh setelah ujaran tersebut
diujarkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerjemah gagal memahami dan
meneljemahkan rujukan deiksis waktu pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan deiksis waktu
tersebut adalah dengan mengubah ' ...katanya dia pulang karena libur kuHahnya.' menjadi
' ...dia berencana puJang sewaktu libur kuliah nanti', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Amani Dapot rohakku do nian aha na sai Saya mengerti, apa yang selalu
Uli manginongi di pikkiran ni Amani
berkecamuk dipikiran Aman; Sudung.
Sudung. Alai, tung so hoi do lehonon Tetapi, dia tidak bisa diberi pengertian.
pangantusion tu ibana.
InaniUli Ngabe i amang siadopan. Sotung sai Sudahlah itu, sayang. Janganlah nanti
marsak bohim di bereng borunta si w
Tahun ke-II, No 1
KEGAGALANPRAGMATIKDALAMSUBTITLE
TANO PARSlRANGAN
Marina Winda Puspita Sibombing LP31 Gajah Moda Medan marinawps@yahoo.com Roswita Silalahi
FiB Universitas Sumatera Utara
Abstract
This research discusses "Pragmatic Failures in the SlIbtitle of Tano Parsirangan" analising the subtitle (in indonesian language) translated from spoken text (in Batak-Toba language) found in the movie entitled Tano Parsirangan. The objective ofthis study is to describe the pragmatic failures causing the audiences comprehend the meaning ofspoken text inaccurately. The study rely on the notion that translation means as an act of communication which can be analysed by using the pragmatic features. The pragmatic failures of translation, devided into two areas: pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures. The pragmalinguistic failures analysed by using the theory of speech acts proposed by Searle and the theory of deixis proposed by Nababan. The sociopragmatic failures analysed by using the theory of coorporation principle proposed by Grice and the theory of politeness principle proposed by Brown-Levinson. The research method used is descriptive-qualitative method The findings show the pragmatic failures of translation occur in three hundreds eighteen subtitles of Tano Parsirangan. The pragmatic failures of translation occuring are devided into pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures. The pragmalinguistic failures occuring are failures in speech acts and deixis from the spoken text into the subtitles. The sociopragmatic failures occuring are failures in coorporation principle and politeness principle from the spoken text into the subtitles. The subtitles are proposed to be revised in order to ful!fil the high quality oftranslation product.
Keywords: pragmatic, pragmaticlinguistic, sociopragmatic, subtitle, revisi
PENDABULUAN
Hubungan antara pragmatik dan teljemahan dapat dijelaskan melalui pemahaman
bahwa teks teljemahan lisan ataupun tulisan merupakan salah satu bentuk tindak
komunikasi, terutama komunikasi antarbahasa dan antarbudaya. Pernyataan tersebut
didasari oleh nosi tentang terjemahan sebagai sebuah tindak komunikasi yang dinyatakan
oleh beberapa pakar peneljemahan, seperti Nida dan Taber (1974: 12), Larson (1984: 3),
House dan Blum Kulka (I986: 7), Newmark (l988: 5), dan Hatim (l997: 1). Sebagai
tindak komunikasi, teks terjemahan memiJiki fitur-fitur tindak tutur yang dapat dikaji
,-, melalui tilikan-tilikan pragmatik antarbudaya.
."
Marina Winda Puspita Sihombing
Istilah 'kegagalan pragmatik antarbndaya' (cross-cultural pragmatic failures) didefinisikan oleh Thomas (1983: 91) sebagai kegagalan peserta komunikasi untuk memahami 'apa yang dimaksud dengan yang dikatakan' ('what is meant by what is said').
Di era globalisasi ini, banyak bahasa daerah termasuk Bahasa Batak Toba sulit untuk dipahami oleh para generasi muda (Sarumpaet, 1986 dalam Simanjuntak, 2011: 143). Untuk dapat mengatasi kesuIitan tersebut, banyak karya Batak Toba termasuk film yang diteIjemahkan dalam Bahasa Indonesia, salah satunya adalah Tano Parsirangan. Hal ini bertujuan agar nilai moral yang terkandung dalam cerita film tersebut dapat dipahami oJeh penonton, khususnya generasi mnda.
Banyak kajian peneIjemahan yang teJah membahas masaJah perpadanan, teknik prosedur, ideologi penerjemahan yang dilakukan seorang peneIjemah untuk mengalihkan pesan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan penerjemahan dan sidang pernbacanya (Hatim dan Mason, 1997: 2). Berlandaskan pemaparan di atas, peneliti melakukan penelitian mengenai Kegagalan Pragmatik dalam Subtide Tano Porsirangan.
KAnAN PUSTAKA
Subtitle Di dalam Webster (1996: 1336), dijeJaskan "Subtitle is one or more lines oftext, as
a translation of a dialogue in a foreign language, appearing usually at the bottom of a film or video image", maksudnya subtitle adalah suatu bentuk terjemahan teks dari dialog atau komentar yang menggunakan bahasa asing dalam film, program televisi, dan game. Subtitle biasanya diletakan di bagian bawah layar.
Penilaian Basil Terjemahan .
Identifikasi kegagalan pragmatik diJakukan dengan menilai subtitle Tano Parsirangan yang berlandaskan pada penilaian ketepatan terjemahan. TSu (berupa transkripsi teks Iisan berbahasa Batak Toba) ke dalam TSa (berupa subtitle berbahasa Indonesia) yang terdapat di dalam film beIjudul Tano Parsirangan. Penilaian ketepatan tersebut dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari Accuracy Rating (Nababan, 2004: 50) dan Rambu-Rambu Penilaian TeIjemahan (Machali, 2000: 156-157) dengan indikator yang disesuaikan dengan kriteria kegagalan pragmatik, sebagai berikut:
Kategori Tepat
TidakTepat
Tabel 2.2 Penilaian Basil Terjemahan
Indikator 1. Tidak ada distorsi makna 2. Hampir tidak terasa seperti teIjemahan 3. Tidak ada kesalahan ejaan 4. Tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa 5. Tidak ada kekeliruan penggunaan istilah 1. Ada distorsi makna 2. Terasa seperti terjemahan 3. Ada kesalahan ejaan 4. Ada kesalahan atan penyimpangan tata bahasa 5. Ada kekeliruan penggunaan istiJah
70
Kajian Linguistik, Tahun Ke-J J, No J, Februari 2014
Kegagalan Pragmatik
Kegagalan pragrnatik antarbudaya (Thomas, 1983: 91) adalah kegagalan peserta komunikasi untuk memahami apa yang dimaksud dengan yang dikatakan (what is meant by what is said). Untuk menjelaskan fenomena kegagalan pragrnatik, Thomas membagi (1983: 99) kemampuan pragrnatik menjadi dua, yaitu kemampuan pragmalinguistik dan kemampuan sosiopragrnatik. Kemampuan pragmalinguistik berhubungan dengan daya pragmatik (pragmatic force) yang dikaitkan dengan sebuah konstruksi tuturan. Thomas (1999: 176) menyatakan kegagalan pragmatik dapat dianalisis dengan menggunakan sembilan tjJikan pragmatik mulai dari tiJikan yang dekat dengan ranah pragmalinguistik hingga yang terdekat dengan ranah sosiopragmatik, yaitu: (1) disambiguation, (2) interpretive bias, (3) polisemi, (4) assign complete meaning, (5) metonimi, (6) tindak tutur, (7) prinsip ketjasama, (8) bidal interpersonal, dan (9) indirectness, dan (10) prinsip kesantunan.
Kegagalan Pragmalinguistik pada Terjemahan
Kegagalan pragrnalinguistik yang dikaji dalam penelitian ini adalah kegagalan penerjemah menyampaikan daya pragmatik (pragmatic force) yang dikaitkan dengan sebuah konstruksi tuturan atau kalimat yang terdapat pada TSu ke dalam TSa (Thomas, 1999: 163). Aspek dasar kegagaJan pragmaJinguistik yang dianalisis dalam penelitian adalah: (I) kegagalan pengalihan tindak tutur TSu ke dalam TSa dan (2) kegagalan pengalihan deiksis TSu ke dalam TSa.
1. Kegagalan Pengalihan Tindak TutuI' TSu ke dalam TSa
Teori tindak tutur yang diajukan oleh Searle (1969) adaJah teori yang dipakai untuk menganalisis kegagalan pragrnalinguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan pengalihan tindak tutur TSu ke dalam TSa. Searle (1969:12-14) membedakan tindak tutur da]am lima kategori, yaitu: (I) tindak tutur representatif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur ekspresif, (4) tindak tutur komisif, dan (5) tindak tutur deklaratif.
2. Kegagalan Pengalihan Deiksis TSu ke dalam TSa
Teori deiksis yang diajukan oleh Nababan (1987) adalah teori yang dipakai untuk: menganalisis kegagalan pragrnalinguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan pengalihan deiksis TSu ke da]am TSa. Nababan (1987: 40-42) menjeJaskan lima jenis deiksis, yaitu: (I) deiksis persona, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial.
Kegagalan Sosiopragmatik KegagaJan sosiopragmatik yang dikaji dalarn penejitian ini adalah kegagalan
menyampaikan kaidah-kaidah sosial, budaya dan interaksional pada satu bentuk tuturan yang terdapat pada TSu ke dalam TSa (Thomas, 1983: 99). Aspek dasar kegagalan sosiopragmatik yang dianalisis ke dalarn penelitian adalah: (1) kegagalan pengalihan prinsip keljasama TSu ke dalam TSa dan (2) kegaga]an pengalihan prinsip kesantunan TSu ke dalam TSa.
1. Kegagalan Pengalihan Prinsip Kerjasama TSu ke dalam TSa
:,-'
Prinsip "ketjasama yang diajukan oleh Grice (1975) adalah teori Yilng dipakai untuk
,.
menganalisis kegagalan pragmalinguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan
pengalihan prinsip kerjasama TSu ke da]am TSa. Grice (1975: 45-47) mengemukakan
71
Marina Winda Puspita Sihombing
bahwa wacana yang wajar dapat terjadi apabila antara penutur dan petutur patuh pada prinsip kerjasama komunikasi. Prinsip kerjasama tersebut terdiri dari empat maksim percakapan, yaitu (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim relevansi, dan (4) maksim pelaksanaan.
2. Kegagalan Pengalihan Prinsip Kesantunan TSu Ire dalam TSa
Prinsip kesantunan yang diajukan oleh Brown-Levinson (1987) adalah teori yang dipakai untuk menganalisis kegagaJan pragmaHnguistik secara khusus untuk menganalisis kegagalan pengalihan prinsip kesantunan TSu ke dalam TSa. Menurut Brown-Levinson (1987: 70-103), kesantunan positif adalah kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif lawan tutur (meminimalkan ancaman terhadap muka positif lawan tutur).
Sedangkan, kesantunan negatif (Brown-Levinson, 1987: 70-103) adalah kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka negatif lawan tutur (meminimalkan ancaman terhadap muka negatifnya). Muka negatif mengaeu kepada keinginan seseorang untuk bebas bertindak tanpa dihalang-halangi orang lain.
Brown-Levinson (1987: 103) memberikan panduan untuk mengukur bobot ancaman terhadap muka, yang berguna untuk menentukan strategi kesantunan mana yang dipilih. Panduan itu berasal dari dimensi sosial peristiwa tutur yang dimulai dengan identifikasi tiga faktor, yaitu (1) jarak sosial (social distance) antara penutur dan petutur (D), (2) derajat reJatif kuasa (power) yang dimjliki penutur atas petutur (P), dan (3) hobot relatif isi tuturan (rank ofimposition) yang dikaitkan dengan budaya yang lazim berlaku di tempat tuturan (R).
METODOLOGI
Metode yang digunakan daJam pene1itian ini adaJah metode deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi kualitatif, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005: 54). Data yang digunakan dalam penelitian ini adaJah dialog berupa ujaran lisan dalam bahasa Batak Toba (TSu) dan subtitle dalam bahasa Indonesia (TSa). Sumber data dalam penelitian ini adalah film Tano Parsirangan berbahasa Batak Toba yang terdiri dari dua episode. Teknik pengumpulan data ini adalah teknik simak dan catat (Mahsun, 2005). Teknik analisis data yang digunakan ini adalah teknik analisis data model alir Miles dan Huberman (1992), yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan penarikankesimpulan.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kegagalan Pragmatik
Identifikasi kegagalan pragmatik dilakukan dengan menilai subtitle Tano
Parsirangan yang berlandaskan pada penilaian ketepatan hasil terjemahan. Penilaian
ketepatan tersebut dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari
Accuracy Rating (Nababan, 2003: 50) dan Rambu-Rambu Penilaian Terjemahan
(Machali, 2000: 156-157) dengan indikator yang disesuaikan dengan kriteria kegagalan
pragmatik, yang terdiri dari dua kategori, yaitu: (1) tepat dan (2) tidak tepat. Kategori
tepat terdiri dari lima indikator, yaitu: (l) tidak ada distorsi makna, (2) hampir tidak
terasa seperti teIjemahan, (3) tidak ada kesalahan ejaan, (4) tidak ada kesaJahan atau
penyimpangan
tata
bahasa,
dan
,(5)
tidak
ada
kekeliruan
penggunaan
セ@
istilah.
72
Kajian Linguisti'" Tahun Ke-ll, No I, Februari 2014
,.
Data awal berjumlah sembilan ratus tiga puluh delapan yang terdiri dari: (a) TSu yang tidak diterjemahkan ke dalam TSa dan (b) TSu yang diterjemahkan ke dalam TSa.
(a) TSu yang tidak diterjemahkan ke dalam TSa berjumlah sembiIan puluh enam. Pada penelitian ini, TSu yang tidak diterjemahkan ke dalam TSa tidak disertakan daJam proses identifikasi kegagalan pragmatik. OJeh karena itu, pada bagian peniJaian subtitle Tano Parsirangan, data berjumlah sembilan puluh enam yang disebutkan di atas tidak ikut dibaca dan dinilai.
(b) TSu yang diterjemahkan ke dalam TSa betjumJah deJapan ratus empat puluh dua, yang terdiri dari: (a) TSu yang ditetjemahkan dengan tepat ke dalam TSa dan (b) TSu yang diterjemahkan dengan tidak tepat ke dalam TSa.
(a) TSu yang diterjemahkan dengan tepat ke dalam TSa berjumlah lima ratus dua puluh empat. Sesuai dengan indikator penilaian subtitle Tano Parsirangan yang dijelaskan sebeJumnya, subtitle Tano Parsirangan yang dinilai tepat adalah subtitle yang diidentifikasi tidak mengandung kegagalan pragmatik.
(b) TSu yang diterjemahkan dengan tidak tepat ke dalam TSa berjumlah tiga ratus deJapan belas. Sesuai dengan indikator penilaian subtitle Tano Parsirangan yang dijelaskan sebeJumnya, subtitle Tano Parsirangan yang dinilai tidak tepat adalah subtitle yang diidentifikasi mengandung kegagaJan pragmatik.
Kegagalan Pragmalinguistik
KegagaJan pragmaJinguistik pada subtitle Tano Parsirangan adalah kegagalan penerjemah menyampaikan daya pragmatik (pragmatic force) yang dikaitkan dengan sebuah konstruksi tuturan atau kalimat yang terdapat pada TSu ke dalam TSa (Thomas, 1999: 163). Pada prinsipnya kegagaJan ini terkait dengan kegagaJan pemanfaaatan pengetahuan mengenai kaidah-kaidah tata bahasa yang lazim digunakan oleh penerjemah untuk mengungkapkan ujaran tertentu sesuai dengan konteks situasinya. Gunarwan (2005: 1-10) menyatakan hanya empat tilikan pragmatik yang dapat diaplikasikan dalam bidang terjemahan, khususnya untuk menganalisis kegagalan pragmatik pada terjemahan, yaitu (1) tindak tutur, (2) deiksis, (3) prinsip ketja sarna, dan (4) prinsip kesantunan.
(l)Kegagalan Pengaliban Tindak Tutur
Kegagalan pengalihan tindak tutur pada TSu ke dalam TSa yang dianalisis dengan menggunakan teori tindak tutur yang diajukan oleh Searle (1969), terdiri dari kegagaIan pengaJihan lima jenis tindak tutur, yaitu: (1) kegagalan pengalihan tindak tutur representatif, (2) kegagalan pengalihan tindak tutur direktif, (3) kegagalan pengalihan tindak tutur ekspresif, (4) kegagalan pengalihan tindak tutur komisif, dan (5) kegagaJan pengalihan tindak tutur deklaratif.
1. Kegagalan Pengaliban Tindak Tutur Representatif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
73
Marina Winda Puspita Sihombing
Kepala Desa Amani Sudung
Boha do molo ninna rohani lae?
Ai au pe berhak do ditano i. GJbe songosn naasing do hamu!
Bagaimana menurutmu?
Aku sangat berhak terhadap tanah itu. Jangan macam-macamlah kau!
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amoni Sudung tidak terima atas penolakan kepala desa dan berpikir bahwa kepala desa memiliki niat buruk untuk menghalang-halanginya menjual tanah tersebut. Amani Sudung merasa sesunggubnya dia juga memiliki hak kepemilikan atas tanah itu dan berhak untuk menjual tanah itu, sehingga dia mengatakan 'Ai au pe berhak do di/ano i. Gabe songon naasing do hamu! '.
Ujaran 'Gabe songon naasing do hamu!' merupakan tindak tutur representatif, yang merupakan tindak tutur yang mengikat penutumya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Dengan ujaran ini, Amani Sudung menunjukkan bahwa dia sedang berspekulasi bahwa kepala desa memiliki niat menghalang-halanginya. Pada subtitle, ujaran 'Gabe songon naasing do hamu!' diterjemahkan menjadi 'Jangan macammacamJah kau!'. Penerjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung mengancam kepala desa. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalam TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi kegagalan pengaIihan tindak tutur representatif pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur
representatif tersebut adalah dengan mengubah 'Jangan macam-macamlah kau!' menjadi
'Kenapa sepertinya Anda mempersulit saya?', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
KepaJa Boha do molo ninna rohani lae?
Bagaimana menurutmu?
Desa
Amani Ai au pe berhak do di/ano i. Gabe Aku sangat berhak terhadap tanah
Sudung songon naasing do hamu!
itu. Kenapa sepertinya Anda
mempersulit saya?
1. Kegagalan Pengalihan Tindak Tutur Direktif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Sinta Hape kuliah ni abang...!
Padahal kuliah abang..J
Amani Mantak!
Berhenti?!
Sudung
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amani Sudung memarahi kedua anaknya karena dia merasa anak-anaknya selalu
membela abangnya. Kemudian, Sinta menjelaskan bahwa memang benar amangtua
mereka memang sungguh mengasihi mereka dan semua kondisi yang terjadi pada
keluarga mereka adalah karena kebiasaan ayahnya yang sering mabuk dan berjudi. Sinta
mengatakan mereka bingung mengapa ayah mereka tidak kunjung bertobat dan berubah
padahal kondisi mereka sudah sangat susah sampai abangnya Sudung harus berhenti
kuliah. Merasa disudutkan dan dipersalahkan, Amon; Sudung tidak terima dan marah
dengan mengatakan 'Mantak!'
, -,
74
Kajian Linguistik, Tahul'{Ke-ll, No 1, Februari 2014
Ujaran 'Mantak!' merupakan tindak tutur direktif, yang merupakan tindak tutur yang dHakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu. Dengan ujaran ini, Aman; Sudung menunjukkan bahwa dia sedang memerintah Sinta untuk tidak menyudutkannya terus. Pada subtitle, ujaran 'Mantak!, diteIjemahkan menjadi 'Berhenti?!'. PeneIjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung melarang Sinta membela Amani Uli dan menasehati dia sebagai seorang ayah. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalam TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa teIjadi kegagalan pengalihan tindak tutur direktif pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur direktif tersebut adalah dengan mengubah 'Berhenti?!' menjadi 'Diam!', sebagai berikut:
Penutur dan
Petutur Sinta Amon; Sudung
TSu (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Hape kuliah ni abang...1 Mantak!
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Padahal kuliah abang...1 Diam!
2. Kegagalan Pengalihan Tindak Tutur Ekspresif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Sinta Among! Aha salani amongtua i?
Ayah! Apa rupanya salah bapaktua?
Botul do burju amangtua i tu hami Memang benar bapaktua sayang
da. Songon dia holong na tu Kak Uli kepada kami. Bagaimana dia sayang
songon i do lu hami.
kepada kak Uli, begitu juga kepada
kamL
Amoni Ai boasa gabe hamu alongku? Holan Kenapa kalian menjadi musuh
Sudung sai naeng lomo-Iomo ni rohana ma tu bagiku? Karena egonya terhadap
aria tading-tadingan ni amang na harta warisan bapak kamL
hinan......gabe so boi hu garar uang ...sehingga aku tidak bisa membayar
kuliam, Sudung!
uang kuliahmu, Sudung!
Analisis Kouteks dan Makna Ujaran
Amani Sudung sangat membenci abangnya Amani Uli. Dia memarahi kedua anaknya karena Amoni Sudung merasa anak-anaknya selatu membela abangnya. Kemudian, Sinta menjelaskan bahwa memang benar amangtua mereka memang sungguh mengasihi mereka dan semua kondisi yang terjadi pada keJuarga mereka adalah karena kebiasaan ayahnya yang sering mabuk dan berjudi. Sinta mengatakan mereka bingung mengapa ayah mereka tidak kunjung bertobat dan berubah padahal kondisi mereka sudah sangat susah sampai abangnya Sudung harns berhenti kuliah. Merasa disudutkan dan dipersalahkan, Amoni Sudung tidak terima sehingga dia marah kepada anak-anaknya, mengeluh dan menyalahkan abangnya Amani Uli dengan mengatakan 'Ai boasa gabe hamu alongku? Holan sa; naeng lomo-Iomo ni rohana ma tu arIa tading-tadingan ni amang na hinan......gabe so boi hu garar uang kuliam, Sudungf'
Ujaran 'Holan sa; naeng lolho-Iomo ni rohana ma tu aria- tading-tadingan ni amang na hinan' merupakan tindak tutur ekspresif, yang merupakan tindak tutur yang
7S
Marina Winda Puspita Sihombing
dimaksudkan penutumya agar ttiarannya diartikan sebagai evaJuasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Dengan ujaran ini, Amani Sudung menunjukkan bahwa dia sedang mengeIuh dan menyaIahkan abangnya Amani VIi. Pada subtitle, ujaran 'Holan sa; naeng lomo-lomo ni rohana ma tu arta tading-tadingan ni among na hinan' diterjemahkan menjadi 'Karena egonya terhadap harta warisan bapak kami'. Penerjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung menyatakan bahwa abangnya Amani Uli adalah seorang yang menggunakan rasa ego daJam mengelola harta
warisan almarhum ayah mereka. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalam TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi kegagalan pengalihan tindak tutur ekspresif pada TSu ke daJam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengaJihan tindak tutur
ekspresiftersebut adalah dengan mengubah 'Karena egonya terhadap harta warisan bapak
kamL.' menjadi 'Dia setalu mengatur harta warisan ayah kami dengan sesuka hatinya...',
sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujamn lisan bahasa Satak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Sinta Among! Aha salani amanglua i?
Ayah! Apa rupanya salah bapaktua?
Botul do burju amangtua i tu ham; Memang benar bapaktua sayang
da. Songon dia holong na tu Kak Uli kepada kami. Bagaimana dia sayang
songon i do tu hami.
kepada kak UIi, begitu juga kepada
karoi.
Aman; Ai boasa gabe hamu alongku?
Kenapa kalian menjadi musuh
Sudung Holan sai naeng lomo-lomo ni
bagiku? Dia setalu mengatur barta
rohana ma tu arIa tading-tadingan ni warisan ayab kami dengan sesuka
amang na hinan......gabe so boi hu hatinya......sehingga aku tidak bisa
garar uang kuliam, Sudung!
membayar uang kuliahmu, Sudung!
3. Kegagalao Peogaliban Tiodak Tutur Komisif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran Iisan bahasa Satak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Jones Molo ndang adong kepaslian, tano ni Kalau tidak ada kepastian, dia akan
Amani Donda ma buaton na.
membeli tanah Aman; Donda.
Aman; He.. He.. Bege hamu na duo. Unang He-eh, kalian dengar, ya. Tidak perlu
Sudung pola ancam-ancam ahu. Molo hu dok mengancam-ancam aku. Kalau
boi. Bot mao Songon dia pe dalanna, kubilang bisa, bisalah!
ingkon hu ulahon. Nga takkas bedi Bagaimanapun jaJannya, aku akan
begehamu!?
usahakan. Apa sudah jelas kalian
dengar!?
Analisis Kooteks dan Makna Ujarao
Aman; Sudung menolak meniru tanda tangan abangnya Amani VIi karena dia yakin bahwa dia dapat membujuk abangnya dan mendapatkan tanda tangan dari abangnya dengan mengatakan 'He.. He.. Bege hamu na duo. Unang pola ancam-ancam ahu. Molo hu dok boi. Boi mao Songon dia pe dalanna, ingkon hu ulahon. Nga takkas bedi bege hamu!?'
Ujaran 'Boi ma.' merupakan tindak tutur komisif, yang merupakan tindak tutur yang mengikat penutumya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya.
:,-,
76
Kajian Linguistik, Tahun Ke-II, No I, Februari 2014
..
Dengan ujaran ini, Amon; Sudung menunjukkan bahwa dia sanggup membujuk abangnya
dan akan mendapatkan tanda tangan abangnya Aman; VIi. Pada subtitle, ujaran 'Boi mao '
ditetjemahkan menjadi 'bisalah!'. Penetjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung menyatakan bahwa Amani Sudung menunjukkan kepada Jones dan Onob bahwa dia akan mendapatkan tanda tangan dari abangnya Amani VIi dengan
mudah. Ekspresi makna ini tidak terkandung daJam TSu, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tetjadi kegagalan pengalihan tindak tutur komisifpada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur komisif
tersebut adalab dengan mengubah 'bisalah!' menjadi 'pasti bisa!', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Jones Molo ndang adong kepastian, lano ni Kalau tidak ada kepastian, dia akan
Aman; Donda ma buaton no.
membeli tanab Aman; Donda.
Aman; He.. He.. Bege hamu na dua. Unang He-eh, kalian dengar, ya. Tidak perlu
Sudung pola ancam-ancam ahu. Molo hu dok menganeam-aneam aku. Kalau
boi. Bo; ma. Songon dia pe dalanna, kubilang bisa, pasti bisa!
ingkon hu ulahon. Nga takkas bedi Bagaimanapun jalannya, aku akan
bege hamu!?
usahakan. Apa sudah jelas kalian
dengar!?
4. Kegagalan Pengalihan Tindak Tutur Deklaratif
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Onob Agojo laekhon. Unang be sa;
Waduh, laeku ini. Jangan berpikir
pentium sada lae marpikir. Lapatan masih pentium satu. Maksud
ni hatakki......patudu lae majo dalan perkataanku itu... ...fae tunjukkanlah
[aho paunehon tude ngalup ni
jalan agar memberi soJusi kepada
pikiran Tulang on.
keruwetan pikiran Tulang ini.
Amani Ai lam tamba susah do pikiranku
Akh.. Pikiranku semakin kaeau
Sudung mambege hamu. Mulak na ma u bah. mendengar kalian bicara. Pulanglah
aku.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amon; Sudung memberitahukan bahwa dia memiliki banyak hutang yang belum bisa dilunasi, anak-anaknya berhenti kuliah karena tidak ada uang untuk membiayai anakanaknya, dan keinginannya menjual tanah warisan almarhum ayahnya. Kebetulan pada saat itu, Jones dan Onob memiliki seorang kenalan dari kota yang bereneana membuka pabrik pengaJengan ikan danau di desa mereka. Orang kota tersebut sedang meneari laban yang eukup luas untuk mendirikan pabrik tersebut. Pada saat itu, Onob berpikir bahwa ini merupakan kesempatan yang sangat baik. Onob kemudian meminta Jones untuk memberi solusi kepada Amon; Sudung dengan menjelaskan kepada Amoni Sudung bahwa mereka memiliki kenalan yang sedang membutuhkan laban untuk mendirikan pabrik dan menanyakan kepada Aman; Sudung apakah dia memang sungguh-sungguh ingin menjual tanah warisan yang dimilikinya itu. Namun, Onob menyampaikan maksudnya tersebut secara tidak langsung kepada Jones. Karena Jones tidak paham maksud Onob, mereka pun akhirnya berdebat. Pada saat itu pikiran Amon; Sudung sangat kaeau balau, dhf
77
Marina Winda Puspita Sihombing
semakin bingung mendengar perdebatan antara Jones dan Onob dan mengatakan 'Ai lam tamba susah do pikiranku mambege hamu. Mulak na ma u bah. '
Uj"aran 'Mulak na ma u bah.' merupakan tindak tutur deklaratif, yang merupakan
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk meneiptakan hal yang baru misalnya status atau keadaan dan lain sebagainya. Dengan ujaran ini, Amani Sudung menunjukkan bahwa dia memutuskan lebih baik pulang daripada mendengar perdebatan antara Jones dan Onob yang hanya menarnbah susah pikirannya. Pada subtitle, ujaran 'Mulak na ma u bah.' diteIjemahkan menjadi 'PuJanglah aku'. PeneIjemah mengubah makna yang mengekspresikan bahwa Amani Sudung menyatakan keinginannya bahwa dia ingio berparnitan dari Jones dan Onob. Ekspresi makna ini tidak terkandung dalarn TSu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tetjadi kegagaJan pengalihan tindak tutur dekJaratif pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan tindak tutur
deklaratif tersebut adalah dengan mengubah 'Pulanglah aku.' menjadi 'Lebih baik saya
pulang.', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Onob Agojo laekhon. Unang be sa;
Waduh,laeku ini. Jangan berpikir
pentium sada lae marpikir. Lapatan masih pentium satu. Maksud
ni hatakki......patudu lae majo dalan perkataanku itu... ...fae tunjukkanlah
laho paunehon tude ngalup ni
jalan agar memberi solusi kepada
pikiran Tuiang on.
keruwetan pikiran Tulang ini.
Aman; Ai lam tamba susah do pikiranku
Akh.. Pikiranku semakin kaeau
Sudung mambege hamu. Mulak na ma u bah. mendengar kaHan bieara. Lebih baik
saya puJang.
(2) Kegagalan Pengalihan Deiksis
Kegagalan pengalihan deiksis pada TSu ke dalam TSa yang dianalisis dengan menggunakan teori deiksis yang diajukan oleh Nababan (1987), terdiri dari kegagalan pengalihan lima jenis deiksis, yaitu: (1) kegagalan pengaJihan deiksis persona, (2) kegagalan pengalihan deiksis tempat, (3) kegagalan pengalihan deiksis waktu, (4) kegagalan pengalihan deiksis waeana, dan (5) kegagalan pengalihan deiksis sosial.
1. Kegagalan Pengalihan Deiksis Persona
Penutur
TSu
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Petutur
Kepala Holan suratpersetujuan muna i do
Desa nahupangido am dipakaluar hamu.
Amani 8attab; laekku.....songon na hudok
Sudung nakkanin do... Dang sipanundatijala
dang sipanjujui au......alai rap
tangkas do taboto.....tanoi narap
nampunasa do hamu dohot
dahahamu ama ni uli..
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Cuma surat persetujuan itu yang kuminta agar kau keluarkan. Maaf saudaraku......seperti kukatakan tadi... ...bukan mau menghalangi, juga bukan untuk menyetujui......tetapi kita sarna-sarna mengetahui......bahwa tanah itu sarna-sarna kalian miliki dengan Aman; Vii.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amani ァLオョ、@セ
yang telah mengetahui bahwa abangnya tidak akan memberikan
surat pemyataan tersebut, merasa terdesak dan ni8rah. Namun, kepala desa tetap 'tidak
mau memberi surat pemyataan tersebut sebelum Amani Sudung membawa surat
78
Kajian Linguistik, Tahun Ke-II, No I, Februari 2014
.'
pernyatan dari abangnya karena tanah itu secara sah dimiliki oleh dua orang yaitu Aman; Sudung dan Aman; Vii. Hal tersebut ditegaskan oJeh kepaJa desa dengan mengatakan 'Sattab; laekku.....songon na hudok nakkanin do... Dang sipanundatijala dang spanjujui au......alai rap tangkas do taboto.....tanoi narap nampunasa do hamu dohot dahahamu ama n;uli.. '
Vjaran 'tanoi narap nampunasa do hamu dohot dahahamu Aman; Uli..'
mengandung penekanan penting pada makna pesan yang ingin ditegaskan kepala desa
kepada Amani SUdung. Hal tersebut terlihat pada pilihan penggunaan kata ganti orang
yang digunakan kepala desa 'hamu' dan 'mu'. Di dalam bahasa Batak Toba, terdapat
enam kelompok kata ganti (Sinaga, 2008: 163), yaitu: (a) diri, (b) pokok, (c) empunya, (d)
penyerta, (e) pelaku, dan (f) penderita.
Diri
Pokok
Empunya
Penyetta
Pelaku
Penderita
I tunggal
ahu/ hu
-(ng)hu
diahu
niba
ahu
II tunggal
ho
-rn/mu
diho
ho
ho
III tunggal
ibana, i-
-na
di ibana
ibana
ibana
Ijamak
hita, ta-
-n(ta)
di hita
hita
hita
I jamak
hami
-naml
di hami
hami
hami
II jamak
hamu
-muna
di harnu
hamu
harnu
III jamak
nasida
-nasida
di nasida
nasida
nasida
Pada ujaran ini, kata ganti orang 'hamu' dan 'mu' adalah deiksis persona yang digunakan kepala desa pada ujarannya. Kata ganti orang 'hamu' dan 'mu' merupakan deiksis
persona. Deiksis persona iaJah pemberian bentuk pada peserta dalarn peristiwa bahasa yang memiliki rujukan berubah-ubah atau berpindah-pindah sesuai dengan dimensi ruang
dan waktu pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Pada dasarnya, kata ganti orang'hamu' memiJiki arti '"kalian' yang merupakan kata ganti orang II jamak. Pada ujaran ini, kata '"hamu' merujuk pada Amani Vii dan Amani Sudung secara bersamaan. Namun, kepala desa mengikutsertakan pengungkapan frasa 'dohot dahahamu Aman; Uli' setelah kata ganti orang'hamu'. Pada ujaran tersebut, kata ganti orang'hamu' yang digunakan kepala desa sebenarnya hanya merujuk kepada 'Aman; Sudung' dan kata ganti orang 'mu' pada frasa 'dohot dahahamu Aman; Ul;' merujuk kepada 'Aman; UJi'. Penggunaan kedua kata ganti ini sengaja digunakan oleh kepala desa karena dia ingin menekankan rujukan yang tegas terhadap dua orang yaitu 'Aman; Sudung' dan 'Amani uti'. Pada TSa, kata ganti orang '"hamu' ditetjemahkan menjadi 'kalian' sementara kata ganti orang 'mu' pada frasa 'dohot dahahamu Aman; Uli' tidak ditetjemahkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penetjemah gagal memahami dan menetjemahkan kedua rujukan deiksis persona 'hamu' dan 'mu' pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan deiksis persona tersebut adalah dengan mengubah 'tanah itu sarna-sarna kalian miliki dengan Amani Uti' menjadi 'tanah itu adalah miJik Anda dan abang Anda Amani VIi', sebagai berikut:
Penutur dan
Petutur Kepala
Desa Amani Sudung
TSu (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Holan suratpersetujuan muna i do nahupangido asa dipakaluar hamu. Sattabi laekku.....songolJ na kudok nakkanin do... Dang sipanundatijala dang sipanjujui au......alai rap
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Cuma surat persetujuan itu yang
kuminta agar kau keluarkan.
Maaf saudaraku......・イゥセエー@
kukatakan
tadi... ...bukanmau menghatangi, juga
bukan untuk menyetujui... ...tetapi kita
19
Marina Winda Puspita Sihombing
tanglcas do taboto.....tanoi narap nampunasa do hamu dohot dahahamu ama ni uli..
sarna-sarna mengetahui......bahwa tanah itu adalah milik Anda dan abang Anda Amoni Uli.
2. Kegagalan Pengalihan Deiksis Tempat
Penutur
TSu
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Petutur
Amani Anggia, unang dok hami na so 010
uti mangurupi hamu...
Dang tusi lapatan ni hatakki
,abang......songon nabinotom
,anakta sisudung mantak do kuliana
Amani Sudung
alana soadong bahenokku. Saonari, adongjuppang ahu nalaho manuhor tanG nadigotting-gotting ;... ...alai
ikkon do adong ninna tanda tangan
ni abang......ido nanaeng hupangido
sianabang.
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Adik, jangan katakan kami tidak mau membantu kalian... Bukan kesitu pengertian ucapanku itu, abang......seperti kau ketahui, anak kita si Sudung sampai berhenti kuliah karena tidak ada biaya. Sekarang, aku bertemu dengan orang yang mau membeli tanah gotting-gotting... ...namun katanya, hams ada tanda tangan dari abang... ...itulah yang ingin saya rninta dari abang.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Amani Sudung, yang telah mengetahui bahwa abangnya tidak akan memberikan
surat pemyataan tersebut, merasa terdesak dan marah. Namun, kepala desa tetap tidak
mau memberi surat pemyataan tersebut sebelum Aman; Sudung membawa surat
pemyatan dari abangnya. Dengan berat hati, Aman; Sudung akhimya menyetujui syarat
yang diminta oleh kepala desa tersebut. Aman; Sudung pergi menemui abangnya dan
menjelaskan niatnya ingin menjual tanah warisan tersebut dengan mengatakan 'Dang tusi
lapatan ni halakki, abang......songon nabinolom, anakta sisudung mantak do kuliana
alana soadong bahenokku. Saonari, adong juppang ahu nalaho manuhor tano
nadigotting-gotting i......alai ikkon do adong ninna landa tangan ni abang......ido
nanaeng hupangido sian abang. '
Ujaran 'Saonari, adongjuppang ahu nalaho, manuhor tanG natiigotting-gotling i...'
mengandung penekanan penting pada makna pesan yang ingin ditegaskan Amani Sudung
kepada Amani Vii. Hal tersebut terlihat pada penambahan penjelasan kata keterangan
tempat 'digotting-gotling r setelah penggunaan objek 'tano'. Di dalam bahasa Batak
Toba, terdapat tiga kata keterangan tempat (Sinaga, 2008:163), yaitu: (a) di ('di' atau
'pada'), (b) tu (ke), dan (c) sian (dari). Pada ujaran ini, kata keterangan tempat 'digotting-
gOlling i' adalah deiksis tempat yang digunakan Amani Sudung pada ujarannya. Kata
keterangan tempat 'digotting-gotting i... ' merupakan deiksis tempat. Deiksis tempat ialah
pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa yang memiliki
rujukan berubah-ubah atau berpindah-pindah sesuai dengan dimensi ruang dan waktu
pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara. Aman; Vii mengikutsertakan
pengungkapan frasa 'gotling-golling i... ' setelah kata keterangan tempat 'df. Sebenamya,
frasa 'gotting-golling' merujuk kepada suatu daerah datar yang dikelimngi oleh
pegunungan dan perairan. Biasanya tanah yang terdapat di daerah ini sangat luas dan
hanya bisa dimiliki oleh seorang yang kaya raya dan memiliki pengaruh kuat dalam
masyarakat suku Batak Toba. Setelah, frasa 'gotting-gotting', Aman; Sudung juga
menggunakan kata penunjuk 'i' yang merupakan kata yang sengaja ditambahkan pada
frasa 'gotting-gotting'. p・ァョ@セオ
kata penunjuk 'i' sengaja セゥ@ョ。ォオァ
oleh Amani
Sudung karena dia ingin menekankan rujukan keterangan tempat yang tegas kepada
Amani VIi, yaitu suatu daerah yang mereka ketahui dan miJiki bersama-sama. Pada TSa,
80
Kajian Linguistik, Tahun Ke-J J, No J, Februari 2014
.'kata keterangan tempat 'digotting-gotting L' diterjemahkan menjadi 'gotting-gotling'.
Hal ini menunjukkan ada referensi deiksis tempat pada TSu yang hilang, yaitu tanah yang berada di lokasi gotting-gotting milik mereka yang diwariskan almarhum ayah mereka. Sehingga dapat disimpu1kan bahwa penerjemah gaga} memahami dan menerjemahkan rujukan deiksis tempat pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan deiksis tempat
tersebut adalah dengan mengubah 'tanah gotling-golfing...' menjadi 'tanah yang terletak
di gotting-gotting...', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Amani Anggia, unang dok hami na so 010
Adik,jangan katakan kami tidak mau
UIi mangurupi hamu...
membantu kaHan...
Amani Dang tusi lapatan ni hatakki
Bukan kesitu pengertian ucapanku itu,
Sudung ,abang......songon nabinotom
abang......seperti kau ketahui, aoak
,anakta sisudung mantak do kuliana kita si Sudung sampai berhenti kuliah
alana soadong bahenokku. Saonari, karena tidak ada biaya. Sekarang, aku
adongjuppang ahu nalaho manuhor bertemu dengan orang yang mau
lana nadigotting-gotting i......alai membeli tanah yang terletak di gotting-
ikkon do adong ninna tanda tangan gotting......namun katanya, harus ada
ni abang... ... ido nanaeng hupangido tanda tangan dari abang... ...itulah
sianabang.
yang ingin saya minta dari abang.
3. Kegagalan Pengalihan Deiksis Waktu
Penutur
TSu
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
Petutur
Amani Dapot rohakku do nian aha na sa;
Vii manginongi dt pikkiran ni Aman;
Sudung. Alai, tung so boi do lehonon
pangantusion tu ibana.
InaniUli Ngabe i amang siadopan. Sotung sai
marsak bohim di bereng borunta si
Uli anon......a; mandok ro ibana ala
Iibur kuliah na
TSa (subtitle bahasa Indonesia)
Saya mengerti, apa yang selalu berkecamuk dipikiran Aman; Nァオセ、@ョ Tetapi, dia tidak bisa diberi pengertian.
Sudahlah itu, sayang. Janganlah nanti wajahmu susah dilihat putri kita si VIi... ...katanya dia p-ulang karena libur kuliahnya.
Analisis Konteks dan Makna Ujaran
Pada suatu saat, Amani Uli pulang dari kantor dan bertemu dengan adiknya Aman; Sudung. Aman; Uli menyapa adiknya tetapi Aman; Sudung hanya diam tanpa menghiraukan sapaan abangnya. Sesampainya di rumah, Amani Vii teringat dengan kejadian pada saat dia menyapa adiknya. Hatinya begitu sedih dan bingung. Melihat air muka Amani Uli yang sedih, istrinya Inani Uli bertanya apa yang sedang dipikirkan oleh Amani Vii. Amani Uli kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya. Untuk menghibur suaminya, lnani Vii membesarkan hati suaminya dengan mengatakan 'Ngabe i amang siadopan. Sotung sai marsak bohim di bereng borunta si Uli anon......ai mandok ro ibana ala Iibur kuliah na'
Ujaran '...a(mandok ro ibana ala libur ku/iah n(l? mengandung penekanan penting pada makna pesan yang ingin ditegaskan Inani Vii kepada Amani Uli. Hal tersebut terlihat pada penggunaan kata 'libur kuliah'. Pada ujaran ini, kata 'libur kuliah'
81
Marina Winda Puspita Sihombing
merupakan deiksis waktu yang digunakan Inani UJi pada ujarannya. Deiksis waktu iaJah
pemberian bentuk pada rentang waktu yang memiliki rujukan berubah-ubah atau
berpindah-pindah sesuai dengan dimensi ruang dan waktu pada saat dituturkan oleh
pembicara atau yang diajak bicara. Frasa 'libur kuliah' bermakna pada suatu kurun waktu
tertentu dimana para mahasiswa tidak akan memiliki jadwal @・ャセ。「イ
di kampus. Pada
ujaran ini, libur kuliah merujuk pada suatu kurun waktu tertentu dimana para mahasiswa
tidak akan memiliki jadwaJ belajar di kampus yang belum teJjadi dan akan teJjadi di masa
depan jauh setelah ujaran tersebut diujarkan. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kata
'mandok' sebelum frasa 'ro ibana ala libur kuliah na' yang mengekspresikan makna
bahwa UJi akan datang pada saat libur kuliah. Pada TSa, ujaran '...ai mandok ro ibana ala
libur kuliah na' diteljemahkan menjadi 'katanya dia pulang karena Jibur kuliahnya.' Hal
ini menunjukkan ada rujukan makna deiksis waktu yang hilang pada TSu, yaitu libur
kuliah belum terjadi dan akan teljadi di masa depan jauh setelah ujaran tersebut
diujarkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerjemah gagal memahami dan
meneljemahkan rujukan deiksis waktu pada TSu ke dalam TSa.
Revisi subtitle yang disarankan terhadap kegagalan pengalihan deiksis waktu
tersebut adalah dengan mengubah ' ...katanya dia pulang karena libur kuHahnya.' menjadi
' ...dia berencana puJang sewaktu libur kuliah nanti', sebagai berikut:
Penutur
TSu
TSa
dan (ujaran lisan bahasa Batak Toba)
(subtitle bahasa Indonesia)
Petutur
Amani Dapot rohakku do nian aha na sai Saya mengerti, apa yang selalu
Uli manginongi di pikkiran ni Amani
berkecamuk dipikiran Aman; Sudung.
Sudung. Alai, tung so hoi do lehonon Tetapi, dia tidak bisa diberi pengertian.
pangantusion tu ibana.
InaniUli Ngabe i amang siadopan. Sotung sai Sudahlah itu, sayang. Janganlah nanti
marsak bohim di bereng borunta si w