Represi dekat dan mengenang pengalaman masa kecil

4.2.8 Represi dekat dan mengenang pengalaman masa kecil

Menurut Freud, salah satu sistem pertahanan ego yang paling kuat untuk mengatasi konflik batin yang dialami oleh seorang individu adalah represi. Freud menjelaskan bahwa pengalaman masa kecil seseorang yang diyakini banyak pakar, bersumber dari dorongan seks, sangat mengancam dan konfliktual untuk diatasi secara sadar oleh manusia. Untuk mengatasi kecemasannya, seseorang harus mengambil keputusan yang dilatarbelakangi pengalaman traumatik. Berikut beberapa contoh sistem pertahanan ego dengan cara agresi pada novel Saman karya Ayu Utami. Saman mengalami kegelisahan yang luar biasa. Sebab, pikirannya yang tidak menentu. Saman merasa bahwa ada sesuatu keanehan yang Saman rasakan ketika berada di Kota Perabumulih. Saman membandingkan antara keadaan kota maju yang dipikirkan Saman selama ini dengan keadaan kota di Lubukrantau. Jadi, hal yang dilakukan Saman untuk mengatasi konfliknya yaitu dengan membolak-balikkan tubuhnya diatas kasur sambil menghayati betapa bedanya kehidupan. Ego bekerja sesuai tuntutan id yang menginginkan rasa kasihan dan sebagai rasa orang yang peduli kepada sesama umat. “Malam harinya, di kamar tidur pastoran, kegelisahan membolak-balik tubuhnya di ranjang seperti orang mematangkan ikan di penggorengan. Ia telah melihat kesengsaraan di balik kota-kota maju, tetapi belum pernah ia saksikan keterbelakangan seperti tadi siang S, 2013:75. Universitas Sumatera Utara Saman mengalami kecemasan yang luar biasa. Karena wanita gila itu, membuat hatinya semakin ingin dekat jika selalu memikirkan wanita tersebut. Hal itu didorong karena Saman memang memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Sehingga, dengan cara mengingat itulah menandakan bahwa rasa kasih sayang dan cinta kepada sesama manusia nampak dalam diri Saman. Sistem pertahanan yang Saman lakukan guna menyelesaikan konfliknya yaitu dengan terus mengingat Upi dan Lubukrantau agar tugasnya sebagai pastor dan memenuhi perintah Tuhannya dapat terwujud sesuai etika yang ada. “Semakin aku terlibat dalam penderitaanmu, semakin aku ingin bersamamu. Dan Wis selalu kembali ke sana. Kian ia mengenal perkebunan itu, kian ia cemas pada nasib si gadis S, 2013:81. Saman mengalami traumatik yang sangat dalam. Pengalaman masa lalunya, membuat batinnya semakin hancur. Sebab Saman selalu percaya bahwa sejak dulu ketika Saman mengalami masalah, suara-suara itu selalu membantunya. Namun, ketika penyiksaan itu datang kembali, sosok yang diharapkan itu tidak hadir. Sosok seorang laki-laki dan perempuan tidak juga kunjung datang. Bahkan, sejak pagi hingga matahari terbenam, sosok yang dirindukan itu belum juga hadir di sampingnya untuk menemani hidupnya sehari- hari. Hingga akhirnya, untuk mengatasi konflik yang ada, Saman mengajak orang- orang penyiksa tersebut untuk becakap-cakap sebagai pengganti suara-suara itu. Hal itu dilakukan agar hatinya tenang dan tidak merasa asing. “Tapi ia merindukan orang lain. Ke mana suara-suara itu? Suara-suara yang selalu menggetarkanku, yang membuatku kembali ke tanah ini? Mereka memang biasa datang tiba-tiba, tidak selalu pada kali aku Universitas Sumatera Utara inginkan. Saat-saat ini Wis berharap betul mereka menemaninya. Datanglah Tolong datang Namun hingga cahaya muncul dari celah angin dan akhirnya hilang lagi, tak ada suara menemaninya. Hanya orang yang menyodorkan makanan, dan ia kepingin sekali mengajaknya bercakap- cakap S, 2013:111.

4.2.9 Keadaan Tertahan menyembunyikan