BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi (2007:588) mengatakan
“konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada
di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal lain”.
2.1.1 Konflik Batin
2.1.1.1 Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin ‘configere’ yang berarti ‘saling
memukul’. Konflik adalah pertentangan yang dialami seseorang maupun dengan
orang lain yang ada disekelilingnya terhadap suatu masalah, baik di dalam
maupun di luar. Wirawan (2010:5) mengatakan, “Konflik adalah proses
pertentangan yang dideskrifsikan di antara dua pihak atau lebih yang saling
tergantung mengenai suatu objek dengan menggunakan pola perilaku dan
interaksi”.
2.1.1.2 Batin
Batin merupakan salah satu unsur pembentuk cerita yang dialami oleh
tokoh. “Batin adalah sesuatu yang terdapat di dalam hati; sesuatu yang
menyangkut jiwa (perasaan hati dsb), sesuatu yang tersembunyi (tidak kelihatan),
dan semangat; hakikat”(Alwi, dkk, 2003: 588).


Universitas Sumatera Utara

2.1.1.3 Konflik Batin
Hatikah (2006:70) mengatakan bahwa, konflik batin merupakan suatu
pertentangan (problematika) yang dialami oleh individu melalui jiwanya terhadap
sebuah objek disekelilingnya yang muncul karena adanya sesuatu yang tidak
berterima oleh jiwanya dan memilih salah satu terhadap dua pertimbangan yang
ada.
2.1.2 Tokoh Utama
Nurgiyantoro (2010: 176) mengatakan, “Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh
yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian”.
Jadi, tokoh utama adalah tokoh yang sering muncul dalam cerita serta
mengalami berbagai macam peristiwa berupa konflik, sehingga menjadi perhatian
utama pembaca dalam memahami sebuah karya sastra.

2.2


Landasan Teori

2.2.1 Psikologi Sastra
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan
tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah laku tersebut merupakan gambaran
ungkapan kehidupan jiwanya. Sedangkan sastra merupakan hasil cipta manusia
yang salah satunya dapat diperoleh melalui interaksi. Walgito (2004:1)
menjelaskan bahwa, “Ditinjau dari segi bahasa, psikologi berasal dari kata psyche
yang berarti 'Jiwa' dan logos berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan', karena itu

Universitas Sumatera Utara

psikologis sering diartikan dengan ilrnu pengetahuan tentang jiwa”. Jiwa manusia
terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam taksadar
(ketidaksadaran). Alam sadar menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam
taksadar menyesuaikan terhadap dunia dalam. Jadi, psikologi sastra dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yang mencakup segala
aktivitas dan tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh alam sadar dan taksadar
melalui hasil cipta manusia melalui interaksi.
Psikologi dipelajari dalam berbagai bidang ilmu, seperti psikologi sosial,

kesehatan, agama, politik, ekonomi, maupun dalam sastra yang disebut dengan
psikologi sastra. Untuk psikologi sastra, bidang ini digunakan untuk
mengungkapkan kejiwaan yang terkandung dalam karya. Ratna (2010: 342)
menjelaskan bahwa, “secara defenitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami
aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya”.
Di dalam karya sastra, aspek-aspek kejiwaan dapat dipahami. Aspek-aspek
kejiwaan dapat ditemukan dalam karya sastra, antara lain kejiwaan pengarang,
tokoh dalam karya sastra, dan kejiwaan pembaca. Dapat disimpulkan bahwa
tujuan psikologi sastra yaitu untuk mengungkapkan kejiwaan yang terkandung
dalam karya sastra melalui penggambaran masalah-masalah di dalam cerita.
2.2.2 Hubungan Psikologi dengan Karya Sastra.
Psikologi dan karya sastra adalah dua hal yang saling berhubungan.
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki tentang tingkah
laku manusia sebagai perwujudan kejiwaannya. Karya sastra merupakan hasil

Universitas Sumatera Utara

cipta manusia berupa lisan maupun tulisan yang berasal dari pengalaman,
interaksi, maupun perasaan seseorang. Aspek-aspek psikologi dalam karya sastra
terdapat dalam teksnya. Begitu juga dalam menciptakan karya sastra seorang

pengarang tidak terlepas dari unsur kejiwaannya. Kejiwaan dalam karya sastra
dapat berupa kejiwaan pengarang sebagai seorang penulis, kejiwaan tokoh-tokoh
dalam karya sastra, dan kejiwaan pembaca sebagai penikmat karya sastra.
Kejiwaan dalam karya sastra sering dipaparkan pengarang melalui karakter tokohtokoh dalam cerita.
Pengungkapan kejiwaan dalam karya sastra digambarkan melalui bahasa
teks. Bahasa teks merupakan simbol ataupun ungkapan perasaan pengarang.
Maka, bahasa yang digunakan dalam karya sastra merupakan cerminan kejiwaan
yang lahir dari kehidupan seseorang. Lebih lanjut Endraswara, (2008:4)
mengatakan, “Bahasa dalam sastra adalah simbol psikologis. Bahasa sastra adalah
bingkisan makna psikis yang dalam”.
Karya sastra merupakan hasil ciptaan penulis yang dipengaruhi kejiwaaan
pengarang dan dituangkan dalam bentuk cerita dan menampilkan beberapa aspek
kejiwaan tokohnya, sehingga pembaca dapat memasuki alam jiwanya. Jadi, untuk
mengetahui hubungan psikologi dengan karya sastra, dapat digunakan tiga cara,
yaitu memahami unsur-unsur kejiwaan seorang pengarang, tokoh dalam karya
sastra, dan pembaca. Lebih lanjut, untuk mengetahui hubungan psikologi dengan
karya sastra, Ratna (2010: 343) mengatakan seperti berikut.
“Untuk memahami hubungan antara psikologi dengan karya sastra,
dapat digunakan beberapa cara, yaitu: Memahami unsur-unsur
kejiwaan pengarang sebagai penulis, memahami unsur-unsur kejiwaan


Universitas Sumatera Utara

tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, memahami unsur-unsur
kejiwaan pembaca”.
Hubungan antara psikologi dengan karya sastra menurut Jatman dan
Roekhan dalam Endraswara (2008:88) bahwa, antara sastra dan psikologi terdapat
hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional (nilai guna). Hubungan
lintas yang bersifat tak langsung antara psikolog (ahli psikologi) dan pengarang
(pencipta karya sastra), harus mampu mengungkapkan kejiwaan manusia secara
mendalam melalui proses pengolahan untuk menjadi sebuah karya. Jika pengarang
mengungkapkan dalam bentuk karya sastra, psikolog mengungkapkannya dalam
bentuk formulasi teori-teori psikologi untuk dijadikan acuan yang relevan untuk
studi ilmu (ilmiah).
Dalam hubungan fungsional psikologi dengan sastra, kedua bidang
bermanfaat untuk mempelajari kondisi kejiwaan seseorang. Dalam karya sastra
kejiwaan seseorang yang dialami seorang tokoh berasal dari manusia yang bukan
sebenarnya (khayal) atau tidak nyata dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
psikologi sastra merupakan keadaan jiwa manusia sesungguhnya (nyata). Namun,
pada hakekatnya kedua bidang ilmu saling melengkapi. Artinya, gejala kejiwaan

yang tidak dapat dibuktikan oleh psikolog dalam teorinya dapat dibantu oleh
gejala kejiwaan yang dapat dibuktikan oleh seorang pengarang, atau sebaliknya.

2.2.3 Psikoanalisis Sigmund Freud
Psikoanalisis merupakan salah satu cabang psikologi yang mempelajari
alam ketidaksadaran manusia terhadap alam batinnya sendiri. Lebih lanjut, Freud

Universitas Sumatera Utara

dalam Endraswara (2008: 196) mengatakan bahwa, “Manusia banyak dikuasai
oleh alam batinnya sendiri”.
Ada beberapa tokoh yang mencetuskan tentang teori psikoanalisis,
diantaranya Lacan, Bloom, Cixous, Hartman, Mithchell, dan juga Sigmund Freud.
Menurut Endaswara (2008: 47) mengatakan bahwa dari beberapa tokoh yang
mencetuskan teori psikoanalisis, Freud menduduki peranan utama dibandingkan
tokoh lainnya yang memiliki konsep yang bercabang-cabang. Freud (1856 –
1939)

merupakan


seorang

sarjana

kedokteran

berbangsa

Jerman

yang

mempelopori teori psikoanalisis. Psikoanalisis yang dikemukakan Freud tidak
terbatas untuk menganalisis usul-usul proses penciptaan karya. Teori yang lahir
dari penelitiannya mengenai penemuan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dengan obat-obatan, melainkan disebabkan oleh kelainan-kelainan kejiwaan
daripada kelainan organik seorang pasien. Ia menyamakan dengan menghadapi
seorang pasien. Untuk mengobati penyakit pasien, seorang psikolog tidak
melakukannya dengan cara menguraikan asal-usul penyakit yang dialami
pasiennya, melainkan dengan bercakap-cakap, berdialog, sehingga terungkap

seluruh depresi mentalnya melalui pernyataan-pernyataan ketidaksadaran
bahasanya. Hal yang sama juga dilakukan dalam analisis terhadap karya sasta.
Teori Freud dimanfaatkan untuk mengungkapkan berbagai gejala psikologis
dibalik gejala bahasa. Sehingga menurut Freud psikologi adalah alam bawah
sadar, yang disadari secara samar-samar oleh individu yang bersangkutan. Lebih
lanjut Freud dalam Atkinson, Rita.L dkk (2000:271) mengatakan:

Universitas Sumatera Utara

“Freud menyamakan pikiran manusia dengan gunung es. Bagian kecil
yang terlihat diatas permukaan air merupakan pengalaman sadar.
Massa yang jauh lebih besar dipermukaan air merupakan bawah sadar,
suatu gudang untuk inpuls, keinginan, dan kenangan yang tidak dapat
diraih yang mempengaruhi pola pikir dan prilaku manusia”.

Dalam Alwisol (2009:26) Freud mengatakan bahwa berbagai kelainan
tingkah laku seseorang disebabkan karena beberapa faktor yang terdapat dalam
alam ketidaksadaran (unconsciousness), seperti mimpi, berkhayal, melamun,
merenung, mite, maupun fantasi. Untuk mempelajari jiwa seseorang kita harus
melihat keadaan alam ketidaksadarannya yang terletak jauh didalam diri

seseorang. Faktor-faktor yang berada dalam ketidaksadaran bukan merupakan
faktor yang statis, melainkan masing-masing mempunyai kekuatan yang
membuatnya dinamis.
Psikoanalisis Freud dikenal adanya tiga aspek, yaitu teori kepribadian,
teknik evaluasi kepribadian, dan sebagai teknik terapi. Pada penelitian ini penulis
memfokuskan berdasarkan teori kepribadian. Teori kepribadian menurut Sigmund
Freud terdiri atas 3 aspek, yaitu struktur kepribadian, perkembangan kepribadian,
dan distribusi kepribadian. Maka, batasan penelitian ini menggunakan aspek
struktur kepribadian.

2.2.3.1 Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian merupakan tingkatan kepribadian dalam jiwa seseorang
dalam suatu gejala peristiwa melalui tingkah lakunya di masyarakat. Freud dalam
Minderop (2011:20), “Faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian adalah faktor
historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya faktor bawaan dan

Universitas Sumatera Utara

faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu”. Oleh karena,
menurutnya kehidupan jiwa seseorang memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni

sadar (conscious), prasadar (preconscious) dan tak sadar (unconscious). Lebih
lanjut dalam Alwisol (2009:13) Freud menyatakan bahwa struktur kepribadian
didukung oleh tiga elemen yaitu Id, ego, dan superego.
Struktur yang pertama adalah id. Id merupakan kepribadian seseorang
berupa pola tingkah laku bersifat turun-temurun yang dibawa sejak lahir maupun
dorongan hati dan berada di alam bawah sadar. Id tidak ada hubungan dengan
kebenaran atau dilihat secara realita. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip
ingin memperoleh kesenangan (kenikmatan), yakni dengan menghindari
pertikaian atau sesuatu yang dianggap membahayakan dan berharap masalah
dapat diselesaikan. Lebih lanjut dalam Alwisol (2009:13) Freud menyatakan:
“...id adalah sistem kepribadian yang dibawa sejak lahir yang berisi semua
aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, imfuls, dan drives.
Dengan kata lain, Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan, yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit”.

Lebih lanjut, dalam Minderop (2011:21-22) Freud mengatakan bahwa id
merupakan energi kejiwaan dan dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir
yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan
makan, seks menolak rasa sakit.
Struktur yang kedua adalah ego. Ego berada diantara dua kekuatan yang

bertentangan (id dengan super ego) yang memiliki prinsip realitas dengan
mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh kenyataan secara
logika dan dapat dibuktikan secara tampak. Lebih lanjut Freud mengatakan, dalam

Universitas Sumatera Utara

menolong manusia ego digunakan untuk mempertimbangkan apakah ia dapat
memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya
sendiri. Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Dalam Alwisol
(2009:13) Freud menyatakan:
“The ego. Merupakan eksekutif pelaksana dari kepribadian yang
memiliki dua tugas utama. Pertama, memilih stimuli yang hendak
direspon atau insting yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas
kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan
itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya
minimal”.

Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya:
penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Dengan alasan ini,
ego merupakan pimpinan utama dalam kepribadian.
Struktur yang ketiga adalah superego. Jika id dan ego tidak memiliki
moralitas karena keduanya ini tidak mengenal nilai baik dan buruk, berbeda
dengan super ego yang mengacu pada moralitas dan aturan yang harus dipatuhi
dalam kepribadian seseorang terhadap suatu masalah yang dihadapi. Lebih lanjut,
dalam Alwisol (2009:13) Freud menyatakan:
“The Super ego. Merupakan kekuatan moral dan etik dari
kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik sebagai
lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego”.

Super ego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan
buruk tentang kepribadian seseorang (conscience). Sama halnya dengan id, super
ego tidak mempertimbangkan kenyataan karena tidak bergelut dengan hal-hal
realistik, kecuali ketika dorongan hati (impuls) seksual dan agresivitas id dapat
terpuaskan dalam pertimbangan moral.

Universitas Sumatera Utara

Dalam sebuah kasus misalnya, ego seseorang ingin melakukan seks secara
teratur agar karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak; tetapi id orang tersebut
menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks adalah sesuatu yang
dapat membuat seseorang merasa nikmat. Kemudian super ego timbul dan
menengahi dengan anggapan merasa berdosa dengan melakukan hubungan seks.

2.2.4 Konflik Batin
Menurut Wirawan dalam bukunya yang berjudul “Konflik dan manajemen
konflik” (2000:55) konflik batin dibagai atas tiga jenis, antara lain:
Pertama, konflik pendekatan ke pendekatan. Konflik yang terjadi karena
harus memilih dua pilihan yang berbeda, tetapi sama-sama memiliki nilai positif
dan menguntungkan. Sebagai contoh seorang pemain sepakbola yang akan dibeli
klub lain harus memilih klub yang sama kayanya. Kedua, konflik menghindar ke
menghindar. Konflik yang terjadi karena harus memilih dua hal yang sebenarnya
tidak menguntungkan dan harus dihindari. Sebagai contoh, seseorang harus
memilih apakah harus menjual rumah untuk sekolah, atau tidak menjual rumah,
tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah. Ketiga, konflik pendekatan ke menghindar.
Konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan positif dan negatif
terhadap sesuatu yang sama, sehingga Ia harus memilih dua pilihan yang dapat
menyenangkan perasaannya untuk menghindari kesalahan. Sebagai contoh Umar
ingin menekan tombol sebagai petanda menjawab pertanyaan kuis. Akan tetapi,
Umar takut jawabannya salah. sehingga, Umar tidak jadi menekan tombol.

Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Mekanisme Pertahanan Konflik
Freud dalam Minderop (2011: 29) mengatakan bahwa mekanisme pertahanan
mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya
terhadap anxitas; mekanisme ini melindunginya dari ancaman ancaman eksternal
atau danya impuls-impuls yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi
realitas dengan berbagai cara. Ia juga menambahkan bahwa dalam teori
kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat
dalam diri setiap orang. Mekanisme pertahanan ini tidak mencerminkan
kepribadian secara umum, tetapi juga dalam pengertian penting dapat
memengaruhi perkembangan kepribadian. Namun, disatu sisi kegagalan
mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada
kelainan

mental.

Selanjutnya,

kualitas

kelainan

mental

tersebut

dapat

mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik.
Dalam hal mempertahankan ego terdapat beberapa pokok yang harus
diperhatikan. Pertama, bahwa mekanisme pertahanan merupakan konstruk
psikologis. Berdasarkan observasi terhadap prilaku individu. Kedua, perilaku
seseorang membutuhkan informasi deskriptif yang bukan penjelasan tentang
perilaku. Ketiga, semua mekanisme pertahanan dapat dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari orang normal.

Universitas Sumatera Utara

Sistem pertahanan konflik batin dapat dibedakan atas beebrapa macam, antara
lain:
(a) Penggantian (pengalihan)
Mekanisme pertahanan ego dalam bentuk penggantian merupakan pengalihan
perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek lainnya yang lebih
memungkinkan.
(b) Sublimasi
Minderop (2011:34) mengatakan bahwa sublimasi terjadi apabila tindakantindakan yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial untuk menggantikan
perasaan yang tidak nyaman dan merugikan orang yang mengalami konflik batin.
(c) Melawan Diri Sendiri
Mekanisme pertahanan dalam bentuk melawan diri sendiri adalah suatu
bentuk penggantian paling khusus, dimana seseorang menjadikan dirinya sendiri
sebagai target pengganti.
(d) Rasionalisasi
Menurut Hilgard, dalam Minderop (2011:35), rasionalisasi merupakan sistem
pertahanan ego yang memiliki tujuan untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal
mencapai suatu tujuan dengan memberikan motif (alasan) yang dapat diterima
atas perilakunya (sesuai kenyataan), dengan cara menyalahkan orang lain atau
lingkungannya, rasa suka atau tidak suka, maupun demi kepentingan.

Universitas Sumatera Utara

(e) Proyeksi (menutupi kesalahannya kepada orang lain)
Terkadang sesuatu yang tidak kita inginkan dan tidak kita terima sering
melimpahkan masalah itu kepada orang lain. Misalnya, seseorang harus bersifat
kritis dan bersikap kasar kepada orang lain.
(f) Regresi (sifat primitif)
Menurut Boeree (2004:53), regresi adalah salah satu mekanisme
pertahanan ego dimana individu akan kembali ke masa-masa di mana dia
mengalami tekanan psikologis.
(g) Pembentukan Reaksi
Pembentukan reaksi merupakan sistem pertahanan ego yang dilakukan
seseorang dengan cara melakukan dan menentukan sikap berpura-pura terlihat
meyakinkan, dan agar dihormati di lingkungannya untuk menghindari rasa takut
dan ejekan dari orang lain karena adanya tekanan sehingga membuatnya merasa
aman.
(h) Represi (dekat dan mengenang pengalaman masa kecil)
Menurut Freud, salah satu sistem pertahanan ego yang paling kuat untuk
mengatasi konflik batin yang dialami oleh seorang individu adalah represi. Freud
menjelaskan bahwa pengalaman masa kecil seseorang yang diyakini banyak
pakar, bersumber dari dorongan seks, sangat mengancam dan konfliktual untuk
diatasi secara sadar oleh manusia. Untuk mengatasi kecemasannya, seseorang
harus mengambil keputusan yang dilatarbelakangi pengalaman traumatik.

Universitas Sumatera Utara

(i) Keadaan Tertahan (menyembunyikan)
Keadaan tertahan merupakan proses mengatasi kecemasan seseorang
dengan cara menyembunyikan sesuatu rahasia dari permasalahan yang
melimpahnya, yang dapat membuatnya nyaman dan tidak menyakiti orang lain
serta tanpa menyinggung perasaannya.
(j) Agresi dan Apatis
Menurut Hilgard dalam Minderop (2011: 39) agresi merupakan proses
mekanisme pertahanan dengan penyerangan tertuju kepada orang-orang yang
tidak bersalah dan mencari kambing hitam untuk proses pelampiasan terhadap
seseorang karena mengalami frustasi. Sedangkan apatis adalah cara menarik diri
dan bersikap seakan-akan pasrah terhadap keadaan guna meredam rasa kecemasan
atas konflik yang dialami seseorang.
(k) Fantasi dan stereotype
Menurut Hilgard dalam Minderop (2011: 39) Fantasi adalah mekanisme
pertahanan ego dengan cara masuk ke dunia khayal, daripada realitas untuk
mendapatkan solusi terhadap masalah yang ada. Sedangkan Stereotype adalah
prilaku pertahanan diri dengan memperlihatkan prilaku pengulangan terus
menerus dengan mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak sangat
aneh.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap karya ilmiah dapat diperoleh melalui beberapa teknik
dan metode untuk mengkaji. Termasuk mencari referensi bacaan dan bahan untuk
memperoleh data dan hipotesa. Untuk memperkuat pengkajian, selain dipaparkan
beberapa tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam bentuk skripsi, tesis, maupun
disertasi, akan dipaparkan pula beberapa kajian terhadap novel Saman karya Ayu
Utami yang pernah diteliti oleh penulis dalam berbagai pendekatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Ambarini (UDS, 2008) dalam
tesisnya yang berjudul Konflik Batin Dolour Darcy Dengan Pendekatan
Psikoanalisis Freud Terhadap Tokoh Utama Novel Poor Man’s Orange Karya
Ruth Park. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai konflik batin yang
dialami oleh tokoh utama (Dolour Darcy), dan bagaimana solusi yang digunakan
tokoh utama untuk menyelesaikan konflik yang dialaminya. Untuk mengetahui
tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Poor Man’s Orange dengan
menggunakan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik dengan teknik catat
pada kartu data. Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan
menggunakan teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dari
hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam novel Poor Man’s Orange
terdapat konflik batin berupa ketragisan yang dialami Dolour Darcy dikarenakan
adanya hubungan yang erat antara tokoh utama dengan struktur novel berupa alur
dan latar sehingga konflik tokoh utama mendomisi setiap kejadian yang dialami
dalam cerita.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Imania Yunar (UDS, 2014) dalam
skripsinya yang berjudul Konflik Batin Tokoh Cecile dalam Novel Bonjour
Tristesse Karya Francoise Sagan: Pendekatan Psikoanalitis. Penelitian kali ini
bertujuan menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu berupa unsur-unsur intrinsik
novel Bonjour Tristesse, dan problematika yang dialami tokoh Cécile dalam novel
Bonjour Tristesse yang memengaruhi mekanisme pertahanan tokoh utama. Untuk

mengetahui tujuan itu akan dikumpulkan data dari novel Bonjour Tristesse dengan
metode deskriptif analisis yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data
yang didapat dari sumber data yaitu novel Bonjour Tristesse dan terjemahannya,
kemudian menganalisisnya. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa di dalam

novel Bonjour Tristesse struktur kepribadian tokoh Cécile mempengaruhi
mekanisme pertahanan dirinya yang didominasi oleh represi dan pembentukan
reaksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Yesca Marcelino (UDS, 2010) dalam
skripsinya yang berjudul Konflik Batin yang Dialami Tokoh Utama Chris Taylor
dalam Film Platoon. Penelitian kali ini bertujuan mengetahui bagaimana tekanan
mental dan konflik batin Chris Taylor dalam menghadapi perang yang terjadi di
lingkungannya. Untuk mengetahui tujuan penelitian akan dikumpulkan data dari

film Platoon dengan dua sumber data yaitu dilakukan dengan cara mendeskripsikan
data-data yang didapat dari data utama (film) dan data pembantu berupa buku dan
internet, kemudian menganalisisnya dengan metode Pikoanalisis Sigmund Freud.

Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam film Platoon, konflik
batin yang dialami tokoh Chris Taylor diakibatkan perang yang berkecamuk sehingga
memengaruhi mental kepribadiannya.

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya, masih banyak penulis yang meneliti mengenai konflik batin tokoh
utama melalui pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dalam karya sastra.
namun, penulis hanya memasukkan beberapa kajian guna mewakili sebuah
hipotesa. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa ada
beberapa penelitian terdahulu yang sama dengan penelitian ini yaitu dalam
analisis psikoanalisis Sigmund Freud. Adapun yang membedakan antara
penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah judul buku yang dijadikan
sebagai objek penelitian. Dengan demikian, orisinilitas penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik.
Selain penelitian yang membahas tentang konflik tokoh utama, saya juga
memaparkan beberapa kajian terhadap novel Saman karya Ayu Utami yang
pernah diteliti oleh penulis dalam berbagai pendekatan. Penelitian yang dilakukan
Lina Puspita Yuniati (UNS, 2005) skripsinya “Pandangan Dunia Pengarang
dalam Novel Saman Karya Ayu Utami” menyimpulkan bahwa pandangan dunia
pengarang yang terefleksi dalam novel Saman ini terlihat dari solusi yang
diberikan oleh pengarang dari permasalahan yang dihadapi oleh tokoh
problematik. Tokoh problematik dalam novel Saman yaitu tokoh yang bernama
Saman. Berdasarkan solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh
problematik ini dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang yaitu
pengarang mempunyai rasa simpati pada nasib yang dialami oleh penduduk
transmigrasi Sei Kumbang dan pengarang berusaha untuk menolak pandangan
bahwa laki-laki selalu mendominasi perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan Oktivita (UMS, 2009) skripsi yang berjudul
“Perilaku Seksual dalam Novel Saman Karya Ayu Utami : Tinjauan Psikologi
Sastra” disimpulkan bahwa perilaku seksualitas yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
dalam cerita merupakan gambaran perilaku manusia sekarang yang sangat
mengutamakan

kesenangan

duniawi

daripadi

memikirkan

resiko

serta

pengaruhnya untuk masa sekarang dan yang akan datang. Kaitannya dengan
penelitian kami ini yaitu teori yang digunakan dengan referensi tersebut juga
menerapkan teori psikologi sastra tetapi analisis yang saya gunakan adalah
pendekatan psikoanalisis Freud.
Skripsi Agustina Fridomi (USM 2005) yang berjudul “Perlawanan
Perempuan Terhadap Hegemoni Laki-Laki dalam Novel Saman dan Larung
Karya Ayu Utami: Sebuah Pendekatan Feminisme” menyimpulkan bahwa
perkembangan zaman seperti saat ini, perempuan menuntut adanya persamaan
hak. Tokoh perempuan modern dalam Saman dan Larung terbuka terhadap
perubahan-perubahan

yang

dianggap

dapat

memperbaiki

kondisi

kaum

perempuan. Karena itu mereka menolak hegemoni laki-laki yang merendahkan
kaum perempuan dengan melakukan deskontruksi atau mempertanyakan kembali
segala sesuatu yang menyangkut nasib perempuan dalam agama maupun budaya.
Penelitian yang dilakukan Hani Solikhah (USM 2011) yang berjudul
“Potret Seksualitas dan Kritik Sosial dalam Novel Saman Karya Ayu Utami:
Kajian Semiotika” menyimpulkan bahwa seksualitas yang dipaparkan oleh
pengarang ternyata merupakan potret dan kritik terhadap realita. Tokoh Upi yang
begitu menyedihkan ataupun tokoh-tokoh wanita lain yang menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

sebuah potret perilaku seksual yang di dalamnya mengkaji perilaku seks
menyimpang, terutama adalah keterkaitan antara seksual dengan hak-hak
perempuan.
Dari beberapa analisis yang mengkaji novel Saman Karya Ayu Utami,
umumnya membahas persoalan tentang seksualitas dan hak-hak perempuan.
Dengan demikian, dibutuhkan pembahasan baru terhadap novel Saman agar
memperkaya dan membuka pesan dalam novel. Maka, penulis mencoba mengkaji
novel tersebut dari segi konflik yang dialami oleh tokoh utamanya, terutama
konflik batin. Jadi, sepengetahuan penulis belum ada yang membahas novel
Saman menggunakan teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Maka penelitian ini
berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Saman Karya Ayu Utami
Pendekatan Psikoanalisis Freud”.

Universitas Sumatera Utara