77
poligaminya,  Samsudin  tidak  bisa  berlaku  adil  ketika  memperlakukan istri pertama dan istri keduanya.
Dua   tahun   kemudian   Abidah   kembali   menulis   novel   yang bertemakan  sama  dengan  Perempuan  Berkalung  Sorban,  yaitu  novel
Geni Jora. Marginalisasi juga terjadi pada tokoh utama GJ yaitu, Kejora. Tidak jauh berbeda dengan penggambaran Annisa pada PBS, pada GJ
Abidah  menggambarkan  Kejora  selalu  mendapatkan  diskriminasi  dari neneknya.  Ia  selalu  dinomorduakan  dari  adik  laki-lakinya,  Prahara.
Perlakuan nenek
yang cenderung
memarginalkan perempuan
menyebabkan  tidak adanya
penghargaan  terhadap  prestasi   yang diperoleh   perempuan. Oleh karena itu, Kejora selalu termotivasi untuk
melawan  ketidakadilan  tersebut,  seperti  tampak  pada  kutipan  berikut: ―Ini   kah   nilai   rapot   sekolahan,   Cucu. Betapa pun nilai Prahara di
sekolahan,  sebagai  laki-laki,  ia  tetap ranking  pertama  di  dunia
kenyataan.   Sebaliknya   kau.   Berapa   pun rankingmu,   kau   adalah
perempuan  dan  akan  tetap  sebagai  perempuan.‖
GJ.   h.   82
Sebagai perlawanan   terhadap   ketidakadilan   yang   didapatnya,   Kejora   selalu
belajar dan terus meningkatkan prestasinya. Pada GJ, Abidah juga mengangkat tentang praktik poligami. Di sini
yang   melakukan   praktik   poligami   adalah   ayah   Kejora.   Namun, penggambaran praktik poligami dalam GJ lebih baik dari penggambaran
praktik poligami dalam PBS. Dalam GJ alasan ayah Kejora melakukan praktik poligami adalah karena istri pertamanya tidak bisa mendapatkan
keturunan dan ayah Kejora memperlakukan kedua istrinya dengan adil. ‖Semuanya lebih dari cukup, Sayang. Tak ada sesuatu pun yang kurang.
Allah  melimpahkan  segala  kesenangan,  kebahagiaan  dan  kenikmatan yang tak terhingga pada kita semua. Dan ini harus kita syukuri‖
GJ.  h. 102
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh ayah mampu berlaku adil dalam praktik poligaminya. Dilihat dari konsep ceritanya, tokoh ayah
memiliki sifat yang jauh berbeda dengan tokoh Samsudin dalam PBS. Sikap tokoh ayah Kejora yang melakukan praktik poligami dikarenakan
78
istri pertamanya tidak  mampu  memberikan  keturunan  ini  lebih  masuk akal   dan   dapat   ditolerir   daripada   sikap   Samsudin   yang   sengaja
melakukan perselingkuhan dan praktik poligami untuk menyakiti Annisa. Walaupun begitu terlihat jelas sikap Abidah menunjukkan bahwa
―poligami   sebagai   keadaan   darurat,   dapat   dilakukan   asal   syarat- syaratnya  dapat  dipenuhi.‖
13
Kutipan  tersebut  menyatakan  pandangan Abidah  bahwa  sesungguhnya  poligami  dapat  dilakukan  jika  memang
dalam keadaan yang terdesak seperti dalam PBS ketika Kalsum datang ke  Annisa  untuk  minta  dinikahi  oleh  Samsudin  karena  dirinya  sudah
terlanjur hamil. Dan dalam GJ, ayah Kejora melakukan praktik poligami karena tidak memiliki keturunan dari istri pertamanya. Walaupun begitu
praktik poligami juga harus dilakukan dengan cara yang adil. M Quraish Shihab dalam Wiyatmi menyatakan bahwa
―poligami itu bukan anjuran, tetapi  salah  satu  solusi  yang  diberikan  kepada  mereka  yang  sangat
membutuhkan dan memenuhi syarat-syaratnya.‖
14
Dari kutipan di atas terlihat  bahwa  poligami  itu  ada  dan  boleh  dilakukan  pada  saat-saat
terdesak saja, dan itu pun harus dengan ketentuan-ketentuan yang ada, tidak   bisa  sembarangan   melakukan   poligami.   Selain   itu,  pada   GJ
digambarkan juga sikap Kejora yang menolak jika dia harus dimadu. Hal ini  menunjukan  pada  dasarnya  tidak  ada  wanita  yang  menginginkan
dimadu. Berbeda dengan sikap Annisa yang tidak dapat berbuat apa-apa saat ia harus dimadu.
Dilihat dari konsep cerita, tokoh Kejora dalam GJ memiliki sifat yang hampir sama dengan Annisa dalam PBS. Tetapi yang membedakan
antara Annisa dalam PBS dengan Kejora dalam GJ adalah pada sikap Annisa yang pasrah dan menerima begitu saja untuk dijodohkan dengan
laki-laki pilihan orang tuanya, dan juga menerima keputusan Samsudin berpoligami  dikarenakan  ia  sama  sekali  tidak  mencintai  Samsudin.
Berbeda   dengan   Kejora   yang   dibebaskan   untuk   memilih   calon
13
Wiyatmi, op.cit, h. 169
14
Ibid., h. 170
79
pendamping  hidupnya  sendiri,  ia  juga  bersikeras  menolak  poligami dengan alasan apa pun.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dalam kedua novelnya, yaitu Perempuan  Berkalung  Sorban  2001  dan  Geni  Jora  2003  Abidah
selalu  mengangkat  isu  diskriminasi  yang  terjadi  pada  perempuan  dan praktik poligami yang biasa dilakukan laki-laki. Dalam penceritaannya,
Annisa  dan  Kejora  memiliki  perbedaan  dalam  menuntut  kesetaraan. Tokoh  Annisa  dalam  PBS  mentuntut  keadilan  dan  kesetaraan  secara
terang-terangan,  tetapi  di  sini  tokoh  utama  tetap  menerima  keputusan yang diberikan oleh orang-orang sekitarnya, seperti perjodohan. Namun
dalam GJ, Abidah menjadi lebih baik dalam memposisikan tokoh utama. Tokoh utama  GJ  tidak  dijodohkan  secara  paksa,  ia juga  digambarkan
sebagai  perempuan  yang  tidak  mau  mengalah  terhadap  ketidakadilan yang terjadi padanya.
Dalam novel PBS dan juga GJ terlihat ada dua pola poligami yang terjadi, pola pertama, poligami dilakukan dengan terbuka, istri pertama
terpaksa  memberi  izin,  hubungan  antara  istri  pertama  dengan  kedua kurang  baik.  Penyebab  poligami  dilakukan  karena  hubungan  antara
suami dengan istri pertama tidak harmonis, keduanya menikah karena perjodohan dan bukan atas landasan saling mencintai, suami melakukan
perselingkuhan yang menyebabkan kehamilan perempuan lain. Dan ini terjadi dalam PBS. Pola kedua, poligami dilakukan dengan terbuka, ada
izin  istri  pertama,  kedua  istri  berhubungan  dengan  baik.  Penyebab poligami karena istri pertama tidak dapat memberikan keturunan.
15
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Abidah ingin Jika sesuatu ketidakadilan
terjadi  padanya  ia  akan  membalasnya  satu  tingkat  dari  apa   yang diterimanya, bahkan ia tak segan-segan untuk berpoliandri jika suatu saat
pasangannya melakukan poligami.
15
Wiyatmi, op,cit., h. 162
80
2. Subordinasi terhadap Perempuan
Subordinasi  adalah  suatu  sikap  yang  menempatkan  perempuan pada  posisi  yang  tidak  penting  muncul  dari  adanya  anggapan  bahwa
perempuan itu emosional atau irasional sehingga perempuan tidak bisa tampil  memimpin.
16
Konsep  subordinasi  pada  perempuan  dalam  PBS berbeda dengan   konsep subordinasi pada perempuan dalam GJ. Dalam
PBS  subordinasi  terlihat  dalam  lingkup  rumah  tangga  yaitu  melalui pendidikan
yaitu dengan
memprioritaskan anak
laki-laki untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dibandingkan perempuan, ini disebabkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan menjadi ibu rumah tangga yang kerjaannya  hanya untuk  mengurusi  urusan  rumah  tangga.  Dalam  PBS
tokoh  utama  tidak  diizinkan  melanjutkan  pendidikan  ke  jenjang  yang lebih tinggi, sedangkan kedua saudara laki-lakinya boleh. Tapi walaupun
demikian  Abidah  tetap  menggambarkan  tokoh  utama  yang  memiliki pintar.  Tokoh  utama  yang  diceritakan  menikah  ketika  ia  baru  lulus
Sekolah Dasar karena perjodohan, tetap melanjutkan sekolahnya setelah ia menikah.
―Maka, sekalipun sudah hampir dua minggu aku absen dari panggilan   guru,,   kupaksakan   diri   ini   untuk   kembali   ke   sekolah
Tsanawiyah. Dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah ketika lautan ilmu itu telah berkumpul di sini, dalam otakku
. ‖PBS. h. 98
Kutipan  tersebut  menunjukkan  bahwa  tokoh  utama  tidak  ingin  putus sekolah  lantaran  ia  sudah  menikah.  Ia  tetap  melanjutkan  sekolahnya
sampai akhirnya Aliyah setara dengan SMA. Saat Aliyah ia bercerai dengan  Samsudin  dengan  alasan  karena  selama  ini  Samsudin  selalu
berbuat  kasar  dan  tak  henti-hentinya  menyakitinya.  Terlihat  bahwa tokoh-tokoh  perempuan  dalam  PBS  tidak  memiliki  kesempatan  untuk
melanjutkan  sekolahnya  dan  hanya  menjadi  ibu  rumah  tangga  saja. Pemikiran
yang seperti
inilah yang
coba disingkirkan
dengan
16
Rian Nugroho, op. cit., 13
81
penggambaran tokoh Annisa yang teguh kukuh tak menyerah untuk terus bersekolah.
Peranan orang tua yang seharusnya bisa melindungi hak-hak anak, baik itu anak laki-laki ataupun perempuan, dan memberikan pendidikan
yang  layak  kepada  anaknya,  tidak  memaksakan  kehendak  orang  tua terutama  dalam  pernikahan  dan  pemilihan  jodoh.  Anak  perempuan
memiliki kebebasan sendiri menentukan pasangan hidupnya, dan orang tua hanya cukup memberikan nasihat dan pertimbangannya. Semua hal
itu   tidak   terlihat   dalam   novel   ini   yang   hampir   semua   tokoh perempuannya tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi, dan
pemaksaan pernikahan yang dilakukan oleh orang tua tokoh utama. Dua tahun kemudian dalam novel yang berjudul Geni Jora karya
Abidah  El  Khalieqy  terlihat  penggambaran  yang  berbeda  mengenai pendidikan  untuk  perempuan.  Dalam  GJ  dijelaskan  bahwa pendidikan
bagi wanita pun penting. Ini ditunjukkan dari keadaan Kejora yang sama sekali  tidak  mengalami  kesulitan  untuk  menuntut  ilmu  meskipun  ia
adalah  seorang  perempuan.  Berbeda  dengan  PBS  yang  hampir  semua tokoh  perempuannya  tidak  melanjutkan  sekolahnya  ke  jenjang  lebih
tinggi. Dalam GJ tokoh perempuan di sini mendapatkan dukungan untuk melanjutkan  sekolahnya  ke  jenjang  lebih  tinggi,  seperti  pada  kutipan
berikut: ―Kami mau les, Om.‖ Aku menjawab
―Mau les? Les apa?‖ ―Les bahasa Arab.‖
―Masa? Kalian mau jadi TKW?‖ Idih Om norak. Kami sih mau masuk pesantren, bukan jadi TKW
Om.‖ ―Oh...begitu.  hebat,  dong.  Ngomong-ngomong  bukannya  kalian
selama ini juga tinggal di pesantren?‖
GJ. h. 105
Kutipan  di  atas  menyatakan  bahwa  dari  kecil  Kejora  dan  Lola sudah dipersiapkan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Bahkan
82
sampai  mengikuti  les  agar  bisa  diterima  di  sekolah  yang  diinginkan. Walaupun  biasanya  mereka  tidak  pernah  diijinkan  untuk  keluar  dari
rumah  tapi  untuk  menuntut  ilmu  mereka  diijinkan  untuk  membuka gerbang rumahnya. Penggambaran perempuan yang sulit mendapatkan
pendidikan yang diperlihatkan dengan sangat jelas di PBS tidak terlihat dalam novel GJ. Selain itu, melalui tokoh Omi ibunda Zakky dijelaskan
bahwa perempuan pun mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Abidah juga memberikan pandangannya tentang pendidikan
dalam  tradisi Syi’i,  yaitu  pendidikan  bagi  perempuan  lebih  penting
daripada pendidikan bagi laki-laki, seperti pada kutipan berikut: ―Akan
sangat berbeda jika sudah membicarakan masalah pendidikan. Omi Ida banyak
dipengaruhi pernikahan
Fathimiyah yang
justru tidak
mengkoloni Turki. Dalam tradisi Syi ‟ I, pendidikn untuk perempuan bagi
perempuan lebih utama dibandingkan pendidikan bagi laki-laki.
‖
GJ.  h. 189
Kutipan tersebut terlihat bahwa Abidah menambahkan pandangan tentang kebudayaan yang mengutamakan pendidikan untuk perempuan
dibandingkan laki-laki melalui tokoh Omi Ida yang merupakan ibu dari Zakky.
Melalui tokoh
Omi Ida,
Abidah ingin
menyampaikan pandanganya   bahwa   pendidikan   juga   sangat   penting   bagi   kaum
perempuan. Pemilihan Negara Timur Tengah sebagai tempat untuk melanjutkan
sekolah karena Negara-negara di Timur Tengah dapat dijadikan sebagai simbol kebebasan. Seperti kutipan berikut.
Di  sini  kutemukan  orang  Afrika  bergandengan  tangan  dengan orang Prancis. Orang Prancis bermain football bersama orang Arab
dan  orang  Yahudi  menjual  taring  macan  pada  orang  Herber. Sementara orang Herber  berdesak-desakan  memotong permadani
Tazenakht  dengan  permata  asli  untuk  ditawarkan  kepada  orang Afrika. Berduyun-duyun   manusia dari berbagai ras yang berkulit
hitam, berkulit cokelat, dan berkulit putih, meramaikan kebidupan dan membentuk kebudayaan Maroko.
GJ. h. 12 —13
83
Berdasarkan  analisis  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  terdapat perbedaan  dalam  menggambarkan  Subordinasi  pada perempuan  dalam
PBS   dan   GJ.   Dalam   PBS,   digambarkan   bahwa   pendidikan   bagi perempuan  tidaklah  penting,  oleh  karena  itu  tokoh-tokoh  perempuan
dalam PBS tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Sedngkan  dalam  GJ  tokoh-tokoh  perempuannya  dapat  melanjutkan
sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan ke luar negeri. Selain itu dalam PBS tokoh utamanya dipaksa untuk menerima perjodohan oleh
orang tuanya yang berujung pada perceraian. Sedangkan dalam GJ tokoh utamanya diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan pendamping
hidupnya. Dari  penjelasan  di  atas  terlihat  bahwa  terdapat  perbedaan  saat
menggambarkan  subordinasi  pada  perempuan  kedua  novelnya,  yaitu Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora. Dalam PBS Abidah selalu
mengangkat isu subordinasi yaitu mengenai pendidikan yang tidak terlalu penting bagi perempuan. Akan tetapi pada GJ, Abidah tida menyinggung
subordinasi  mengenai  pendidikan.  Karena  semua  tokoh  perempuan dalam GJ berpendidikan tinggi.
3. Stereotip terhadap Perempuan
Stereotip   adalah   pelebelan   atau   penandaan   negatif   terhadap kelompok
atau   jenis kelamin
tertentu.
17
Stereotip-stereotip itu
mencerminkan kesan umum mengenai bahasa perempuan dan laki-laki. Stereotip-stereotip  tersebut  jarang  sekali  berpihak  pada  perempuan.
18
Dalam  PBS  dan  GJ,  terdapat pandangan  yang  berbeda  tentang
stereotipe   yang   terjadi   pada   perempuan.   Bentuk   stereotip   yang ditampilkan   dalam   PBS   yaitu   anggapan   bahwa   perempuan   itu
penggoda, seperti pada kutipan berikut: ‖…… keakrabanmu dengannya
17
Riant Nugroho, op.cit., h. 12
18
David  Graddol  dan  Joan  Swann,  Gender  Voice:  Telaah  Kritis,  Relasi  Bahasa  Gender, Pedati: 2003, h. 2