Perencanaan Pengelolan Small Scale Forest SSF Pertimbangan Finansial Pengelolaan Small Scale Forest SSF

pertanian kakek neneknya, atau menebang kayu bakar di hutan keluarga, tetapi sebagian masih tinggal Bliss, 2002. Sistem Plasma dan Inti Jika di negara lain menerapkan pembagian hutan ke dalam skala kecil melalui kepemilikan hutan, maka di Indonesia dapat dikatakan telah menerapkan prinsip ini dalam manajemen perkebunan melalui sistem inti plasma, di mana petani- petani kecil mengelola perkebunan dalam skala kecil dan kemudian bergabung dalam suatu serikat untuk menjual produk perkebunannya. Pada umumnya petani-petani kebun ini dibina oleh sebuah perusahaan perkebunan besar dan sekaligus menampung produk petani-petani kecil tersebut. Prinsip ini sebenarnya berpeluang diterapkan juga dalam model pengelolaan hutan skala kecil, di mana pemilikipengelola hutan yang diberikan hak mengusahakan hutan seluas 51 sebagai plasma. Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara menjadi inti yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pembelian produk-produk dari hutan skala kecil. Metode ini juga bisa digunakan sebagai cara untuk menanggulangi illegall loging yang selama ini disinyalir menyebabkan kerusakan hutan. Dalam program pemerataan penduduk di Indonesia selain untuk perluasan tahan pertanian juga dapat digunakan untuk mengembangkan SSF di Indonesia. Transmigrans hendaknya dijadikan plasma dalam model ini, yang berkumpul menjadi satu inti misalnya dalam satu blok areal transmigrasi.

4. Perencanaan Pengelolan Small Scale Forest SSF

Pengelolaan hutan berharap dapat menanam dengan luasan yang sama setiap tahunnya berisi tegakan dengan umur sama. Misalnya petani hutan memili areal 100 ha, dengan masa daur tanaman adalah 25 tahun, maka petani dapat menanam dan memanen setiap tahunnya 2 ha. Selama masa penanaman dan pemeliharaan tanaman ini Gambar 1, petani harus mendapatkan insentif dari pemerintah misalnya seharga nilai kayu yang dimilikinya pada umur tertentu. Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 Akan tetapi jika hutan sudah memberikan income panen maka pemerintah tidak perlu lagi memberikan insentif pendapatan tapi cukup dengan memberikan insentif berupa kemudahan-kemudahan yang lain. Dalam kasus lain, misalnya apa yang sering ditemui di British Kolumbia, kepemilikan hutan skala kecil dihubungkan dengan landscape hutan dalam skala besar. Di beberapa wilayah hutan skala kecil menyediakan nilai jasa dan produk lain seperti rekreasi, habitat hidupan liar dan pendapatan untuk masyarakat setempat. Ukuran dan distribusi grografis hutan kecil membuat pemilik dan pengelola menghadapi beberapa tantangan diantaranya ketergantungan pendapatan terhadap hutan dalam jangka pendek, kesulitan dalam pemasokan dan pemasaran produk hutan, dan paling penting adalah membangun kesadaran untuk mengelola hutan dengan standar tinggi. Gambar 1. Proses Pembangunan “Small Scale Forest” Sumber : Ministry of Forestry – New Zeland

5. Pertimbangan Finansial Pengelolaan Small Scale Forest SSF

Tahap kritis dalam pembangunan hutan skala kecil adalah seberapa luas “small forest” yang akan ditanami setiap tahunnya. Pertanyaan ini akan menentukan Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 keputusan pertimbangan anggaran, praktik pengelolaan hutan, perencanaan lingkungan dan perencanaan pengembangan pembiayaan dan pendapatan. Luas minimum ”small scale forest” Kasus di New Zelands ditentukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : o Luasan berapa hektar dapat menghasilkan pengembalian modal yang diletakkan pada area perputaran atau dataran dekat dengan jalan yang dibangun ? o Pada beberapa lokasi yang sulit, lebih luas hutan 10 ha atau lebih diperlukan untuk memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan biaya tinggi untuk mendapatkan volume hasil yang lebih tinggi. o Luasan yang lebih kecil tetapi dengan tegakan bernilai tinggi mungkin lebih menghasilkan dibanding dengan perluasan hutan dengan nilai pulpwood dan firewood yang rendah o Jarak dari lokasi pengolahan kayu atau pelabuhan ekspor mungkin berpengaruh pada skala ekonomis ukuran petak tegakan o Yang terpenting adalah pada saat menanam pohon yang bernilai rendah untuk bahan pulp, jarak yang pendek akan mereduksi biaya angkut sehingga kayu akan bernilai lebih tinggi per hektarnya; sehingga walaupun kecil luasannya dapat dipanen Daur Finansial Pengelolaan Small Scale Forest SSF Konsep daur dipakai untuk pengelolaan hutan seumur. Daur adalah suatu jangka waktu antara pemanenan dan penebangan atau antara penanaman dan penanaman berikutnya di tempat yang sama, yang ditentukan oleh jenis, hasil yang diinginkan , nilai tanah, suku bunga usaha yang tersedia Departemen Kehutanan, 1992. Sedangkan Osmaton 1968 dalam Suhendang 1999 menyatakan bahwa daur merupakan faktor pengatur dalam pengusahaan hutan seumur. Daur dipakai pada saat membuat rancangan perusahaan dan akan terdapat perbedaan yang Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 besar dalam penataan hutan apabila tegakan ditebang pada batas umur bawah dari umur tebang atau dibiarkan tumbuh sampai tegakan berada di atas miskin riap Pada dasarnya daur yang digunakan adalah daur ekonomisfinansial karena lebih sesuai dengan tujuan perusahaan Beberapa jenis tanaman dengan daur nya masing-masing seperti dalam Tabel 2. Dalam tegakan seumur terdapat dua tipe hasil tegakan yaitu hasil akhir hasil utama dan hasil antara tebangan penjarangan. Tabel 2. Berbagai daur jenis tanaman kehutanan No Jenis Tanaman Daur 1 Jati 40 – 80 tahun 2 Pinus 25 tahun 3 Damar 20 – 25 tahun 4 Mahoni 30 – 60 tahun 5 Sonokeling 40 – 60 tahun 6 Rasamala 40 – 60 tahun 7 Meranti 70 tahun 8 Sengon 8 tahun 9 Mangium 8 – 15 tahun 10 Gemelina 7 – 15 tahun Sumber : Gunawan, 2002 Di Selandia Baru, penjarangan komersial pinus radiata pada umumnya ketika volume kayu yang dihasilkan 0.25 – 0,35 m 3 yaitu pada umur 11 sampai dengan 14 tahun. Penjarangan ini akan mengeluarkan pohon sebanyak 300 – 400 batang sehingga jumlah pohon yang tinggal sekitar 1100 pohon dari 1400-1500 pohon yang ditanam yang akan menghasilkan kayu perdagangan sekitar 0.12 m 3 . Penjarangan kedua mengurangi pohon dari 1100 menjadi 400 pohon, dan penjarangan ketiga pada umur 20 pohon akan tinggal 250 pohon per ha. Pemanenan dapat dilakukan oleh pihak ketiga atau kotraktor yang khusus bergerak di bidang penebangan pohon. Tebang habis pada penebangan terakhir Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 merupakan alternatif terbaik, sehingga harga log yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar. Kelas Perusahaan Smal Scale Forest SSF Dalam mengelola hutan dengan luasan yang kecil sebaiknya pemilik menanam jenis-jenis pohon yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini untuk mereduksi besaran biaya tetap per meter kubik dari pemanenan kayu small scale forest. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memilih jenis tanaman yang paling sesuai baik untuk hutan rakyat maupun hutan di perusahaan hutan jati di jawa. Hasil analisis finansial yang dilakukan oleh Herawati pada tahun 2002 di Ciamis Jawa Barat menunjukkan bahwa berdasarkan nilai NPV, BCR dan IRR pada tingkat suku bunga 19 tanaman yang sesuai seperti dalam tabel di bawah. Tabel 3. Nilai NPV, BCR dan IRR jenis tanaman yang dapat dijadikan tanaman pokok dalam SSF Sumber : Herawaty, 2001 No Jenis NPV Rp. BCR IRR 1 Sengon 5.789.949 1.97 45 2 Mahoni 4.819.049 1.53 35 3 Jati 5.011.623 1.50 23 Sementara itu berdasarkan analisis hirarki menunjukkan bahwa di Ciamis Jawa Barat tanaman mahoni, sengon dan jati merupakan pilihan yang menjadi prioritas utama ditanam oleh masyarakat. Dengan demikian tanaman yang dapat dipertimbangkan sebagai tanaman prioritas adalah jenis mahoni, sengon dan jati. Jenis mahoni memiliki nilai ekonomis dan nilai lingkungan yang tinggi dibanding dengan sengon dan jati. Jenis tanaman lain yang dapat ditanam di SSF dan cepat dipanen adalah akasia. Pada tahun 2002 Gunawan menyatakan bahwa berdasarkan analisis penentuan daur finansial jenis akasia Acacia Mangium di KPH Bogor diperoleh produksi kayu tertinggi pada umur 9 sembilan tahun yaitu 73.695 m 3 ha. Dengan harga Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 pada saat itu Rp. 140.090,70, maka diperoleh pendapatan dari tebang habis akasia sebesar Rp. 140.090,70 x 73.695 = Rp. 10.323.983.00 per hektar. Daur 9 tahun ini layak untuk tingkat suku bunga terendah 0 dan tertinggi 24 ditunjukkan oleh NPV dan BCR tertinggi. Dengan demikian maka pengelolaan SSF sebaiknya menggunakan tanaman pokok mahoni dengan pertimbangan selain daurnya lebih pendek dibanding jati, kualitas kayunya hampir sama dengan kualitas kayu jati. Umur Ekonomis Tebang Habis Small Scale Forest SSF Pemanenan erat kaitannya dengan pengembalian modal pemilik hutan. Tidak seperti jenis tanaman semusim, pemanenan tegakan lebih fleksible terhadap waktu sehingga dapat menyesuaikan pada pasar dengan harga tinggi. Pertumbuhan pohon tidak sama selama periode pertumbuhan yang dialaminya. Sebagai contoh pinus radiata yang pertumbuhan tertingginya dicapai pada umur 20 sampai 25 tahun, dengan total volume potensial dua kali volume pada umur sekitar 20 tahun dan 30 tahun. Sehingga sebaiknya pemanenan dilakukan pada umur setelah 25 tahun dan sebelum 30 tahun sehingga tidak terjadi dapat menghemat pembiayaan dan memaksimalkan keuntungan. Tipe-tipe Penjualan Hasil Small Scale Forest SSF Sebelum melaksanakan pemanenan diperlukan pemilihan cara penjualan. Karena begitu kesepakatan jual beli disetujui, antara pemilik hutan dan pembeli memiliki hak dan kewajiban terhadap hutan yang diperjualbelikan. Terdapat tiga model penjualan tegakan yang dapat dipilih yaitu penjualan berdasarkan blok tanaman, penjualan dalam volume kayu perdangan dan penjualan berdasarkan kualitas kayu. Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 Penjualan Blok Tegakan dijual dalam bentuk luas blok tertentu. Diperlukan penguasaan penaksiran nilai tegakan dalam metode penjualan ini. Penaksiran dapat dilakukan oleh konsultan yang independent. Metode penjualan ini lebih memudahkan bagi pemilik hutan karena dia tidak akan terlibat dalam proses pemanenan secara langsung. Metode ini sangat sesuai untuk blok penebangan yang relatif kecil. Penjualan dalam Volume Kayu perdagangan Penjualan model ini adalah tegakan kayu yang diperdagangkan yang dinyatakan dalam ukuran meter kubik atau tonase Capman dan Meyer 1947. Pembeli bertanggung jawab dalam pemanenan kayu. Pembeli hanya akan mengeluarkan kayu yang dapat diperdagangkan. Tingkat harga terkait erat dengan campuran log yang berbeda dalam hutan begitu juga harga pemanenan dan pengangkutan kayu. Hutan dengan proporsi kayu gergajian yang tingg lebih bernilai dibanding dengan kayu bahan pulp. Penjualan Kualitas Kayu Penjualan ini sangat bergantung pada grade kayu itu sendiri, pada saat akan dimuat ke truk dan diantar ke pabrik. Ukuran Luas Panen Pengelolaan Small Scale Forest SSF The Ministry of Forestry and New Zealand Logging Industry Research Organisation tahun 1996 menyatakan bahwa pemanenan hutan skala kecil memerlukan biaya tetap per meter kubik yang lebih besar dibandingkan dengan hutan dengan luasan lebih besar. Biaya tetap ini diantaranya adalah perencanaan, pembuatan jalam, pengangkutan peralatan ke lokasi panen. Biaya tetap tidak proporional untuk luasan kurang dari 5 lima hektar secara ekonomis cenderung lebih dari 10 hektar. Akan tetapi bisa saja dikompensasi dengan menanam jenis dengan nilai jual yang tinggi. Jenis-jenis dengan nilai jual yang tinggi antara lain adalah jati, mahoni, sonokeling, sonobrit dan kayu indah lainnya Deperindag, 2004. Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 Departemen Perdagangan dan Perindustrian RI Periode Juli sampai Desember 2004 mengeluarkan daftar harga perkiraan terhadap produk kayu bulat yang diantaranya adalah kayu dari Perum Perhutani yaitu 1 kayu bulat jati dan sono keling diameter 30 cm dengan harga Rp. 745.000,-m 3 ; diameter 20 – 19 cm dengan harga Rp. 485.000,- m 3 ; diameter 19 cm dengan harga Rp. 192.000,- m 3 ; 2 kayu rimba indah mahoni dan sonobrit diameter 30 cm seharga Rp. 384.000,- m 3 ; diameter 20 – 29 cm seharga Rp. 134.000,- m 3 dan diameter 19 cm seharga Rp. 82.000,- m 3 . Berdasarkan tabel volume kayu mahoni yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1975, diketahui bahwa pada umur 40 tahun, tanaman mahoni di lahan dengan klas bonita II akan menghasilkan kayu sebesar 262 m 3 ha, dengan diameter rata-rata 35,1 cm. Jika pada tebangan akhir SSF dengan kelas perusahaan mahoni, maka dalam satu hektar akan diperoleh hasil 262 m 3 ha x Rp. 384.000,- m 3 = Rp. 139.008.000, -ha. Potensi hutan alam yang hanya 179 m 3 ha dan 72 m 3 ha hutan primer per hektar Hinrichs, 2002, lebih kecil dibanding dengan SSF misalnya dengan tegakan mahoni yang dapat dipanen sebesar 262 m 3 per ha per tahun. Sehingga sebenarnya jika menanaman pohon dengan nilai komersial tinggi akan memungkinkan pengelolaan hutan dalam skala kecil. Berdasarkan hasil studi analisis prioritas, analisis finansial dan panjang daur tanaman maka tanaman mahoni layak dijadikan tanaman pokok dalam SSF. Untuk menentukan luas minimalnya, didekati dengan menghitung biaya yang dikeluarkan pemilik hutan setiap satu hektar per tahunnya sebagai berikut berdasarkan pengalaman dan pengetahuan penulis : 1. Biaya pembuatan tanaman mahoni jarak tanam 3 m x 2 m per ha - Penyediaan bibit sebanyak 1.666 Rp. 1.500,- = Rp. 2.499.000,- - Pembersihan lahan dan penanaman = Rp. 3.000.000,- 2. Biaya pemeliharaan tanaman per ha = Rp 2.500.000,- Samsuri : Pengelolaan Hutan Skala kecil Small Scale Forest Management, 2009 USU e-Repository © 2009 3. Biaya manajemen per bulan = Rp. 6.000.000,- 4. Biaya pemanenan dan pengangkutan per ha = Rp. 52.000.000,- 5. Pajak 10 x harga produk 6. Pembayaraan bunga atas modal 19 7. Keuntungan perusahaan min 10 biaya Total biaya 2.499.000 x a + 3000000 x a + 2500000 x a + 6000000 x 12 + 52000000 x a + 0.1 x 38400 x 262 m 3 x a + 0.19 x a x 104499000 , dimana “a “ adalah luas penanaman dan pemanenan setiap tahunnya. Jumlah biaya yang diperlukan minimal harus sama dengan jumlah penerimaan dari pemanenan yaitu 384.400 x 262 m 3 x luas panen, sementara biaya yang diperlukan untuk mengelola 1 ha tegakan mahoni adalah Rp. 104.449.000,-. Sehingga untuk memenuhi biaya dari penanaman sampai pemanenan ditambah dengan bunga atas modal, keutungan dan pajak maka minimal dalam satu tahu harus memanen mahoni seluas 1.05 hektar. Dengan panen rata-rata kayu pertukangan sebanyak 262 m 3 per ha tiap tahun maka diperlukan luas minimal 1.059 ha pemanenan setiap tahunnya. Jika umur pohon mahoni yang dapat dijadikan kayu pertukangan 40 tahun, maka luas minimal hutan skala kecil yang harus dipunyai seorang pemilikpengelola sebesar 42,7 atau 43 hektar. Dengan demikian metode pengaturan hasil pengaturan hasil yang digunakan adalah etat luas yaitu luas SSF dibagi daur tanaman pokok.

6. Monitoring Pengelolaan Small Scale Forest SSF