Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara Iv Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT. Telkomsel

(1)

SEMINAR TUGAS AKHIR

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP

CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada

Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik Telekomunikasi Oleh

Kevin Kristian Pinem 090402079

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan pelanggan selular yang cepat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar melainkan sudah sampai ke kota-kota kecil bahkan pedesaan. Hal ini tentu saja memerlukan persediaan infrastuktur jaringan yang mampu melayani pelanggan dengan kualitas yang baik dan memuaskan.

Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk komunikasi bergerak digital. Base Transceiver Station atau yang dikenal dengan BTS merupakan jaringan umum yang dipakai oleh operator telepon selular di Indonesia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi selular. Salah satu yang harus diperhitungkan dalam membangun sebuah BTS adalah link budget. Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal mulai dari gain dan loss dari transmitter (Tx) sampai receiver (Rx) melalui media transmisi.

Penelitian ini dilakukan pada BTS Rooftop Telkomsel yang berlokasi di Cemara IV yang terhubung langsung dengan BTS terdekatnya yaitu BTS Pancing. Adapun parameter yang dianalisis dalam link budget pembangunan BTS Telkomsel pada Tugas Akhir ini adalah Coverage (Path Loss), Fresnel Zone, Free Space Loss (FSL), Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) dan Received Signal Level (RSL). Analisis link budget dilakukan untuk menghitung level daya penerimaan (received signal level) dengan memastikan bahwa level daya penerimaan (received signal level) lebih besar atau sama dengan level threshold ( RSL ≥ Rth ).

Berdasarkan analisis link budget yang dilakukan, diperoleh nilai dari setiap parameter yang diteliti. Nilai path loss Okumura-Hatta saat downlink sebesar 168,41998 dB dengan jarak cakupan antena sektoral sejauh 5,98252 Km dan nilai path loss Okumura-Hatta saat uplink sebesar 158,39995 dB dengan jarak cakupan antena MS sejauh 3,17281 Km. Nilai jari-jari Fresnel dari perhitungan Fresnel Zone pertama yang mutlak tidak ada gangguan obstacle adalah sebesar 1,8903048 m. Nilai FSL antara BTS Cemara IV ke BTS Pancing adalah sebesar 114,4602 dB. Daya maksimum (EIRP) yang dapat dipancarkan oleh antena sektoral sebesar 65,62 dBm dan daya maksimum (EIRP) yang dapat dipancarkan antena microwave sebesar 46,61 dBm. Setelah melakukan perhitungan seluruh parameter link budget maka diperoleh nilai RSL pada BTS pancing sebesar -31,2602 dBm dengan sensitivitas daya RAU pada antena microwave BTS tersebut sebesar -76 dBm sedangkan nilai RSL pada MS sebesar -90,9799 dBm dengan sensitivitas MS sebesar -101 dBm sehingga BTS Cemara IV on air.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP

CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT. TELKOMSEL

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Naemah Mubarakah, ST,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi, ST,MT

selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dan seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada Bapak dan Ibu tercinta yang selalu merawat, menjaga, dan mendoakan dan memberikan segalanya kepada penulis sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

6. Adik-adikku tercinta: Agung Haganta Pinem, Dimas Brensimada Pinem dan seluruh Keluarga Besar yang menjadi inspirasi dan selalu memberikan motivasi, perhatian dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Pihak Telkomsel khususnya Pak Malemta Sitepu, Pak Totok Yuliono yang bersedia membantu penulis selama melakukan penelitian.

8. Pihak PT Wahana Multitron khususnya Pak Theo dan Bg Juang yang bersedia membantu penulis dalam meneliti proyek BTS yang dibangun.

9. Teman baik saya: Christy yang selalu mendukung dan mendoakan saya hingga menyelesaikan Tugas Akhir ini.

10.Sahabat-sahabat seperjuangan: Nicholas Tanzil, Dea Reo Silalahi, Nuzul Luthfihadi, Oloni Togu Simanjuntak, Samuel Aland Silitonga, Muhammad Farizi, Eko Kurniawan dan seluruh stambuk 2009, serta Bg Martin, Bg Louis, Bg Dian, Bg Anes, Bg Arthur, Bg Pane dan Bg Sandy, semoga silaturrahmi kita terus terjaga.

11.Para teman-teman TSVC dan Nu Life : Yoharry, Eben, Agus, Wahyu, Bayu, Indra dan Berry.


(5)

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini.

Akhir kata penullis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 30 April 2014 Penulis,

NIM: 090402079 Kevin Kristian Pinem


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………... i

KATA PENGANTAR………... ii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR GAMBAR………. ix

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR ISTILAH………..…. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……...……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 2

1.3 Tujuan Penulisan.…………..…………..………. 3

1.4 Batasan Masalah...………..…………. 3

1.5 Manfaat Penulisan..……….. 3

1.6 Metodologi Penelitian.………...……….. 4

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile - Communication (GSM)……… 5

2.1.1 Mobile Station (MS)……… 7

2.1.2 Network Sub-System (NSS)………. 7

2.1.3 Operating and Support System (OSS)………. 7

2.1.4 Base Station Sub-system (BSS)………... 8


(7)

2.2.1 Tower……….. 11

2.2.2 Shelter………. 12

2.3 Pengertian Antena……….…... 12

2.4 Parameter Antena………. 13

2.4.1 Direktivitas Antena………. 14

2.4.2 Gain Antena……… 14

2.4.3 Pola Radiasi Antena……… 16

2.4.4 Polarisasi Antena……… 17

2.4.5 Beamwidth Antena……….. 18

2.4.6 Bandwidth Antena……….. 19

2.5 Antena Isotropis……...……….... 20

2.6 Antena Directional………... 21

2.6.1 Antena Unidirectional………. 21

2.6.2 Antena Omnidirectional……….. 22

2.7 Propagasi Gelombang Radio………... 23

2.8 Mekanisme Propagasi Gelombang Radio dan Pengaruhnya

....

... 26

2.9 Pengaruh Variasi Topografi terhadap Propagasi…

…………...

29

2.10 Tipe Daerah dan Model Propagasi……… 31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum………... 34

3.2 Perangkat BTS Rooftop……… 36 3.2.1 Panel Alternate Current Power Distribution –


(8)

Box (ACPDB)……….……. 36

3.2.2 Power Supply Unit ( PSU )... 37

3.2.3 Antena Sectoral Tong Yu... 39

3.2.4 Antena Microwave Mini-link E ... 40

3.2.5 Radio Kabel... 42

3.2.6 Indoor Unit... 42

3.3 Link Budget... 45

3.3.1 Coverage... 46

3.3.2 Fresnel Zone………... 48

3.3.3 Free Space Loss (FSL)………... 49

3.3.4 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)……….. 51

3.3.5 Received Signal Level (RSL)….……… 51

BAB IV ANALISIS LINK BUDGET BTS ROOFTOP CEMARA IV 4.1 Umum……..……….……... 53

4.2 Analisis Link Budget antara BTS dengan – MS (Antena Sektoral)………..… 57

4.2.1 Perhitungan Path Loss dengan Okumura-Hatta………….. 57

4.2.2 Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)... 64

4.2.3 Perhitungan Received Signal Level (RSL)………. 65

4.3 Analisis Link Budget antara BTS dengan – BTS (Antena Microwave)………. 67


(9)

4.3.1 Perhitungan Fresnel Zone……… 67 4.3.2 Perhitungan Free Space Loss (FSL)………... 68 4.3.3 Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)... 69 4.3.4 Perhitungan Received Signal Level (RSL)……….…. 70 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan……….. 72 5.2 Saran………. 73 DAFTAR PUSTAKA………... 74


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Base Transceiver Station………. 10

Gambar 2.2 Antena dengan Transceiver dan Receiver……… 13

Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional……… 16

Gambar 2.4 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional………. 17

Gambar 2.5 Polarisasi Antena………. 18

Gambar 2.6 Beamwidth Antena……….. 19

Gambar 2.7 Bandwidth Antena……….. 20

Gambar 2.8 Antena Isotropis………. 21

Gambar 2.9 Contoh Antena Unidirectional……….. 22

Gambar 2.10 Gelombang Langsung dan Pantulan Tanah……….. 24

Gambar 2.11 Gambar Permukaan Tanah……… 25

Gambar 2.12 Gelombang Ionosfer………..……… 26

Gambar 2.13 Mekanisme Propagasi Gelombang……… 27

Gambar 2.14 Line of Sight (LOS)……… 30

Gambar 2.15 Non Line of Sight………... 31

Gambar 3.1 Florwchart Pembangunan BTS Rooftop Cemara IV……… 35

Gambar 3.2 Panel ACPDB……… 36

Gambar 3.3 Tampak Depan PSU SPC 4240... 38

Gambar 3.4 Tampak belakang PSU SPC 4240... 38

Gambar 3.5 Antena sektoral Tong Yu TDQ-182020DE-65F 4Port... 39


(11)

Gambar 3.7 RAU pada antena MINI-LINK E……….….….. 41

Gambar 3.8 Direktivitas antena Yagi……….…….… 41

Gambar 3.9 Access Module Magazine... 43

Gambar 3.10 Modem Unit... 43

Gambar 3.11 MMU pada kabinet AMM………... 44

Gambar 3.12 SMU pada kabinet AMM……….……... 44

Gambar 3.13 Penempatan SMU di kabinet AMM……….….. 45

Gambar 3.14 Daerah Fresnel Zone……….….. 49

Gambar 3.15 Free Space Loss……….…. 50

Gambar 4.1 Flowchart Analisis Link Budget antara BTS dengan – MS (Antena Sektoral)……….….. 54

Gambar 4.2 Flowchart Analisis Link Budget antara BTS dengan – BTS (Antena Microwave)...……… 55

Gambar 4.3 Flowchart Perhitungan Path Loss Okumura-Hatta saat Downlink….. 58

Gambar 4.4 Flowchart Perhitungan Path Loss Okumura-Hatta saat Uplink…….. 61


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Nilai Parameter Link Budget yang Menjadi Standarisasi –

Pembangunan BTS Telkomsel……… 56 Tabel 4.2 Hasil Analisis Path Loss Okumura-Hatta saat Downlink dan Uplink.... 64 Tabel 4.3 Hasil Analisis Link Budget antara BTS Cemara IV dengan MS…….... 66 Tabel 4.4 Hasil Analisis Link Budget antara BTS Cemara IV dengan –


(13)

DAFTAR ISTILAH

Alternate Current Power Distribution Box (ACPDB)

Kotak distribusi yang membagi arus kebeberapa peralatan seperti rectifire, air conditioner, lampu indoor, lampu outdoor.

Array

Sebuah struktur data yang terdiri atas banyak variabel dengan tipe data sama, dimana masing-masing elemen variabel mempunyai nilai indeks.

Bandwidth Antenna

Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik.

Base Station Controller (BSC)

Perangkat yang mengontrol kerja BTS ke BTS yang secara hierarki berada di bawahnya.

Base Station Subsystem (BSS)

Bagian dari jaringan telepon selular tradisional yang bertanggung jawab untuk menangani lalu lintas dan sinyal antara ponsel dan subsistem jaringan yang terhubung.


(14)

Base Transceiver Station

Jaringan umum yang dipakai oleh operator telepon seluler yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi seluler dalam pengiriman sinyal kepada setiap pengguna telekomunikasi seluler.

Beamwidth Antenna

Besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama.

Body Loss

Rugi-rugi yang ada pada perangkat mobile.

Coverage

Jarak cakupan dari suatu BTS terhadap pengguna disekitar BTS tersebut.

Delay Spread/Time Dispersion

Gejala penerimaan sinyal gelombang radio dengan lintasan yang berbeda-beda oleh penerima.

Decibel

Satuan dari gain antena. Difraksi

Pergerakan gelombang yang dekat dengan permukaan bumi, yang cenderung mengikuti pola kelengkungan permukaan bumi.


(15)

Directivity

Perbandingan kerapatan daya maksimum dengan kerapatan daya rata-rata.

Doppler Shift

Perubahan frekuensi radio yang disebabkan oleh gerakan MS.

Downlink

Proses transmisi gelombang radio atau sinyal dari antena BTS ke antena MS.

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

Nilai daya yang dipancarkan oleh antena isotropis untuk menghasilkan puncak daya yang diamati pada arah radiasi maksimum penguatan antena.

Fading

Gangguan yang disebabkan oleh adanya propagasi gelombang radio terutama refleksi atau pantulan gelombang.

First Null Beamwidth (FNBW)

Besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.

Free Space Loss

Redaman ruang bebas dimana terjadi penurunan daya gelombang radio selama merambat di ruang bebas.


(16)

Frequency Division Multiple Access (FDMA)

Metode akses channel yang digunakan untuk mengalokasikan saluran untuk pengguna telekomunikasi seluler melalui media telekomunikasi dalam komunikasi telepon seluler.

Fresnel Pertama

Daerah yang mempunyai fading multipath terbesar, sehingga diusahakan untuk daerah Fresnel pertama dijaga agar tidak dihalangi oleh obstacle.

Fresnel Zone

Area di sekitar garis lurus antar alat yang digunakan untuk rambatan gelombang.

Gain

Ukuran kemampuan sebuah antena untuk mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah tertentu.

Global System for Mobile Communication (GSM)

Teknologi ini memanfaatkan berdasarkan waktu, sehingga sinyal GSM dijadikan standar teknologi

Half Power Beamwidth (HPBW)

Daerah sudut yang dibatasi oleh titik-titik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama.


(17)

Interface

Mekanisme komunikasi antara pengguna (user) dengan sistem.

Line of Sight (LOS)

Keadaan dimana antara pemancar dan penerima saling terlihat, tidak terhalang oleh apapun.

Link

Hubungan radio antara pengirim dan penerima.

Link Budget

Sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan loss dari Tx sampai Rx melalui media transmisi.

Loss

Rugi-rugi sinyal.

Mobile Station (MS)

Perangkat atau bagian paling rendah dari sistem GSM yang digunakan oleh pelanggan untuk melakukan pembicaraan.

Multipath

Fenomena dimana sinyal dari pengirim (transmitter) tiba di penerima (receiver) melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.


(18)

Network Switching Subsystem (NSS)

Bagian dari sistem GSM yang menangani fungsi switching, mobility management dan mengatur komunikasi antara mobile phone dengan jaringan telepon lain.

Non Line of Sight (NLOS)

Keadaan dimana antara pemancar dan penerima sinyal terdapat gangguan pada zona Fresnel yaitu berupa objek fisik.

Obstacle

Halangan yang menghambat proses transmisi sinyal atau gelombang radio.

Omnidirectional Antenna

Antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya pancar yang sama.

On air

Status yang menandakan jika suatu perangkat telekomunikasi dapat mengudara atau berfungsi dengan baik.

Operation and Support Subsystem (OSS)

Sub sistem yang sering juga disebut dengan Operation and Maintenance Center (OMC) yang merupakan sub system jaringan GSM yang berfungsi sebagai pusat pengendalian dan maintenance perangkat (network element) GSM yang terhubung dengan OMC.


(19)

Path Loss

Loss yang terjadi ketika data / sinyal melewati media udara dengan adanya halangan seperti pepohonan dan gedung dari antena pemancar ke antena penerima dalam jarak tertentu.

Receiver

Perangkat elektronik yang menggunakan bantuan antena untuk menerima gelombang radio dan mengubah informasi yang dibawa oleh mereka ke bentuk yang dapat digunakan.

Received Signal Level (RSL)

Level sinyal yang diterima di penerima dan nilainya harus lebih besar dari sensitivitas perangkat penerima (RSL ≥ Rth).

Refleksi

Gejala pantulan gelombang yang disebabkan oleh berbagai benda yang dimensi permukaan benda lebih besar dari panjang gelombang.

Rooftop

Atas bangunan.

Rural Area


(20)

Scattering

Gejala hamburan gelombang ke segala arah yang disebabkan oleh benda atau objek yang sama besar atau lebih kecil dari panjang gelombang.

Sub Urban Area

Jumlah bangunan yang mulai padat, dengan tinggi rata-rata bangunan antara 12-20 m dan lebar 18-30 m.

Threshold

Level kuat sinyal minimum yang dibutuhkan untuk memberikan kualitas pelayanan komunikasi yang baik.

Time Division Multiple Access (TDMA)

Metode akses channel untuk jaringan medium bersama yang memungkinkan beberapa pengguna untuk berbagi kanal frekuensi yang sama dengan membagi sinyal dalam slot waktu yang berbeda.

Transmitter

Perangkat elektronik yang bekerja dengan bantuan antena untuk menghasilkan gelombang radio.

Unidirectional Antenna

Antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah.

Uplink


(21)

Urban Area

Daerah yang memiliki gedung-gedung yang rapat dan tinggi.

Wireless

Teknologi komunikasi data dengan koneksi yang tidak menggunakan kabel untuk menghubungkan antar suatu perangkat dengan perangkat lainnya. Mengacu pada transmisi data melalui gelombang elektromagnetik dengan bantuan antena.

Wireline

Berbagai Sumber daya yang dimiliki dan untuk berkomunikasi secara elektronik atau non-elektronik misalnya melalui jaringan internet dengan menggunakan kabel.


(22)

ABSTRAK

Teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan pelanggan selular yang cepat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar melainkan sudah sampai ke kota-kota kecil bahkan pedesaan. Hal ini tentu saja memerlukan persediaan infrastuktur jaringan yang mampu melayani pelanggan dengan kualitas yang baik dan memuaskan.

Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk komunikasi bergerak digital. Base Transceiver Station atau yang dikenal dengan BTS merupakan jaringan umum yang dipakai oleh operator telepon selular di Indonesia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi selular. Salah satu yang harus diperhitungkan dalam membangun sebuah BTS adalah link budget. Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal mulai dari gain dan loss dari transmitter (Tx) sampai receiver (Rx) melalui media transmisi.

Penelitian ini dilakukan pada BTS Rooftop Telkomsel yang berlokasi di Cemara IV yang terhubung langsung dengan BTS terdekatnya yaitu BTS Pancing. Adapun parameter yang dianalisis dalam link budget pembangunan BTS Telkomsel pada Tugas Akhir ini adalah Coverage (Path Loss), Fresnel Zone, Free Space Loss (FSL), Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) dan Received Signal Level (RSL). Analisis link budget dilakukan untuk menghitung level daya penerimaan (received signal level) dengan memastikan bahwa level daya penerimaan (received signal level) lebih besar atau sama dengan level threshold ( RSL ≥ Rth ).

Berdasarkan analisis link budget yang dilakukan, diperoleh nilai dari setiap parameter yang diteliti. Nilai path loss Okumura-Hatta saat downlink sebesar 168,41998 dB dengan jarak cakupan antena sektoral sejauh 5,98252 Km dan nilai path loss Okumura-Hatta saat uplink sebesar 158,39995 dB dengan jarak cakupan antena MS sejauh 3,17281 Km. Nilai jari-jari Fresnel dari perhitungan Fresnel Zone pertama yang mutlak tidak ada gangguan obstacle adalah sebesar 1,8903048 m. Nilai FSL antara BTS Cemara IV ke BTS Pancing adalah sebesar 114,4602 dB. Daya maksimum (EIRP) yang dapat dipancarkan oleh antena sektoral sebesar 65,62 dBm dan daya maksimum (EIRP) yang dapat dipancarkan antena microwave sebesar 46,61 dBm. Setelah melakukan perhitungan seluruh parameter link budget maka diperoleh nilai RSL pada BTS pancing sebesar -31,2602 dBm dengan sensitivitas daya RAU pada antena microwave BTS tersebut sebesar -76 dBm sedangkan nilai RSL pada MS sebesar -90,9799 dBm dengan sensitivitas MS sebesar -101 dBm sehingga BTS Cemara IV on air.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang pertumbuhannya sangat cepat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya jutaan pelanggan sistem wireless (selular) di dunia setiap tahunnya. Pertumbuhan pelanggan selular yang cepat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar melainkan sudah sampai ke kota-kota kecil bahkan pedesaan. Hal ini tentu saja memerlukan infrastuktur jaringan yang mampu melayani pelanggan dengan kualitas yang baik dan memuaskan. Base Transceiver Station atau yang dikenal dengan BTS merupakan jaringan umum yang dipakai oleh operator telepon selular di Indonesia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi selular.

Base Transceiver Station (BTS) adalah salah satu infrastruktur yang cukup penting dalam menjaga kualitas jaringan Global System For Mobile Communication (GSM). Pembangunan yang tidak efisien akan membuat boros anggaran pengembangan jaringan, dan lambatnya pengembangan area cakupan layanan. Tentu ini akan berdampak buruk bagi kenyamanan konsumen lama yang sangat membutuhkan kestabilan sinyal untuk melakukan komunikasi, dan berkurangnya potensi bagi pengguna–pengguna baru.


(24)

Dalam pembangunan suatu BTS diperlukan perhitungan yang tepat agar kualitas sinyal yang disampaikan ke pelanggan dari suatu operator jaringan seluler dapat diterima dengan maksimal. Salah satu yang harus diperhitungkan dalam membangun sebuah BTS adalah link budget. Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal mulai dari gain dan loss dari transmitter (Tx) sampai receiver (Rx) melalui media transmisi. Link budget ini dihitung berdasarkan jarak antara Tx dan Rx. Sama halnya dengan operator jaringan selular lainnya, operator Telkomsel juga memperhitungkan link budget didalam pembangunan BTS nya. Pada saat ini PT.Telkomsel sedang melakukan pembangunan BTS di daerah pemukiman Cemara IV. Oleh karena pentingnya link budget pada suatu BTS maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang link budget dalam pembangunan BTS operator jaringan Telkomsel.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan link budget dalam pembangunan sebuah BTS.

2. Apa saja parameter link budget yang perlu diperhitungkan dalam membangun suatu BTS.


(25)

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini untuk mengetahui pengertian dari link budget, mengetahui parameter link budget yang perlu diperhitungkan dan menganalisis link budget dalam membangun BTS rooftop Cemara IV.

1.4 Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan dari rumusan masalah dalam tulisan ini, maka dibuat pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Perhitungan link budget ditinjau dari coverage, fresnel zone, free space loss, effective isotropic radiated power, dan received signal level.

2. Perhitungan coverage hanya ditinjau dari path loss.

3. Penelitian ini dilakukan pada daerah perkotaan atau urban area sehingga model perhitungan path loss yang digunakan adalah model okumura hata.

4. Hanya menganalisis link budget pada BTS rooftop operator PT.Telkomsel di daerah Cemara IV.

1.5Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini bagi penulis adalah untuk menambah wawasan penulis tentang link budgeting dalam pembangunan suatu BTS. Sedangkan bagi para pembaca, Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau informasi tambahan bagi yang membutuhkannya atau bagi peneliti


(26)

selanjutnya sehingga nantinya dapat bermanfaaat bagi pengembangann ilmu pengetahuan.

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam menyusun Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Mempelajari dan memahami buku-buku dan jurnal-jurnal yang telah ada sebelumnya terutama jurnal dan e-book dari pihak Telkomsel untuk dijadikan sebagai acuan dan referensi guna membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Metode Pengambilan Data

Metode ini dimulai dengan pengambilan sampel data pendukung dari pihak Telkomsel yang berupa planning serta mapping pembangunan BTS.

3. Metode Analisis

Metode ini berupa analisis terhadap sampel data yang telah kita ambil, sampel data tersebut akan dibandingkan dalam tugas akhir ini yang nantinya akan mengacu pada penarikan kesimpulan.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM) Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah sistem komunikasi yang analog menjadi digital. Sistem digital ini telah meningkatkan kinerja sistem menjadi lebih baik dari sistem analog. Seiring dengan kemajuan sosial ekonomi masyarakat menuntut adanya mobilitas dari manusia yang semakin tinggi dan juga dilandasi oleh adanya kendala dalam pengembangan sistem wireline akibat kondisi alam, maka dikembangkan sistem seluler. Sistem seluler ini merupakan pengembangan sistem wireline, dimana pada wireline propagasi/transmisi sinyal melalui kabel maka pada wireless melalui propagasi udara. Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan antara Mobile Station (MS) dan Base Transceiver Station (BTS) melalui sinyal radio. Setiap BTS hanya dapat berkomunikasi dengan MS pada area terbatas berdasarkan daerah cakupan BTS. Dengan sebutan lain, bahwa pengiriman sinyal radio dibatasi pada rentang frekuensi tertentu, sehingga membutuhkan beberapa BTS supaya dapat melayani area yang lebih luas.

Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah standar bersama telepon bergerak selular di Eropa yang beroperasi pada daerah frekuensi


(28)

900-1800 MHz. GSM merupakan teknologi infrasturktur untuk pelayanan telepon selular digital yang bekerja berdasarkan Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequency Division Multiple Access (FDMA). Jaringan GSM mempunyai arsitektur yang mengikuti standar European Telecommunication Standard Institute (ETSI) GSM 900 / GSM 1800.

Sebagai sistem telekomunikasi selular digital, GSM memiliki keunggulan yang jauh lebih banyak dibanding sistem analog, di antaranya :

- Kapasitas sistem lebih besar, karena menggunakan teknologi digital dimana penggunaan sebuah kanal tidak hanya diperuntukkan bagi satu pengguna saja. Sehingga saat pengguna tidak mengirimkan informasi, kanal dapat digunakan oleh pengguna lain,

- Sifatnya yang sebagai standar internasional memungkinkan international roaming, - Dengan teknologi digital, tidak hanya mengantarkan suara, tetapi memungkinkan

layanan lain seperti teks, gambar, dan video, - Keamanan sistem yang lebih baik,

- Kualitas suara lebih jernih dan peka, - Mobile (dapat dibawa kemana-mana).

Arsitektur jaringan GSM tersebut terdiri atas tiga subsistem yaitu Base Station Subsystem (BSS), Network Switching Subsystem (NSS) dan Operation and Support Subsystem (OSS) serta perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk melakukan pembicaraan yang disebut Mobile System. Secara umum, network element dalam


(29)

aristektur jaringan GSM dapat dibagi menjadi Mobile Station (MS), Network Switching Subsystem (NSS), Operation and Support System, Base Station Sub-System (BSS) [1].

2.1.1 Mobile Station (MS)

Bagian paling rendah dari sistem GSM adalah MS. MS adalah perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk melakukan pembicaraan. Secara umum sebuah MS terdiri dari mobile equipment (ME) atau handset dan subscriber identity module (SIM) atau sim card.

2.1.2 Network Switching Subsystem (NSS)

Bagian dari sistem GSM yang menangani fungsi switching, mobility management dan mengatur komunikasi antara mobile phone dengan jaringan telepon lain. Dimana NSS terdiri dari mobile switching center (MSC), home location register (HLR), visitor location register (VLR), Authentication Center (AuC), dan Equipment Identity Registration (EIR).

2.1.3 Operating and Support System (OSS)

Operation and Support System (OSS) sering juga disebut dengan Operation and Maintenance Center (OMC) adalah sub system jaringan GSM yang berfungsi sebagai pusat pengendalian dan maintenance perangkat (network element) GSM yang terhubung dengan OMC. Tiap-tiap network element mempunyai perangkat OMC-nya sendiri-sendiri, misalnya network element NSS mempunyai perangkat OMC sendiri,


(30)

network element BSS mempunyai perangkat OMC sendiri, network element VAS juga memiliki perangkat OMC sendiri [2].

2.1.4 Base Station Sub-system (BSS)

Secara umum, Base Station Sub-system terdiri dari Base Transceiver Station (BTS) dan Base Station Controller (BSC). Segala fungsi yang berhubungan dengan penerimaan data lewat gelombang radio dikerjakan di dalam bagian-bagian BSS, yang terdiri dari :

1. Base Transceiver Station (BTS)

BTS adalah perangkat GSM yang berhubungan langsung dengan MS. BTS berhubungan dengan MS melalui air interface. BTS berfungsi sebagai pengirim dan penerima (transceiver) sinyal komunikasi dari/ke MS yang menyediakan radio interface antara MS dan jaringan GSM. Karena fungsinya sebagai transceiver, maka bentuk fisik sebuah BTS adalah tower dengan dilengkapi antena sebagai transceiver. Sebuah BTS dapat mencakup area sejauh 35 km. Area cakupan BTS ini disebut juga dengan cell. Sebuah cell dapat dibentuk oleh sebuah BTS atau lebih, tergantung dari bentuk cell yang diinginkan.

2. Base Station Controller (BSC)

BSC adalah perangkat yang mengontrol kerja BTS ke BTS yang secara hierarki berada di bawahnya. BSC merupakan interface yang menghubungkan antara BTS (komunikasi menggunakan A-bis interface) dan MSC (komunikasi menggunakan A interface). BSC secara umum memiliki fungsi sebagai radio resource management


(31)

pada BTS-BTS yang ada di bawahnya, dan menghubungkan BTS-BTS yang berada di bawahnya dengan OMC sebagai pusat operasi dan maintenance [3].

2.2 Perangkat Base Transceiver Station

Base Transceiver Station merupakan perangkat utama dalam pengiriman sinyal pada telekomunikasi seluler. Terminologi ini termasuk baru dan mulai populer di era booming seluler saat ini. BTS berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna jaringan telekomunikasi satu menuju jaringan lain. Satu cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Beberapa BTS kemudian dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang terhubung dengan koneksi microwave ataupun serat optik. Tower telekomunikasi untuk BTS memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi rendah berkisar antara 900 s/d 1800 Mhz, yang dipancarkan oleh antena sektoral yang nantinya akan ditangkap oleh antena HP pada masing-masing pelanggan HP [4].

Sejauh ini protes dan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari mereka yang tinggal di sekitar tower BTS (base transceiver station). Masalah utama kehadiran tower BTS di sekitar pemukiman penduduk adalah sambaran petir yang mengenainya. Jika terdapat sejumlah awan bermuatan dengan medan statis yang cukup untuk terjadi petir, maka obyek yang pertama kali dikenai sambaran petir yaitu tower BTS, karena memiliki struktur yang menjulang tinggi dan


(32)

meningkat, sehingga pemasangan logam lancip di ujung tower tidak lagi menjadi penangkal petir, namun lebih tepat sebagai pemicu/pemanggil petir. Jika kondisi sistem pentanahan tidak baik, misalnya di daerah bebatuan, hal ini dapat menyebabkan nilai resistensi tinggi. Maka tegangan akibat sambaran petir yang melewati sistem pentanahan akan semakin tinggi. Efek medan listrik yang timbul akibat adanya sambaran petir pada tower BTS akan semakin besar sehingga dapat merusak piranti elektronik, jaringan kabel telekomunikasi, jaringan data, dan keselamatan manusia yang ada di sekitarnya. Gambar 2.1 merupakan gambar BTS secara umum yang dijumpai [5].

Gambar 2.1 Base Transceiver Station [6]

BTS terdiri dari beberapa perangkat yang menunjang kinerja BTS tersebut antara lain : tower, antena sektoral, antena microwave, penangkal petir, lampu, kabel feeder, shelter, grounding [6].


(33)

2.2.1 Tower

Tower, menara yang terbuat dari rangkaian besi atau pipa baik segi empat atau segi tiga, atau hanya berupa pipa panjang (tongkat), yang bertujuan untuk menempatkan antena dan radio pemancar maupun penerima gelombang telekomunikasi dan informasi. Tower BTS komunikasi dan informatika memiliki derajat keamanan tinggi terhadap manusia dan makhluk hidup di bawahnya, karena memiliki radiasi yang sangat kecil sehingga sangat aman bagi masyarakat di bawah maupun di sekitarnya. Tipe tower pada umumnya 3 macam yaitu :

1. Tower dengan 4 kaki, tower pipa besar (diameter pipa 30cm keatas dan tanpa kawat spanner) dan biasa dibangun di area greenfield. Tower ini sangat jarang dijumpai roboh, karena sudah dipertimbangkan konstruksinya. Tipe ini mahal biayanya (650 juta hingga 1 milyar rupiah), namun kuat dan mampu menampung banyak antenna dan radio.

2. Tower segitiga, tower yang menggunakan pipa besi dengan diameter 2cm ke atas dan dibangun di area greenfield. Tower ini juga mampu menampung banyak antena dan radio dengan ketinggian rata-rata 40 m.

3. Tower dengan 1 kaki atau yang disebut dengan monopole. Tower ini dibangun dengan pipa besi diameter 40-50 cm dengan tinggi mencapai 42 m jika dibangun di area greenfield. Sedangkan jika dibangun di area rooftop (atas bangunan) tingginya tidak lebih dari 20 m (lebih dari itu akan melengkung) sebab pipa besi


(34)

minipole. Tipe ini yang sekarang banyak digunakan karena lebih murah dari segi biaya dan lebih praktis dari segi area penempatan tower [7].

2.2.2 Shelter

Shelter BTS adalah suatu tempat yang penyimpanan perangkat-perangkat telekomunikasi. Untuk letaknya, biasanya juga tidak akan jauh dari suatu Tower atau Menara karena adanya ketergantungan sebuah fungsi diantara keduanya, yakni shelter BTS dan Tower. Komponen – komponen yang terdapat dalam shelter antara lain : rectifier (sebagai penyearah tegangan), AC (sebagai pendingin ruangan), baterai (sebagai tenaga cadangan), radio transmitter/receiver (sebagai pengatur slot trafik pada BTS) [6].

2.3 Pengertian Antena

Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa Latin antena yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata Latin ini berarti juga “penyentuh atau peraba” sehingga kalau dihubungkan dengan teknik komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menelusuri jejak gelombang elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima. Sedangkan jika sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah menghasilkan sinyal gelombang elektromagnetik [8].


(35)

Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan antena.

Gambar 2.2 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima dimana antena Tx sebagai pengirim dan Rx sebagai penerima [3].

Gambar 2.2 Antena dengan Transceiver dan Receiver [3] 2.4 Parameter Antena

Ada beberapa parameter antena yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Antara lain direktivitas antena, gain antena, pola radiasi antena, polarisasi antena, beamwidth antena dan bandwidth antena [2].


(36)

2.4.1 Direktivitas Antena

Direktivitas antena merupakan ukuran kemampuan yang dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih ke arah khusus. Antena dapat juga ditentukan pengarahannya tergantung dari pola radiasinya. Dalam sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi, gelombang radiasi akan dibawa pada suatu arah. Elemen dalam array dapat diatur sehingga mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi yang memungkinkan ke semua arah (omnidirectional). Elemen juga dapat diatur sehingga radiasi energi dapat dipusatkan dalam satu arah (unidirectional). Direktivitas antena merupakan perbandingan kerapatan daya maksimum dengan kerapatan daya rata-rata. Maka dapat dituliskan pada Persamaan 2.1.

������������ =� = �(�,∅)�� ��

�(,∅)���� −���� (2.1)

�(�,∅)���� : Intensitas Radiasi (daya tiap unit sudut ruang) pada Arah Tertentu.

P(�,∅)���� − ���� : Intensitas Radiasi Rata-rata dari Seluruh Permukaan. 2.4.2 Gain Antena

Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena untuk mengarahkan atau memusatkan energi frekuensi radio dalam arah tertentu. Satuan yang digunakan pada gain adalah desibel (dB).


(37)

Gain dari sebuah antena dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2.

���� =� =� .� (2.2)

Dimana :

e : Efisiensi Antena, 0 ≤ e ≤1

D : Direktivitas Antena

Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur daya pada main lobe dan membandingkan dengan daya pada antena referensi. Gain antena diukur dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah sebuah dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain antena diukur terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic, maka gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic.

Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gain-nya. Maka dapat dituliskan pada Persamaan 2.3.

� = ����(������ ���� ������)

����(������ ��������� ) ��(���������������) (2.3) Dimana :

Pmax : Daya maksimum G : Penguatan Antena


(38)

2.4.3 Pola Radiasi Antena

Pola radiasi antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Pada sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena.

1. Pola Radiasi Antena Unidirectional

Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat menjangkau jarak yang relatif jauh. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena unidirectional.


(39)

2. Pola Radiasi Antena Omnidirectional

Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti bentuk kue donat dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 360° jika dilihat pada bidang medan magnetnya. Gambar 2.4 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena omnidirectional.

Gambar 2.4 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional [2] 2.4.4 Polarisasi Antena

Polarisasi antena merupakan perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena dimana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain. Energi yang berasal dari antena dipancarkan dalam bentuk sphere, dimana bagian kecil dari sphere disebut dengan wave front. Pada umumnya semua titik pada gelombang depan sama dengan jarak antara antena. Selanjutnya dari antena tersebut, gelombang akan membentuk kurva yang kecil.


(40)

Dengan mempertimbangkan jarak, right angle ke arah dimana gelombang tersebut dipancarkan, maka polarisasi dapat digambarkan pada Gambar 2.5 dimana E merupakan arah medan listik dan M merupakan arah medan magnet.

Gambar 2.5 Polarisasi Antena [2] 2.4.5 Beamwidth Antena

Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama. Besarnya beamwidth ditunjukkan pada Persamaan 2.4 :

�= 21.1�.� (2.4)

Dimana :

B : Beamwidth (derajat) f : Frekuensi (GHz) d : Diameter Antena (m)

y z


(41)

Gambar 2.6 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor dua), dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth ( HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titik-titik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.

Gambar 2.6 Beamwidth Antena [2] 2.4.6 Bandwidth Antena

Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.


(42)

Gambar 2.7 Bandwidth Antena [2]

Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antena. Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena tersebut ditunjukkan pada Persamaan 2.5 :

��% = �2−�1

� � 100 % (2.5)

Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah [2].

2.5 Antena Isotropis

Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan


(43)

hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisa struktur antena yang lebih kompleks. Gambar 2.8 menunjukkan gambar antena isotropis [3].

Gambar 2.8 Antena Isotropis [3] 2.6 Antena Directional

Berdasarkan direktivitasnya, antena directional dibagi menjadi antena unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena omnidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah [4].

2.6.1 Antena Unidirectional

Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radisinya yang terarah. Antena unidirectional mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih terarah dibandingkan jenis – jenis antena lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih banyak

x


(44)

digunakan untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena mampu mendapatkan sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless maka semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut. Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena Parabola, antena Helix, antena Log-Periodic, dan lain – lain. Gambar 2.9 memperlihatkan beberapa contoh antena unidirectional.

Gambar 2.9 Contoh Antena Unidirectional [4] 2.6.2 Antena Omnidirectional

Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya pancar yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal dengan


(45)

mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi pelanggan yang melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donat dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia juga polarisasi yang horizontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks [4].

2.7 Propagasi Gelombang Radio

Propagasi gelombang radio merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui dan mengerti rintangan serta gangguan dalam lingkungan radio bergerak. Pengetahuan terhadap propagasi gelombang radio juga sangat penting dalam perencanaan dan pengoperasian komunikasi dengan gelombang radio agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Gelombang radio dipancarkan dari pemancarnya dalam kecepatan yang hampir mencapai kecepatan cahaya. Propagasi dari gelombang radio ditentukan terutama oleh medium penjalaran gelombang tersebut. Propagasi gelombang radio terbagi atas [9] :


(46)

1. Propagasi Ruang Bebas

Gelombang radio tidak dipengaruhi oleh bumi atau atmosfer. Propagasi ruang bebas sangat jarang dan hanya akan terjadi apabila pemancar dan penerima tidak dipengaruhi oleh permukaan bumi atau objek yang dapat menyebabkan refleksi dan terjadinya penyerapan termasuk oleh pemancar dan penerima itu sendiri. Pada Gambar 2.10 dapat dilihat gelombang radio yang ditransmisikan secara langsung dari Tx ke Rx dan ada juga gelombang radio yang diterima Rx dari gelombang pantulan tanah.

Gambar 2.10 Gelombang Langsung dan Pantulan Tanah [9] 2. Gelombang Tanah

Gelombang tanah adalah radiasi yang dipengaruhi oleh permukaan bumi dan objek yang berada di permukaan bumi.


(47)

Dapat dilihat pada Gambar 2.11 gelombang tanah menjalar dengan dipengaruhi oleh objek yang dapat menyebabkan terjadinya penyerapan gelombang seperti bangunan, vegetasi, bukit, gunung dan beberapa objek yang tidak beraturan yang terdapat pada permukaan bumi.

Gambar 2.11 Gambar Permukaan Tanah [9] 3. Gelombang Troposfer

Gelombang troposfer adalah radiasi gelombang yang tetap terjaga dekat dari permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya pembelokan pada atmosfer bawah. Jumlah pembelokan gelombang akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi gelombang. Secara umum gelombang troposfer merupakan hasil dari penyerapan gelombang radio oleh bangunan,bukit dan gunung.

4. Gelombang Ionosfer

Gelombang ionosfer berasal dari gelombang radio yang mempunyai sudut vertikal. Dengan pantulan yang berturut-turut dari permukaan bumi dan ionosfer


(48)

Gambar 2.12 menunjukkan gelombang radio yang dipancarkan Tx terjadi pada lapisan udara ionosfer yang menghasilkan pantulan berturut-turut dengan sudut vertikal sehingga menjangkau area yang lebih luas [9].

Gambar 2.12 Gelombang Ionosfer [9] 2.8 Mekanisme Propagasi Gelombang Radio dan Pengaruhnya

Mekanisme propagasi (perambatan) gelombang elektromagnetik bermacam-macam, namun secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :

1. Refleksi

Refleksi adalah gejala pantulan gelombang yang disebabkan oleh berbagai benda yang dimensi permukaan benda lebih besar dari panjang gelombang.

2. Difraksi

Difraksi secara umum adalah pergerakan gelombang yang dekat dengan permukaan bumi, yang cenderung mengikuti pola kelengkungan permukaan bumi. Difraksi merupakan gejala pembelokan gelombang yang disebabkan oleh berbagai


(49)

benda yang mempunyai bentuk sisi tidak teratur dan berdimensi jauh lebih besar dari panjang gelombang.

3. Scattering

Scattering adalah gejala hamburan gelombang ke segala arah yang disebabkan oleh benda atau objek yang sama besar atau lebih kecil dari panjang gelombang. Gelombang-gelombang yang terpencar dihasilkan oleh permukaan-permukaan yang kasar atau objek lain yang menyebabkan ketidakteraturan dalam hal jalur lintasan gelombang. Didalam praktiknya, daun-daun, pepohonan, tanda-tanda penunjuk jalan raya, dan lampu rambu lalu lintas pun menyebabkan terjadinya pemancaran gelombang [5].

Pada Gambar 2.13 dijelaskan mekanisme propagasi gelombang elektromagnetik seperti refleksi, difraksi dan scattering yang dapat terjadi secara bersamaan dari Tx ke Rx diantara beberapa bangunan sekitarnya [9].


(50)

Mekanisme propagasi gelombang radio pada akhirnya akan mempengaruhi penerimaan sinyal gelombang radio oleh penerima atau MS. Pengaruh akibat adanya mekanisme propagasi gelombang tersebut adalah sebagai berikut :

1. Fading

Fading adalah gangguan yang disebabkan oleh adanya propagasi gelombang radio terutama refleksi atau pantulan gelombang. Hal ini disebabkan oleh adanya pantulan gelombang maka akan menyebabkan multipath sehingga sinyal dari gelombang radio akan menempuh lebih dari satu lintasan sebelum sampai ke penerima. Fading ini akan dirasakan sebagai timbul tenggelamnya suara yang terdengar oleh penerima.

2. Delay Spread / Time Dispersion

Multipath yang terjadi karena adanya pantulan gelombang juga akan menyebabkan delay spread atau time dispersion. Delay spread atau time dispersion ini adalah gejala penerimaan sinyal gelombang radio dengan lintasan yang berbeda-beda oleh penerima. Hal tersebut akan menyebabkan waktu kedatangan sinyal tidak sama karena panjang lintasan tersebut berbeda satu sama lain.

3. Interferensi

Pengulangan frekuensi pada sistem seluler menyebabkan adanya interferensi, yaitu interferensi antara sel yang menggunakan frekuensi yang sama. Sehingga ada


(51)

kemungkinan sinyal yang diterima penerima juga berasal dari BTS lain yang mempunyai frekuensi yang sama dengan BTS di pusat sel dimana penerima berbeda. 4. Derau

Sinyal radio yang dipancarkan dari BTS ke MS akan mengalami gangguan derau. Sumber-sumber derau yang dapat mempengaruhi sinyal radio tersebut adalah derau alami seperti derau termal, derau atmosfer, derau galaktik, derau matahari dan derau buatan manusia seperti dari fasilitas pembangkit listrik, sistem penerangan, dan derau dari mesin kenderaan bermotor.

5. Doppler shift

Doppler shift merupakan perubahan frekuensi radio yang disebabkan oleh gerakan MS. Pergeseran frekuensi ini tergantung dari arah dan kecepatan MS yang akan menyebabkan modulasi frekuensi acak pada sinyal radio bergerak [9].

2.9 Pengaruh Variasi Topografi terhadap Propagasi

Mekanisme dari propagasi gelombang radio dan gangguan yang mempengaruhi penerimaan sinyal dapat disebabkan oleh kondisi topografi yang berbeda-beda. Hal inilah yang nantinya menyebabkan terjadinya refleksi, difraksi dan scattering. Dengan adanya variasi topografi maka tipe propagasi dibagi menjadi dua yaitu :


(52)

1. Line of Sight (LOS)

Line of sight adalah keadaan dimana antara pemancar dan penerima saling terlihat, tidak terhalang oleh apapun. Antara pemancar dan penerima berada pada satu garis lurus.

Gambar 2.14 Line of Sight (LOS) [9]

Gambar 2.14 menjelaskan zona Fresnel merupakan area disekitar LOS visual yang disebarkan/dipancarkan oleh gelombang radio sampai setelah gelombang radio tersebut meninggalkan antena transmisi. Di area ini harus jelas/bersih/tidak ada objek apapun atau kekuatan sinyalnya akan melemah dimana d merupakan jarak antara kedua antena transmitter dan receiver dan b merupakan jari-jari dari Fresnel pertama. 2. Non Line of Sight (NLOS)

Non Line of Sight adalah keadaan dimana antara pemancar dan penerima sinyal terdapat gangguan pada zona Fresnel yaitu berupa objek fisik.


(53)

Gambar 2.15 menunjukkan bahwa disekitar zona Fresnel terdapat obstacle seperti pepohonan sehingga menggangu transmisi sinyal oleh karena itu disebut sebagai NLOS[5].

Gambar 2.15 Non Line of Sight [5] 2.10 Tipe Daerah dan Model Propagasi

Bentuk muka bumi mempengaruhi propagasi gelombang radio. Daerah yang memiliki perbukitan (daerah pegunungan) berbeda dengan daerah dengan gedung-gedung tinggi (daerah perkotaan). Pembagian tipe daerah dibedakan berdasarkan struktur yang dibuat manusia (human-made structure) dan keadaan alami daerah, tipe-tipe tersebut yaitu [6] :

1. Daerah Rural, jumlah bangunan sedikit dan jarang, alam terbuka. Contoh : Pedesaan.


(54)

2. Daerah Suburban, jumlah bangunan yang mulai padat, tinggi rata-rata antara 12-20 m dan lebar 18-30 m. Contoh : Kota-kota kecil, Pinggiran kota.

3. Daerah Urban, memiliki gedung-gedung yang rapat dan tinggi. Dibagi menjadi Small or Medium City dimana lingkungan ini berupa gedung bertingkat dengan ketinggian rata-rata kurang dari 5 tingkat, lebar jalan kurang dari 15 m dan Large City, lingkungan ini berupa gedung bertingkat dengan tinggi rata-rata lebih dari 5 tingkat, lebar jalan lebih dari 15 m. Contoh : Daerah pusat kota baik metropolis maupun kota menengah [5].

Pemilihan model propagasi didasarkan pada tipe daerah, ketinggian antena, frekuensi yang digunakan dan beberapa parameter lainnya. Beberapa model yang sering digunakan untuk memprediksi propagasi gelombang radio beserta karakteristiknya adalah sebagai berikut [10] :

1. Model Okumura, cocok untuk daerah urban dan suburban, model Okumura adalah model perambatan radio yang dibangun dengan menggunakan data yang dikumpulkan di kota Tokyo, Jepang. Model ini ideal untuk digunakan di kota-kota dengan banyak struktur perkota-kotaan tapi tidak banyak struktur blocking tinggi. Model ini cocok dengan frekuensi pembawa antara 100 MHz-1 GHz. Model ini menjabat sebagai dasar untuk model Hatta [5].

2. Model Hatta, merupakan bentuk persamaan empirik dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hatta. Model ini cocok untuk daerah urban, suburban dan rural,


(55)

frekuensi pembawa antara 150-1500 MHz dengan tinggi antena 30-200 meter, tinggi MS 1-10 meter, dan jarak antara antena pemancar dan MS 1-20 kilometer [5].

3. Model COST 231 / Walfisch-Ikegami (WIM), model ini hasil dari penelitian dibawah badan Cooperation Scientific and Technical Research (COST) dengan kode project COST-231, yang kemudian diadopsi oleh ITU untuk standar selular dan PCS. Pemodelan COST-231 atau disebut juga pemodelan Walfisch-Ikegami adalah kombinasi antara model empiris dan semideterministik untuk estimasi mean path loss pada daerah urban. Pada aplikasinya dapat digunakan pada sistem GSM dan CDMA jika ingin memasukkan unsur tambahan tinggi gedung rata-rata, separasi antar gedung lebar jalan, sudut kedatangan sinyal terhadap jalan [9].


(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Mobile komunikasi merupakan layanan telekomunikasi yang memiliki kemampuan untuk berpindah / bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Seiring dengan perkembangan layanan telekomunikasi yang telah ada saat ini, dan banyaknya feature dimana semua user mengharapkan service yang maksimum dari penyedia jenis layanan telekomunikasi (dalam hal ini operator Telkomsel), maka sudah seharusnya Telkomsel dapat memberikan layanan yang baik kepada masing-masing pelanggannya dengan membangun suatu BTS yang memiliki kinerja maksimal.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun suatu BTS, yaitu penentuan lokasi BTS harus benar-benar diperhatikan sebelum membangun suatu BTS. Selain itu perangkat yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan daerah BTS yang akan dibangun, sebab perangkat-perangkat yang digunakan sangat menunjang kinerja BTS tersebut. Hal terakhir yang harus diperhatikan adalah analisis link budget BTS agar perencanaan jaringan komunikasi GSM dapat mencapai hasil yang maksimal. Gambar 3.1 merupakan diagram alir (flowchart) dari pembangunan BTS rooftop Cemara IV.


(57)

Gambar 3.1 Florwchart Pembangunan BTS Rooftop Cemara IV Mulai

Survey Lokasi BTS

Rooftop Cemara IV

Survey Perangkat BTS Rooftop

yang Ada di Cemara IV

Analisa Link Budget BTS

Rooftop Cemara IV

Proses Perhitungan Link Budget ( Path Loss, Fresnel Zone, Free Space Loss,

Effective Isotropic Received Power,

Received Signal Level )

Output Perhitungan

Link Budget

Selesai Mengambil

Pt,Pr,Gt,Gr,f,ht,hr,Cable Loss


(58)

3.2 Perangkat BTS Rooftop

Dalam membangun suatu BTS perlu diperhatikan spesifikasi dari setiap peralatan yang akan digunakan. Peralatan tersebut harus menggunakan sinkronisasi yang sesuai dengan sistem yang diberikan oleh operator (Telkomsel). Perangkat yang digunakan akan dijelaskan pada bagian berikut [11].

3.2.1 Panel Alternate Current Power Distribution Box (ACPDB)

Umumnya pembangunan BTS menggunakan sumber daya dari PLN sehingga dibutuhkan pengubahan arus AC menjadi DC pada panel ACPDB. Bentuk dari ACPDB dapat dilihat pada Gambar 3.2.


(59)

Adapun komponen yang terdapat dalam panel ACPDB adalah : 1. Box

Plat baja anti karat, tebal 1.2 mm. Finishing cat anti acid. Ground bar terbuat dari plat tembaga dengan tebal 10 mm dan Phase bar terbuat dari plat baja anti karat tebal 10mm.

2. Pemutus Arus

Pemutus Arus (MCB) menggunakan pemutus arus yang mempunyai kapasitas minimum 5 kA untuk yang 4 pole (pemutus arus utama), 3 pole dan 1 pole (Pemutus Arus Beban).

3. Surge Arrester

Surge arrester melindungi semua elemen perangkat pada komponen Shelter dari arus induksi yang disebabkan oleh sambaran petir. Surge arrester yang disyaratkan adalah yang mempunyai kapasitas pemutus arus minimum 100 kA.

3.2.2 Power Supply Unit ( PSU )

Power supply SPC4240 merupakan power supply BTS yang digunakan PT Telkomsel. Power supply ini memiliki beberapa sensor yang sudah terintegrasi di dalamnya. Diantaranya sensor arus, tegangan, dan suhu. Untuk mendapatkan data berupa status dan alarm yang terjadi pada power supply, dapat digunakan peralatan site master yang dapat mengolah data. Sistem tersebut akan mengirimkan data monitoring dan data alarm ke sebuah server melalui SMS. Dari sisi server sebagai


(60)

penerima SMS, terdapat aplikasi SMS Gateway yang menyimpan dan mengolah SMS yang diterima dan dimasukkan ke database MySQL. Agar user bisa mengakses dengan mudah melalui internet, maka dibangun sebuah webserver pada server agar bisa diakses dengan mudah oleh teknisi yang bersangkutan. Dengan adanya sistem ini, pengumpulan informasi yang dibutuhkan seorang teknisi dalam melakukan maintenance power supply bisa dipermudah karena sistem merekam semua status dan alarm yang terjadi pada power supply BTS. Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 adalah foto yang diambil langsung pada shelter di BTS rooftop Cemara IV.

Gambar 3.3 Tampak Depan PSU SPC 4240 [11]


(61)

3.2.3 Antena Sektoral Tong Yu

Tong Yu TDQ-182020DE-65F 4Port merupakan antena sektoral yang digunakan Telkomsel pada BTS rooftop Cemara IV. Antena ini berfungsi sebagai perangkat untuk menghubungkan BTS dengan MS yang ada disekitar BTS tersebut. Antena sektoral dari Tong Yu ini dapat mentransmisikan sinyal baik secara downlink ke MS ataupun menerima sinyal yang ditransmisikan MS secara uplink ke antena. Dimana pada antena terdapat RRU (radio remote unit) yang berurusan dengan frekuensi. Gambar 3.5 menunjukkan antena sektoral Tong Yu dan Gambar 3.6 menunjukkan RRU yang digunakan pada antena sektoral Tong Yu [12].

Gambar 3.5 Antena sektoral Tong Yu TDQ-182020DE-65F 4Port [12]


(62)

3.2.4 Antena MicrowaveMini-link E

MINI-LINK E berfungsi sebagai perangkat untuk menghubungkan BSC ke BTS ataupun menghubungkan BTS ke BTS melalui interface udara. MINI-LINK E dari ERICSSON ini merupakan solusi dari kapasitas medium gelombang mikro. Peralatan ini adalah solusi dari kapasitas gelombang mikro yang mentransmisikan sinyal dari satu titik ke titik lain. MINI-LINK E ini cocok digunakan untuk segala jenis aplikasi dan sangat flexible karena dapat diandalkan serta hanya membutuhkan penginstalan transmitter dengan cepat [13].

Kelebihan utama dari MINI-LINK E dari ERICSSON ini ada tiga yaitu: 1. Sangat handal dan membutuhkan biaya yang rendah dalam hal kepemilikan. 2. Kecepatan jaringan yang dapat diandalkan.

3. Mudah dalam penginstallan serta pengkonfigurasiannya. Bagian-bagian dari Minilink tersebut antara lain : 1. Radio Unit

Radio Unit (RAU) adalah outdoor unit yang berurusan dengan masalah frekuensi. RAU yang digunakan oleh Ericsson sendiri ada dua tipe yaitu RAU1 dan RAU2. Pada dasarnya kedua RAU tersebut mempunyai fungsi yang sama hanya saja yang membedakannya adalah pada desain mesin dan teknologi pada microwave-nya, RAU2 mempunyai circuit microwave yang lebih kompleks dan integrasi yang lebih tinggi.


(63)

Radio unit (RAU)

Pada Gambar 3.7 dapat dilihat bagan dari Radio Unit yang langsung terhubung ke Indoor part.

Gambar 3.7 RAU pada antena MINI-LINK E [13] 2. Antena Microwave

Antena microwave merupakan bagian terpenting dalam komunikasi wireless. Antena inilah yang mengirim dan menerima data. Antena mentransformasi (merubah) gelombang yang merambat pada kabel menjadi gelombang yang merambat pada udara (space). Prinsip kerja antena pada dasarnya adalah menerima gelombang elektromagnetik dan menyalurkannya ke penerima atau memancarkan gelombang elektromagnetik yang telah diproduksi oleh transmitter. Ada berbagai macam bentuk antena antara lain antena Helix, antena Folded Dipole, dan antena Yagi. Antena yang dipakai pada MINI-LINK E dari ERICSSON ini adalah antena tipe Yagi yang mempunyai main lobe keterarahan (directivity) yang fokus (pada satu arah saja) seperti pada Gambar 3.8 [13].

Gambar 3.8 Direktivitas antena Yagi [13]


(64)

3.2.5 Radio Kabel

Radio kabel berfungsi sebagai penghubung lalu lintas data dari RRU (Radio Remote Unit) dan RAU (Radio Unit) ke peralatan di dalam ruangan (shelter) dan sebaliknya. Spesifikasi yang digunakan oleh ERICSSON dalam produk mereka ini bermacam-macam. Jika diameter kabel yang digunakan adalah 10 mm maka maksimal panjang kabel yang diperbolehkan adalah 200 m. Sedangkan jika diameter kabel yang digunakan adalah 16 mm maka maksimal panjang kabel yang diperbolehkan adalah 400 m. Pada BTS Cemara IV digunakan jumper feeder yang panjangnya ±5 m untuk menghubungkan RRU ke antena sektoral dan RAU ke peralatan di dalam shelter sehingga dapat memperkecil rugi-rugi pada feeder [11]. 3.2.6 Indoor Unit

Indoor unit ini terdiri dari Access Module Magazine (AMM), Modem Unit (MMU), Switch Multiplexer Unit (SMU), dan Service Access Unit (SAU) [11].

1. Access Module Magazine (AMM)

Access Module Magazine (AMM) adalah tempat bagi peralatan-peralatan indoor seperti Modem Unit (MMU), Switch Multiplexer Unit (SMU), dan Service Access Unit (SAU).


(65)

Pada Gambar 3.9 dapat dilihat SAU, MMU dan SMU terpasang dalam AMM.

Gambar 3.9 Access Module Magazine [11] 2. Modem Unit (MMU)

MMU (Modem unit) merupakan salah satu unit yang ada pada setiap unit radio yang dipergunakan maka membutuhkan sebuah unit MMU, ini berarti MMU mengurusi masalah modulator demodulator sinyal yang akan ditransmisikan dan sinyal yang diterima. MMU dapat dilihat pada Gambar 3.10 dan Gambar 3.11 dapat dilihat MMU terpasang dalam kabinet AMM


(66)

Gambar 3.11 MMU pada kabinet AMM [11] 3. Switch Multiplexer Unit (SMU)

Multiplexing dan demultiplexing dari trafik dalam konfigurasi 1+0. Konfigurasi 1+0 ini adalah konfigurasi yang tanpa perlindungan. Sebagai contoh jika salah satu unit (MMU, RAU atau SMU) tidak berkerja maka tidak akan ada unit lain yang mampu menangani kekosongan yang ditinggalkan oleh unit yang tidak berkerja tersebut. Pada Gambar 3.12 dapat dilihat perangkat SMU terpasang dalam AMM.


(67)

4. Service Access Unit (SAU).

SAU (Service Access Unit) ini menyediakan layanan tambahan ke semua terminal dalam AMM. Layanan tambahan yang dimaksud antara lain: kanal layanan, masukan / keluaran paralel, dan akses ke alarm diluar AMM. Penempatan SAU pada AMM dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Penempatan SMU di kabinet AMM [11] 3.3 Link Budget

Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan loss dari Tx sampai Rx melalui media transmisi. Link budget ini dihitung berdasarkan jarak antara transmitter (Tx) dan receiver (Rx). Link budget juga dihitung karena adanya penghalang antara Tx dan Rx misal gedung atau pepohonan. Link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level threshold ( RSL ≥Rth ). Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan loss guna mencapai SNR yang diinginkan di receiver [14].


(68)

Adapun parameter yang perlu diperhitungkan dalam perhitungan link budget antara lain Coverage, Fresnel Zone, Free Space Loss, Effective Isotropic Radiated Power dan Received Signal Level [15].

3.3.1 Coverage

Coverage merupakan jarak cakupan dari suatu BTS terhadap pengguna disekitar BTS tersebut. Pada perhitungan coverage terdapat parameter yang mempengaruhi kondisi propagasi suatu kanal wireless yaitu Path Loss. Path loss merupakan komponen penting dalam perhitungan dan analisis link budget sistem telekomunikasi seluler GSM. Path Loss adalah loss yang terjadi ketika data / sinyal melewati media udara dari antena pemancar ke antena penerima dalam jarak tertentu. Path loss dapat timbul disebabkan oleh banyak faktor, seperti kontur tanah, lingkungan yang berbeda, medium propagasi (udara yang kering atau lembab), jarak antara antena pemancar dengan penerima, lokasi dan tinggi antena.

Penelitian ini dilakukan pada daerah perkotaan atau urban area, maka model perhitungan path loss yang digunakan adalah model perhitungan path loss Okumura-Hata. Persamaan path loss Okumura-Hata dapat menghitung path loss downlink (dari BTS ke MS) dan path loss uplink (dari MS ke BTS) dimana yang menjadi pembedanya adalah perbedaan jarak BTS ke MS pada downlink dan MS ke BTS pada uplink.


(69)

Persamaan 3.1 dan 3.2 merupakan persamaan untuk mencari nilai path loss Okumura-Hatta [5].

L50 = [69,55 + 26,16 x log(f)]−13,82 x log(ht)− A (hr) + [44,9−

6,55 x log(ht)] x log⁡(d) (3.1)

Dimana :

� (ℎ�) = 3,2 � [���(11,75)�ℎ�]2 − 4,97 (3.2) Keterangan :

L50 : Path Loss Okumura Hata (dB)

f : Frekuensi (MHz) ht : Tinggi Antena (m) d : Jarak Tx-Rx (km)

� (ℎ�) : Faktor Koreksi (m)

hr : Tinggi Antena Penerima (m)

Nilai path loss Okumura-Hatta dapat diperoleh setelah dilakukan perhitungan sensitivitas MS (Persamaan 3.3) dan sensitivitas BTS (Persamaan 3.4). Dalam Persamaan 3.3 dan 3.4 telah diketahui nilai dari masing-masing parameter sehingga dari perhitungan Persamaan 3.3 dan 3.4 tersebut dapat diperoleh nilai “d” [5].

�� = �� − ��������� ����� − ����������� − ������� +�� − �50 − ��+�� (3.3)

�� =��− ��������� ����� − ����������� − ������� +��− �50 − ��+��(3.4) Keterangan :

�� : Sensitivitas BTS (dBm)


(70)

�� : Daya Pancar BTS (dBm)

�� : Daya Pancar MS (dBm)

��������� ����� : Rugi-rugi pada konektor Perangkat Radio (dB)

����������� : Rugi-rugi pada konektor Antena Sektoral (dB)

������� : Rugi-rugi pada kabel feeder (dB)

�� : Gain Antena BTS (dBi)

�� : Gain Antena MS (dBi)

�50 : Path Loss Okumura-Hata (dB)

�� : Rugi-rugi pada body MS (dB)

Setelah didapat nilai “d” dari Persamaan 3.3 dan 3.4 maka nilai “d” dapat dimasukkan kembali ke Persamaan 3.1 sehingga diperoleh nilai L50 pada saat

downlink dan uplink. 3.3.2 Fresnel Zone

Freznel Zone adalah area di sekitar garis lurus antar alat yang digunakan untuk rambatan gelombang. Gambar 3.14 menunjukkan Fresnel zone merupakan tempat kedudukan titik sinyal tidak langsung yang berbentuk elips dalam lintasan propagasi gelombang radio, Fresnel pertama merupakan daerah yang mempunyai fading multipath terbesar, sehingga diusahakan untuk daerah Fresnel pertama dijaga agar tidak dihalangi oleh obstacle dimana R merupakan jari-jari Fresnel pertama yang bebas dari obstacle atau zona aman agar kedua antena microwave yang telah LOS dapat saling bertransmisi dengan baik, d merupakan jarak kedua antena [16].


(71)

Gambar 3.14 Daerah Fresnel Zone [16].

Secara matematis daerah Fresnel dapat dinyatakan dalam Persamaan 3.5 [16] :

� = 17,32 ���

4� (3.5)

Dimana :

� : Radius dari Fresnel Zone (m)

� : Jarak antara Tx-Rx (km)

� : Frekuensi (GHz) 3.3.3 Free Space Loss (FSL)

FSL merupakan redaman ruang bebas dimana terjadi penurunan daya gelombang radio selama merambat di ruang bebas. Redaman ini dipengaruhi oleh besar frekuensi dan jarak antara titik antena pengirim dan antena penerima base station.

d R


(72)

Gambar 3.15 menunjukkan adanya rugi-rugi ruang bebas (FSL) yang terjadi diantara kedua antena microwave yang LOS [3].

Gambar 3.15 Free Space Loss [14]

Persamaan free space loss ditunjukkan dalam Persamaan 3.6 [3] :

��� = 32,45 + 20 log�+ 20 log� (3.6)

Dimana :

��� : Rugi-rugi Propagasi di Udara (dB)

� : Frekuensi Operasi (MHz)


(73)

3.3.4 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan nilai daya yang dipancarkan oleh antena isotropis untuk menghasilkan puncak daya yang diamati pada arah radiasi maksimum penguatan antena. Persamaan EIRP ditunjukkan dalam Persamaan 3.7 [3] :

����= ���+ ��� − ��� (3.7) Dimana :

���� : Effective Isotropic Radiated Power (dBm)

��� : Daya Pancar (dBm)

��� : Penguatan Antena Pemancar (dBi)

��� : Rugi-rugi Transmisi (dB) 3.3.5 Received Signal Level (RSL)

Received Signal Level (RSL) adalah level sinyal yang diterima di penerima dan nilainya harus lebih besar dari sensitivitas perangkat penerima (RSL ≥ Rth). Sensitivitas perangkat penerima merupakan kepekaan suatu perangkat pada sisi penerima yang dijadikan ukuran threshold [15].

Nilai RSL yang dapat diterima oleh antena mobile (MS) dapat dihitung dengan Persamaan 3.8 [3] :


(74)

Nilai RSL yang dapat diterima oleh antena microwave dapat dihitung dengan Persamaan 3.9 [3] :

���= ��� − ��� +��� − ���+ ��� − ��� (3.9) Dimana :

��� : Received Signal Level (dBm)

��� : Daya Antena Pemancar (dBm)

��� : Rugi-rugi Kabel pada Antena Pemancar (dB)

��� : Penguatan Antena Transmitter

��� : Penguatan Antena Receiver

��� : Rugi-rugi Kabel pada Antenan Penerima

Free Space Loss : Rugi-rugi Propagasi Ruang Bebas antara BTS-BTS Path Loss : Rugi-rugi Propagasi Ruang Bebas antara BTS-MS


(75)

BAB IV

ANALISIS LINK BUDGET BTS ROOFTOP CEMARA IV

4.1 Umum

Link budget dihitung dengan tujuan untuk merencanakan kebutuhan daya sistem seluler sedemikian rupa, sehingga kualitas sinyal di penerima memenuhi standar yang diinginkan. Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan losses dari Tx sampai Rx melalui media transmisi. Link budget ini dihitung berdasarkan jarak antara transmitter (Tx) dan receiver (Rx). Link budget juga dihitung karena adanya penghalang antara Tx dan Rx misalnya gedung atau pepohonan. Link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level threshold ( RSL ≥Rth ). Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan loss guna mencapai SNR yang diinginkan di receiver. Adapun diagram alir dari proses link budget dijelaskan dalam bentuk flowchart seperti pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.


(76)

Gambar 4.1 Flowchart Analisis Link Budget antara BTS dengan MS (Antena Sektoral)

Mulai

Input Parameter Link Budget

yang Diperhitungkan pada BTS

Rooftop Cemara IV Perhitungan Coverage

yang Mencakup Path Loss

Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power

Perhitungan Received Signal Level

Nilai RSL ≥ Rth Tidak

Selesai YA


(77)

Gambar 4.2 Flowchart Analisis Link Budget antara BTS dengan BTS (Antena Microwave)

Telkomsel melakukan link budget pada setiap BTS yang dibangun dengan

Tidak

Mulai

Input Parameter Link Budget yang Diperhitungkan pada BTS Rooftop

Cemara IV

Perhitungan Fresnel Zone

Perhitungan Free Space Loss

Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power

Perhitungan Received Signal Level

Nilai RSL ≥ Rth

Selesai YA


(78)

penerimaan sinyal. Oleh karena pentingnya penyesuaian link budget tersebut, Telkomsel telah menetapkan nilai dari beberapa parameter link budget untuk kemudian dijadikan acuan standarisasi pembangunan BTS Telkomsel. Adapun parameter-parameter link budget yang sudah menjadi ketetapan standarisasi pembangunan BTS Telkomsel dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai Parameter Link Budget yang Menjadi Standarisasi Pembangunan BTS Telkomsel

No Parameter Nilai Satuan

1 Power RRU 46,02 dBm

2 Power RAU 10 dBm

3 Power MS 30 dBm

4 Sensitivitas RRU (Rth Antena Sektoral) -107 dBm 5 Sensitivitas RAU (Rth Antena Microwave) -76 dBm 6 Sensitivitas MS (Rth Antena Mobile) -101 dBm 7 Gain Antena Sektoral Tong Yu TDQ182020DE-65F 20 dBm

8 Gain Antena Microwave 0.6D 23 GHz 36,6 dBi

9 Gain MS 2 dB

10 Tinggi Antena MS 1,5 m

11 Frekuensi Antena Sektoral Tong Yu TDQ182020DE-65F 1825 MHz 12 Frekuensi Antena Microwave 0.6D 23 GHz 23 GHz

13 Loss Konektor Antena Sektoral 0,2 dB

14 Loss Konektor RRU 0,2 dB


(79)

4.2 Analisis Link Budget antara BTS dengan MS (Antena Sektoral)

Analisis link budget antara BTS dengan MS dilakukan pada antena sektoral BTS rooftop Cemara IV dengan pengguna jaringan seluler (MS) disekitar Cemara IV. Berdasarkan flowchart Gambar 4.1 analisis link budget dilakukan pada Coverage yang mencakup Path Loss, Effective Isotropic Radiated Power, dan Received Signal Level.

4.2.1 Perhitungan Path Loss dengan Okumura-Hatta

Pada sub bab ini nilai path loss akan dihitung dengan menggunakan metode path loss Okumura-Hatta karena metode ini sangat cocok digunakan pada daerah Cemara IV yang bersifat urban area dengan tipe kota small or medium city dengan gedung-gedung yang kurang dari 5 tingkat. Perhitungan path loss terbagi atas downlink dan uplink, dimana perhitungan path loss saat downlink dilakukan antara BTS rooftop Cemara IV (Antena Sektoral) dengan MS disekitar Cemara IV sedangkan perhitungan path loss saat uplink dilakukan antara MS disekitar Cemara IV dengan BTS rooftop Cemara IV.

1. Perhitungan Path Loss Okumura-Hatta saat Downlink

Adapun diagram alir untuk melakukan perhitungan path loss Okumura-Hatta saat downlink dapat dijelaskan pada Gambar 4.3.


(1)

70

Berikut penjabaran untuk mencari nilai EIRP dengan menggunakan persamaan 3.7.

����= ��� + ��� − ��� ���� = 10 + 36,61 – 0

���� = 46,61 ���

Sehingga diperoleh daya maksimum (EIRP) yang dapat dipancarkan antena microwave sebesar 46,61 dBm.

4.3.4 Perhitungan Received Signal Level (RSL)

Perhitungan RSL juga dilakukan pada antena microwave antara BTS Cemara IV dengan BTS Pancing. Telkomsel menetapkan daya yang dipancarkan RAU antena microwave pada daerah Cemara IV adalah sebesar 10 dBm. Telkomsel menggunakan antena microwave Minilink-E yang sama pada BTS Cemara IV dan BTS Pancing sehingga nilai gain kedua antena tersebut sama yaitu sebesar 36,6 dBi. Antena Minilink-E tidak memiliki rugi-rugi jumper feeder dan rugi-rugi konektor dikarenakan RAU dipasang tepat di belakang antena microwave. Berikut Persamaan 3.9 untuk mencari nilai RSL pada antena microwave BTS Pancing.

���= ��� − ��� +��� − ���+ ��� − ���

��� = ���� – ��� + GRX−LRX

��� = 46,61 ��� – 114,4602 �� + 36,6 ��� – 0 ��


(2)

��� = −31,2602 ���

Sehingga diperoleh nilai RSL pada antena microwave BTS Pancing sebesar -31,2602 dBm dengan sensitivitas RAU BTS Pancing (Rth Antena Microwave) sebesar -76 dBm. Oleh karena itu besar daya yang diterima BTS Pancing lebih besar daripada besar sensitivitas RAU (RSL ≥ Rth) maka BTS Cemara IV dapat on air.

Setelah melakukan perhitungan pada setiap parameter link budget antara BTS Cemra IV dengan BTS Pancing diperoleh nilai dari setiap parameter yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Link Budget antara BTS Cemara IV dengan BTS Pancing

NO Parameter Nilai

1 Jari-jari Fresnel Pertama 1,8903048 m

2 Free Space Loss 114,4602 dB

3 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) 46,61 dBm 4 Received Signal Level (RSL) -31,2602 dBm


(3)

72 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada tugas akhir yang berjudul “Analisis Link Budget Pada Pembangunan BTS Rooftop Cemara IV Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis GSM Studi Kasus PT Telkomsel”, Penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan (received signal level) lebih besar atau sama dengan level daya threshold ( RSL ≥ Rth ).

2. Parameter link budget yang dapat mempengaruhi received signal level dalam membangun sebuah BTS operator Telkomsel adalah coverage, fresnel zone, free space loss, dan effective isotropic radiated power.

3. Perhitungan FSL dapat dilakukan jika kedua antena microwave BTS yang terhubung dalam kondisi Line Of Sight (LOS) dan jari-jari Fresnel pertama pada kedua antena microwave BTS tersebut bebas dari obstacle atau LOS. 4. Berdasarkan analisis perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai RSL pada

BTS pancing sebesar -31,2602 dBm dengan sensitivitas daya RAU pada antena microwave BTS tersebut sebesar -76 dBm sedangkan nilai RSL pada MS sebesar -90,9799 dBm dengan sensitivitas MS sebesar -101 dBm.


(4)

5. Berdasarkan nilai RSL yang diperoleh melalui analisis link budget BTS Telkomsel Cemara IV, diperoleh nilai RSL lebih besar daripada nilai Rth sehingga BTS Cemara IV on air.

5.2 Saran

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara praktis dan disempurnakan lagi untuk memperkaya studi telekomunikasi seluler. Adapun saran untuk dapat dikembangkan menjadi studi selanjutnya adalah :

1. Dalam rangka memperkaya pengetahuan dan meningkatkan pemahaman mengenai pembangunan BTS maka akan lebih baik jika peneliti melakukan penelitian langsung ke lapangan dan mencari referensi lain baik dari penelitian sebelumnya ataupun dari literatur yang ada.

2. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan parameter lain yang mempengaruhi link budget untuk diteliti sehingga diperoleh nilai RSL yang lebih akurat.


(5)

74

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mikko Saily, Guillaume Sbire, Dr. Eddie Riddington. 2009. GSM/EDGE Evolution and Performance. Willey.

[2] Winch, Robert G. 1993. Telecommunication Transmission Systems. Singapore: Mc. Grow Hill.

[3] Freeman, Roger L. 1991. Telecommunication Transmission Handbook Third Edition. New York: John Willey & Sons, Inc.

[4] Combes, Paul F. 1991. Microwave Transmission for Telecommunications. New York: John Willey & Sons, Inc.

[5] Blaustein, Nathan. 2000. Radio Propagation in Cellular Networks. Artech House Publishers.

[6] Wildan, Nugraha. “Base Transceiver Station”

Tanggal Akses: 5 Februari 2014.

[7] Hidayatullah, Adronafis. “Mengenal Tower”

Februari 2014.

[8] Rizki, Aditia. “Jaringan GSM jaringan-gsm-global-system-for-mobile-communication/. Tanggal Akses: 5 Februari 2014.

[9] Anonim. 2011. Modul 2 “Propagasi Gelombang Radio Dalam Perencanaan Jaringan Sistem Selular”. ITB.

[10] Desiah, Umaya Sari, “Hukum Okumura Hatta

hukumokumurahatta.blogspot.com/2011/12/hukum-okumura-hatta.html. Tanggal Akses : 6 Februari 2014.

[11] Anonim. 2012. Modul Site. “New Site Rooftop”. Telkomsel Medan.

[12] Telkomsel. Modul. Tong Yu TDQ-182020DE-65F 4Port Final.


(6)

[13] Telkomsel. Modul. MINI-LINK E Training. 2001. ERICSSON Microwave. [14] Anonim. 2012. Modul 3. “Link Budget”. Universitas Mercu Buana.

[15] Anonim. 2012. Modul 5. “Perhitungan Daya Terima”. Universitas Mercu Buana.

[16] Kosala, Akhmad. “Memahami Fresnel Zone”

Tanggal Akses : 8 Juni 2014.


Dokumen yang terkait

Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara IV Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus Pt. Telkomsel

2 63 97

Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara IV Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT Telkomsel

5 114 97

Analisis Perhitungan Link Budget Indoor Penetration (WCDMA) Wideband Code Division Multiple Acces Dan (HSDPA) High Speed Downlink Packet Acces (Studi Kasus PT. XL AXIATA Tbk.)

3 63 66

Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh)

17 124 104

Optimasi Perencanaan Jumlah Base Transceiver Station (BTS) dan Kapasitas Trafik BTS Menggunakan Pendekatan Goal Programming pada Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis GSM

0 1 6

PENINGKATAN KAPASITAS SEL PADA SISTEM SELULER GSM

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM) - Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara Iv Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT. Telkomsel

0 0 29

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Teknik Elektro S

0 0 21

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM) - Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara IV Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT Telkomsel

0 0 29

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Teknik Elektro S

0 0 21