Bidang Geologi Bidang Oseanografi

Foraminifera dipilih sebagai indikator lingkungan karena foraminifera tertentu memerlukan kesamaan kualitas air dengan berbagai biota pembentuk terumbu karang dan siklus hidupnya yang cukup singkat sehingga dapat menggambarkan perubahan lingkungan yang terjadi dalam waktu cepat. Keterkaitan foraminifera bentik dengan kondisi lingkungan telah diteliti oleh beberapa ahli. Rositasari 2003 melakukan penelitian foraminifera di Teluk Lampung yang menunjukkan adanya hubungan antara parameter lingkungan dan sebaran foraminfera. Secara garis besar struktur populasi foraminifera di Teluk Lampung dibagi menjadi 3 yaitu populasi teluk bagian dalam, pertengahan, dan populasi teluk bagian luar. Populasi foraminifera pada bagian dalam dicirikan dengan rendahnya keanekaragaman jenis, struktur dinding cangkang yang tipis, dan terdapatnya beberapa jenis foraminifera bercangkang abnormal. Foraminifera pada teluk bagian luar dicirikan dengan keanekaragaman jenis yang relatif lebih banyak serta struktur cangkang foraminifera tercampur antara yang berdinding normal dan berdinding tipis. Untuk foraminifera pada bagian tengah tidak memperlihat jumlah yang jelas. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh arus yang kuat. Pada sebaran foraminifera bagian dalam terdapat faktor pembatas yang menyebabkan struktur cangkang yang tipis yaitu rendahnya kadar kalsium karbonat atau tingginya derajat keasaman. Hal tersebut juga dapat menyebabkan pembentukan cangkang yang abnormal. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Auliaherliaty 2004 mengenai foraminifera di Teluk Sepi dijelaskan bahwa genus dengan variasi spesies terbanyak adaah Calcaria 15 spesies, selanjutnya Quinqueloculina dengan 14 spesies dari 60 total genera yang didapat. Namun jika dilihat dari persentase kandungan per gram berat kering, spesies yang memiliki persentase tertinggi adalah Ammonia becarii sebesar 7,74, lalu Ammonia sp. 2,32, Elphidium crispum 1,59 , Pattelina corrugata dengan ,93, Amphistegina lessonii 1,83, Amphistegina sp.1 1,96, Calcarina sp. 3,27 , Pyrgo lucernula sebesar 0,86 dan Quinqueloculina seminulum sekitar 0,71. Nonion cf. asterizans merupakan spesies dengan sebaran yang tidak merata pada teluk bagian dalam. Pada teluk ini, diperoleh persentase antara foraminifera bentik dan planktonik yaitu berkisar 63,64 dan 20. Selain itu ada juga penelitian foraminifera yang dilakukan pada perairan sekitar Teluk Balikpapan bagian luar oleh Adisaputra 2011. Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada kedalaman 18-562 meter yang tediri dari lempung sedikit gampingan, lanau, lanau pasiran, pasir lanauan, pasir kerikil, kerikil pasiran, sedikit lempung gampingan, dan lumpur kerikil. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sedimen perairan Teluk Balikpapan secara umum mengandung foraminifera bentos kecil dan besar, serta foraminifera planktonik. Namun yang mendominasi adalah foraminifera bentos kecil. Selain itu juga ditemukan echinoid koral, moluska, ostracoda, pteropoda, dan sisa tumbuhan air, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Keseluruhan foraminifera yang didapat tidak kurang dari 173 spesies foraminifera bentos kecil, 22 spesies foraminifera bentos besar, dan 34 spesies foraminifera plantonik. Spesies foraminifera bentos kecil yang mendominasi adalah Heterolepa proecincta dan Heterolepa margaritifera, sedangkan untuk foraminifera bentos besar yaitu Operculina, seperti O. complanata, O. ammonoides, O. hetrostegi, O. noides, dan O. granulosa. Spesies Operculina spp. tersebut dibeberapa lokasi berasosiasi dengan Amphistegina lessonii dan Pseudorotalia schroeteriana atau Rotalidium pasifica dan Rotalinoides gaimardii. Ditemukan spesies langka Biarritzina proteiformis dilepas pantai bagian selatan Teluk Balikpapan sampai pada kedalaman 83 meter dan paling banyak ditemukan pada kedalaman 54 meter. Pada bagian utara daerah penelitian antara Pangabakan-Sagita di utara Delta Mahakam, spesies ini jumlahnya jauh lebih banyak lebih dari 50 spesimen jika dibandingkan dengan jumlah spesies yang ditemukan pada penelitian tersebut dan pada perairan di bagian Utara Pulau Lombok 55 spesies. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh arus yang berasal dari utara ke selatan yang dikenal dengan Arus Lintas Indonesia Arlindo. Namun hasil penelitian di Teluk Jakarta Nurruhwati, 2012 menunjukkan bahwa pada perairan tersebut hanya ditemukan foraminifera bentik dari 25 sampel sedimen yang diamati. Di perairan tersebut didapatkan 85 spesies yang berasal dari 42 genera, dengan Operculina ammonoides sebagai individu yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 2566 individu. Untuk spesies yang temukan pada hampir semua titik pengambilan sampel sedimen yaitu Elphidium jenseni dan Asterorotalia trispinosa. Laut dangkal seperti Teluk Jakarta umumnya dicirikan dengan adanya spesies foraminifera bentik seperti Ammonia beccarii, Quinqueloculina, Elphidium, dan Amphistegina.

III. METODE KERJA

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa sampel sedimen hasil cucian yang telah tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan PPPGL dan siap digunakan untuk berbagai analisa seperti mikrofauna, mineral, besar butir sedimen, dan lain-lain. Pada penelitian ini sampel sedimen tersebut digunakan untuk analisa foraminifera.

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2012 di Laboratorium Mineralogi dan Mikropaleontologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan PPPGL, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral BaLitbang ESDM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM yang berlokasi di Jalan Dr. Djundjunan No. 236, Bandung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Lampiran F: 1. Mikroskop binokuler berfungsi sebagai alat bantu pengamatan foraminifera. 2. Wadah pengamatan mikrofosil atau picking tray berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sebaran sampel sedimen hasil cucian. 3. Fossil slide berlubang 1, 4, dan assemblage slide sebagai tempat menyiapkan foraminifera hasil penjentikan. Fossil slide berlubang 1 hanya berfungsi untuk menempatkan 1 jenis foraminifera saja sedangkan fossil slide berlubang 4 dapat digunakan untuk menempatkan 4 jenis foraminifera yang berasal dari sampel sedimen yang diamati. 4. Kuas kecil ukuran 0000 berfungsi untuk memisahkan spesimen foraminifera dari partikel sedimen dan kuas besar berfungsi untuk memindahkan sampel sedimen. 5. Air berfungsi untuk membantu penjentikan spesimen. 6. Tragacanth gum atau lem berfungsi untuk menempelkan spesimen pada assemblage slide. Lem ini akan mudah dihilangkan dengan menggunakan air dan tidak merusak spesimen. 7. Mikroskop yang terhubung dengan komputer berfungsi untuk mengambil gambar foto foraminifera dengan menggunakan NISTelement. NISTelement adalah program yang berfungsi untuk mendokumentasikan berbagai spesimen termasuk foraminifera bentik.

3.3 Prosedur Kerja

Analisis foraminifera meliputi beberapa tahapan yaitu studi pustaka, pengambilan dan pengelompokan sampel bahan , penjentikan picking, koleksi, identifikasi dan dokumentasi, analisis data yang meliputi Kelimpahan K, Kelimpahan Relatif KR, Indeks Keanekaragaman H, Indeks Kemerataan J, dan Indeks Dominansi D, serta pembuatan peta sebaran foraminifera Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Foraminifera Studi Pustaka Pengambilan dan Pengelompokan Sampel Bahan Penjentikan Identifikasi Koleksi Analisis Data 1. Kelimpahan K 2. Kelimpahan Relatif KR 3. Indeks Keanekaragaman H 4. Indeks Kemerataan J 5. Indeks Dominansi D Pembuatan Peta Sebaran Foraminifera Dokumentasi Pembuatan Laporan

3.3.1 Pengambilan dan Pengelompokkan Sampel Bahan

Bahan penelitian yang dipakai adalah sampel sedimen hasil cucian washed residu yang merupakan hasil pengambilan sampel Tim Penelitian Lingkungan dan Kebencanaan Geologi Kelautan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan PPPGL di perairan Teluk Balikpapan pada tahun 2011. Sampel sedimen diambil menggunakan Grab Sampler pemercontoh comot pada lebih dari 50 titik lokasi secara acak dari pola batimetri peta kedalaman laut yang berfungsi untuk mengetahui morfologi dasar laut dan kemantapan lereng dasar laut Gambar 3.2 dan mewakili daerah penelitian Gambar 3.3 serta dengan titik koordinat pengambilan sampel yang berbeda-beda Tabel 3.1. Dari 50 titik lokasi pengambilan sampel, kemudian diambil titik pengambilan sampel secara acak dengan kedalaman yang berbeda yaitu kurang dari 40 m. Bahan yang diambil pada perairan Teluk Balikpapan, selanjutnya dikelompokkan menjadi 4 kedalaman, yaitu 0-5 meter, 6-10 meter, 11-15 meter, dan 16-20 meter. Pengelompokan kedalaman tersebut didasarkan atas data sekunder berupa kedalaman pengambilan sampel foraminifera bentik. Dari masing-masing kedalaman tersebut selanjutnya diambil sebanyak 5 sampel sedimen untuk kemudian dilakukan analisis foraminifera .