Hasil dan Pembahasan T1 672007324 Full text

9 Pada tahap implementasi terdapat langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian, yaitu :  Konfigurasi Mikrotik OS sebagai Server Hotspot Melakukan perancangan Mikrotik OS sebagai gateway, DHCP server.  Upgrade firmware DD-WRT Proses upgrade firmware DD-WRT diperlukan karena firmware standar bawaan dari access point TL-WR740N belum mempunyai fitur DHCP forwarder.  Konfigurasi wireless roaming Melakukan konfigurasi pada masing-masing access point supaya membentuk jaringan yang menggunakan sistem wireless roaming meliputi pemberian nama SSID, pengaturan channel, dan pengaturan DHCP forwarder.  Instalasi Net Stumbler Digunakan untuk mengukur signal strength pada masing-masing access point  Instalasi BW monitor Iperf Pada tahap ini dilakukan instalasi beberapa software untuk tahap analisis  Instalasi Wireshark Instalasi wireshark digunakan melakukan capture terhadap paket data yang lewat pada jaringan hotspot tersebut. Setelah melakukan implementasi tahapan monitoring merupakan tahapan yang penting, agar jaringan komputer dan komunikasi dapat berjalan sesuai dengan keinginan dan tujuan awal dari user pada tahap awal analisis, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring. Dalam hal ini hanya dilakukan monitoring dan analisis pada beberapa parameter saja, seperti reliabilitas kinerja jaringan dan throughput yang dihasilkan. Pada tahapan manajemen atau pengaturan, salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah masalah policy. Kebijakan perlu dibuat untuk membuatmengatur agar sistem yang telah dibangun dan berjalan dengan baik dapat berlangsung lama dan unsur reliabilitas terjaga. Policy akan sangat tergantung dengan kebijakan level management dan strategi bisnis perusahaan tersebut. Pekerja IT sebisa mungkin harus dapat mendukung atau alignment dengan strategi bisnis perusahaan. Akan tetapi pada penelitian ini tahapan management tidak dilakukan karena adanya keterbatasan.

4. Hasil dan Pembahasan

Pada tahap pertama akan dilakukan beberapa konfigurasi, yang dibutuhkan untuk membangun sebuah jaringan hotspot yang menggunakan sistem wireless roaming. Dimulai dari membuat server hotspot pada Mikrotik OS. Konfigurasi Mikrotik OS akan ditunjukkan oleh Kode Program 1. 10 Kode Program 1 Konfigurasi Mikrotik OS Selanjutnya dilakukan upgrade firmware DD-WRT pada access point TL- WR740N. Hal ini dikarenakan firmware standar dari TL-WR740N belum mempunyai fitur DHCP forwarder dan juga dirasa fitur-fiturnya juga masih sangat kurang dibanding firmware DD-WRT. DHCP forwarder merupakan fitur yang berfungsi meneruskan DHCP dari server untuk memudahkan konfigurasi dalam pembuatan sistem wireless roaming. Setelah melakukan upgrade firmware dilanjutkan tahap konfigurasi pada access point yang merupakan tahapan yang paling penting. Beberapa konfigurasi harus diterapkan pada semua access point. Seperti yang terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9, tampak konfigurasi yang dilakukan pada masing-masing access point. Gambar 8 Konfigurasi Access Point 1 adminMikrotiksystem identity set name=ServerHotspot adminServerHotspot adminServerHotspot interface ethernet set ether1 name=internet adminServerHotspot interface ethernet set ether2 name=hotspot adminServerHotspot ip address add interface=internet address=192.168.20.224 adminServerHotspot ip address add interface=hotspot address=192.168.1.124 adminServerHotspot ip route add gateway=192.168.20.1 adminServerHotspot ip dns set primary-dns=192.168.20.1 allow- remote-request=yes adminServerHotspot ip firewall nat add chain=srcnat src- address=192.168.20.224 action=masquerade adminServerHotspotip hotspot setup hotspot interface: hotspot local address of network: 192.168.1.124 masquerade network: yes address pool of network: 192.168.1.100-192.168.1.196 select sertificate: none ip address of smtp server: 0.0.0.0 dns server: 192.168.20.1 dns name: name of local hotspot user: smanda password for the user: smanda adminServerHotspotip hotspot profile edit hsprof1 login by adminServerHotspotip hotspot user profile edit default shared- users 11 Gambar 9 Konfigurasi Access Point 2 Gambar 10 terlihat semua access point DHCP type di-set menjadi DHCP forwarder, karena semua access point tidak berfungsi sebagai DHCP server. Access point hanya berfungsi meneruskan DHCP dari mikrotik yang berfungsi sebagai DHCP server. Hal ini dilakukan agar memudahkan dalam pendistribusian IP. Gambar 10 Disable DHCP Server Selanjutnya dilakukan scanning sinyal untuk mengetahui kekuatan sinyal dari masing-masing access point. Dalam penelitian ini proses scanning dilakukan di lab komputer SMA 2 Salatiga sedangkan posisi access point ada di Ruang Baca dan Taman Baca. Seperti Gambar 11 dan Gambar 12, hasil scanning sinyal dari access point pertama berkisar antara 26 dB, access point kedua 32 dB dan proses scanning dilakukan selama kurang lebih 5 menit untuk mengetahui kualitas sinyal dari masing-masing access point tersebut. Pada grafik yang ditunjukkan oleh Netstumbler pada Gambar 11 dan 12, arah vertikal menunjukkan sinyal yang ditangkap dari access point dengan satuan decibel dB dan arah horisontal menunjukkan lama waktu scanning. Dari kedua gambar tersebut terlihat jelas bahwa sinyal yang dihasilkan oleh semua access point tampak bagus, karena gambar yang dihasilkan tidak terputus-putus. Gambar 11 Scanning Sinyal Access Point 1 12 Gambar 12 Scanning Sinyal Access Point 2 Dalam jaringan WLAN sinyal, Noise, SNR dan kualitas sinyal sangatlah berpengaruh terhadap kinerja jaringan tersebut. Setelah dilakukan proses scanning seperti pada Gambar 11 dan Gambar 12, dilakukan analisis terhadap sinyal, noise, SNR dan kualitas sinyal dari masing-masing access point yang menggunakan wireless roaming di lab komputer. Hasil analisis SNR akan dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Analisis SNR MAC Address Signal Noise SNR Signal Quality dBm dBm dB 00:27:19:DA:83:84 -69 -95 26 73 00:27:19:DA:8A:98 -63 -95 32 67 SNR 00:27:19:DA:83:84 = Signal – Noise = -69 – -95 = 26 dB SNR 00:27:19:DA:8A:98 = Signal – Noise = -63 – -95 = 32 dB Klasifikasi SNR : 29,0 dB ke atas = Outstanding bagus sekali 20,0 dB - 28,9 dB = Excellent bagus 11,0 dB - 19,9 dB = Good baik 07,0 dB - 10,9 dB = Fair cukup 00,0 dB - 06,9 dB = Bad buruk Dari hasil percobaan terlihat bahwa SNR yang terdapat dari semua access point mempunyai hasil yang bagus, karena access point pertama berada pada tingkat bagus dan access point kedua berada pada tingkat bagus sekali. Noise merupakan gangguan frekuensi, semakin tinggi nilai noise tersebut semakin bagus semakin menjauhi angka positif, semakin bagus. Misal: -98 = bagus, -10 = jelek. noise yang dihasilkan semua access point menunjukkan hasil yang bagus karena mempunyai nilai -90 keatas seperti yang terlihat dalam Tabel 1 kualitas sinyal yang dihasilkan juga terlihat bagus. 13 Dalam penelitian ini juga dilakukan percobaan terhadap sistem jaringan yang lama. Throughput WAN yang dihasilkan oleh sistem jaringan yang tanpa menggunakan sistem wireless roaming. Terlihat pada Gambar 13 throughput yang dihasilkan rata-rata 47 kBps. Gambar 13 Throughput tanpa Wireless Roaming Setelah dilakukan pengujian throughput WAN tanpa wireless roaming, selanjutnya dilakukan pengujian throughput WAN yang dihasilkan menggunakan wireless roaming. Diketahui throughput yang dihasilkan rata-rata 52 kBps. Dalam hal ini bandwidth yang digunakan adalah 384 kbps sehingga didapatkan throughput seperti yang sudah disebutkan yaitu rata-rata yang didapat 52 kBps seperti yang terlihat pada Gambar 14. Gambar 14 Throughput Wireless Roaming Pada proses download tersebut dianalisis dengan di-capture menggunakan perangkat lunak Wireshark dan didapatkan grafik. Pada grafik Wireshark arah vertikal menunjukkan jumlah byte bytesec yang dihasilkan dan arah horisontal merupakan satuan waktu tiap detik sec. Dari Gambar 15 terlihat bahwa throughput yang dihasilkan terletak di pertengahan antara 0 - 100000 byte. Jadi bisa disimpulkan throughput rata-rata sekitar 52000 byte. 14 Gambar 15 Throughput dengan Wireshark Seperti yang terlihat pada Gambar 15 throughput yang ditampilkan oleh grafik pada perangkat lunak Wireshark rata-rata 52000 Bs dengan perhitungan sebagai berikut. Jumlah Frame = 1454 bytes Ethernet = 14 bytes IP = 20 bytes TCP = 20 bytes Bytes = Jumlah Frame – Ethernet – IP – TCP = 1454 – 14 – 20 – 20 = 1400 Throughput = ukuran paket jumlah paket tiap detik = 1400 bytepaket 38,61 paketdetik = 54054 bytedetik = 54054 bytedetik 8 bitbyte = 432432 bytedetik 1024 = 422,29688 kbps 8 = 52,787 kBps Hasil analisis yang diperoleh dari pengujian throughput sistem wireless roaming adalah throughput yang dihasilkan perbedaanya tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukkan sistem wireless roaming tidak mengurangi throughput yang dihasilkan dibandingkan dengan jaringan yang tidak menggunakan sistem wireless roaming. Dalam pengujian reliabilitas kinerja jaringan dilakukan berulang-ulang untuk memastikan apakah sistem yang sudah dibangun dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Dalam hal ini reliabilitas jaringan yang dimaksud adalah dimana ada salah satu klien sukses terkoneksi di access point kedua kemudian klien tersebut melakukan download. Kemudian klien tersebut melakukan perpindahan ke access point pertama. Dalam jaringan wireless, device akan menangkap sinyal yang paling baik yang dipancarkan oleh access point. Pengujian dilakukan pada jaringan hotspot tanpa menggunakan sistem wireless roaming dan pada jaringan hotspot yang menggunakan sistem wireless roaming. Pengujian pertama dilakukan pada jaringan hotspot yang lama tanpa menggunakan sistem wireless roaming. Pada Gambar 16 menjelaskan klien terkoneksi dan melakukan download pada access point yang mempunyai SSID T. Baca yang menggunakan channel 6. Pada saat klien berjalan menjauhi access 15 Gambar 16 Klien terkoneksi pada Access Point di Taman Baca point kedua, access point dari ruang baca yang mempunyai SSID R. BACA menggunakan channel 1 terdeteksi menggunakan Netstumbler dan mempunyai sinyal yang lebih baik daripada access point dari taman baca seperti yang terlihat pada Gambar 17. Gambar 17 Access point di Ruang Baca terdeteksi oleh Netstumbler Gambar 18 Penurunan Transfer Rate pada Internet Download Manager 16 Selanjutnya pada Gambar 18 menjelaskan sinyal dari access point yang mempunyai SSID T. Baca melemah dengan ditunjukkan notification sinyal yang berwarna kuning dan sinyal dari ruang baca yang mempunyai SSID R. BACA memberikan notification berwarna hijau yang menunjukkan bahwa sinyal yang kuat. Terlihat pada Internet Download Manager, transfer rate turun sampai 0 bytessec. Dalam jaringan wireless, device akan mencari sinyal yang lebih kuat yang dipancarkan oleh access point kemudian berpindah ke access point yang mempunyai sinyal yang lebih kuat. Seperti yang terlihat pada Gambar 19 , klien tersebut kemudian berpindah ke access point yang mempunyai SSID R. BACA yang terdapat di ruang baca. Dibutuhkan waktu 32 detik untuk dapat berpindah ke access point yang terdapat di ruang baca. Gambar 19 Klien berpindah ke Access Point yang terdapat di Ruang Baca Dilakukan juga pengujian terhadap jaringan hotspot yang menggunakan sistem wireless roaming. Pada Gambar 20 menjelaskan klien terkoneksi dan melakukan download pada access point yang terdapat di taman baca yang mempunyai SSID HOTSPOT-SMANDA yang menggunakan channel 6. Pada saat Gambar 20 Klien melakukan Download di Access Point yang terdapat di Taman Baca klien berjalan menjauhi access point yang terdapat di taman baca, access point dari ruang baca yang mempunyai SSID HOTSPOT-SMANDA menggunakan channel 1 terdeteksi menggunakan Netstumbler seperti yang terlihat pada Gambar 21. 17 Gambar 21 Access point di Ruang Baca terdeteksi oleh NetStumbler Saat klien berjalan semakin menjauh dari access point yang terdapat di taman baca dan mendekati access point yang terdapat di ruang baca, sinyal dari access point yang terdapat di ruang baca semakin kuat dan ditunjukkan oleh Netstumbler dengan memberikan notification berwarna hijau seperti yang terlihat pada Gambar 22. Dengan menggunakan SSID yang sama pada tiap-tiap access Gambar 22 Access point di Ruang Baca memberikan Notification berwarna Hijau point, saat klien mendeteksi sinyal yang lebih kuat, maka klien tersebut otomatis akan berpindah ke access point yang mempunyai sinyal yang lebih kuat tanpa putus koneksinya. Seperti yang terlihat pada Gambar 23, klien otomatis berpindah tanpa putus koneksi ke access point yang terdapat di ruang baca yang menggunakan channel 1 yang mempunyai sinyal yang lebih kuat. Terlihat pada Internet Download Manager, tidak terjadi penurunan transfer rate saat download. 18 Gambar 23 Klien Pindah Otomatis ke Access Point yang terdapat di Ruang Baca Hasil yang diperoleh dari percobaan reliabilitas menggunakan download adalah dengan menggunakan sistem wireless roaming, klien dapat berpindah- pindah dari access point kedua yang terdapat di taman baca ke access point pertama yang terdapat di ruang baca ataupun sebaliknya secara otomatis tanpa putus koneksi. Berbeda dengan jaringan hotspot yang lama tanpa menggunakan sistem wireless roaming dimana pada saat perpindahan antar access point membutuhkan waktu yang cukup lama dan terjadi putus koneksi. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap lama waktu browsing saat memuat sebuah halaman web pada jaringan hotspot tanpa sistem wireless roaming dan menggunakan sistem wireless roaming, web yang digunakan untuk uji coba adalah www.ganool.com. Hal ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh klien untuk memuat sebuah halaman web tersebut saat klien terhubung dengan AP 1, di area roaming antara AP 1 dan AP 2, dan terhubung dengan AP 2. Proses pengujian dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan tools video capture. Setelah dilakukan pengujian didapatkan hasil seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Hasil Pengujian pada Jaringan tanpa Sistem Wireless Roaming Access Point 1 Area Roaming Access Point 2 Uji pertama Lama WaktuSec 70 120 90 Uji Kedua Lama WaktuSec 44 80 44 Uji Ketiga Lama WaktuSec 25 90 33 Tabel 3 Hasil Pengujian pada Jaringan dengan Sistem Wireless Roaming Access Point 1 Area Roaming Access Point 2 Uji pertama Lama WaktuSec 40 47 37 Uji Kedua Lama WaktuSec 25 34 19 Uji Ketiga Lama WaktuSec 21 32 26 19 Pada Tabel 2 dan Tabel 3 terlihat bahwa jaringan hotspot yang menggunakan sistem wireless roaming memiliki reliabilitas yang lebih baik dibanding jaringan hotspot tanpa menggunakan sistem wireless roaming. Dengan menggunakan sistem wireless roaming, saat klien melakukan browsing di area roaming terdapat tambahan selisih waktu beberapa detik dibandingkan saat klien terhubung dengan access point dan proses ini pun tidak begitu berpengaruh dari sisi klien karena selisih waktu tergolong kecil. Hal ini menunjukkan sistem wireless roaming menawarkan kemudahan dibanding dengan sistem yang lama yang dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan perpindahan antar access point.

5. Simpulan