DIPLOMASI MUHAMMADIYAH DI TENGAH PUSARAN KONFLIK MINDANAO FILIPINA SELATAN

(1)

DIPLOMASI MUHAMMADIYAH DI TENGAH PUSARAN

KONFLIK MINDANAO FILIPINA SELATAN

(Skripsi)

Oleh

FADRI ARI SANDI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

MUHAMMADIYAH DIPLOMACY IN CENTRAL VORTEX MINDANAO CONFLICT SOUTHERN PHILIPPINES

By

FADRI ARI SANDI

Mindanao conflict in Southern Philippines is an internal conflict between the central government (Philippines’s Government) and the region (Bangsa Moro in Mindanao). Muhammadiyah’s involvement in the International Contact Group (ICG) for the Mindanao conflict in Southern Philippines in order to build peace is done by diplomacy. Muhammadiyah diplomacy has been succeeded in delivering the conflicting parties in the peace deal, named a framework of agreement 2012. This study aims to: (a) Describe the chronology of conflict in Mindanao; (b) Describe and analyze the Muhammadiyah diplomacy; (c) Describe and analyze the Muhammadiyah problems of diplomacy. The research method used is a descriptive study with a qualitative approach. Collecting data was through interviews, documentary studies, and literature.

The results of this study: (1) The chronology is divided into the Mindanao conflict; history of conflict, internationalization of the conflict, conflict resolution failure, ICG involvement, and to achieve a framework of agreement 2012 (2) Muhammadiyah diplomacy managed to reach a framework agreement 2012 through the steps; creating mutual confidence, seeks to clarify the problem, creating a mutual understanding, to encourage the parties to formulate and agree on the priority order of the problem and understand the level of necessary, and seeks to implement the resolution. (3) Problems of Muhammadiyah diplomacy, namely; complexity of the interests of each actor, authority problems, the lack of a representative of the Muhammadiyah, and limited financial capacity.


(3)

ABSTRAK

DIPLOMASI MUHAMMADIYAH DI TENGAH PUSARAN KONFLIK MINDANAO FILIPINA SELATAN

Oleh

FADRI ARI SANDI

Konflik Mindanao Filipina Selatan merupakan konflik internal yang terjadi antara Pemerintah Pusat (Pemerintah Filipina) dan daerahnya (Bangsa Moro di Mindanao). Keterlibatan Muhammadiyah dalam International Contact Group (ICG) untuk meresolusi konflik Mindanao Filipina Selatan dilakukan dengan berdiplomasi. Langkah diplomasi Muhammadiyah tersebut telah berhasil menghantarkan pihak-pihak yang berkonflik pada kesepakatan damai framework of agreement 2012. Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mendeskripsikan kronologi terjadinya konflik di Mindanao; (b) Mendeskripsikan dan menganalisis langkah diplomasi Muhammadiyah; (c) Mendeskripsikan dan menganalisis problematika diplomasi Muhammadiyah. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka.

Hasil penelitian ini: (1) Kronologi konflik Mindanao dibagi kedalam; sejarah konflik, internasionalisasi konflik, kegagalan penyelesaian konflik, keterlibatan ICG, dan hingga tercapainya framework of agreement 2012. (2) Diplomasi Muhammadiyah berhasil mencapai framework of agreement 2012 melalui langkah-langkah; menciptakan kepercayaan bersama, berupaya untuk mencari kejelasan masalah, menciptakan saling pengertian, mendorong para pihak untuk menyusun dan menyepakati prioritas urutan masalah dan memahami tingkat krusialitasnya, dan berupaya untuk melaksanakan penyelesaian masalah. (3) Problematika diplomasi Muhammadiyah, yaitu; kompleksitas kepentingan setiap aktor, problem otoritas, belum terbentuknya perwakilan Muhammadiyah, dan keterbatasan kapasitas finansial.


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Fadri Ari Sandi, lahir di Lampung Timur pada tanggal 20 Mei 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara pasangan Bapak Nasrul Chaniago (Alm) dan Ibu Yulidar Tanjung. Pendidikan formal yang telah ditempuh yakni pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Totoharjo Lampung Timur diselesaikan tahun 2004, pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Purbolinggo Lampung Timur diselesaikan tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 1 Purbolinggo Lampung Timur diselesaikan tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Putra Aji 1 Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur. Kegiatan kuliah kerja nyata ini telah memberikan pengalaman yang berharga bagi penulis tentang fenomena empiris dilapangan berkaitan dengan bidang ilmu penulis.

Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba ikut aktif dalam berbagai organisasi baik di internal maupun eksternal kampus. Di internal kampus, penulis aktif di Forum Studi Pengembangan Islam (FSPI) FISIP UNILA sebagai anggota (2010-2011) dan di Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMAGARA) FISIP UNILA sebagai kepala divisi internal bidang kajian pengembangan keilmuan (2012-2013). Di eksternal kampus, penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat UNILA sebagai anggota


(9)

penulis ikuti tersebut telah mengembangkan karakter dan kepribadian penulis selama menjadi mahasiswa, hingga sampai sekarang ini. Penulis yakin organisasi yang penulis ikuti tersebut akan bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.

Selain itu, selama menjadi mahasiswa penulis menorehkan beberapa prestasi diantaranya adalah: (1) Penerima Dana Hibah DIKTI Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) dengan Judul Program “Bisnis Makanan Ringan (Snack Crispy) dari Tulang Ikan (Memanfaatkan Tulang Ikan sebagai Makanan Ringan yang Sehat dan Berkalsium Tinggi)” Tahun 2012. (2) Delegasi Peserta dalam Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah XVIII di Palembang Tahun 2012. (3) Delegasi Mahasiswa dalam Pertemuan Ikatan Mahasiwa Administrasi Negara Se-Sumatera (IMANSTRA) di Pekan Baru Riau Tahun 2013. (4) Peserta Arung Sejarah Bahari (AJARI) VIII Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya di Bangka Belitung Tahun 2013. (5) Peserta Pekan Nasional Cinta Sejarah (PENTAS) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya di Pontianak Kalimantan Barat Tahun 2013. (6) Penulis Paper dalam Kumpulan 27 Paper Katalog Dalam Terbitan (KDT) yang di Bukukan oleh Forum Studi Kebijakan (FORBI) FISIP UI dalam Kegiatan Konferensi Nasional (KONNAS) IV Mahasiswa Administrasi Negara Se-Indonesia di Universitas Indonesia Depok dengan Judul Paper “Kolaborasi Antar Stakeholder dalam Mengembangkan Potensi Wisata Teluk Kiluan”. Tahun 2014. (7) Peserta Kemah Pemuda Relawan Indonesia (KPRI) 2014 yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemuda, Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia di Bumi Perkemahan Graha Wisata Cibubur, DKI Jakarta Tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa pula, penulis tercatat sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia angkatan pertama (2010).


(10)

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk yang mengasihiku:

Ibuku tercinta Yulidar Tanjung

Ayahku tercinta Nasrul Chaniago (Alm)

Selalu menjadi sumber semangat dalam menjalani hidup Selalu mendoakan & mendukung segala aktivitasku selama ini

Selalu menjadi penerang dalam setiap langkah-langkahku Selalu menjadi yang terdepan dalam keberhasilanku

Semua curahan kasih sayang, cinta, dan pengorbanan yang telah kalian berikan kepadaku tidak akan mampu terbayarkan dengan apapun Semoga dengan gelar ini, aku dapat membahagiakan kalian & dapat

membuat kalian bangga wahai Ayah dan Ibu. AMINN,,,,

Kakak dan Adikku tersayang

Yang selalu memberikan kebahagiaan dalam kehidupanku

Doa, dukungan, dan kehadiran kalian menyempurnakan hidupku Semoga kita menjadi orang yang sukses, sehingga dapat membahagiakan

kedua orang tua dan tetap menjadi anak yang selalu berbakti padanya

Segenap keluarga besar yang selalu

memberikan do’a dan

dukungan kepadaku

Sahabat-sahabat yang selalu ada dalam setiap perjalanan

kehidupanku

Para dosen dan Civitas Akademika,

yang telah memberikan bekal ilmu, dukungan, doa, dan semangat untuk melangkah jauh lebih baik kedepan


(11)

“fabiayyi alaairobbikumaa tukadzzibaan”

Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan ?

(QS. Ar-Rahman : 13)

“In ahsantum ahsantum li-anfusikum...”

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri...

(QS. Al-Isra’ : 7)

“Man Jadda Wajada, Man Shabara Zhafira

“Siapa bersungguh-sungguh pasti berhasil, siapa yang bersabar pasti beruntung”

“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar”

(Umar bin Khaththab)

“Sukses adalah pencapaian dari impian, doa, dan kerja keras yang terbungkus dalam proses yang tidak instan”

(Fadri Ari Sandi)

“Mengerjakan skripsi adalah proses pendewasaan diri, karna dalam menyelesaikannya ada proses yang harus dilalui dengan kerja keras,

kesabaran, dan keikhlasan”


(12)

Alhamdulillahirabbil‘alamiin, tercurah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunianya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sang motivator dan inspirator bagi penulis untuk selalu ikhlas dan bertanggung jawab dalam melakukan segala hal. Semoga di yaumil akhir kelak kita mendapatkan syafa’atnya. Amin. Atas segala kehendak dan kekuasaan dari Allah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DIPLOMASI MUHAMMADIYAH DI TENGAH PUSARAN KONFLIK MINDANAO FILIPINA SELATAN” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (S.A.N) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki keterbatasan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Azza wa Zalla dan setiap kesalahan ada pada diri penulis yang merupakan proses pembelajaran penulis untuk menjadi lebih baik lagi dikemudian hari. Akhir kata saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, 27 Agustus 2014 Penulis,

Fadri Ari Sandi NPM.1016041042


(13)

SANWACANA

Assalamu

alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirobil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT pencipta alam semesta yang telah memberikan kebesarannya kepada penulis melalui kemudahan dan pertolongan yang tidak pernah terduga sebelumnya, serta karena berkat Rahmat dan Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diplomasi Muhammadiyah Di Tengah Pusaran Konflik Mindanao Filipina Selatan”. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak dapat menyelesaikan sendiri, namun banyak pihak yang memberikan bimbingan, motivasi, inspirasi, serta dukungan agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Atas segala bantuan yang diterima, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua ku tercinta Ibu Yulidar Tanjung & Ayah Nasrul Chaniago (Alm), kalian adalah sosok yang luar biasa, karena kalianlah aku bisa sampai saat ini. Terima kasih Mak & Ayah atas kasih sayang yang telah kau berikan selama ini. Semoga ini awal yang indah bagiku agar dapat membahagiakanmu Mamak, dan membuat Ayah bangga disana. Semoga kau selalu mendapatkan perlindungan dari-Nya wahai Ibu & semoga kau bahagia disana wahai Ayah.


(14)

sabarnya dalam membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Meiliyana, S.IP., M.A. selaku Dosen Pembahas yang begitu baik dan senantiasa memberikan semangat dan masukan yang begitu besar hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos., M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik, yang selalu memberikan bimbingan selama di bangku kuliah dan selalu memberikan dukungan atas segala kegiatan yang penulis ikuti, terima kasih bu atas segalanya yang diberikan selama ini.

5. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si. dan Bapak Simon Sumonjoyo Hutagalung, S.A.N., M.PA. selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara, dan Ibu Nur selaku staf Administrasi Jurusan.

6. Dosen-dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, dimana dengan ikhlasnya memberikan ilmu yang bermanfaat dan memberikan pengalaman yang luar biasa bagi penulis. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunianya kepada beliau sekalian.

7. Kepada Uni Mega & Da Oyong, Bang Diki & Mbk Nurul, kalian adalah kakak kandung dan iparku yang luar biasa, terimakasih untuk semua yang telah kalian berikan selama ini. Adik ku tersayang Wahyu Ari Sandi, Adriansyah, dan Nanda Chaniago yang menjadi semangat ku dalam menggapai impian. Railah mimpimu adik-adikku, semoga kalian menjadi orang sukses di masa depan. Buat keponakanku yang bandel Raihan Farras


(15)

semoga menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua orang tua. 8. Terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia (Kemendikbud RI) atas beasiswa Bidik Misi yang penulis peroleh, berkat beasiswa Bidik Misi ini, penulis sangat terbantu untuk dapat berkuliah di kampus tercinta Universitas Lampung (UNILA).

9. Kepada Bapak Zainal dan Bapak Wachid Ridwan selaku Personalia Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membantu penulis dalam melakukan penelitian, sekaligus menjadi informan peneliti.

10. Teman-teman Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) yang sudah memberikan fasilitas penginapan bagi peneliti selama melakukan penelitian di PP Muhammadiyah Jakarta. Buat bang denil Kabid KDI PP IPM, terimakasih bang udah diajak muter-muter di Jakarta walaupun hanya semalem, tapi sungguh berkesan.

11. Pandu Pamungkas, S.A.N. yang menemani penulis ke PP Muhammadiyah Jakarta, makasih lo ndu atas bantuannya, besok2 boleh ngerepotin lagi ya, buat tesisnya kedepan. Hehehe,,, (AMIN,, Semoga bisa lanjut S2). Jadi kangen kegiatan KONNAS IV lagi ndu, ntr kapan2 qt main ke UI lagi ya, and muter2 kota Jakarta. Hahahaha,,.

12. Teman-teman yang membantu dalam menterjemahkan data yang penulis peroleh dari PP Muhammadiyah, Astria Noviana, S.A.N., Helsi bala bala, S.A.N., Erisa Tri Anggraini, thanks kawan atas bantuannya, tanpa kalian aku pasti masih pusing mentranslitkannya. heHehE,,,


(16)

ayo le semangat ngerjain skripsinya biar bisa wisuda bareng. Heheheh,,,. Jodi Prayuda, ayo jod semangat ngerjain skripsinya, gak ada waktu lagi ni buat males-malesan, ingat keluarga dirumah udah nunggu gelar S.A.N. nya. Ade Irawan, wah cepet banget ngerjainnya, padahal seminar 1 nya aku duluan de, hmm,, harus dicontoh ni semangatnya Ade. Hehehhe,,, Anjas Asmara, ayo jas cepet kelarin tu draftnya, udah dicariin lo ama dosen pembimbingnya, semangat jas,,semangat. Hihiihii,,. buat Yogis Kharisma, wah keliatannya bimbingannya bakalan lama ni gis kalau per bab, tapi harus tetap semangat gis, aku yakin kamu pasti bisa, SEMANGAT,,, . Semoga setelah kita lulus dari almamater tercinta ini, kita dapat sukses sobat, ditunggu ni janji kita buat jalan-jalan ke luar negeri. AMIN,,,

14. Teman-teman ANE 010 Enggi (kalau ada info2 kabarin gi, jangan sampe telat lagi. heHe,,,), Nuzul, Karina, Nona, Sari Sukma, Dita, Sahara (Selamat atas gelar S.A.N. nya), buat geng batak Sari DMT, Jeni, Dora, Seli, Ani (Kompak kalian, meskipun si Seli dan Ani bukan dari batak) hehehe,,. Yulia Purba (jangan keasyikan jualan yul, cepet buat skripsinya. HehE,, tapi salut dengan kamu yul, udah bisa cari duit dan punya bisnis sendiri, sukses buat lady fame shopnya). Buat Indah Putri Sari (akhirnya selesai juga skripsi kita ndah. Alhamdulilah). Cory, Mery, Lusy, Aden, Julian, Hany, Tamy, Nurul, Maritha (semoga sukses kedepan). Teman-teman PUSSBIK Desmon, Tio, Datas, Abdu, Abil, Triyadi, Rahma, Cahya. Gengnya Bunga Janati, si Maya, Indah Kiting, Eeng (semoga sukses kedepan). Buat Bli Wayan, Izal Os,


(17)

15. Kakak tingkat ANE yang udah lulus, kak Hendi Renaldo, S.A.N. (ANE 09) yang selalu menjadi teman tukar pikiran yang luar biasa, Mbk Lele, S.A.N. (ANE 09) kangen ni mbk gila-gilaan bareng lagi. hehehe,, Mbk Listi Nainggolan, S.A.N. (ANE 09) Mbk Susi Simbolon, S.AN. Mbk Anisa, S.A.N. Mbk Nisa, S.A.N. (ANE 08), kalian sosok yang luar biasa dan bersahabat. Hehhehe,,,

16. Adik Tingkat ANE, Firdaus, Endri, Nindya, Anisa, Rida,(masih inget pas KONNAS, kalian luar biasa, terus ukir prestasi untuk mengharumkan jurusan kita yang tercinta ini), Panggo, Johansyah, semangat buat kuliahnya. 17. Sahabat dari kecil, Agus Gunawan, Iqbal Saputra, Rifky Rahmad, Wiwid Suryono, Irvan Mawardi , dan Wahyu Hidayatulloh walaupun kita berpisah jarak, tapi persahabatan ini gak akan terpisahkan, semoga kita sukses dibidangnya masing-masing kedepan, ditunggu kabar suksesnya sobat. AMIN,,

18. Anak kosan Lembah Hitam yang unik-unik sifatnya, Agus, Jodi, Mas Arya, Bogel, Mas Heri, Mas Ilham. Besok-besok bayar listrik per bulan aja ya, ntar malah dapet surat pencabutan listrik lagi looo,, ntar geger lagi malahan. Hahahaha,,,,

19. Sahabat yang telah tiada Febi Pandu Saputra (Alm). Terima kasih Feb atas kebaikan dan bantuan kamu selama ini, masih inget dulu pas mau daftar UNILA, begitu besar bantuan kamu, sekarang aku sudah selesai dari UNILA Feb. Semoga Allah SWT menerima amal ibadahmu dan semoga


(18)

20. Sahabat Nusantara dalam kegiatan yang penulis ikuti; Ikatan Mahasiswa Administrasi Negara Se-Sumatra (IMANSTRA) Riau, Arung Sejarah Bahari (AJARI) 8 Bangka Belitung, Pekan Nasional Cinta Sejarah (PENTAS) 2013 Pontianak, Konferensi Nasional (KONNAS) IV Mahasiswa Administrasi Negara Se-Indonesia Universitas Indonesia, Kemah Pemuda Relawan Indonesia (KPRI) DKI Jakarta, terimakasih atas pengalaman yang luar biasa ini sobat. Kalian semua adalah sosok yang luar biasa dari seluruh penjuru tanah air nusantara tercinta ini.

21. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

Akhir kata semoga kita semua mendapatkan limpahan rahmat serta hidayah dari Allah SWT dan mudah-mudahan semua yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. AMINN,,,

Harapan penulis semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi seluruh umat manusia yang mendambakan sebuah kedamaian dalam konflik yang tak ujung padam. AMINN..

Bandar Lampung, 27 Agustus 2014 Penulis,


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

HALAMAN JUDUL ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

PERNYATAAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

PERSEMBAHAN ... x

MOTO ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

SANWACANA ... xiii

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Internasional ... 10

B. Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional ... 16

C. Keterlibatan NGO dalam Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional ... 22

D. Proses Diplomasi NGO dalam Resolusi Konflik Internasional ... 29

E. Problematika Diplomasi NGO dalam Resolusi Konflik Internasional ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 37

B. Fokus Penelitian ... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

D. Teknik Pengolahan Data ... 45

E. Teknik Analisis Data ... 45


(20)

IV. GAMBARAN UMUM PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

A. Profil Muhammadiyah... 51

1. Sejarah Muhammadiyah ... 51

2. Ciri Perjuangan Muhammadiyah. ... 52

a) Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam ... 53

b) Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah Islam ... 54

c) Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid ... 54

3. Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2010-2015 ... 55

B. Perhatian Muhammadiyah Terhadap Situasi Internasional ... 58

1. Keberperanan Muhammadiyah dalam Dunia Islam ... 58

2. Kerangka Kebijakan Program Muhammadiyah Jangka Panjang ... 60

3. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional ... 62

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konflik Mindanao ... 65

1. Sejarah Konflik ... 65

2. Internasionalisasi Konflik ... 72

3. Kegagalan Penyelesaian Konflik ... 74

4. Keterlibatan International Contact Group (ICG) ... 79

5. Tercapainya Framework of Agreement 2012 ... 80

B. Langkah Diplomasi Muhammadiyah ... 83

1. Menciptakan Kepercayaan Bersama (Mutual Confidence) ... 83

2. Berupaya Untuk Mencari Kejelasan Masalah ... 91

3. Menciptakan Saling Pengertian (Mutual Understanding) ... 104

4. Mendorong Para Pihak untuk Menyusun dan Menyepakati Prioritas Urutan Masalah dan Memahami Tingkat Krusialitasnya ... 111

5. Berupaya Untuk Melaksanakan Penyelesaian Masalah ... 115

C. Problematika Diplomasi Muhammadiyah ... 120

1. Kompleksitas Kepentingan Setiap Aktor ... 120

a) Kepentingan Organisasi Konferensi Islam (OKI) ... 121

b) Kepentingan Malaysia ... 121

c) Kepentingan Jepang dan Negara-negara Eropa ... 122

d) Kepentingan Antar Aktor yang Berkonflik ... 123

2. Problem Otoritas ... 125

3. Belum Terbentuknya Perwakilan Muhammadiyah ... 126

4. Keterbatasan Kapasitas Finansial ... 127

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 133 DAFTAR PUSTAKA


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Sebab-sebab Utama dan Sebab-sebab Pemicu Konflik ... 15

Tabel 2.Daftar Informan ... 40

Tabel 3.Daftar Dokumen ... 43

Tabel 4.Daftar Karya Ilmiah ... 44

Tabel 5.Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2010-2015 ... 56

Tabel 6. Pembagian Tugas Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2010-2015 .. 57

Tabel 7.Susunan Pengurus dan Personalia Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2010-2015 ... 63

Tabel 8.Dinamika Plebisit di Mindanao ... 76

Tabel 9. Peserta Scoping Mission Muhammadiyah ke Filipina ... 92

Tabel 10.Kontribusi Sumber Daya Alam Mindanao Bagi Filipina ... 93

Tabel 11. Indeks Kesejahteraan di Mindanao Pasca Perjanjian Damai 1996 ... 94

Tabel 12.Pendapatan Per Kapita Penduduk Mindanao Pasca Perjanjian Damai 1996 ... 96

Tabel 13.Agenda Kunjungan Tim Diplomasi Muhammadiyah di Filipina ... 102

Tabel 14. Peserta Pertemuan Antara MILF dan ICG di Hotel Royal Chual Kuala Lumpur Malaysia ... 108


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Peneliti Sedang Melakukan Wawancara ... 41 Gambar 2. Peneliti Sedang Mencari dan Mengumpulkan Data ... 42 Gambar 3. Analisis Data Model Interaktif ... 47 Gambar 4. Peta Negara Filipina ... 66 Gambar 5. Derajat Angka Pengangguran Pasca Perjanjian Damai 1996... 96 Gambar 6. Kunjungan MILF dan MNLF ke Indonesia ... 106


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan konflik internasional yang semakin kompleks, menyebabkan perlu pendekatan yang tepat untuk menyelesaikan konflik internasional. Konflik-konflik di tingkat internasional dapat dipecahkan melalui jalur diplomasi dan jalur militer. Beberapa tahun belakangan ini, dunia diwarnai dengan berbagai konflik etnis yang melibatkan beragam kepentingan politik dan ekonomi. Pada beberapa konflik, skala kekerasan yang terjadi begitu besar, dan bahkan kekerasan tersebut dapat disebut sebagai sebuah genosida1. Sehingga banyak warga dunia yang menyayangkan dengan kekerasan maupun kedalaman dari konflik yang terjadi tersebut.

Harapan bahwa Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) akan menjadi kekuatan politik yang berpengaruh, yang siap mencegah meledaknya berbagai konflik etnis, tampaknya juga terlalu berlebihan. Pada persoalan konflik, anggota PBB dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat justru lebih sibuk memutuskan, apakah konflik yang terjadi sudah dapat disebut sebagai genosida atau belum. Praktis akibat pertimbangan tersebut, tidak ada tindakan nyata yang dilakukan, ketika orang-orang dibantai dan pesawat-pesawat tempur menjatuhkan bom ke kota-kota.

1

Genosida adalah Suatu tindakan yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian bangsa, etnis, ras, atau kelompok masyarakat.


(24)

PBB tampaknya tidak terlalu peduli dengan konflik ini, terutama karena kepentingan negara-negara maju yang ada dibalik PBB tidak langsung terkait dengan konflik tersebut.2 Masalah-masalah konflik internasional ini pula ternyata banyak yang tidak dapat diselesaikan oleh negara (pemerintah) tempat terjadinya konflik tersebut, karena pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam menyelesaikan konflik di negaranya, ternyata masih banyak yang menggunakan jalur kekerasan atau militer. Sehingga dengan pendekatan jalur kekerasan atau militer ini, menyebabkan konflik menjadi berlarut-larut, bahkan terkadang tidak dapat diselesaikan.

Konflik Mindanao Filipina Selatan merupakan konflik yang sudah sangat tua dan klasik, dimana konflik Mindanao bermula dari kedatangan kolonialisasi Spanyol yang ingin meluaskan wilayah jajahannya ke wilayah selatan kepulauan Luzon. Periode konflik antara Bangsa Moro dan Pemerintah Filipina dimulai ketika Amerika Serikat yang menang melawan Spanyol pada tahun 1898 akan mempersiapkan pembentukan negara baru Filipina. Dalam pembentukan negara baru ini, Amerika Serikat menggabungkan masyarakat di Utara (Kepulauan Luzon), masyarakat di Tengah (Kepulauan Visayas) dan masyarakat di Selatan ( Kepulauan Mindanao). Padahal secara etnis dan budaya wilayah tersebut sangat berbeda sekali. Sehingga kebijakan pembentukan negara tersebut amat ditentang oleh para elit di Mindanao. Namun Amerika Serikat tidak menghiraukan permasalahan tersebut, hingga akhirnya pada 4 Juli 1946 Filipina merdeka dengan penggabungan ketiga wilayah tersebut.

2

http://rumahfilsafat.com/memahami-seluk-beluk-konflik-antar-etnis-bersama-michael-e-brown/, Diakses tanggal 17 Oktober 2013, pukul 18:13 WIB.


(25)

Setelah Filipina merdeka, Pemerintah Filipina menerapkan kebijakan yang sangat diskriminasi terhadap Bangsa Moro di Mindanao. Kebijakan tersebut mulai dari permasalahan tanah, sumber daya alam, migrasi penduduk Visayas ke Mindanao, sampai dengan kebijakan martial law yang diterapkan Pemerintah Filipina. Semua akumulasi dari diskriminasi yang diterapkan tersebut telah membuat Bangsa Moro di Mindanao melakukan perlawanan, sehingga membuat konflik semakin memanas dan sulit untuk menemukan titik temu.

Kesepakatan yang telah dilakukan mulai dari Tripoli Agreement 1976, Jeddah Accord 1989, dan Final Peace Agreement 1996 ternyata tidak membuat konflik selesai, namun justru sebaliknya kesepakatan tersebut menunjukkan momentum yang dinamis dimana ekskalasi konflik semakin kompleks dan meluas. Kegagalan kesepakatan damai yang telah disepakati ternyata disebabkan tidak diikutsertakannya elemen aktor non negara dalam konflik Mindanao. Kesepakatan damai hanya melibatkan aktor negara dalam hal ini Pemerintah Filipina dan negara-negara yang memediatori kesepakatan damai dengan representasi dari Bangsa Moro dalam hal ini MNLF saja. Sehingga menyebabkan konflik Mindanao tak kunjung selesai.

Masalah konflik Mindanao yang tak kunjung selesai, menyebabkan Pemerintah negara lain dan NGO internasional ikut terlibat dalam rangka menyelesaikan konflik yang berkepanjangan tersebut. Salah satu penggabungan dari unsur Pemerintah dan NGO internasional tersebut membentuk suatu wadah yang dinamakan International Contact Group (ICG). Unsur Pemerintah dalam ICG diantaranya adalah Pemerintah Inggris, Jepang, Saudi Arabia, dan Turki. Sedangkan unsur NGO internasional yang tergabung diantaranya adalah Asia


(26)

Foundation Manila, Human Concialiation, Henry Dunant Center, dan Muhammadiyah.

Terpilihnya Muhammadiyah menjadi anggota ICG dalam penyelesaian konflik ini berawal dari keaktifan Muhammadiyah dalam forum internasional sehingga mampu menempatkan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin menjadi Wakil Sekjend World Islamic People’s Leadership (WIPL). Berawal dari itulah Muhammadiyah sering menjalin komunikasi dengan berbagai kalangan di dunia, terkhusus lagi untuk masyarakat muslim dunia. Perwakilan Muhammadiyah sering melakukan komunikasi dengan beberapa perwakilan MILF, salah satunya adalah Ma’kir Iqbal dimana beliau merupakan salah satu dari ketua MILF. Selain itu, perwakilan Muhammadiyah juga sering berkomunikasi dengan salah seorang senator muslim Filipina yang bernama Aminah Rasul. Dari komunikasi yang terjalin dengan baik itulah maka Muhammadiyah diminta oleh MILF untuk turut serta menjadi anggota ICG. Oleh karena itu, pada saat pertemuan di Kuala Lumpur bulan Desember tahun 2009, Muhammadiyah disetujui menjadi anggota ICG dalam penanganan kasus tersebut. Peran Muhammadiyah ketika telah menjadi anggota ICG mulai dilancarkan, yaitu dengan cara diplomasinya di tengah pusaran konflik Mindanao. Sebagai wujud komitmen pada Visi Muhammadiyah 2025 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-46 tentang keberperanan Muhammadiyah dalam kehidupan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal atau dinamika kemanusiaan global, maka keikutsertaan Muhammadiyah sebagai anggota ICG tersebut merupakan hal yang sangat positif. Muhammadiyah dalam rangka lebih memahami permasalahan yang dihadapi masyarakat Bangsa


(27)

Moro, maka pada tanggal 12-21 Juni 2011, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengirimkan satu scoping mission ke Filipina, yang terdiri atas Dr. Sudibyo Markus (Lembaga Hublu PP Muhammadiyah), Prof. Imam Robandi (Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah), Dr. Surwandono (Dosen Jurusan Hubungan Internasional UMY), Dra Tri Hastuti Nur Rohiman (Lembaga Diklat PP Aisyiyah) dan Ahmad Ma’ruf, SE., M.Si. (Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah). Dari kunjungan tersebut, tim scoping mission Muhammadiyah telah berhasil menyusun Humanitarian Road Map in Mindanao 2011- 20213.

Diplomasi Muhammadiyah tersebut, bekerja untuk menciptakan proses perdamaian terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam konflik melalui dialog politik yang konstruktif, atau untuk mengubah proses dialog menjadi sebuah resolusi konflik dan pembuatan perdamaian. Muhammadiyah juga mempertemukan kedua belah pihak dalam proses kesepahaman-kesepahaman, yang dimana telah banyak melewati proses perundingan yang panjang. Akhirnya, setelah melalui pertikaian berdarah selama 40 tahun, dan berbagai upaya perundingan perdamaian sejak tahun 1996, dimana dalam perundingan perdamaian putaran ke-32 antara panel perunding Pemerintah Filipina dan panel perunding MILF (Front Pembebasan Islam Moro) di Kuala Lumpur (pada tanggal 2-7 Oktober 2012), telah berhasil disepakati satu Framework Of Agreement atau Kerangka Persetujuan yang disebut dengan Framework Agreement of Bangsa Moro (FAB) 4.

3

http://edisicetak.joglosemar.co/berita/perdamaian-untuk-moro-dukungan-muhammadiyah-terha dap-persatuan-bangsamoro-128471.html, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 15.19 WIB.

4

http://www.voaislam.com/news/indonesiana/2012/10/09/21073/muhammadiyah-akan-kawal-ba ngsa-moro-menuju-pemerintahan-islam/, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 12:26 WIB.


(28)

Pemerintah Filipina dan MILF menandatangani sebuah perjanjian perdamaian yang berfungsi sebagai petunjuk untuk membangun tanah air muslim di wilayah selatan pada Senin 15 Oktober 2012. Kesepakatan itu merupakan langkah awal untuk membentuk sebuah daerah otonom baru di wilayah mayoritas muslim di selatan. Wilayah itu akan disebut Bangsa Moro, istilah asli dari penduduk muslim di Mindanao. Perjanjian itu diharapkan untuk menyertakan lima provinsi di bawah wilayah otonomi yang ada, ditambah Provinsi Lanao Del Norte dan Cotabato Utara. Bangsa Moro akan mendapatkan sejumlah hak seperti hak untuk mengenakan pajak, memotong subsidi Pemerintah Pusat, mendapat bagian yang lebih besar dalam pendapatan dari sumber daya alam dan peran yang aktif dalam keamanan dalam negeri. Disisi lain, Pemerintah Filipina akan terus memegang kekuasaan pertahanan dan keamanan, kebijakan luar negeri, moneter, kewarganegaraan dan naturalisasi. Perjanjian ini dipimpin oleh fasilitator Tengku Dato Abdul Ghaffar dari kantor Perdana Menteri Malaysia, perdamaian tersebut telah secara resmi disampaikan secara luas ke dunia internasional oleh Presiden Filipina Beniqno Aquino. Seperti yang dilansir dalam www.sinarharian.com :

“Kerajaan Filipina dan Barisan Pembebasan Islam Moro (MILF) telah menandatangani kerangka perjanjian damai secara rasmi di Istana Malacanang di sini hari ini bagi mengakhiri konflik lebih 40 tahun di wilayah selatan Filipina. Detik bersejarah bagi memulakan proses penubuhan wilayah otonomi Bangsamoro itu turut disaksikan oleh Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak dan Presiden Filipina, Benigno Aquino III, pada pukul 3 petang waktu tempatan. Majlis yang turut disaksikan oleh Ketua MILF, Murad Ebrahim itu ditandatangani oleh wakil kerajaan Filipina, Marvic Leonen dan Ketua Perundingan Damai MILF, Mohagher Iqbal. Malaysia menjadi pengantara perundingan damai antara kedua belah pihak itu sejak 2001 sehingga perjanjian awal untuk perdamaian dicapai di Kuala Lumpur dalam perundingan tanggal 2-7 Oktober 2012 5”.

5

http://www.sinarharian.com.my/global/kerajaan-filipina-dan-milf-meterai-perjanjian-damai-ber sejarah-1.94920, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 13:47 WIB.


(29)

Keberhasilan yang dicapai dalam proses perjanjian damai tersebut, dimana semua ini tidak terlepas dari kontribusi elemen aktor yang berperan aktif dalam mengupayakan terjadinya perjanjian damai. Salah satu elemen aktor yang terlibat didalamnya adalah diplomasi yang dilakukan Muhammadiyah sebagai anggota dari ICG dalam mewujudkan perdamaian antara Pemerintah Filipina dan MILF. Diplomasi Muhammadiyah ternyata memberikan kontribusi yang signifikan dalam tercapainya perdamaian di Mindanao Filipina Selatan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Diplomasi Muhammadiyah Di Tengah Pusaran Konflik Mindanao Filipina Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah :

1. Bagaimana kronologi konflik di Mindanao Filipina Selatan ?

2. Bagimana langkah diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan ?

3. Problematika apa saja yang dihadapi Muhammadiyah terkait diplomasinya di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diangkat, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan kronologi terjadinya konflik di Mindanao Filipina Selatan.


(30)

2. Mendeskripsikan dan menganalisis langkah diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan. 3. Mendeskripsikan dan menganalisis problematika diplomasi

Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan penambahan ilmu pengetahuan dalam khasanah Ilmu Administrasi Negara, terutama tentang kajian dalam ranah Organisasi dan Administrasi Internasional, khususnya tentang diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan. 2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi para stakeholder yang ingin menyelesaikan konflik dengan caradiplomasi.

3. Kemudian sebagai salah satu bahan acuan atau referensi penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ide para peneliti dalam melakukan penelitian dengan tema atau masalah serupa.

E. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari VI bab.


(31)

Bab I Pendahuluan. Berisikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Berisikan tentang teori-teori yang digunakan dalam mengkaji penelitan yang dilakukan. Teori-teori yang digunakan diantaranya tentang konflik internasional, diplomasi dan resolusi konflik internasional, keterlibatan NGO dalam diplomasi dan resolusi konflik internasional, proses diplomasi NGO dalam resolusi konflik internasional serta problematika diplomasi NGO dalam resolusi konflik internasional.

Bab III Metode Penelitian. Berisikan tentang tipe dan pendekatan penelitian, fokus penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data.

Bab IV Gambaran Umum Persyarikatan Muhammadiyah. Berisikan tentang profil Muhammadiyah mulai dari sejarah muhammadiyah, ciri perjuangan Muhammadiyah, dan anggota pimpinan pusat Muhammadiyah periode 2010-2015. Selanjutnya berisi tentang perhatian Muhammadiyah terhadap situasi internasional mulai dari keberperanan Muhammadiyah dalam dunia Islam, kerangka kebijakan Muhammadiyah jangka panjang, dan bidang hubungan dan kerjasama luar negeri.

Bab V Hasil dan Pembahasan. Pada bab ini, membahas hasil dan pembahasan yang telah disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian berupa bagaimana kronologi dari konflik Mindanao Filipina Selatan, bagaimana langkah diplomasi Muhammadiyah serta problematika diplomasi Muhammadiyah.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konflik Internasional

Dalam kehidupan bernegara, konflik mungkin tidak dapat dihindari. Interaksi yang beraneka ragam kepentingan baik secara ekonomi, politik, dan sosial budaya dalam bernegara pada gilirannya akan mendorong timbulnya berbagai konflik. Permasalahan konflik yang beragam mulai dari konflik ditingkat lokal sampai ditingkat internasional, umumnya memiliki permasalahan konflik yang sama. Menurut Pringgodigdo dalam Putra 1, Konflik pada awalnya berasal dari bahasa latin ”conflictus”, yang artinya pertentangan atau perkelahian. Kemudian, Webster dalam Pruitt dan Rubin2, lebih lanjut mendefinisikan konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan atau suatu kepercayaaan, bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Menurut Surbakti3, konflik sering memiliki makna benturan seperti perbedaan pendapat, persaingan atau pertentangan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta antara individu atau kelompok dengan pemerintah4.

1

A.A. Gde Febri Purnama Putra. 2009. Meretas Perdamaian dalam Konflik Pilkada Langsung. Yogyakarta: Gava Media. hal : 12.

2

Dean G Pruit dan Rubin Jeffery Z. 2004. Teori konflik Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal : 9.

3

Ramlan Surbakti. 1999. Memahami ilmu politik. Jakarta : Gramedia. hal : 149.

4

Pada dasarnya, konflik dalam kehidupan masyarakat dibedakan ke dalam dua bentuk, yakni: (a)

konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi di antara satu atau sekelompok masyarakat dengan satu atau sekelompok masyarakat lainnya, dan (b) konflik vertikal, yakni konflik yang terjadi antara elit dan masyarakat (Mulkhan, 2001: 41).


(33)

Kajian tentang konflik merupakan kajian yang sudah sangat lama dan sangat kaya. Simon Fisher (dkk)5 melakukan identifikasi sebab-sebab terjadinya konflik, dua diantaranya adalah; (1) teori kebutuhan massa, berasumsi bahwa konflik yang berakar sangat dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia, baik fisik, mental, atau sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Isu yang mengemuka adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi. (2) teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam oleh pihak lain. Unit analisis terjadinya konflik antara masyarakat atau etnis dengan negara dapat dipetakan dalam dua kategori besar yakni; (1) konflik domestik belaka yang tidak kemudian berimbas dengan proses pemisahan secara politik ataupun teritorial. (2) konflik antara negara dengan masyarakat atau etnis yang berimplikasi terhadap proses pemisahan diri dari negara. Kategori yang kedua ini kemudian menjadi diskursus konflik dalam wacana separatisme.

Variabel yang sangat sering digunakan untuk mengurangi ekskalasi konflik adalah dengan melakukan perjanjian yang melibatkan pihak ketiga, agar kelompok yang sebelumnya tidak mau diajak perundingan kemudian mempertimbangkan pihak ketiga sebagai instrumen yang bisa menyelesaikan masalah bersama. William Zartman mengusulkan variabel negosiasi preventif melibatkan pihak ketiga dengan mempertimbangkan stakes, attitude, tactic (masalah, cara menyikapi masalah, dan taktik yang dilakukan) guna mengurangi ekskalasi konflik. Peranan mediasi pihak ketiga inilah yang sering kali diyakini

5

Simon Fisher, dkk. 2004. Mengelola Konflik; Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. Jakarta : The British Council. dalam Surwandono, Sidiq Ahmadi. 2011. Resolusi Konflik Di Dunia Islam. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal : 7


(34)

akan mampu memoderatkan tuntutan separatis menjadi otonomi atau bentuk konsesi politik lainnya6.

Selain itu, awal mula terjadinya konflik, ada pula yang diakibatkan karena peninggalan masa lampau dari penjajah kolonial. Jones7 mengatakan bahwa banyak kaum minoritas yang frustasi menyalahkan imperialisme masa lalu sebagai penyebab permasalahan yang mereka hadapi (konflik). Pelanggaran perbatasan etnik dilakukan hanya untuk menandai berakhirnya gerakan pasukan kaum imperialis atau merupakan hasil kesepakatan negara besar. Garis batas jarang memperlihatkan garis alam pusat pemukiman suatu bangsa dengan bangsa yang lain, penarikan garis itu sering mengabaikan garis pemisah antar suku dan antar etnik. Bangsa-bangsa yang semula satu diceraikan, dan suku-suku serta kelompok-kelompok yang berlawanan dipersatukan.

Peter Wallensteen dalam Jemadu8 dengan bukunya berjudul Understanding Conflict Resolution: War, Peace and The Global System menyebutkan tiga tipe konflik internasional yaitu: (1) konflik antar negara (interstate conflict), (2) konflik internal (internal conflict), dan (3) konflik yang berkaitan dengan pembentukan negara (state formation conflict). Dalam kaitan konflik yang terjadi di Mindanao Filipina Selatan antara Pemerintah Filipina dengan Bangsa Moro di Mindanao, merupakan konflik internal yang terjadi di negara Filipina. Oleh sebab itu, kajian tentang konflik internal sangat relevan untuk dipaparkan dalam tinjauan pustaka ini. Dari begitu banyak kemungkinan teori konflik internasional yang

6

Surwandono dan Sidiq Ahmadi. 2011. Op.Cit. hal :7-8.

7

Jones, Walter S. 1993. LOGIKA HUBUNGAN INTERNASIONAL : Kekuasaan, Ekonomi-Politik

Internasional, dan Tatanan Dunia 2. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. hal : 188.

8

Peter Wallensteen. 2002. Understanding Conflict Resolution: War, Peace and the Global System. London: Sage. hal: 8. dalam Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik.


(35)

dapat dikemukakan disini, peneliti sengaja memilih teori-teori yang kiranya relevan untuk kasus konflik di Mindanao Filipina Selatan.

Azar mengemukakan teori protracted social conflict (PSC)9 atau konflik sosial yang berkepanjangan, dimana ia menjelaskan secara komprehensif sebab-sebab terjadinya konflik internal. Azar secara akurat melihat konteks internasional dari konflik yang terjadi sehingga baik variabel domestik maupun internasional ikut diperhitungkan dalam analisisnya. Azar juga memperhatikan bagaimana faktor domestik dan internasional berinteraksi dalam menciptakan konflik-konflik yang sulit diselesaikan bila hanya melibatkan aktor-aktor domestik.

Teori tentang pra-kondisi yang mengarah pada terjadinya konflik tersebut yakni; (1) konflik dikaitkan dengan pra-kondisi yang disebutnya communal content. Pra-kondisi yang memicu terjadinya konflik adalah hubungan yang tidak harmonis antara kelompok identitas seperti suku, agama, dan budaya tertentu dengan negara. Negara cenderung tidak mengakui eksistensi kelompok identitas tersebut dan bahkan berusaha mengeliminasinya demi kepentingan eksistensi dan keutuhan negara. Akibatnya, terjadi alienasi terhadap kelompok identitas tertentu dan mendorong para anggotanya untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan negara atau lembaga-lembaga yang merepresentasikannya. (2) konflik juga dikaitkan dengan kenyataan bahwa pemerintah telah gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sehingga terjadi proses pemiskinan secara sistematis. Proses deprivation secara ekonomi telah menciptakan kantong-kantong kemiskinan sementara kekuatan ekonomi dan politik dari pusat menikmati surplus

9

Lihat Edward Azar. 1990. The Management of Protracted Social Conflict: Theory and Cases.

Aldershot: Dartmouth. hal: 6. dikutip dalam Miall, Hugh. et. al. ibid. hal: 72. dalam Yulius P.

Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan


(36)

ekonomi sebagai hasil eksploitasi sumber daya alam di daerah-daerah yang dilanda konflik. (3) pra-kondisi terjadinya konflik selanjutnya disebabkan berkaitan dengan karakteristik pemerintahan yang otoriter dan mengabaikan aspirasi dari akar rumput. Penekanan pada stabilitas politik dan keamanan secara kaku telah mengabaikan hak sipil dan politik dari kelompok etnis tertentu sehingga mereka memendam rasa tidak puas dan frustasi yang mendalam. Dalam hal ini pula penggunaan kekuatan militer digunakan untuk menindas setiap bentuk protes atau perlawanan terhadap kekuasaan yang korup dan otoriter.

Buku yang secara spesifik membahas dimensi internasional dari konflik internal merupakan kumpulan makalah yang diedit oleh Michael E. Brown. Dalam bukunya berjudul The International Dimension of Internal Conflict menyebutkan beberapa alasan mengapa studi tentang konflik internal penting untuk dilakukan. Pertama, konflik internal telah merebak ke banyak negara dan menimbulkan aksi kekerasan di mana-mana. Kedua, konflik internal telah mnyengsarakan masyarakat yang menjadi korban yang tidak berdaya akibat konflik. Pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, pengusiran, merupakan metode yang banyak dipakai untuk mengalahkan pihak musuh. Jutaan manusia terbunuh atau terpaksa menjadi pengungsi merupakan pemandangan yang bisa ditemukan di wilayah-wilayah konflik. Ketiga, konflik internal penting karena sering melibatkan negara-negara tetangga sehingga bisa menimbulkan konflik perbatasan. Pengungsi yang menyeberang ke wilayah negara tetangga atau pemberontak yang mencari perlindungan kenegara yang berbatasan langsung menimbulkan masalah baru yang tidak mudah untuk diselesaikan karena tidak hanya bernuansa politik tetapi juga ekonomi, etnis, budaya, dan keagamaan.


(37)

Bahkan masalah pelanggaran perbatasan ini memicu konflik bersenjata antara negara yang bertetangga. Keempat, konflik internal juga penting karena sering mengundang perhatian dan campur tangan dari negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan organisasi internasional. Kelima, komunitas internasional terus berusaha menggalang kerjasama guna menyelesaikan konflik-konflik internal agar menjadi lebih efektif demi keamanan internasional10.

Selain itu, Brown mengemukakan teorinya yang menegaskan bahwa kompleksitas konflik internal tidak bisa dijelaskan hanya oleh satu faktor atau variabel. Untuk itu Brown membedakan the underlying causes of conflict dari the proximate causes of conflict. Secara lebih spesifik Brown memberikan penekanan pada pengaruh kebijakan atau perilaku elit pemimpin sebagai pemicu terjadinya ledakan konflik di suatu daerah. Brown tidak membantah bahwa faktor-faktor struktural, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan perceptual menjadikan suatu daerah rentan terhadap konflik tetapi kita tidak boleh mengabaikan peran dari elit pemimpin yang memicu terjadinya konflik. Di bawah ini peneliti akan mengutip secara lengkap tabel yang dikemukakan oleh Brown di mana ia membedakan dengan jelas penyebab-penyebab konflik yang pokok dan pemicu langsung dari konflik internal.

Tabel 1. Sebab-sebab Utama dan Sebab-sebab Pemicu Konflik Internal

Sebab-sebab Utama (Underlying Causes)

Sebab-sebab Pemicu (Proximate Causes) Faktor-faktor Struktural

Negara yang lemah

Kekhawatiran tentang keamanan internal Geografi etnis

Faktor-faktor Struktural Negara yang sedang runtuh/ gagal Perubahan perimbangan kekuatan militer Perubahan pola-pola demografis

10

Lihat Michael E. Brown. 1996. “Introduction”, dalam Michael E. Brown. (ed). The

International Dimensions of Internal Conflict. Massachusetts: MIT Press. hal: 3-9. dalam Yulius P. Hermawan. 2007. Op. Cit. hal : 78-79.


(38)

Faktor-faktor Politik

Lembaga politik yang diskriminatif Ideologi nasional yang eksklusif Politik antar-kelompok

Politik elit

Faktor-faktor politik Transisi politik

Ideologi eksklusif yang semakin berpengaruh Persaingan antar kelompok yang semakin tajam Pertarungan kepemimpinan yang semakin tajam Faktor Ekonomi/Sosial

Masalah ekonomi

Sistem ekonomi yang diskriminatif Pemabngunan ekonomi dan modernisasi

Faktor Ekonomi/Sosial

Masalah ekonomi yang semakin parah Ketimpangan ekonomi yang semakin lebar

Pembangunan ekonomi dan modernisasi yang cepat Faktor Sosial Budaya

Pola diskriminasi budaya

Sejarah kelompok yang bermasalah

Faktor Sosial Budaya

Pola diskriminasi budaya yang semakin kuat Penghinaan etnis dan propaganda

Sumber: Michael E. Brown. 1996. The Causes and Regional Dimensions of Internal Conflict. dalam Michael E. Brown (ed). The Causes and Regional Dimensions of Internal Conflict. Massachusetts: MIT Press. hal: 577. dalam Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal: 205.

Secara eksplisit Brown menyebutkan bahwa faktor perilaku pemimpin merupakan yang terpenting dibandingkan faktor pemicu lainnya11. Dari berbagai macam konflik yang terjadi, konflik dapat diselesaikan dengan cara diplomasi untuk meresolusi konflik tersebut. Cara diplomasi dengan meresolusi konflik adalah cara terbaik agar eskalasi konflik dapat ditekan dan konflik yang terjadi dapat berubah menjadi perdamaian, dimana dengan jalan diplomasi ini penyelesaian konflik diselesaikan di atas meja perundingan.

B. Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional

Secara etimologis, diplomasi berasal dari kata bahasa Yunani “diploun”. Kata diploma lebih dekat artinya dengan duplikasi yang berarti menggandakan atau melipat dua. Kata diploma juga erat kaitannya dengan duplicity atau duplikasi, yang berarti sengaja menipu atau bermuka dua, seperti budaya orang Bulgaria yang berkata sambil menggelengkan kepala. Selanjutnya, kata diploma juga menunjukan arti naskah atau dokumen yang dilubangi dan disimpan di

11


(39)

kantor pemerintah, dan kemudian kata diplomasi diartikan sebagai pekerjaan orang yang menyimpan dokumen12.

Menurut Nicholson13, pada masa Kekaisaran Romawi semua paspor yang melewati jalan milik negara dan surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel, dilipat dan dijahit jadi satu dalam cara yang khas. Surat jalan logam ini disebut “diplomas”. Selanjutnya kata ini berkembang dan mencakup pula dokumen-dokumen resmi yang bukan logam, khususnya yang memberikan hak istimewa tertentu atau menyangkut perjanjian dengan suku bangsa asing di luar bangsa Romawi. Karena perjanjian-perjanjian ini semakin bertumpuk, arsip kekaisaran menjadi beban dengan dokumen-dokumen kecil yang tak terhitung jumlahnya yang dilipat dan diberikan dalam cara khusus. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mempekerjakan seseorang yang terlatih untuk mengindeks, menguraikan dan memeliharanya. Isi surat resmi negara yang dikumpulkan, disimpan di arsip, yang berhubungan dengan hubungan internasional, dikenal pada zaman pertengahan sebagai diplomaticus atau diplomatique. Siapa pun yang berhubungan dengan surat-surat tersebut dikatakan sebagai milik res diplomatique atau bisnis diplomatik.

Selain itu, Harold Nicolson14 lebih menitikberatkan pengertian diplomasi pada aspek kebijakan luar negeri, bernegosiasi, dan jalan ke luar dalam menyelesaikan konflik dan perselisihan melalui negosiasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Umum Bahasa Indonesia, diplomasi berarti urusan

12

Mohammad Shoelhi. 2011. Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Bandung : Simbiosa

Rekatama Media. hal : 74.

13

S.I. Roy. 1991. DIPLOMASI. (Herwanto dan Mirsawati, Penerjemah). Jakarta : CV. Rajawali.

hal : 1.

14

I Gede Wisura dan Fredy Buhama L. Tobing. 1991. Diplomasi dan Perang. GLOBAL Jurnal


(40)

dalam penyelenggaraan perhubungan resmi antara satu negara dengan negara lain, atau urusan kepentingan sebuah negara dengan perantaraan wakil-wakilnya di negara lain. Diplomasi juga berarti pengetahuan dan kecakapan dalam membina hubungan antara satu negara dengan negara lain15.

Menurut Webster Dictionary dalam Shoelhi16, diplomasi berarti seni dan praktik dalam melakukan perundingan antar bangsa, atau keterampilan mengelola segala urusan luar negeri tanpa menimbulkan permusuhan. Menurut Oxford Dictionary dalam Shoelhi17 mengartikan diplomasi sebagai manajemen hubungan internasional melalui negosiasi; hubungan ini diselaraskan dan diatur duta besar dan para wakil negara; diplomasi merupakan bisnis atau seni para diplomat. Menurut The Chamber’s Twentieth Century Dictionary18, diplomasi adalah “the art of negotiation, especially of treaties between states; political skill” (seni berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara; keahlian politik). Di sini, yang pertama menekankan pada kegiatannya sedangkan yang kedua meletakkan penekanan pada seni berunding.

Menurut The Advanced Learner’s Dictionary of Current English dalam Shoelhi19, diplomasi diartikan sebagai keterampilan dalam membuat pengaturan-pengaturan atau kepintaran dalam berurusan dengan orang lain sehingga mereka tetap bersahabat dan bersedia membantu. Dalam hubungan antar negara, diplomasi bukan saja menunjuk pada pemeliharaan persahabatan dan kesediaan untuk membantu, melainkan juga kesediaan untuk setuju. Lebih lanjut, menurut

15

Mohammad Shoelhi. 2011. Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Bandung : Simbiosa

Rekatama Media. hal : 74.

16

Ibid.

17

Ibid.

18

S.I. Roy. 1991. DIPLOMASI. (Herwanto dan Mirsawati, Penerjemah). Jakarta : CV. Rajawali.

hal : 2.

19


(41)

kamus berbahasa Inggris ini, diplomasi berarti pengelolaan hubungan antar bangsa, atau (keterampilan dalam) pengelolaan urusan-urusan negara oleh wakil-wakilnya di luar negeri berdasarkan petunjuk yang diberikan departemen luar negeri. Secara terminologis, menurut Lord Strang dalam Shoelhi20, sejak abad XVIII diplomasi mempunyai arti pekerjaan yang terkait dengan hubungan luar negeri atau pelaksanaan politik luar negeri, dan diploma diartikan sebagai surat kepercayaan bagi wakil resmi sebuah pemerintah negara.

Lebih lanjut, Lord Strang menyatakan bahwa diplomasi merupakan pelaksanaan hubungan antar pemerintah berbagai negara melalui wakil-wakil tetap yang ditunjuk untuk itu yang berdomisili di negara tempat ia ditugaskan. Kluber dalam Shoelhi21 memberi definisi diplomasi dengan menitik beratkan aspek seni berkomunikasi. Menurut Kluber, diplomasi adalah seluruh pengetahuan serta dasar-dasar yang diperlukan untuk melaksanakan aneka urusan resmi antar negara. Dalam definisi ini, diplomasi mencakup kegairahan pencetusan ide mengenai pengelolaan masalah internasional, pengendalian hubungan luar negeri, pengelolaan pertukaran informasi, baik dalam situasi damai maupun dalam keadaan permusuhan (perang).

Menurut Schmelzing dalam Shoelhi22 dalam bukunya Systematischer Grundriss des Volkerrechts memberikan batasan tentang diplomasi sebagai ilmu mengenai hubungan-hubungan serta kepentingan-kepentingan resmi negara di luar negeri; diplomasi juga menunjuk pada kehendak bangsa dan negara untuk menjalin hubungan dalam berbagai hal dengan negara-negara dan melakukan perundingan-perundingan yang terkait dengan hal itu, baik yang disepakati secara

20

Ibid. hal : 75.

21

Mohammad Shoelhi. 2011. Op. Cit. hal : 74.

22


(42)

lisan maupun secara tertulis. KM Panikkar23 dalam bukunya The Principle and Practice of Diplomacy menyatakan diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional, adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain. Svarlien mendefinisikan diplomasi sebagai seni dan ilmu perwakilan negara dan perundingan. Ivo D. Duchacek24 berpendapat bahwa diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan negara lain.

Dari banyaknya pendefinisian terhadap diplomasi diatas, diplomasi mengisyaratkan adanya hubungan yang terjalin, dimana hubungan ini diwakilkan oleh wakil-wakil yang didelegasikan dalam perundingan-perundingan yang dilakukan. Banyak yang dapat dilakukan dengan berdiplomasi, salah satunya diplomasi dapat digunakan dalam meyelesaikan sebuah konflik. Dimana dengan diplomasi ini penyelesaian konflik dilakukan dengan cara meresolusi konflik tersebut, sehingga dengan diplomasi ini konflik diharapkan dapat berubah menjadi perdamaian dimana ini dicapai tanpa melakukan peperangan atau menggunakan kekuatan militer.

Pada hakikatnya, resolusi konflik dapat diartikan sebagai istilah komprehensif yang mengimplikasikan bahwa sumber konflik yang dalam berakar akan diperhatikan dan diselesaikan25. Sedangkan Askandar dalam Purnama Putra26 menyatatakan, resolusi konflik dijalankan untuk memberikan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak, meskipun akhirnya dalam mekanisme yang

23

S.I. Roy. 1991. DIPLOMASI. (Herwanto dan Mirsawati, Penerjemah). Jakarta : CV. Rajawali.

hal : 3.

24

Ibid.

25

Hugh Miall. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta : Rajawali Press. hal : 31.

26

A.A. Gde Febri Purnama Putra. 2009. Meretas Perdamaian dalam Konflik Pilkada Langsung.


(43)

dijalankan ada pihak yang mengalah atu dikalahkan. Pendapat Neo Marxist dan pemikiran radikal lainya dalam Miall27, melihat resolusi konflik sebagai upaya untuk mendamaikan benturan kepentingan yang sebenarnya tidak dapat direkonsiliasikan, gagal dalam menjelaskan pertikaian yang tidak seimbang dan tidak adil, karena dianggap tidak mempunyai analisis memadai dalam perspektif kultur budaya dan nilai lokal yang ada.

Menurut Peter Wallensteen28 definisi resolusi konflik mengandung tiga unsur penting. Pertama, adanya kesepakatan yang biasanya dituangkan dalam sebuah dokumen resmi yang ditandatangani dan menjadi pegangan selanjutnya bagi semua pihak. Kesepakatan juga bisa dilakukan secara rahasia atas permintaan pihak-pihak yang bertikai dengan pertimbangan tertentu yang sifatnya sangat subyektif. Kedua, setiap pihak menerima atau mengakui eksistensi dari pihak lain sebagai subyek. Sikap ini sangat penting karena tanpa itu mereka tidak bisa bekerjasama selanjutnya untuk menyelesaikan konflik secara tuntas. Ketiga, pihak-pihak yang bertikai juga sepakat untuk menghentikan segala segala aksi kekerasan sehingga proses pembangunan rasa saling percaya bisa berjalan sebagai landasan untuk transformasi sosial, ekonomi, dan politik yang didambakan.

Dalam kajian tentang diplomasi dan resolusi konflik di atas, saat ini bukan hanya menjadi dominasi sutau negara. Keterlibatan aktor di luar negara (NGO) menjadi sangat relevan di era globalisasi ini, dimana ketika sekat-sekat antar negara menjadi tidak memiliki batas antar satu dengan lainnya. Sehingga, NGO dalam kurun waktu terakir ini, menjadi aktor yang sering terlibat dalam kegiatan diplomasi dengan resolusi konflik dalam menyelesaikan konflik di suatu wilayah.

27

Hugh Miall. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta : Rajawali Press. hal : 33.

28


(44)

Oleh karena itu, keterlibatan NGO dalam kegiatan diplomasi dengan resolusi konflik menjadi amat penting di era yang global ini.

C. Keterlibatan NGO dalam Diplomasi dan Resolusi Konflik Internasional Diplomasi pada awalnya didominasi oleh negara. Negara melalui kementerian luar negerinya menerapkan praktik diplomasi yang berkaitan dengan masalah kenegaraan, seperti perjanjian internasional, konferensi internasional, dan kerjasama bilateral. Pada era globalisasi sekarang ini, globalisasi dan revolusi teknologi yang terjadi dewasa ini telah membawa konsekuensi langsung pada terbukanya akses informasi dengan mudah yang melewati batas-batas kenegaraan, dimana segala sesuatu yang terjadi dalam wilayah suatu negara bukan menjadi hal yang sulit untuk diketahui oleh masyarakat dunia lainnya. Bukan hanya masalah informasi saja yang mengalami perkembangan pesat di era yang global ini, dalam hal praktik diplomasi pun mengalami kemajuan yang serupa pula.

Anthony Giddens29, menyebutkan globalisasi saat ini sebagai transformasi ruang dan waktu (the transformation of space and time) yaitu perubahan kompleks yang terjadi di dalam skala besar di seluruh penjuru dunia. Globalisasi mendorong perubahan-perubahan tatanan sosial budaya dan politik secara radikal dibanyak negara, terutama sekali akibat dari perkembangan pesat teknologi transportasi maupun informasi. Revolusi teknologi yang menandai lahirnya abad ke 21 secara mendasar telah merubah tatanan dunia, dimana dalam bidang diplomasi, teknologi telah membuat peran diplomat menjadi kurang signifikan dibandingkan masa sebelumnya. Teknologi transportasi dan informasi

29

Novri Susan. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. hal : 234.


(45)

menyebabkan waktu dan tempat kehilangan relevansinya sehingga diplomasi tradional30 sudah harus ditinggalkan31. Sehingga akibat adanya itu, muncul aktor non negara yang terlibat dalam kegiatan diplomasi. Ini merupakan suatu kenyataan di luar salah satu prinsip-prinsip dasar tradisional politik internasional, bahwa negara-negara bangsa yang memiliki kedaulatanlah yang harus menjadi aktor dalam sistem hubungan internasional.

Akan tetapi, dalam perkembangan yang lebih lanjut tidak hanya aktor dari negara berdaulat saja yang memiliki status dalam menjalankan kegiatan diplomasi, namun peranan NGO (Non Government Organization) juga mengambil bagian penting dalam sistem internasional32. Kegiatan diplomasi itu yang dikenal dengan diplomasi publik atau second track diplomacy, yaitu diplomasi yang dilaksanakan oleh aktor di luar negara33. Diplomasi publik34 telah berkembang pesat terutama dua dekade terakir ini. Perkembangannya dipicu oleh kenyataan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam diplomasi jalur pertama (first track diplomacy) dianggap telah gagal mengatasi konflik antar negara. Kegagalan diplomasi jalur pertama telah mengembangkan pemikiran untuk meningkatkan diplomasi publik sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan konflik-konflik antar negara. Hal tersebut sesuai dengan perkataan pakar diplomasi Harold Nicholson35 :

30

Diplomasi tradisional adalah diplomasi yang dilakukan oleh negara dengan negara.

31

Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal : 189

32

P. Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal : 130.

33

Mohammad Shoelhi. 2011. Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Bandung : Simbiosa

Rekatama Media. hal : 157.

34

Diplomasi publik adalah diplomasi yang dilakukan oleh aktor diluar negara.

35

Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal : 189.


(46)

“Perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan peran dan fungsi seorang Duta Besar semakin berkurang dan diplomat-diplomat turun statusnya sebagai tenaga administrasi elite”.

Globalisasi telah memaksa aktor-aktor negara dalam sistem internasional untuk mengakui relevansi yang semakin luas dan pengaruh yang semakin kuat dari aktor-aktor transnasional (misalnya perusahaan-perusahaan multinasional, organisasi-organisasi tingkat kawasan, IGO dan NGOs) dalam melaksanakan diplomasi internasional. Aktor-aktor transnasional tersebut menjadi aktor-aktor penting dalam diplomasi jalur kedua dan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah36. Diplomasi jalur kedua ini yang kemudian dikenal dengan nama diplomasi publik. Istilah diplomasi publik pertama kali diperkenalkan oleh Edmund Gullion pada tahun 1965. Menurut Edmund Gullion37, diplomasi publik adalah diplomasi yang dilancarkan tokoh atau kelompok masyarakat untuk memengaruhi opini publik dalam rangka menimbulkan kesadaran (awareness) atau membentuk citra positif tentang diri atau lembaga yang menaunginya dengan menggunakan cara-cara yang menyenangkan dan dapat diterima. Di kalangan para diplomat, diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara dengan cara menyebarkan informasi untuk memengaruhi masyarakat di negara asing.

Perbedaan antara diplomasi tradisional dan diplomasi publik terletak pada komponen pelaku (komunikator) dan komponen tujuan (feedback) yang hendak dicapai. Ditinjau dari komponen komunikator, diplomasi tradisional dilakukan satu pemerintah negara terhadap pemerintah negara lain (government to

36

Ibid. hal : 21.

37


(47)

govenment) 38, sedangkan komunikator diplomasi publik adalah para aktor non negara yang terdiri dari kalangan bisnis, kalangan profesional, kaum akademisi (peneliti, pendidik), LSM atau organisasi non pemerintah (NGO), perusahaan multinasional (MNC), lembaga keagamaan, lembaga ekonomi dan keuangan, warga negara biasa, serta media massa39. Secara sederhana, diplomasi publik mempunyai tiga tujuan utama yaitu40 : (a) Untuk menghindarkan atau menyelesaikan konflik antara kelompok atau negara dengan cara mengembangkan komunikasi, saling pengertian, dan meningkatkan kualitas hubungan pribadi; (b) Untuk mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, kesalahpahaman dengan cara memanusiakan “wajah musuh” dan memberikan individu pengalaman -pengalaman khusus ketika saling berinteraksi; (c) Sebagai jembatan antara kegiatan diplomasi jalur pertama yang dilakukan oleh pemerintah dengan masyarakat. Caranya dengan menjelaskan pokok permasalahan dari sudut pandang masing-masing, berbagai perasaan dan kebutuhan, melalui komunikasi intensif tanpa prasangka. Diplomasi publik kemudian menjadi landasan untuk melakukan negosiasi yang lebih formal atau membingkai sebuah kebijakan.

Peneliti dapat menarik kesimpulan, bahwa diplomasi publik adalah diplomasi yang dilancarkan oleh tokoh atau kelompok masyarakat atau aktor non negara lainnya, dimana diplomasi yang dilakukan ini adalah untuk menghindarkan atau menyelesaikan konflik antara kelompok atau negara dengan cara mengembangkan komunikasi, saling pengertian, dan dengan menggunakan cara-cara yang menyenangkan dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Diplomasi

38

Ibid. hal : 158.

39

Ibid. hal :159.

40

Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu. hal : 216.


(48)

yang dilakukan Muhammadiyah termasuk ke dalam diplomasi publik, karena Muhammadiyah adalah aktor di luar negara yang melakukan diplomasi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Pemerintah Filipina.

Kepedulian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) telah meningkatkan kepedulian memakai diplomasi untuk mempertahankan HAM. Kepedulian masyarakat internasional (termasuk NGO) ini disebabkan karena banyak negara terlibat dalam pelanggaran berat HAM ketika mempertahankan kekuasaan, menumpas pemberontakan, dan mengatasi perang saudara. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat internasional yakin bahwa intervensi dibenarkan jika bertujuan menyelamatkan kemanusiaan dan membela HAM. Meskipun dalam beberapa hal intervensi internasional bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara, tetapi masyarakat internasional sepakat bahwa yang menjadi hirauan utama adalah HAM dan kemanusiaan secara universal sehingga tidak dibatasi oleh garis batas formal suatu negara.41 Keterbukaan dan arus informasi bebas juga menyulitkan para diplomat untuk mengklaim masalah HAM di negaranya sebagai isu domestik. Rein Mullerson, seorang pakar diplomasi HAM mengatakan 42:

“Diplomasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang aktif bertujuan membuat perubahan nyata yang positif terhadap kondisi hak asasi manusia dinegara lain. Hanya negara-negara yang merasa yakin dengan kondisi HAM di dalam negeri dan memiliki warga yang kuat dapat melakukan diplomasi HAM yang solid dan asertif sebagai bagian politik luar negeri mereka43”. Peneliti dapat menarik kesimpulan, bahwa tergabungnya Muhammadiyah dalam International Contact Group (ICG) untuk menyelesaikan konflik yang

41

Ibid. hal : 197

42

Ibid. hal : 198.

43


(49)

terjadi antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Pemerintah Filipina, salah satu yang melatar belakanginya adalah konflik yang terjadi ini telah melanggar HAM, dimana pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh pemerintah Filipina kepada Bangsa Moro (selaku minoritas kaum muslim di Filipina).

Dalam dekade terakhir, warga komunitas di Asia Tenggara hidup dibawah situasi yang sangat sulit dalam keadaan krisis ekonomi, ketidakstabilan politik, konflik internasional, dan perang antar warga sipil. Krisis multidimensi yang terjadi dikawasan ini telah menyebabkan terjadinya ketidakstabilan politik, ketegangan sosial, dan konflik kekerasan diberbagai sektor kehidupan masyarakat44. Seperti konflik yang terjadi di Mindanao Filipina Selatan antara pemerintah Filipina dan elemen aktor yang terlibat konflik (MILF, MNLF, dll). Namun, amat disayangkan sekali, Negara dan pemerintah yang diharapkan oleh warga negara mampu mengatasi konflik internal dinegaranya itu, ternyata tidak bekerja secara efektif. Bahkan sebaliknya, dalam banyak kasus, pemerintah justru serigkali terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam meningkatkan konflik. Pemerintah justru seringkali sebagai bagian dari masalah, daripada bagian dari solusi. Seperti dalam kasus Mindanao, belum juga mengubah peran negara dalam mengatasi konflik. Lemahnya Negara dalam mengatasi konflik internal itu selanjutnya menyebabkan konflik terus berlanjut.

Kegagalan negara untuk mengontrol dan mengatasi konflik telah menciptakan ruang tersendiri bagi NGO di tingkat internasional untuk mengisi ruang kosong yang tidak diisi oleh negara tersebut. Kegagalan negara ini pula mendorong NGO ditingkat internasional bergabung untuk bersama-sama

44

Lambang Trijono. Peran NGOs dalam Pencegahan Konflik dan Rekonstruksi Pasca-Konflik :


(50)

menyelesaikan konflik tersebut. Hadirnya NGO ditengah-tengah kekosongan negara dalam menyelasaikan konflik tersebut menyebabkan NGO memiliki peran yang sangat signifikan terhadap terjadinya resolusi konflik untuk menciptakan perdamaian yang telah lama dinantikan. Munculnya organisasi non negara dalam penyelesaian permasalahan konflik dan perdamaian belakangan ini merupakan bukti nyata bahwa negara tidak mampu dalam menyelesaikan permasalahan konflik yang dihadapi dinegaranya. Sehingga relevansi aktor non negara ini menjadi sangat signifikan dalam penyelesaian konflik internasional. Berkaitan dengan hal ini Guru Besar Fisipol UGM Prof. Dr. Jahja Muhaimin45 mengungkapkan:

“saat ini telah muncul aktor-aktor baru dalam bernegosiasi, untuk penyelesaian konflik-konflik internasional. Aktor-aktor baru tersebut, adalah para pengusaha, private, aktivis LSM, kelompok agama, PGI, Muhammadiyah, NU dan juga para funding finacial, termasuk TNI. Karena diplomasi antar pemerintah merupakan cara konvensional, kini banyak aktor-aktor yang melakukan diplomasi dan multi diplomasi”.

NGO dapat menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan negara dalam mengatasi konflik serta bisa berfungsi untuk melayani warga masyarakat yang terkena dampak konflik. Bahkan, bisa menjadi alternatif solusi untuk mengatasi berbagai konflik itu. Lebih jauh lagi, NGO dalam hal ini bisa menjadi agen utama untuk memperkuat masyarakat sipil, mendorong tumbuhnya budaya sipil, perdamaian, keadilan, dan demokratisasi46. Keterlibatan NGO dalam diplomasi untuk meresolusi konflik akan menjadi berhasil, apabila faktor penentu keberhasilan NGO dalam diplomasi untuk meresolusi konflik tercapai dengan

45

http://nasional.sindonews.com/read/2013/10/14/14/794355/tni-miliki-kemampuan-bernegosiasi-di-konflik-internasional, Diakses tanggal 17 oktober 2013, pukul 21:34 WIB.

46

Lambang Trijono. Peran NGOs dalam Pencegahan Konflik dan Rekonstruksi Pasca-Konflik : Kasus Asia Tenggara. Jurnal CIVIC, Volume 1, No. 3 Desember 2003. hal : 2.


(51)

baik. oleh sebab itu, NGO dalam keberhasilannya dalam mencapai diplomasi untuk resolusi konflik memiliki faktor-faktor penentu keberhasilan pencapaian tersebut.

D. Proses Diplomasi NGO dalam Resolusi Konflik Internasional

Diplomasi yang sering digambarkan sebagai “the politics of international relations” telah berkembang terus-menerus seiring dengan sejarah sebagai suatu metode yang berhubungan dengan dunia yang keras. Di dalam dunia yang terdiri dari sistem kenegaraan yang kompetitif, negara-negara bersaing satu sama lain untuk bertahan hidup, memajukan kepentingan nasional mereka dan menguasai negara lain. Persaingan terus berlangsung antara negara-negara dalam mengejar tujuannya. Bahkan tidak jarang satu negara mengejar tujuan yang lebih dari satu. Salah satu fungsi dilpomasi adalah untuk mendamaikan beragamnya kepentingan ini atau paling tidak membuatnya berkesesuaian47.

Fokus diplomasi selalu mengarah pada kalkulasi kegagalan atau keberhasilan. Diplomasi dianggap berhasil bilamana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mau duduk secara bersama untuk berunding menyelesaikan konflik, sehingga mereka menyusun sebuah kesepakatan atau kesepahaman-kesepahaman. Apabila kesepakatan memuaskan pihak-pihak yang terkait, bisa dikatakan sebagai sangat berhasil. Tetapi pemecahan kesepakatan tidak selalu bisa memuaskan pihak-pihak yang terlibat. Meskipun begitu ia bisa dianggap berhasil apabila pihak-pihak yang berkonflik setuju tunduk kepada hasil kesepakatan.48 Agar diplomasi mencapai keberhasilan, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

47

S.I. Roy. 1991. DIPLOMASI. (Herwanto dan Mirsawati, Penerjemah). Jakarta : CV. Rajawali. hal : 16-17.

48


(1)

134

Filipina yang tidak mengizinkan adanya Pemerintahan Otonom yang terlepas dari Pemerintah Pusat. Bantuan yang Muhammadiyah lakukan yaitu dengan cara Muhammadiyah menerjunkan pakar-pakarnya di bidang hukum, untuk dapat membantu dalam penyusunan hukum dasar yang akan dijadikan sebagai rujukan perundang-undangan di wilayah Mindanao. Tanpa adanya amandemen konstitusi ini, maka perjanjian damai tersebut akan gagal kembali diterapkan dilapangan.

4. Pembentukan perwakilan Muhammadiyah di Mindanao sebaiknya harus cepat dilaksanakan yaitu dengan memanfaatkan terlebih dahulu rumah warga Mindanao untuk pembentukan sekretariat sementara di sana. Pembentukan ini dimaksudkan agar kedepan Muhammadiyah dapat dengan cepat merespon segala sesuatu yang terjadi di lapangan berkaitan dengan proses pemberlakuan kesepakatan perdamaian tersebut. Selain itu, dengan adanya pihak langsung dari Muhammadiyah yang ada di sana, apabila ada informasi yang belum dapat dipercaya, Muhammadiyah akan mendapatkan informasi yang lebih akurat dari anggota perwakilan Muhammadiyah di Mindanao tersebut.

5. Permasalahan finansial terkait kegiatan diplomasi Muhammadiyah, dapat diatasi dengan cara meminta bantuan kepada amal usaha Muhammadiyah seperti; Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), Rumah Sakit Muhammadiyah, Sekolah-sekolah, dan lain sebagainya. Serta dengan banyaknya warga Muhammadiyah di Indonesia, Muhammadiyah dapat meminta bantuan kepada warga Muhammadiyah seluruh Indonesia dengan


(2)

135

cara membuka rekening khusus terkait kegiatan penyelesaian masalah konflik Mindanao, dimana informasi ini disampaikan kepada setiap pimpinan daerah Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

6. Keberhasilan Muhammadiyah dalam meresolusi konflik Mindanao Filipina Selatan, dapat dijadikan sebagai referensi bagi Muhammadiyah atau Non Government Organization (NGO) yang berbasis islam lainnya (Seperti : Nahdatul Ulama, Hizbuz Tahrir, dll) untuk dapat meresolusi konflik-konflik di negara-negara yang masih belum damai. Seperti Palestina, dan lain sebagainya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hermawan, P. Yulius. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Jamil, Mukhsin. 2007. Mengelola Konflik Membangun Damai. Semarang : Wali Songo Media Center.

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jones, Walter S. 1993. LOGIKA HUBUNGAN INTERNASIONAL : Kekuasaan, Ekonomi-Politik Internasional, dan Tatanan Dunia 2. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Miall, Hugh. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta : Rajawali Press. Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Pruit, Dean G dan Rubin, Jeffery Z. 2004. Teori konflik Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Purnama Putra, A.A. Gde Febri. 2009. Meretas Perdamaian dalam Konflik Pilkada Langsung. Yogyakarta : Gava Media.

Roy, S.I. 1991. DIPLOMASI. (Herwanto dan Mirsawati, Penerjemah). Jakarta : CV. Rajawali.

Shoelhi, Mohammad. 2011. Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.


(4)

Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami ilmu politik. Jakarta : Gramedia.

Surwandono. 2013. Manajemen Konflik Separatisme : Dinamika Negoisasi dalam Penyelesaian Konflik Mindanao. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Surwandono dan Sidiq Ahmadi. 2011. Resolusi Konflik Di Dunia Islam. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Dokumen :

Bahan Presentasi Surwandono ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan judul

“Dinamika Konflik, Perjanjian Damai, dan Kesejahteraan”. Laporan Kegiatan Multi Stakeholders Dialogue on Bangsa Moro.

Laporan Scoping Mission Pimpinan Pusat Muhammadiyah/ Pimpinan Pusat Aisyiyah ke Filipina, 12-21 Juni 2011.

Muhammadiyah Humanitarian Road Map in Mindanao 2011-2021. Note To The File Pertemuan MILF – ICG Kuala Lumpur 28 Juni 2011

Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah (Muktamar Muhammadiyah ke-46).

Term of Reference Multi Stakeholders Dialogue on Bangsa Moro. Towards Permanent Unity and Peace for the Bangsa Moro. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 5-6 April 2013.


(5)

Sumber Pustaka lain :

Arief, Ryan dan Rudi Azzam. 2013. Perjanjian Damai: Akhir Cerita Perjuangan Bangsa Moro?. Laporan Lembaga Kajian SYAMINA, Edisi V / September 2013.

Istiqomah, Heny. 2014. Peran International Contact Group dalam Mediasi Konflik antara Pemerintah Filipina dan Moro Islamic Liberation Front Tahun 2009-2012. Universitas Udayana (Jurnal)

Trijono, Lambang. Peran NGOs dalam Pencegahan Konflik dan Rekonstruksi Pasca-Konflik : Kasus Asia Tenggara. Jurnal CIVIC, Volume 1, No. 3 Desember 2003.

Wisura, I Gede dan Fredy Buhama L. Tobing. 1991. Diplomasi dan Perang. GLOBAL Jurnal Politik Internasional 2. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Yusuf, Muhammad dan Tolhah Ubaidi. 2013. Peran Indonesia dalam Proses

Perdamaian di Filipina Selatan. Buletin Diplomasi Multilateral, Volume II No. 2 Tahun 2013.

Sumber Website :

http://surwandono.staff.umy.ac.id/2011/04/29/review-pustaka-konflik-di-mindanao/, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 13:08 WIB.

http://www.voaislam.com/news/indonesiana/2012/10/09/21073/muhammadiyah-akan-kawal-bangsa-moro-menuju-pemerintahan-islam/, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 12:26 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 14:11 WIB.

http://www.sinarharian.com.my/global/kerajaan-filipina-dan-milf-meterai-perjanjian -damai-bersejarah-1.94920, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 13:47 WIB.

http://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2014/03/27/18994/milf-dan-presiden-filipina-tandatangani-perjanjian-perdamaian.html, Diakses tanggal 7 Juni 2014, pukul 08:17 WIB


(6)

http://edisicetak.joglosemar.co/berita/perdamaian-untuk-moro-dukungan

muhammadiyah-terhadap-persatuan-bangsamoro-128471.html, Diakses tanggal 17 September 2013, pukul 15.19 WIB.

http://rumahfilsafat.com/memahami-seluk-beluk-konflik-antar-etnis-bersama-michael-e-brown/, Diakses tanggal 17 Oktober 2013, pukul 18:13 WIB.

http://nasional.sindonews.com/read/2013/10/14/14/794355/tni-miliki-kemampuan-bernegosiasi-di-konflik-internasional, Diakses tanggal 17 oktober 2013, pukul 21:34 WIB.

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/123238, Diakses tanggal 17 Oktober 2013, pukul 19:10 WIB.

http://glosarium.org/arti/?k=genosida, Diakses tanggal 28 Januari 2014, pukul 15.02 WIB.

http://kbbi.web.id/plebisit, Diakses tanggal 28 Januari 2014, pukul 15.23 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Mindanao#mediaviewer/Berkas: Pulau di_Filipina.png, Diakses tanggal 7 Juni 2014, pukul 08:15 WIB.

http://lhki.muhammadiyah.or.id/content-11-sdet-personalia.html, Diakses tanggal 21 Maret 2014, pukul 15:15 WIB.

http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-50-det-sejarah-muhammadiyah.html, Diakses tang- gal 21 Maret 2014, pukul 16:28 WIB.

http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-176-det-ciri-perjuangan.html, Diakses tanggal 21 Maret 2014 pukul 16:40 WIB.