STRATEGI FILIPINA DALAM MENGHADAPI KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

(1)

STRATEGI FILIPINA DALAM MENGHADAPI KONFLIK

LAUT CHINA SELATAN

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Deden Nur Ma’rif

20110510200

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i SKRIPSI

STRATEGI FILIPINA DALAM MENGHADAPI KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata-1 (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Deden Nur Ma’rif

20110510200

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini berjudul:

STRATEGI FILIPINA DALAM MENGHADAPI KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Deden Nur Ma’rif 20110510200

Skripsi ini telah dipertahankan dalam Ujian Pendadaran, dinyatakan LULUS dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada

Hari/Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016

Jam : 08.00 WIB

Tempat : Ruang HI.B

Tim Penguji

Dr. Nur Azizah, M.Si. Ketua Penguji

Siti Muslikhati, S.IP., M.Si. Penguji I

Takdir Ali Mukti, S.Sos., M.Si. Penguji I


(4)

iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 26 Desember 2016


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita semua bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Filipina dalam Menghadapi Konflik Laut China Selatan” dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dengan keikhlasan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Muhammad, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

3. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Hubungan Internasional dan Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritik selama proses penyelesaian skripsi.

4. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si. selaku penguji I yang telah memberikan saran dan kritik selama proses revisi.


(6)

v 5. Bapak Takdir Ali Mukti, S.Sos., M.Si. selaku Penguji II yang telah memberikan

masukan dan pengetahuan yang bermanfaat.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 26 Desember 2016


(7)

vi

MOTTO

Dunia akan terasa tidak adil bagimu jika kau hanya berdiam diri saja

Aku mungkin bukan yang terbaik, tapi aku selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik.

Aja keminter mundhak keblinger, aja cidra mundhak cilaka (Jangan sok pintar nanti tersesat, jangan berbuat curang nanti


(8)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

 Allah SWT yang atas karunia dan hidayahnya hingga memberikan saya kekuatan jiwa dan raga yang saya nikmati hingga saat ini.

 Untuk kedua Orang Tua saya yang sangat saya hormati dan sayangi. Ayahanda

Yatirun dan Ibunda Rahayu Wilujeng. Saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga, memang ungkapan terima kasih saja tidak cukup untuk menggambarkan kasih sayang, tenaga, dan pikiran yang selalu tercurahkan untuk saya. Meskipun seringkali tidak jarang saya mengecewakan bapak dan ibu, namun Bapak dan Ibu tetap selalu mensupport saya hingga saat ini. Sekali lagi, terima kasih tak terhingga untuk segala pengorbanan dan biaya hingga saya bisa kuliah di sini.

 Untuk Keluarga besar di Madiun dan Sidoarjo yang selalu menerima saya dengan hangat untuk singgah di tempat-tempat mereka dan support-supportnya kepada saya hingga saat ini.

 Untuk sahabat-sahabatku yang dulu satu atap, Guruh P.W. dan M. Adiguno, yang selalu menjalani manis pahit bersama. Tertawa bersama, dan selalu menghibur dan membantu saya ketika saya sedang mengalami kesulitan. Dan juga untuk Mami Heni dan Papi Pepi, yang dulu sering memasakkan kami makanan, sehingga kami masih bisa merasakan secuil kehangatan keluarga meskipun di tanah perantauan.

 Untuk sahabat-sahabat seperjuanganku dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih saya ucapkan untuk kebersamaannya dalam menjalani suka duka dunia skripsi ini. Terutama kalian para penghuni Kontrakan AKS yang selalu memberikan semangat dan motivasi-motivasi nyeleneh, seperti Simbah, Ipin, Gol. D. Rabar, Gendot, Edot, Risang, dan Haris.


(9)

viii  Untuk Si kembar Hardi dan Hasbi yang selalu saya repotkan dengan pertanyaan urusan kuliah dari awal kuliah hingga saat ini, terima kasih banyak saya ucapkan hingga saya bisa berkuliah dengan tenang. Dan juga terima kasih untuk teman diskusi, si Wahdana, Tristan, Hafiz, Arum, Indra, dll

 Untuk teman-teman KKN Desa Srunggan, si Agung, Dhyandra, dan Mahfudin. Dan tak lupa ketinggalan Pak Dukuh, Bu Dukuh, Mbak Esti, dan Mas Baru yang selalu menerima kami dengan hangat ketika kami singgah dan sowan berkali-kali ke Srunggan.

 Dan untuk teman-teman seperjuangan kuliah di jurusan Hubungan Internasional yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu.


(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Kerangka Berpikir ... 5

D. Hipotesa ... 25

E. Metode Pengumpulan Data ... 25

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 26

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II SEJARAH KONFLIK LAUT CHINA SELATAN ... 28

A. Dasar Tuntutan ... 30

B. Perkembangan Sengketa ... 37

BAB III KEPENTINGAN FILIPINA DI LAUT CHINA SELATAN ... 57

A. Bidang Ekonomi ... 61

B. Bidang keamanan ... 70

BAB IV STRATEGI FILIPINA ... 80

A. Cara Diplomasi ... 80

B. Penguatan Militer Internal ... 89

C. Bantuan Militer dari Negara Lain ... 101

D. Kerjasama Militer dengan Negara Lain ... 111

BAB V KESIMPULAN ... 119


(11)

(12)

ABSTRAK

Abstract

This article meant to shows the Philippines strategy to withstand the Chinese presssure in the South China Sea dispute. China's aggressive steps in claiming almost the entire territory in the South China Sea, known as the Nine-Dash Line, makes the Philippines

worried, because such claims collide directly with Philippine’s territory. In order to

survive this dispute, the Philippines should plan a number of strategies, such as improving the situation of military defense, seek assistance from other countries, and take advantage of the international law with diplomacy.


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Laut China Selatan menjadi fokus isu keamanan sepanjang dekade 90-an dalam hubung90-an Internasional di ASEAN paska per90-ang dingin. Kawas90-an ini merupakan wilayah cekungan laut yang membatasi negara-negara besar dan kecil seperti China, Vietnam, Philipina, Malaysia, Burma, dan Taiwan. Dalam wilayah laut China selatan ini terdapat kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel. Pada berbagai kajian tentang kepulauan Spratly lebih mengemuka karena melibatkan beberapa negara ASEAN sekaligus, sementara kepulauan Paracel hanya melibatkan Vietnam dan China.1

Konflik Laut China Selatan tidak bisa dilepaskan dari persoalan-persoalan akan sumber daya yang melimpah di Laut China Selatan, mulai dari minyak, ikan, dan jalur transportasi yang strategis. Kandungan minyak dan gas alam di kawasan ini membuat China bersikeras untuk mengklaim kawasan Laut China Selatan ini. Menurut perkiraan China, kawasan laut China selatan memiliki kandungan minyak tidak kurang dari 105 hingga 213 milyar barel. Sementara perkiraan U.S. Geological Survey kandungan minyaknya tidak lebih dari 28 milyar barel.2

1 Cipto, Bambang. Hubungan Internasional di Asia Tenggara.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 2 Ibid


(14)

2 Di samping itu, kawasan Laut China Selatan juga dikenal kaya dengan ikan yang merupakan sumber gizi penduduk di sekitarnya. Ditinjau dari hasil lautnya yang melimpah kawasan laut China Selatan diperkirakan mampu menyediakan kebutuhan protein bagi satu milyar penduduk Asia, atau paling tidak 500 juta penduduk kawasan pantai laut China Selatan. Selain itu, Kawasan Laut China Selatan juga merupakan jalur strategis karena lebih dari empat puluh ribu kapal melewati jalur ini tiap tahunnya. Kawasan ini merupakan jalur utama kapal-kapal dari Timur Tengah yang mensuplai kebutuhan minyak bumi Jepang. Sebaliknya Jepang juga membutuhkan keamanan laut China Selatan karena merupan jalur utama bagi kapal-kapal Jepang untuk ekspor barang-barang produksinya menuju Asia dan Eropa. Ekonomi Jepang yang bergantung pada komoditas ekspor berupa baran-barang elektronik jelas membutuhkan stabilitas dan keamanan laut China Selatan.3

Konflik Laut China Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika Inggris mengklaim kepulauan Spratly, diikuti oleh China pada awal abad ke-20 dan Perancis sekitar tahun 1930-an. Di saat berkecamuknya Perang Dunia kedua Jepang mengusir Perancis dan menggunakan kepulauan Spratly sebagai basis kapal selam. Dengan berakhirnya perang dunia kedua, Perancis kembali mengklaim kawasan tersebut sebagai bagian dari kepentingan keamanan nasionalnya. Sejak tahun 1970 klaim terhadap kawasan tersebut meningkat pesat sejalan dengan perkembangan di bidang penemuan dan hukum Internasional. Perkembangan pertamam menyangkut ditemukannya ladang


(15)

3 minyak yang diperkirakan cukup banyak di kawasan tersebut berdasarkan survey geologi yang dilakukan para peneliti dari perusahaan Amerika dan Inggris. Penemuan ini jelas membuat nilai pulau-pulau serta batu karang di kawasan tersebut meroket. Perkembangan kedua, berkaitan dengan ditetapkannya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil laut bagi setiap negara berdasarkan ketentuan dari UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea).4

Terbukanya peluang untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kawasan Laut China Selatan dengan sendirinya mendorong negara-negara yang garis pantainya berbatasan langsung dengan kawasan tersebut segera melakukan klaim terhadap sebagian pulau, kepulauan, atau karang yang masuk dalam kawasan negaranya sebagaimana ditentukan oleh hukum laut internasional di atas. China, Vietnam, Philipina, Malaysia berlomba-lomba mengklaim, mengirim pasukan untuk mengamankan pulau yang mereka klaim, bahkan memberi konsesi pada perusahaan-perusahaan minyak asing, khususnya Amerika dan Inggris, untuk melakukan eksplorasi minyak di kawasan yang mereka klaim masing-masing. Persaingan dalam proses pernyataan hak ini berkembang menjadi konflik militer5.

Filipina yang wilayahnya terkena imbas langsung dari klaim sepihak China tersebut menjadi resah, karena klaim tersebut yang dinamakan nine-dash Line mengakibatkan beberapa wilayah territorial Filipina menjadi hilang,

4 Ibid 5 Ibid


(16)

4 termasuk di dalamnya atol dan pulau-pulau kecil yang ada di kepulauan spratly dan wilayah karang Scarborough. Tidak hanya itu, Filipina juga menuduh China menyerang kapal-kapal nelayan Filipina, banyak kapal-kapal nelayan Filipina yang melaut di kepulauan Spartly dan Scarborough Shoal dihadang oleh kapal-kapal Coast Guard China. Kapal-kapal nelayan Filipina tersebut dihadang dengan berbagai macam cara, seperti ditabrak, ditembak dengan water canon, hingga pelucutan hasil dan alat-alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan Filipina. Hal ini menyebabkan nelayan-nelayan Filipina tidak berani melaut ke wilayah tersebut.6

Beberapa konflik dan gesekan-gesekan militer pun terjadi antara China dengan Filipina. Konflik aktual ini mulai dipicu 8 April saat pihak berwenang Filipina memergoki 8 kapal penangkap ikan China di Karang Scarborough. Ketika angkatan laut Filipina akan menangkap para nelayan tersebut, tindakan ini dihalangi aksi kapal China lainnya. Kedua negara mengklaim kepemilikan pulau kecil di Laut China Selatan itu, yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan lebih dari 1200 kilometer dari China.7 Klaim ini membuat Filipina

berang, berbagai cara dilakukan Filipina untuk menghentikan upaya China untuk menguasai Laut China Selatan, terutama Pulau-pulau kecil yang masih dalam territorial Filipina.

Dari jalur militer sendiri, Filipina merupakan negara di kawasan Laut China Selatan yang kekuatan militernya paling lemah. Dalam daftar Global

6

http://www.antaranews.com/berita/478426/filipina-desak-china-tunjukkan-rasa-hormat-di-laut-china-selatan diakses pada tanggal 17 Juli 2015


(17)

5

Fire Power, Filipina berada dalam urutan ke 40, masih tertinggal dari negara tetangganya seperti Malaysia dan Vietnam. Dengan kekuatan militer yang bisa dikatakan lemah. Filipina pun akan sangat dirugikan jika konflik militer meletus di Laut China Selatan. Oleh karena itu, penguatan militer adalah salah satu cara yang mungkin bisa meningkatkan kemampuan bertahan Filipina di kawasan Laut China Selatan.

B.

Rumusan Masalah

Bagaimana Strategi Filipina dalam menghadapi China dalam Konflik Laut China Selatan?

C.

Kerangka Berpikir

1) Konsep Diplomasi

Kata “diplomasi” diyakini berasal dari kata Yunani “diploun” yang berarti “melipat”. Menurut Nicholson, pada masa kekaisaran Romawi semua

paspor, yang melewati jalan milik negara dan surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel, dilipat dan dijahit jadi satu dalam cara yang khas. Surat

jalan inilah yang disebut “diplomas”. Kemudian kata ini berkembang dan

mencakup pula dokumen-dokumen resmi yang bukan logam, khususnya yang memberikan hak istimewa tertentu atau menyangkut perjanjian dengan suku bangsa asing di luar bangsa Romawi. Karena perjanjian-perjanjian ini semakin menumpuk, arsip kekaisaran menjadi beban bagi dengan dokumen-dokumen kecil yang tak terhitung jumlahnya yang dilipat dan diberikan dalam cara khusus. Isi surat resmi negara yang dikumpulkan, disimpan di arsip, yang


(18)

6 berhubungan dengan hubungan internasional, dikenal pada Zaman Pertengahan sebagai diplomaticus atau diplomatique.

Definisi

Menurut The Oxford English Dictionary memberi konotasi sebagai

berikut “manajemen hubungan internasional melalui negosiasi yang mana

hubungan ini diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil, bisnis atau

para diplomat”. Menurut Chamber’s Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah seni berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara.

Harold Nicholson, salah seorang pengkaji dan praktisi yang pandai dalam hal diplomasi di abad ke-20 menegaskan bahwa dalam bahasa yang lebih mutakhir kata diplomasi secara gegabah diambil untuk menunjukkan paling tidak lima hal yang berbeda. Dari kelima hal tersebut empat hal yang pertama menyangkut politik luar negeri, negosiasi, mekanisme pelaksanaan negosiasi tersebut, dan suatu cabang dinas di luar negeri. Ia selanjutnya mengatakan bahwa interpretasi kelima merupakan suatu kualitas abstrak pemberian, yang dalam arti baik mencakup keahlian dalam pelaksanaan negosiasi internasional.

KM panikkar dalam bukunya The Principle and Practice of Diplomacy menyatakan bahwa diplomasi, dalam hubungannya dengan politik internasional adalah seni mengedepankan kepentigan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain. Ivo D. Duchaek berpendapat bahwa diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan negara lain. Tetapi diplomasi


(19)

7 terkadang juga dihubungkan dengan perang. Oleh karena itulah Clausewitz, seorang filosof Jerman, dalam pernyataanya yang terkenal mengatakan bahwa perang merupakan kelanjutan diplomasi dengan melalui sarana lain.

Dalam mengkaji definisi-definisi yang telah disebutkan diatas, beberapa hal tampak jelas. Pertama, jelas bahwa unsur pokok diplomasi adalah negosisi. Kedua, negosiasi dilakukan untuk mengedepankan kepentingan negara. Ketiga, tindakan-tindakan diplomatis diambil untuk menjaga dan memajukan kepentingan nasional sejauh mungkin bisa dilaksanakan dengan sarana damai. Oleh karena itu pemeliharaan perdamaian tanpa merusak kepentingan nasional adalah tujuan utama diplomasi. Tetapi apabila cara damai gagal untuk menjaga kepentingan nasional, kekuatan boleh digunakan. Merupakan kenyataan umum bahwa terdapat keterkaitan erat antara diplomasi dan perang. Jadi poin keempat bisa dinyatakan sebagai suatu teknik-teknik diplomasi yang sering dipakai untuk menyiapkan perang dan bukan untuk menghasilkan perdamaian. Kelima, diplomasi dihubungkan erat dengan tujuan politik luar negeri suatu negara. Keenam, diplomasi modern dihubungkan erat dengan system negara. Ketujuh, diplomasi juga tak bisa dipisahkan dari perwakilan negara.

Dalam kasus sengketa wilayah di Laut China Selatan ini, Filipina menempuh jalur diplomasi dengan dua cara, pertama dengan mengajukan kasus ini ke pengadilan Arbitrasi Internasional. Manila mengajukan kasus itu ke Pengadilan Arbitrasi Internasional untuk Hukum Laut (UNCLOS) karena telah "menggunakan hampir semua jalan politik dan diplomatik bagi


(20)

8 penyelesaian yang dirundingkan." Filipina mengklaim perairan itu berdasarkan ketentuan konvensi PBB, yang ditandatangani oleh kedua negara, yang memungkinkan negara-negara untuk menyatakan zona ekonomi eksklusif sejauh 370 kilometer (200 mil laut) dari pantai. Pengajuan yang diajukan Filipina ini menjadi menarik karena sebenarnya Manila tidak bisa mengajukan sengketa wilayah kedaulatan mereka ke Mahkamah Internasional. Sebab, untuk mengajukannya, dibutuhkan persetujuan dari Tiongkok. Sementara itu, China jelas-jelas menolak. Namun, lewat prosedur perselisihan di bawah UNCLOS, Filipina bisa mengajukannya meski tidak ada persetujuan dari China. Proses di pengadilan arbitrase tersebut membutuhkan waktu lama. Dan juga, China secara konsisten menentang setiap langkah Filipina untuk membuat keluhannya menjadi internasional, sementara sering mengatakan bahwa kedua negara harus bekerja sama satu persatu demi perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.

Yang kedua adalah membawa permasalah ini ke tingkat ASEAN. Filipina menginginkan ASEAN secara serius berfokus kepada permasalahan konflik Laut China Selatan ini, karena jika hal ini terus dibiarkan, maka akan menggangu stabilitas kawasan ASEAN itu sendiri. Filipina menginginkan adanya kesepakatan yang mengikat antara 10 negara ASEAN dengan China. ASEAN sendiri sudah lama menghendaki yang dinamakan "Code of Conduct" (Pedoman Tata Tertib) antara ASEAN dan China untuk membereskan konflik seputar Laut China Selatan ini. Pedoman semacam ini sebenarnya sudah disinggung sebagai tujuan jangka panjang dalam deklarasi bersama antara


(21)

9 ASEAN dan China tahun 2002. Tetapi karena deklarasi ini tidak bersifat mengikat maka hingga kini deklarasi tersebut todak bisa diterapkan secara optimal..

2)

Analisa SWOT

Fredi Rangkuti menjelaskan bahwa Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan

(strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian, perencanaan strategi harus menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini.8

Analisa SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang

(opportunity) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strenght)

dan kelemahan (weakness).

Faktor Eksternal dan Internal

Untuk menganalisa secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisa SWOT, yaitu:


(22)

10 Faktor eksternal

Faktor eksternal ini mempengaruhi terbentuknya opportunities and

threats (O dan T). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi-kondisi yang terjadi di luar perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan perusahaan. Faktor ini mencakup lingkungan industri dan lingkungan bisnis makro, ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan, dan sosial budaya. Faktor internal

Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya strenghts and

weaknesses (S dan W). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi yang terjadi dalam perusahaan, yang mana ini turut mempengaruhi terbentuknya pembuatan keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua macam manajemen fungsional : pemasaran, keuangan, operasi, sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen dan budaya perusahaan (corporate culture).9

Matrik SWOT

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat mengambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif analisa:


(23)

11

STRENGHT (S) WEAKNESS (W)

OPPORTUNITY (O) ANALISA SO

Analisa yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang ANALISA WO Analisa yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

THREATS (T) ANALISA ST

Analisa yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman ANALISA WT Analisa yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Analisa SO (Strength-Opportunities)

Analisa ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya

Analisa ST (Strenghts-Threats)

Adalah Analisa dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

Analisa WO (Weknesses- Opportunities)

Analisa ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.


(24)

12 Analisa WT (Weknesses- Threats)

Analisa ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.10

Kasus Filipina jika kita analisa dengan menggunakan Analisa SWOT dapat dijabarkan secara berikut:

Strength

1) Kepulauan Spratly ada di ruang lingkup Zona Ekonomi Eksklusif Filipina Keputusan Filipina untuk mengajukan kasus di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan dengan pengadilan internasional di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) telah mendapat kritikan keras dari China. Kementerian luar negeri China bersikeras bahwa "penyebab langsung dari sengketa antara China dan Filipina adalah pendudukan ilegal yang terakhir dari beberapa pulau dan terumbu karang di Laut Cina Selatan".11

Namun, harus digarisbawahi bahwa Filipina tidak meminta pengadilan untuk memutuskan kedaulatan pulau-pulau dan karang di Laut Cina Selatan. Sebaliknya, Filipina mempertanyakan China dalam mendeklarasikan "garis sembilan-dash" China yang mengakibatkan menghilangnya zona ekonomi eksklusif Filipina (ZEE) yang sesuai dengan UNCLOS. UNCLOS memberikan 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) membentang dari

garis pantai suatu negara. Sedangkan China dengan deklarasi “nine-Dash

10 Ibid

11 http://www.siiaonline.org/page/insightsDetails/id/3147/ArticleCategoryId/7/#.VW-JOM-qqkq


(25)

13

Line”-nya membatasi ZZE Filipina hingga 30 sampai 50 mil saja jauhnya dari pantai wilayah kedaulatan Filipina. Pengajuan arbitrase oleh Filipina itu menyatakan China melanggar UNCLOS – aturan penunjukan zona eksklusif ekonomi sebuah negara, yaitu 370 kilometer dari garis pantainya. Pengajuan arbitrase itu juga menyebut klaim China yang sudah berabad-abad terhadap hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan adalah ilegal.12

2) Filipina menang dalam sidang di Permanent Court of Arbitration

Hasil keputusan Pengadilan Arbitrase (Permanent Court of Arbitration) atas sengketa Laut China Selatan akhirnya dirilis pada tanggal 12 Juli 2016. Salah satu dari hasil keputusan itu menyebutkan bahwa pengadilan menolk klaim China atas hak ekonomi di wilayah yang selama ini ditandai dengan Sembilan garis putus-putus atau nine-dash line. Keputudan Pengadilan yang dikeluarkan di Den Haag itu menyatakan bahwa tak ada dasar hukum bagi China untuk mengklaim hak berdasarkan sejarah terhadap sumber daya di wilayah perairan yang termasuk di dalam nine-dash line.13

Mahkamah juga menyatakan bahwa reklamasi pulau yang dilakukan China di perairan ini tidak memberi hak apa pun kepada pemerintah China. Mahkamah mengatakan bahwa China telah melakukan pelanggaran atas hak-hak kedaulatan Filipina dan menegaskan bahwa China telah menyebabkan kerusakan lingkungan di Laut China Selatan dengan membangun pulau-pulau

12 Ibid

13


(26)

14 buatan. Hakim di pengadilan ini mendasarkan putusan mereka pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang ditandatangani baik oleh pemerintah China maupun Filipina.14 Meskipun putusan yang dihasilkan

Mahkamah Arbitrase mengikat, namun mahkamah itu tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pemaksaan. China telah memboikot mahkamah tersebut dan berargumen bahwa institusi itu tidak memiliki yurisdiksi. Apapun putusan

mahkamah, Cina telah telah mengatakan tidak akan “menerima, mengakui, atau melaksanakan”.15

Akan tetapi, putusan mahkamah justru menguntungkan Filipina, reputasi Cina berisiko rusak dan dilihat sebagai negara yang mengabaikan hukum internasional. Ketegangan juga diperkirakan meningkat antara Cina dan Filipina, atau Amerika Serikat yang memiliki aset militer di Laut Cina Selatan.16

Weakness

1) Kekuatan militer yang sangat jauh dibawah China

Dalam konflik Laut China Selatan ini, posisi kekuatan militer Filipina adalah yang paling buncit. Dalam Global Firepower, Filipina menempati urutan ke-40, jauh dibawah China, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.17 Di

14 http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160712_dunia_putusan_lautcinaselatan

diakses tanggal 18 Agustus 2016

15 http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160711_dunia_filipina_cina_mahkamah_

preview diakses tanggal 18 Agustus 2016

16 Ibid

17 http://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.asp?country_id=philippines


(27)

15 lapangan, hal ini terlihat dari alutsista dan persenjataan yang telah uzur. Hal inilah yang membuat China merasa di atas angina sehingga China leluasa untuk bergerak di Laut China Selatan.

2) Kekuatan ekonomi yang lebih lemah daripada China.

Perbedaan kekuatan ekonomi sangat terlihat jika membandingkan kekuatan ekonomi antara Filipina dan China. Dalam data yang dirilis oleh

World Bank, Jumlah GDP China pada tahun 2015 saja jumlahnya sudah berkali-kali lipat dari GDP Filipina pada tahun yang sama. Lebih jelasnya akan dijelaskan oleh tabel dibawah ini.

No

Negara

Indikator

Filipina China

1 Population 100.7 million 1.371 billion

2 GDP $292.0 billion $10.87 trillion

3 GDP Growth 5.8% 6.9%

4 Inflation 1.4% 1.4%

Sumber Tabel: http://www.worldbank.org/en/country/philippines dan http://www.worldbank.org/en/country/china

3) Situasi Politik internal Filipina yang tidak stabil.

Filipina, terutama Filipina bagian selatan mempunyai sejarah panjang tentang konflik dengan kelompok bersenjata, seperti separatis muslim, komunis, kelompok militant, dan grup kriminal. Hal ini menyebabkan


(28)

16 konsentrasi pasukan bersenjata Filipina lebih terfokus terhadap ancaman dalam negeri (internal threat) dibandingkan ancaman eksternal, sehingga Filipina yidak seluruhnya berfokus kepada keamanan di Laut China Selatan.

Daftar-daftar kelompok bersenjata di Filipina adalah sebagai berikut: a) MNLF

Moro National Liberation Front (MNLF) adalah organisasi yang didirikan oleh Nur Misuari pada tahun 1971, dengan tujuan untuk memisahkan diri dari Filipina dan memerdekakan diri. Meskipun di wilayah Moro dan sekitarnya sudah diberi otonomi khusus oleh Ms Aquino pada tahun 1989, namun hubungan antara pemerintah Filipina dan MNLF masih pasang-surut hingga sekarang.18

b) MILF

Moro Islamic Liberation Front dianggap sebagai kelompok pemberontakan muslim terbesar di negara tersebut. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1981 setelah pemimpinnya, Salamat Hasyim, memisahkan diri dari MNLF pada tahun 1978. MILF sebagian besar berbasis di pulau-pulau terpencil di Mindanao tengah sejak tahun 1997, kelompok ini telah memiliki serangkaian pembicaraan damai dengan pemerintahan Filipina, yang sebagian besar di mediasi oleh Malaysia dari tahun 2003 sampai sekarang.19

18 http://www.bbc.com/news/world-asia-17038024 diakses pada tanggal 13 Agustus 2016 19 Ibid


(29)

17 c) Abu Sayyaf

Abu Sayyaf adalah kelompok terkecil dan paling radikal dari semua kelompok separatis Islam di Filipina Selatan. Mereka lebih dikenal karena sering melakukan penculikan demi tebusan dan juga menebarkan terror dengan melakukan pengeboman untuk mencapai tujuan mereka. 20

Abu Sayyaf merupakan pecahan dari MNLF pada tahun 1991 pada tahun 1991 di bawah kepemimpinan Abdurajik Abubakar Janjalani. Diketahui bahwa kelompok ini berafiliasi dengan Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah, dan kabar terbaru menyebutkan bahwa Abu sayaaf sekarang juga menjalin hubungan dan berafiliasi dengan Islamic State (IS).21

d) New People’s Army

New People’s Army adalah sayap militer dari Partai Komunis Filipina

(CPP) yang didirikan pada tahun 1969 oleh Jose Maria Sison. CPP dianggap sebagai salah satu pemberontakan komunis tertua di dunia yang bertujuan untuk menggulingkan Pemerintah Filipina dengan menggunakan taktik gerilya. Pemberontakan yang dilancarkan oleh NPA selama bertahun-tahun dilaporkan menjadi salah satu yang paling mematikan di Filipina. Beberapa kali Pemerintah Filipina dan CPP melakuakan pembicaraan guna mencapai kesepakatan damai, namun hingga sekarang kesepakatan damai tersebut belum tercapai.22

20 Ibid 21 Ibid 22 Ibid


(30)

18 Oportunity

1) Peningkatan latihan militer bersama dengan negara-negara yang memiliki kepentingan yang sama

Filipina akhir-akhir ini meningkatkan kerjasama militer dengan Amerika Serikat, Filipina meminta Amerika Serikat untuk memperkuat hubungan dengan Asia dan focus pada perkembangan terakhir di Laut China Selatan. Menteri Luar Negeri Filipina, Del Rosario mengatakan hubungan kerjasama ini berfokus pada aspek ekonomi dengan kombinasi aspek keamanan dan pertahanan. Selain itu kerja sama ini dilakukan agar Amerika Serikat memberi bantuan kepada Filipina yang saat ini sedang menghadapi pengepungan yang dilakukan China di Laut China Selatan. Sebelumnya Filipina dan Amerika Serikat mengadakan latihan militer bersama yang melibatkan 6.000 tentara Filipina dan 6.500 tentara Amerika Serikat. Latihan militer bersama ini menjadi tanda bahwa kerja sama militer antar dua negara meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.23

2) Bantuan militer dari Amerika Serikat.

Pada tahun 2014 lalu, Filipina dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian dalam bidan militer yang bernama The Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA). The Enhanced Defence Cooperation Agreement (EDCA) atau Perjanjian Peningkatan Kerjasama Pertahanan adalah

23


(31)

19 perjanjian antara Amerika Serikat dan Filipina yang dimaksudkan untuk memperkuat hubungan Amerika Serikat dan Filipina di bidang pertahanan militer. Perjanjian ini memungkinkan Amerika Serikat untuk mengirim pasukannya ke Filipina, selain itu Amerika Serikat juga mempunyai akses untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas di pangkalan Filipina, namun dengan beberapa persyaratan tertentu, salah satunya adalah Amerika Serikat tidak diperbolehkan untuk membangun pangkalan militer permanen, dan Amerika Serikat juga harus memberikan Filipina akses personil ke dalam kapal dan pesawat milik Amerika Serikat.24

Selain itu, Filipina juga akan mendapatkan paket bantuan dana dari Amerika Serikat yang terbesar dalam 15 tahun terakhir untuk membantu negara tersebut untuk meningkatkan perlengkapan militernya, Rencananya Filipina akan menerima 79 Juta US Dollar dalam bentuk bantuan militer tahunan, jumlah ini naik disbanding bantuan tahun sebelumnya yang berjumlah 50 juta US Dollar.25

3) Bantuan Soft-loan dari Pemerintah Jepang dalam bentuk kapal Coast Guard. Pada tanggal 18 Agustus 2016 lalu, Filipina mendapat kiriman kapal Coast Guard pertama dari Jepang. Kapal ini digunakan oleh Coast Guard Filipina untuk membantu meningkatkan keamanan dan penegakan hokum

24 http://globalnation.inquirer.net/133741/filipinos-asked-who-do-you-want-on-your-side

diakses pada tanggal 5 Juni 2015

25


(32)

20 maritime di Laut China Selatan di mana ketegangan telah meningkat karena Filipina menghadapi sengketa territorial dengan China.26

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dimana diperkirakan sekitar $5 Triliun perdaganan yang melintasi wilayah laut ini setiap tahun. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga memiliki klaim di kawasan yang diyakini memiliki simpanan yang kaya miyak dan gas tersebut.

Jepang memang tidak memiliki klaim di Selat Malaka tetapi Jepang khawatir jika militer China menjangkau alur laut strategis yang banyak dilalui kapal-kapal dagang jepang tersebut.27

Kapal ini mempunyai panjang 44 meter, dan akan digunakan oleh Coast Guard Filipina untuk menjalankan tugas patrol dan penegakan hokum maritime. Kapal ini juga akan digunakan untuk tugas kemanusiaan dan bantuan penanganan bencana. Jepang akan mengirimkan Sembilan kapal Coast Guard tambahan kepada Filipina dengan nilai 7,3 miliar Peso ($158 juta) dari pinjaman lunak Japan International Cooperation Agency (JICA). Sebagai tambahan, Jepang dan Filipina sedang dalam pembicaraan tentang penambahan dua kapal Coast Guard berukuran besar senilai 10 miliar Peso ($215 juta) dan menyewa empat pesawat patrol ringan TC-90.28

26 http://www.reuters.com/article/us-southchinasea-philippines-japan-idUSKCN10T11V Diakses

pada tanggal 23 Juli 2015

27 Ibid 28 Ibid


(33)

21 Threat

1) Reklamasi China atas pulau-pulau kecil dan koral di LCS.

China semakin agresif dalam pergerakannya di Laut China Selatan. Hal ini diperkuat dengan dibangunnya sejumlah reklamasi besar-besaran di area konflik. Reklamasi ini diduga akan digunakan oleh China sebagai pangkalan militernya untuk menjaga Laut China Selatan. Hal ini bisa dilihat dari salah satu pulau reklamasi yang mempunyai landasan pesawat terbang yang cukup untuk didarati pesawat pembom jarak jauh. Beberapa reklamasinya ada di Fiery Cross Reef, Gaven-Riff, Johnson South Reef, dan Hughes-Riff yang kesemuanya berada di kepulauan spartly dekat Filipina.29

2) Banyaknya Kapal Coast Guard China yang berpatroli di LCS.

Setelah putusan Majelis Arbitrase yang memutuskan bahwa tidak ada dasar hokum bagi China untuk mengklaim Laut China Selatan berdasarkan Sejarah dengan nine-dash line-nya. Namun pergerakan China di kawasan Laut China Selatan masih agresif.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kapal-kapal Coast Guard China, dan memblokir akses nelayan-nelayan Filipina ke laut sekitar area Terumbu Karang Scarborough. Nelayan-nelayan Filipina terutama dari kawasan Zambales mengungkapkan bahwa mereka sering dicegah masuk ke kawasan terumbu karang Scarborough oleh kapal-kapal Coast Guard China, Kapal-kapal Coast Guard China tersebut bahkan menurunkan dua perahu karetnya dan

29 http://www.dw.de/pangkalan-militer-cina-di-laut-cina-selatan/g-18292381 diakses pada


(34)

22

mengitari kapal nelayan Filipina seraya meneriakkan, “ini adalah penjaga pantai

China, kami sedang menjalankan penegakan hokum, segera tinggalkan daerah

ini segera.” Daripada mengambil resiko yang lebih jauh, kapal-kapal nelayan Filipina banyak yang memutuskan untuk kembali ke Zambales tanpa membawa hasil sama sekali.30

Untuk nelayan Filipina yang berada di Masinloc, Santa Cruz, dan kota pelabuhan Zambales, Kapal-kapal China tersebut mencegah mereka ke daerah sumber daya yang kaya ikan yang mengakibatkan kehidupan mereka terancam. Terumbu karang Scarborough termasuk daerah yang kaya hasil laut. Nelayan meng klaim mereka bias mengangkut hingga 10.000 ton ikan dan makanan laut lainnya selama sekpedisi memancing. Namun kehadiran Kapal Coast Guard China yang mulai hadir sekitar tahun 2012 tersebut mau-tidak mau membuat mereka kehilangan kawasan kaya hasil laut tersebut.31

3) Pengaruh China di komunitas ASEAN

China masih menjadi negara yang sangat berpengaruh di negara-negara Asia Tenggara. Sebagian anggota ASEAN masih menganggap Beijing sebagai mitra yang menguntungkan meski sebagian lain menganggap negeri tirai bambu itu sebagai bumerang. Ketidakberdayaan ASEAN di depan China terlihat dengan adanya berbagai pandangan menyangkut sikap mereka terhadap Beijing. Dalam kasus sengketa Laut China Selatan, China masih memiliki

30

http://cnnphilippines.com/news/2016/07/15/scarborough-shoal-filipino-fishermen-chinese-coast-guard.html1 diakses pada tanggal 25 Agustus 2016


(35)

23 kedekatan dengan beberapa anggota ASEAN. Selain itu, beberapa negara ASEAN juga enggan berkonflik dengan China. Mereka menganggap China bukanlah negara yang harus dimusuhi. Jadi ASEAN bisa dijadikan ajang bagi China untuk menebarkan pengaruh.32

Namun di sisi lain Filipina dan Vietnam sangat menentang segala tindakan klaim China di Laut China selatan, terutama dalam isu reklamasi China terhadap pulau-pulau karang di Kepulauan Spratly. Filipina juga menyerukan agar ASEAN membuat pernyataan bahwa aktivitas reklamasi agai tindakan yang bermasalah. Namun tidak semua negara anggota menyetujui ususl Filipina tersebut.33

Ketidaksetujuan tersebut dipaparkan oleh Menlu Malaysia selaku tuan rumah KTT ASEAN tahun 2015, Menlu Malaysia Anifah Aman menyatakan bahwa mereka menolak ide untuk ikut campur dan berkonflik dengan China. ASEAN harus menghindari segala tindakan kontraproduktif yang membuat aggota ASEAN semakin menjauh. Oleh karena itu, draft salinan pernyataan terakhir pertemuan KTT ASEAN 2015 tersebut tidak menyinggung ketegangan Laut China Selatan sama sekali, hal tersebut mirip dengan KTT ASEAN 2012 di Kamboja lalu, yang tidak menghasilkan kesepakatan apapun tentang isu Laut China Selatan.34 Ketidak kompakan inilah yang membuat Isu

LCS akan jauh dari kata selesai.

32

http://nasional.sindonews.com/read/994235/149/asean-tak-berdaya-hadapi-china-1430103333 diakses pada tanggal 13 Agustus 2016

33 Ibid


(36)

(37)

25

D.

Hipotesa

Berdasarkan penjelasan dari kerangka berpikir, dapat ditarik kesimpulan sementara (hipotesis) yaitu : strategi Filipina dalam menghadapi China dalam konflik Laut China Selatan adalah Sebagai berikut:

 Dengan strategi Diplomasi :

- Dengan mengajukan Arbitrasi ke Pengadilan Arbitrasi Internasional. - Mendesak ASEAN untuk menetapkan Code of Conduct yang bersifat

mengikat antar anggota ASEAN.  Dengan strategi Militer :

- Dengan meningkatkan kekuatan militernya terutama dalam bidang pertahanan (defensive), untuk meredam kekuatan China di Laut China Selatan.

- Membentuk kerjasama/Aliansi bidang pertahanan dengan negara lain agar bisa mengimbangi kekuatan China.

E.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sekunder. Teknik pengumpulan data ini menggunakan bahan-bahan pustaka seperti jurnal-jurnal, buku-buku, literatur, artikel, dan surat kabar. Tambahan data-data bisa juga berasal dari internet atau situs-situs yang relevan dengan judul penelitian.


(38)

26

F.

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan batasan yang akan diteliti. Penilitian ini dilakukan tahun 2010 hingga 2015 atau saat ini. Dikarenakan pada tahun-tahun tersebut China semakin agresif dalam klaim wilayah Laut China Selatan.

G.

Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini terdapat 4 bab yang saling berhubungan. Hubungan antar bab bersifat sistematis dan berkaitan antara bab satu dengan bab yang lainnya, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

BAB I

Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, hipotesa, metode pengumpulan data, ruang lingkup penilitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

Bab ini akan menguraikan sejarah Konflik Laut China Selatan. BAB III

Bab ini akan menjelaskan Kepentingan Filipina di Laut China Selatan. BAB IV

Bab ini akan menjelaskan tentang strategi Filipina dalam menghadapi Konflik Laut China Selatan.


(39)

27 BAB V

Bab Kesimpulan, berisi tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan-pembahasan dari bab-bab sebelumnya.


(40)

28

BAB II

SEJARAH KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Menurut Biro Hidrografis Internasional (the International Hydrographic Bureau) Laut China Selatan didefinisikan sebagai perairan yang memanjang dari barat daya kearah timur laut, berbatasan di sebelah selatan dengan 3 derajat lintang selatan antara Sumatra dan Kalimantan, di sebelah utara dibatasi oleh Selat Taiwan dari ujung utara Taiwan kearah pantai Fukien, China. Luas perairan meliputi sekitar 4.000.000 kilometer persegi.1

Dasar Laut China Selatan dari 1,7 juta km2 landas kontinen yang mempunyai

kedalaman kurang dari 200 meter, dan 2,3 juta km2 dari dasar laut lebih dalam dari

200 meter. Dasar laut yang termasuk landas kontinen terutama terdapat di bagian barat dan selatan (Sunda Shelf), sementara bagian yang lebih dalam di beberapa area mencapai lebih dari 5000 meter (South China Basin), ditandai dengan berbagai kedangkalan dan pulau-pulau karang.2

Menurut definisi lain Laut China Selatan merupakan “laut setengah tertutup” (semi-enclosed sea) yang berbatasan dengan China dan Taiwan di sebelah utara, di sebelah barat ke arah selatan berbatasan dengan Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Malaysia, di sebelah timur berbatasan dengan Filipina, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Indonesia dan Malaysia (Serawak dan Sabah). Pusat dari kepulauan ini sekitar 400 km dari Malaysia Serawak, 600 km Saigon (Vietnam),

1 Asnani, Usman & Rizal Sukma. Konflik Laut China Selatan : Tantangan Bagi ASEAN. Jakarta: CSIS, 1997


(41)

29 700 km dari Manila, 1.100 km dari China (pulau Hainan) dan 1.600 km dari Indonesia (Pulau Sumatra). Dengan luas wilayah perairan sekitar 3.000.000 km persegi, di wilayah Laut China Selatan ini tersebar beberapa gugus kepulauan, yaitu: (1) gugus kepulauan Pratas, (2) gugus kepulauan Paracel, dan (3) gugus Kepulauan Spratly. Di kawasan ini juga terdapat gugusan karang Scarborough.3

Kawasan Laut China Selatan sepanjang dekade 90-an menjadi isu keamanan yang paling sering di sorot. Kawasan ini merupakan wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh negara-negara besar dan kecil seperti China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Burma, dan Taiwan. Dalam wilayah Laut China Selatan ini terdapat kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel. Namun kajian konflik Laut China Selatan di Kepulauan Spratly lebih mengemuka karena melibatkan beberapa negara sekaligus. Konflik Laut China Selatan tidak bisa dilepaskan dari persoalan kebutuhan akan sumber daya yang sangat penting seperti minyak bumi, sumber daya ikan, hingga jalur transportasi kapal-kapal yang ramai. Minyak bumi menjadi incaran utama China karena sejak awal decade 90-an hingga saat ini China telah menjadi salah satu dari sepuluh negara importir terbesar di dunia. Predikat ini secara otomatis China harus selalu berusaha untuk mendapatkan suplai minyak dari luar negeri dalam jumlah yang cukup agar perekonomiannya tetap berjalan dan berkembang. Kandungan Minyak bumi dan gas alam di kawasan ini membuat keterlibatan China dalam konflik Laut China Selatan ini menjadi tak terelakkan.4

3 Ibid


(42)

30

A.

Dasar Tuntutan

1) China

China mengemukakan tuntutannya berdasarkan catatan-catatan sejarah, dokumen-dokumen kuno, peta-peta, dan penggunaan oleh nelayan-nelayannya sejak 2000 tahun yang lalu. Bagi China, Kepulauan Spratly sudah merupakan bagian dari China sejak jaman dinasti-dinasti Han, Yuan, dan Ming. Selain itu, China merujuk pada perjanjian perbatasan antara China dan Perancis tahun 1887


(43)

31 (ketika Vietnam menjadi protektorat Perancis) di mana Kepulauan Paracel dan Spratly diserahkan kepada China.5

Sampai pada paruh pertama abad ke-20, China berulang kali menegaskan kedaulatannya atas Kepulauan Spratly dan tidak mendapat tantangan dari negara-negara lainnya. Tetapi pada tahun 1930 Perancis menduduki salah satu Pulau Spratly dan pada tahun 1931 mengirimkan nota kepada Kedutaan China di Paris, menuntut kedaulatan Vietnam atas Kepulauan Spratly (dan Kepulauan Paracel) yang kemudian diprotes oleh China. Tanpa menghiraukan protes ini, Perancis menduduki pulau Spratly dan Itu Aba, serta tujuh pulau lainnya dan menyatakan pulau-pulau itu sebagai bagian dari Kerajaan Vietnam dari tahun 1933 sampai tahun 1939.6

Jepang kemudian menggantikan Perancis menduduki pulau-pulau di Spratly dari tahun 1939 sampai tahun 1945. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II tahun 1945, Perancis kembali menduduki pulau-pulau Spratly pada tahun 1946. China kembali memprotes tindakan Perancis dan sebulan kemudian mengirimkan pejabat seniornya dengan kapal perang menduduki Spratly. Tahun 1947, China menempatkan pulau-pulau Spratly di bawah jurisdiksinya sebagai bagian dari Provinsi Guangdong. Klaim China terhadap Kepulauan Spratly baru dilontarkan kembali pada tanggal 5 Agustus 1951, yaitu sebelum dialngsungkannya Konferensi Perdamaian San Fransisco bulan September. Menlu China pada waktu itu , Zhou

5 Ibid


(44)

32 Enlai, Menegaskan bahwa Kepulauan Spratly selalu merupakan bagian dari wilayah China.7

Selain itu China telah mengemukakan tuntutannya atas pulau-pulau di Laut China Selatan sebagai tuntutan sejarah berupa garis Sembilan yang terputus-putus (nine dash-line), yang pada mulanya dibuat oleh pemerintahan Kuo Mintang pada tahun 1947. Tetapi garis-garis terputus ini tidak mempunyai batas-batas yang jelas karena tidak mempunyai koordinat dan definisi yang jelas. Tuntutan ini juga tidak jelas menyatakan apakah yang dituntut itu dalam garis putus-putus tersebut hanyalah pulau-pulau yang terletak di dalamnya ataukah juga selluruh laut yang termasuk ke dalam Sembilan garis-garis terputus tersebut.8

2) Taiwan

Seperti China, Taiwan juga mengajukan tuntutanya berdasarkan sejarah. Taiwan mengemukakan kepemilikan dan penggunaan wilayah itu oleh Bangsa China sejak masa dinasti Han (mulai sekitar 206 Sm) di samping bukti-bukti dari kekuasaan Dinasti Sung (960-1279) dan Yuan (1282). Pemerintahan China Nasionalis telah mengajukan tuntutannya atas pulau-pulau kecil di Laut China Selatan yang terletak di dalam nine dash-line dan yang tidak ada koordinatnya sejak pendudukan Perancis pada tanggal 25 Juli 1933 sampai Jepang berhasil mengusir Perancis dan menduduki Kepulauan Paracel dan Spratly pada tahun 1939. Setelah

7 Ibid


(45)

33 Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Pemerintah China Nasionalis mengambil-alih kedua Kepulauan tersebut dan menempatkan pasukan di Pulau Itu Aba tahun 1945.9

3) Vietnam

Seperti halnya China, Vietnam mengajukan tuntutannya atas pulau-pulau Spratly berdasarkan sejarah berabad-abad lalu . Klaim Vietnam atas pulau-pulau Spratly juga berdasarkan perolehan Kaisar Gia Long tahun 1892 yang kemudian menggabungkannya dengan Vietnam pada tahun 1832. Kaisar Minh Mang yang memerintah Kerajaan Vietnam pada tahun 1834 juga telah mendirikan pagoda dan tanda batu (stone tablet) di Pulau Spratly.10

Menurut Heinzig, dari sudut pandang sejarah, tuntutan Vietnam lebih lemah daripada China karena negara ini mengalami kesulitan untuk membuktikan kesinambungan penguasaan mereka atas negara dan wilayah sejak tahun 211 SM akibat penjajahan China yang kemudian disambung dengan penjajahan Perancis setelah sempat merdeka dalam jangka waktu yang sangat singkat. Tetapi Vietnam mengemukakan bahwa banyak dokumen yang menunjukkan kepemilikan Vietnam atas pulau-pulau Spratly yang telah dimusnahkan oleh China pada waktu negara ini menjajah Vietnam.11

Setelah Perang Dunia II, Vietnam mengemukakan dasar tuntutannya dengan merujuk pada Perjanjian Perdamaian San Fransisco 1951. Vietnam yang pada waktu itu hadir dan menandatangani perjanjian ini telah menegaskan tuntutannya

9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid


(46)

34 atas Kepulauan Spratly seperti yang dinyatakan oleh PM Republik Vietnam, Tran Van Huu bahwa Vietnam menegaskan hak Vietnam atas Kepulauan Spratly dan Paracel, yang selalu menjadi mili Vietnam. Pada Tahun 1956, Vietnam memasukkan Kepulauan Spratly ke dalam Provinsi Phuoc Tuy dengan suatu dekrit tertanggal 22 Oktober 1956.12

4) Filipina

Filipina mulai memperhatikan pulau-pulau Spratly setelah mendapat kemerdekaan dari Amerika Serikat dan mengajukan tuntutan kepemilikan dalam sidang Majelis Umum PBB pada tahun 1946. Setelah merdeka, Menteri Luar Negeri Filipina mengeluarkan pernyataan bahwa the new Southern Islands (istilah Jepang untuk pulau-pulau di Laut China Selatan) diserahkan Jepang kepada Filipina. Tetapi pada tahun 1956, Thimas Cloma, pemilik kapal ikan menemukan dan menduduki sebagian pulau-pulau Spratly yang kemudian disebut Kepulauan Kalayaan sebagai wilayah terra nullius (wilayah yang tidak dimiliki oleh negara manapun). Dalam suratnya kepada Wakil Presiden dan Menteri Luar Negeri Filipina, Carlos Garcia, Cloma menyatakan pendudukannya didasarkan pada penemuan dan pendudukan (discovery and occupation) yang mencakup 33 pulau yang sangat kecil, pulau Spratly dan pulau kecil Amboyna. Filipina juga kemudian mendasarkan tuntutannya kepada doktrin kedekatan (proximity) dan kebutuhan yang mendesak bagi pertahanannya.13

12 Ibid


(47)

35

5) Malaysia

Tuntutan Malaysia baru dikemukakan pada tanggal 21 Desember 1979 pada waktu dipublikasikannya peta landas Kontinen Malaysia. Malaysia menganggap pulau-pulau yang berada di Landas Kontinen dan ZEE-nya, yaitu Terumbu Layang-layang (Swallow Reef), Matanani (Mariveles Reef), dan Ubi (Dallas Reef) sebagai wilayahnya. Malaysia juga menyatakan bahwa Inggris telah menguasai pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari Sabah dan Serawak pada abad ke-18. Menurut sumber lain, di sampingpulau-pulau ini, pulau-pulau dan karang-karang Spratly lainnya yang tercantum di dalam peta tersebut adalah Commodore Reef, Amboyna Cay, Southwest Shoal, Ardasier Breakers, Gloucester Breakers, Barque Canada Reef, Lizzie Weber Reef, Northeast Shoal, Glasglow Shoal dan North Viper Shoal.14

6) Brunei

Meskipun sampai saat ini tidak menduduki satu pulau pun, seperti Malaysia, Brunei telah mengajukan tuntutan atas Louisa Reef sebagai wilayah yang berada di landas Kontinen dan Zee-nya. Brunei telah mengajukan protes terhadap peta yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 1979 yang memasukkan Louisa reef yang disebut Terumbu Semarang Barat ke dalam wilayah kedaulatan Malaysia.15

Berdasarkan tuntutan-tuntutan diatas, para penuntut merasa lebih berhak menduduki atau memperluas pendudukan mereka atas pulau-pulau Spratly. Dalam

14 Ibid


(48)

36 usaha memperkuat tuntutan mereka, negara-negara pantai tersebut makin memperluas pendudukan atas pulau-pulau Spratly dengan tindakan yang lebih nyata, misalnya menempatkan pasukan, mendirikan bangunan-bangunan, atau menjadikan objek wisata di pulau-pulau yang telah dikuasai, terutama sejak dasawarsa 1970-an.16

Sumber Gambar : UNCLOS via BBC Indonesia

16 Ibid


(49)

37

B.

Perkembangan Sengketa

Cina mengklaim sebagian besar kawasan ini terbentang ratusan mil dari selatan sampai timur di Propinsi Hainan. Beijing mengatakan hak mereka atas kawasan itu bermula dari 2.000 tahun lalu dan kawasan Paracel dan Spratly merupakan bagian dari bangsa Cina. Pada Tahun 1947, Cina mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan negara itu. Peta itu menunjukkan dua rangkaian pulau yang masuk dalam wilayah mereka. Klaim itu juga diangkat Taiwan, yang masih dianggap Cina sebagai provinsinya yang membangkang. Vietnam menyanggah klaim Cina dengan mengatakan Beijing tidak pernah mengklaim kedaulatan atas kepulauan itu sampai tahun 1940-an dan mengatakan dua kepulauah itu masuk dalam wilayah mereka. Selain itu Vietnam juga mengatakan mereka menguasasi Paracel dan Spratly sejak abad ke-17, dan memiliki dokumen sebagai bukti. Negara lain yang mengklaim adalah Filipina, yang mengangkat kedekatan secara geografis ke kepualauan Spratly sebagai landasan klaim sebagian kepulauan itu. Malaysia dan Brunei juga mengklaim sebagian kawasan di Laut Cina Selatan itu yang menurut dua negara itu masuk dalam zone ekslusif ekonomi, seperti yang ditetapkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982. Brunei tidak mengklaim dua kepuluaan itu namun Malaysia menyatakan sejumlah kecil kawasan di Spratly adalah milik mereka.17

Dari semua wilayah Laut China Selatan, kepulauan Spratly merupakan wilayah yang sanngat potensial untuk berkembang menjadi wilayah konflik militer

17 Ibid


(50)

38 di masa mendatang, tidak saja karena adanya tuntutan yang tumpang tindih yang melibatkan keenam penuntutnya (China, Taowan, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei) tetapi juga karena kepentingan negara-negara besar seperti Jepang, AS, dan Rusia di perairan Laut China selatan. Keenam negara tersebut mengajukan tuntutan mereka atas kepulauan Spratly antara lain berdasarkan sejarah, penemuan, pendudukan sementara atau berulang, dan pemeliharaan hubungan dengan salah satu pulau sejak berabad-abad lalu. Dasar tuntutan ini menjadi makin rumit dengan adanya pendudukan pulau-pulau Spratly oleh Perancis pada abad 19 dan 20, Jepang pada abad 20. Kekalahan Jepang dan tercapainya Perjanjian Perdamaian Fransisco tahun 1951 yang tidak menyebutkan penyerahan pulau-pulau yang ada di kepulauan Spratly kepada negara-negara sekitarnya, telah menyebabkan China, Vietnam, Filipina, dan Taiwan menuntut bahwa kepulauan Spratly dan Paracel adalah wilayah mereka.18

Dari sejarah yang diuraikan sebelumnya, dapat kita lihat bahwa sejak abad 20, penguasaan kepulauan Spratly berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya. Dimulai dari tahun 1933-1939 diduduki oleh Perancis, di tahun 1939-1945 dikuasai oleh Jepang, dan di tahun 1945-1951 dikuasai sekutu sampai tercapainya Perjanjian Damai San Fransisco. Tetapi perjanjian ini tidak menyebutkan tentang status kepemilikan pulau-pulau yang ada di kepulauan Spratly. Hal ini menyebabkan pada awal dasawarsa 1970-an beberapa negara pantai yang terlibat sengketa mulai memperkuat tuntutan mereka dengan tindakan yang lebih nyata, yaitu dengan menduduki dan mendirikan bangunan di pulau tersebut, menerbitkan


(51)

39 dokumen-dokumen sejarah yang berkaitan dengan dasar tuntutan, memberikan konsesi minyak kepada perusahaan minyak asing, hingga penempatan pasukan militer di wilayah tersebut. 19

Negara pertama yang memperkuat tuntutannya dengan mengirimkan pasukan ke pulau-pulau Spratly adalah Vietnam Selatan yang dimulai pada tahun 1973. Menjelang akhir tahun tersebut, Vietnam Selatan mengumumkan secara resmi digabungkannya 11 pulau Spratly den provinsi Phuoc Tuy. Pada bulan Februari 1974, Vietnam menduduki 6 pulau Spratly , menyusul pendudukan China atas kepulauan Paracel pada Januari 1974. Sumber lain mengungkapkan bahwa Vietnam Selatan telah mengirimkan armada lautnya ke pulau-pulau Spratly tersebut lebih awal, yaitu pada tahun 1956 dan tetap tinggal di pulau-pulau tersebut sampai Hanoi menguasainya setelah Saigon jatuh pada tahun 1975. Setelah Vietnam bersatu pada tahun 1976, Hanoi memperluas penguasaanya dengan menduduki tujuh pulau Spratly lainnya, dan membangun instalasi militer paling sedikit di lima pulau.20

Filipina mengajukan tuntutan berdasarkan penemuan Cloma, pada tahun 1970-1971, dan telah menduduki tiga pulau, di antaranya Comodore Reef. Pada bulan Februari 1974 Filipina menduduki lagi lima pulau, yaitu Nanshan, Flat, West York, Northeast Cay, dan Thitu. Pada tahun 1978 Filipina menduduki dua pulau, yaitu Lamkiam Cay dan Pulau Loalita. Pendudukan ini diperkuat dengan tindakan yuridis, yaitu ketika pada tanggal 19 Juni 1978 Presiden Marcos menandatangani Dekrit Presiden 1956 yang menuntut kepemilikan atas Kepulauan Kalayaan.

19 Ibid


(52)

40 Menurut dekrit ini pulau-pulau yang dituntut Filipina sama dengan tuntutan Cloma, tetapi Pulau Spratly dan Pulau Amboyna tidak termasuk didalamnya. Kedua pulau ini diduduki Vietnam sebagai bagian dari wilayahnya. Malaysia juga menuntut gugusan karang Laksamana (Commodore Reef) yang diduduki Filipina sebagai bagian dari wilayahnya. Tuntutan-tuntutan ini tidak diikuti dengan penempatan pasukan dan kekuatan militer.21

Sementara itu, China setelah menguasai Kepulauan Paracel tahun 1974, tidak melangkah lebih jauh menduduki pulau-pulau Spratly. Menurut salah satu sumber, China sebenarnya mencoba untuk menguasai Pulau Spratly, etapi tidak berhasil karena dapat diusir oleh pasukan Vietnam Selatan di pulau tersebut. Tindakan negara-negara pantai yang memperkuat tuntutannya di atas, erat kaitannya dengan krisis minyak di dunia pada 1973, yang menyadarkan negara-negara pantai akam potensi minyak yang terkandung di lepas pantai atau dasar laut Kepulauan Spratly. Misalnya, tindakan China yang menduduki Kepulauan Paracel tahun 1974 menimbulkan kekhawatiran negara-negara pantai lainnya bahwa China akan bertindak lebih jauh menduduki Kepulauan Spratly. Oleh karena itu, negara-negara pantai lainnya berusaha untuk mempertahankan dan memperkuat tuntutan mereka.22

Pada dasawarsa 1980-an, negara-negara penuntut lainnya tampak tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan ketegangan di kawasan Laut China Selatan. Tetapi pada akhir dasawarsa 1980-an timbul perkembangan yang mengkhawatirkan

21 Ibid


(53)

41 di perairan Laut China Selatan sehubungan dengan tindakan negara-negara pantai yang memperkuat tuntutan mereka. Kekhawatiran ini muncul ketika terjadi peningkatan kegiatan angkatan laut China di perairan Laut China Selatan pada tahun 1986 yang berlanjut pada tahun 1987. China mulai dengan latihan-latihan armada laut dan amfibi modern untuk menunjukkan bahwa China mempunyai kemampuan melakukan pertempuran dan pantai daratan.23

Perkembangan tersebut telah memancing reaksi dari negara-negara pantai lainnya. Malaysia, misalnya pada bulan November 1986 menempatkan pasukannya di pulau Matanani dan Ubi. Beberapa bulan kemudian pada bulan April 1987, Vietnam menduduki sebuah pulau baru yang disebut Barque Canada Reef (Thu Yen Chin). Pada tahun itu, ketika China membangun pangkalan tetap yang pertama di Fiery Cross Reef (youphu), Vietnam menduduki empat pulau lainnya. Tindakan ini dibalas lagi oleh China dengan menduduki empat pulau lainnya. Tindakan ini dibalas lagi oleh China dengan menduduki beberapa pulau lainnya untuk melindungi pangkalan tersebut. Puncak dari perkembangan ini adalah terjadinya bentrokan senjata antara angkatan Laut China dan Vietnam pada Maret 1988. Walaupun sulit untuk mengetahui siapa yang sebenarnya terlebih dahulu membuka tembakan, banyak pengamat percaya bahwa China telah melakukan provokasi terhadap Vietnam sehingga insiden itu terjadi. China telah melakukan hal ini dengan perhitungan bahwa Uni Soviet tidak akan membantu Vietnam sehubungan dengan membaiknya hubungan China dengan Soviet. Tindakan China ini juga disebabkan oleh peningkatan kemampuan angkatan lautnya yang antara lain


(54)

42 bertujuan untuk mendukung dan merealisir tuntutannya atas pulau-pulau Spratly. Saat itu China mempunyai kekuatan kapal selam terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kekuatan kapal selamnya tahun 1987-1988 mencapai 117 buah. Dari seluruh kemampuan Angkatan Lautnya, China telah mendapatkan armada laut selatannya yang berjumlah 600 kapal yang berpangkal di Zhanjiang. Pada tahun 1977-1978, China hanya menempatkan 200 kapal di bagian selatan ini.24

Pada bulan Mei 1988 timbul ketegangan antara Malaysia dan Filipina. Angkatan Laut Malaysia telah menangkap 49 awak kapal ikan Filipina karena dituduh menangkap ikan di perairan wilayahnya di lepas pantai Serawak 120 mil barat laut kota Kinabalu. Awak kapal Filipina menyangkal tuduhan ini dan mengemukakan bahwa mereka menangkap ikan di perairan wilayahnya sesuia dekrit Presiden tahun 1956 yang menyatakan kelompok kepulauan Kalayaan adalah bagian dari wilayah Filipina. Masalah ini dapat diselesaikan dengan damai antara kedua negara dengan dilepasnya awak kapal ikan yang tertangkap. Walaupun demikian, peristiwa ini disusul dengan peningkatan pasukan kedua negara di pulau-pulau yang dianggap wilayah mereka yang menunjukkan bahwa mereka siap mempertahankan tuntutan mereka masing-masing.

Pada tahun 1989 negara-negara pantai terus merealisir tuntutan mereka. Misalnya, China mengirimkan armada khusus untuk menduduki lima pulau Spratly, yaitu Fiery Cross Reef, Cuateron Reef, Gaven Reef, Gac Ma Reef, dan Subi Reef.

24 Ibid


(55)

43 Vietnam telah menduduki sebagian besar pulau-pulau Spratly, yaitu Amboyna Cay, Owen Soal, Ladd Reef, Rifleman Bank, Spratly, Central London Reef, Pearson Reef, Nam Yit, Sand Cay, Union Bank (atoll), Southwest Cay, dan Barque Canada Reef. Taiwan masih tetap menduduki satu pulau yaitu Itu Aba. Filipina menduduki Commodore Reef, Pannata, Thitu, North East Cay, Loaita, Nanshan, West York, dan Flat. Malaysia menduduki Swallow Reef, Mariveles Reef, dan Dallas Reef. Brunei pada tahun tersebut tidak menduduki satu pulau pun.25

Sengketa kawasan di Laut China Selatan pada awal dasawarsa 1990-an kembali menghangat. Negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut china Selatan telah mengadakan tindakan-tindakan lebih lanjut dalam merealisir dan mempertahankan tuntutannya atas Kepulauan Spratly. Pada bulan November 1990, Angkatan Udara Filipina mengadakan latihan militer di pulau-pulau yang disebutnya Kepulauan Kalayaan untuk menguji kesiapan negara mempertahankan wilayahnya. Peristiwa ini disusul oleh peringatan China terhadap Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari pulau-pulau dan karang-karang dari pulau Nansha yang didudukinya secara tidak sah. Peringatan ini merupakan tanggapan terhadap pernyataan tuntutan Menteri Luar Negeri Vietnam yang mengemukakan bahwa kepulauan Spratly dan Paracel adalah milik Vietnam.26

Pada tahun 1991, timbul kembali serangkaian pernyataan-pernyataan dan tindakan-tindakan dalam usaha mempertahankan tuntutan atas Kepulauan Spratly dari salah satu pihak yang ditanggapi dan diprotes oleh pihak lainnya. Misalnya

25 Ibid


(56)

44 China, seperti yang diberitakan oleh surat kabarnya China Youth News telah memutuskan untuk menggunakan kapal selam di Laut China Selatan untuk memperkuat kemampuan tempurnya di sekitar Kepulauan Spratly. Rencana China itu sempat mengundang reaksi keras dari Vietnam dan Malaysia. Vietnam mengutuk rencana China tersebut sebagai violation against Southeast Asian

countries’ will. Tanpa menyebut nama China Langsung, Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ghafar Baba, memperingatkan bahwa negara-negara Asia diharap tidak mengadakan latihan militer di wilayah yang dipersengketakan. China menanggapii pernyataan ini dengan mengemukakan pendapat bahwa kedaulatan Beijing terhadap Kepulauan Spratly tidak dapat diperdebatkan. Dengan kata lain pernyataan ini menegaskan bahwa Kepulauan Spratly adalah wilayah kedaulatan China.27

Sementara itu pada bulan Juni 1991 pemerintah Malaysia telah mengembangkan beberapa fasilitas turis di pulau terumbu karang Layang-layang (Swallow Reef). Kemudian pada bulan September Malaysia kembali menyatakan akan membangun pangkalan udara di pulau yang dituntutnya untuk mempercepat pembangunan. Sehubungan dengan pembangunan landasan terbang ini, Menteri Pertahanan Malaysia, Datuk Sri Najib Tun Abdul Razak menyatakan bahwa

“pangkalan udara, untuk melayani pesawat militer ringan yang kecil, akan mendukung pengaturan keamanan di pulau di samping membawa turis dan keuntungan ekonomi lainnya.28

27 Ibid


(57)

45 Pada tahun 1992, negara-negara pantai di atas terus membuat pernyataan-pernyataan tentang kedaulatannya di pulau-pulau Spratly dan melaksanakan pembangunan di pulau-pulau yang mereka duduki. Misalnya pada bulan Januari 1992, Menteri Luar Negeri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengumumkan bahwa Vietnam dan Malaysia menyetujui untuk bekerja sama dalam membangun pulau-pulau yang ada di Kepulauan Spratly, tetapi kerja sama tersebut akan dibatasi pada wilayah tumpang tindih yang dituntut oleh kedua negara. Persetujuan ini ditegaskan oleh Perdana Menteri Vietnam, Vo Van Kiet ketika mengunjungi Malaysia, bahwa kedua negara telah menyelesikan sengketa territorial yang meliputi wilayah tumpang tindih kedua negara. China memberi reaksi keras terhadap persetujuan Malaysia dan Vietnam dan menegaskan bahwa Beijing mempunyai kedaulatan yang tidak dapat dibantah atas Pulau Nansha dan diharapkan pihak-pihak yang lainnya dapat menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat memperburuk dan memperumit situasi. Menghadapi perkembangan ini, menteri Luar negeri Filipina, Raul Manglapus, pada tanggal 24 Januari 1992 menegaskan bahwa Filipina akan memelihara kehadiran militernya di pulau-pulau Spratly yang didudukinya.29

Kekhawatiran China bahwa negara-negara pantai lainnya akan bertindak lebih jauh dalam mempertahankan dan merealisir tuntutannya telah mendorong China untuk melakukan tindakan-tindakan yang lebih nyata dan tegas. Pada akhir 1992, China mensahkan Undang-Undang mengenai Perairan Teritorial dan Zona Tambahan (The Law of the People’s Republic of China on Its Territorial Waters


(58)

46

and Contiguous Zone/Zhonghua Renmin Gungheguo Linghai Ji Bidaqu Fa). Secara

jelas di Pasal 2 dari Undang ini bahwa China akan menerapkan Undang-Undang Perairan Teritorial dan Zona Tambahan pada pulau-pulau Spratly, akan menjadi perairan territorial China, sehingga tidak lagi terbuka bagi lalu lintas pelayaran internasional secara bebas. Hal ini tentu sulit diterima oleh negara-negara lain, terutama negara-negara besar yang mempunyai kepentingan pelayaran bagi kapal-kapal mereka, baik kapal niaga maupun kapal perang. Lebih jauh hal tersebut tentu tidak akan diterima oleh negara-negara pantai lainnya yang telah menguasai sebagian Kepulauan Spratly.30

Menyusul pengesahan undang-undang tersebut, China telah menandatangani persetujuan dengan perusahaan minyak AS di Colorado, Creston Energy Company pada bulan Mei 1992. China bahkan telah mengemukakan jamina keamanan operasi perusahaan minyak tersebut dengan perlindungan Angkatan Laut China bilamana diperlukan. Menurut China, persetujuan itu merupakan tindakan balasan terhadap Vietnam yang dicurigai telah menduduki lebih banyak pulau-pulau Spratly. Vietnam juga menuduh China telah mengirim pasukannya untuk menempatkan tanda-tanda di sebuah karang yang disebut Da Lac Reef. Seminggu kemudian kembali Vietnam menuduh China menuduh China menduduki pulau yang disebut Da Ba Dau. Perkembangan lain adalah insiden antara China dan Vietnam. Pada bulan Februari 1993, Vietnam telah memprotes China karena kapal survey China telah berlayar di sekitar 20 mil laut dari pantai Danang. Kemudian pada bulan Mei 1993, terjadi bentrokan antara tiga kapal Vietnam dengan kapal eksplorasi China,


(59)

47 Fendon-4, di sebelah tenggara pangkalan minyak Vung Tau di lepas pantai Vietnam. China menegaskan bahwa kehadiran kapal eksplorasinya tersebut sah dan menuduh justru kapal Vietnam melanggar wilayah kedaulatan China.31

Demikian pula pada tahun 1994, timbul lagi ketegangan antara Vietnam dan china. Pada bulan Juli 1994 China dilaporkan mengirimkan dua kapal perang untuk memblokade tempat pengeboran minyak Vietnam di area Tu Chinh, sekitar 400 km sebelah timur pantai Vietnam karena menganggap area tersebut sebagai wilayah China. China telah memberikan hak eksplorasi minyak di area Tu Chinh kepada beberapa perusahaan minyak asing antara lain Atlantic Richfield Corporation (ARCO), Mobil Corporation, dan Occidental Petroleum Corporation. Tetapi Vietnam bersikeras bahwa wilayah tersebut adalah miliknya.32

Berbagai peristiwa pada dasawarsa 1900-an menunjukkan bahwa China lebih bersikap keras terhadap Vietnam dibandingkan negara-negara penuntut lain. Tidak terdengar timbulnya bentrokan antara China dengan negara-negara ASEAN lainnya, kecuali penangkapan nelayan-nelayan ikan masing-masing negara. Misalnya, pada bulan September 1994, Angakatan Bersenjata Filipina menahan 55 nelayan ikan China yang mencoba untuk membangun tempat tinggal di salah satu pulau yang dituntut Filipina. Sebaliknya, pada bulan Januari 1995 China telah menahan 35 nelayan Filipina selama seminggu di kawasan Kalayaan yang dituntut Filipina.33

31 Ibid

32 Ibid 33 Ibid


(60)

48 Perkembangan ini mencapai puncaknya ketika pada bulan Februari 1995 timbul peristiwa Mischief Reef. Dalam peristiwa ini Filipina menuduh China telah melanggar hukum internasional dengan menempatkan kapal bersenjata dan mendirikan bangunan di pulau tersebut. China menolak tuduhan tersebut dan mengemukakan bahwa bangunan yang didirikan di Mischief Reef adalah tempat berlindung para nelayannya yang dibangun oleh Departemen Administrasi Perikanan. China juga menyatakan bahwa pendudukan pulau pulau karang tersebut diperintahkan oleh aparat pemerintahan tingkat bawah (low-level functionaries)

tanpa sepengetahuan pemerintah China. Tetapi para ahli yang melihat foto bangunan tersebut berpendapat bentuknya merupakan suatu pos penjaga yang didirikan di atas pilar beton dengan telepon satelit untuk berkomunikasi, dan bendera China berkibar pada setiap bangunan. Dalam sudut pandang Filipina, maksud pendirian bangunan seperti itu merupakan tanda jelas bahwa China akan menguasai wilayah tersebut dan melakukan pengawasan.34

Sebagai reaksi dari tindakan China, pada bulan Maret 1995, Filipina telah menahan 4 kapal ikan China dan 62 warga negara China dekat Hal Moon Shoal, 50 mil laut dari Palawan. Para penangkap ikan ini dituduh antara lain memasuki wilayah dan menangkap ikan secara illegal. Pada tanggal 28 Maret 1995, Filipina mengemukakan bahwa China masih tetap menduduki Mischief Reef. China meminta dilepaskannya kapal-kapal beserta anak buahnya yang tertangkap.

34 Ibid


(61)

49 Peristiwa ini telah menimbulkan ketegangan hubungan kedua negara pada saat itu dan mendorong Filipina untuk meminta dukungan dari ASEAN.35

Kekhawatiran Filipina dengan tindakan China makin bertambah setelah sehari sebelum pembicaraan antara kedua negara ditemukan bahwa China telah membangun tanda-tanda baru di Jackson Atoll, Sabina Reef dan Half Moon Reef, sekita 70 Mil Laut dari sebelah barat Palawan. Ketika Menteri Luar Negeri Filipina, Romulo mengetahui kehadiran tanda-tanda baru tersebut, ia kemudian menyatakan bahwa tanda-tanda itu telah disingkirkan dengan segera oleh kapal patrol Angkatan Laut China. Filipina juga menemukan dan menyingkirkan tanda-tanda baru lain yang dibuat China di Pennsylvania Reef, First and Second Thomas Shoals. Atas tindakan Filipina ini, China menyatakan bahwa menyingkirkan tanda-tanda penelitian tidak akan membantu menyelesaikan sengketa dan juga tidak akan menyingkirkan kedaulatan China di sana.36

Tindakan China dalam memperkuat tuntutannya di atas telah menimbulkan kekhawatiran tidak saja dari negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, tetapi juga negara-negara besar yang mempunyai berbagai kepentingan ekonomi, strategis dan keamanan. Tindakan-tindakan China yang telah melibatkan kekuatan militer dalam mempertahankan tuntutannya dapat mengarah kepada timbulnya konflik di kawasan Laut China Selatan yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian di kawan ini.37

35 Ibid

36 Ibid


(1)

124

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cipto, Bambang. Hubungan Internasional di Asia Tenggara.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Freddy Rangkuti, 2004, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT. Gramedia, Jakarta

Roy, S.L. Diplomasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 1995

Asnani, Usman & Rizal Sukma. Konflik Laut China Selatan : Tantangan Bagi ASEAN. Jakarta: CSIS, 1997

Luhulima, C.P.F.. Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011

Nisak, Zuhrotun. Analisis SWOT Untuk Menentukan Strategi Kompetitif.

Laman Internet

http://www.antaranews.com/berita/478426/filipina-desak-china-tunjukkan-rasa-hormat-di-laut-china-selatan diakses pada tanggal 17 Juli 2015 http://www.dw.de/sengketa-antara-cina-dan-filipina/a-15945850 diakses pada 4

Mei 2015

http://www.siiaonline.org/page/insightsDetails/id/3147/ArticleCategoryId/7/#.VW -JOM-qqkq diakses pada tanggal 21 Mei 2015

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160712172328-134-144369/pengadilan-arbitrase-tolak-klaim-china-di-laut-china-selatan/ diakses tanggal 18 Agustus 2016

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160712_dunia_putusan_lautcinasel atan diakses tanggal 18 Agustus 2016

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160711_dunia_filipina_cina_mahk amah_ preview diakses tanggal 18 Agustus 2016


(2)

125

http://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.asp?country_id=philippines diakses pada tanggal 31 Mei 2015 http://www.bbc.com/news/world-asia-17038024 diakses pada tanggal 13 Agustus

2016

http://www.philstar.com/headlines/2015/05/14/1454687/philippines-urges-us-focus-south-china-sea-dispute diakses pada tanggal 5 Juni 2015

http://globalnation.inquirer.net/133741/filipinos-asked-who-do-you-want-on-your-side diakses pada tanggal 5 Juni 2015

http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/philippines-to-get-largest-us-military-aid-package-since-2000 diakses pada tanggal 23 Juli 2015

http://www.reuters.com/article/us-southchinasea-philippines-japan-idUSKCN10T11V Diakses pada tanggal 23 Juli 2015

http://www.dw.de/pangkalan-militer-cina-di-laut-cina-selatan/g-18292381 diakses pada tanggal 12 Juni 2015

http://cnnphilippines.com/news/2016/07/15/scarborough-shoal-filipino-fishermen-chinese-coast-guard.html1 diakses pada tanggal 25 Agustus 2016

http://nasional.sindonews.com/read/994235/149/asean-tak-berdaya-hadapi-china-1430103333 diakses pada tanggal 13 Agustus 2016

http://www.voaindonesia.com/content/filipina-bawa-sengketa-laut-cina-selatan-ke-pengadilan-pbb/1588433.html diakses pada tanggal 5 September 2015

http://www2.jawapos.com/baca/artikel/20014/Sengketa-Laut-Cina-Selatan-ke-Pengadilan-Arbitrase-PBB diakses pada tanggal 5 September 2015 http://www.dw.com/id/pertikaian-teritorial-bayangi-ktt-asean/a-16385690 diakses

pada tanggal 6 September 2015

http://www.voaindonesia.com/content/asean-sepakati-tata-perilaku-untuk-hindari-konflik-di-laut-cina-selatan/1695380.html diakses pada tanggal 6 September 2015

http://www.dailymail.co.uk/news/article-2178656/China-celebrates-birthday- Sansha-new-city-heart-disputed-South-China-Sea-course-neighbours-werent-invited.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2015

http://www.voaindonesia.com/content/filipina-akan-ajukan-sengketa-laut-cina-selatan-ke-pbb/1608471.html diakses pada tanggal 13 Oktober 2015


(3)

126 http://internasional.kompas.com/read/2015/04/17/16515421/China.Bangun.Pangk

alan.Udara.di.Wilayah.Sengketa.Laut.China.Selatan?utm_source=new s&utm_medium=bpkompas&utm_campaign=related& diakses pada tanggal 17 Oktober 2015

http://www.dw.com/id/pangkalan-militer-cina-di-laut-cina-selatan/g-18292381 diakses pada tanggal 17 Oktober 2015

Cockayne, Rebecca. 2014. “China’s Territorial Sovereignty Dispute is All About energy”. http://globalriskinsights.com/2014/01/chinas-territorial-sovereignty-dispute-is-all-about-energy/ diakses pada tanggal 12 Desember 2015

Fabinyi, Michael. 2015. “China and the South China Sea Resources Grab”

.http://thediplomat.com/2015/02/china-and-the-south-china-sea-resource-grab/ diakses pada tanggal 15 Desember 2015

“Philippine Statistic Authority: Foreign Trade Statistic of the Philippines 2014. https://psa.gov.ph/content/foreign-trade-statistics-philippines-2014 Diakses pada tanggal 20 desember 2015

AMTI via http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-09-22/china-diduga-

ubah-terumbu-karang-jadi-pangkalan-militer-di-laut-china-selatan/1495472 Diakses pada tanggal 03 Februari 2016

http://edition.cnn.com/2015/10/28/asia/china-south-china-sea-disputes-explainer/ Diakses pada tanggal 10 Februari 2016

http://www.janes.com/article/59003/imagery-suggests-china-has-deployed-yj-62-anti-ship-missiles-to-woody-island Diakses pada tanggal 21 Februari 2016

http://www.voaindonesia.com/content/filipina-akan-ajukan-sengketa-laut-cina-selatan-ke-pbb/1608471.html Diakses pada tanggal 16 April 2016 http://internasional.kompas.com/read/2015/10/30/09024071/Pukulan.bagi.China.

Dalam.Sengketa.dengan.Filipina?utm_source=news&utm_medium=b p-kompas&utm_campaign=related& Diakses pada tanggal 29 April 2016

“Permanent Court of Arbitration”. https://pca-cpa.org/en/about/ Diakses pada tanggal 03 November 2016

https://dunia.tempo.co/read/news/2015/11/25/118722260/ri-kirim-delegasi-ke-tribunal-arbitrase-laut-cina-selatan Diakses pada tanggal 17 Mei 2016


(4)

127

https://sg.news.yahoo.com/australia-nations-respect-tribunal-china-sea-200729405.html diakses pada tanggal 23 Mei 2016

http://abcnews.go.com/International/wireStory/britain-aligns-us-response-south-china-sea-case-38492670 Diakses pada tanggal 26 Juni 2016

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160712172328-134-144369/pengadilan-arbitrase-tolak-klaim-china-di-laut-china-selatan/ diakses tanggal 18 Agustus 2016

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160712_dunia_putusan_lautcinasel atan diakses tanggal 18 Agustus 2016

Davenport, Tara. 2016. “Why the South China Sea Arbitration Case Matters (Even if China Ignores It)”. http://thediplomat.com/2016/07/why-the-south-china-sea-arbitration-case-matters-even-if-china-ignores-it/ Dikases pada tanggal 24 Agustus 2016

“Department of National Defense Philippine”.

http://www.dnd.gov.ph/pdf/PDT%20White%20Paper_Final_23Jul12. pdf by http://www.dnd.gov.ph/ Diakses pada tanggal 23 September 2016

“Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)”.

https://www.sipri.org/sites/default/files/Milex-world-regional-totals.pdf Diakses papda tanggal 27 Agustus 2016

“Document of Invitaion to bid: ITB-155mm Towed Howitzer with Ammunition Acquisition Project 2”.

http://www.dnd.gov.ph/transparency/procurement/DND_BAC/Invitati

on_to_bid/ITB-155mm%20Towed%20Howitzer%20with%20Ammunition%20Acqui sition%20Project%202.pdf Diakses pada tanggal 13 September 2016

http://www.israeldefense.co.il/en/content/elbit-sell-six-towed-howitzers-philippines Diakses pada tanggal 14 September 2016

http://www.janes.com/article/40861/indonesia-s-pt-pal-signs-contract-to-supply-strategic-sealift-vessels-to-the-philippines diakses pada tanggal 17 September 2016

http://www.janes.com/article/53644/pt-pal-outlines-weapons-fit-for-philippine-navy-ssvs Diakses pada tanggal 21 September 2016

http://www.artileri.org/2012/07/filipina-beli-12-jet-tempur-ta-50-korea-selatan.html Diakses pada tanggal 23 September 2016


(5)

128

http://www.jejaktapak.com/2015/11/28/golden-eagle-filiphina-mulai-datang-senjata-3-tahun-lagi/ Diakses pada tanggal 23 September 2016

http://www.thephdefense.com/2015/09/philippine-air-force-2015-8-brand-new-attack-helicopters/ Diakses pada tanggal 24 September 2016

http://www.airforce-technology.com/news/newsphilippine-air-force-to-receive-aw-109e-helicopters-by-year-end-4654107 Diakses pada tanggal 24 September 2016

http://www.janes.com/article/59318/philippines-receives-surplus-c-130s-from-the-us Diakses pada tanggal 26 September 2016

http://globalnation.inquirer.net/117024/ph-buying-c-130-planes-from-us-for-p2-5b Diakses pada tanggal 26 September 2016

http://alutsista.net/read/27/Airbus_Serahkan_Pesawat_C-295_Pertama_ke_Filipina Diakses pada tanggal 27 September 2016

https://m.tempo.co/read/news/2013/12/30/092541054/filipina-pesan-dua-pesawat-pt-dirgantara-indonesia Diakses pada tanggal 28 September 2016

http://finance.detik.com/read/2013/12/30/121655/2453903/1036/tutup-tahun-ptdi-jual-2-pesawat-made-in-bandung-ke-militer-filipina Diakses pada tanggal 28 September 2016

http://www.philstar.com/Article.aspx?articleId=728691&publicationSubCategory Id=63 Diakses pada tanggal 29 September 2016

http://www.gmanetwork.com/news/story/211298/news/nation/phl-navy-to-acquire-largest-ship-in-inventory Diakses pada tanggal 30 September 2016

http://www.artileri.org/2013/03/filipina-terima-kapal-fregat-kedua-2013.html Diakses pada tanggal 3 November 2016

http://www.vjdefense.com/2016/02/philippine-army-mechanized-infantry.html Diakses pada tanggal 3 November 2016

http://www.rappler.com/nation/115490-armored-vehicles-philippine-military Diakses pada tanggal 3 November 2015

http://www.navy.mil/submit/display.asp?story_id=94465 Diakses pada tanggal 3 November 2016

http://www.philnews.com/headlines/2016/headline_news_0614ag.htm Diakses pada tanggal 4 November 2016


(6)

129

http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/philippines-to-get-largest-us-military-aid-package-since-2000 Diakses pada tanggal 4 November 2016

http://www.japantimes.co.jp/news/2016/02/28/national/japan-to-supply-philippines-with-military-equipment/#.Vx6T5_l97IU Diakses pada tanggal 7 November 2016

http://www.japantimes.co.jp/news/2016/08/18/national/philippines-accepts-first-10-japan-funded-patrol-vessels-beef-coast-guard/ Diakses pada tanggal 7 November 2016

http://www.coastguard.gov.ph/index.php/11-news/1355-president-duterte-commissions-new-coast-guard-ship Diakses pada tanggal 7 November 2016

http://globalnation.inquirer.net/118200/australia-gives-philippines-two-naval-landing-craft Diakses pada tanggal 5 Juni 2016

http://www.janes.com/article/59058/philippines-receives-three-additional-ex-ran-landing-craft Diakses pada tanggal 5 Juni 2016

https://amti.csis.org/balikatan-exercise-highlights-territorial-defense-multilateral-approach/ Diakses pada tanggal 10 November 2016

http://www.globalsecurity.org/military/ops/balikatan.htm Diakses pada tanggal 10 November 2016

http://globalnation.inquirer.net/133741/filipinos-asked-who-do-you-want-on-your-side Diakses pada tanggal 11 November 2016

http://www.bloomberg.com/news/articles/2014-04-27/philippines-to-sign-defense-deal-with-u-s-amid-china-tensions Diakses pada tanggal 11 November 2016

"Document: Enhanced Defense Cooperation Agreement" Official Gazette via http://www.gov.ph/2014/04/29/document-enhanced-defense-cooperation-agreement/ Diakses pada tanggal 12 November 2016

http://www.gov.ph/2014/04/28/qna-on-the-enhanced-defense-cooperation-agreement/ Diakses pada tanggal 12 November 2016

http://www.philstar.com/headlines/2016/03/20/1564662/us-philippines-agree-5-base-locations-under-edca Diakses pada tanggal 12 November 2016