Faktor-faktor yang berhubungan dengan peran unit pelaksana teknis dinas(UPTD) penyuluhan dan pos kesehatan hewan wilayah Cisarua, Kabupaten Bogor

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENYULUHAN

DAN POS KESEHATAN HEWAN WILAYAH CISARUA

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ERLI YUNEKANTARI

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

RINGKASAN

ERLI YUNEKANTARI. D34101045. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peran Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Wilayah Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Wahyu Budi Priatna, MSi.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU

Salah satu tindakan nyata yang dilakukan untuk mengembangkan usaha ternak domba yaitu pembinaan bagi peternak di pedesaan. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan merupakan salah satu lembaga penyuluhan yang dapat membantu peternak dalam mengembangkan usahanya melalui kegiatan penyuluhan. Keberhasilan UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan dalam membina peternak tidak terlepas dari kerja keras para penyuluh dan peran serta aktif peternak. Dari dua sisi inilah UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan mendapat masukan-masukan yang merupakan evaluasi untuk memperbaiki kinerjanya sehingga lembaga dapat lebih meningkatkan peran sertanya memajukan dunia peternakan.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui faktor internal dan eksternal

peternak domba, 2) mengetahui faktor internal dan eksternal penyuluh, 3) mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peran lembaga penyuluhan,

4) menganalisis hubungan faktor internal dan ekternal peternak dan penyuluh dengan kelembagaan penyuluhan. Penelitian ini berlangsung sejak tanggal 7 Oktober - 21 November 2005. Sampel diambil secara acak sederhana sebanyak 70 orang peternak dan tiga orang penyuluh sebagai responden. Penelitian didesain sebagai penelitian survei deskriptif korelasional. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data meliputi analisis desktiptif dan korelasi Rank Spearman.

Responden peternak berusia 37-50 tahun, berpendidikan tamat SD, pengalaman beternak 6-15 tahun, skala usaha 0-0,49 ST, lahan usaha 0-0,3 Ha, pekerjaan utama sebagai petani, pekerjaan tambahan sebagai peternak dan pendapatan Rp. 450.000-800.000/bulan. Responden penyuluh berusia 38, 43 dan 44 tahun, pendidikan tamat Perguruan Tinggi (PT) yaitu Diploma III, dengan pengalaman menjadi penyuluh dari 11-19 tahun dan pendapatan Rp. 925.000-1.400.000/bulan. Faktor internal secara umum berhubungan nyata dengan kelembagaan penyuluhan, sedangkan faktor eksternal tidak berhubungan nyata dengan kelembagaan penyuluhan. Fungsi lembaga penyuluhan sebagai penyelenggara kegiatan penyuluhan dalam menjalankan tugasnya berhubungan nyata dengan faktor internal dan ekternal peternak juga penyuluh. Penilaian peternak terhadap peran lembaga menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai sumber informasi, pendidik, membantu dalam mengambil keputusan dan mencapai tujuan. Kata-kata kunci : lembaga penyuluhan, peternak, penyuluh.


(3)

ABSTRACT

Factors Correlated to The Role of Technical Consultant and Husbandary Health Pos Service in Cisarua Area, Regency of Bogor.

Yunekantari E., W.B. Priatna, D. Susanto

One of a real action to develope the livestock farming is an extension for the farmers in the rural area.Technical Consultant and Husbandary Health Pos Service is one of the extension agency which can help the farmers to develop their farm by extension activity. The Technical Consultant and Husbandary Health Pos Service success is determined by hard work of extension agents and the farmers roles. From this side Technical Consultant and Husbandary Health Pos Service gets input to improve their performance so that the Technical Consultant and Husbandary Health Pos Service can improve their role in the farm development. The aims of the study are 1) to know the sheep farmer internal and external factors, 2) to know the extension agent internal and external factors, 3) to know the factors that correlate to the role of extension agency, 4) to analyze the internal and external farmer and extension agent in relationship to extension agency. This study was conducted from 7rd October until 21rd November 2005. The population of the study is all the sheep farmers and extension agent in subdistrict of Caringin. As many of 70 farmers were taken as sample using simple random sampling method and three extension agents as respondents. This study uses primary and secondary data. This study designed as a descriptive correlation survey. The internal and external farmers and extension agents relationship to extension agency were analyzed by Rank Spearman. Most of the farmers are 37-50 years old, graduated from elementary school, have 6-15 years of farming experience, have 0-0,49 ST of sheeps, 0-0.3 Ha land, farmers have the main occupation as farmer, has additional occupation as sheep farmer and the income of farmer is ranging from Rp. 450.000 to Rp. 800.000 per month. The extension agents are 38, 43, and 44 years old, graduate from Academy and have 11-19 years experience and also get Rp.925.000-1.400.000 income per month. The sheep farmer internal factors (age, education level, farming experience, farm land, income, occupation) have significant correlation to the agency role and intensity of extension, meanwhile the sheep farmer external factors (economic of scale, the market share and government policy) have no significant correlation to the agency role and intensity of extension.


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENYULUHAN

DAN POS KESEHATAN HEWAN WILAYAH CISARUA

KABUPATEN BOGOR

ERLI YUNEKANTARI D34101045

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENYULUHAN

DAN POS KESEHATAN HEWAN WILAYAH CISARUA

KABUPATEN BOGOR

Oleh

ERLI YUNEKANTARI D34101045

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 Maret 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Wahyu Budi Priatna, MSi. Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU NIP. 131 956 687

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur. Sc NIP 131 624 188


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Juni 1983 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Muchtadin dan Ibu Yoyoh.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Babakan Dramaga V. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 1 Dramaga dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 1 Leuwiliang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP) pada tahun 2002-2003, serta berbagai kegiatan dan kepanitiaan di dalam maupun di luar kampus IPB.


(7)

KATA PENGANTAR

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan merupakan unsur pelaksana operasional Dinas yang bertanggungjawab kepada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan merupakan salah satu lembaga penyuluhan yang keberadaannya sangat membantu wilayah-wilayah dalam lingkup kerja UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan tersebut untuk mengembangkan potensi yang ada di wilayah tersebut.

Adanya kegiatan pembinaan di Kecamatan Caringin yang ditujukan kepada petani-peternak merupakan bukti nyata bahwa lembaga penyuluhan berperan dalam memajukan usaha peternakan. Salah satu aspek yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan peran UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan wilayah Cisarua sebagai lembaga penyuluhan yang telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2005

Skripsi ini disusun dengan harapan dapat menjadi referensi dan informasi bagi pemerintah daerah, dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dalam mengambil keputusan maupun kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan sumberdaya manusia peternakan di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Skripsi dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peran Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Wilayah Cisarua, Kabupaten Bogor diharapkan dapat memberi manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa serta memberi wacana baru bagi para pembaca.

Penulisan skripsi ini disusun melalui pengamatan langsung di Kecamatan Caringin, pencarian informasi pustaka di perpustakaan, diskusi dengan dosen pembimbing serta melalui seminar hasil di depan mahasiswa. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah melalui survey pada peternak domba di Kecamatan Caringin. Analisis pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan uji korelasi Rank Spearman (rs).

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2006 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 4

Manfaat ... 4

KERANGKA PEMIKIRAN ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Penyuluhan ... 7

Tujuan dan Sasaran Penyuluhan ... 9

Lembaga Peyuluhan ... 12

Penyuluh ... 13

Usaha Ternak Domba ... 15

METODE PENELITIAN ... 17

Lokasi dan Waktu ... 17

Populasi dan Sampel ... 17

Desain ... 18

Data dan Instrumentasi ... 18

Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 18

Pengumpulan Data ... 19

Analisis Data ... 20

Definisi Istilah ... 20

KEADAAN UMUM LOKASI ... 22

Wilayah ... 22

Potensi Sumberdaya Alam ... 24


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Faktor Internal Peternak ... 27

Umur ... 28

Pendidikan ... 28

Pekerjaan Utama ... 28

Pengalaman Beternak ... 29

Skala Usaha ... 30

Lahan Usaha ... 30

Pendapatan ... 31

Faktor Internal Penyuluh ... 31

Umur ... 31

Pendidikan Formal ... 31

Pengalaman Menjadi Penyuluh ... 32

Pendapatan ... 32

Faktor Eksternal Peternak dan Penyuluh ... 32

Faktor Eksternal Peternak ... 32

Faktor Eksternal Penyuluh ... 36

Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Peternak dan Penyuluh dengan Kelembagaan Penyuluhan ... 38

Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Peternak dengan Kelembagaan Penyuluhan ... 38

Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh dengan Kelembagaan Penyuluhan ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

UCAPAN TERIMAKASIH ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(10)

DAFTRAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

2. Daftar Luas Kerja UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Wilayah Cisarua Kabupaten Bogor ... 23

3. Sebaran Luas Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Caringin Tahun 2004 ... 24

4. Sebaran Jenis Ternak di Kecamatan Caringin Tahun 2004 ... 25

5. Persentase Tingkat Penerapan Teknologi Peternakan (%) di Kecamatan Caringin Tahun 2004 ... 26

6. Faktor Internal Responden Peternak ... 27

7. Pekerjaan Tambahan Rsponden Peternak ... 29

8. Rataan Skor Peluang Pasar Menurut Tujuan Pemasaran ... 33

9. Rataan Skor Peran Penilaian Responden Peternak Terhadap Peran Penyuluh ... 34

10. Rataan Skor Penilaian Responden Peternak Terhadap Kebijakan Pemerintah ... 35

11. Rataan Skor Penilaian Responden Peternak Terhadap Kegiatan Penyuluhan ... 35

12. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Peternak dengan Kelembagaan Penyuluhan ... 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 6 2. Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor ... 24 3. Bagan Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Kecamatan Caringin ... 51 2. SK Penelitian ... 52 3. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman (rs) untuk Hubungan Faktor


(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Besarnya permintaan pasar (ekspor dan dalam negeri) akan daging memberikan angin segar bagi para petani-peternak untuk lebih berupaya mengembangkan jumlah dan mutu ternaknya. Salah satu jenis ternak yang cukup potensial untuk memenuhi permintaan dalam dan luar negeri adalah ternak domba. Persoalannya mampukah para petani-peternak memanfaatkan peluang tersebut, untuk itu perlu diambil langkah-langkah nyata ke arah perbaikan sistem pemeliharaan, termasuk pembinaan para petani-peternak domba di pedesaan (Mathius, 1991).

Bagi daerah sendiri hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi, apalagi dengan telah digulirkannya Undang-Undang Otonomi Daerah pada tanggal 1 Januari 1999 dan eforia reformasi yang telah memberikan kewenangan seluas-luasnya bagi daerah untuk mengembangkan potensi yang terdapat di daerahnya termasuk kegiatan pengembangan usaha sub sektor peternakan khususnya ternak domba. Potensi ternak domba di wilayah Kecamatan Caringin cukup baik, selain terdapat sumberdaya manusia, lingkungan sangat mendukung untuk pengembangan usaha ternak domba di wilayah tersebut.

Salah satu cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pengembangan usaha ternak domba dibutuhkan suatu lembaga yang dapat membina para petani-peternak agar mereka dapat mengembangkan usaha ternak dombanya dengan baik. Adapun lembaga yang saat ini ada untuk melakukan pembinaan kepada peternak domba adalah lembaga penyuluhan. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan merupakan salah satu lembaga penyuluhan yang keberadaannya sangat membantu wilayah-wilayah dalam lingkup kerjanya untuk mengembangkan potensi yang ada di wilayah tersebut.

Keberhasilan UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan dalam membina para petani-peternak domba, tidak terlepas dari kerja keras para penyuluh di lapangan. Penyuluh memberikan pengaruh yang sangat besar pada lembaga penyuluhan dalam menjalankan peranannya. Peran aktif dari peternak, melalui masukan-masukannya, kritik dan saran sangat membantu UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan untuk memperbaiki kinerjanya, sehingga lembaga dapat lebih meningkatkan peranannya dalam memajukan dunia peternakan. Keberhasilan yang


(14)

dicapai tidak hanya dinilai dari kesuksesan menjalankan penyuluhan, akan tetapi juga diperlukan sebuah bukti nyata yang dapat dirasakan oleh para petani-peternak, yakni meningkatnya usaha ternak domba yang dilakukan oleh para peternak.

Pemilihan Kecamatan Caringin sebagai lokasi penelitian didasari beberapa hal, pertama bahwa Kecamatan Caringin merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam wilayah kerja UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Cisarua yang merupakan kantong ternak, juga mempunyai potensi dibidang pertanian, perikanan dan perkebunan, karena sebagian produk pertanian di pasar-pasar tradisional Bogor maupun Jakarta berasal dari Kecamatan Caringin. Kedua, karena keinginan peternak untuk meningkatkan pengetahuan tentang cara beternak domba yang baik melalui kegiatan penyuluhan yang terbagi dalam kelompok-kelompok ternak, sehingga dapat merasakan ada tidaknya manfaat penyuluhan. Selain itu, keberadaan penyuluh peternakan, terutama yang mendapat tugas di wilayah tersebut menjadi pertimbangan penelitian. Dua bagian inilah yaitu terdiri dari para peternak dan penyuluh diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan dunia peternakan melalui kegiatan penyuluhan, khususnya di wilayah Kecamatan Caringin.

Mengutip pernyataan Susanto (2001) peran penyuluhan di dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi perlu jelas dirumuskan sehingga mudah dipahami berbagai pihak, mudah dioperasionalkan dan keterkaitannya dengan kelembagaan formal dan tidak formal akan cenderung menguntungkan petani. Selama ini peristiwa yang sering terjadi di kalangan petani-peternak yaitu petani-peternak merasa kebingungan harus bertanya kepada siapa ketika mereka mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya. Tidak adanya petugas atau tempat bertanya bagi para peternak menyebabkan tujuan usahanya dapat terhambat, untuk itu perlu adanya kejelasan dari fungsi penyuluh.

Kejelasan fungsi dan potensi penyuluhan pertanian dalam era otonomi daerah maka sekaligus hendaklah mengundang dukungan berbagai pihak yang terkait dengan program agribisnis, sehingga keberhasilannya dapat berciri sebagai pedang bermata majemuk, yakni : meningkatkan kesejahteraan dan status petani, membuat nama daerah bersangkutan lebih dikenal, memberi kontribusi kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih besar, mengharumkan nama penyuluh pertanian dan manfaat lainnya. Pemanfaatan waktu hendaklah lebih dikonsentrasikan pada


(15)

pengembangan kualitas sumberdaya manusia di daerah yang akan berperan penting dalam pengembangan otonomi dan pembangunan berbagai bidang, termasuk pembangunan pertanian.

Daerah pedesaan merupakan sentra perekonomian negara, oleh karena itu pembangunan di pedesaan harus terus digalakkan. Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk diteliti mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan peran UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan sebagai lembaga penyuluhan peternakan dalam mengembangkan dunia peternakan, khususnya ternak domba sebagai wujud keberlanjutan kegiatan penyuluhan.

Perumusan Masalah

Perkembangan peternakan rakyat selama ini masih mengalami berbagai hambatan, diantaranya adalah pengetahuan dan wawasan peternak yang terbatas serta kurangnya motivasi untuk mengembangkan pengetahuan dan usahanya. Kondisi ini mengisyaratkan akan perlunya bantuan dari pemerintah melalui lembaga penyuluhan maupun pihak lain untuk mengadakan program penyuluhan yang tujuannya adalah untuk membantu peternak dalam meningkatkan pengetahuan peternak dan mengembangkan usaha serta meningkatkan motivasi dalam berusaha.

Selama ini penyuluhan yang dilaksanakan oleh pemerintah cenderung bersifat top down akibatnya program penyuluhan yang diselenggarakan kadang tidak sesuai dengan kebutuhan peternak. Hal tersebut tentu sangat merugikan sekali, baik untuk peternak maupun pihak penyelenggara penyuluhan. Keadaan itu seolah memberikan suatu jawaban bahwa lembaga penyuluhan tidak mampu menjalankan peranannya dengan baik.

Agar hal tersebut tidak terulang kembali, maka perlu adanya perbaikan-perbaikan di tubuh lembaga penyuluhan, sehingga terjadi peningkatan peran lembaga ke arah yang lebih baik, karena walau bagaimapun penyuluhan masih sangat dibutuhkan terutama bagi daerah-daerah yang belum tersentuh oleh pembangunan. Melihat kenyataan tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini meliputi :

1. Bagaimana gambaran faktor internal dan eksternal peternak domba ?

2. Bagaimana gambaran faktor internal dan eksternal penyuluh lapangan peternakan ?


(16)

3. Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan peran lembaga penyuluhan ? 4. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal peternak dan penyuluh

dengan kelembagaan penyuluhan ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui faktor internal dan eksternal peternak domba 2. Mengetahui faktor internal dan eksternal penyuluh lapangan

3. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peran lembaga penyuluhan

4. Mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal peternak dan penyuluh dengan kelembagaan penyuluhan

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :

1. Tambahan pengetahuan bagi peneliti dan memperluas wawasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan peran lembaga penyuluhan.

2. Bahan pertimbangan bagi lembaga penyuluhan maupun instansi yang berwenang dalam perencanaan program penyuluhan peternakan.

3. Bahan informasi bagi kalangan akademik yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan peran lembaga penyuluhan di tempat lain.


(17)

KERANGKA PEMIKIRAN

Organisasi penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani mengorganisasikan diri secara efektif. Organisasi penyuluhan membantu petani membentuk pendapat dan membuat keputusan, selain itu berperan dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap sasaran penyuluh (peternak), juga memberikan informasi pertanian. Pengetahuan dan informasi pertaniaan ini berguna untuk menganalisis cara-cara yang mendukung petani karena adanya pengetahuan dan informasi. Penyuluhan sebagai suatu proses belajar dan proses penyampaian informasi maupun pesan, tidak hanya sebatas agar informasi atau pesan itu sampai kepada sasaran, tetapi informasi dan pesan tersebut harus diterima dengan baik dan dipahami sasaran yang kemudian mampu diterapkan oleh sasaran.

Penelitian yang dilakukan lebih menyoroti faktor penyuluh dan peternaknya. Karakteristik dari obyek yang diteliti mempunyai pengaruh besar terhadap lembaga dalam menjalankan perannya. Penyuluh memiliki andil yang sangat besar agar proses tersebut dapat berjalan dengan baik. Pendidikan, pengalaman, motivasi penyuluh serta dukungan dari pimpinan dan pemerintah selaku pemegang kebijakan memberikan pengaruh kepada penyuluh dalam menjalankan tugasnya, karena walau bagaimanapun sepak terjang seorang penyuluh di lapangan turut mempengaruhi peran lembaga penyuluhan dan secara tidak langsung meningkatkan peran serta penyuluh dalam usaha ternak domba.

Peternak yang juga merupakan mitra kerja penyuluh secara langsung mempengaruhi kinerja seorang penyuluh, dengan latar belakang yang berbeda dari peternak, penyuluh harus mampu mendampingi mereka dengan baik, sehingga tugas yang diemban penyuluh yaitu membantu peternak baik dalam penyampaian informasi, peningkatan pengetahuan, pengambilan keputusan serta pencapaian tujuan dapat berjalan semaksimal mungkin. Adanya kerjasama antara peternak dengan penyuluh secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada lembaga dalam meningkatkan perannya dan secara otomatis apabila hal tersebut berjalan dengan baik secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan peternak domba.

Peran lembaga diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal peternak, selain itu faktor internal dan faktor eksternal penyuluh turut pula mempengaruhi peran lembaga penyuluhan. Peran lembaga penyuluhan dikatakan


(18)

baik jika dapat menyelenggarakan penyuluhan secara efektif, karena dari penyuluhan yang efektif ini diharapkan pada akhirnya dapat membantu peternak meningkatkan kesejahteraannya. Hubungan antara ciri-ciri peternak, penyuluh dan peran kelembagaan penyuluhan secara skematis disajikan dalam Gambar 1.

PETERNAK LEMBAGA PENYULUHAN PENYULUH

Faktor Internal Faktor Internal

Faktor Eksternal Faktor Eksternal

Keterangan :

: Saling berhubungan dan dikaji (diteliti)

: Saling berhubungan tetapi tidak dikaji (tidak diteliti)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peran UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan.

Karakteristik Peternak : • Umur

• Pendidikan • Skala usaha • Lahan usaha

• Pengalaman Beternak • Pendapatan

• Pekerjaan utama dan sampingan

Peran Lembaga Penyuluhan : 1. Memberikan informasi 2. Membantu peternak

meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap

3. Membantu peternak dalam mengambil keputusan. 4. Membantu peternak

mencapai tujuannya.

Karakteristik Penyuluh : • Umur

• Pendidikan

• Pengalaman menjadi penyuluh

• Motivasi dalam penyuluh • Penghasilan

Peran lembaga penyuluhan yang efektif 1. Peluang pasar

2. Kebijakan

Pemerintah tentang peternakan

1. Dukungan pimpinan 1) Dinas

2) Pemda

2. Kebijakan pemerintah tentang kelembagaan penyuluhan

peternakan Meningkatnya kesejahteraan


(19)

TINJAUAN PUSTAKA Penyuluhan

Secara harfiah, bahasa “penyuluhan” berasal dari kata “suluh” yang berarti “obor” atau “pelita” atau pemberi terang. Penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari yang tidak mampu menjadi mampu melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak mau menjadi mau, memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan (Ibrahim, dkk., 2003).

Van den Ban & Hawkins (1999) menekankan penyuluhan lebih kearah “beratung”, yakni proses untuk membantu petani dalam mengambil keputusan dari berbagai alternatif pemecahan masalah dan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar, sedangkan Kartasapoetra (1991) mendefinisikan bahwa penyuluhan dalam arti umum merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Penyuluhan dengan demikian merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat non-formal atau suatu sistem pendidikan di luar sistem persekolahan yang biasa, dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan sambil orang itu tetap mengerjakannya sendiri, jadi belajar dengan mengerjakan sendiri.

Melihat pengertian diatas maka pengertian penyuluhan pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya. Hal senada diungkapkan oleh Samsudin (1977) yakni bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu cara atau usaha pendidikan yang bersifat non formal untuk para petani dan keluarganya di pedesaan.


(20)

Penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, di mana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Penyuluhan sering disebut suatu bentuk pendidikan pembangunan karena sifatnya yang selektif, dalam arti memilih bahan dan metode pendidikannya yang langsung dan segera menunjang pelaksanaan pembangunan yang dikehendaki (Wiraatmadja, 1983)

Hasil penelitian Wardono (2002) di Tasikmalaya mengenai tanggapan peserta dan implikasi penyuluhan agribisnis peternakan dalam pekan nasional x agribisnis menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan dinilai memberikan implikasi yang bagus terhadap peserta, berupa manfaat bagi usaha, yaitu untuk menghemat biaya, menambah wawasan, pengalaman dan penghasilan, terutama apabila materi yang disampaikan penyuluh sesuai untuk diterapkan di daerah masing-masing. Implikasi juga ditunjukkan oleh ketertarikan peserta untuk menggunakan hasil penyuluhan dalam usaha mereka.

Kadir (2005) yang mengadakan penelitian di Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan mengenai efektivitas penyuluhan peternakan sapi potong rakyat menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan di Kecamatan Padang Bolak belum efektif, belum menumbuhkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan beternak dari peternaknya. Ditemukan ada empat faktor yang menyebabkan tidak efektifnya penyuluhan. Penyuluhan tidak efektif karena (1) intensitas peyuluhan peternakan yang dilakukan masih rendah, yaitu hanya satu sampai dua kali dalam sebulan, (2) penyuluhan yang dilakukan tidak disertai dengan bahan-bahan penunjang yang mendukung keefektifan belajar seperti: buku, booklet, majalah, dan bahan praktek lain, (3) sumberdaya yang dimiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sangat minim, dan (4) kesadaran peternak yang rendah untuk meningkatkan perilaku ditandai dengan jarangnya peternak mengunjungi BPP guna mencari informasi.


(21)

Tujuan dan Sasaran Penyuluhan Tujuan Penyuluhan

Kegiatan penyuluhan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan modernisasi pertanian. Setiap saat selalu timbul hal-hal baru yang perlu dan harus disampaikan kepada petani untuk dilaksanakan. Tujuan penyuluhan dibedakan menjadi tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari penyuluhan pertanian yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam kegiatan usaha tani di pedesaan, sedangkan tujuan jangka panjangnya yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tani, atau agar kesejahteraan hidup petani lebih terjamin (Samsudin, 1977)

Menurut Wiriaatmadja (1983), tujuan penyuluhan adalah untuk menambah kesanggupan para petani dalam usahanya memperoleh hasil-hasil yang dapat memenuhi keinginan-keinginan mereka. Kartasapoetra (1991) mengemukakan, bahwa dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan harus mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan penyuluhan jangka pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam aktivitas usaha tani di pedesaan, perubahan-perubahan tersebut hendaknya menyangkut : tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan sikap dan motif tindakan petani,. sedangkan tujuan jangka panjang dari penyuluhan, yaitu agar tercapai peningkatan taraf hidup masyarakat petani, mencapai kesejahteraan hidup yang lebih terjamin. Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila para petani dalam masyarakat itu, pada umumnya telah melakukan “better farming, better business and better living”, yang artinya:

a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya dengan cara-cara yang lebih baik ;

b. Better business, berusaha yang menguntungkan, misalnya menjauhi para pengijon, para lintah darat, dsb.

c. Better living, menghemat tidak berpesta-pora setelah melangsungkan panen, menabung, bekerja sama memperbaiki higiene lingkungan, mendirikan industri-industri rumah dengan mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu selama menunggu panen, mendirikan industri kecil


(22)

dengan melibatkan kegotongroyongan para petani/ibu-ibu petani/taruna-taruni petani untuk meningkatkan kualitas produk dan lain-lain.

Selain dapat ditinjau dari aspek waktunya, tujuan penyuluhan pertanian dapat juga ditinjau dari aspek ruang lingkupnya, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu tujuan nasional, tujuan regional, tujuan usahatani dan tujuan khusus. Tujuan nasional penyuluhan pertanian pada umumnya tidak berbeda dengan tujuan regional. Tujuan nasional atau regional penyuluhan pertanian, yaitu untuk meningkatkan produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan devisa, memperbaiki gizi masyarakat melalui diversifikasi pangan, serta mempertahankan atau memperbaiki sumber alam dan air.

Tujuan usahatani pada hakekatnya merupakan tujuan yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan petani. Tujuan usahatani ini berupa peningkatan produksi usahatani, peningkatan pendapatan dan peningkatan taraf hidup petani. Tujuan khusus penyuluhan pertanian memperbaiki perilaku petani melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasinya

Ada tiga faktor yang sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan khusus ini, yaitu : faktor pendorong, faktor penghambat dan faktor pengganggu. Faktor pendorong menyebabkan petani lebih aktif mengikuti penyuluhan dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan termotivasi ke arah yang lebih baik. Faktor pendorong ini antara lain berupa : 1). Perasaan belum puas, sehingga petani berkeinginan untuk menjadi yang lebih baik ; 2). Perasaan terhadap tingkat produksi yang masih rendah, sehingga petani berusaha meningkatkan produksi lagi ; 3). Adanya permintaan yang semakin besar terhadap produk-produk usahataninya ; dan 4). Adanya aktualisasi diri pada petani sehingga petani berusaha meningkatkan pengetahuannya dengan cara membaca koran dan majalah, mendengar radio, melihat televisi dan lain-lain. Sebaliknya, faktor penghambat dan faktor pengganggu menyebabkan petani sasaran enggan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi ke arah yang lebih baik (Ibrahim, dkk., 2003).


(23)

Sasaran Penyuluhan

Sasaran penyuluhan pertanian yaitu siapa sebenarnya yang disuluh atau ditunjukkan kepada siapa penyuluhan pertanian tersebut. Jadi bukan berarti tujuan yang hendak di capai oleh penyuluhan pertanian. Kita dapat menyatakan dengan tegas bahwa sasaran penyuluhan pertanian adalah para petani beserta keluarganya (Kartasapoetra, 1991).

Samsudin (1977) menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian ditujukan kepada keluarga tani dipedesaan yang terdiri dari bapak tani, ibu tani, dan pemuda-pemudi tani atau ditujukan untuk masyarakat tani dipedesaan, yang merupakan kesatuan petani dan keluarganya, sedangkan Ibrahim, dkk. (2003) menyatakan bahwa sasaran penyuluhan pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sasaran utama, sasaran penentu dan sasaran penunjang.

1. Sasaran utama

Sasaran utama dalam penyuluhan meliputi petani dan nelayan berserta para anggota keluarganya, yang terdiri dari bapak tani, ibu tani, pemuda tani dan pemudi tani.

2. Sasaran penentu

Sasaran penentu dalam penyuluhan pertanian adalah terdiri dari : 1) Pejabat pemerintah di pusat dan daerah. Pejabat selain membuat

keputusan dan peraturan-peraturan, juga dapat menggerakkan masyarakat yang dipimpinnya, sehingga target petani sasaran yang diharapkan tercapai;

2) Peneliti dari lingkungan lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Peneliti ini dapat berperan sebagai sumber teknologi. Dalam kondisi yang demikian ini, maka penyuluh dapat berfungsi sebagai jembatan antara lembaga penelitian dengan petani, artinya penyuluh dapat menyampaikan teknologi apa saja yang terdapat di lembaga penelitian kepada petani dan penyuluh juga dapat menyampaikan teknologi apa saja yang dibutuhkan;

3) Lembaga perkreditan pertanian. Salah satu kendala petani adalah permodalan dan salah satu sumber modal usahatani dapat berasal dari lembaga perkreditan;


(24)

4) Produsen dan penyalur sarana produksi, alat-alat dan mesin pertanian; 5) Produsen pengolahan hasil pertanian dan lembaga pemasaran.

3. Sasaran penunjang

Sasaran penunjang ini meliputi segenap lapisan masyarakat yang dapat berperan sebagai pelancar atau penghambat kegiatan penyuluhan. Sasaran penunjang terdiri dari : 1). Anggota organisasi sosial, organisasi profesi dan organisasi politik. Sasaran ini pada umumnya dapat memberikan masukan, yang berupa saran dan kritik kepada pemerintah maupun pembuat kebijakan lainnya; 2). Seniman. Pada umumnya seniman menjadi tokoh idola (public figure) yang perilakunya pada umumnya ditiru oleh penggemarnya. Bila perilaku seniman itu menunjang tujuan proses penyuluhan berarti dapat mendukung proses penyuluhan; 3). Pemuka agama, adat dan kepercayaan. Mereka merupakan pemimpin informal yang mampu menggerakkan masyarakat di sekitarnya; dan 4). Konsumen hasil pertanian. Konsumen hasil-hasil pertanian dapat bertindak sebagai penentu arah proses produksi pertanian khususnya pada usahatani komersil.

Lembaga Penyuluhan

Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) merupakan lembaga baru penyuluhan pertanian di Indonesia sejak diberlakukannya SKB Mendagri-Mentan 1996. Pembentukan organisasi, dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor sesuai dengan keputusan Bupati nomor 40 tahun 2004.

Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990) melihat lembaga kemasyarakatan berdasarkan ciri yang dimiliki bahwa lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya, mempunyai satu tingkat kekekalan tertentu, mempunyai beberapa tujuan, mempunyai alat-alat perlengkapan untuk mencapai tujuan, mempunyai lambang-lambang dan mempunyai tradisi tertulis maupun tidak tertulis yang merupakan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.


(25)

Organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan satu kesatuan fungsional (Soekanto, 1990). Organisasi penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani mengorganisasikan diri secara efektif, selain itu organisasi penyuluhanpun membantu petani melalui komunikasi, yang berarti pemberian jasa menghendaki komunikasi ke dalam yang efisien. Dinas penyuluhan membantu petani membentuk pendapat dan membuat keputusan, selain itu dinas berperan dalam sistem pengetahuan dan informasi pertanian, konsep sistem pengetahuan dan informasi pertaniaan ini berguna untuk menganalisis cara-cara yang mendukung petani karena adanya pengetahuan dan informasi. Sistem tersebut dapat didefinisikan sebagai : “Orang-orang, jaringan-jaringan kerja, dan lembaga-lembaga beserta penyatuan dan hubungan diantara mereka yang mengikutsertakan atau mengatur pembangkitan, transformasi, transmisi, penyimpanan, pemanggilan, integrasi, difusi serta pemanfaatan pengetahuan dan informasi, dan yang secara petensial bekerja secara sinergis untuk peningkatan keserasian antara pengetahuan dan lingkungan, dan teknologi yang digunakan dalam pertanian (Van den Ban & Hawkins, 1999).

Penyuluh

Penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju (Kartasapoetra, 1991).

Menurut Samsudin (1977) yang disebut dengan penyuluh pertanian adalah; 1). Penyuluh yang langsung berhubungan dengan petani, yang sifatnya dikenal oleh

para petani di pedesaan ; misalnya di sini termasuk Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) ataupun Penyuluh Pertanian Media (PPM); 2). Penyuluh yang tidak langsung berhubungan dengan petani yang umumnya berstatus sebagai pegawai suatu instansi yang ada hubungannya dengan kegiatan pertanian; misalnya petugas dari Dinas Pertanian, Pembangunan Masyarakat Desa, Koperasi, dan sebagainya. Dengan demikian seorang penyuluh pertanian dalam kegiatan tugasnya yang diemban akan mempunyai tiga peranan yang erat, yaitu :


(26)

1. berperan sebagai pendidik, yaitu memberikan pengetahuan atau cara-cara baru dalam budidaya tanaman, agar para petani lebih terarah dalam usaha taninya, meningkatkan hasil dan mengatasi kegagalan-kegagalan dalam usaha taninya itu;

2. berperan sebagai pemimpin, yaitu dapat membimbing dan memotivasi para petani agar mau mengubah cara berfikir, cara kerjanya agar timbul keterbukaan dan mau menerapkan cara-cara bertani baru yang lebih berdaya-guna dan berhasil-berdaya-guna, sehingga tingkat hidupnya akan lebih sejahtera 3. berperan sebagai penasihat, yaitu yang dapat melayani, memberi

petunjuk-petunjuk dan membantu petani baik dalam bentuk peragaan atau memberikan contoh-contoh kerja dalam usaha tani dalam memecahkan segala masalah yang dihadapi para petani.

Selain petugas penyuluh pertanian yang dibawahi oleh pemerintah, juga terdapat penyuluh pertanian profesional dari pihak swasta seperti dari perusahaan pupuk, obat-obatan untuk tanaman, alat-alat pertanian, benih, bibit dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat penyuluh pertanian sukarela yang berbentuk kontak tani di pedesaan yang secara sukarela membantu dinas pertanian dalam usaha menyebarluaskan teknologi baru

Syarat-syarat yang harus diperhatikan untuk dapat menjadi seorang penyuluh pertanian yang baik adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengadakan hubungan atau komunikasi yang lancar dengan sasaran dan diterima sebagai teman sekerja (partner) oleh mereka.

2. Para penyuluh pertanian harus menguasai ilmu dan teknik pertanian (produksi, pengolahan dan pemasaran) yang lebih maju, sehingga tahu apa yang akan disuluhkannya itu. Dengan demikian akan menarik dan menimbulkan rasa percaya pada pihak sasaran.

3. Para penyuluh harus menguasai pula ilmu dan teknik berkomunikasi sehingga dapat memilih dan menggunakan cara dan alat yang tepat pada waktunya.

4. Harus mengenal sasaran dan daerah kerja sehingga mengetahui masalah-masalah dan dapat memotivasi bagi kegiatan-kegiatan perubahan yang dirasakan perlu oleh sasaran.


(27)

5. Para penyuluh harus menyadari azas-azas penyuluhan untuk dijadikan pegangan untuk bertindak selanjutnya.

6. Penyuluh pertanian mempunyai kawan-kawan (kawan sejawat dan para petani) dalam pekerjaannya, oleh sebab itu baik secara peseorangan maupun kelompok harus bisa menjalankan peranan-peranannya.

Selain mempunyai budi pekerti yang luhur, seorang penyuluh pertanian akan memperlihatkan sikap terhadap sasaran dan pekerjaannya sebagai berikut :

1. Merasa sebagai sahabat dan bukan sebagai pemimpin,

2. Penuh perhatian pada sasaran dan permasalahan-permasalahannya, 3. Menghargai pendapat orang lain,

4. Penuh pengabdian dan pengorbanan,

5. Selalu mawas diri dan minta maaf untuk kelalaian dan kekhilafan, serta, 6. Sopan santun dan ramah (Wiriaatmadja, 1983)

Usaha Ternak Domba

Peternakan adalah suatu proses biologis yang dikendalikan oleh manusia. Banyak unsur yang terkait didalamnya dan dapat dikatakan suatu sistem, dimana manusia sebagai subjek dan ternak sebagai objeknya, sedangkan penerapan teknologi adalah alat untuk mencapai tujuan.

Setiana dan Abdullah (1994) mengemukakan bahwa pengembangan ternak ruminansia kecil dalam hal ini ternak domba di pedesaan merupakan upaya yang sedang digalakkan. Salah satu tujuan upaya tersebut untuk meningkatkan populasi ternak secara umum dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pemeliharaan ternak ruminansia kecil untuk dikembangkan di pedesaan dipandang cukup memadai, karena di samping mudah dalam pemeliharaannya juga di pedesaan masih banyak terdapat sumber hijauan alami yang dapat digunakan untuk pakan ternak. Pemeliharaan skala kecil diusahakan hanya menggunakan tenaga kerja keluarga dengan tujuan untuk menabung dan ternak dapat dijual sewaktu-waktu

Beberapa hal yang membuat domba menjadi ternak yang banyak dipelihara antara lain : 1). Beternak domba tidak memerlukan modal yang terlalu tinggi, 2). Cara pemeliharaan yang sudah banyak dikenal oleh peternak, 3). Tersedianya cukup pakan domba di daerah pedesaan, 4). Pertumbuhan yang cepat sehingga dapat


(28)

menghasilkan uang, 5). Tersedianya tenaga kerja untuk beternak, 6). Pemasaran ternak domba tidak terlalu sulit karena permintaan akan daging domba cukup tinggi dan stabil, serta 7). Daya adaptasinya yang tinggi terhadap lingkungan dan iklim setempat (Pangestu dan Supraptini, 1996).

Hasil penelitian Triyono (1990) mengenai pengaruh aspek sosial pemeliharaan pada pencurahan jam kerja pemeliharaan kambing dan domba menunjukkan bahwa usaha ternak domba merupakan usaha yang saling menunjang dengan usahatani tanaman pangan. Didapatkannya kotoran ternak kambing dan domba yang berfungsi sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah bagi usahatani tanaman pangan. Sebaliknya, ternak domba memperoleh limbah pertanian, misalnya daun kacang-kacangan sebagai bahan makanan tambahan.

Sumoprastowo (1993) menyatakan bahwa ternak domba selain sebagai sumber pangan yang berkualitas tinggi dan penghasil wol, ternak domba juga mempunyai peranan sebagai objek parawisata bagi daerah tertentu, yaitu berupa atraksi ketangkasan yang sangat menarik perhatian para wisatawan lokal maupun mancanegara. Usaha ternak domba sebagai usaha sambilan memberikan tambahan pendapatan yang cukup membantu dalam menopang penghasilan utama rumah tangga. Kontribusi yang diberikannya bervariasi diantara berbagai daerah. Hasil penelitian Lina (1998) di Desa Sukawangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut menunjukkan bahwa kontribusi usaha ternak domba terhadap pendapatan keluarga petani peternak sebesar 21,31 %. Rustam (2001) yang mengadakan penelitian di daerah Darmaga Bogor mengenai evaluasi dampak program hibah ternak domba terhadap pendapatan petani memberikan nilai kontribusi sebesar 1,56%.


(29)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan wilayah Cisarua dan desa-desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi ini dilakukan melalui konsultasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan yaitu pada tanggal 7 Oktober sampai 21 November 2005.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi penelitian terdiri dari dua kelompok: kelompok pertama adalah peternak domba yang berada di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, yang tergabung dalam kelompok ternak domba. Kelompok kedua adalah penyuluh yang bertanggungjawab di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Sampel

Sampel dalam penelitian diambil berdasarkan daftar anggota pada kelompok ternak domba. Dari 12 desa yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Caringin empat desa diambil sebagai sampel penelitian. Sampel dipilih dari tujuh kelompok yang tersebar pada empat desa tersebut secara simple random sampling sebanyak 70 orang sebagai responden dan sebanyak tiga orang penyuluh.

Tabel 1. Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian No. Nama Desa Nama Kelompok Jumlah

Peternak

Jumlah Sampel 01. Pasir Buncir Bersaudara

Saluyu

Tarbiyatul Atfal Al- Hidayah

25 25 25 25

10 10 10 10 02. Muarajaya Maju Jaya 25 10 03. Cinagara Lestari 20 10 04. Cimande Bina Ternak 20 10


(30)

Desain

Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan penelitian survei yang berbentuk deskriptif dan korelasional. Deskriptif digunakan untuk menggambarkan faktor internal peternak dan penyuluh, menggambarkan faktor ekternal peternak dan penyuluh serta hubungan faktor internal dan ekternal penyuluh dengan kelembagaan penyuluhan. Kemudian uji korelasi Rank Spearman (rs) digunakan untuk melihat hubungan antara faktor internal dan ekternal peternak dengan kelembagaan penyuluhan.

Data dan Instrumentasi Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan panduan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber yaitu: Dinas Peternakan Kabupaten, kantor Cabang Dinas, Kecamatan dan Desa.

Instrumentasi

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama kuesioner untuk responden peternak dan bagian kedua kuesioner untuk responden penyuluh. Kedua kuesioner tersebut sama-sama terbagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian pertama untuk melihat faktor internal; bagian kedua untuk melihat faktor eksternal; dan bagian ketiga untuk melihat kelembagaan penyuluhan.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas instrumentasi menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pengukuran validitas instrumentasi di arahkan ke validitas isi “contents” yakni sejauh mana alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep. Validitas instrumen dapat diukur dengan melakukan hal-hal berikut :


(31)

1. Melakukan studi pustaka untuk mencari definisi dan rumusan-rumusan yang berkaitan dengan topik penelitian.

2. Menyusun pertanyaan dalam kuesioner berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah terbukti.

3. Menyesuaikan isi kuesioner dengan teori-teori yang menyangkut semua jenis variabel penelitian.

4. Melakukan diskusi dengan dosen pembimbing sesuai dengan topik penelitian. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun dan Effendi, 1995). Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Dari hasil uji yang telah dilakukan kepada 20 responden dan diolah melalui program SPSS 11,0 for windows diperoleh hasil rAlpha 0,9637, yang ternyata lebih besar dibandingkan dengan nilai rtabel (0,444) dengan derajat kebebasan 5%, maka pertanyaan dalam kuesioner tersebut adalah reliabel.

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan pada tanggal 7 Oktober sampai 21 November 2005 melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang melibatkan para peternak domba dan penyuluh lapang sebagai responden. Disamping itu juga dilakukan wawancara secara mendalam terhadap beberapa informan dan observasi langsung di lapangan. Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait yang terdapat di lokasi penelitian, antara lain: Kantor Kecamatan Caringin, Desa-desa yang terlibat dalam penelitian, Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dan pustaka yang berhubungan dengan penelitianini.


(32)

Analisis Data

Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :

1. Data mengenai faktor internal peternak dan penyuluh, faktor eksternal peternak dan penyuluh serta hubungan faktor internal dan eksternal penyuluh dengan kelembagaan penyuluhan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif.

2. Data mengenai hubungan faktor internal dan eksternal peternak dengan kelembagaan penyuluhan dianalisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman (rs). Uji ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 11,0 for windows. (Siegel, 1997), dengan rumus sebagai berikut : Rumus uji korelasi Rank Spearman

Keterangan :

rs = koefisien korelasi Rank Spearman N = banyaknya jenjang

X = Variabel independent Y = Variabel dependent

di = Perbedaan antara kedua ranking (X-Y) Sumber : Siegel, S. 1997.

Definisi Istilah

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah penting dan untuk menyeragamkan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan. Istilah-istilah tersebut adalah :

1. Umur adalah usia peternak pada saat penelitian dilakukan yang diukur dari tahun kelahiran sampai penelitian ini dilakukan yang dihitung dengan pembulatan ke arah hari ulang tahun terdekat, dimana untuk enam bulan lebih dihitung menjadi satu tahun.

rs = 1 -

N N

di N

i

=

3 1

2 6


(33)

2. Pendidikan formal adalah lamanya peternak duduk di bangku sekolah yang diselesaikan berdasarkan jenjang dan tidak sekolah SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.

3. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak terlibat dalam berusaha ternak domba yang diukur dalam satuan tahun, baik sebagai usaha pokok atau sambilan.

4. Pekerjaan pokok adalah kegiatan yang mendapat prioritas dalam kehidupan peternak, dan memberikan kontribusi utama pada pendapatan keluarga.

5. Pendapatan adalah hasil bersih yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan keluarga pada saat kegiatan penelitian dilakukan.

6. Jumlah ternak adalah banyaknya dan jenis hewan yang dimiliki saat penelitian dilakukan, yang dihitung persatuan ternak.


(34)

KEADAAN UMUM LOKASI Wilayah

Dinas Peternakan dan Perikanan, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Wilayah Cisarua

UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dibentuk berdasarkan keputusan bupati Bogor Nomor 40 tahun 2004 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehetan Hewan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.

UPTD merupakan unsur pelaksana operasional Dinas yang dipimpin oleh seorang kepala UPTD, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Dinas serta secara operasional dikoordinasikan oleh Camat. UPTD mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas, tanggungjawab dan wewenang Dinas. Adapun fungsi UPTD adalah sebagai berikut:

1. penyelenggara urusan ketatausahaan UPTD;

2. pengumpulan, pengolahan dan analisis data potensi penyuluhan peternakan dan perikanan serta pos kesehatan hewan;

3. penyusunan rencana kerja penyuluhan peternakan dan perikanan serta pos kesehatan hewan;

4. pelaksana bimbingan dan penyuluhan pengelolaan budidaya ternak dan ikan; 5. pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan dan ikan dimasyarakat;

6. pengawasan dan pemantauan lalu lintas hewan/ternak dan ikan antar wilayah/kecamatan;

7. pelaksanaan bimbingan dan pengawasan pelayanan kesehatan hewan dan reproduksi ternak dan ikan;

8. pelaksanaan bimbingan kelembagaan usaha dan kegiatan usaha peternakan dan perikanan;

9. pelaksanaan bimbingan pengelolaan dan pemasaran hasil peternakan dan perikanan; dan

10. pelayanan konsultasi kesehatan hewan atau ternak.


(35)

wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Cisarua, Ciawi, Megamendung, Caringin, Cigombong dan Cijeruk. Luas wilayah UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan wilayah Cisarua sebagaimana tercamtum pada daftar tabel di bawah ini.

Tabel 2. Daftar Luas Kerja UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Wilayah Cisarua Kabupaten Bogor.

No. Kecamatan Luas (ha/Km2)

1. Cisarua 6547

2. Ciawi 2086,845

3. Megamendung 4583

4. Caringin 5771

5. Cigombong 3235

6. Cijeruk 3584

Sumber : KIPP tahun 2005

Wilayah kerja UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Cisarua berkedudukan di antara dua Gunung, yaitu Gunung Pangranggo dan Gunung Salak. Ini merupakan daerah strategis bagi pengembangan pertanian dan kehutanan. Batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kota Bogor (Kecamatan Bogor Selatan) dan Kecamatan Ciawi Sebelah Selatan : Kecamatan Cigombong, Kabupaten Sukabumi

Sebelah Timur : Taman Nasional Gede Pangranggo Sebelah Barat : Kecamatan Taman Sari

Kecamatan Caringin

Kecamatan Caringin merupakan salah satu wilayah kerja dari UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan wilayah Cisarua yang berada di bagian Utara Kabupaten Bogor, dengan jarak 25 Km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor. Batas wilayah Kecamatan Caringin adalah sebagai berikut :

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk Sebelah Timur : Berbatasan dengan Gn. Gede Pangranggo Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Ciawi

Wilayah Kecamatan Caringin umumnya memiliki tofografi datar sampai berbukit dengan ketinggian ketinggian 380-820 m di atas permukaan air laut (dpl). Curah hujan Kecamatan Caringin rata-rata 2500 mm per tahun.


(36)

Gambar 2 : Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Potensi Sumberdaya Alam Luas Wilayah

Kecamatan Caringin terbagi kedalam 12 desa yaitu Desa Cinagara, Tangkil, Pasir Muncang, Muarajaya, Caringin, Pasir Buncir, Cimande, Lemah Dulur, Cimande Hilir, Ciherang Pondoh, Ciderum dan Pancawati. Luas wilayah kecamatan Caringin adalah 5.771 Ha. Sebagian besar tanah di Kecamatan Caringin dimanfaatkan untuk pekarangan 709 Ha, tegalan/kebun 1.504 Ha, sawah 1.858 Ha, kolam 32 Ha, pengangonan 10 Ha dan lain-lain 1.658 Ha. Sebaran pemanfaatan lahan di Kecamatan Caringin seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran Luas Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Caringin No. Pemanfaatan Lahan Jumlah (Ha) Persentase (%)

1. Pekarangan 709 12,29

2. Tegalan/kebun 1504 26,06

3. Sawah 1858 32,20

4. Kolam 32 0,55

5. Pengangonan 10 0,17

6. Lain-lain 1658 28,73

Jumlah Total 5771 100,00


(37)

Pertanian

Penggunaan lahan yang ada di wilayah Kecamatan Caringin selalu mengalami pergeseran dari tahun ke tahun, terutama pola lahan sawah menjadi pemukiman dan bangunan pabrik, hal ini berakibat terjadinya penurunan luas lahan sawah yang cukup tajam. Komoditas utama pertanian yang diusahakan oleh petani di wilayah Kecamatan Caringin adalah tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan

Peternakan

Jenis ternak yang paling banyak dipeliharan oleh petani-peternak di Kecamatan Caringin adalah ayam (228.613 ekor), domba (4.644 ekor), kambing (2.315 ekor), bebek (1.755 ekor), sapi (501 ekor), kerbau (306 ekor), dan kuda (45 ekor). Sebaran jenis populasi ternak di Kecamatan Caringin seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Jenis Ternak di Kecamatan Caringin Tahun 2004

No. Jenis Ternak Jumlah (ekor)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ayam Domba Kambing Bebek Sapi Kerbau Kuda 228.613 4.644 2.315 1.755 501 306 45 Sumber : Monografi Kecamatan Caringin Tahun 2004

Potensi Sumberdaya Manusia Penduduk

Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kecamatan Caringin sebanyak 101.195 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 51.094 orang dan perempuan sebanyak 50.101 orang dengan jumlah kepala keluarga (KK) 21.669 orang dan yang masuk Kepala Keluarga Tani sebanyak 11.518 orang. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Caringin cukup bervariasi yaitu petani, peternak, buruh tani, pegawai negeri, pegawai swasta, pengrajin, pedagang, pengemudi, montir, dan lain-lain.


(38)

Teknologi Tingkat Petani

Tingkat penerapan teknologi oleh petani-peternak sangat bervariasi sesuai dengan kemampuan petani-peternak dan komoditas yang diusahakan. Keragaan penerapan teknologi pertanian di Kecamatan Caringin disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Tingkat Penerapan Teknologi Peternakan (%) di Kecamatan Caringin Tahun 2004

No. Komoditas Penerapan Teknologi (%)

Bibit Unggul

Kandang Pakan Kesehatan Tingkat Produksi

Pengendalian Penyakit I. Peternakan

- Ayam buras 62 67 66 66 66 62

- Ayam ras 77 72 85 67 66 81

- Kambing 73 67 66 56 57 67

- Domba 65 67 66 61 61 62

Sumber : KIPP tahun 2004

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia di Kecamatan Caringin cukup memadai, di antaranya terdapat sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan dan lain-lain Kelembagaan penunjang di wilayah Kecamatan Caringin sebagai penunjang kegiatan pembangunan pertanian di antaranya adalah pasar sebanyak dua buah, Koperasi Unit Desa (KUD) enam buah, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dua buah dan kios usaha perdagangan sebanyak 37 buah.

Kecamatan Caringin berada pada daerah yang strategis dalam mengembangkan usahatani, lebih-lebih dalam pemasaran hasil pertanian. Potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya cukup mendukung pengembangan wilayah Kecamatan Caringin. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian khususnya di bidang pertanian dan peternakan merupakan salah satu faktor tenaga kerja serta sumberdaya alam yang melimpah merupakan input yang potensial untuk pengembangan usaha ternak domba. Jarak Kecamatan Caringin yang relatif dekat dengan kota besar seperti: Jakarta, Sukabumi, Bandung sebagai wilayah konsumen daging dan produk pertanian, sehingga dengan adanya peluang agribisnis diharapkan


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Internal Peternak dan Penyuluh Faktor Internal Peternak

Faktor internal peternak adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman beternak, skala usaha, lahan usaha dan pendapatan. Faktor internal yang diperoleh disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Faktor Internal Responden Peternak

Jumlah

No. Uraian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur (tahun)

21 – 36 23 32,9

37 – 50 28 40,0

51 – 70 19 27,1

2. Pendidikan

Tamat SD 52 74,3

Tamat SLTP – Tamat SMU 17 24,3

Tamat Perguruan Tinggi (PT) 1 1,4

3. Pekerjaan Utama

Petani 39 55,7

Peternak 2 2,9

Buruh Tani 18 25,7

Wiraswasta 6 8,6

Lain-lain 5 7,1

4. Pengalaman Beternak (tahun)

1 - 5 tahun 23 32,9

6 – 15 tahun 28 40,0

16 – 48 tahun 19 27,1

5. Skala Usaha (ST)

0 – 0,49 ST 24 34,2

0,50 – 0,98 ST 23 32,9

0,99 – 5,36 ST 23 32,9

6. Lahan Usaha (Ha)

0 – 0,3 Ha 26 37,1

0,4 – 0,7 Ha 24 34,3

0,8 – 2 Ha 20 28,6

7. Pendapatan/bln

Rp. 200.000 – 400.000 24 34,3

> Rp. 400.000 – < 900.000 25 35,7


(40)

Umur

Umur responden peternak berkisar antara 21-70 tahun. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden (40%) berumur antara 37–50. Umur termuda (32,9%) antara 21-36 dan umur responden tertua (27,1%) 51-70 tahun. Umur rata-rata responden adalah 44 tahun hal ini sesuai dengan jumlah terbanyak dari umur peternak yang berada pada selang 37-50 tahun.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak banyak pemuda tani di wilayah tersebut memilih untuk menjadi petani-peternak, karena mereka beranggapan pekerjaan lain lebih menjanjikan untuk hidup lebih sejahtera. Biasanya mereka memilih ibu kota Jakarta sebagai tempat mengadu nasib walaupun pekerjaan yang mereka dapatkan hanya sebagai kuli bangunan. Berbeda dengan mereka yang berumur muda, mereka yang berumur tua atau lanjut lebih memilih menggantungkan hidupnya di desa yaitu di bidang pertanian dan peternakan.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan dengan ilmu pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan keahlian petani-peternak dalam menjalankan usaha taninya. Tingkat pendidikan responden dilihat berdasarkan pendidikan formal terakhir yang diperoleh. Sebaran tingkat pendidikan peternak adalah dari tamat SD sampai tamat Perguruan Tinggi (PT).

Mayoritas tingkat pendidikan responden 74,3% adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (PT) masing-masing adalah 24,3% dan 1,4%. Dari informasi yang diperoleh alasan responden tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena selain faktor biaya, bagi responden asalkan bisa membaca dan menulis saja sudah cukup, selebihnya ilmu bisa didapat di mana saja selama ada kemauan untuk maju.

Pekerjaan Utama

Pekerjaan utama responden peternak yang ada di Kecamatan Caringin yakni petani, peternak, buruh tani, wiraswasta dan lain-lain (tukang ojek, guru). Dari Tabel 6 terlihat bahwa peternak yang bekerja sebagai petani adalah 55,7% merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain. Sementara itu, untuk jenis pekerjaan utama terbanyak kedua adalah buruh tani dengan persentase


(41)

25,7%, jenis pekerjaan terbanyak ketiga adalah wiraswasta yaitu sebesar 8,6% yang merupakan pekerjaan utama beternak sebesar 2,9% diikuti oleh pekerjaan utama lainnya seperti ojek dan guru sebanyak 7,1%.

Selain pekerjaan utama, responden yang ada di Kecamatan Caringin memiliki pekerjaan tambahan dan termasuk beternak sebagai tambahan untuk meningkatkan penghasilan mereka. Jenis pekerjaan tambahan peternak tersebut cukup beragam, bahkan ada yang lebih dari satu jenis pekerjaan. Terdapat jenis-jenis pekerjaan tambahan yang didapatkan meliputi petani, peternak, wiraswasta dan lain-lain.

Tabel 7. Pekerjaan Tambahan Responden Peternak

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (jiwa) (%)

1. Tidak ada 9 12,9

2. Petani 5 7,1

3. Peternak 54 77,1

4. Wiraswasta 1 1,4

5. Lain-lain 1 1,4

Jumlah 70 100,0

Dari pekerjaan tambahan peternak tersebut, sebanyak 12,9% responden tidak mempunyai pekerjaan tambahan. Mayoritas responden (77,1%) memiliki pekerjaan tambahan sebagai peternak. Pekerjaan petani sebagai tambahan sekitar 7,1%, wiraswasta sebesar 1,4%, dan sebagai pengemudi 1,4%. Pada tabel di atas terlihat bahwa pekerjaan sebagai peternak merupakan pekerjaan yang memiliki jumlah dan persentase yang sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa walaupun beternak menunjukkan persentasi yang tinggi namun bagi sebagian orang beternak masih menjadi pekerjaan sampingan belum menjadi pekerjaan utama.

Pengalaman Beternak

Dalam menjalankan usahanya, responden telah memiliki ilmu pengetahuan tentang cara beternak yang di peroleh dari keluarga secara turun temurun, selain itu pengalaman menjadi salah satu guru dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman beternak diukur dari sejak dimulainya usaha ternak domba sampai pada saat


(42)

dilakukannya penelitian ini. Pengalaman beternak yang dimiliki oleh peternak di Kecamatan Caringin bervariasi yaitu mulai dari 1tahun sampai 48 tahun.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar responden (40%) memiliki pengalaman beternak antara 6-15 tahun, (32,9%) responden memiliki pengalaman 1-5 tahun, dan 27,1% responden memiliki pengalaman beternak sekitar 16-48 tahun. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pengalaman peternak memelihara domba yaitu dimulai ketika peternak berusia 12 tahun.

Skala Usaha

Kepemilikan ternak domba petani-peternak diukur dengan menggunakan Satuan Ternak (ST). Ternak domba jantan dewasa dengan betina dewasa: 0,14 ST, sedangkan jantan muda dan betina muda: 0,07 ST, dan domba anak-anak: 0,035 ST. Jumlah ternak domba berkisar antara 0-5,36 ST. Nilai 0 ST diperoleh karena pada saat penelitian dilakukan ada beberapa peternak yang baru saja menjual ternaknya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dari Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar responden (34,2%) memiliki skala usaha 0-0,49 ST, (32,9%) responden memiliki skala usaha 0,50-0,98 ST dan (32,9%) responden memiliki skala usaha sebanyak 0,99-5,36 ST. Tidak semua ternak yang dipelihara merupakan milik pribadi, ada sebagian peternak mendapatkan kesempatan menerima bantuan yaitu berupa domba guliran yang diberikan oleh Balai Besar Diklat Agribisnis Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBDAPK) yaitu suatu instansi pemerintah, terletak di Cinagara, Kabupaten Bogor.

Lahan Usaha

Lahan usaha responden peternak terdiri dari luas lahan pertanian dan peternakan, luas lahan yang mereka gunakan untuk usaha peternakan dan pertanian yaitu 0 sampai 2 hektar. Sebagian besar lahan yang dimiliki peternak digunakan untuk lahan pertanian sedangkan lahan untuk peternakan ikut di dalamnya, selain itu sebagian peternak yang masih beternak secara tradisional lebih memilih memanfaatkan lahan pekarangan rumah.

Sebagian besar responden (37,1%) memiliki lahan antara 0-0,3 ha, (34,3%) peternak memiliki luas lahan 0,4-0,7 ha, dan (28,6%) peternak memiliki luas lahan


(43)

0,8-2 ha. Status kepemilikan lahan usaha petani-peternak sebagian besar adalah tanah garapan, bukan milik responden.

Pendapatan

Kondisi sosial ekonomi petani-peternak salah satunya dicirikan oleh tingkat pendapatan yang diperoleh dalam periode waktu tertentu. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh responden terdiri dari pendapatan yang berasal dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan yang mereka usahakan. Pendapatan peternak bervariasi yaitu antara Rp. 200.000 – 2.300.000, seperti yang terlihat pada Tabel 6. Sebagian besar responden (35,7%) mempunyai pendapatan Rp. 450.000 – 800.000, (34,3%) responden mempunyai pendapatan Rp. 200.000 – 400.000 dan 30% dari keseluruhan peternak memiliki pendapatan Rp. 900.000 – 2.300.000.

Faktor Internal Penyuluh

Faktor internal penyuluh terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman menjadi penyuluh dan pendapatan. Faktor internal penyuluh lebih jelas dapat dilihat pada uraian dibawah ini.

Umur

Responden penyuluh (3 orang) masing-masing berumur 38, 43 dan 44 tahun. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyuluh lapangan baik itu yang bertugas di wilayah kecamatan Caringin maupun bukan lebih di dominasi oleh mereka yang memiliki usia di atas 30 tahun, dari informasi yang diperoleh hal tersebut terjadi karena selain mereka telah berpengalaman, sebagian besar penyuluh muda yang diharapkan dapat menggantikan posisi mereka dinilai belum siap pakai, sehingga perlu ada pembinaan dahulu sebelum mereka di terjunkan ke masyarakat.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh ke tiga penyuluh yaitu Perguruan Tinggi (PT) Diploma III. Dua diantaranya adalah lulusan dari peternakan dan satu dari perikanan. Selain pendidikan formal para penyuluh membekali diri dengan mengikuti pelatihan-pelatihan pengembangan karier, seminar-seminar, lokakarya dan kegiatan lainnya yang mendukung pekerjaannya.


(44)

Pengalaman Menjadi Penyuluh

Pengalaman penyuluh dalam menjalankan tugasnya yaitu antara 11-19 tahun, tentu hal ini tidak semudah membalikan telapak tangan, dengan bekal pengalaman yang dimiliki inilah, mereka berkecimpung di dunia penyuluhan. Sebesar 33,3% penyuluh memiliki pengalaman menjadi penyuluh selama 11 tahun dan sebanyak 66,7% memiliki pengalaman menjadi penyuluh selama 19 tahun.

Pendapatan

Pendapatan yang diperoleh oleh penyuluh sesuai dengan pangkat atau golongan yang dimiliki. Dari hasil penelitian terlihat bahwa besarnya pendapatan yang diterima oleh ke tiga penyuluh perbedaannya hanya sedikit. Pendapatan masing-masing penyuluh yaitu Rp. 925.000 sampai Rp. 1.400.00 per bulan.

Faktor Eksternal Peternak dan Penyuluh

Pada penelitian yang telah dilakukan, selain faktor internal yaitu berupa karakteristik responden peternak dan penyuluh, juga terdapat faktor ekternal dari peternak dan penyuluh yang diduga berpengaruh terhadap peran lembaga penyuluhan.

Faktor Eksternal Peternak

Faktor eksternal peternak terdiri dari peluang pasar dan kebijakan pemerintah tentang peternakan. Peningkatan pendapatan petani-peternak dapat dilihat dari kemampuan mereka memanfaatkan peluang pasar dengan adanya tujuan pemasaran yang jelas. Kecamatan Caringin berada pada daerah yang cukup strategis dalam mengembangkan usahatani, terutama pada pemasaran hasil-hasil pertanian dan peternakan. Keberadaan pasar induk yang ada dan pasar lokal di sekitarnya sangat menguntungkan bagi para petani dalam memasarkan hasil pertaniannya. Ada 4 titik yang menjadi sasaran utama petani-peternak dalam memasarkan produk pertaniannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.


(45)

Tabel 8. Rataan Skor Peluang Pasar Menurut Tujuan Pemasaran No. Sasaran Pasar Total Skor Rataan Skor

1 Koperasi 83 1,2

2. Tengkulak 206 2,9

3. Pasar 160 2,3

4 Konsumen Langsung 154 2,2 Total Rataan Skor 2,2

Keterangan : Kisaran skor yang digunakan adalah : 3 = Mudah, 2 = Agak sulit, 1 = Sulit

Berdasarkan data pada Tabel 8 rataan skor yang diperoleh untuk sasaran pasar tengkulak adalah 2,9. Nilai ini memberi arti bahwa peternak lebih menyukai menjual produk usahanya kepada tengkulak, karena menjual ke tengkulak dinilai mudah dibandingkan yang lain.

Dari informasi yang diperoleh, alasan peternak memilih menjual ke tengkulak adalah ; pertama selain tingkat kemudahannya, kedua biaya yang dikeluarkan untuk transportasi kecil dibandingkan harus menjual secara langsung ke pasar, waktu yang ada bisa digunakan untuk aktivitas yang lain karena tidak usah repot-repot mencari pembeli dan yang terakhir adalah sarana dan fasilitas yang kurang memadai, seperti jalan yang rusak dan berbatu, sehingga menyulitkan kendaraan menjangkau tempat petani-peternak, belum adanya sarana telekomunikasi, seperti telepon.

Peran penyuluh sebagai sumber informasi, pendidik, membantu dalam hal pengambilan keputusan serta mencapai tujuan usaha dirasakan cukup membantu. Dalam hal pemasaran, penyuluh selalu memberikan informasi serta gambaran tentang keadaan pasar, harga produk dipasaran dan strategi pemasaran setiap pertemuan satu minggu sekali, yaitu setiap hari Kamis dan Jum’at sesuai dengan jadwal pertemuan pada setiap kelompok. Penilaian peternak terhadap peran penyuluh disajikan pada Tabel 9.


(46)

Tabel 9. Rataan Skor Penilaian Responden Peternak Terhadap Peran Penyuluh

No. Aspek Yang Dinilai Total Skor Rataan Skor 1. Sumber Informasi 170 2,4

2. Pendidik 167 2,4

3. Membantu dalam 158 2,3 mengambil keputusan

4. Membantu dalam 152 2,2 mencapai tujuan

Total Rataan Skor 2,3

Keterangan : Kisaran skor yang digunakan adalah :

3 = Baik, 2 = Cukup Baik, 1 = Kurang

Pada Tabel 9 terlihat bahwa kelima aspek yang dinilai memiliki nilai rataan skor antara 2,2-2,4. Nilai total rataan skor yang diperoleh yaitu sebesar 2,3. Hal ini membuktikan bahwa peran penyuluh telah dijalankan dengan cukup baik, walaupun pada kenyataannya tidak sesuai dengan harapan, yaitu peternak lebih suka memilih tengkulak dibandingkan koperasi maupun pasar.

Selain peluang pasar, faktor eksternal kebijakan pemerintah ikut mempengaruhi peran lembaga penyuluhan. Perhatian pemerintah tidak hanya sebatas pada kebijakan harga, namun ada sisi lain yang kadang terlupakan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi pada hewan ternak, menjadi momok yang menakutkan bagi peternak, seperti isu flu burung dan antraks. Pada saat penelitian dilakukan ditemukan satu kasus, seorang peternak menjual dan membakar ayamnya karena takut kena flu burung, padahal setelah diperiksa Petugas Penyuluhan Lapangan (PPL) tidak ditemukan penyakit tersebut. Ternak yang dipeliharanya sakit bukan karena flu burung, namun karena perubahan cuaca.

Minimnya informasi yang diperoleh menyebabkan peternak terlalu cepat mengambil kesimpulan, hal ini sangat merugikan peternak. Masalah ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah, namun berlaku pula bagi mereka yang berkecimpung di dunia peternakan, termasuk lembaga penyuluhan.


(47)

Tabel 10. Rataan Skor Penilaian Responden Peternak Terhadap Kebijakan Pemerintah

No. Aspek Yang Dinilai Total Skor Rataan Skor 1. Perhatian terhadap peternak 154 2,2 2. Kebijakan harga 168 2,4

Total Rataan Skor 2,3

Keterangan : Kisaran skor yang digunakan adalah : 3 = Baik, 2 = Cukup baik, 1 = Kurang

Berdasarkan data pada Tabel 10 kebijakan pemerintah, yakni perhatiannya terhadap masalah-masalah yang menimpa peternak dan kebijakan harga dinilai sudah cukup baik oleh peternak, hal tersebut dapat terlihat dari nilai rataan skor sebesar 2,3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketika ada kebijakan dari pemerintah untuk peternak, penyuluh selalu menyampaikan informasi tersebut pada petani-peternak walaupun kebijakan tersebut masih dalam rumusan. Tujuan dari penyampaian kebijakan ini adalah agar petani-peternak tidak kaget apabila kebijakan yang dibuat oleh pemerintah benar-benar ditetapkan.

Salah satu peran lembaga penyuluhan dapat dikatakan efektif ketika informasi yang diberikan kepada peternak sesuai dengan kebutuhan peternak, dari hasil penelitian diperoleh bahwa kegiatan penyuluhan peternakan yang selama ini berjalan dinilai sesuai dengan kebutuhan perternak. Nilai total rataan skor yang diperoleh dari kelima aspek tersebut adalah 2,9 antara lain, rencana, materi penyuluhan, teknik atau metode penyuluhan, lokasi penyuluhan dan waktu penyuluhan. Hasil yang diperoleh dapat terlihat pada Tabel 11.

Tebel 11. Rataan Skor Penilaian Responden Peternak Terhadap Kegiatan Penyuluhan

No. Aspek Yang Dinilai Total Skor Rataan Skor

1. Rencana 210 3,0

2. Materi Penyuluhan 210 3,0

3. Teknik/metode penyuluhan 210 3,0 4. Lokasi penyuluhan 198 2,8

5. Waktu Penyuluhan 210 3,0

Total rataan skor 2,9

Keterangan : Kisaran skor yang digunakan adalah :


(48)

Faktor Eksternal Penyuluh

Faktor eksternal penyuluh yaitu terdiri dari dukungan pimpinan, baik Pemda maupun Dinas dan kebijakan pemerintah tentang kelembagaan penyuluhan. Dibawah ini ditampilkan bagan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor.

Gambar 3. Bagan Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan.

Terlihat pada bagan diatas bahwa UPTD Penyuluhan dan Pos Kesehatan Hewan merupakan unsur pelaksana operasional Dinas, yang dipimpin oleh seorang kepala UPTD, dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Dinas serta secara operasional dikoordinasikan oleh Camat. Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada penyuluh didapatkan bahwa dukungan pimpinan (kepala UPTD) terhadap apa yang mereka kerjakan dirasakan cukup baik, namun mereka menilai bahwa dukungan yang lebih justru mereka dapatkan dari Kecamatan, sedangkan perhatian dari Pemda maupun Dinas mereka rasakan kurang.

Bergulirnya Undang-Undang otonomi daerah membawa dampak terhadap kebijakan penyuluhan. Baik program, sistem, maupun kelembagaan penyuluhan tidak lagi menjadi kewenangan pemerintah pusat, melainkan daerah. Hal itu juga

KEPALA DINAS

KEPALA UPTD

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


(49)

berdampak terhadap nasib penyuluh ke dalam keadaan yang baru. Masa transisi atau peralihan menyebabkan mereka harus bisa bergerak cepat menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Penyuluh menyukai organisasi dan tata kerja seperti dulu dibandingkan sekarang, dengan alasan bahwa ketika sebelum pelaksanaan otonomi daerah keberadaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) serta jajaran penyuluhan langsung dikoordinir oleh kantor wilayah Departemen Pertanian yang memiliki koordinasi langsung dengan departemen pertanian sehingga eksistensinya sangat diperhatikan. Sebaliknya setelah otonomi daerah pengurusan pembangunan termasuk mengurus PPL diserahkan kepada pemerintah kabupaten, namun sangat disayangkan ternyata banyak bupati yang tidak mengerti akan pentingnya peranan PPL sehingga melupakannya.

Penyuluh juga mengharapkan wadah penyuluhan di Kabupaten Bogor dibuat menjadi satu wadah, anggaran penyuluhan ditingkatkan, alat peraga dilengkapi, proses naik pangkat dipermudah. Selain itu harapan lainnya adalah adanya regenerasi yaitu perekrutan penyuluh-penyuluh lapang baru dengan semangat yang tinggi, dilengkapi ilmu yang cukup untuk menggantikan para penyuluh yang sudah seharusnya pensiun, sehingga kegiatan penyuluhan dapat terus berjalan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Peternakan dan Perikanan. 2005. Rencana Kegiatan Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Ibrahim, J.T., A. Sudiyono dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan

Pertanian. Bayumedia Publishing. Jawa Timur.

Kadir, M. 2005. Efektivitas penyuluhan peternakan sapi potong rakyat di Kecamatan

Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan. Skripsi. Departemen Sosial

Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian. 2005. Program Penyuluhan Pertanian

UPTF/BPP Caringin, Kecamatan Caringin. Kantor Informasi Penyuluhan

Pertanian (BIPP), Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor.

Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Kecamatan Caringin. 2004. Profil Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Provinsi

Jawa Barat.

Lina, K. 1998. Pola pengusahaan dan pendapatan usaha peternakan domba rakyat di

desa Sukawangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut. Skripsi. Jurusan

Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Mathius, I.W. 1991. Pokok-Pokok Pikiran Budi daya Kambing-Domba Di Pedesaan.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume X, No. 4. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Pangestu, B.R. dan S. Supraptini. 1996. Proyek Pengembangan Usaha Peternakan

ayam dan Domba Lokal Di Pedesaan ; Pemuliaan Domba Lokal. Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Departemen Pertanian Kabupaten

Bogor. Bogor.

Rustam. 2001. Evaluasi dampak program hibah ternak domba terhadap pendapatan

petani. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Samsudin, S. 1977. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Penerbit

Binacipta. Bandung.

Setiana, M.A. dan L. Abdullah. 1994. Potensi Tumbuhan Liar Yang Bisa di

Konsumsi Ternak Kambing dan Domba di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo,

Bogor. Media Peternakan Vol. 17 No. 2. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.


(2)

61

Siegel, S. 1997. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. PT. Gramedia.

Jakarta.

Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Somoprastowo, R.M. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wol. Bhatara Karya

Aksara. Jakarta.

Susanto, J. 2001. Peran Penyuluhan Pertanian dalam Mewujudkan Kemandirian

Petani. Makalah Seminar PERHIPTANI 2001 “Posisi Penyuluh Pertanian dan

Kehutanan di Era Otonomi Daerah ; Tasikmalaya, 20 Oktober 2001.

Tasikmalaya.

Triyono, J. 1990. Pengaruh beberapa aspek sosial pemeliharaan pada pencurahan jam

kerja pemeliharaan kambing dan domba. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi

Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Van den Ban, A.W. dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta.

Wardono, S. 2002. Tanggapan peserta dan implikasi penyuluhan agribisnis

peternakan dalam pekan nasional x agribisnis 2001 di Tasikmalaya. Skripsi.

Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Wiriaatmadja, S.M.A. 1983. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. C.V. Yasaguna

Jakarta.


(3)

(4)

63


(5)

(6)

65

Correlations

1.000 -.276* .178 .369** .188 -.022 -.353** .166 -.010 .344** .226 .065 .077 -.114 -.113 .031 -.251* .116 .222 -.270* . .021 .141 .002 .120 .855 .003 .169 .936 .004 .060 .592 .524 .349 .352 .799 .036 .338 .064 .024 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.276* 1.000 .096 -.137 -.154 .137 .467** -.032 -.132 -.330** -.184 -.091 -.240* .262* -.070 .267* .297* .085 -.285* .354**

.021 . .427 .257 .203 .259 .000 .790 .274 .005 .128 .455 .045 .029 .564 .026 .013 .484 .017 .003 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .178 .096 1.000 -.044 .030 .301* -.020 .203 .213 -.358** -.319** -.293* -.375** .312** .158 .383** .273* .438** .203 .157 .141 .427 . .718 .808 .011 .869 .093 .076 .002 .007 .014 .001 .009 .191 .001 .022 .000 .093 .193 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .369** -.137 -.044 1.000 .083 -.022 -.375** -.036 -.005 .130 .157 -.052 -.102 -.176 .076 .045 -.145 -.194 -.212 -.159 .002 .257 .718 . .492 .858 .001 .769 .968 .282 .194 .669 .400 .145 .534 .712 .232 .108 .079 .190 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .188 -.154 .030 .083 1.000 .084 -.317** .019 .198 .067 .335** .212 .063 -.112 .310** -.094 -.216 .099 .194 -.224 .120 .203 .808 .492 . .492 .008 .874 .101 .581 .005 .078 .605 .356 .009 .437 .073 .415 .107 .062 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.022 .137 .301* -.022 .084 1.000 .297* -.021 -.010 -.190 .122 .193 .159 .151 .201 .414** .225 .320** .207 .246* .855 .259 .011 .858 .492 . .013 .862 .936 .115 .315 .109 .189 .213 .095 .000 .061 .007 .085 .040 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.353** .467** -.020 -.375** -.317** .297* 1.000 -.207 -.181 -.445** -.118 -.025 -.057 .236* -.180 .260* .304* .070 -.307** .417**

.003 .000 .869 .001 .008 .013 . .085 .133 .000 .331 .837 .638 .049 .136 .030 .010 .565 .010 .000 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .166 -.032 .203 -.036 .019 -.021 -.207 1.000 .118 .089 -.077 -.071 -.019 .191 -.061 .023 -.076 .176 .082 -.168 .169 .790 .093 .769 .874 .862 .085 . .332 .463 .529 .557 .875 .113 .614 .853 .530 .144 .500 .165 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.010 -.132 .213 -.005 .198 -.010 -.181 .118 1.000 -.028 -.058 -.019 .155 .014 .155 -.147 -.160 .037 -.042 .010 .936 .274 .076 .968 .101 .936 .133 .332 . .819 .635 .874 .200 .909 .199 .223 .185 .758 .729 .936 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .344** -.330** -.358** .130 .067 -.190 -.445** .089 -.028 1.000 .480** .253* .457** -.412** -.150 -.185 -.391** -.080 .238* -.041 .004 .005 .002 .282 .581 .115 .000 .463 .819 . .000 .035 .000 .000 .216 .125 .001 .512 .047 .735 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .226 -.184 -.319** .157 .335** .122 -.118 -.077 -.058 .480** 1.000 .441** .344** -.309** .011 -.110 -.450** .069 -.043 -.037 .060 .128 .007 .194 .005 .315 .331 .529 .635 .000 . .000 .004 .009 .927 .367 .000 .568 .725 .759 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .065 -.091 -.293* -.052 .212 .193 -.025 -.071 -.019 .253* .441** 1.000 .385** -.252* .138 .002 -.164 -.075 .205 .049 .592 .455 .014 .669 .078 .109 .837 .557 .874 .035 .000 . .001 .035 .256 .987 .175 .537 .088 .686 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .077 -.240* -.375** -.102 .063 .159 -.057 -.019 .155 .457** .344** .385** 1.000 -.344** -.130 -.094 -.169 -.127 .188 .200 .524 .045 .001 .400 .605 .189 .638 .875 .200 .000 .004 .001 . .004 .283 .439 .163 .294 .119 .097 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.114 .262* .312** -.176 -.112 .151 .236* .191 .014 -.412** -.309** -.252* -.344** 1.000 .009 .430** .386** .221 -.136 .223 .349 .029 .009 .145 .356 .213 .049 .113 .909 .000 .009 .035 .004 . .939 .000 .001 .066 .262 .063 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.113 -.070 .158 .076 .310** .201 -.180 -.061 .155 -.150 .011 .138 -.130 .009 1.000 -.191 .259* -.039 .108 -.146 .352 .564 .191 .534 .009 .095 .136 .614 .199 .216 .927 .256 .283 .939 . .114 .030 .747 .373 .226 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .031 .267* .383** .045 -.094 .414** .260* .023 -.147 -.185 -.110 .002 -.094 .430** -.191 1.000 .350** .450** .134 .452** .799 .026 .001 .712 .437 .000 .030 .853 .223 .125 .367 .987 .439 .000 .114 . .003 .000 .270 .000

70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.251* .297* .273* -.145 -.216 .225 .304* -.076 -.160 -.391** -.450** -.164 -.169 .386** .259* .350** 1.000 -.016 -.112 .368**

.036 .013 .022 .232 .073 .061 .010 .530 .185 .001 .000 .175 .163 .001 .030 .003 . .894 .357 .002 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .116 .085 .438** -.194 .099 .320** .070 .176 .037 -.080 .069 -.075 -.127 .221 -.039 .450** -.016 1.000 .337** .225 .338 .484 .000 .108 .415 .007 .565 .144 .758 .512 .568 .537 .294 .066 .747 .000 .894 . .004 .061 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 .222 -.285* .203 -.212 .194 .207 -.307** .082 -.042 .238* -.043 .205 .188 -.136 .108 .134 -.112 .337** 1.000 -.103 .064 .017 .093 .079 .107 .085 .010 .500 .729 .047 .725 .088 .119 .262 .373 .270 .357 .004 . .394 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 -.270* .354** .157 -.159 -.224 .246* .417** -.168 .010 -.041 -.037 .049 .200 .223 -.146 .452** .368** .225 -.103 1.000 .024 .003 .193 .190 .062 .040 .000 .165 .936 .735 .759 .686 .097 .063 .226 .000 .002 .061 .394 . 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Correlation Coeffici Sig. (2-tailed) N Umur Pendidikan Pengalaman Betern Banyaknya Ternak Lahan Usaha Pendapatan Pekerjaan Peluang Pasar Kebijakan Pemerin P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 p8 P9 P10 P11 Spearman's rh Umur Pendidikan Pengalaman Beternak Banyaknya

Ternak Lahan UsahaPendapatanPekerjaan Peluang

Pasar Kebijakan

Pemerintah P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 p8 P9 P10 P11

Correlation is significant at the .05 level (2-tailed). *.

Correlation is significant at the .01 level (2-tailed). **.