Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(Vinil Alkohol) Dengan Variasi Poli(Etilena Glikol) Sebagai Porogen

KARAKTERISTIK FLUKS MEMBRAN KITOSAN
TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN
VARIASI POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN

KHOIRUN NISA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

2

ABSTRAK
KHOIRUN NISA. Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil
alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen. Dibimbing oleh
AHMAD SJAHRIZA dan SRI MULIJANI.
Membran yang terbuat dari campuran kitosan-poli(vinil alkohol) (PVA)
dengan penambahan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang memperlihatkan
struktur hidrogel semi-interpenetrating network (semi-IPN). Kitosan merupakan

polisakarida alami yang melimpah dan dapat diperbarui yang diekstraksi dari kulit
crustacea seperti udang dan kepiting. PVA merupakan polimer sintetik yang
memiliki sifat-sifat mekanik yang unik. Sembilan jenis membran kitosan-PVA
dipreparasi dari dope yang berisi campuran larutan kitosan 3% (b/v), 33.30 µM
glutaraldehida 25% (v/v), serta PVA dan PEG dengan variasi konsentrasi masingmasing 0.0, 2.5, dan 5.0% dalam pelarut asam asetat 1% (v/v). Setiap dope
membran dicetak di atas lempeng kaca kemudian diuapkan selama semalam pada
suhu ruang lalu direndam dalam larutan NaOH 1 M sebagai non-pelarut selama 23 jam. Membran yang terbentuk dinetralkan dengan air kemudian diukur fluksnya
dengan fluida umpan akuades (pH 7.3) dan larutan bufer fosfat pH 6. Pengukuran
nilai fluks akuades dilakukan pada variasi tekanan 2.5, 5.0, 7.5, dan 10.0 psi,
sedangkan untuk bufer dilakukan pada tekanan 2.5 dan 10.0 psi. Nilai fluks
akuades cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fluks bufer. Gejala
tersebut memperlihatkan sensitivitas hidrogel membran terhadap perubahan pH
lingkungan. Semakin asam kondisi lingkungan maka nisbah pembengkakan
hidrogel semakin besar sehingga pori-pori membran semakin menyempit. Gejala
tersebut mengakibatkan terjadinya kompaksi membran sehingga nilai fluks
semakin turun seiring dengan naiknya tekanan pada transpor membran. Nilai fluks
cenderung turun dengan peningkatan konsentrasi PVA dan naik dengan
peningkatan konsentrasi PEG sebagai porogen.

3


ABSTRACT
KHOIRUN NISA. Flux Characteristics of Chitosan Membrane Modified by
Poly(vinyl alcohol) with Variations Poly(ethylene glycol) as Porogen. Supervised
by AHMAD SJAHRIZA and SRI MULIJANI.
Chitosan-poly(vinyl-alcohol) membrane with glutaraldehyde as cross-linked
agent was classified as semi-interpenetrating network (semi-IPN) hydrogel
structure. Chitosan is naturally abundant and renewable polysaccharide extracted
from crustacean shells (e.g. shrimp and crab). Poly(vinyl-alcohol) or PVA is a
synthetic polymer with excellent mechanical properties. Nine types of chitosanPVA membrane were prepared from dope constituted of chitosan solution 3%
(b/v), 33.30 µM glutaraldehyde 25% (v/v), and concentration of both PEG
(poly(ethylene glycol)) and PVA varied from 0.0, 2.5, and 5.0%. Diluted acetic
acid 1% (v/v) was used as the solvent for the dope preparation. Membrane dope
was casted onto a glass plate surface and evaporated for a night at room
temperature. It was then immersed in NaOH 1 M as nonsolvent for 2-3 hours. The
resulting membrane was rinsed and neutralized by water and then the flux
determined using destilled water (pH 7.3) and buffer phosphate pH 6 solution as
feed fluids. The flux was measured at various pressure of 2.5, 5.0, 7.5, and 10.0
psi for destilled water and from 2.5 and 10.0 psi for buffer. The flux of destilled
water was higher than the flux of buffer. These phenomenon showed sensitive

property of hydrogel membrane upon pH environment, as the hydrogel itself was
swollen in acetic condition cause reducing the membrane pore diameter. The flux
decreased as PVA percentage increased, while increasing PEG percentage as the
porogen increased the flux. The applied pressures was the main driving force on
membrane transport and the effect on flux decreased the applied pressure
increased. It was caused by compaction phenomenon occured on the matrix of
membrane as related with the hydrogel structure.

4

KARAKTERISTIK FLUKS MEMBRAN KITOSAN
TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN
VARIASI POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN

KHOIRUN NISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

5

Judul Skripsi : Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil
alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen
Nama
: Khoirun Nisa
NIM
: G01400021

Disetujui

Dra. Sri Mulijani, M.S.
Anggota


Drs. Ahmad Sjahriza
Ketua

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah kajian fluks membran hidrogel kitosan-poli(vinil alkohol),
dengan judul Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil
alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Sjahriza dan Dra.
Sri Mulijani, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini. Ungkapan terima kasih juga

kepada Mimi, Mama, Yayu Wah, Saroh, Aa Maulana, dan Yayang Azhar atas
dukungan, perhatian, dan kasih sayang tulusnya. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Mail, Bapak Nano, Ibu Ai, Pak Pam, Pak Sabur, Mas Toni, serta
staf dosen kimia fisik FMIPA IPB atas bantuannya, juga kepada Fenol, Bu Desi,
Bu Rini, dan rekan-rekan di Laboratorium Teknologi Kimia TIN atas
dukungannya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Dian, Isye, Ulil, selaku
rekan kerja yang mengesankan (Shrimp family), Dewi, Nunu, Mila, Tya, Mbak
Retno, Mbak Ain, Deni, Ira rekan Kimia 37, Ade, Yanti, Yayu, Tati, Nican,
Ratna, dan Ucie the big family of F-8c dan B-11 atas persahabatan, perhatian,
ilmu, semangat yang diberikan, serta kebersamaan yang indah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005
Khoirun Nisa

7

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jatibarang pada tanggal 1 Februari 1982 dari ayah
Drs. M. Rawi dan ibu Fatimah. Penulis merupakan putri kedua dari lima

bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Kimia Dasar II pada tahun ajaran 2001/2002 dan 2002/2003; Kimia
Lingkungan pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005; dan Kimia Koloid pada
tahun ajaran 2004/2005. Pada tahun 2003 penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Mikrobiologi
Bogor. Penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Profesi Departemen
Kimia (IMASIKA) pada tahun 2001 dan 2003.

PENDAHULUAN
Pemisahan suatu molekul dari molekulmolekul yang lain dalam suatu larutan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain
adalah kromatografi kolom, kromatografi
lapis tipis, HPLC, dan elektoforesis. Namun
teknik-teknik tersebut memiliki beberapa
kekurangan di antaranya adalah tidak

sederhana dan memerlukan bahan kimia lain
yang tidak sedikit. Saat ini telah banyak
digunakan teknik pemisahan yang lebih
sederhana, yaitu teknik pemisahan dengan
menggunakan
membran.
Teknologi
pemisahan menggunakan membran memiliki
beberapa kelebihan, yaitu lebih sederhana,
tidak memerlukan bahan kimia tambahan,
serta ramah lingkungan (Fadillah 2003).
Membran dapat dibuat dari bahan organik
maupun anorganik. Membran organik lebih
dikenal dengan membran polimer karena
bahan-bahan pembuat membran organik
merupakan polimer baik polimer sintetik
ataupun alami (Kesting 1971). Membran
anorganik dapat dibuat dari beberapa material
seperti kaca, keramik, maupun logam (Mulder
1996). Kitosan sebagai salah satu biopolimer

yang melimpah di alam dapat juga digunakan
sebagai bahan pembuat membran (Aryanto
2002).
Membran
kitosan
dalam
perkembangannya
sering dimodifikasi
dengan bahan atau polimer lain. Modifikasi
tersebut antara lain dapat dilakukan dengan
penambahan bahan atau polimer yang dapat
membentuk ikatan silang dengan molekul
kitosan, seperti penambahan glutaraldehida
atau genipin (Jin et al. 2004). Modifikasi juga
dapat dilakukan dengan pembentukan jaringan
antara molekul kitosan dengan molekul
polimer lain seperti poli(etilena oksida) (PEO)
(Jin et al. 2004). Modifikasi dapat pula
dilakukan dengan melapisi permukaan
membran kitosan dengan plasma uap alkana

(petroleum eter) (Wang et al. 2001).
Disamping itu larutan kitosan juga dapat
digunakan untuk memodifikasi membran lain
dalam hal ini selulosa dengan cara melapisi
seluruh permukaan membran selulosa
sehingga dihasilkan membran dengan laju alir
air yang lebih rendah, ukuran pori-pori yang
lebih kecil, dan kemampuan rejeksi
makromolekul protein yang lebih tinggi (Yang
et al. 2001).
Modifikasi membran kitosan diharapkan
dapat menghasilkan membran dengan karakter
yang lebih baik seperti peningkatan kestabilan

membran (Jin et al. 2004), memperkecil
ukuran
pori-pori
membran
sehingga
pemisahan molekul-molekul atau rejeksi

makromolekul dari suatu larutan oleh
membran lebih efektif (Wang et al. 2001).
Membran kitosan yang dimodifikasi
dengan agen pertautan silang genipin lebih
stabil pada pH 2-4 dibandingkan dengan
membran kitosan murni. Penambahan PEO
pada campuran kitosan-genipin memberikan
karakter hidrogel pada membran yang
dihasilkan.
Hal
itu
terjadi
karena
pembentukan struktur semi-interpenetrating
network (semi-IPN) pada membran, akibatnya
terjadi pembengkakan
membran pada
lingkungan dengan pH • 7. Semakin kecil pH
maka pembengkakan semakin besar (Jin et al.
2004).
Membran kitosan yang dibuat dalam
penelitian ini akan dimodifikasi dengan
penambahan bahan pembentuk struktur semiIPN yaitu poli(vinil alkohol) (PVA) karena
sifat mekaniknya yang baik (Hassan & Peppas
2000). Selain penambahan PVA juga
dilakukan penambahan glutaraldehida sebagai
agen pertautan silang. Untuk pembentukan
dan penyeragaman pori-pori membran, dalam
hal ini dilakukan penambahan poli(etilena
glikol) (PEG) sebagai porogen (Yang et al.
2001).
Penambahan PVA dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan
membran kitosan sedangkan penambahan
PEG sebagai porogen dilakukan untuk
menambah pori-pori yang terbentuk pada
membran sehingga dapat meningkatkan fluks.
Dalam penelitian ini juga akan dibuktikan
terbentuknya struktur hidrogel semi-IPN
antara kitosan, PVA dan glutaraldehida yang
sensitif terhadap perubahan pH lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Kitosan merupakan salah satu produk
alam yang merupakan turunan kitin. Kitin
adalah sebuah polisakarida yang terbuat dari
kulit udang, rajungan dan kepiting. Unit
utama dari polimer kitin adalah 2-deoksi-2(asetilamin) glukosa yang dikombinasikan
dengan rantai 1-4 glikosida. Pemutusan gugus
asetil dari kitin oleh basa kuat menghasilkan
kitosan (Sigma-Aldrich 1999).
Menurut Li et al. (1992), asam format
dan asam asetat dengan konsentrasi setiap 0.21.0% dan 1-2% merupakan pelarut yang baik
untuk kitosan. Kitosan merupakan suatu

9

polikation yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalam asam organik seperti asam format,
asetat, tartat, dan sitrat (Sigma-Aldrich 1999).
Gambar 1 menunjukkan struktur kitin dan
kitosan.
CH2OH

CH2OH

O

O
HO
HO

NHAc

NHAc

n

(a)
CH2OH

CH2OH

O

O
HO
HO

NH2

NH2

n

(b)
Gambar 1 Struktur molekul Kitin (a) dan
Kitosan (b).
Keberadan gugus amina pada kitosan
menyebabakan kitosan larut dalam media
asam. Pelarutan kitosan dalam asam akan
membentuk larutan kental yang dapat
digunakan untuk pembuatan gel dalam
berbagai variasi seperti butiran, membran,
ataupun serat (Jin et al. 2004).
Perbedaan antara kitin dan kitosan
terletak pada derajat deasetilasi. Umumnya
reaksi pelepasan gugus asetil (deasetilasi)
dalam larutan alkali tidak terjadi sepenuhnya
walaupun dibawah perlakuan yang ekstrim.
Derajat deasetilasi biasanya berkisar antara
70-95%, bergantung pada metode yang
digunakan dalam pembuatan kitosan (Li et al.
1992). Derajat deasetilasi kitosan yang dapat
digunakan dalam pembuatan membran antara
lain 77% dan 85% (Cardenas et al. 2003).
Derajat deasetilasi merupakan salah satu
faktor kimia paling penting dalam kitosan.
Metode untuk menentukan gugus asetil yang
terlepas dari kitosan diantaranya adalah
spektroskopi inframerah, titrasi, kromatografi
gas, dan absorpsi warna. Menurut Muzzarelli
spektrofotometri ultraviolet pada panjang
gelombang 199 nm merupakan metode terbaik
untuk penentuan derajat deasetilasi secara
akurat dan tidak merusak, dengan teknik ini
absorbans N-asetilglukosamina bergantung
pada konsentrasi dan tidak dipengaruhi oleh
keberadaan asam asetat (Li et al. 1992).
Viskositas kitosan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti derajat deasetilasi,
berat molekul, konsentrasi pelarut, kekuatan

ionik, pH, dan temperatur. Perubahan pH
berbanding terbalik dengan
viskositas.
Semakin tinggi pH maka viskositas semakin
rendah (Li et al. 1992). Derajat deasetilasi,
kadar abu, kadar air, dan viskositas
merupakan parameter penting bagi kitosan
seperti terlihat pada Tabel 1.
Optimasi
yang
dilakukan
dalam
pembuatan membran kitosan oleh Aryanto
(2002) menggunakan pelarut asam asetat,
asam sitrat, dan asam formiat dengan
konsentrasi 10% pada konsentrasi kitosan 1,
3, 5, dan 7 % memperlihatkan bahwa pelarut
dan konsentrasi kitosan terbaik dalam
pembuatan membran adalah asam asetat dan
konsentrasi 7%. Pembuatan membran kitosan
dapat dimodifikasi dengan menggunakan
bahan tambahan yang dapat meningkatkan
stabilitas dan karakter membran, bahan yang
biasa digunakan sebagai penstabil membran
antara lain glutaraldehida (Jin et al. 2004) dan
genipin (Jin et al. 2004), keduanya merupakan
agen pertautan silang pada kitosan. Polimer
lain juga dapat ditambahkan pada larutan
kitosan untuk pembentukan karakter gel pada
membran, polimer tersebut antara lain adalah
PVA (Wang et al. 2004) dan PEO (Jin et al.
2004).
Tabel 1 Parameter mutu kitosan.
Parameter
Nilai
Ukuran partikel
Serpihan
sampai
bubuk
Kadar Air
≤10%
Kadar Abu
≤2%
Derajat Deasetilasi
≥70%
Warna larutan
Jernih
Viskositas:
1% kitosan (cps)
Rendah
2.000
Sumber: Manullang 1997.
Glutaraldehida
Glutaraldehida (Gambar 2) merupakan
agen pertautan silang yang sering digunakan
dalam polipeptida dan protein karena
aktivitasnya yang tinggi dan gugus aldehida
yang dapat membentuk basa Schiff´s dengan
gugus amino dari protein. Glutaraldehida juga
digunakan sebagai agen pertautan silang
dengan PVA dan beberapa polisakarida lain
seperti heparin, asam hialuronat, dan kitosan
(Wang et al. 2004). Glutaraldehida merupakan
senyawa dengan fungsi ganda yang umumnya
digunakan dalam modifikasi protein dan

10

polimer. Glutaraldehida mempunyai rumus
molekul C5H8O2 dengan bobot molekul
sebesar 100.1 g/mol, titik didih sebesar 100
ºC, titik lebur -15 ºC, pH 3.2–4.2, berupa
larutan yang berwarna kuning, larut dalam air,
alkohol, dan benzene (BASF 1999).

OH

OH

OH
n

O

O

Gambar 3 Struktur PVA.

H2
C
H

C
H2

C
H2

PEG

H

Gambar 2 Struktur glutaraldehida.
PVA
Poli(vinil alkohol) merupakan polimer
yang sangat menarik karena memiliki karakter
yang sesuai untuk aplikasi dalam bidang
farmasi dan biomedis. Sifat mekanik dari
PVA merupakan sifat yang menarik terutama
dalam preparasi hidrogel. PVA memiliki
struktur kimia yang sederhana dengan gugus
hidroksil yang tidak beraturan. Monomernya,
yaitu vinil alkohol tidak berada dalam bentuk
stabil, tetapi berada dalam keadaan tautomer
dengan asetaldehida (Wang et al. 2004).
Gambar 3 menunjukkan struktur molekul
PVA.
PVA dagang biasanya merupakan
campuran dari beberapa tipe stereoregular
yang berbeda (isotaktik, ataktik, dan
sindiotaktik). Mutu PVA dagang yang baik
ditentukan oleh derajat hidrolisisnya. Derajat
hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan
PVA dalam air, semakin tinggi derajat
hidrolisisnya maka kelarutannya akan
semakin rendah (Hassan & Peppas 2000).
PVA dengan derajat hidrolisis 98,5% atau
lebih dapat dilarutkan dalam air pada suhu
70°C. Dalam pembuatan hidrogel kitosanPVA, PVA dilarutkan dalam larutan kitosan
pada suhu 80°C selama lima menit (Wang et
al. 2004).
Kombinasi
Kitosan-PVA
dengan
glutaraldehida sebagai agen pertautan silang
menghasilkan struktur hidrogel semi-IPN.
Hidrogel yang terbentuk dari kombinasi
tersebut memiliki nisbah pembengkakan dan
penyusutan yang tinggi, sensitif terhadap
perubahan pH, serta mudah terurai secara
alami (Wang et al. 2004).

Poli(etilena glikol) adalah molekul
sederhana dengan struktur molekul linier atau
bercabang. Pada suhu ruang, PEG dengan
bobot molekul dibawah 700 berbentuk cair,
sedangkan yang memiliki bobot molekul 700900 berbentuk semi padat, dan PEG dengan
bobot molekul 900-1000 atau lebih berbentuk
padatan. PEG larut dalam air dan beberapa
pelarut organik seperti toluena, aseton,
metanol, dan metilklorida tetapi tidak larut
dalam heksana dan hidrokarbon alifatik yang
sejenis (Fadillah 2003).
PEG secara dagang dibuat dari reaksi
antara etilena oksida dengan air atau reaksi
antara etilena glikol (HOCH2CH2OH) dengan
sejumlah kecil katalis natrium klorida, dan
jumlah etilena glikol menentukkan bobot
molekul dari PEG. Rumus struktur PEG
ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut (Stevens
2001).
Menurut hasil penelitian Fadillah (2003),
interaksi konsentrasi PEG dengan selulosa
asetat menunjukkan adanya pengaruh yang
sangat nyata terhadap ukuran pori-pori
membran. Fluks membran akan bertambah
dengan bertambahnya konsentrasi PEG dan
berkurangnya konsentrasi selulosa asetat.
Nilai fluks membran komposit selulosakitosan
semakin
meningkat
dengan
peningkatan konsentrasi PEG (Yang et al.
2001).

H

H

C

C

H

H

O

n

Gambar 4 Struktur PEG.

KARAKTERISTIK FLUKS MEMBRAN KITOSAN
TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN
VARIASI POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN

KHOIRUN NISA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

2

ABSTRAK
KHOIRUN NISA. Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil
alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen. Dibimbing oleh
AHMAD SJAHRIZA dan SRI MULIJANI.
Membran yang terbuat dari campuran kitosan-poli(vinil alkohol) (PVA)
dengan penambahan glutaraldehida sebagai agen pertautan silang memperlihatkan
struktur hidrogel semi-interpenetrating network (semi-IPN). Kitosan merupakan
polisakarida alami yang melimpah dan dapat diperbarui yang diekstraksi dari kulit
crustacea seperti udang dan kepiting. PVA merupakan polimer sintetik yang
memiliki sifat-sifat mekanik yang unik. Sembilan jenis membran kitosan-PVA
dipreparasi dari dope yang berisi campuran larutan kitosan 3% (b/v), 33.30 µM
glutaraldehida 25% (v/v), serta PVA dan PEG dengan variasi konsentrasi masingmasing 0.0, 2.5, dan 5.0% dalam pelarut asam asetat 1% (v/v). Setiap dope
membran dicetak di atas lempeng kaca kemudian diuapkan selama semalam pada
suhu ruang lalu direndam dalam larutan NaOH 1 M sebagai non-pelarut selama 23 jam. Membran yang terbentuk dinetralkan dengan air kemudian diukur fluksnya
dengan fluida umpan akuades (pH 7.3) dan larutan bufer fosfat pH 6. Pengukuran
nilai fluks akuades dilakukan pada variasi tekanan 2.5, 5.0, 7.5, dan 10.0 psi,
sedangkan untuk bufer dilakukan pada tekanan 2.5 dan 10.0 psi. Nilai fluks
akuades cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fluks bufer. Gejala
tersebut memperlihatkan sensitivitas hidrogel membran terhadap perubahan pH
lingkungan. Semakin asam kondisi lingkungan maka nisbah pembengkakan
hidrogel semakin besar sehingga pori-pori membran semakin menyempit. Gejala
tersebut mengakibatkan terjadinya kompaksi membran sehingga nilai fluks
semakin turun seiring dengan naiknya tekanan pada transpor membran. Nilai fluks
cenderung turun dengan peningkatan konsentrasi PVA dan naik dengan
peningkatan konsentrasi PEG sebagai porogen.

3

ABSTRACT
KHOIRUN NISA. Flux Characteristics of Chitosan Membrane Modified by
Poly(vinyl alcohol) with Variations Poly(ethylene glycol) as Porogen. Supervised
by AHMAD SJAHRIZA and SRI MULIJANI.
Chitosan-poly(vinyl-alcohol) membrane with glutaraldehyde as cross-linked
agent was classified as semi-interpenetrating network (semi-IPN) hydrogel
structure. Chitosan is naturally abundant and renewable polysaccharide extracted
from crustacean shells (e.g. shrimp and crab). Poly(vinyl-alcohol) or PVA is a
synthetic polymer with excellent mechanical properties. Nine types of chitosanPVA membrane were prepared from dope constituted of chitosan solution 3%
(b/v), 33.30 µM glutaraldehyde 25% (v/v), and concentration of both PEG
(poly(ethylene glycol)) and PVA varied from 0.0, 2.5, and 5.0%. Diluted acetic
acid 1% (v/v) was used as the solvent for the dope preparation. Membrane dope
was casted onto a glass plate surface and evaporated for a night at room
temperature. It was then immersed in NaOH 1 M as nonsolvent for 2-3 hours. The
resulting membrane was rinsed and neutralized by water and then the flux
determined using destilled water (pH 7.3) and buffer phosphate pH 6 solution as
feed fluids. The flux was measured at various pressure of 2.5, 5.0, 7.5, and 10.0
psi for destilled water and from 2.5 and 10.0 psi for buffer. The flux of destilled
water was higher than the flux of buffer. These phenomenon showed sensitive
property of hydrogel membrane upon pH environment, as the hydrogel itself was
swollen in acetic condition cause reducing the membrane pore diameter. The flux
decreased as PVA percentage increased, while increasing PEG percentage as the
porogen increased the flux. The applied pressures was the main driving force on
membrane transport and the effect on flux decreased the applied pressure
increased. It was caused by compaction phenomenon occured on the matrix of
membrane as related with the hydrogel structure.

4

KARAKTERISTIK FLUKS MEMBRAN KITOSAN
TERMODIFIKASI POLI(VINIL ALKOHOL) DENGAN
VARIASI POLI(ETILENA GLIKOL) SEBAGAI POROGEN

KHOIRUN NISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

5

Judul Skripsi : Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil
alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen
Nama
: Khoirun Nisa
NIM
: G01400021

Disetujui

Dra. Sri Mulijani, M.S.
Anggota

Drs. Ahmad Sjahriza
Ketua

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah kajian fluks membran hidrogel kitosan-poli(vinil alkohol),
dengan judul Karakteristik Fluks Membran Kitosan Termodifikasi Poli(vinil
alkohol) dengan Variasi Poli(etilena glikol) sebagai Porogen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Sjahriza dan Dra.
Sri Mulijani, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini. Ungkapan terima kasih juga
kepada Mimi, Mama, Yayu Wah, Saroh, Aa Maulana, dan Yayang Azhar atas
dukungan, perhatian, dan kasih sayang tulusnya. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Mail, Bapak Nano, Ibu Ai, Pak Pam, Pak Sabur, Mas Toni, serta
staf dosen kimia fisik FMIPA IPB atas bantuannya, juga kepada Fenol, Bu Desi,
Bu Rini, dan rekan-rekan di Laboratorium Teknologi Kimia TIN atas
dukungannya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Dian, Isye, Ulil, selaku
rekan kerja yang mengesankan (Shrimp family), Dewi, Nunu, Mila, Tya, Mbak
Retno, Mbak Ain, Deni, Ira rekan Kimia 37, Ade, Yanti, Yayu, Tati, Nican,
Ratna, dan Ucie the big family of F-8c dan B-11 atas persahabatan, perhatian,
ilmu, semangat yang diberikan, serta kebersamaan yang indah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2005
Khoirun Nisa

7

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jatibarang pada tanggal 1 Februari 1982 dari ayah
Drs. M. Rawi dan ibu Fatimah. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Kimia Dasar II pada tahun ajaran 2001/2002 dan 2002/2003; Kimia
Lingkungan pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005; dan Kimia Koloid pada
tahun ajaran 2004/2005. Pada tahun 2003 penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Mikrobiologi
Bogor. Penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Profesi Departemen
Kimia (IMASIKA) pada tahun 2001 dan 2003.

PENDAHULUAN
Pemisahan suatu molekul dari molekulmolekul yang lain dalam suatu larutan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain
adalah kromatografi kolom, kromatografi
lapis tipis, HPLC, dan elektoforesis. Namun
teknik-teknik tersebut memiliki beberapa
kekurangan di antaranya adalah tidak
sederhana dan memerlukan bahan kimia lain
yang tidak sedikit. Saat ini telah banyak
digunakan teknik pemisahan yang lebih
sederhana, yaitu teknik pemisahan dengan
menggunakan
membran.
Teknologi
pemisahan menggunakan membran memiliki
beberapa kelebihan, yaitu lebih sederhana,
tidak memerlukan bahan kimia tambahan,
serta ramah lingkungan (Fadillah 2003).
Membran dapat dibuat dari bahan organik
maupun anorganik. Membran organik lebih
dikenal dengan membran polimer karena
bahan-bahan pembuat membran organik
merupakan polimer baik polimer sintetik
ataupun alami (Kesting 1971). Membran
anorganik dapat dibuat dari beberapa material
seperti kaca, keramik, maupun logam (Mulder
1996). Kitosan sebagai salah satu biopolimer
yang melimpah di alam dapat juga digunakan
sebagai bahan pembuat membran (Aryanto
2002).
Membran
kitosan
dalam
perkembangannya
sering dimodifikasi
dengan bahan atau polimer lain. Modifikasi
tersebut antara lain dapat dilakukan dengan
penambahan bahan atau polimer yang dapat
membentuk ikatan silang dengan molekul
kitosan, seperti penambahan glutaraldehida
atau genipin (Jin et al. 2004). Modifikasi juga
dapat dilakukan dengan pembentukan jaringan
antara molekul kitosan dengan molekul
polimer lain seperti poli(etilena oksida) (PEO)
(Jin et al. 2004). Modifikasi dapat pula
dilakukan dengan melapisi permukaan
membran kitosan dengan plasma uap alkana
(petroleum eter) (Wang et al. 2001).
Disamping itu larutan kitosan juga dapat
digunakan untuk memodifikasi membran lain
dalam hal ini selulosa dengan cara melapisi
seluruh permukaan membran selulosa
sehingga dihasilkan membran dengan laju alir
air yang lebih rendah, ukuran pori-pori yang
lebih kecil, dan kemampuan rejeksi
makromolekul protein yang lebih tinggi (Yang
et al. 2001).
Modifikasi membran kitosan diharapkan
dapat menghasilkan membran dengan karakter
yang lebih baik seperti peningkatan kestabilan

membran (Jin et al. 2004), memperkecil
ukuran
pori-pori
membran
sehingga
pemisahan molekul-molekul atau rejeksi
makromolekul dari suatu larutan oleh
membran lebih efektif (Wang et al. 2001).
Membran kitosan yang dimodifikasi
dengan agen pertautan silang genipin lebih
stabil pada pH 2-4 dibandingkan dengan
membran kitosan murni. Penambahan PEO
pada campuran kitosan-genipin memberikan
karakter hidrogel pada membran yang
dihasilkan.
Hal
itu
terjadi
karena
pembentukan struktur semi-interpenetrating
network (semi-IPN) pada membran, akibatnya
terjadi pembengkakan
membran pada
lingkungan dengan pH • 7. Semakin kecil pH
maka pembengkakan semakin besar (Jin et al.
2004).
Membran kitosan yang dibuat dalam
penelitian ini akan dimodifikasi dengan
penambahan bahan pembentuk struktur semiIPN yaitu poli(vinil alkohol) (PVA) karena
sifat mekaniknya yang baik (Hassan & Peppas
2000). Selain penambahan PVA juga
dilakukan penambahan glutaraldehida sebagai
agen pertautan silang. Untuk pembentukan
dan penyeragaman pori-pori membran, dalam
hal ini dilakukan penambahan poli(etilena
glikol) (PEG) sebagai porogen (Yang et al.
2001).
Penambahan PVA dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan
membran kitosan sedangkan penambahan
PEG sebagai porogen dilakukan untuk
menambah pori-pori yang terbentuk pada
membran sehingga dapat meningkatkan fluks.
Dalam penelitian ini juga akan dibuktikan
terbentuknya struktur hidrogel semi-IPN
antara kitosan, PVA dan glutaraldehida yang
sensitif terhadap perubahan pH lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Kitosan merupakan salah satu produk
alam yang merupakan turunan kitin. Kitin
adalah sebuah polisakarida yang terbuat dari
kulit udang, rajungan dan kepiting. Unit
utama dari polimer kitin adalah 2-deoksi-2(asetilamin) glukosa yang dikombinasikan
dengan rantai 1-4 glikosida. Pemutusan gugus
asetil dari kitin oleh basa kuat menghasilkan
kitosan (Sigma-Aldrich 1999).
Menurut Li et al. (1992), asam format
dan asam asetat dengan konsentrasi setiap 0.21.0% dan 1-2% merupakan pelarut yang baik
untuk kitosan. Kitosan merupakan suatu

9

polikation yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalam asam organik seperti asam format,
asetat, tartat, dan sitrat (Sigma-Aldrich 1999).
Gambar 1 menunjukkan struktur kitin dan
kitosan.
CH2OH

CH2OH

O

O
HO
HO

NHAc

NHAc

n

(a)
CH2OH

CH2OH

O

O
HO
HO

NH2

NH2

n

(b)
Gambar 1 Struktur molekul Kitin (a) dan
Kitosan (b).
Keberadan gugus amina pada kitosan
menyebabakan kitosan larut dalam media
asam. Pelarutan kitosan dalam asam akan
membentuk larutan kental yang dapat
digunakan untuk pembuatan gel dalam
berbagai variasi seperti butiran, membran,
ataupun serat (Jin et al. 2004).
Perbedaan antara kitin dan kitosan
terletak pada derajat deasetilasi. Umumnya
reaksi pelepasan gugus asetil (deasetilasi)
dalam larutan alkali tidak terjadi sepenuhnya
walaupun dibawah perlakuan yang ekstrim.
Derajat deasetilasi biasanya berkisar antara
70-95%, bergantung pada metode yang
digunakan dalam pembuatan kitosan (Li et al.
1992). Derajat deasetilasi kitosan yang dapat
digunakan dalam pembuatan membran antara
lain 77% dan 85% (Cardenas et al. 2003).
Derajat deasetilasi merupakan salah satu
faktor kimia paling penting dalam kitosan.
Metode untuk menentukan gugus asetil yang
terlepas dari kitosan diantaranya adalah
spektroskopi inframerah, titrasi, kromatografi
gas, dan absorpsi warna. Menurut Muzzarelli
spektrofotometri ultraviolet pada panjang
gelombang 199 nm merupakan metode terbaik
untuk penentuan derajat deasetilasi secara
akurat dan tidak merusak, dengan teknik ini
absorbans N-asetilglukosamina bergantung
pada konsentrasi dan tidak dipengaruhi oleh
keberadaan asam asetat (Li et al. 1992).
Viskositas kitosan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti derajat deasetilasi,
berat molekul, konsentrasi pelarut, kekuatan

ionik, pH, dan temperatur. Perubahan pH
berbanding terbalik dengan
viskositas.
Semakin tinggi pH maka viskositas semakin
rendah (Li et al. 1992). Derajat deasetilasi,
kadar abu, kadar air, dan viskositas
merupakan parameter penting bagi kitosan
seperti terlihat pada Tabel 1.
Optimasi
yang
dilakukan
dalam
pembuatan membran kitosan oleh Aryanto
(2002) menggunakan pelarut asam asetat,
asam sitrat, dan asam formiat dengan
konsentrasi 10% pada konsentrasi kitosan 1,
3, 5, dan 7 % memperlihatkan bahwa pelarut
dan konsentrasi kitosan terbaik dalam
pembuatan membran adalah asam asetat dan
konsentrasi 7%. Pembuatan membran kitosan
dapat dimodifikasi dengan menggunakan
bahan tambahan yang dapat meningkatkan
stabilitas dan karakter membran, bahan yang
biasa digunakan sebagai penstabil membran
antara lain glutaraldehida (Jin et al. 2004) dan
genipin (Jin et al. 2004), keduanya merupakan
agen pertautan silang pada kitosan. Polimer
lain juga dapat ditambahkan pada larutan
kitosan untuk pembentukan karakter gel pada
membran, polimer tersebut antara lain adalah
PVA (Wang et al. 2004) dan PEO (Jin et al.
2004).
Tabel 1 Parameter mutu kitosan.
Parameter
Nilai
Ukuran partikel
Serpihan
sampai
bubuk
Kadar Air
≤10%
Kadar Abu
≤2%
Derajat Deasetilasi
≥70%
Warna larutan
Jernih
Viskositas:
1% kitosan (cps)
Rendah
2.000
Sumber: Manullang 1997.
Glutaraldehida
Glutaraldehida (Gambar 2) merupakan
agen pertautan silang yang sering digunakan
dalam polipeptida dan protein karena
aktivitasnya yang tinggi dan gugus aldehida
yang dapat membentuk basa Schiff´s dengan
gugus amino dari protein. Glutaraldehida juga
digunakan sebagai agen pertautan silang
dengan PVA dan beberapa polisakarida lain
seperti heparin, asam hialuronat, dan kitosan
(Wang et al. 2004). Glutaraldehida merupakan
senyawa dengan fungsi ganda yang umumnya
digunakan dalam modifikasi protein dan

10

polimer. Glutaraldehida mempunyai rumus
molekul C5H8O2 dengan bobot molekul
sebesar 100.1 g/mol, titik didih sebesar 100
ºC, titik lebur -15 ºC, pH 3.2–4.2, berupa
larutan yang berwarna kuning, larut dalam air,
alkohol, dan benzene (BASF 1999).

OH

OH

OH
n

O

O

Gambar 3 Struktur PVA.

H2
C
H

C
H2

C
H2

PEG

H

Gambar 2 Struktur glutaraldehida.
PVA
Poli(vinil alkohol) merupakan polimer
yang sangat menarik karena memiliki karakter
yang sesuai untuk aplikasi dalam bidang
farmasi dan biomedis. Sifat mekanik dari
PVA merupakan sifat yang menarik terutama
dalam preparasi hidrogel. PVA memiliki
struktur kimia yang sederhana dengan gugus
hidroksil yang tidak beraturan. Monomernya,
yaitu vinil alkohol tidak berada dalam bentuk
stabil, tetapi berada dalam keadaan tautomer
dengan asetaldehida (Wang et al. 2004).
Gambar 3 menunjukkan struktur molekul
PVA.
PVA dagang biasanya merupakan
campuran dari beberapa tipe stereoregular
yang berbeda (isotaktik, ataktik, dan
sindiotaktik). Mutu PVA dagang yang baik
ditentukan oleh derajat hidrolisisnya. Derajat
hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan
PVA dalam air, semakin tinggi derajat
hidrolisisnya maka kelarutannya akan
semakin rendah (Hassan & Peppas 2000).
PVA dengan derajat hidrolisis 98,5% atau
lebih dapat dilarutkan dalam air pada suhu
70°C. Dalam pembuatan hidrogel kitosanPVA, PVA dilarutkan dalam larutan kitosan
pada suhu 80°C selama lima menit (Wang et
al. 2004).
Kombinasi
Kitosan-PVA
dengan
glutaraldehida sebagai agen pertautan silang
menghasilkan struktur hidrogel semi-IPN.
Hidrogel yang terbentuk dari kombinasi
tersebut memiliki nisbah pembengkakan dan
penyusutan yang tinggi, sensitif terhadap
perubahan pH, serta mudah terurai secara
alami (Wang et al. 2004).

Poli(etilena glikol) adalah molekul
sederhana dengan struktur molekul linier atau
bercabang. Pada suhu ruang, PEG dengan
bobot molekul dibawah 700 berbentuk cair,
sedangkan yang memiliki bobot molekul 700900 berbentuk semi padat, dan PEG dengan
bobot molekul 900-1000 atau lebih berbentuk
padatan. PEG larut dalam air dan beberapa
pelarut organik seperti toluena, aseton,
metanol, dan metilklorida tetapi tidak larut
dalam heksana dan hidrokarbon alifatik yang
sejenis (Fadillah 2003).
PEG secara dagang dibuat dari reaksi
antara etilena oksida dengan air atau reaksi
antara etilena glikol (HOCH2CH2OH) dengan
sejumlah kecil katalis natrium klorida, dan
jumlah etilena glikol menentukkan bobot
molekul dari PEG. Rumus struktur PEG
ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut (Stevens
2001).
Menurut hasil penelitian Fadillah (2003),
interaksi konsentrasi PEG dengan selulosa
asetat menunjukkan adanya pengaruh yang
sangat nyata terhadap ukuran pori-pori
membran. Fluks membran akan bertambah
dengan bertambahnya konsentrasi PEG dan
berkurangnya konsentrasi selulosa asetat.
Nilai fluks membran komposit selulosakitosan
semakin
meningkat
dengan
peningkatan konsentrasi PEG (Yang et al.
2001).

H

H

C

C

H

H

O

n

Gambar 4 Struktur PEG.

11

Membran
Menurut
Mulder
1996, membran
merupakan batas atau penghalang selektif
antara dua fase. Selektif menunjukkan
keselektifan membran atau proses yang
menggunakan membran tersebut. Membran
polimer merupakan semua pembatas atau
penghalang
polimer
yang
bersifat
semipermeabel (Kesting 1971).
Menurut Mulder 1996, berdasarkan bahan
dasarnya membran dibedakan menjadi
membran organik dan anorganik, membran
organik merupakan membran yang terbuat
dari bahan polimer baik polimer alami
maupun polimer sintetik, polimer yang biasa
digunakan dalam pembuatan membran adalah
selulosa beserta turunannya (seperti selulosa
asetat),
polisulfon,
polikarbonat,
polipropilena, dan polietilena. Membran
anorganik merupakan membran yang terbuat
dari bahan-bahan anorganik seperti keramik,
kaca, dan logam. Membran keramik antara
lain dapat terbuat dari bahan alumina,
zirkonia, titania, dan silikon karbida.
Transpor membran dibedakan menjadi
transpor aktif dan transpor pasif. Transpor
pasif merupakan transpor molekul melewati

membran dengan bantuan gaya dorong seperti
perbedaan tekanan (• P), konsentrasi (• C),
atau suhu (• T ).
Proses membran dengan gaya dorong • P,
dibedakan menjadi mikrofiltrasi, ultrfiltrasi,
nanofiltrasi, dan osmosis balik. Gambar 5
berikut menerangkan spektrum teknik
pemisahan berdasarkan proses membran
dengan gaya dorong • P.
Membran dapat dipreparasi dengan
menggunakan beberapa metode antara lain
pelelehan, pengepresan, track-etching, dan
pembalikan fase. Pembalikan fase adalah
proses dimana polimer diubah dari bentuk
larutan menjadi bentuk padatan secara
terkontrol. Proses pemadatan sangat sering
diawali dengan perpindahan polimer dari
suatu cairan (pelarut) ke cairan lain (nonpelarut). Fase dengan konsentrasi polimer
yang tinggi dalam larutan polimer akan
membentuk padatan atau matriks membran,
sedangkan fase dengan konsentrasi polimer
yang rendah akan membentuk pori-pori
(Mulder 1996).

Gambar 5 Spektrum teknik pemisahan membran dengan gaya dorong tekanan (• P).

12

Karakterisasi Membran
Menurut Kesting (1971), membran dapat
dikarakterisasi berdasarkan struktur maupun
fungsinya. Berdasarkan strukturnya membran
dapat dikarakterisasi ketebalan, kandungan
air, permeabilitas, ukuran pori, distribusi
ukuran pori, densitas pori, dan beberapa sifat
fisik dan kimia. Berdasarkan fungsinya
karakterisasi membran meliputi adalah
koefisien difusi, temperatur, takaran, rejeksi
zat terlarut, fluks, potensial membran, jumlah
pelarut yang ditransfer melewati membran
(permeat), dan volume elektroosmotik.
Fluks. Fluks merupakan aliran fluida yang
melewati membran (Minneci dan Paulson
1987). Fluks juga dapat didefinisikan sebagai
volume permeat per unit area dan waktu.
Menurut Mulder 1996, fluks dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut:

J : Fluks (L/m2 jam)
V : Volume permeat (L)
A : Luas membran yang dilalui (m2)
t : Waktu (jam)
Fluks membran antara lain dapat
dipengaruhi oleh material polimer yang
digunakan dalam pembuatan membran, gaya
dorong (•P) yang dikenak an pada proses
membran, konsentrasi polarisasi, dan fouling
(Mulder 1996). Jenis polimer yang digunakan
dalam
pembuatan
membran
sangat
berpengaruh terhadap pelarut dan non-pelarut
yang digunakan, terutama pada membran
yang dibuat dengan metode pembalikan fase.
Hal tersebut juga akan mempengaruhi struktur
dan karakter membran yang terbentuk seperti
ukuran pori, distribusi pori, dan respon
terhadap fouling. Selain jenis polimernya,
konsentrasi polimer yang digunakan sebagai
bahan pembuat membran juga sangat
berpengaruh, semakin tinggi konsentrasinya
maka fluks membran yang dihasilkan akan
semakin rendah (Mulder 1996). Gejala
tersebut akan diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Fluks air murni membran polisulfon.

Sumber: Mulder 1996.

Tabel 3 Kisaran nilai fluks dalam variasi
tekanan pada proses membran dengan
•P sebagai gaya dorong.
Proses
Membran
Mikrofiltrasi
Ultrafiltrasi
Nanofiltrasi
Osmosis
Balik

Kisaran
Tekanan
(bar)
0.1-2.0
1.0-5.0
5.0-20.0
10.0-100.0

Kisaran Nilai
Fluks
(L/m2 jam)
>50
10-50
1.40-12
0.05-1.40

Sumber: Mulder 1996.

J = V/ A t

Konsentrasi Polimer
(%)
12
15
17
35

Gaya dorong (•P) yang dikenakan pada
membran akan mempengaruhi laju fluks yang
terjadi, semakin tinggi tekanan yang
dikenakan maka fluks akan semakin besar
(tanpa
dipengaruhi
faktor
polarisasi
konsentrasi dan fouling). Pada beberapa jenis
proses membran dengan gaya dorong •P,
perbedaan tekanan yang diberikan akan
menghasilkan nilai fluks yang berbeda-beda
pula. Hal tersebut ditunjukkan oleh Tabel 3.

Fluks
(L/m2 jam)
200
80
20
0*

Perilaku membran dapat berubah sangat
besar terhadap waktu, sehingga nilai fluks
juga berubah terhadap waktu. Semakin lama
waktu, nilai fluks yang dihasilkan akan
semakin kecil dan berbeda dengan nilai
awalnya. Pada umpan suatu larutan hal ini
dapat disebabkan oleh polarisasi konsentrasi
ataupun fouling. Polarisasi konsentrasi akan
menyebabkan
terbentuknya
beberapa
hambatan dalam transpor membran, yaitu
diawali dengan peningkatan jumlah zat
terlarut pada permukaan membran hingga
mencapai konsentrasi tertentu (konsentrasi
polarisasi) dan menimbulkan hambatan (Rcp),
jika hal ini terus berlanjut akan terbentuk
lapisan gel diatas permukaan membran dan
menimbulkan hambatan gel (Rg). Hambatanhambatan lain yang ditimbulkan adalah
hambatan adsorpsi (Ra) dan penyumbatan pori
oleh zat terlarut (Rpb). Akibatnya nilai fluks
turun sampai tercapai keadaan tunak.
Kompaksi Membran. Menurut Mulder 1996,
kompaksi membran adalah perubahan
mekanik suatu matriks membran polimer yang
terjadi dalam proses membran dengan gaya
dorong •P. Selama prose s berlangsung poripori
membran
merapat
sehingga
menghasilkan penurunan nilai fluks, bahkan
setelah relaksasi (dengan cara menurunkan
tekanan pada proses) nilai fluks tidak dapat
kembali sebagaimana nilai awalnya karena
gejala ini bersifat tidak balik. Biasanya
kompaksi terjadi pada proses osmosis balik
dengan tekanan yang sangat tinggi. Pada

13

ultrfiltrasi dan nanofiltrasi kompaksi juga bisa
terjadi, yaitu bergantung pada tekanan yang
dikenakan dan morfologi membran (Mulder
1996).
Rancangan Sistem. Sistem pemisahan
membran dapat dibedakan menjadi beberapa
macam sesuai dengan aplikasinya. Dua
rancangan sistem yang paling sederhana
adalah sistem dead-end dan cross-flow. Pada
sistem dead-end, larutan umpan dialirkan
secara tegak lurus terhadap membran,
akibatnya akumulasi konsentrasi komponenkomponen yang tertahan pada permukaan
membran akan cepat terjadi sehingga terjadi
fouling dan menyebabkan penurunan laju
permeat. Pada sistem cross-flow, aliran umpan
sejajar (tangensial) terhadap membran
sehingga komponen yang tertahan diatas
permukaan membran akan dibersihkan oleh
aliran tangensial sehingga tidak cepat
terakumulasi dan menyebabkan fouling.
Didalam modul membran aliran umpan
dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu aliran
permeat dan aliran rentetate. Penggambaran
dari kedua sistem tersebut ditunjukkan oleh
Gambar 6 (Mulder 1996.)

Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian
ini terdiri atas pembuatan larutan kitosan 3%
(b/v), pembuatan dope membran yang terdiri
dari campuran kitosan 3%, PVA (0.0, 2.5, dan
5.0%), PEG (0.0, 2.5, dan 5.0%), dan
glutaraldehida
33.30
µM.
Kemudian
dilanjutkan dengan pencetakan membran
(metode pembalikan fase) dan pengukuran
fluks membran dengan umpan akuades dan
bufer fosfat pH 6.
Pembuatan larutan kitosan 3%. Sebanyak 3
gram kitosan dilarutkan ke dalam asam asetat
1% (v/v), kemudian diaduk selama 1 jam
dengan pengaduk magnetik sampai terbentuk
larutan kental jernih kekuningan. Gambar 7a
menunjukkan larutan kitosan 3%.

(a)

(b)

umpan
umpan

permeat
(a)

rentetate

permeat
(b)

Gambar 6 Skema modul operasi dasar Deadend (a) dan Cross-flow (b).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kitosan dengan derajat
deasetilasi 77.81% (BM=1579.4 kDa),
akuades, asam asetat 1% (v/v), larutan NaOH
1M, PVA (BM=72000), glutaraldehida 25%
(v/v), larutan buffer fosfat pH 6, PEG (BM=
400), dan membran dagang (polisulfon dan
polikarbonat).
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
kaca, pengaduk magnetik, pH meter,
timbangan analitik, pemanas, lempeng kaca,
plastik polietilena, alat penyaring cross-flow,
dan Fourier Transform Infrared (FTIR Tensor
27-Bruker).

Gambar 7 Larutan Kitosan 3% (a) Dope (b).
Pembuatan dope. PVA (BM=72000)
dimasukkan ke dalam larutan kitosan 3% (b/v)
(dengan variasi konsentrasi 0.0, 2.5 dan 5.0%
(b/v)) dalam labu erlenmeyer dan diaduk
dengan pengaduk magnet di atas pemanas
pada suhu 80º C selama lima menit sampai
semua PVA larut, selama pemanasan labu
erlenmeyer ditutup dengan plastik polietilena.
Setelah didinginkan pada suhu ruang
dilanjutkan dengan penambahan PEG
(BM=400) dengan variasi konsentrasi 0.0, 2.5,
dan 5.0% (b/v) ke dalam campuran kitosanPVA dengan diaduk selama 30 menit sampai
semua PEG larut. Tahap terakhir dalam
pembuatan dope (Gambar 7b) adalah
penambahan glutaraldehida 25% (v/v) ke
dalam setiap campuran dengan konsentrasi
akhir glutaraldehida 33.30 µM, kemudian
diaduk selama 30 menit sampai semua
campuran tercampur, setelah itu setiap
campuran ditutup dengan plastik polietilena
dan
didiamkan
semalaman
untuk
menghilangkan gelembung-gelembung udara
dalam campuran. Komposisi PVA dan PEG
untuk setiap jenis membran ditunjukkan pada
Tabel 4.

14

Tabel 4 Komposisi PVA dan PEG
setiap jenis membran.
Jenis Membran

PVA (%)

PEG (%)

R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9

0.0
0.0
0.0
2.5
2.5
2,5
5.0
5.0
5.0

0.0
2.0
5.0
0.0
2.0
5.0
0.0
2.5
5.0

Pencetakan membran. Setiap dope yang
sudah terbebas dari gelembung-gelembung
udara kemudian dicetak di atas permukaan
lempeng kaca berukuran 20 x 15 cm dan
ditekan dengan batang pengaduk sebagai
aplikator sampai diperoleh lapisan tipis yang
rata. Cetakan tersebut kemudian diuapkan
semalaman lalu dicelupkan ke dalam NaOH
1M dalam wadah berukuran 30 x 20 cm
selama 2-3 jam. Membran yang telah tercetak
dilepaskan dari permukaan lempeng kaca dan
dicuci dengan akuades untuk menghilangkan
NaOH. Membran dipotong berbentuk
lingkaran dengan diameter 5.5 cm (Gambar
8), kemudian disimpan dalam akuades sampai
dilakukan pengukuran fluks. Bagan alir
pembuatan membran ditunjukkan pada
Lampiran 1.

FTIR. Pengukuran FTIR kitosan dilakukan
dengan cara sampel kitosan dihaluskan
dengan KBr kemudian dari campuran itu
dibentuk pelet lalu diukur pada bilangan
gelombang 400-4000 cm-1. Pengukuran
membran kitosan-PVA dilakukan dengan cara
sampel dijepit pada lempeng NaCl lalu diukur
pada bilangan gelombang yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Membran Kitosan
Termodifikasi
Membran yang terbentuk dari dope
dengan konsentrasi PVA 0.0% (R1, R2, dan
R3) sangat rapuh dan tidak dapat dibentuk
dalam bentuk lingkaran sehingga tidak dapat
diukur fluksnya. Jin et al. (2004) menyatakan,
lapisan yang terbuat dari kitosan murni lebih
rapuh dibandingkan dengan kitosan yang
dimodifikasi oleh PEO. Membran dengan
konsentrasi PVA 2.5 dan 5.0% dapat
terbentuk dengan baik dan lebih kuat
dibandingkan
dengan
membran
yang
terbentuk tanpa penambahan PVA sehingga
dapat dibentuk dalam bentuk lingkaran dan
diukur fluksnya. Hal tersebut membuktikan
bahwa sifat mekanik dari PVA mampu
menstabilkan membran yang dibentuknya
(Hassan & Peppas 2000). Membran yang
terbentuk dari dope dengan konsentrasi PVA
2.5 dan 5.0% memiliki ketebalan yang
beragam (Tabel 5), hal tersebut dikarenakan
perbedaan konsentrasi PEG yang ditambahkan
dan proses pencetakan.
Tabel 5 Data pengukuran tebal membran.

Gambar 8 Membran kitosan-PVA.
Pengukuran fluks akuades dan bufer fosfat
pH 6. Membran yang telah berbentuk
lingkaran dimasukkan ke dalam modul pada
alat penyaring cross-flow (Lampiran 2) untuk
diukur fluksnya. Pengukuran fluks akuades
dilakukan pada variasi tekanan (•P) 2.5, 5.0,
7.5, dan 10.0 psi, sedangkan pengukuran fluks
bufer fosfat pH 6 dilakukan pada tekanan 2.5
dan 10.0 psi. Pengukuran fluks terhadap
fungsi waktu dilakukan sampai tercapai
keadaan tunak. Pengukuran fluks juga
dilakukan terhadap membran dagang, yaitu
membran polisulfon dan polikarbonat.

Jenis Membran
R4
R5
R6
R7
R8
R9

Tebal (µm)
40
99
91
100
74
161

Pengukuran
ketebalan
membran
memperlihatkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi PVA maka membran yang
dihasilkan akan semakin tebal. Hal tersebut
terjadi karena semakin tinggi konsentrasi PVA
yang ditambahkan maka dope yang terbentuk
akan semakin kental sehingga pada saat
pencetakan
membran,
dengan
dope
konsentrasi PVA lebih tinggi akan lebih sulit
ditekan sehingga menghasilkan membran
yang lebih tebal dibandingkan dengan dope
yang mengandung konsentrasi PVA lebih
rendah. Ketebalan juga dipengaruhi oleh

15

teknik pencetakan membran. Membran R8
lebih tipis jika dibandingkan dengan membran
R7 dan R9 walaupun ketiganya memiliki
konsentrasi PVA yang sama, hal ini
disebabkan oleh adanya gangguan dalam
pencetakan membran seperti ketidakstabilan
tekanan yang diberikan saat pencetakan.
Gambar 9 menunjukkan hubungan antara
ketebalan membran dan konsentrasi PVA.
.
180,00
PEG 0.0%

K eteb a la n (m ik rom eter)

160,00

PEG 5.0%

140,00
120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00

2,5

5,0
K on s e n tra s i P VA (% )

Gambar 9 Hubungan antara ketebalan
membran dan konsentrasi PVA.
Nilai Fluks sebagai Fungsi Waktu
Nilai fluks membran berbanding terbalik
terhadap fungsi waktu, semakin bertambahnya
waktu nilai fluks suatu membran cenderung
turun. Penurunan berlangsung terus menerus
hingga tercapai keadaan tunak. Gejala tersebut
dapat terjadi akibat adanya polarisasi
konsentrasi dan atau terjadinya fouling pada
permukaan membran yang dilewati oleh suatu
larutan.
Fluks air murni dalam proses
ultrafiltrasi atau mikrofiltrasi biasanya akan
mengalami penurunan nilai fluks kurang dari
5% (Mulder 1996).
Pengukuran fluks akuades maupun bufer
fosfat pH 6 terhadap membran kitosan yang
dihasilkan menunjukkan gejala yang sama,
yaitu semakin lama waktu, nilai fluks semakin
turun hingga tercapai nilai yang stabil pada
keadaan tunak. Gejala ini ditu