PENGARUH DESENTRALISASI, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAH (SPIP), DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) (Survey pada SKPD Kabupaten Wonosobo)

(1)

THE INFLUENCE OF DECENTRALIZATION, GOVERNMENT INTERNAL CONTROL SYSTEM (SPIP), AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT

TOWARDS SKPD’S PERFORMANCE

(Survey in SKPD of Wonosobo Regional)

Oleh: NARSIH 20120420266

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

THE INFLUENCE OF DECENTRALIZATION, GOVERMENT INTERNAL CONTROL SYSTEM (SPIP), AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT

TOWARDS SKPD’S PERFORMANCE

(Survey in SKPD of Wonosobo Regional)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

DisusunOleh: NARSIH 20120420266

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

(5)

Nama : Narsih

Nomor Mahasiswa : 20120420266

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH

DESENTRALISASI, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

PEMERINTAH (SPIP), DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) (Survey pada SKPD Kabupaten Wonosobo)”tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 27 Juni 2016 Materai, 6.000,-


(6)

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al Mujadalah: 11)

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta, Ilmu itu menjagamu sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu itu hakim sedangkan harta dikenai hukum.

Harta bisa berkurang karena penggunaan, sedangkan ilmu akan bertambah bila digunakan”. (Ali Bin Abu Thalib)

“…Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 6)

“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS Al Baqarah: 286)

“Hadiah terbesar dari kerja keras manusia bukanlah hasil yang ia peroleh, melainkan manfaat dari yang ia kerjakan”.

(John Ruskin)

“Selalu simpan dalam ingatan bahwa keinginan Anda untuk sukses jauh lebih penting dari hal lain apapun”.

(Abraham Lincoln)

“Skripsi kui digarap, ora mung dipikirke tok” (Wahyu Eka Putri)


(7)

kemudahan dalam setiap langkah hidupku, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ibuku tercinta yang telah melahirkan dan membesarkanku selama ini. Terima kasih atas doa yang selalu Engkau panjatkan dan semangat yang

selalu Engkau berikan, sehingga aku bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Ilmu yang aku dapatkan bermanfaat bagi Negara maupun agama.

Bapakku, Terima kasih atas doa dan semangat yang diberikan. Semoga Ilmu yang aku dapatkan bermanfaat bagi Negara maupun agama. Keluarga besarku dikampung, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Skripsi ini kupersembahkan untuk……

Ibu dan Bapak tercinta

Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta


(8)

saya hingga mendapatkan gelar sarjana.

Semua dosen akuntansi yang telah mengajarkan ilmu-ilmunya untuk saya. Pemerintah daerah Kabupaten Wonosobo berserta SKPDnya yang telah memberikan izin untuk penelitian ini.

Sahabatku Ambar, sahabat dari semester awal kuliah sering sekelas bareng, ngerjain tugas bareng, berangkat kuliah bareng. Makasih banget ya buat semuanya. Semoga kita bisa tetep jadi sahabat baik selamanya.

Sahabat “Omah Bata”, Pambajeng, Isti, Yina, Rina, ventin, Wida. Yang udah kayak keluarga sendiri, selalu saling memberikan dukungan dan semangat satu sama lain dalam hal apapun termasuk pengerjaan skripsi ini. Bnayak hal susah seneng dihadapi bareng-bareng. Makasih banget selalu ngasih tumpangan buat aku. Hehe. Thanks banget Genkss.. Semoga tali silaturrahim tidak pernah terputus ya. Sukses untuk semuanya. Selamat atas wisuda kalian.

Sahabat akoh, Wila. Sahabat dan temen seperjuangan satu dosen pembimbing. Pengungsi Omah Bata yang hampir tiap hari selalu ada untuk meramaikan Omah Bata. Makasih ngets, selalu ngasih semangat buat ngadepin dosen pembimbing yang super. Makasih banget selalu ngasih tumpangan buat aku. Hehe. Jangan lupa buat undangan pernikahannya. Tak lupa Diah Putri yang tak lain juga pengungsi Omah Bata, yang juga sering meramaikan Omah Bata. Makasih juga buat semuanya. Semoga kalian sukses dalam hal apapun.

Dinot dan Rara yang juga sering meramaikan Omah Bata, makasih keramaian selama ini. Sukses buat kalian.

Sahabat aku, Wahyu Eka Putri. Sahabat dari kampong halaman yang namanya minta ditulis. Walaupun jauh merantau di Jakarta dan sering aku ejek, tapi doanya tak pernah berhenti. Makasih buat kasih aku semangat. Makasih juga buat masukannya walopun sendirinya gak sadar pas ngasih masukan. Masukannya selalu aku ingat dan aku jadikan motto dalam skripsi ini. Semoga sukses kerjanya dan sukses kuliahnya biar bisa ngerasain skripsi juga. Sukses juga buat pencarian cinta sejatinya haha


(9)

aku anggap kayak kakak sendiri. Makasih buat semuanya, mau jadi temen curhat keluh kesah dalam penyusunan skripsi ini. Semoga kita akan selalu menjadi teman, sahabat, sodara, gak Cuma sekarang tapi selamanya. Semoga mbak Fen juga sukses buat skripsinya dan sukses dalam segala hal.

Temen-temen satu angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.


(10)

Organisasi Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala SKPD, Sekretaris SKPD, Kepala Bidang Keuangan pada SKPD Kabupaten Wonosobo. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 90 responden. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS versi 20 for Windows.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara parsial desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja SKPD, sedangkan sistem pengendalian internal pemerintah dan komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD.

Kata Kunci: Desentralisasi, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Komitmen Organisasi, Kinerja SKPD


(11)

The method in this study is using purposive sampling is the technique determining of sample with specific judgment. The populations in this study is SKPD‟s

Chairman, SKPD’s Secretary, and Chief Of Financial SKPD. In this study, sample in this research were 90 respondents. Analysis tool used in this study is multiple linear regression using SPSS version 20 for Windows.

Test results showed that partially are the decentralization have positive and

significantly influence toward SKPD’s performance, internal control system and

organizational commitment not have positive and significantly influence toward

SKPD’s performance.

Key Words: Decentralization, Internal Control System, Organizational


(12)

dan rahmat dalam penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Desentralisasi, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) (Survey Pada SKPD Kabupaten Wonosobo)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah terutama kinerja setiap satuan kerja di Kabupaten Wonosobo dan memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan melindungi penulis dalam penulisan skripsi.

2. Ibu, Bapak, Nenek, Kakek dan keluarga besarku yang telah memberikan

dorongan, semangat dan do’a nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

3. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.


(13)

5. Bapak dan ibu staf pengajar akuntansi (S1) Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Almamater Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

7. Seluruh responden di SKPD Kabupaten Wonosobo yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan respon terhadap kuesioner demi berjalannya penelitian ini.

8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan,semangat, kemudahan dan mendoakan dalam proses penyelesaian tugas akhir (skripsi) ini.

Sebagai kata akhir, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran, dan pengembangan penelitian sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis dengan topik ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Mei 2016 Penulis


(14)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian... 10

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13


(15)

4. Komitmen Organisasi ... 22

5. Kinerja SKPD ... 28

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 30

C. Hipotesis ... 31

D. Model Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A. Objek dan Subjek Penelitian ... 40

B. Jenis Data ... 40

C. Teknik Pengambilan Sampel... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 45

1. Statistik Deskriptif ... 45

2. Uji Kualitas Data ... 46

3. Uji Asumsi Klasik ... 47

4. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian ... 52

1. Deskripsi Penelitian ... 52


(16)

3. Uji Asumsi Klasik ... 61

4. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 63

5. Pembahasan (Interpretasi) ... 66

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran….. ... ....71

C. Keterbatasan Penelitian ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(17)

1.2 Perbandingan capaian kinerja Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2014 ... 8

4.1 Sampel dan Tingkat Pengembalian ... 52

4.2 Daftar Pengembalian Koesioner per SKPD ... 53

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 55

4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terkahir ... 56

4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... 56

4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 57

4.8 Hasil Uji Validitas ... 58

4.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 60

4.10 Hasil Uji Normalitas ... 61

4.11 Hasil Uji Multikolinieritas ... 62

4.12 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 62

4.13 Hasil Uji Nilai T ... 63

4.14 Hasil Uji Nilai F ... 64


(18)

(19)

A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Adanya Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari perencanaan potensi yang dimiliki dalam rangka membangun dan mengembangkan, pengendalian dan evaluasi, sehingga mendorong pemerintah daerah untuk lebih memberdayakan semua daerahnya. Dalam QS. Al-Shaff ayat 4 berikut:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti

suatu bangunan yang tersusun kokoh”.

Maksud dari ayat diatas adalah menyuruh masuk dalam sebuah barisan atau organisasi supaya terdapat keteraturan dalam untuk mencapai tujuan. Disamping itu, dalam sebuah organisasi hendaknya terdapat pembagian wewenang dan tugas, sebagaimana yang terjadi dalam sebuah bangunan atau rumah, ada yang bertugas menjadi tangga, ada yang bertugas menjadi tiang, serta ada yang bertugas menjadi atap dan sebagainya.


(20)

Dalam hadits juga diterangkan:

“Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kita untuk berbuat yang optimal dalam segala sesuatu….”(HR Muslim)

Dalam menerima delegasi wewenang dan tanggung jawab hendaknya dilakukan dengan optimal dan sungguh-sungguh. Janganlah anggota suatu organisasi melakukan tugas dan wewenangnya dengan asal-asalan. Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa apabila seseorang hanya mementingkan kepentingan sepihak dan melakukan tugas serta tanggung jawabnya dengan asal-asalan. Jadi dalam sebuah organisasi harus terjadi koordinasi yang baik dan tidak boleh terjadi penyalahgunaan wewenang. Kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah atau dikenal dengan desentralisasi ini diharapkan menghasilkan dua manfaat yaitu mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi masing-masing daerah.

Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah agar selalu senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya, dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan berkualitas serta adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintahan tersebut. Pada sektor pemerintahan, kinerja dapat diartikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh pegawai pemerintah atau instansi


(21)

pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam suatu periode (Bastian, 2006).

Menurut Mulyadi (2001), banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial SKPD antara lain ketepatan skedul penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, pengendalian intern, gaya kepemimpinan dan stuktur desentralisasi. Menurut Miah dan Mia dalam Karyanti (2010), dengan adanya desentralisasi, organisasi mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki, bisa menangani peristiwa-peristiwa, bertindak tanpa menunggu dan meningkatkan kualitas keputusan yang mendorong ke kinerja yang lebih baik.

Desentralisasi akan menunjukkan tingkat otonomi yang didelegasikan pada SKPD sehingga SKPD mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap perencanaan dan pengendalian aktivitas operasi serta membutuhkan informasi yang lebih banyak. Jadi organisasi yang lebih terdesentralisasi seperti pelaksanaan otonomi di Indonesia, maka SKPD mempunyai otonomi yang lebih besar dalam proses pengambilan atau penetapan keputusan. Dengan demikian desentralisasi akan membuat tanggung jawab yang lebih besar kepada manajerial SKPD dalam melaksanakan tugasnya, serta memberikan kebebasan dalam bertindak. Dengan desentralisasi akan meningkatkan independensi manajerial SKPD dalam berfikir dan bertindak dalam satu tim tanpa mengorbankan kebutuhan organisasi. Desentralisasi membutuhkan keseimbangan


(22)

manajerial SKPD yang independen dengan timnya dan komitmennya pada organisasi.

Selain itu, sistem pengendalian organisasi pada pemerintahan juga sangat diperlukan guna mendapatkan kinerja aparat pemerintah yang baik (Putri, 2013). Pelaksanaan sistem pengendalian intern seharusnya bertumpu pada penguatan sistem pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh aktor dalam organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan, penetapan prosedur dan review pada seluruh tahapan pembangunan (Aren dalam Putri, 2013). Menurut Rosdiana dalam Putri (2013), diharapkan dengan sistem pengendalian intern yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah.

Menurut Siagian (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi yaitu komitmen organisasi. Komitmen organisasi merupakan tingkat sejauhmana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu. Apabila setiap pegawai memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan prestasi terbaik baik masyarakat, maka tentunya kinerja sektor publik akan meningkat (Mahmudi, 2007).


(23)

Dalam pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengeloaan Keuangan Daerah diatur bahwa dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan penerimaan dalam jumlah yang cukup. Hal ini dikarenakan jumlah penerimaan yang direncanakan akan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah tahun berkenaan terutama pengeluaran daerah dalam rangka membiayai pelaksanan program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berjalan dan belanja-belanja wajib lainya dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Hal ini dapat dipahami karena apabila target penerimaan dalam tahun berjalan tidak dapat tercapai akan dapat berdampak signifikan terhadap pelaksanaan program, kegiatan dan belanja daerah secara keseluruhan yang pada akhirnya dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang lebih kompleks.

Adapun realisasi pendapatan daerah Kabupaten Wonosobo tahun 2014 secara keseluruhan sejumlah Rp 1.277.145.669.695,- atau dapat tercapai 101,42% dari yang direncanakan sejumlah Rp 1.259.212.601.746,-. Realisasi pendapatan daerah tersebut mencangkup:

a.

Pendapatan asli Daerah terealisasi ssejumlah Rp 175.319.364.867,- atau 138,33% dari yang direncanakan sejumlah Rp 126.737.232.802,-

b.

Dana Perimbangan teeralisasi sejumlah Rp 824.656.337.009,- atau 101,50% dari yang direncanakan sejumalah Rp


(24)

812.486.954.944,-c.

Lain-lain Pendapatan yang Sah terealisasi sejumlah Rp 277.169.968.089,- atau 86,62% dari yang direncanakan sejumlah Rp 319.988.414.000,-

Berdasarkan ketentuan pasal 20 peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan Daerah, APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah. Dalam menyusun APBD dapat terjadi deficit atau surplus anggaran. Defisit anggaran terjadi apabila jumlah pendapatan daerah lebih kecil dari jumlah anggaran belanja Daerah, dan sebaliknya surplus anggaran terjadi apabila umlah pendaptan lebih besar dari jumlah belanja daerah. Pembiayaan daerah merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutup defisit anggaran atau sebaliknya memanfaatkan surplus anggaran daerah.

Realisasi pembiayaan daerah Kabupaten Wonosobo dalam tahun 2014 terdiri dari:

a. Penerimaan pembiayaan sejumlah Rp 297.208.756.864,- atau 100,02% dari yang direncanakan sejumlah Rp 297.157.825.674,- meliputi sisa Lebih Perhitungan anggaran tahun 2013 sejumlah Rp 297.208.756.864,- dan penerimaan piutang sejumlah Rp 50.931.190,-

b. Pengeluaran pembiayaan terealisasi sejumlah Rp 26.263.969.000,- atau 84,01% dari yang direncanakan sejumlah Rp 31.263.969.000,- Pengeluaran digunakan unuk pembentukan dana cadangan sejumlah Rp


(25)

7.000.000.000,- dan penyertaan modal daerah sejumlah Rp 19.263.969.000,-.

Realisasi APBD Kabupaten Wonosobo tahun 2011-2014 dapat dilihat pada tabbel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1

Realisasi APBD (Rupiah) Kabupaten Wonosobo tahun 2011-2014

APBD Realisasi APBD (Rupiah)

2014 2013 2012 2011

Pendapatan

1 265 479 915 960 1 144 182 522 600 1 031 047 909 020 979 682 252 013 Pendapatan Asli

Daerah 163 653 610 867 108 729 508 524 82 335 296 457 67 697 977 209 Pendapatan Transfer 824 656 337 009 946 856 391 608 697 594 306 625 590 833 383 925 Pendapatan Lain

Yang Sah 277 169 968 089 88596622463 251 118 305 939 321 450 890 879 Belanja 1 209 461 817 880 988 103 772 409 986 538 184 388 888 438 394 442 Belanja Operasional 710 674 985 778 848 084 965 677 795 101 151 789 767 806 153 464 Operational

Expenditure 204 059 714 131 138 170 232 852 189 467 145 999 119 760 572 978 Belanja Tak terduga 2 470 971 000 1 848 573 880

1 969 886 600 871 668 000

Transfer 0 0 0 0

Pembiayaan

Penerimaan 270 944 787 864 141 079 075 488 111 511 984 655 26 258 318 707 Pembiayaan

Pengeluaran 297 208 756 864 156 079 075 488 117 573 984 655 35 704 318 707 Sumber: wonosobokab.bps.co.id, 2016


(26)

Sumber: wonosobokab.bps.co.id, 2016

Gambar 1.1.

Realisasi APBD Kabupaten Wonosobo Tahun 2014

Perbandingan capaian kinerja Kabupaten Wonosobo dalam tiga tahun terakhir diperlihatkan dalam tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2

Perbandingan capaian kinerja Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2014

NO PRIORITAS PEMBANGUNAN

CAPAIAN KINERJA (%) 2014 2013 2012

1 Penanggulangan

Kemiskinan 78.25 81.80 97

2 Pendidikan 90.65 87.85 94.15

3 Kesehatan dan Keluarga

Berencana 87.80 96 92.6

4 Infrastruktur 92.30 68.80 54.04

5 Pertanian dan Ketahanan

Pangan 95.00 85.31 101.73

6 Konsolidasi dan Reformasi

Birokrasi 131.17 101.42 103

7 Iklim dan Investasi Usaha 125.50 100 107.15

8 Energi dan Sumber Daya


(27)

NO PRIORITAS PEMBANGUNAN

CAPAIAN KINERJA (%) 2014 2013 2012

9 Lingkungan hidup dan

Penaggulangan Bencana 94.00 113 120.66

10

Kawasan Tertinggal, Terbelakang, Perbatasan dan Kumuh

121.80 113.50 106.5

11 Kebudayaan, Kreativitas

dan Inovasi Teknologi 45.00 91.70 72.4

CAPAIAN KINERJA

RATA-RATA 93.45 90.80 91.68

Sumber: LAKIP Kabupaten Wonosobo, 2014

Dari hasil pengukuran kinerja Tahun 2014, dengan capain kinerja rata-rata 93.45 persen, prioritas pembangunan yang capaian kinerjanya masih dibawah capaian rata-rata perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari Pemerintah Kabupaten Wonosobo agar kinerja kedepan dapat ditingkatkan sehingga perlu terus ditingkatkan keselarasan antara program kegiatan yang dilaksanakan dengan target kinerja yang telah ditetapkan sehingga program kegiatan yang dilaksanakan memang benar-benar mempunyai daya dukung bagi pencapaian target kinerja.

Beberapan penelitian terdahulu telah dilakukan mengenai kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penelitian Afrida (2013), membuktikan bahwa desentralisasi dan sistem pengendalian internal pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja SKPD. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) juga membuktikan bahwa komitmen organisasi dan sistem pengendalian internal pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja SKPD. Penelitian Kurniawan (2011) membuktikan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah.


(28)

Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian yaitu penelitian Afrida (2013) dan Putri (2013). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada obyek penelitiannya yaitu SKPD Kabupaten Wonosobo dan tahun penelitian yaitu tahun 2016.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Pengaruh Desentralisasi, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Survey pada SKPD Kabupaten Wonosobo)”.

B. Batasan Masalah Penelitian

Atas pertimbanagan minat, keterbatasan waktu, dan pengetahuan peneliti maka peneliti melakukan beberapa batasan masalah terhadap penelitian yang akan diteliti, yaitu peneliti membatasi masalah yang hanya dapat berkontribusi pada kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yaitu desentralisasi, sistem pengendalian internal pemerintah dan komitmen organisasi serta penelitian ini hanya dilakukan di Kabupaten Wonosobo.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu:

a. Apakah desentralisasi berpengaruh positif terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah?


(29)

b. Apakah sistem pengendalian internal pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah?

c. Apakah komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris mengenai pengaruh desentralisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.

b. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris mengenai pengaruh sistem pengendalian internal pemerintah terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.

c. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya: a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya akuntansi sektor publik, akuntansi manajemen pemerintah daerah, dan diharapkan dapat


(30)

digunakan sebagai referensi bagi akademisi dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Pemerintah Daerah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan, khususnya dalam hal kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah agar dapat lebih terus ditingkatkan.

2) Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang dibutuhkan para investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut.

3) Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai literatur pengembangan perpustakaan perguruan tinggi.


(31)

A. Landasan Teori

1. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)

Goal setting theory merupakan salah satu bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun 1978. Goal setting theory didasarkan pada bukti yang berasumsi bahwa sasaran (ide-ide akan masa depan; keadaan yang diinginkan) memainkan peran penting dalam bertindak. Teori penetapan tujuan yaitu model individual yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan (Birnberg dalam Mahennoko, 2011).

Menurut teori ini “salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai tujuan yang umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai penyelesaiannya, sekali seseorang mulai sesuatu (seperti suatu pekerjaan, sebuah proyek baru), ia terus mendesak sampai tujuan tercapai. Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri/diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan (Wangmuba dalam Ramandei, 2009). Goal setting theory menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan prestasi kerja (kinerja). Konsep dasar teori ini adalah seseorang yang memahami tujuan (apa yang


(32)

diharapkan organisasi kepadanya) akan mempengaruhi perilaku kerjanya.

Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku indivisu diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan atau tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsenkuensi kinerjanya. Teori ini juga menjelaskan bahwa penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur hasilnya akan dapat meningkatkan pestasi kerja (kinerja), yang diikuti dengan kemampuan dan keterampilan kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka diasumsikan bahwa untuk mencapai kinerja yang optimal harus ada kesesuaian tujuan individu dan organisasi. Dengan menggunakan pendekatan goal setting theory, kinerja pegawai yang baik dalam menyelanggarakan pelayanan publik diidentikkan sebagai tujuannya.

2. Desentralisasi

Desentralisasi tidak hanya berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi juga pelimpahan wewenang dari pemerintah ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Mardiasmo, 2002). Secara teoritis dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu:


(33)

a. Mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan; Mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) diseluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah.

b. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap (Mardiasmo, 2002).

Desentralisasi merupakan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada para kepala. Tingkat pendelegasian itu menunjukkan sampai seberapa jauh top manajemen mengijinkan manajemen level bawah untuk membuat kebijakan secara independen. Semakin tinggi tingkat desentralisasi semakin tinggi wewenang kepala di dalam mengambil keputusan secara otonom. Pada struktur terdesentralisasi, manajer puncak mendelegasikan wewenang dan tanggung jawabnya kepada manajer di bawahnya dalam pembuatan keputusan.

Menurut Hansen dan Mowen dalam Afrida (2013), menjelaskan desentralisasi adalah praktek pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada jenjang yang lebih rendah. Sedangkan menurut Miah dan Mia dalam Karyanti (2010), desentralisasi dapat diartikan adanya pelimpahan sebagian wewenang dari pejabat terhadap pejabat


(34)

dibawahnya untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab terkait dengan alokasi sumber daya dan pelayanan jasa terhadap masyarakat. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusannya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Simamora dalam Afrida (2013), menyatakan bahwa desentralisasi merupakan delegasi otoritas atau wewenang pengambilan keputusan kepada jajaran manajemen yang lebih rendah di dalam sebuah organisasi. Pada intinya, desentralisasi memindahkan titik pengambilan keputusan ke lapisan manajerial yang paling rendah untuk setiap keputusan yang mesti diambil. Menurut Simamora dalam Afrida (2013), terdapat empat kunci dalam penerapan wewenang terdesentralisasi, yaitu:

a. Delegasi, merupakan pembagian ke bawah penugasanpenugasan pekerjaan dan kekuasaan pengambilan keputusan terkait kepada manajermanajer di dalam sebuah organisasi,

b. Wewenang, merupakan hak untuk membuat keputusan-keputusan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang diemban,

c. Tanggungjawab merupakan kewajiban manajer untuk menerima otoritas untuk mencapai hasil yang dikehendaki,

d. Akuntabilitas mengacu kepada ukuran seberapa baik pencapaian hasil-hasil, dan hal ini dipenuhi melalui laporan kinerja berkala yang


(35)

memperlihatkan kepada manajer yang mendelegasikan wewenang mengenai apa yang terjadi.

Menurut Ermaya dalam Solina (2014), desentralisasi dibidang pemerintahan diartikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari kelompok yang mendiami suatu wilayah. Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat bawahan merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan secara independen, tanpa intervensi dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Adanya pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah tidak sebagai sesuatu yang harus ditakuti oleh pemerintah pusat karena pembagian kewenangan tersebut tidak akan terlepas dari koordinasi dan pengawasan pemerintah pusat. Pemberian otonomi kepada daerah hanya sebagai salah satu usaha untuk pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat disetiap daerah.

Menurut Mia dan Mia dalam Karyanti (2010), indikator yang digunakan untuk mengukur desentralisasi adalah:

a. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah keuangan (seperti penggantian dan pengadaan peralatan kantor, dll).

b. Pengambilan keputusan terkait dengan permasalahan operasional (seperti pembelian alat tulis kantor dll).


(36)

c. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelatihan dan peningkatan mutu staff serta karyawan.

d. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pergeseran dana yang telah dianggarkan pada suatu rekening untuk dialihkan ke rekening yang lain.

e. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber daya manusia (seperti pemberian promosi, hukuman, dll).

3. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Definisi sistem menurut Jogiyanto (2005), sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu. Menururt Arens dalam Afrida (2013), mendefinisikan pengendalian intern sebagai berikut pengendalian intern adalah proses yang dirancang untuk menyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran manajemen dalam kategori sebagai berikut; (1) keandalan laporan keuangan, (2) efektivitas dan efisiensi dari operasional dan (3) pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan.

Definisi yang dikemukakan Mulyadi (2001), pengendalian intern adalah segala sesuatu yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasi atau mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian pengendalian intern meliputi: Struktur organisasi, formulir-formulir dan prosedur


(37)

pembukuan dan laporan (administrasi), budget dan standart pemeriksaan intern dan sebagainya.

Definisi sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 yang mengatur tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah proses yang integral pada kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dapat disimpulkan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah merupakan sistem pengendalian yang harus diterapkan dalam lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan laporan keuangan, serta dalam peningkatan kualitas laporan keuangan. Dalam pasal 3 PP No. 60 tahun 2008 disebutkan bahwa SPIP meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian interen yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung


(38)

jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

b. Penilaian Risiko

Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif resiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar instansi. Terhadap resiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen resiko dan kegiatan pengendalian resiko yang diperlukan untuk memperkecil resiko.

c. Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi resiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian resiko. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan


(39)

penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan, lingkungan dan cara beroperasi, tingkat kerumitan organisasi, sejarah dan latar belakang serta budaya, serta resiko yang dihadapi

d. Informasi dan Komunikasi

Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan dikomunikasikan dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan para pihak memahami tanggung jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan, kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang cukup untuk memungkinkan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang efektif harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada pengawasan. Semua pegawai harus paham peran mereka dalam sistem pengendalian interen seperti juga hubungan kerja antar individu. Mereka harus memiliki alat yang menyebarluaskan informasi penting.

e. Pemantauan/ Monitoring

Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin,


(40)

supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, review, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.

4. Komitmen Organisasi

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola sumber daya manusia. Tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah menentukan kinerja yang akan dicapai organisasi. Dalam dunia kerja komitmen karyawan memiliki pengaruh yang sangat penting, bahkan ada beberapa organisasi yang berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan lowongan kerja. Setiap pegawai memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasi yang dimiliknya. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan melakukan usaha yang maksimal dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya Pegawai yang memiliki komitmen rendah akan melakukan usaha yang tidak maksimal dengan keadaan terpaksa.

Menurut Robbins dan Judge dalam Kurniawan (2013), dalam mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang


(41)

individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Mathis dan Jackson dalam Kurniawan (2013), mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajat dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya. Menurut Aranya et.al dalam Kurniawan (2013), mendefinisikan komitmen sebagai:

a. Keyakinan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi.

b. Kemauan untuk berusaha atau bekerja untuk kepentingan organisasi.

c. Hasrat untuk menjaga keanggotaan organisasi.

Menurut Argyris dalam Kurniawan (2013), membagi komitmen menjadi dua, yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal. Komitmen internal merupakan komitmen yang berasal dari diri karyawan untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang dimiliki. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja, yang muncul karena adanya tuntutan terhadap penyelesaian tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh para karyawan.

Pendekatan untuk menjelaskan mengenai komitmen organisasi oleh Shepperd dan Mathew dalam Kurniawan (2013), dikelompokkan menjadi empat pendekatan, yakni:


(42)

Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan keterlibatan dan loyalitas. Menurut Mowday dan Potter dalam Kurniawan (2013), komitmen adalah identifikasi yang relatif kuat serta keterlibatan dari individu terhadap organisasi tertentu. Ada 3 faktor yang tercakup di dalamnya, yakni:

1) Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

2) Keyakinan kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan serta tujuan dari organisasi.

3) Penerimaan untuk melakukan usaha-usaha sesuai dengan organisasi.

Menurut Mowday dalam Kurniawan (2013), mengemukakan bahwa komitmen organisasi terbangun apabila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi, yang antara lain adalah:

1) Identifikasi (identification), yaitu pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi.

2) Keterlibatan (involvement), yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan.

3) Loyalitas (loyality), yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya bekerja dan tinggal.

Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam


(43)

pekerjaannya dan adanya loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

b. Pendekatan Komitmen Organisasi Multi Dimensi (The Multi Dimensional Approach)

Menurut Allen dan Meyer dalam Kurniawan (2013), ada tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi, sehingga karyawan memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasar norma yang dimilikinya. Tiga komponen tersebut adalah:

1) Affective commitment, yang berkaitan dengan adanya

keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to.

2) Continuance commitment, adalah suatu komitmen yang

didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to).

3) Normative Commitment, adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa


(44)

harus bertahan karena loyalitas. Kunci darikomitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to).

c. Pendekatan Komitmen Organisasi Normatif (The Normative Approach)

Menurut Weiner dalam Kurniawan (2013), menyatakan bahwa perasaan akan komitmen terhadap organisasi diawali oleh keyakinan akan identifikasi organisasi dan digeneralisasikan terhadap nilai-nilai loyalitas dan tanggung jawab. Menurut Weiner, komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh predisposisi personal dan intervensi organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa perusahaan atau organisasi dapat memilih individu yang memiliki komitmen tinggi, dan bahwa organisasi dapat melakukan apa saja agar karyawan atau anggotanya menjadi lebih berkomitmen.

d. Pendekatan Komitmen Organisasi Berdasarkan Perilaku

Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi karyawan (berupa waktu, pertemanan, pensiun) pada organisasi membuat mereka terikat untuk loyal terhadap organisasi tersebut (Suliman dan Iles dalam Kurniawan, 2013). Komitmen organisasi dapat tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan hak dan kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal ini disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif. Penelitian yang dilakukan oleh Kouzes menemukan


(45)

bahwa kredibilitas yan tinggi akan mampu menghasilkan suatu komitmen dan hanya dengan komitmen yang tinggi, suatu organisasi mampu menghasilkan bisnis yang baik (Riyanto dalam Kurniwan, 2013).

Menurut Armstong dalam Kurniawan (2013), ada 3 pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi:

a) Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi (a sense of belonging to the organization).Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat anggota:

1) Mampu mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi. 2) Merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/pekerjaannya

adalah berharga bagi organisasi tersebut. 3) Merasa nyaman dengan organisasi tersebut

4) Merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan), nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa diterima oleh organisasi).

b) Adanya ketertarikan atau kegairahan terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job). Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara:


(46)

1) Mengenali faktor-faktor motivasi intrinsic dalam mengatur desain pekerjaan (job design).

2) Kualitas kepemimpinan.

3) Kemauan dari manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen anggotanya bisa meningkat jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota untuk menggunakan keterampilan dan keahliannya secara maksimal.

c) Adanya rasa memiliki terhadap organisasi (ownership)

Rasa memiliki bisa muncul jika anggota merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi.

5. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2006). Dalam Permendagri 13 Tahun 2006, definisi kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang


(47)

diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans dalam Fibrianti, 2013).

Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler dalam Fibrianti, 2013). Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri dalam Fibrianti, 2013).

Menurut Peraturan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006, Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran atau barang. Sedangkan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah merupakan pengukur keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuannya, dan untuk mengetahui sejauh-mana tingkat keberhasilan pelayanan yang dicapai. Peningkatan kinerja sektor publik merupakan hal yang bersifat komprehensif, dimana setiap SKPD sebagai pengguna anggaran (badan/ dinas/biro/kantor) akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki. Semakin bagus tingkat pengelolaan keuangan oleh pengguna anggaran maka akan semakin tinggi tingkat kinerja SKPD.


(48)

Menurut Mardiasmo (2002) value for money (ekonomi, efisien, dan efektif) merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintahan sebagai berikut:

1) Ekonomi (Economy)

Indikator ekonomi mengacu pada kegiatan yang bersumber dari kegiatan pengadaan sumber daya dalam jumlah dan mutu yang tepat, pada waktu yang tepat dengan biaya serendah mungkin.

2) Efisiensi (Effeciency)

Indikator efisiensi mengambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit kerja seperti staf, upah, biaya administrasi dengan pelayanan.

3) Efektivitas (Effectiveness)

Indikator efektivitas merupakan hubungan antara outcomes dengan outputs. Dengan kata lain pengertian efektivitas mengarah kepada hubungan antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Efektivitas dapa diartikan pula sebagai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang kinerja SKPD diantaranya dilakukan oleh Afrida (2013), penelitian dilakukan di SKPD Pemerintah Kota Padang, hasilnya desentralisasi dan sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD. Penelitian Fibrianti (2013), yang dilakukan pada pemerintahan


(49)

Kota Surabaya, hasilnya bahwa partisipasi anggaran, desentralisasi, komitmen organisasi, dan ketidakpastian lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Putri (2013), penelitian dilakukan di Pemerintah SKPD Kota Padang, hasilnya komiten organisasi dan sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial SKPD.

Penelitian Putri (2010), penelitian dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal, hasilnya komitmen organisasi dan peran manajer pengelolaan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial SKPD. Indudewi (2009), penelitian dilakukan di SKPD dan BUMD Kota Semarang, hasilnya sasaran jelas dan terukur memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja, insentif memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja, desentralisasi tidak signifikan terhadap kinerja, pengukuran kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

C. Hipotesis

1. Pengaruh Desentralisasi terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Desentralisasi akan meningkatkan kinerja manajerial jika pendelegasian wewenang diberikan manajemen puncak ke manajemen bawah dalam pengambilan keputusan/kebijakan, hal ini akan memberikan semangat kepada unit organisasi lebih rendah untuk bekerja lebih baik dari sebelumnya sehingga memacu untuk meningkatkan kinerja manajerial SKPD (Afrida, 2013). Organisasi


(50)

sektor publik harus dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam melayani kebutuhan masyarakat, dengan adanya dalam pelimpahan wewenang, dalam hal ini pengambilan keputusan, desentralisasi dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor publik (Williamson dkk, dalam Karyanti, 2010) menduga desentralisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

Miah dan Mia dalam Fibrianti (2013), menyatakan bahwa desentralisasi pengambilan keputusan memiliki implikasi pada kinerja yang jangkauannya luas bagi organisasi secara keseluruhan. Desentralisasi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para manajer bertujuan untuk meningkatkan kinerja mereka dengan mendorong mereka untuk mengembangkan kemampuan khas untuk menangani kondisi-kondisi lokal yang tidak menentu. Struktur organisasi memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi kinerja pada tingkat organisasi maupun tingkat sub-unit. Pengaruh itu terjadi karena dengan desentralisasi, penetapan kebijakan yang dilakukan oleh manajer yang lebih memahami kondisi unit yang dipimpinnya sehingga kualitas kebijakan diharapkan menjadi lebih baik (Nazaruddin dalam Fibrianti, 2013). Sedangkan Miah dan Mia dalam Fibrianti (2013), menyatakan bahwa desentralisasi memungkinkan para manajer secara efektif menangani peristiwa, bertindak tanpa menunggu dan meningkatkan kualitas keputusan yang mendorong kinerja lebih baik.


(51)

Desentralisasi yang merupakan pendelegasian wewenang dari manajemen puncak ke manajemen bawah dalam hal pengambilan keputusan atau kebijakan, hal ini dapat memberikan semangat kepada unit organisasi lebih rendah untuk bekerja lebih baik dari sebelumnya sehingga memacu untuk meningkatkan kinerja manajerial SKPD. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji desentralisasi terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah, maka hipotesis dalam penelitian ini:

H1: Desentralisasi berpengaruh positif terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

2. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Pemerintah terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Dalam PP No 60 tahun 2008, kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arah pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi suatu instansi pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian intern terdiri atas review atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah perlu diciptakannya sistem pengendalian intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui dana publik yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Rosdiana dalam Afrida, 2013).


(52)

Menurut Soeseno dalam Ramandei (2009), adanya pengedalian intern maka seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisiensi untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Oleh karena itu diharapkan dengan sistem pengendalian intern yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah.

Sistem Pengendalian Intern yang baik dalam suatu organisasi akan mampu menciptakan keseluruhan proses kegiatan yang baik pula, sehingga nantinya akan memberikan suatu keyakinan bagi organisasi bahwa aktivitas yang dilaksanakan telah berjalan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, dan hal tersebut akan memberikan dampak positif bagi kinerja organisasi tersebut (Putri, 2013).

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji sistem pengendalaian intern pemerintah terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, maka hipotesis dalam penelitian ini: H2: Sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).


(53)

3. Pengaruh Komitmen Organsisasi terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Komitmen organisasi adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponen-komponen individual dalam menjalankan operasional organisasi. Komitmen tersebut dapat terwujud apabila individu dalam organisasi, menjalankan hak dan kewajiban mereka sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dalam organisasi, karena pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif. Penelitian yang dilakukan oleh Kouzes dalam Kurniawan (2013), menunjukkan bahwa kredibilitas yang tinggi mampu menghasilkan suatu komitmen, dan hanya dengan komitmen yang tinggi, suatu instansi pemerintahan mampu menghasilkan kinerja yang baik. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ivano dalam Kurniawan (2013), yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi publik.

Pegawai pemerintah yang berkomitmen akan bekerja secara maksimal karena mereka menginginkan kesukseskan organisasi tempat dimana mereka bekerja. Pegawai pemerintah yang berkomitmen akan memiliki pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi, perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan, dan perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerjanya dan tinggal (Wulandari, 2013).


(54)

Hal ini akan menyebabkan peningkatan kinerja mereka karena ada bahwa keyakinan visi dan misi pemerintahan akan tercapai dengan sumbangsih mereka. Keterikatan kerja yang sangat erat merupakan suatu kondisi yang dirasakan para karyawan, sehingga menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimiliki. Menurut Steer dalam Wulandari (2013), suatu bentuk ikatan kerja yang kuat bukan bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan pelaksanaan tujuan organisasi. Berarti karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi akan melakukan segala usaha agar dapat mencapai tujuan organisasi. Apabila tujuan organisasi tercapai maka kinerja organisasi akan menjadi lebih baik.

Menurut Angel dan Perry dalam Kurniawan (2013) menjelaskan, bahwa komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para individu untuk berusaha lebih keras dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini didukung oleh Randall dalam Wulandari (2013), yang mengungkapkan bahwa komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula. Oleh sebab itu, individu yang memiliki komitmen yang kuat dalam organisasi maka semakin besar juga usaha mereka dalam menyelesaika tugas-tugas pekerjaanya yang akan berimbas pada kinerja yang baik, yang akan berguna bagi organisasinya. Artinya individu dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menghasilkan


(55)

kinerja yang baik demi tercapainya tujuan organisasi. Sehingga komitmen yang tinggi menjadikan individu lebih mementingkan organisasi dari pada kepentingan pribadi dan berusaha menjadikan organisasi menjadi lebih baik lagi. Jadi antara komitmen organisasi dengan kinerja terdapat pengaruh yang positif dimana kinerja yang baik pastinya dilatar belakangi oleh komitmen yang kuat.

Komitmen organisasi yang buruk tidak menghasilkan kinerja yang tinggi. Jadi, semakin tinggi derajat komitmen organisasi semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Kalau komitmen pegawai terhadap organisasinya tinggi maka akan berpengaruh terhadap kinerja, sedangkan kalau komitmennya itu rendah maka akan mengakibatkan munculnya keinginan untuk keluar (MacKenzie dalam Kurniawan, 2013). Kinerja pegawai tidak lepas dari faktor komitmen organisasi. Komitmen maknanya sama dengan menjalankan kewajiban, bertanggung jawab, dan janji yang membatasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Pegawai dengan komitmen yang tinggi dapat diharapkan mampu menunjukan kinerja yang optimal. Seseorang yang bergabung dalam organisasi pada sebuah perusahaan dituntut adanya komitmen dalam dirinya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hakim dalam Kurniawan (2013), bahwa komitmen organisasi sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja seseorang. Seorang karyawan akan bekerja secara maksimal, memanfaatkan kemampuan dan


(56)

ketrampilannya dengan bersemangat, manakala ia memiliki komitmen organisasi yang tinggi.

Menurut Nouri dan Parker dalam Putri (2013), aparat yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, dapat menggunakan informasi yang dimiliki untuk membuat anggaran menjadi relatif lebih tepat. Komitmen organisasi merupakan alat bantu psikologis dalam menjalankan organisasinya untuk pencapaian kinerja yang diharapkan. Penelitian yang dilakukan oleh Hakim dalam Kurniawan (2011), menyimpulkan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ivano dalam Kurniawan (2013), yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, makan hipotesis dalam penilitian ini adalah:

H3: Komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).


(57)

D. Model Penelitian

Adapun model penelitian dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian Desentralisasi (X1)

Komitmen Organisasi (X3)

Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (X2)

Kinerja SKPD (Y) H1 +

H2 +

H3 +

 Afrida (2013)

 Karyanti (2013)

 Fibrianti (2013)

 Kurniawan (2013)

 Wulandari (2013)

 Putri (2013)

 Afrida (2013)

 Ramandei (2013)


(58)

A. Obyek dan subyek penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Sedangkan, sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala SKPD, Sekretaris SKPD, Kepala Bidang Keuangan pada SKPD Kabupaten Wonosobo yang berjumlah 891 orang pegawai, sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu Kepala SKPD, Sekretaris SKPD, Kepala Bidang Keuangan yang berjumlah 90 pegawai.

B. Jenis data

Data yang akan digunakan adalah data primer. Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh langsung dari sumber asli atau tidak melalui media perantara (Sugiyono, 2007). Data primer ini dikumpulkan dengan metode kuesioner.

C. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah teknik untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiono, 2007). Teknik pengambilan sampel yang gunakan dalam penelitian ini adalah purposive


(59)

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2007). Adapun pertimbangan-pertimbangannya yaitu:

1. Sampel pada penelitian ini yaitu pegawai yang menjabat sebagai Kepala SKPD, Sekretaris SKPD, Kepala Bidang Keuangan pada SKPD Kabupaten Wonosobo yang berjumlah 90 orang pegawai.

2. Alasan diambilnya responden tersebut yaitu mereka terlibat langsung dalam melaksanakan kegiatan yang dianggarkan serta sangat memahami dalam mengatur kegiatan di masing-masing bagian dan dianggap mampu untuk menggambarkan kinerja pemerintah daerah dari setiap instansi secara keseluruhan.

Agar ukuran sampel yang diambil dapat representative, maka dihitung dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2005) sebagai berikut:

Dimana:

n = jumlah sampel N = ukuran populasi e = tingkat kesalahan

Dengan ukuran pupulasi sebesar 891 pegawai dan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10%, dimana ukuran sampel dalam penelitian ini adalah:


(60)

D. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara survei. Dalam penelitian ini data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawabnya (Sugiyono, 2007). Kuesioner disebarkan secara langsung pada responden, demikian pula pengembaliannya dijemput sendiri sesuai dengan waktu yang ditentukan pada masing-masing SKPD.

E. Definisi operasional variabel penelitian 1. Desentralisasi

Desentralisasi dalam hal ini adalah seberapa besar wewenang yang diperoleh oleh unit kerja terkait dengan penganggaran dan pengambilan keputusan dalam masalah keuangan, operasional, peningkatan mutu pegawai, pengalihan/alokasi rekening maupun alokasi sumber daya manusia. Instrumen desentralisasi didasarkan pada instrumen yang dikembangkan oleh Mia dan Mia dalam Karyanti (2010). Pengukuran instrumen desentralisasi menggunakan skala Likert 1-5 yaitu:

1 = tidak ada wewenang


(61)

3= tingkat wewenang proporsional 4= tingkat wewenang cukup kecil 5= wewenang penuh

Skala 1 mencerminkan jawaban responden yang menunjukkan tidak adanya wewenang dalam unit kerjanya terkait dengan masalah keuangan, operasional, peningkatan mutu pegawai, alokasi rekening maupun perputaran pegawai. Skala 5 mencerminkan bahwa responden memiliki wewenang penuh dalam unit kerjanya.

2. Sistem pengendalian intenal pemerintah

Menurut Arens dalam Putri (2013), sistem pengendalian intern adalah proses yang dirancang untuk menyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran manajemen dalam kategori sebagai berikut; (1) keandalan laporan keuangan, (2) efektivitas dan efisiensi dari operasional dan (3) pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan. Instrumen sistem pengendalian intern didasarkan pada instrumen yang dikembangkan oleh Arens dalam Putri (2013).

Pengukuran instrumen sistem pengendalian intern menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban. Untuk mengukur variabel yang diteliti digunakan kuesioner/angket berbentuk skala bertingkat (skala Likert) dengan lima alternatif jawaban dan masing-masing diberi skor yaitu Selalu (SL), Sering (SR) , Kadang-Kadang (KK), Pernah (P), dan Tidak Pernah (TP).


(62)

Menurut PP RI No 60 tahun 2008, indikator penilaian sistem pengendalian intern pemerintah yaitu terdiri dari:

a. Lingkungan Pengendalian b. Penilaian Risiko

c. Aktivitas Pengendalian d. Informasi dan Komunikasi e. Pemantauan

3. Komitmen organisasi

Komitmen organisasi adalah suatu sikap dan dorongan dari dalam diri individu atau pegawai untuk berbuat sesuatu yang dapat menunjang keberhasilan organisasi agar tujuan organisasi tercapai dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Juita, 2013). Instrumen komitmen organisasi didasarkan pada instrumen yang dikembangkan oleh Putri (2013). Untuk mengukur variabel yang diteliti digunakan kuesioner/angket berbentuk skala bertingkat (skala Likert) dengan lima alternatif jawaban dan masing-masing diberi skor yaitu Selalu (SL)/Sangat Setuju (SS), Sering (SR)/Setuju (S), Kadang-Kadang (KK)/Ragu-Ragu (RR), Pernah (P)/Tidak Setuju (TS), dan Tidak Pernah (TP)/Sangat Tidak Setuju (STS).

4. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah gambaran pencapaian pelaksanaan kegiatan, program kerja dan kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh SKPD dalam mewujudkan sasaran, tujuan,


(63)

misi dan visi organisasi (Juita, 2013). Pengukuran variabel dependen adalah kuesioner (self rating) yang dikembangkan oleh Mahoney dalam Putri (2013). Setiap responden diminta untuk mengukur sendiri kinerjanya dengan memilih dan/atau menuliskan skala antara 1-5. Skala 1-2 mewakili kinerja di bawah rata-rata, skala 3 mewakili kinerja rata-rata dan skala 4-5 mewakili kinerja di atas rata-rata.

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahap metode analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan ysng berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2007). Analisis stastistik deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai demografi responden. Gambaran tersebut meliputi ukuran tendensi sentral seperti jumlah sampel (N), nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan tingkat penyimpangan penyebaran data (standard deviation) diungkapkan untuk memperjelas deskripsi responden.


(64)

2. Uji Kualitas Data

Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda. Dalam melakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner membutuhkan kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan faktor situasional merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga kualitas kuesioner yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Uji kualitas data terdiri dari dua pengujian yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Berikut ini merupakan penjelasan uji validitas dan uji reliabilitas:

a. Uji Validitas

Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan instrumen dalam mengukur apa yang hendak diukur. Sebelum kusioner dibagikan kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan terhadap kusioner. Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut menghasilkan hasil ukur sesuai dengan tujuan pengukuran, jika suatu item pernyataan dinyatakan tidak valid maka item pernyataan itu tidak dapat digunakan dalam uji-uji selanjutnya. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan faktor analisis. Instrumen penelitian dikatakan valid jika memiliki faktor loading lebih besar dari 0,40 Nazarudin dan Basuki (2015).


(65)

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Instrumen dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Menurut Sekaran dalam Juita (2013), uji reliabilitas menggunakan Cronbach’s Alpha. Cara untuk mengukur reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha dengan kriteria sebagai berikut:

1) Kurang dari 0,6 tidak reliabel. 2) 0,6 – 0,7 akseptabel.

3) 0,7 – 0,8 baik.

4) Lebih dari 0,8 reliabel. 3. Uji Asumsi Klasik

Setelah data dideskripsikan dan diuji kualitas data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk melihat kelayakan model serta untuk melihat apakah terdapat pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi berganda, karena model regresi yang baik adalah model yang lolos dari pengujian asumsi klasik. Terdapat tiga asumsi dasar yang harus dipenuhi oleh model regresi agar parameter estimasi tidak bias, yaitu:


(66)

a. Uji Normalitas

Sebelum melakukan pengujian terhadap hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas residual untuk mengetahui metode statistik yang akan digunakan. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah distribusi residual mengikuti atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan metode kolmogorov smirnov, dengan melihat signifikan pada 5%. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

1) Jika nilai Sig ≥ 0,05 maka dikatakan berdistribusi normal. 2) Jika nilai Sig < 0,05 maka dikatakan berdistribusi tidak

normal.

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Damodar dalam Juita (2013), multikolinearitas adalah suatu keadaan yang menggambarkan adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model yang diteliti. Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel bebas antara satu dengan yang lainnya, maka salah satu variabel bebas tersebut dieliminir. Menurut Singgih dalam Juita (2013), korelasi antara variabel independen dapat dideteksi dengan menggunakan Variance Inflating Factor (VIF) dengan kriteria yaitu:

1) Jika angka tolerance di atas 0,1 dan VIF < 10 dikatakan tidak terdapat gejala multikolinearitas.


(67)

2) Jika angka tolerance di bawah 0,1 dan VIF > 10 dikatakan terdapat gejala multikolinearitas.

c. Uji heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke residual satu pengamatan yang lain. Jika residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda maka disebut heterokedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas, penelitian ini menggunakan metode Glejser. Dalam uji ini, apabila hasil sig > 0.05, maka akan terdapat gejala heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data 1. Analisis Regresi Linear Berganda

Teknik analisis regresi berganda digunakan untu mengetahui secara langsung mengenai masing-masing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun bentuk persamaan regresi berganda dalam penelitian ini:

KIN= a+ +

Keterangan:

KIN : Kinerja SKPD


(68)

DES: desentralisasi

SPI: sistem pengendalian intern pemerintah KOM: komitmen organisasi

e: error

2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan variabel lain dianggap konstan, dengan asumsi bahwa jika signifikan nilai t hitung yang dapat dilihat dari analisa regresi menunjukkan kecil dari α = 5%, berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Dengan tingkat kepercayaan untuk pengujian hipotesis adalah 95% atau (α) = 0.05 (5%). Dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika tingkat signifikansi < α 0,05 dan koefisien regresi (β) positif maka hipotesis diterima atau tersedia bukti untuk menerima hipotesis.

b. Jika tingkat signifikansi < 0,05 dan koefisien regresi (β) negatif maka hipotesis ditolak dan berarti tidak tersedia cukup bukti untuk menerima Hipotesis.

c. Jika tingkat signifikansi > α 0,05 dan koefisien regresi (β) positif maka hipotesis ditolak yang berarti tidak tersedia cukup bukti untuk menerima hipotesis.


(69)

3. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas dalam model berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Selain itu, uji F dapat digunakan untuk melihat model regresi yang digunakan sudah signifikan atau belum, dengan ketentuan bahwa jika p value < (α)= 0,05 dan f hitung > f tabel, berarti model tersebut signifikan dan bisa digunakan untuk menguji hipotesis. Dengan tingkat kepercayaan untuk pengujian hipotesis adalah 95% atau (α) = 5% (0.05). Uji F dilakukan dengan cara membandingkan antara F hitung dengan F tabel. Kriteria pengujian sebagai berikut:

a. Bila f hitung < f tabel, variabel bebas secara serentak tidak berpengaruh terhadap variabel independen.

b. Bila f hitung > f tabel, variabel bebas secara serentak berpengaruh terhadap variabel independen.

4. Uji Koefisien Determinasi ( )

Koefisien determinasi ( ) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai dengan satu. Apabila nilai semakin kecil, maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen rendah. Apabila nilai mendekati satu, maka variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.


(70)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian 1. Deskripsi Penelitian

Data penelitian ini menggunakan data penelitian primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada Kepala SKPD, Sekretaris SKPD, Kepala Bidang Keuangan di SKPD Kabupaten Wonosobo yang berjumlah 90 orang pegawai. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang telah dilakukan, diperoleh data yang ditunjukkan pada tabel 4.1 yang menunjukkan secara ringkas mengenai jumlah sampel dan tingkat pengembalian kuisioner yang dijawab oleh responden.

Tabel 4.1

Sampel dan Tingkat Pengembalian

Keterangan Jumlah

Total Penyebaran Kuesioner 90

Jumlah kuesioner yang tidak kembali 31

Jumlah kuesioner yang kembali 59

Jumlah kuesioner yang tidak diisi lengkap (cacat) 9

Total Kuesioner yang akan diolah 50

Reponse Rate (tingkat pengembalian) 59 %

Sumber: data kuesioner penelitian, 2016

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 90 kuesioner yang disebarkan kepada responden jumlah kuesioner yang kembali adalah 59 eksemplar atau dengan kata lain penelitian ini mempunyai response rate atau tingkat pengembalian sebesar 59%. Dari jumlah


(1)

Component Matrixa Component

1 2

KOM1 .380 .753

KOM2 .792 -.131

KOM3 .792 -.153

KOM4 .558 .525

KOM5 .605 .212

KOM6 .655 -.479

KOM7 .592 -.284

Extraction Method: Principal

Component Analysis. a. 2 components extracted.

4)

Variabel Kinerja SKPD

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation Analysis N

KIN1 3.30 .839 50

KIN2 3.24 .797 50

KIN3 3.56 1.053 50

KIN4 3.58 .859 50

KIN5 3.70 .909 50

KIN6 3.16 .976 50

KIN7 3.10 1.093 50

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .668

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 84.702

df 21


(2)

Component Matrixa Component

1 2 3

KIN1 .727 .350 -.076

KIN2 .805 .029 -.175

KIN3 .686 .283 -.495

KIN4 .341 .687 .389

KIN5 .409 -.063 .837

KIN6 .589 -.539 -.073

KIN7 .676 -.536 .154

Extraction Method: Principal

Component Analysis. a. 3 components extracted.

b.

Uji Reliabilitas

1)

Variabel Dessentralisasi

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 50 100.0

Excludeda 0 .0

Total 50 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.783 4

2)

Variabel Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 50 100.0

Excludeda 0 .0

Total 50 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.


(3)

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.899 18

3)

Variabel Komitmen Organisasi

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 50 100.0

Excludeda 0 .0

Total 50 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.758 6

4)

Variabel Kinerja SKPD

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 50 100.0

Excludeda 0 .0

Total 50 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items


(4)

3.

Uji Asumsi Klasik

a.

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 50

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation 4.09459798

Most Extreme

Differences

Absolute .130

Positive .081

Negative -.130

Kolmogorov-Smirnov Z .917

Asymp. Sig. (2-tailed) .370

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

b.

Uji Multikolinearitas

Variables Entered/Removeda Model Variables

Entered

Variables Removed

Method

1 KOM, DES,

SPIb . Enter

a. Dependent Variable: KIN b. All requested variables entered.

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standard ized Coefficie nts

t Sig. 95.0% Confidence

Interval for B

Collinearity Statistics

B Std.

Error

Beta Lower

Bound

Upper Bound

Tolera nce

VIF

1

(Const

ant) 15.020 5.405 2.779 .008 4.140 25.900

DES .542 .201 .362 2.691 .010 .136 .947 .983 1.017

SPI -.091 .065 -.253

-1.406 .167 -.221 .039 .550 1.819

KOM .366 .184 .361 1.993 .052 -.004 .735 .543 1.842


(5)

c.

Uji Heteroskedastisitas

Variables Entered/Removeda Model Variables

Entered

Variables Removed

Method

1 KOM, DES, SPIb . Enter

a. Dependent Variable: RES2 b. All requested variables entered. Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standard ized Coefficie nts

t Sig. 95.0% Confidence

Interval for B

Collinearity Statistics

B Std.

Error

Beta Lower

Bound

Upper Bound

Tolera nce

VIF

1

(Const

ant) 9.899 3.420 2.895 .006 3.016 16.782

DES -.200 .127 -.220

-1.569 .123 -.456 .057 .983 1.017

SPI .031 .041 .142 .758 .452 -.051 .113 .550 1.819

KOM -.224 .116 -.363

-1.927 .060 -.457 .010 .543 1.842

a. Dependent Variable: RES2

4.

Uji Regresi Berganda

a.

Uji Nilai t

Variables Entered/Removeda Model Variables

Entered

Variables Removed

Method

1 KOM, DES,

SPIb . Enter

a. Dependent Variable: KIN b. All requested variables entered.


(6)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardize d Coefficients

t Sig. Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Toleranc

e

VIF

1

(Constan

t) 15.020 5.405 2.779 .008

DES .542 .201 .362 2.691 .010 .983 1.017

SPI -.091 .065 -.253 -1.406 .167 .550 1.819

KOM .366 .184 .361 1.993 .052 .543 1.842

a. Dependent Variable: KIN

b.

Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 181.199 3 60.400 3.382 .026b

Residual 821.521 46 17.859

Total 1002.720 49

a. Dependent Variable: KIN

b. Predictors: (Constant), KOM, DES, SPI

c.

Uji Koefesien Determinasi

Model Summaryb Mo

del

R R

Squar e

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R

Square Change

F Chan ge

df1 df2 Sig. F

Change

1 .425a .181 .127 4.226 .181 3.382 3 46 .026 1.882

a. Predictors: (Constant), KOM, DES, SPI b. Dependent Variable: KIN


Dokumen yang terkait

PENGARUH EVALUASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

2 81 11

PENGARUH DESENTRALISASI, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAH (SPIP), DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) (Survey pada SKPD Kabupaten Wonosobo)

6 12 130

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) PADA PEMERINTAH KABUPATEN LABUHANBATU.

0 2 28

PENGARUH DESENTRALISASI, PARTISIPASI ANGGARAN, KOMITMEN ORGANISASI, DAN MOTIVASI KERJA Pengaruh Desentralisasi, Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Manajerial SKPD Kabupaten Karanganyar.

0 9 16

PENGARUH DESENTRALISASI, PARTISIPASI ANGGARAN, KOMITMEN ORGANISASI, DAN MOTIVASI KERJA Pengaruh Desentralisasi, Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Manajerial SKPD Kabupaten Karanganyar.

0 9 17

PENDAHULUAN Pengaruh Desentralisasi, Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Manajerial SKPD Kabupaten Karanganyar.

0 9 8

PENGARUH INTERNAL CONTROL TERHADAP KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) PADA KANTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG.

0 2 27

IMPLEMENTASI SISTEM PENGUKURAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Skpd) Di Kota Surakarta.

0 4 13

IMPLEMENTASI SISTEM PENGUKURAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Skpd) Di Kota Surakarta.

0 0 19

Pengaruh Etika Kerja Terhadap Kinerja Manajerial Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Kampar

0 1 18