CORPORATE CULTURE UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA DALAM UPAYA MERAIH “WORLD CLASS UNIVERSITY”

(1)

CORPORATE CULTURE UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA DALAM UPAYA MERAIH “WORLD CLASS UNIVERSITY”

(Studi Deskriptif tentang Corporate Culture Values Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Upaya Meraih World Class University)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Strata I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Penyusun: Fitri Kurniaty 20110530124

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

CORPORATE CULTURE UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA DALAM UPAYA MERAIH “WORLD CLASS UNIVERSITY”

(Studi Deskriptif tentang Corporate Culture Values Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Upaya Meraih World Class University)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Strata I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Penyusun: Fitri Kurniaty 20110530124

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Fitri Kurniaty

NIM : 20110530124

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul “Corporate Culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Upaya Meraih World Class University” ini benar-benar merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini dibuat dengan sungguh-sungguh. Apabila di kemudian hari terdapat ketidakjujuran dalam pernyataan yang saya sampaikan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan ini sesuai dengan aturan yang berlaku.

Yogyakarta, 19 Mei 2016 Yang Membuat Pernyataan


(4)

“When Allah wants to be good to someone, He tries him with some hardship.” (Abu Hurairah)

Perjuangan adalah awal dari kesuksesan, halangan dan rintangan adalah kunci kesabaran.

Allah is our objective The prophet is our leader

Qur’an is our law Jihad is our way


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas anugerah kekuatan dan kemampuan serta petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Corporate Culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Meraih World Class University” ini, untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata I Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan pada waktu yang diharapkan berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan penuh hormat penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Aswad Ishak, S.IP., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan tugas akhir ini. 2. Ibu Sovia Sitta Sari S.Sos, M.Si dan Dr. Taufiqur Rahman SIP, MA

selaku dosen penguji yang telah banyak membantu mengoreksi penulisan skripsi ini hingga selesai dengan baik.

3. Bapak Haryadi Arief Nur Rasyid SIP MSc. dan Zuhdan Aziz,S.IP, SSn, MSn, selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

4. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, atas ilmu, bimbingan dan bantuannya hingga penulis selesai menyusun tugas akhir ini.

5. Bapak Abidin, S.Pd., Aud dan Ibu Somantiar S.Pd Paud., orang tua penulis, yang telah membesarkan dan mendidik, serta memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

6. Rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang juga telah banyak membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan tugas akhir ini.

Terakhir penulis berharap, semoga tugas akhir ini dapat memberikan hal yang berfaedah dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Yogyakarta,18 Mei 2016 Penulis


(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Special honor to my professor, my own Dad. To my beloved Mama, the greatest motivator of mine with her unconditional love, taught me to be always grateful for every little thing I got in this life. They both are the main sponsor of me grown up as a tough little girl with big heart among others that gradually encouraged me to take

part to the social world. My sisters, my three genius of minions, no words can describe how proud I am to be your big sister. Last but not least, to all my best friends those always cheer me up everyday. I mention you all in my dua. Aamiin.


(7)

(8)

(9)

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sistem Komunikasi Organisasi ... 22

Gambar 1.2 Arus Komunikasi Organisasi ... 25

Gambar 1.3 Struktur Komunikasi Universitas ... 36

Gambar 2.1 Struktur Organisasi UMY ... 47

Gambar 2.2 Logo UMY ... 48

Gambar 3.1 Pernyataan Tanggung Jawab ... 97


(11)

(12)

ABSTRAK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Public Relations Fitri Kurniaty

Corporate Culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Upaya Meraih World Class University

Tahun Skripsi: 2016 + xii + 139 halaman + 4 lampiran + 7 gambar Daftar Kepustakaan: 15 Buku + 4 Jurnal Online + 2 Dokumen + 2 Sumber Internet

Penelitian ini meneliti tentang implementasi core values Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam meraih tujuannya menjadi World Class University. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengkaji corporate culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dari sisi core values atau nilai-nilai inti budaya UMY. 2) mengetahui praktik implementasi nilai-nilai inti budaya perusahaan oleh seluruh sivitas akademi UMY. 3) menelaah kesiapan sivitas akademika UMY dalam meraih World Class University dari segi pelaksanaan budaya organisasi khususnya implementasi values. Kerangka teori dan konsep yang digunakan yaitu tentang budaya organisasi, nilai-nilai inti suatu budaya, dan implementasi nilai-nilai organisasi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan jenis penelitian deskriptif. Lokasi penelitian ini ialah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sumber data penelitian ini berasal dari hasil wawancara dengan informan, studi pustaka, dan dokumentasi. Untuk menguji validitas data menggunakan triangulasi sumber yaitu membandingkan data hasil wawancara informan dengan dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai UMY oleh seluruh sivitas akademik belum sepenuhnya optimal, wadah komunikasi organisasi yang digunakan belum efektif sehingga belum menjangkau seluruh karyawan. Serta komunikasi bottom up dan sebaliknya juga belum dijalankan secara optimal antara pihak manajemen dan karyawan. Dengan berbagai program dan kegiatan yang dijalani UMY dinilai siap dalam menghadapi tantangan global dan bersaing di dunia internasional dengan lebih mengoptimalkan berbagai sumber daya dan implementasi core values.

Kata Kunci: Corporate Culture, Implementasi, Nilai-Nilai Dasar, Komunikasi Organisasi, World Class University


(13)

ABSTRACT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Social and Politic Sciences Faculty

Communications Science Department Public Relations

Fitri Kurniaty

Corporate Culture of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta to Achieve World Class University

Batch: 2016 + xii + 137 pages + 4 attachments + 7 pictures

Bibliography: 15 Books + 4 Online Journals + 2 Documents + 2 Internet Sources

This study examines the implementation of the core values of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta to achieve its goal to become a World Class University. The purpose of this study are 1) to review the corporate culture of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta’s core values. 2) knowing the implementation of corporate culture values by the entire academicians of UMY. 3) examine the preparedness of academicians in UMY to achieve World Class University. Theoretical framework and concepts used are about organizational culture, core values of a culture, the implementation of the organization's values, the character of the company, and the internationalization of higher education in Indonesia.

The method used is qualitative method with case study approach and descriptive type of research. The location of this research is at the University of Muhammadiyah Yogyakarta. Source of research data is derived from interviews with informants, literature study, documentation and observation. To test the validity of the data using triangulation sources that compare the observations with informant interviews, data and documents related to the study.

The results of this study indicate that the implementation of the core values of UMY by all academic of faculty yet has not be done maximally. Organizational communication media used has not been effective so not to reach all employees as well as the up and down communication has not run optimally between management and employees. With the variety of programs and activities undertaken, UMY judged to be ready in facing the global challenges and compete internationally by optimizing all the resources and the implementation of core values.

Key Words: Corporate Culture, Implementation, Core Values, Organizational Communication, World Class University


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kita memasuki era globalisasi dengan pasar terbuka. Perubahan-perubahan yang pesat di segala bidang, kebutuhan akan nilai-nilai global serta standar internasional menjadi kebutuhan dari setiap anggota komunitas global. Kebutuhan ini mau tidak mau juga menjadi tuntutan bagi Indonesia, sebagai anggota komunitas global, untuk memiliki sumber daya manusia dengan kualitas sesuai dengan standar yang dibutuhkan masyarakat global serta yang selalu mampu beradaptasi seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas menjadi tantangan juga bagi perguruan tinggi di Indonesia. Situasi politik maupun krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda Indonesia menambah kebutuhan akan sumber daya manusia yang mampu membawa bangsa Indonesia keluar dari kekalutan tersebut. Kemandirian, kreatifitas, rasa percaya diri, fokus, kritis, punya visi serta skill kepemimpinan dan kemampuan bekerja dalam tim, kemampuan bahasa asing serta menggunakan teknologi informasi merupakan beberapa kualitas yang diperlukan di samping wawasan atau pengetahuan dan keterampilan dalam bidang masing-masing. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang dapat ikut berperan tidak hanya dalam masyarakat


(15)

2 lingkup lokal atau nasional saja tetapi sekaligus juga dalam lingkup internasional.

Perguruan tinggi memiliki peran yang sangat sentral dan penting dalam pembangunan bangsa melalui penciptaan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi juga berperan dalam menyediakan sumber daya manusia yang memliki kompetensi unggul. Oleh karena itu, perlu adanya pola pikir yang mengikuti perubahan bagi perguruan tinggi yang berorientasi pada penciptaan budaya organisasi yang lebih dinamis, inovatif, produktif dan kompetitif.

Sebagai lembaga pendidikan tinggi, universitas dituntut untuk siap menghadapi tantangan tersebut. Universitas harus mampu menjadi institusi yang berwawasan global serta memiliki sumber daya yang berstandar internasional agar dapat mewujudkan generasi yang mampu bersaing di ranah internasional. Untuk itu, inovasi yang kreatif, pergerakan yang dinamis, produktif dan kompetitif diperlukan agar mampu mengimbangi pesatnya perubahan yang terjadi di dunia global.

Di Indonesia, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional mendorong dan membantu beberapa universitas yang berpotensi untuk berproses menuju universitas kelas dunia. Alasan menjadi kelas dunia, secara filososfis, universitas kelas dunia membantu masyarakat (lulusannya) menjadi cepat tanggap dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang begitu cepat di dunia ini. Hal itu dikarenakan jika tidak mampu menyesuaikan diri, orang-orang bisa menjadi pengangguran dalam ekonomi


(16)

3 global. Inilah yang menjadi alasan beberapa universitas, misalnya University of Hongkong, bekerja keras menjadi universitas kelas dunia. Demikian dikatakan oleh Prof. Kai-Ming, salah satu konseptor universitas kelas dunia University of Hongkong dalam ceramahnya di Departemen Pendidikan Nasional RI tanggal 19 Februari 2008. (Huda AY, 2009: 4)

Istilah “universitas kelas dunia” atau “World Class University” sering kita dengar dalam perbincangan. Kelas dunia atau “world class” menurut

kebanyakan kamus adalah “ranking among the foremost in the world (menduduki rangking di antara yang terdepan di dunia), of an international standard of excellence” (mempunyai standar keunggulan internasional). Di dalam pembahasan rangking universitas kelas dunia, menduduki rangking ini bisa dimaknai sebagai tercatat menduduki rangking kesekian di antara perguruan-perguruan tinggi di dunia. Di Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung merupakan perguruan tinggi Indonesia yang pernah tercatat dalam kisaran 500 universitas terhebat di dunia pada tahun 2008 berdasarkan versi The Times Higher Education yang merupakan salah satu lembaga dari Inggris yang telah melakukan perangkingan sejak 2004.

Uraian dari Jamil Salmi, A Global Tertiary Education Expert atau ahli pendidikan tersier global, pada 2nd Conference on WCUs Shanghai, 1-2 November 2007, menurutnya ada tiga dimensi utama bagi sebuah universitas kelas dunia, yaitu:


(17)

4 (2) abundant resources (sumber daya berlimpah), dan

(3) favorable government (pengelolaan yang baik) (Huda AY, 2009: 13).

Sebagai upaya untuk memenuhi kriteria-kriteria tersebut, tentu suatu universitas harus siap secara internal, dalam hal ini dengan memperkuat budaya organisasi yang ada di dalamnya. Corporate culture menjadi penyokong yang mencakup landasan nilai-nilai sebagai pedoman bagi seluruh sivitas akademi dalam universitas untuk bertindak atau berperilaku sesuai dengan tujuan dan visi misi perguruan tinggi.

Studi Kotter dan Heskett dalam Susanto, dkk (2008: 2) menunjukkan budaya organisasi memberi pengaruh yang signifikan terhadap kinerja anggota di dalamnya. Karena budaya organisasi berisi nilai-nilai yang berfungsi sebagai landasan berperilaku, yang menentukan apakah suatu tindakan benar atau salah dan apakah suatu perilaku dianjurkan atau tidak. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Deal dan Kennedy, bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai dominan yang menyokong suatu organisasi.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas, penulis meyakini bahwa budaya dalam sebuah perusahaan atau organisasi memainkan peranan yang sangat penting. Keberhasilan suatu organisasi tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat hard side seperti struktur dan strategi, namun juga oleh faktor soft side, yaitu faktor culture dalam suatu perusahaan. Budaya adalah jiwa yang memberi hidup dan mendukung strategi.


(18)

5 Kesuksesan implementasi strategi ditentukan oleh kesesuaian (compatibility) antara strategi dan budaya.

Dalam menjalankan suatu corporate culture sesuai dengan tujuan maupun visi misi suatu organisasi, diperlukan komunikasi yang baik dan terorganisir di dalam organisasi tersebut. Komunikasi yang mengatur proses berlangsungnya informasi atau pesan dalam organisasi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya. Sehingga, dalam hal ini, diperlukan corporate communication atau komunikasi organisasi agar corporate culture yang diharapkan organisasi dapat dijalankan semestinya oleh seluruh anggota dalam organisasi.

Mengapa organisasi memerlukan komunikasi organisasi? Organisasi saat ini semakin kompleks. Sebelumnya, perusahaan cukup kecil sehingga anggota didalamnya dapat menjalankan perusahaan dengan aktivitas komunikasi yang tidak perlu canggih. Tapi dalam organisasi dengan puluhan bahkan ribuan orang didalamnya, jauh lebih rumit untuk tetap mengelola dan mengatur strategi komunikasi yang koheren.

Dalam penelitian ini, peneliti akan berusaha mengkaji bagaimana implementasi core values UMY, melalui proses komunikasi organisasi yang dijalankan hingga implementasi core values dilaksanakan oleh seluruh sivitas akademik dalam UMY.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah salah satu perguruan tinggi swasta yang besar dan cukup terkenal di Indonesia. Perguruan tinggi ini memperoleh akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan


(19)

6 Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan menjadi salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia sejajar dengan universitas-universitas negeri ternama seperti Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berkembang sejak tahun 1981. ( http://m.news.viva.co.id/news/read/527425-universitas-muhammadiyah-yogyakarta 8 Februari 2014).

Seperti yang tercantum dalam salah satu tujuan khusus UMY, kampus ini bertujuan untuk melaksanakan program pendidikan Ahli Madya, Sarjana, Pascasarjana dan Profesi yang menghasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan dunia kerja baik nasional maupun internasional sesuai dengan komitmennya untuk menjadi World Class University. Di usianya yang muda ini, UMY telah memiliki jaringan yang sangat luas antara lain bekerjasama dengan pemerintah dan perguruan tinggi di beberapa negara seperti Belanda, Amerika, Australia, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Thailand, Singapura, Malaysia dan lain-lain. ( http://www.umy.ac.id/31-tahun-umy-muda-mendunia.html 8 Februari 2014)

Dalam perkembangannya UMY menunjukkan eksistensi, prestasi dan luasnya pergaulan UMY hingga level internasional. Jaringan kerjasama dengan berbagai partner di luar negeri dan prestasi dosen dan mahasiswa, baik di bidang akademik maupun non akademik, telah diakui di tingkat regional, nasional maupun interasional (Dok. Laporan Tahunan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014: 3).


(20)

7 Sepanjang April 2013 hingga Maret 2014, melalui fakultas yang ada di dalamnya, UMY melaksanakan beberapa program unggulan dengan bekerjasama dengan universitas dan rekannya di dalam dan di luar negeri. Berbagai konferensi internasional telah diselenggarakan di UMY, seperti International Conference of International System (ICIS) yang diselenggarakan jurusan Ilmu Hubungan International pada bulan November 2013, The First ASEAN Post Graduate Research Conference dilaksanakan oleh Program Pasca Sarjana pada bulan Janurari 2014, The 2nd International Nursing Conference oleh program studi Keperawatan pada Februari 2014, dan beberapa program lainnya (Dok. Laporan Tahunan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014: 7).

Sementara di luar negeri tepatnya di Kuala Lumpur, UMY menyelenggarakan Mahathir Global Peace School bekerjasama dengan Perdana Global Peace Foundation (PGPF) dan Institute of Diplomacy and Foreign Relations (IDFR). Sekolah perdamaian ini diikuti oleh lebih dari 30 peserta dari berbagai negara. Semua capaian akademik dan kegiatan-kegiatan unggulan yang telah dilaksanakan UMY tersebut demi terwujudnya tujuan menjadi World Class University.

Melihat prestasi dan perkembangan UMY membuat peneliti tertarik menjadikan UMY sebagai objek dalam penelitian ini dan mengkaji implementasi core values Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam meraih wold class university yang menjadi tujuannya saat ini. Pandangan dari pendekatan ini bahwa organisasi memperoleh kekuatan dari nilai-nilai


(21)

8 bersama (shared values). Implementasi core values yang baik dari seluruh anggota organisasi akan menciptakan corporate culture yang baik. Salah satu cara untuk membentuk corporate culture yang baik adalah dengan menciptakan komunikasi organisasi yang baik dalam lingkungan organisasi. Core values organisasi ini antara lain amanah dan tanggung jawab, kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, keadilan, mawas diri, tulus ikhlas, kepedulian, profesionalitas. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bapak Drs. Gita Danu Pranata M.m selaku pimpinan di BSDM (Badan Sumber Daya Manusia) UMY mengatakan bahwa nilai-nilai tersebut memberikan pemahaman mengenai arah bersama bagi seluruh karyawan yang bekerja dalam organisasi ini. Hal itu juga sebagai panduan bagi perilaku keseharian mereka dalam berkata dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut (Hasil wawancara dengan Danu Pranata, 19 April 2015).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut bagaimana implementasi nilai-nilai corporate culture UMY ini mendukung atau menopang organisasi ini menuju World Class University. Peneliti memilih UMY sebagai objek dalam penelitian ini karena UMY di usianya yang baru akan menginjak 35 tahun telah berhasil membuktikan eksistensinya hingga ranah internasional melalui prestasi-pretasi dan program yang dilaksanakannya. UMY berkomitmen untuk menjadi Universitas Kelas Dunia.

Secara khusus, penelitian ini mengkaji mengenai upaya implementasi core values oleh organisasi UMY. Menelaah bagaimana organisasi


(22)

9 mengupayakan implementasi core values tersebut agar dapat dilaksanakan oleh seluruh stakeholder dalam organisasi terutama pegawai di UMY berdasarkan cara dan proses komunikasi organisasinya. Sehingga diharapkan seluruh pegawai siap dengan identitas yang diusung oleh organisasi dalam menghadapi tujuan World Class University.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini berusaha untuk menelaah secara komprehensif implementasi core values atau nilai-nilai inti corporate culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kaitannya dengan tujuan UMY menjadi World Class University. Sehingga menjawab pertanyaan “bagaimana implementasi nilai-nilai inti corporate culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam upayanya meraih World Class University?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengkaji corporate culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta khususnya core values atau nilai-nilai inti budaya UMY.

2. Mengetahui praktik implementasi dan bagaimana mengkomunikasikan implementasi nilai-nilai inti budaya perusahaan oleh seluruh sivitas akademi UMY.

3. Menelaah kesiapan sivitas akademika UMY dalam meraih World Class University dari sisi pelaksanaan corporate culture.


(23)

10 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi

a. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi UMY dalam pengembangan penerapan nilai budaya perusahaan. b. Menambah wawasan informasi bagi seluruh sivitas akademi UMY

terutama karyawan dan mahasiswa mengenai implementasi core values UMY dan tujuan menjadi World Class University.

1.4.2 Bagi Penulis

a. Untuk mengembangkan wawasan dan menambah pengalaman dalam menganalisis kajian corporate culture.

b. Menjadi salah satu bentuk pengaplikasian bidang ilmu yang telah diperoleh di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik mengenai budaya organisasi.

1.4.3 Bagi Pihak Lain

a. Diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi pembaca dalam menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan dalam bidang ilmu komunikasi terutama mengenai kajian corporate core values.

b. Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian lanjutan pada pokok permasalahan yang serupa.


(24)

11 1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini yang merupakan laporan dari hasil penelitian, direncanakan terdiri dari empat bab, masing-masing bab berisi: BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan, kajian teori, metodologi penelitian yang digunakan, batasan penelitian dan referensi penelitian terdahulu

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK

Dalam bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian dan profil informan.

BAB III : PEMBAHASAN HASIL DAN ANALISIS

Dalam bab ini dijelaskan mengenai hasil penelitian serta penafsiran dan pemaknaan penulis terhadap data atau hasil penelitian.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh penelitian dan saran-saran/ masukan-masukan yang berguna di masa yang akan datang.


(25)

12 1.5 Kerangka Konsep dan Teori

1.5.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk

dari “budi” atau “akal”. Banyak orang mengartikan budaya

kebudayaan dalam arti terbatas/sempit, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan dengan hanya terbatas pada seni. Namun demikian, budaya atau kebudayaan dapat pula diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah lakunya. Para ahli ilmu sosial mengartikan konsep kebudayaan sebagai seluruh pikiran manusia yang tidak berakar pada nalurinya sehingga hanya dicetuskan oleh manusia sesudah melalui proses belajar (Soewarto dan Koeshartono, 2009: 1).

The Jakarta Consulting Group dalam A.B Susanto, dkk (2008)

mendefinisikan budaya organisasi sebagai “Nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan juga perilakunya di dalam organisasi”. Nilai-nilai inilah yang akan memberikan jawaban apakah suatu tindakan benar atau salah dan apakah suatu perilaku dianjurkan atau tidak. Nilai-nilai inilah yang berfungsi sebagai landasan dalam berperilaku (Susanto dkk, 2008: 7).


(26)

13 Budaya organisasi merupakan kristalisasi filosofi yang dianut suatu korporasi atau organisasi. Filosofi tersebut, oleh para pendiri dirumuskan menjadi nilai-nilai yang menjelaskan keberadaan organisasi secara sosial ditengah masyarakat. Nilai-nilai itu menyemangati, mengarahkan dan menggerakkan setiap karyawan atau anggota organisasi untuk membantu mencapai tujuan. Budaya organisasi merupakan sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi sebagai sistem internal dan sistem eksternal sosial. Untuk mencapai cita-cita yang dikehendaki, maka tiap karyawan perlu mengoptimalkan sumber dayanya. Kegiatan di dalam organisasi tidak lagi dijalankan semata-mata hanya sebagai kegiatan rutin, tetapi dijalankan berdasarkan keyakinan bahwa itulah yang terbaik untuk mencapai tujuan organisasi (Tika, 2006, 19).

Secara umum, perusahaan atau organisasi terdiri atas sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai kesatuan orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai yang sama (Suwarto dan Koeshartono, 2009: 2).


(27)

14 1.5.2 Nilai-nilai: Inti dari Suatu Budaya

Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy (1982: 21) menuliskan dalam bukunya yang berjudul “Corporate Cultures, The Rites and Rituals of Corporate Life” bahwa nilai adalah fondasi dari setiap budaya perusahaan. Sebagai inti dari filosofi perusahaan untuk mencapai keberhasilan, nilai-nilai memberikan rasa arah bersama untuk semua karyawan dan pedoman untuk perilaku mereka sehari-hari. Formula ini digunakan untuk sukses menentukan jenis pahlawan perusahaan, mitos, ritual, dan upacara budaya. Bahkan, kita berpikir bahwa sering perusahaan berhasil karena karyawan mereka dapat mengidentifikasi, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai organisasi.

Dalam sebuah budaya perusahaan yang kuat, hampir semua manajer menganut seperangkat nilai-nilai dan metode menjalankan bisnis yang relatif konsisten. Dengan demikian atas dasar keadaan tersebut, para karyawan baru dapat mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat. Apabila kesadaran budaya sudah sedemikian mendalam, dapat terjadi seseorang eksekutif baru, akan dapat dikoreksi oleh bawahannya, selain juga oleh atasannya,jika dia melanggar norma-norma organisasi. Perusahaan-perusahaan dengan budaya yang kuat biasanya dinilai dan dirasakan pihak lain, telah memiliki gaya tertentu, misalnya “cara melakukan segala


(28)

15 sering menjadikan nilai-nilai yang dianut bersama itu semacam kredo atau pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer mereka untuk mengikuti pernyataan tersebut. Kemudian gaya dan nilai-nilai suatu budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada penggantian pimpinannya karena akar-akarnya sudah mendalam (Kotter dan Heskett, dalam Corry Wardhani, 2004: 9).

Deal dan Kennedy (1982: 24) berpikir bahwa masyarakat saat ini mengalami ketidakpastian mendalam tentang nilai-nilai, relativisme yang merongrong kepemimpinan dan komitmen yang sama. Pada tingkat filosofis, kita menemukan diri kita tanpa respon yang meyakinkan. Tapi lingkungan bisnis sehari-hari sangat berbeda. Bahkan jika nilai-nilai utama yang tidak masuk akal, nilai-nilai tertentu jelas masuk akal untuk organisasi tertentu yang beroperasi dalam keadaan ekonomi yang spesifik. Mungkin karena nilai-nilai utama tampak begitu sulit dipahami, orang menanggapi positif hal yang praktis. Pilihan harus dibuat, dan panduan nilai-nilai terkait itu sangat diperlukan dalam mencapainya.

Pernyataan Deal dan Kennedy tersebut didukung oleh pernyataan dari Ralph S. Larsen selaku CEO dari Johnson & Johnson yaitu sebagai berikut:

“The core values embodied in our credo might be a competitive advantage, but that is not why we have them. We have them because they define for us what we stand for, and we would hold them even if they


(29)

16 became a competitive disadvantage in certain situations”.

Pernyataan tersebut bermakna bahwa nilai-nilai inti yang terkandung dalam kredo adalah suatu keunggulan kompetitif. Karena nilai menentukan apa yang diperjuangkan oleh perusahaan, dan akan tetap dipertahankan walaupun nilai tersebut menjadi kerugian kompetitif perusahaan atau organisasi dalam situasi tertentu (Larsen dalam Askins, 2012: 6).

Selain itu, pada kenyataannya, jelas bahwa organisasi telah memperoleh kekuatan besar dari nilai bersama dengan penekanan pada kata "bersama". Jika karyawan tahu untuk apa perusahaan mereka berdiri, jika mereka tahu apa standar yang mereka tegakkan, maka mereka jauh lebih mungkin untuk membuat keputusan yang akan mendukung standar-standar tersebut. Mereka juga lebih mungkin untuk merasa seolah-olah mereka adalah bagian penting dari organisasi. Mereka termotivasi karena hidup di perusahaan yang memiliki arti bagi mereka.

Blanchard & O’Connor pun menyatakan dalam bukunya yang berjudul Managing by Values bahwa keberhasilan yang sesungguhnya tidak datang dari menyatakan nilai-nilai kita, tetapi dari sikap konsisten menempatkan nilai-nilai tersebut ke dalam tindakan sehari-hari (Blanchard & O’Connor, 1997: 73).

Karena nilai-nilai organisasi dapat dengan kuat mempengaruhi apa yang benar-benar orang lakukan, Deal dan


(30)

17 Kennedy berpikir bahwa nilai-nilai harus menjadi persoalan besar untuk manajer. Bahkan, membentuk dan meningkatkan nilai-nilai dapat menjadi pekerjaan yang paling penting yang seorang manajer dapat dilakukan. Dalam pekerjaan dan penelitian mereka, mereka telah menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang sukses menempatkan banyak penekanan pada nilai-nilai. Secara umum, perusahaan-perusahaan ini memiliki tiga karakteristik:

a. Mereka berdiri untuk sesuatu, yaitu mereka memiliki filosofi yang jelas dan eksplisit tentang bagaimana tujuan mereka dalam melakukan bisnis mereka.

b. Manajemen menaruh banyak perhatian untuk membentuk dan menyemat dengan baik nilai-nilai ini untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan ekonomi dan bisnis perusahaan dan untuk berkomunikasi kepada organisasi.

c. Nilai-nilai ini diketahui dan dimiliki oleh semua orang yang bekerja untuk perusahaan - dari pekerja produksi paling rendah sampai ke pangkat manajemen senior (Deal dan Kennedy, 1982: 25).

Sumber lainnnya menunjukkan apa yang terkandung dan apa yang tidak terkandung dalam nilai-nilai inti, berikut ulasannya.


(31)

18 Nilai-nilai inti Nilai-nilai inti bukan

1. Mengatur hubungan pribadi 2. Mengatur proses bisnis 3. Memperjelas siapa kita

4. Mengartikulasikan apa yang kita perjuangkan

5. Membantu menjelaskan mengapa kita melakukan bisnis yang kita lakukan

6. Membimbing kita bagaimana cara mengajar/memotivasi

7. Menginformasikan bagaimana cara menghargai

8. Membimbing kita bagaimana membuat keputusan

9. Mendukung seluruh organisasi 10.Tidak memerlukan justifikasi

eksternal

11.Prinsip utama dan filosofi

1. Praktek operasi 2. Strategi bisnis 3. Tujuan atau sasaran 4. Norma-norma budaya 5. Kompetensi

6. Perubahan dalam menanggapi pasar

7. Perubahan administrasi 8. Digunakan secara individual 9. To-do list

(Jim Collins, http://strategicdiscipline.positioningsystems.com/bid/87431/Core-Values-Clarity-Building-a-Healthy-Organization, 12 September 2015)


(32)

19 1.5.3 Komunikasi Organisasi

Berbicara tentang organisasi, dimana didalamnya terdapat sekelompok manusia dengan kepentingan untuk memperoleh dan menyampaikan informasi antar satu sama lain, maka pembicaraan tentang komunikasi organisasi tidak terlepas dalam pembahasan ini. Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suau organisasi tententu. Definisi tersebut lebih menekankan pada aspek fungsional (objektif). Sedangkan bila dilihat dari perspektif interpretatif (subjektif), komunikasi organisasi dipandang sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Pace & Faules, 2001: 31-33).

Pernyataan definitif yang lebih sederhana dikemukakan Arnold & Fieldman (1986: 154) bahwa komunikasi organisasi merupakan pertukaran informasi diantara orang-orang di dalam organisasi, dimana prosesnya secara umum meliputi tahapan-tahapan: attention, comprehension, acceptance as true, dan retention.


(33)

20 A. Pentingnya Kajian terhadap Komunikasi Organisasi

Pengkajian terhadap komunikasi organisasi memiliki arti penting mengingat bahwa komunikasi organisasi merupakan suatu disiplin studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Dalam arti pengkajian akan memberikan manfaat tidak hanya bagi siapa saja yang ingin memahami perilaku organisasi secara lebih baik, tapi memiliki aspek pragmatis bagi orang-orang yang ingin memperbaiki kinerjanya sebagai anggota organisasi.

Studi komunikasi organisasi dapat memberikan landasan kuat bagi karir dalam manajemen, pengembangan sumber daya manusia, dan komunikasi perusahaan, serta tugas-tugas lainnya yang berorientasikan kepada manusia dalam organisasi (Pace & Faules, 2001: 25).

B. Uraian Dimensi Komunikasi Organisasi

Katz & Kahn (1965: 223) mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti dalam suatu organisasi. Menurut Katz & Kahn, organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis kepada lingkungan.

Goldaber dalam Arni Muhammad (2001: 66) memberikan definisi komunikasi organisasi sebagai proses menciptakan dan


(34)

21 saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Greebaunm dalam Arni (2001: 67) mengatakan bahwa bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisasi. Ia membedakan komunikasi internal dengan eksternal dan memandang peranan komunikasi terutama sekali sebagai koordinasi pribadi dan tujuan organisasi dan masalah menggiatkan aktivitas.

Pace & Faules (2001: 31) mengatakan bahwa komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari satu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan yang lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Gambar 3 melukiskan konsep suatu sistem komunikasi organisasi. Garis yang terputus-putus melukiskan gagasan bahwa hubungan-hubungan ditentukan alih-alih bersifat alami, hubungan-hubungan itu juga menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes dan mungkin berubah sebagai respon terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang internal juga eksternal. Meskipun demikian, hubungan antara jabatan-jabatan berubah secara


(35)

22 resmi hanya berdasarkan pernyataan pejabat-pejabat organisasi.

Gambar 1.1 Sistem Komunikasi Organisasi Sumber Pace & Faules (2001: 32)

Pengertian-pengertian komunikasi organisasi diatas

merupakan pandangan “objektif” atas organisasi yang menekankan pada “struktur”, dan struktur ini merupakan salah

satu tempat mengalirnya informasi dalam organisasi di samping adanya hubungan pribadi dan selentingan.

Organisasi adalah komposisi sejumlah orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Peranan individu dalam sistem komunikasi ditentukan oleh hubungan struktur antara satu individu dengan individu yang lainnya dalam organisasi.


(36)

23 Secara umum, komunikasi organisasi dapat dibedakan atas komunikasi formal dan komunikasi informal. Komunikasi formal salurannya ditentukan oleh struktur yang telah direncanakan dan tidak dapat dipungkiri oleh organisasi. Sedangkan komunikasi informal tidak lah direncanakan dan biasanya tidak mengikuti struktur formal organisasi, tetapi timbul dari interaksi sosial yang wajar di antara anggota organisasi. Yang termasuk komunikasi informal ini adalah berita-berita dari mulut ke mulut mengenai diri seseorang, pimpinan, maupun mengenai organisasi yang biasanya bersifat rahasia.

1. Komunikasi Formal

Bila pesan mengalir melalui jalur resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu berada dalam jalur komunikasi formal. Adapun fungsi penting sistem komunikasi menurut Liliweri (1997: 294) adalah sebagai berikut: 1) Komunikasi formal terbentuk sebagai fasilitas untuk

mengkoordinir kegiatan, pembagian kerja dalam organisasi.

2) Hubungan formal secara langsung hanya meliputi hubungan antara atasan dengan bawahan. Komunikasi


(37)

24 langsung seperti ini memungkinkan dua pihak berpartisipasi umpan balik dengan cepat.

3) Komunikasi formal memungkinkan anggota dapat mengurangi atau menekan waktu yang akan terbuang, atau kejenuhan produksi, meminimalisir ketidaktentuan operasi pekerjaan, termasuk tumpang tindihnya tugas dan fungsi, serta pembaharuan menyeluruh yang berdampak pada efektivitas dan efisiensi.

4) Komunikasi formal menekankan terutama pada dukungan yang penuh dan kuat dari kekuasaan melalui struktur dan hierarki.

Bertinghaus (1968) menyebutkan paling tidak ada 3 bentuk komunikasi formal, yaitu yang berdasarkan (1) arah yang dituju: vertikal, horizontal/lateral (2) sifat, tipe jaringan komunikasi disesuaikan dengan tugas, misalnya pelaporan, perintah, pengarahan, atau perlindungan, dan (3) keformalan (sisi formal), sejauh mana alur komunikasi dibatasi oleh kewengangan. Jika dilihat dari arah yang dituju, pesan dalam komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas secara vertikal dan dari tingkat yang sama atau secara horizontal dan


(38)

25 komunikasi lintas-saluran. Secara skematis, arah komunikasi organisasi dapat digambarkan oleh Gambar 3. a) Komunikasi vertikal

Bentuk jaringan komunikasi vertikal terdiri atas vertikal dari atas atau dari bawah. Dalam komunikasi vertikal, pesan bergerak sepanjang saluran vertikal melalui dua arah, dari atas dan dari bawah.

Gambar 1.2 Arus Komunikasi Organisasi Sumber: Pace & Faules (2001: 184)

b) Komunikasi ke Bawah

Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Biasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari manajemen kepada


(39)

26 para pegawai, namun, dalam organisasi kebanyakan, hubungan ada pada kelompok manajemen (Davis dalam Pace, 1988: 184). Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan, dan kebijaksanaan umum. Menurut Lewis (1987) dalam Arni Muhammad (2001: 108), komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Katz & Kahn (1966) menyebutkan ada 5 jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan yaitu:

a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan

b. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan

c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi


(40)

27 d. Informasi mengenai kinerja pegawai

e. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas

Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan dipengaruhi oleh faktor-faktor, keterbukaan, kepercayaan pada pesan tulisan, pesan yang berlebihan, waktu penyaringan.

c) Komunikasi ke atas

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi. Semua anggota dalam sebuah organisasi, kecuali mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas, yakni setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas.

Menurut Pace & Faules (2001: 190) komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan:

a. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh


(41)

28 mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya. b. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada

penyedia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa kali bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.

c. Komunikasi ke atas memungkinkan, bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.

d. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.

e. Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.


(42)

29 d) Komunikasi horizontal

Komunikasi dalam organisasi, juga berlangsung diantara anggota-anggota organisasi yang menduduki posisi-posisi yang sama tingkat otoritasnya, komunikasi jenis ini dinamakan komunikasi horizontal.

Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horizontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. Pace & Faules (2001: 195) menyatakan tujuan komunikasi horizontal sebagai berikut.

a. Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja. Para kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat atau pertemuan, untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi.

b. Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan. Ide dari banyak orang biasanya akan lebih baik daripada ide satu orang. Oleh karena


(43)

30 itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik.

c. Memecahkan masalah yang timbul di antara orang-orang yang berada dalam tingkat yang sama. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral para anggota.

d. Untuk memperoleh pemahaman bersama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan ini. Untuk ini mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut.

e. Mengembangkan dukungan interpersonal. Karena sebagian besar dari waktu kerja karyawan berinteraksi dengan temannya, maka mereka memperoleh dukungan interpersonal dari temannya. Hal ini akan memperkuat hubungan di antara sesama karyawan dan akan membantu kekompakan dalam kerja


(44)

31 kelompok. Interaksi ini akan mengembangkan rasa sosial dan emosional karyawan.

Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakup semua jenis kontak antar persona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat atau makan siang, obrolan di telepon atau chatting, memo dan catatan kegiatan sosial dan kelompok mutu. Komunikasi horizontal sangat penting untuk koordinasi pekerjaan antara bagian-bagian dalam organisasi. Akan tetapi bagian-bagian itu sendiri mungkin menghalangi komunikasi horizontal. Struktur organisasi yang mempunyai lebih banyak bagian-bagian dan setiap individu makin mempunyai spesialisasi tertentu, kebutuhan akan koordinasi bagian-bagian menambah komunikasi horizontal. Komunikasi horizontal bertambah karena kekuasaan atas otoritas sentralisasi menjadi berkurang.


(45)

32 e) Komunikasi lintas saluran

Komunikasi lintas saluran merupakan salah satu bentuk komunikasi organisasi dimana informasi diberikan melewati batas fungsional atau batas-batas unit kerja, dan di antara orang-orang yang satu sama lainnya tidak saling menjadi bawahan atau atasan. Baik komunikasi organisasi yang efektif. Hal tersebut berkaitan dengan komunikasi posisional yang meliputi aliran informasi antara orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan dalam organisasi, baik dari posisi yang sama ataupun yang berlainan. Keadaan tersebut menghasilkan satu jaringan komunikasi pribadi atau lebih. komunikasi posisional biasanya diartikan sebagai komunikasi formal, sedangkan komunikasi pribadi dinamakan komunikasi informal yang akan dipaparkan dalam bagian berikut ini.

a. Komunikasi informal

Menurut Pace & Faules (2001: 199) bila anggota organisasi berkomunikasi dengan yang lainnya tanpa memperhatikan posisi mereka dalam organisasi, pengarahan arus informasi bersifat pribadi, disebut jaringan komunikasi


(46)

33 informal. Pengertian tersebut mengisyaratkan ada dua faktor dalam jaringan komunikasi informal, yaitu sifat hubungan atau format interaksi dan arah aliran informasi. Untuk sifat hubungan pribadi yang termasuk hubungan antar persona, dan arah aliran informasi bersifat pribadi yang muncul dari interaksi di antara orang-orang dan mengalir ke seluruh organisasi tanpa dapat diperkirakan, dikenal dengan desas-desus (grapevine) atau kabar angin.

Salah satu ciri komunikasi organisasi yang paling nyata adalah konsep hubungan, Goldbaher (1979) mendefinisikan organisasi sebagai

“sebuah jaringan hubungan yang saling bergantung” (Pace & Faules, 2001: 201). Bila

sesuatu saling bergantung, ini berarti bahwa hal-hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. pola dan sifat hubungan dalam organisasi dapat ditentukan oleh struktur atau hubungan posisional dan hubungan antar persona dimana individu-individu dalam organisasi bertindak di luar struktur peranan sehingga menciptakan jalinan komunikasi informal.


(47)

34 Hubungan paling intim yang kita miliki dengan orang-orang yang lain dalam tingkat pribadi, antar teman, sesama sebaya, biasanya disebut sebagai hubungan antar persona. Teman terdekat cenderung lebih memperhatikan kita

daripada yang lainnya. “dengan mereka lah kita memperoleh hubungan antar persona yang paling memuaskan. Dengan mereka kita beresonansi, bergetar, dan sesuai, menunjukkan bahwa kita memperdulikan mereka” (Pace & Faules, 2001: 202).

C. Komunikasi Organisasi dalam Organisasi Pendidikan

Di universitas atau perguruan tinggi, kita dapat melihat aliran informasi yang berpindah secara formal dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi kepada otoritas yang lebih rendah (komunikasi ke bawah), misalnya dari sektor selaku pimpinan universitas kepada wakil pembantu rektor. Kemudian informasi yang bergerak dari suatu jabatan yang otoritasnya lebih rendah kepada orang otoritasnya lebih tinggi (komunikasi ke atas), katakanlah dari ketua jurusan kepada dekan fakultas. Selanjutnya misalnya komunikasi di antara antara para koordinator bidang kajian/ketua program studi orang-orang dan jabatan-jabatan yang sama tingkat otoritasnya


(48)

35 (komunikasi horizontal), misalnya komunikasi serta informasi yang bergerak di antara orang-orang dan jabatan-jabatan yang tidak menjadi atasan ataupun bawahan satu dengan yang lainnya dan mereka menempati bagian fungsional yang berbeda (komunikasi lintas saluran), misalnya komunikasi antara ketua jurusan A dengan dekan fakultas B. Atau aliran informasi yang mengalir secara informal dalam wujud desas-desus/selentingan (grapevine), misalnya desas-desus mengenai akan diterapkannya kebijakan jumlah hari dan jam kerja tenaga administratif di lingkungan universitas, dan sebagainya. Gambar 5 berikut merupakan salah satu contoh dari struktur komunikasi sebuah universitas yang memiliki beberapa tingkat manajemen dan tingkat operatif.

Gambar 1.3 Struktur Komunikasi Universitas Sumber: Pace & Faules (2001: 185)


(49)

36 Tentu saja struktur komunikasi universitas tidak selalu persis sama dengan apa yang diilustrasikan dalam Gambar 4 tersebut, namun bila diasumsikan suatu universitas memiliki struktur komunikasi yang demikian, maka dapat terlihat bahwa titik berat komunikasi organisasi bergerak ke arah komunikasi manajerial yang perhatian utamanya adalah komunikasi ke bawah, membawa informasi melalui kelompok manajemen kepada kelompok operatif.

Berkaitan dengan itu, terdapat dua masalah utama, yaitu; a. jenis informasi apa yang disebarkan dari tingkat manajemen kepada tingkatan di bawahnya (para pegawai), b. Bagaimana informasi tersebut disediakan. Seyogyanya kualitas dan kuantitas informasi harus tinggi agar dapat membuat keputusan yang bermanfaat dan tepat. Pihak manajemen memerlukan informasi dari semua unit organisasi, demikian pula sebaliknya, namun dalam kenyataannya proses tersebut tidaklah sesederhana itu, secara teoritis diperlukan pemilihan metode dan media yang tepat dalam usaha mencapai komunikasi yang efektif sebagaimana diungkapkan Level & Galle (1988), terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan: ketersediaan, biaya, pengaruh, relevansi, respon, dan keahlian. Tentu saja persoalan-persoalan komunikasi organisasi, termasuk organisasi pendidikan berkaitan dengan


(50)

persoalan-37

persoalan lainnya, misalnya alasan ‘politis’, mempertahankan

kepentingan, dan lain sebagainya, oleh karena itu memerlukan pendekatan-pendekatan lainnya.

1.5.4 Implementasi Nilai-nilai Organisasi

Ada banyak cara untuk membawa values kita dari sekedar hanya tulisan di atas kertas ke dalam perilaku kita sehari-hari, berikut cara-cara yang dapat dilakukan menurut Schein dalam Bronwyn Anderson, antara lain:

1. Matching Individual Values

Penyesuaian nilai-nilai individu terhadap nilai-nilai perusahaan. Orang lebih cenderung untuk menempatkan usaha dalam hidup nilai-nilai organisasi mereka jika mereka memahami kesesuaian antara nilai-nilai mereka, dengan organisasi. Karena itu, setiap nilai organisasi membutuhkan definisi singkat, misalnya apa makna kepercayaan di sini, apa kerja tim benar-benar berarti di sini. Setiap karyawan perlu mengidentifikasi sendiri nilai-nilai mereka, dan melihat bagaimana mereka cocok dengan values dalam organisasi mereka.

2. Clearly Defined Behaviours

Dengan jelas mendefinisikan perilaku. Setiap nilai organisasi juga perlu perilaku diukur untuk mengenali perilaku yang disarankan, dan yang tidak ditoleransi, seperti aturan do’s dan


(51)

38 don’ts. Tim atau kelompok kerja dapat mengidentifikasi ini. Mereka menjadi pedoman khusus, atau aturan dasar, untuk perilaku dalam organisasi.

3. Performance Management System

Sistem Manajemen Kinerja. Memasukkan nilai dalam sistem manajemen kinerja. Tingkat kompetensi dapat masukan untuk rencana pembangunan, dengan orang-orang yang mengukur bukannya hanya mendemonstrasikan nilai-nilai organisasi saja. 360 derajat sistem harus dapat mengukur nilai Anda terkait perilaku. Umpan balik harus membahas bagaimana nilai-nilai telah dibuktikan berhasil, dan perbedaan yang telah dibuat.

4. Recruitment and Selection

Pilih dan seleksi karyawan untuk menyesuaikan dengan budaya dan nilai-nilai yang Anda inginkan. Nilai harus didiskusikan penuh dalam orientasi program.

5. Team Meetings

Pertemuan tim harus fokus pada bisnis dan nilai-nilai. Berbagi contoh bagaimana mereka telah berhasil menunjukkan. Fokus pada nilai-nilai tertentu untuk seminggu atau sebulan. Diskusi pada arti nilai, dan perilaku apa yang diterima, dan tidak dapat diterima, harus lazim.


(52)

39 6. Strategic Plan

Rencana strategis perusahaan adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan rumusan ke mana perusahaan akan diarahkan, dan bagaimana sumber daya dialokasikan untuk mencapai tujuan selama jangka waktu tertentu dalam berbagai kemungkinan keadaan lingkungan. Nilai-nilai harus menyokong apa yang organisasi perlukan untuk membantu pencapaian rencana strategi.

7. Organisatonal Focus

Mengidentifikasi nilai-nilai mana saja yang akan memberikan banyak pengaruh dalam merubah perilaku, konsentrasi pada nilai-nilai tersebut dalam beberapa periode.

8. Change Management

Manajemen perubahan. Dalam perubahan pun nilai-nilai organisasi harus tetap diikutsertakan, nilai-nilai tidak luput dalam perubahan manajemen apapun (Bronwyn Anderson, 2004: 4).

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini akan menelaah implementasi nilai-nilai corporate culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dari elemen-dimensi budaya organisasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(53)

40 Penelitian kualitatif juga merupakan penelitian yang dapat menunjukan mengenai kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, juga tentang fungsionalisasi organisasi, pergerakan-pergerakan sosial, atau hubungan kekerabatan (Strauss, 1997:11).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, serta tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata dan gambar yang berasal dari wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2002: 6).

Pendekatan yang digunakan ialah studi kasus dimana metode tersebut dijelaskan sebagai suatu pendekatan untuk mempelajari maupun menerangkan suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa ada intervensi dari pihak luar (Yin, 2004: 1). Metode ini digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan

how” (bagaimana) dan “why” (kenapa) dalam suatu penelitian. Alasan yang mendasar tentang penggunaan pendekatan tersebut adalah karena permasalahan yang ada membutuhkan penggalian terhadap fakta dan data. Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komperhensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program organisasi atau peristiwa secara


(54)

41 sistematis. Periset studi kasus menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi kuesioner (hasil survey), rekaman, bukti-bukti fisik dan lainnya (Kriyantono, 2010: 65).

1.6.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pihak manajerial yang ada dalam Universitas Muhammadiyah. Pemilihan sampel ialah berdasarkan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya (Idrus, 2009: 96).

Kriteria yang ditentukan oleh peneliti yaitu pihak manajemen dan unit tertentu yang memiliki kewenangan dan otoritas dalam penerapan corporate culture values dan tujuan internasionalisasi UMY, dalam hal ini yang telah berpengalaman bekerja di UMY selama lebih dari 5 tahun.

1.6.3 Setting Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Oktober 2015 dan mengambil lokasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan dokumen dan teks yang menuangkan visi, misi, tujuan organisasi. Kemudian


(55)

42 mendokumentasikan simbol-simbol. Untuk memperoleh data secara mendalam, peneliti menggunakan teknik wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

1.6.4.1 Teknik Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2004: 180). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam yang dapat dilakukan secara spontan tanpa ada batasan variabel. Dalam penelitian ini, wawancara akan ditujukan kepada pihak-pihak yang berkompeten serta memiliki informasi tentang implementasi corporate culture values UMY.

1.6.4.2Dokumentasi dan Studi Pustaka

Yaitu teknik pengumpulan data dari berbagai pustaka yang berhubungan dengan penelitian seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya (Nasution, 1995:145). Untuk melengkapi data-datanya, peneliti mengambil pula dokumen-dokumen yang diterbitkan dan yang tersedia di Biro Sumber Daya Manusia dan Badan Humas & Protokol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berkaitan


(56)

43 dengan masalah penelitian, seperti dokumen laporan tahunan rektor dan buku kepegawaian UMY.

1.6.4 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong (2006: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Sedangkan menurut Seiddel dalam Moleong (2006 : 248) analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut :

a) Mencatat data yang diperoleh dari lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya c) Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu

mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan.

Berdasarkan pendapat diatas, maka rencana analisis data yang dilakukan penulis adalah:


(57)

44 1. Mentranskrip data hasil wawancara yang telah direkam.

2. Memberikan kode pada kesamaan tema jawaban dari narasumber.

3. Mengumpulkan, memilah-milah, dan mengklarifikasi hasil wawancara.

4. Melakukan pemeriksaan data yang didapat, melakukan pengecekan atas hasil data yang diperoleh dan melakukan interpretasi hasil wawancara sehingga penulis menemukan hasil penelitian.

1.6.5 Uji Validitas Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk memperkuat keabsahan data yang telah diperoleh dan kredibilitas penelitian yang dilakukan. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: sumber, metode, peneliti dan teori.

Peneliti memilih menggunakan triangulasi sumber sebagai alat pemeriksaan keabsahan yaitu dengan menggunakan sumber lebih dari satu/ganda. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu


(58)

45 informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan; pertama, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; kedua, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; ketiga, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; keempat, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, orang dalam pemerintahan; kelima, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2004: 119).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kelima yaitu dengan membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ditemukan peneliti dari organisasi yang berkaitan.

1.6.6 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap implementasi core values atau nilai-nilai dasar dari corporate culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini melibatkan unit manajemen UMY sebagai pemegang kendali dan otoritas terhadap implementasi nilai-nilai UMY.


(59)

46 1.6.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian.

Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak jauh

dari topik penelitian yaitu mengenai corporate culture atau budaya

organisasi.

Luthfia, dkk (2013) mengkajibudaya organisasi Bina Nusantara University berdasarkan karakteristik budaya organisasi modern dan memperoleh gambaran kekuatan dan kelemahan budaya organisasi Bina Nusantara University dalam upaya menuju “A World Class University”. Tipe penelitian tersebut adalah kualitatif dengan kombinasi teknik FGD, wawancara mendalam dan pendekatan observational dengan berpartisipasi secara aktif dalam suatu jangka waktu tertentu dan berada di dalam kehidupan sehari-hari dengan orang-orang dan situasi studi.

Penelitian ini terfokus pada bagaimana karakteristik budaya organisasi Binus University yang menjadikan identitas pembeda dari organisasi-organisasi lainnya dikaji melalui teori budaya organisasi modern. Selain itu penelitian ini melihat bagaimana tranformasi budaya yang dilakukan oleh Binus University, pengaruh kekuatan unsur Heroes (penjaga budaya) dalam organisasi tersebut, berikut kelemahan dan kekuatannya untuk menuju “A World Class University”.


(60)

47 Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yaitu apa saja yang menjadi kelemahan dan kekuatan Binus University, karakteristik apa saja yang perlu dikembangkan untuk memperkuat pondasinya

menuju “A World Class University”.

Dikaitkan dengan penelitian ini, yaitu Corporate Culture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam meraih World Class University, keduanya memiliki kesamaan dalam melihat bagaimana kesiapan organisasi dalam menuju World Class University dikaji melalui budaya organisasinya menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Perbedaannya, penelitian Luthfia, dkk tersebut tidak menelaahnya dari sisi core values organisasi tersebut, namun lebih pada kelemahan dan kekuatan budaya organisasi tersebut secara menyeluruh dan condong kepada unsur heroes dari organisasi tersebut. Penelitian Luthfia, dkk lebih komprehensif dengan menelusuri pola budaya organisasinya melalui berbagai elemen dan dimensi budaya organisasi namun tidak terlalu terfokus pada bagaimana sebenarnya praktek implementasi elemen-elemen tersebut dalam kesiapannya meraih World Class University. Sedangkan penelitian corporate culture UMY ini lebih terfokus pada praktek implementasi core values budaya UMY, kemudian dari implementasi tersebut dikaitkan dengan kesiapan UMY meraih World Class University.


(61)

48 Selanjutnya, Esthiningtyas, dkk (2010) menyajikan penelitian mengenai penerapan budaya organisasi di Sekretariat DPRD Kota Surakarta. Penelitian ini fokus pada bagaimana aplikasi budaya organisasi oleh pegawai dalam Sekretariat DPRD Surakarta, sejauh mana pengetahuan dan pemahaman pegawai mengenai budaya organisasi tempatnya bekerja dan apa saja kendala yang dihadapi. Sehingga setelah memperoleh hasil penelitian, diberikan solusi untuk mengatasi masalah budaya organisasi yang dihadapi Sekretariat DPRD Kota Surakarta.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bagaimana aplikasi etika-etika dalam budaya organisasi atau dalam kata lain nilai-nilai yang dianggap perlu diimplementasikan seiring dengan jalannya organisasi. Penelitian ini menitikberatkan pada dua hal yaitu, sosialisasi budaya organisasi dan peran key executive (tokoh panutan) dalam organisasi ini dalam melancarkan pelaksanaan budaya organisasi.

Penelitian ini hanya terbatas pada melihat pelaksanaan budaya organisasi instansi yang menjadi objek dalam penelitian, dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan budaya organisasi sehingga diperoleh solusi demi mengoptimalkan pelaksanaan budaya organisasi untuk menciptakan budaya kerja (performance) yang baik.


(62)

49 Dikaitkan dengan penelitian dari Esthiningtyas, dkk tersebut, penelitian ini juga melihat bagaimana budaya organisasi berpengaruh pada suatu instansi/perusahaan. Perbedaannya terletak pada tujuan penelitian, bahwa penelitian corporate culture UMY ini ingin melihat budaya organisasi UMY khususnya pada implementasi core values yang merupakan dasar dari suatu budaya organisasi untuk meraih tujuan internasionalisasinya menjadi Universitas Kelas Dunia bukan meneliti pada performanya secara keseluruhan seperti pada penelitian yang dilakukan Esthiningtyas, dkk tersebut.


(63)

50 BAB II

GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2.1 Sejarah Perjalanan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Deskripsi wilayah merupakan gambaran umum dari keadaan penelitian untuk membantu proses pemahaman akan permasalahan yang akan diteliti. Daerah yang menjadi tempat penelitian adalah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah merupakan suatu fenomena modern saat mendirikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ciri kemodernan tampak paling sedikit dalam tiga hal pokok:

1. Bentuk gerakannya yang terorganisasi.

2. Aktivitas pendidikan yang mengacu pada model sekolah modern untuk ukuran jamannya.

3. Pendekatan tekhnologis yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya. Ciri yang ketiga ini sesungguhnya memberi warna tersendiri bagi berbagai aktivitas Muhammadiyah pada periode awal. Baik yang berkaitan dengan pemikiran keagamaan yang dikembangkan maupun yang berhubungan dengan berbagai model aktivitas yang diselenggarakan (Ayu, 2011: 34).


(64)

51 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta didirikan oleh beberapa aktivis Muhammadiyah tahun 1981. Perhatian utama pada pengembangan SDM inilah yang juga mendorong para aktivis Muhammadiyah mengikhtiarkan berdirinya universitas di Yogyakarta. Niat untuk mendirikan UMY telah ada sejak lama. Prof. Dr. Kahar Muzakiir dalam berbagai kesempatan melemparkan gagasan perlu didirikannya Univeristas Muhammadiyah. Ketika Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pengajaran meresmikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1960, secara eksplisit piagam pendiriannya mencantumkan FKIP sebagai bagian dari Universitas Muhammadiyah (Dok. Laporan Tahunan Rektor UMY: 2014).

Hingga pada Maret 1981, melalui perjuangan yang keras beberapa aktivis Muhammadiyah seperti Drs. H. Mustafa Kamal Pasha, Drs. M. Alfian Darmawan, Hoemam Zainal, S.H., Brigjen. TNI.(Purn) Drs. H. Bakri Syahid, K.H, Ahmad Azhar Basir, M.A., Ir.H.M.Dasron Hamid, M.Sc., H.M. Daim Saleh, Drs. M. Amien Rais, H. M. H Mawardi, Drs.H. Hasan Basri, Drs.H. Abdul Rosyad Sholeh, Zuber Kohari, Ir. H.Basit Wahid, serta didukung oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, K.H.A.R. Fakhrudin dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY H. Mukhlas Abror, secara resmi didirikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang kemudian berkembang hingga saat ini (Ayu, 2011: 34).

Pada awal berdirinya, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terdiri dari empat unit kampus yaitu, kampus I berada di Jln. Hos Cokroaminoto


(65)

52 17, kampus perkuliahan mahasiswa berada pada tiga lokasi yaitu kampus yang terletak di Jln. Hos Cokroaminoto untuk mahasiswa Fakultas Pertanian dan Teknik, kampus di Jln. Sonosewu untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran dan kampus terpadu untuk mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Agama Islam, dan Fakultas Ekonomi (Ayu, 2011: 34).

Pusat komputer berada di kampus I, begitu juga laboratorium Fakultas Teknik dan Pertanian. Selain itu, terdapat kantor LP3, LPPI, LPM, PSW, dan Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KAUMY) yang terletak di Jln. Kapten Tendean. Namun, seiring perjalanannya, saat ini Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kedudukan kampus UMY telah terpadu di Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul dan telah memiliki 11 program studi, antara lain

1. Politeknik UMY (D3) 2. Fakultas Agama Islam (S1)

3. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (S1) 4. Fakultas Pendidikan Bahasa (S1)

5. Fakultas Ekonomi (S1) 6. Fakultas Hukum (S1) 7. Fakultas Pertanian (S1) 8. Fakultas Teknik (S1)

9. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (S1) 10.Pascasarjana (S2)


(1)

Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) UMY, Dr. Bambang Jatmiko, SE., MSi mengungkapkan bahwa dibuatnya Renstra UMY dari tahun 2015 hingga 2040 tersebut, berdasarkan pada harapan Rektor UMY, Prof. Dr. Bambang Cipto, MA yang ingin menjadikan UMY sebagai universitas yang masuk 100 besar peringkat dunia. Renstra yang juga sudah menjadi hasil dari RKT UMY tahun 2015 tersebut disusun dalam jangka waktu setiap lima tahun. Dalam jangka waktu 2015-2020 rencana yang akan dijalankan yakni internasionalisasi universitas, 2020-2025 UMY direncanakan bisa masuk dalam jajaran ASEAN University. Kemudian tahun 2025-2030, UMY akan masuk dalam Asia Pasific University, tahun 2030-2035 UMY harus bisa masuk dalam Under Fifty World Class University, dan tahun 2035-2040 UMY akan menjadi World Class University.

“Harapan Pak Rektor, di usia 50 tahun UMY harus bisa masuk dalam peringkat

100 besar dunia. Maka dari itu, kami membuat mapping yang disebut Renstra universitas ini. Renstra tersebut juga sebagai pijakan seluruh civitas akademik. Agar semua program yang dilakukan juga harus mendukung cita-cita besar UMY

ini,” ungkap Bambang, saat ditemui di kantor BPP pada Kamis (13/8).

Hasil lainnya dari RKT UMY tahun 2015 ini yang juga harus menjadi fokus utama seluruh civitas akademik UMY yakni AIPT-A 2017. Selain menargetkan dirinya untuk bisa mencapai World Class University, dalam jangka pendeknya UMY juga harus bisa meningkatkan nilai akreditas A yang telah diraihnya.

“Kalau sebelumnya, nilai akreditasi A yang kita peroleh adalah 364. Maka

melalui RKT ini kita menetapkan bahwa untuk AIPT 2017 nilai akreditasi A yang harus diperoleh minimal 370. Ini juga yang telah menjadi Arah Kebijakan Universitas (AKU) untuk satu tahun yang akan datang. Karena itu, semua unit dan civitas akademika UMY harus mendukung kebijakan ini, agar kinerja akreditas

kampus kita ini meningkat,” ujar Bambang lagi.

Bambang juga menambahkan, ada strategi yang harus dilakukan setiap unit dan prodi UMY agar bisa mendukung kebijakan universitas dalam meningkatkan kinerja akreditasi tersebut. Ia menyebutnya dengan 4K, yakni Konsisten dari seluruh civitas akademik UMY, Komunikasi antar lini, Kerjasama, dan Karya yang harus betul-betul memberikan kontribusi nyata bagi kampus dalam meraih

akreditasi yang lebih baik. “Dan tambahan satu lagi, yaitu do’a. Selain itu, strategi

lainnya yaitu, dosen harus menulis artikel dan jurnal internasional, dosen juga harus bisa menjadi narasumber atau presentator di kampus-kampus luar negeri, juga bisa mendatangkan dosen dari luar negeri. Kemudian juga mengadakan join riset baik nasional maupun internasional, tata infrastruktur, tata IT sebagai supporting kita, dan juga yang perlu ditata juga adalah tata kelola keuangannya,” imbuhnya.


(2)

Pada penutupan RKT UMY 2015 ini juga diumumkan 3 Core Unit dan 3 Supporting Unit terbaik dan mendapatkan penghargaan dari UMY. Ir. Titiek Widyastuti, MS, Kepala Bidang Penjaminan Mutu Internal (Ka. Bid. PMI), Badan Penjaminan Mutu (BPM) UMY, menyebutkan 3 Core Unit yang mendapatkan penghargaan tersebut adalah Ilmu Hukum, Magister Keperawatan dan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Agama Islam (FAI). Sementara 3 Supporting Unitr terbaiknya diraih oleh UPT Perpustakaan, Lembaga Pengembangan dan Pembelajaran (LPP), dan Biro Humas dan Protokol (BHP).

“Masing-masingnya berhak mendapatkan tambahan dana pengembangan unit dan sertifikat. Untuk piala bergilirnya hanya diberikan kepada yang juara 1 baik itu dari kategori Core Unit ataupun Supporting Unit, yaitu Ilmu Hukum dan UPT Perpustakaan. Sementara untuk tambahan dana pengembangan yang diberikan jumlahnya sama. Untuk tiga terbaik dari Core Unit masing-masing mendapatkan tambahan dana 35 juta, sedangkan untuk tiga terbaik kategori Supporting Unit masing-masingnya mendapatkan 25 juta,” jelasnya.

Adapun kategori penilaiannya, menurut Titiek juga berbeda antara core unit dan supporting unit. Untuk kategori penilaian bagi core unit, ada empat kategori yang dinilai, yaitu AMAI (Audit Mutu Akademik Internal), hasil evaluasi LKUK (Laporan Kinerja Unit Kerja), hasil monev KBK, dan hasil survei layanan

kepuasan mahasiswa, dosen, dan karyawan. “Kemudian kategori penilaian untuk

supporting unit, ada tiga, yakni AMNAI (Audit Mutu Non Akademik Internal), hasil evaluasi LKUK, dan hasil survei layanan. Penilaian tersebut dilakukan oleh Bidang Penjaminan Mutu Internal, di bawah tanggung jawab Badan Penjaminan

Mutu UMY,” tutupnya.

Artikel 3

World Class University Jadi Tumpuan Arah Kebijakan UMY Mendatang 13 Agustus, 2014 oleh Humas UMY

Penandatangan berita acara hasil arah kebijakan UMY

World Class University atau Universitas Kelas Dunia masih menjadi perhatian besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Capaian itu pun menjadi


(3)

tumpuan dari ditentukannya arah kebijakan UMY yang akan berlaku mulai tahun ajaran 2014-2015 mendatang. Arah kebijakan tersebut pun telah disampaikan kepada seluruh pimpinan dan core unit UMY, pada penutupan Rapat Kerja Tahunan UMY, Selasa (12/8) di gedung AR. Fachruddin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY.

Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum, kepala Badan Penjaminan Mutu (BPM) UMY menjelaskan, secara umum arah kebijakan universitas tersebut terangkum dalam dua hal, yakni peningkatan mutu akademik dosen dan peningkatan mutu kerjasama. Dari segi peningkatan mutu akademik dosen, UMY berkomitmen untuk terus mendukung semua kegiatan akademik dosen, baik berupa publikasi ilmiah (jurnal), penerbitan buku, presentasi paper nasional maupun internasional, serta peningkatan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Peningkatan mutu akademik dosen tersebut, menurut Mukti akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran di UMY. Selain itu juga akan mempercepat peningkatan pangkat dan jabatan dosen, baik itu untuk menjadi Lektor Kepala

ataupun Guru Besar. “Upaya peningkatan mutu akademik dosen ini juga dilakukan dengan bentuk percepatan studi lanjut S3 di dalam maupun luar

negeri,” ujarnya.

Sedangkan untuk peningkatan mutu kerjasama, lanjut Mukti, dilakukan dengan cara membuat perjanjian kerjasama yang bersifat akademik, seperti melakukan riset, penelitian, pengabdian masyarakat, student exchange, ataupun visiting

lecture. “Dalam hal kerjasama ini, kami utamakan dilakukan dengan universitas

atau institusi-institusi di luar negeri. Sebab ini juga untuk mendukung proses internalisasi World Class University,” paparnya.

Mukti juga menambahkan, bahwa semua peningkatan mutu tersebut merupakan upaya UMY untuk menjaga reputasi dan rangking sebagai kampus swasta besar di

Indonesia. “Selain itu juga memberikan jaminan pada mahasiswa, bahwa semua kegiatan akademik di UMY ini berkualitas,” imbuhnya.

Dalam acara penutupan RKT UMY 2014 ini juga dilakukan penandatanganan berita acara hasil arah kebijakan UMY yang ditandangani oleh Rektor UMY, Wakil Rektor I, II, dan III, serta Badan Pembina Harian (BPH) UMY. Selain itu juga, dilakukan penyerahan penghargaan kepada Fakultas Hukum UMY sebagai core unit terbaik, berdasarkan penilaian AMNAI, monitoring dan evaluasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), laporan kinerja unit kerja atau program penilaian. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh BPM UMY dengan asesor internal.


(4)

Para pimpinan dan staf Fakultas Hukum UMY, sebagai core unit terbaik

Rektor UMY, Prof. Bambang Cipto, MA menyerahkan Piala Bergilir kepada dekan Fakultas Hukum UMY, Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum., sebagai core unit terbaik

Artikel 4

UMY Raih Bintang 5 (Lima) Akreditasi Internasional QS 21 Desember, 2015 Humas

Prestasi terbaru didapatkan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). UMY berhasil meraih bintang 5 (Lima) untuk akreditasi internasional pada bidang


(5)

Facilities (Fasilitas), Social Responbilities (Tanggungjawab Sosial), dan Inclusiveness (Inklusivitas). Bintang 5 ini berhasil diraih oleh UMY berdasarkan hasil Audit Eksternal QS (Quacquarelli Symond), sebuah lembaga akreditasi internasional terkemuka pada bidang pendidikan tinggi yang berkantor di London. Hasil akreditasi tersebut dikeluarkan pada Kamis, 17 Desember 2015.

Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua tim audit QS UMY, Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc., proses UMY untuk mendapatkan bintang 5 akreditasi internasional QS tersebut berlangsung selama tiga tahun dan baru satu tahun yang

lalu hasil audit internal yang dilakukan UMY diajukan kepada QS. “Dan setelah

dilakukan audit eksternal oleh QS, 17 Desember kemarin sudah keluar hasil akhirnya. Dengan hasil audit dari QS tersebut menunjukkan bahwa UMY saat ini sudah terakreditasi internasional dan diakui dalam universitas rangking global di

dunia,” ujarnya.

Nurmandi juga menjelaskan, 5 bintang yang berhasil diraih UMY pada bidang Facilities, Social Responsibilities, dan Inclusiveness termasuk dalam kategori penilaian dari Learning Environment dan Advance Criteria. Bintang 5 yang diberikan QS pada bidang fasilitas tersebut menandakan bahwa UMY telah diakui oleh lembaga akreditasi internasional sebagai perguruan tinggi yang memiliki fasilitas lengkap setara 5, yang terdiri dari fasilitas olah raga, asrama mahasiswa, infrastruktur TI (Teknologi Informasi), perpustakaan, kesehatan dan unit kegiatan mahasiswa. Berbagai fasilitas tersebut mampu memberikan lingkungan belajar yang sangat nyaman dan kepuasaan pada mahasiswa saat mereka belajar di UMY.

“Kemudian bintang 5 untuk Tanggungjawab Sosial (social responbilities)

menandakan bahwa UMY dinilai oleh QS telah terbukti berperan dalam pengembangan masyarakat dan ekonomi secara regional, bahkan nasional. Bentuk kegiatan yang telah dilakukan UMY dalam hal ini mencakup pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat, kepedulian sosial, dan bantuan bencana. Prestasi ini juga merupakan bukti bahwa UMY telah merealisasikan nilai-nilai Persyarikatan Muhammadiyah yang sejak dulu telah diperjuangkan terkait kepedulian sosial. Dan bintang 5 untuk Inklusivitas menunjukkan bahwa UMY telah menjadi sebuah universitas berkelas dunia yang tidak eksklusif atas golongan tertentu, tetapi terbuka terhadap semua strata sosial dan ekonomi. Prestasi ini dicapai melalui indikator ketersediaan beasiswa, akses untuk orang

cacat, keseimbangan gender dan mahasiswa dari keluarga miskin,” jelas

Nurmandi.

Selain itu, UMY juga mendapatkan bintang pada kategori penilaian Core Criteria, yakni 4 bintang untuk bidang Teaching (Pengajaran) dan bintang 3 untuk bidang Employability (Daya serap Lulusan). Untuk bintang 4 yang diraih UMY pada bidang Pengajaran (Teaching) menurut Dr. Slamet Riyadi, selaku Sekretaris tim audit QS UMY, menunjukkan bahwa UMY telah dinilai bagus dalam hal


(6)

pengajaran yang merupakan kegiatan utama pendidikan tinggi. Penilaian pada kategori ini mencakup ketersediaan pengajar bergelar doktor, tingkat kepuasaan

mahasiswa dalam pengajaran dan keseluruhan layanan kampus. “Dan 3 bintang

untuk Daya serap Lulusan, menunjukkan dengan pengajaran yang baik, UMY juga telah dinilai mampu mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi lulusan yang siap kerja. Hal ini dibuktikan dengan data yang kami miliki menunjukkan bahwa sebesar 84,3 persen lulusan UMY telah diserap oleh lapangan kerja dalam kurun waktu tidak lebih dari 12 bulan. UMY juga menyediakan staf khusus pengembangan karir dan aktif mendatangkan perusahaan untuk melakukan rekrutmen di kampus. Selain itu, alumni UMY juga siap bekerja secara efektif dalam tim multi kultur, serta mampu mengelola pekerjaan dan sumber daya

manusia,” papar Slamet.

Slamet kembali menambahkan, pada dasarnya QS tersebut memiliki dua peniliaian, yakni QS Ranking dan QS Star. UMY pada tahun ini sudah berhasil mendapatkan penghargaan atas kriteria-kriteria tersebut pada penilaian QS Star. Dari penilaian QS Star tersebut menunjukkan bahwa UMY sudah menjadi

perguruan tinggi terakreditasi internasional. “Dengan prestasi ini juga

menunjukkan bahwa UMY sudah diakui dan dikenal oleh dunia internasional,” imbuhnya.