EFEKTIVITAS KOMBINASI TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT DAN RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENUMPING SURAKARTA

(1)

i

HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENUMPING SURAKARTA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Magister Keperawatan

Disusun Oleh : PRIMA TRISNA AJI

NIM : 20141050013

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENUMPING SURAKARTA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Magister Keperawatan

Disusun Oleh : PRIMA TRISNA AJI

NIM : 20141050013

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

EFEKTIVITAS KOMBINASI TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT DAN RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PENUMPING SURAKARTA

Disusun Oleh : PRIMA TRISNA AJI

NIM : 20141050013

Telah diujikan pada tanggal : 21 Desember 2016

Penguji :

Dr. SN Nurul Makiyah,S.Si.,M.Kes (...)

Novita Kurnia Sari,S.Kep.,Ns.,M.Kep (...)

Azizah Khoiriyati,S.Kep.,Ns.,M.Kep (...)

Mengetahui,

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(4)

iii Yang bertanda tangan dibawah ini, Peneliti : Nama : Prima Trisna Aji

NIM : 20141050013

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang berjudul ”Efektivitas Kombinasi Terapi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Penumping Surakarta” adalah benar-benar karya peneliti sendiri. Hal – hal yang bukan dalam tesis tersebut telah diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan Peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Tesis dan gelar yang telah diperoleh dari tesis tersebut.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang membuat pernyataan


(5)

iv MOTTO :

1. Demi Masa.

2. Sesungguhnya seluruh manusia itu benar-benar dalam kerugian. 3. Kecuali orang-orang yang beriman sholeh dan saling berpesan

dengan kebenaran dan saling berpesan dengan kesabaran. (Al Ashr : 1-3)

”Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.


(6)

v

Karya ini disampaikan sebagai penghormatan kepada : 1. Keluarga besarku di rumah AM.Priyanto

2. Ibuku tercinta Trisnani

3. Adikku Armada Karima Yudha.

4. Semua yang sudah banyak mendukung baik dalam bermusik, berkarya dan berkarir.


(7)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul “Efektivitas Kombinasi Terapi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Penumping Surakarta”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa arahan dan dorongan yang sangat berarti sejak dari persiapan sampai dengan terselesainya penulisan laporan penelitian tesis ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Allah SWT dan Rasulullah SAW atas semua rahmat dan hidayah yang sudah diberikan untuk bisa menyelesaikan penelitian tesis ini. 2. Dr. Ahmad Nurmandi, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi lanjut S2 Keperawatan.


(8)

vii

beserta staf-stafnya yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis untuk melakukan penelitian.

4. Dr. SN Nurul Makiyah,S.Si.,M.Kes selaku pembimbing satu tesis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak membantu, mengarahkan, membimbing dan memberikan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian.

5. Novita Kurnia Sari.,S.Kep,Ns.,M.Kep selaku pembimbing Tesis Universitas Muhamadiyah Yogyakarta yang telah yang telah banyak membantu, mengarahkan, membimbing dan memberi dorongan sampai laporan penelitian tesis ini terwujud.

6. Keluarga Besarku AM. Priyanto., Amkl.SH.,M.H yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral sampai laporan penelitian tesis ini terwujud.

7. Semua teman-teman Pandawa Lima band, Prima band, Sheila On 7, main bola dan semua Prima and friend yang sudah banyak memberikan suport dan inspirasi untuk menyelesaikan Tesis.

8. Keluarga besar Akper Mambau‟ul Ulum Surakarta Pak Rejo, Ibu Titik Anggraeni dan Bapak Joko Tri Atmojo atas semua izin-izinnya


(9)

viii

9. Para teman – teman Mahasiswa Program Magister Keperawatan Angkatan V Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Mohon maaf apabila kurang sempurna dalam penulisan naskah Tesis dan mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

Yogyakarta, Desember 2016


(10)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ORISINALITAS ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 16

1. Teori Adaptasi Regulator Tubuh ... 16

2. Hipertensi. ... 26

3. Terapi Kaki Air Hangat. ... 43

4. Relaksasi Nafas Dalam ... 49

B. Kerangka Teori. ... 54

C. Kerangka Konsep Penelitian ... 55

D. Hipotesis Penelitian ... 56

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 57

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

C. Populasi dan Sampel ... 59

D. Variabel Penelitian ... 63

E. Definisi Operasional ... 64

F. Instrumen Penelitian ... 66

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 68


(11)

x

A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 89

B. Hasil Penelitian ... 91

1. Karakteristik Responden ... 91

2. Analisis Univariat ... 94

3. Analisis Bivariat... 99

C. Pembahasan ... 104

1. Karakteristik Responden ... 104

2. Efektivitas Kombinasi Terapi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam ... 115

3. Efektivitas Terapi Relaksasi Nafas Dalam untuk Penderita Hipertensi ... 118

4. Efektifitas Kombinasi Terapi Rendam Kaki Air Hangat dengan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah (mmHg) pada Penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta ... 122

D. Keterbatasan Penelitian ... 134

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 135

B. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137 LAMPIRAN


(12)

xi

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Dewasa ... 29 Tabel 2. Tabel Definisi Operasional Penelitian ... 64 Tabel 3. Jadwal Kegiatan Penelitian... 76 Tabel 4. Karakteristik Responden Penderita Hipertensi pada

Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas dalam di wilayah kerja Puskesmas

Penumping Surakarta ... 94 Tabel 5. Selisih frekuensi Tekanan Darah (mmHg) Penderita

Hipertensi Sebelum Dilakukan Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah di Wilayah

Puskesmas Penumping Surakarta ... 97 Tabel 6. Rerata (x + SD) Tekanan Darah (mmHg) Penderita

Hipertensi Sesudah Dilakukan Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah di Wilayah

Puskesmas Penumping Surakarta ... 99 Tabel 7. Selisih Penurunan Tekanan Darah (mmHg) Penderita

Hipertensi setelah Dilakukan Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah di Wilayah

Puskesmas Penumping Surakarta. ... 101 Tabel 8. Rerata (x + SD) Frekuensi Responden Berdasarkan

Penurunan Tekanan Darah (mmHg) Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat di wilayah kerja Puskesmas

Penumping Surakarta. ... 102 Tabel 9. Uji beda Frekuensi Responden Berdasarkan Penurunan

Tekanan Darah (mmHg) Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Wilayah Kerja Puskesmas Penumping Surakarta ... 104 Tabel 10. Hasil Uji Mann-Whitney Penurunan Tekanan

darah (mmHg) dengan Terapi Relaksasi Nafas Dalam dan Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam di wilayah kerja Puskesmas Penumping ... 106


(13)

xii

Gambar 1 Skema Teori Adaptasi Regulator Tubuh ... 17

Gambar 2 Kerangka Teori ... 54

Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian... 56


(14)

xiii AHA : American Heart Asociation

CFR : Case Fatality Rate

DKK : Dinas Kesehatan Kota ECG : Eleqtrocardiografi

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar SA Node : Sinoatrial Node


(15)

xiv

Lampiran 1 Surat Pernyataan Bersedia Berpartisipasi Menjadi

Responden Penelitian ... 146 Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ... 147 Lampiran 3 Cek-List Pemeriksaan Tekanan Darah ... 150 Lampiran 4 Daftar Hadir Terapi Kombinasi Relaksasi Nafas


(16)

xv

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENUMPING SURAKARTA

1

Prima Trisna Aji_2Novita Kurnia Sari_3Nurul Makiyah ABSTRAK

Latar Belakang: Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama. Hipertensi memiliki julukan “the sillent killer” karena kadang tidak disertai gejala dan bisa membunuh dengan tiba-tiba. Untuk itu dibutuhkan penanganan untuk menurunkan tekanan darah yang tidak menimbulkan efek samping yaitu penanganan dengan non farmalogis berupa pemberian terapi kombinasi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan sebelum dan sesudah dilakukan kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta.

Metode: Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berkunjung di Puskesmas Penumping Surakarta. Sampel dalam penelitian sebanyak 20 responden dengan teknik sampling yaitu purposive random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi. Teknik analisis data dengan uji beda satu kelompok paired sample t test sedangkan uji beda dua kelompok menggunakan uji Mann Whitney.

Hasil : 1) Ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah kombinasi terapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi dengan nilai p value 0,000 dan 0,001. 2) Ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah sistol pada penderita hipertensi dengan nilai p value 0,02; sedangkan tekanan darah diastole tidak ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam dengan nilai p 1,000; 3) Kombinasi terapi rendam kaki air hangat lebih efektif dibandingkan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta dengan nilai p < 0,05.

Kesimpulan : Kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta.

Kata kunci : Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat, Relaksasi Nafas Dalam, Hipertensi

1

Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Pembimbing Pendamping)

3


(17)

xvi

Penumping Surakarta

Prima Trisna Aji1, Novita Kurnia Sari2, Sri Nabawiyati Nurul Makiyah3

ABSTRACT

Background: Hypertension is a global health problem requiring attention because it is the main cause of death. The long-term uncontrolled hypertension may result in impaired vision, coronary occlusion, renal failure and stroke. For that reasons, there should be an immediate management to lower the blood pressure without side effect, non-pharmacological management in the form of combined warm water-foot submerging and deep breathing relaxation therapy.

Objective: To find out the effectiveness of combined warm water-foot submerging and deep breathing relaxation therapy on the lowering blood pressure in Hypertensive patients in work area of Puskesmas Penumping Surakarta.

Method: This study was a quasi experimental research. The population of research was hypertensive patients present in Puskesmas Penumping Surakarta in 2014, with the mean number of 175 per month. The sample of research consisted of 20 respondents taken using purposive random sampling technique. Technique of collecting data used was observation sheet. Technique of analyzing data used was one-group paired sample t-test while two-group test was conducted using Mann Whitney test.

Result: 1) There was a difference of effect between before and after the administration of warm water-foot submerging therapy on the lowering systolic and diastolic blood pressures in hypertensive patients with p value of 0.000 and 0.001; (2) There was a difference of effect between before and after the administration of deep breathing relaxation on the lowering systolic blood pressure in hypertensive patients with p value of 0.02, but no difference on diastolic blood pressure with p value of 1.000; 3) the combined warm water-foot submerging therapy was more effective than the deep breathing relaxation therapy on the lowering systolic blood pressure in hypertensive patients with p value < 0.05 in the work area of Puskesmas Penumping Surakarta.

Summary : Combination therapy of warm water and soak feet deep breathing relaxation is effective in lowering blood pressure in hypertensive patients in Puskesmas Penumping Surakarta.

Key words: Combined Warm Water-Foot Submerging Therapy, the Deep Breathing Relaxation Therapy, Hypertension

1

Student of Nursing Master Study Programe of Postgraduate Program Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2 Nursing Study Programe, Faculty of

Medicine and Health Science, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 3 Medical Study Programe, Faculty of Medicine and Health Science Universitas


(18)

(19)

xv

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENUMPING SURAKARTA

1

Prima Trisna Aji_2Novita Kurnia Sari_3Nurul Makiyah ABSTRAK

Latar Belakang: Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama. Hipertensi memiliki julukan “the sillent killer” karena kadang tidak disertai gejala dan bisa membunuh dengan tiba-tiba. Untuk itu dibutuhkan penanganan untuk menurunkan tekanan darah yang tidak menimbulkan efek samping yaitu penanganan dengan non farmalogis berupa pemberian terapi kombinasi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan sebelum dan sesudah dilakukan kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta.

Metode: Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berkunjung di Puskesmas Penumping Surakarta. Sampel dalam penelitian sebanyak 20 responden dengan teknik sampling yaitu purposive random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi. Teknik analisis data dengan uji beda satu kelompok paired sample t test sedangkan uji beda dua kelompok menggunakan uji Mann Whitney.

Hasil : 1) Ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah kombinasi terapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi dengan nilai p value 0,000 dan 0,001. 2) Ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah sistol pada penderita hipertensi dengan nilai p value 0,02; sedangkan tekanan darah diastole tidak ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam dengan nilai p 1,000; 3) Kombinasi terapi rendam kaki air hangat lebih efektif dibandingkan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta dengan nilai p < 0,05.

Kesimpulan : Kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta.

Kata kunci : Terapi Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat, Relaksasi Nafas Dalam, Hipertensi

1

Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Pembimbing Pendamping)

3


(20)

xvi

Penumping Surakarta

Prima Trisna Aji1, Novita Kurnia Sari2, Sri Nabawiyati Nurul Makiyah3

ABSTRACT

Background: Hypertension is a global health problem requiring attention because it is the main cause of death. The long-term uncontrolled hypertension may result in impaired vision, coronary occlusion, renal failure and stroke. For that reasons, there should be an immediate management to lower the blood pressure without side effect, non-pharmacological management in the form of combined warm water-foot submerging and deep breathing relaxation therapy.

Objective: To find out the effectiveness of combined warm water-foot submerging and deep breathing relaxation therapy on the lowering blood pressure in Hypertensive patients in work area of Puskesmas Penumping Surakarta.

Method: This study was a quasi experimental research. The population of research was hypertensive patients present in Puskesmas Penumping Surakarta in 2014, with the mean number of 175 per month. The sample of research consisted of 20 respondents taken using purposive random sampling technique. Technique of collecting data used was observation sheet. Technique of analyzing data used was one-group paired sample t-test while two-group test was conducted using Mann Whitney test.

Result: 1) There was a difference of effect between before and after the administration of warm water-foot submerging therapy on the lowering systolic and diastolic blood pressures in hypertensive patients with p value of 0.000 and 0.001; (2) There was a difference of effect between before and after the administration of deep breathing relaxation on the lowering systolic blood pressure in hypertensive patients with p value of 0.02, but no difference on diastolic blood pressure with p value of 1.000; 3) the combined warm water-foot submerging therapy was more effective than the deep breathing relaxation therapy on the lowering systolic blood pressure in hypertensive patients with p value < 0.05 in the work area of Puskesmas Penumping Surakarta.

Summary : Combination therapy of warm water and soak feet deep breathing relaxation is effective in lowering blood pressure in hypertensive patients in Puskesmas Penumping Surakarta.

Key words: Combined Warm Water-Foot Submerging Therapy, the Deep Breathing Relaxation Therapy, Hypertension

1

Student of Nursing Master Study Programe of Postgraduate Program Universitas Muhammadiyah Yogyakarta2 Nursing Study Programe, Faculty of

Medicine and Health Science, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 3 Medical Study Programe, Faculty of Medicine and Health Science Universitas


(21)

1 A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama di negara-negara maju maupun berkembang. Diseluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% ditahun 2025. 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (WHO, 2012).

Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Kemenkes RI (2012), penyakit hipertensi termasuk penyakit dengan jumlah yang terbanyak pada kasus rawat jalan yaitu 80.615 kasus. Hipertensi merupakan penyakit penyebab kematian peringkat ketiga di Indonesia dengan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 4,81%. Berdasarkan data Riskesdas (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% dan cakupan diagnosis hipertensi oleh


(22)

tenaga kesehatan mencapai 36,8% atau dengan kata lain sebagian besar hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis (63,2%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2013), jumlah penderita hipertensi esensial sebanyak 554.771 (67,57%) kasus.

Jumlah kasus hipertensi dalam tiga tahun terakhir (2011-2013) di Surakarta mencapai 143.365 dan untuk prevalensi hipertensi di Surakarta tahun 2012 adalah sebesar 14,9%. Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan jumlah kasus tertinggi dibandingkan dengan penyakit yang lain dikota Surakarta. Berdasarkan data DKK Surakarta, pada tahun 2013 jumlah kasus tertinggi hipertensi di Puskesmas Penumping Surakarta sebesar 198.645 kasus.

Peningkatan curah jantung pada hipertensi dapat terjadi dari berbagai faktor seperti genetik, aktivitas saraf simpatis, asupan garam dan metabolisme natrium dalam ginjal dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah. Akibat tingginya tekanan darah akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas terjadi pada mata, jantung, ginjal dan otak. Konsekwensi pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal dan stroke. Selain itu jantung juga dapat membesar dikarenakan dipaksa


(23)

meningkatkan beban kerja saat memompa tingginya tekanan darah (Smeltzer & Bare, 2010).

Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat diuretik, beta blocker, calcium chanell blocker, dan

vasodilator dengan memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan secara farmakologis ini mempunyai efek samping yang bermacam-macam tergantung dari lama serta durasi obat yang digunakan. Contohnya penggunaan obat yang dalam durasi lama bisa merusak fungsi ginjal (Smeltzer & Bare, 2010).

Penggunaan relaksasi nafas dalam sebagai managemen non farmakologi maupun intervensi keperawatan mandiri dalam menurunkan tekanan darah dan kecemasan pada penderita hipertensi primer di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Suwardianto (2011) tekanan darah pada penderita hipertensi, terbukti teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Fisiologi relaksasi nafas dalam menurunkan tekanan darah pada pasien yang mengalami ketegangan dan kecemasan pada tekanan darah tinggi saraf yang bekerja adalah sistem saraf simpatis yang berperan dalam meningkatkan denyut jantung. Pada saat


(24)

relaksasi nafas dalam bekerja secara resiprok atau saling berbalasan sehingga timbul penghilangan kecemasan serta menurunkan tekanan darah. Sistem saraf simpatis yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon berlangsung meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola didaerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasukan darah yang lebih banyak) mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh : melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepineprin (noradrenaline) yang merangsang jantung dan pembuluh darah, faktor stres merupakan satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon efineprin dan norefineprin (Endang, 2014).

Pengobatan non farmakologis adalah pengobatan yang berasal dari bahan-bahan alami biasanya bahan-bahan ini mudah untuk didapatkan dan biayanya relatif murah. Pengobatan non farmakologis bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, refleksiologi dan hidroterapi yang meliputi rendam kaki air hangat (Sudoyo, 2006).


(25)

Alasan memilih kombinasi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam dikarenakan selain tindakan ini praktis, mudah, murah bisa dijangkau dan bisa diterapkan bagi pasien hipertensi serta tidak mempunyai efek samping. Untuk tindakan farmakologis sendiri obat adalah sesuatu zat kimiawi yang meskipun tujuannya untuk mengobati tetapi apabila dikonsumsi dalam jangka panjang akan memberikan efek yang merugikan bagi tubuh (Hambing, 2006).

Penelitian yang terkait yang sudah dilakukan adalah penelitian dari Santoso (2015) persamaan pada penelitian tersebut dengan ini adalah salah satu variabelnya sama melakukan penelitian pengaruh rendam kaki air hangat terhadap penurunan pada pasien lansia yang menderita hipertensi. Sedangkan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah wilayah yang dilakukan penelitian di Puskesmas Khatulistiwa kota Pontianak dan hanya menggunakan satu variabel saja serta untuk responden yang diambil adalah pada pasien hipertensi yang sudah Lansia. Sedangkan pada penelitian ini wilayah yang diambil adalah diwilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta serta variabel yang diambil adalah terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam terhadap


(26)

penurunan hipertensi. Sedangkan responden yang diambil adalah penderita hipertensi yang umurnya adalah 34 – 75 tahun.

Terapi rendam kaki air hangat adalah salah satu jenis terapi hidroterapi secara langsung selain hidroterapi yang lainnya seperti hidroterapi secara langsung yaitu terapi dalam bentuk cair jacuzzi wrippol, kolam panas dan dingin, Under Water Message, Affusion,

Shower, Jet Shower. Sedangkan hidroterapi secara tidak langsung adalah dengan steam, Sauna, Lonozon bath, vapozen. Sedangkan Relaksasi nafas dalam sendiri adalah salah satu metode relaksasi yang mempunyai tujuan bisa mengurangi nyeri, ketegangan cemas, merelaksasi dan bisa menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Kedua intervensi ini dipilih dikarenakan salah satu metode yang efektif yang mudah, murah meriah dan efektif apabila dikombinasikan menjadi satu untuk menurunkan tekanan darah dan menurunkan kecemasan ketegangan pada pasien. (Vidyahana, 2016)

Alasan kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam karena pada terapi tersebut bisa membantu pada otot pembuluh darah membuat mempertahankan elastisitas pembuluh darah arteri. Selain itu, terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam bisa dilakukan secara bersamaan pada pasien. Keuntungan relaksasi nafas dalam adalah dapat mengatasi tekanan


(27)

darah tinggi dan ketidakteraturan denyut jantung, mengurangi nyeri kepala, nyeri punggung dan nyeri lainnya serta mengatasi gangguan tidur. Respon relaksasi nafas dalam dan Rendam kaki air hangat dalam menurunkan tekanan darah adalah memperlebar pembuluh darah pada proses vasodilatasi pembuluh darah sistem saraf simpatis yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola didaerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasukan darah yang lebih banyak) mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh : melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepineprin (noradrenaline) yang merangsang jantung dan pembuluh darah (Benson & Proctor, 2002).

Tindakan kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam direndam pada kaki penderita hipertensi setinggi mata kaki selama 10 – 15 menit dan dilakukan setiap pagi dan dilakukan selama 7 hari berturut-turut dengan suhu 32 ˚C - 35

˚C. Alasan dilakukan pada pagi hari dikarenakan pagi hari adalah

waktu yang paling baik dimana tubuh dan saraf pembuluh darah pada kaki dalam kondisi bugar dan saraf pada telapak kaki lebih


(28)

sensitif dikarenakan proses setelah istirahat dimalam hari. Sedangkan dilakukan selama 7 hari berturut-turut dikarenakan pada pembuluh darah pada pasien hipertensi memiliki kekakuan pada pembuluh darah, sehingga diperlukan waktu selama 7 hari berturut-turut untuk menjaga elastisitas pembuluh darah supaya tidak terjadi kenaikan tekanan darah kembali (Paul, 2016).

Hasil dokumentasi didapatkan bahwa di Puskesmas Penumping Surakarta angka kejadian peringkat tertinggi adalah penyakit hipertensi dengan insidensi masyarakat yang memeriksakan diri di Puskesmas Penumping Surakarta rata-rata per bulan pada tahun 2013 sebanyak 175 angka kejadian penyakit Hipertensi. Tingkatan umur juga dapat mempengaruhi tingkat tekanan darah dikarenakan pada orang yang mengalami obesitas dan lansia pada dinding pembuluh darah banyak terdapat kolesterol yang menyumbat aliran pembuluh darah sehingga aliran darah meningkat (Roehadi, 2008).

Hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta juga didapatkan bahwa mayoritas masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta memiliki tingkat insidensi kejadian hipertensi yang menduduki peringkat atas dan tidak mengetahui kemudahan


(29)

akses serta biaya yang terjangkau dalam pelaksanaan tindakan keperawatan relaksasi nafas dalam dan rendam kaki air hangat untuk menurunkan tekanan darah. Selama ini masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta tindakan yang dilakukan pada tekanan darah tinggi adalah memeriksakan ke sarana fasilitas kesehatan apabila timbul gejala keluhan.

Bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta tingginya angka kejadian hipertensi dan kurang pengetahuannya tentang metode non farmakologis dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi membuat

peneliti tertarik untuk meneliti penelitian dengan judul “Efektifitas

Kombinasi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam (deep breathing) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita

hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian pada latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalahnya sebagai berikut : ”bagaimana keefektifan Kombinasi Terapi Rendam Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan tekanan darah pada Penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta?”


(30)

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keefektifan kombinasi terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan atau teori :

Untuk menambah ilmu terutama dalam kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan penyakit hipertensi dan memperkuat atau memperbarui teori yang ada tentang penyakit hipertensi.

2. Bagi Institusi pendidikan

Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman perkembangan dan upaya pencegahan yang berhubungan dengan hipertensi.

3. Bagi Penderita Hipertensi

Bagi penderita hipertensi diharapkan bisa menerapkan tindakan mandiri keperawatan kombinasi rendam kaki air


(31)

hangat dan relaksasi nafas dalam secara mandiri dan rutin untuk menjaga tekanan darah supaya stabil.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi keilmuan untuk peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan variabel yang lain tentang penelitian untuk menurunkan tekanan darah dengan tindakan mandiri keperawatan yang lainnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini belum pernah dilakukan namun penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain :

1. Penelitian dari Gilang (2015) dengan judul Efektivitas Merendam Kaki Air Hangat terhadap Kualitas Tidur Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat dengan penelitian ini adalah (1) Metode penelitian dengan quasi eksperimen one group pretest and post

test design merupakan rancangan penelitian yang

mengungkapkan hubungan sebab akibat yang menggunakan satu kelompok subjek dengan cara melakukan pengukuran sebelum dan setelah perlakuan (2) Jumlah responden sama dengan menggunakan responden sejumlah 20 responden dalam


(32)

kelompok kontrol dan kelompok intervensi perlakuan. (3) Terapi menggunakan terapi rendam kaki air hangat. Perbedaan dari penelitian ini adalah (1) Untuk responden menggunakan responden lansia (2) Variabel yang diteliti adalah derajad insomnia pada responden.

2. Penelitian Ervan (2013) dengan dengan judul Efektivitas Latihan Nafas Dalam terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kecamatan Karas Kabupaten Magetan dengan penelitian ini adalah (1) Variabel relaksasi nafas dalam (2) Meneliti tingkat penurunan tekanan darah (3) Jenis penelitian dengan quasi eksperimen (4) Responden penderita hipertensi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah (1) Tempat wilayah penelitian di Wilayah Kecamatan Karas Kabupaten Magetan (2) Sampel menggunakan 80 responden dimana 40 responden menjadi kelompok eksperimen dan 40 responden menjadi kelompok kontrol.

3. Penelitian Tri (2013) dengan judul Penurunan Tekanan Darah dan Kecemasan melalui Latihan Slow Deep Breathing Pada Pasien Hipertensi Primer dengan penelitian ini adalah (1) Efektivitas latihan Slow Deep Breathing terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi primer (2) Penelitian


(33)

menggunakan desaign quasi eksperimen Pre-test dan Post-test Control Group (3) Responden penderita hipertensi (4) Penurunan tekanan darah. Perbedaan penelitian ini adalah variabel yang diteliti (1) Kecemasan (2) Penderita Hipertensi Primer (3) Jumlah responden penelitian sejumlah 43 responden. 4. Penelitian Sutrisno (2013) dengan judul tesis Pengaruh Edukasi

Perawat terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodadi Kabupaten Grobogan dengan penelitian ini adalah (1) Jenis penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan pendekatan

Nonequivalent (Pretest dan Posttest) Control Group desaign (2) Responden yang diteliti adalah pasien hipertensi (3) Variabel yang diteliti mengetahui penurunan tekanan darah (4) dengan jumlah sampel yang digunakan adalah 56 responden kelompok eksperimen dan 56 responden kelompok kontrol. Perbedaan penelitian Sutrisno (2013) dengan penelitian ini adalah (1) Edukasi Perawat (2) Penurunan Tekanan Darah (3) Responden Lansia (4) Tempat wilayah yang diteliti adalah diwilayah Puskesmas Purwodadi Kabupaten Grobogan.


(34)

5. Penelitian Miswar (2004) dengan judul Faktor-faktor yang Berperan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kabupaten Klaten dengan penelitian ini adalah (1) Responden penderita hipertensi (2) Jenis penelitian analitik dengan rancangan cause control study.

Perbedaan penelitian Miswar (2004) dengan penelitian ini variabel yang diteliti adalah (1) Riwayat Keluarga (2) Obesitas (3) Kebiasaan Merokok (4) Stress (5) Konsumsi Alkohol (6) Konsumsi Garam.

6. Penelitian Kozani (2006) dengan judul Faktor yang Berperan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Puskesmas Penumping Surakarta dengan penelitian ini adalah (1) Penderita Hipertensi (2) Tempat penelitian di Wilayah kerja Puskesmas penumping Surakarta. Perbedaan penelitian ini adalah (1) Hanya melakukan penelitian faktor yang berperan terhadap hipertensi secara umum dan tidak meneliti keefektifan dalam terapi untuk menurunkan tekanan darah (2) Variabel yang diteliti adalah kejadian hipertensi bukan penurunan tekanan darah.

7. Penelitian Dwi Agung Santoso (2015) dengan judul Pengaruh Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja UPK


(35)

Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak dengan penelitian ini adalah (1) Penderita Hipertensi (2) Tempat penelitian di Wilayah Kerja UPK Puskesmas Khatulistiwa (3) Terapi rendam kaki air hangat (4) Penurunan Tekanan Darah. Perbedaan penelitian ini adalah (1) Hanya melakukan penelitian Pengaruh tanpa kombinasi dengan terapi yang lainnya (2) Untuk penderita hipertensi pada kelompok Lansia.

8. Penelitian Nugroho (2012) dengan judul Efektivitas Pijat Refleksi Kaki dan Hipnoterapi terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi dengan penelitian ini adalah (1) Variabel yang diteliti penurunan tekanan darah (2) Desain penelitian yang digunakan menggunakan quasi eksperimen. Perbedaan penelitian ini adalah (1) Responden penelitian sebanyak 64 orang (2) Tempat penelitian di Klinik Terapi Pijat.


(36)

16 A. Landasan Teori

1. Teori Adaptasi Regulator Tubuh

Teori adaptasi menurut Roy (1991) adalah keperawatan sebagai proses interpersonal yang diawali oleh adanya kondisi maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Manusia sebagai sistem, berinteraksi dengan lingkungan dan mengatasi lingkungan melalui mekanisme adaptasi bio-psikososial. Adaptasi ditingkatkan apabila terjadi peningkatan atau pengurangan pemenuhan kebutuhan.

Didalam menghadapi perubahan atau stimulus, manusia harus menjaga integritas dirinya dan selalu beradaptasi secara menyeluruh (holistic adaptif system). Tindakan keperawatan diarahkan untuk mengurangi atau mengatasi dan meningkatan kemampuan adaptasi peran manusia.

Peran perawat adalah memfasilitasi potensi klien untuk mengadakan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya untuk mempertahankan homeostatis atau integritasnya. Respon atau respon perilaku adaptasi seseorang terhadap


(37)

perubahan, menurut teori adaptasi Roy bergantung pada stimulus yang masuk dan tingkat atau kemampuan adaptasi manusia tersebut. Tingkat atau kemampuan adaptasi seseorang ditentukan oleh 3 hal yaitu : masukan (input), kontrol, efektor dan keluaran (Roy, 1991).

Gambar 1. Skema Teori Adaptasi Regulator Tubuh Teori Roy

(Alligood, 2014)

Pada mekanisme efektor terdiri dari mekanisme koping, regulator dan kognator. Regulator disini mempunyai subsistem meliputi komponen-komponen meliputi input, proses dan output. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau

Input

Stimuli internal

dan eksternal

Tingkat adaptasi : Penderita hipertensi a. Tekanan

darah b. Denyut nadi c. Gaya hidup

Efektor

Regulator : a. Rendam kaki air hangat b. Relaksa si nafas dalam Fisiologi : Memperleba r pembuluh darah dan menurunkan tekanan Output Respon adaptif : Penurunan Tekanan darah Feedback


(38)

endokrin. Respon otonom disini adalah respon neural dan brain

sistem serta spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem. Pada Regulator disini pada penderita hipertensi adalah pada efektivitas relaksasi nafas dalam dan rendam kaki air hangat terhadap penurunan tekanan darah (Mosby, 2015).

Pada teori adaptasi regulator tubuh pada pasien hipertensi diatas perubahan atau stimulus yang menimbulkan akibat pada manusia terdiri tiga yaitu :

a. Fokal yaitu stimulus yang berhadapan langsung dengan penderita hipertensi adalah tekanan darah.

b. Konstekstual yaitu Stimulus yang dialami seseorang internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi yang dapat diukur dan dapat dilaporkan secara objektif serta rangsangan ini muncul bersamaan yang menimbulkan respon negatif pada penderita hipertensi disini adalah Heart Rate atau denyut jantung.

c. Residual yaitu ciri-ciri tambahan yang relevan yang sukar diobservasi sifat individu sesuai dengan pengalaman masa


(39)

lalu pada penderita hipertensi adalah pada gaya hidup pasien.

Roy (1991) mengemukakan pandangan tentang manusia sebagai penerima asuhan keperawatan dalam kaitannya dengan teori adaptasi, bahwa manusia adalah makhluk bio psiko sosio kultural secara utuh (holistik). Adaptasi dijelaskan oleh Roy melalui sistem efektor atau model adaptasi yang terdiri dari : a. Fisiologis yaitu terdiri dari : Oksigenasi, eliminasi, nutrisi,

aktivitas dan istirahat, sensori, cairan dan eleqtrolit, fungsi saraf, fungsi endokrin dan reproduksi.

b. Konsep diri menunjukkan pada nilai kepercayaan, emosi, cita-cita, serta perhatian yang diberikan untuk menyatakan keadaan fisik.

c. Fungsi peran menggambarkan hubungan interaksi seseorang dengan orang lain yang tercermin dalam peran primer, sekunder dan tersier.

d. Saling ketergantungan (interdependen) adalah mengidentifikasi nilai manusia, cinta, dan keseriusan. Proses ini terjadi dalam hubungan manusia dengan individu dan kelompok.


(40)

Pada proses fisiologis penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi pada perlakuan rendam kaki air hangat secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis pada tubuh. Terapi rendam kaki air hangat berdampak pada pembuluh darah dimana air hangat membuat sirkulasi darah menjadi lancar dan pada pembebanan didalam air yang akan menguatkan otot-otot ligament yang mempengaruhi sendi tubuh. Air hangat mempunyai dampak psikologis dalam tubuh sehingga air hangat bisa digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan merilekskan otot apabila dilakukan dengan melalui kesadaran dan kedisplinan. Hidroterapi rendam kaki air hangat ini sangat mudah dilakukan oleh semua orang, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya (Peni, 2008).

Fisiologi Relaksasi nafas dalam menurunkan tekanan darah pada pasien yang mengalami ketegangan dan kecemasan pada tekanan darah tinggi saraf yang bekerja adalah sistem saraf simpatis yang berperan dalam meningkatkan denyut jantung. Pada saat relaksasi nafas dalam bekerja secara resiprok atau saling berbalasan sehingga timbul penghilangan kecemasan serta menurunkan tekanan darah. Sistem saraf simpatis yang


(41)

untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon berlangsung meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola didaerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasukan darah yang lebih banyak) mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh : melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepineprin (noradrenaline) yang merangsang jantung dan pembuluh darah, faktor stres merupakan satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon efineprin dan norefineprin.

Hasil dari output tadi yang sudah dijelaskan pada efektor subsistem fisiologis diharapkan pada pasien penderita hipertensi diharapkan mengalami penurunan tekanan darah secara terkontrol. Tujuan jangka panjang menggambarkan akhir dari kemampuan adaptasi klien dan kemampuan tersebut terkait dengan kemampuan klien secara menyeluruh seperti kemampuan hidup, tumbuh, reproduksi, dan kekuasaan. Sedangkan tujuan jangka pendek adalah tujuan yang diharapkan dari tingkah laku klien setelah dilakukan manipulasi stimulus


(42)

yaitu tentang kemampuan klien mencegah terjadinya kembali masalah yang sudah pernah dialami.

Peran perawat menurut Zaidin (2010) meliputi : (a) Pelaksana pelayanan keperawatan (b) Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi Kependidikan (c) Pendidik dalam keperawatan (d) Peneliti dan pengembang keperawatan. Menurut Brunner dan Sudarth (2008) peran ini dirancang untuk memenuhi perawatan kesehatan saat ini dan kebutuhan keperawatan dari konsumen yang merupakan penerima pelayanan keperawatan :

a. Peran Pelaksana. Peran pelaksana dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat ketika ia mengemban tanggung jawab yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dan kebutuhan perawatan pasien secara individu, keluarga mereka dan orang terdekat pasien.

b. Peran Kepemimpinan. Peran kepemimpinan dari perawat yang secara tradisional kerap sebagai peran spesialiasasi yang diembankannya oleh perawat yang mempunyai gelar yang menunjukkan kepemimpinan dan mereka yang


(43)

memimpin sekelompok besar perawat atau profesional perawat kesehatan yang berhubungan.

c. Peran Peneliti. Peran peneliti dari perawat pada mulanya dianggap hanya dilakukan oleh para akademikus, perawat ilmuwan dan mahasiswa keperawatan di tingkat sarjana. Kini, partisipasi dalam proses penelitian dianggap sebagai tanggung jawab dari perawat dalam praktek klinis.

Menurut Roy (1991) elemen dalam proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama, pengkajian tingkat kedua, diagnosis keperawatan, perencanaan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi. Dalam praktik keperawatan, penerapan konsep holistik pada proses asuhan keperawatan melalui pendekatan model adaptasi Roy dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Pengkajian Tingkat Pertama

Pada tahap ini pengumpulan data yang dikumpulkan adalah meliputi pada sekumpulan tingkah laku sebagai sistem adaptasi yang berhubungan edengan empat model adaptasi yaitu : fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi melalui pendekatan sistem dan memandang


(44)

manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-sosial secara utuh.

b. Pengkajian Tingkat Kedua

Pada tahap ini perawat menganalisis kegawatan dan gambaran tingkah laku klien, baik individu, keluarga maupun masyarakat secara menyeluruh terkait dengan kognator yaitu proses pikir individu (psiko-sosial) dan regulator yaitu proses fisiologis tubuh (biologi). Kemudian diidentifikasi sebagai respon yang adaptif atau maladaptif setelah diberikan dukungan oleh perawat. Perawat mengumpulkan data stimulus yang menjadi penyebab baik stimulus focal, konstektual maupun residual yang juga terkait dengan empat model adaptasi yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

c. Diagnosis Keperawatan

Keputusan tentang penentuan diagnosis keperawatan oleh Roy terkait dengan kondisi ketidakmampuan beradaptasi (maladaptif). Diagnosis keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku klien terhadap pengaruh lingkungan. Dalam merumuskan menetapkan diagnosis keperawatan Roy


(45)

(1991), menyatakan ada tiga alternatif yang dapat digunakan yaitu :

1) Menggunakan tipologi diagnosis yang dikembangkan oleh Roy dan terkait dengan model adaptasi yaitu fisiologis, konsep diri dan fungsi peran dan interdependen.

2) Meneruskan diagnosis dengan mengobservasi tingkah laku yang berhubungan dengan stimulus, baik fokal, konstektual, maupun residual.

3) Sebagai suatu kesimpulan suatu model adaptasi yang berhubungan dengan stimulus.

d. Intervensi

Pelaksanaan direncanakan dengan tujuan mengubah atau meanipulasi penyebab (stimulus), baik fokal, konseptual maupun residual difokuskan pada kemampuan individu dalam beradaptasi dalam terhadap stimulus. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek yang ada pada klien meliputi bio-psikososial (Roy, 1991).


(46)

e. Evaluasi

Merupakan tahap akhir proses keperawatan. Pada tahap ini yang dilakukan adalah membandingkan tingkah laku klien sebelum dan sesudah implementasi. Hal ini terkait dengan kemampuan klien dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali masalah yang pernah dialami. Kemampuan adaptasi ini meliputi seluruh aspek, baik bio, psiko dan sosial. (Roy, 1991)

2. Hipertensi. a. Pengertian

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistolik dan diastole mengalami kenaikan yang melebihi batas normal tekanan (tekanan sistolik > 140 mmHg dan diastole > 90 mmHg) (Murwani, 2011).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat


(47)

menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah >160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi disebut borderline hypertension

(garis batas hipertensi). Batasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010).

Menurut Scholze (2007) pengertian hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) dan angka bawah (diastolik) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

b. Etiologi

Roehadi (2008), menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Menurut


(48)

Wahdah (2011) hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1) Hipertensi primer (essensial) yaitu hipertensi yang

tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Gejalanya disebabkan rasa sakit yang umum misalnya pening kepala menjurus menjadi berat, sakit kepala ini biasanya dirasakan dibelakang kepala. Gejala yang lain adalah merasa letih, nerves, palpitasi, badan terasa lemah dan insomnia. Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi faktor penyebab adalah faktor genetik atau keturunan, gaya hidup (kebiasaan makan, alkohol dan merokok).

2) Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan

oleh penyakit lain seperti kelainan-kelainan pada

ginjal, hormon, pembuluh darah, saraf dan lain-lain.

Kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil salah satu atau kombinasi yaitu penggunaan pil pencegah hamil, kehamilan, penyakit atau gangguan ginjal, akibat stres yang parah, tumor di otak serta cidera kepala.


(49)

3) Hipertensi diagnosis berdasarkan peningkatan

tekanan darah sistolik dan diastolik. Ketika tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada kategori yang berbeda, maka dipilih kategori yang lebih tinggi untuk mengklasifikasikan tekanan darah individu (Scohlze, 2007).

Selain itu menurut Sudarta (2013) untuk klasifikasi penderita hipertensi batasan klasifikasinya sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Dewasa (Sudata, 2013)

No Kategori Tekanan Darah Sistolik

Tekanan Darah Diastolik

1 Rendah 90 mmHg 60 mmHg

2 Normal 100-140 mmHg 70-90 mmHg 3 Bordeline 140 mmHg 90-100 mmHg 4 5 6 7 Ringan Sedang Berat Maligna 140-159 mmHg 160-179 mmHg 180-209 mmHg >210 mmHg 100-104 mmHg 105-114 mmHg >115 mmHg >120 mmHg

c. Faktor Risiko Hipertensi

Menurut Elsanti ((2009), faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat dan tidak dapat dikontrol antara lain :


(50)

Penelitian epidemiologis Isti (2005) telah dibuktikan bahwa sejumlah faktor risiko hipertensi diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya manisfestasi penyakit hipertensi esensial dipengaruhi oleh jenis kelamin, faktor riwayat keluarga serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, status ekonomi, status gizi dan konsumsi alkohol. Adapun gambaran beberapa faktor risiko dapat dilihat di bawah ini:

1) Umur

Terdapat kesepakatan dari para peneliti di Indonesia bahwa prevalensi Hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan karena pada usia tua diperlukan keadaan darah yang meningkat untuk mempompakan sejumlah darah ke otak dan alat vital lainnya, pada usia tua pembuluh darah sudah mulai melemah dan dinding pembuluh darah sudah menebal (WHO, 2010). Penelitian Hadi (2010) menyatakan bahwa penderita hipertensi banyak diderita oleh kelompok umur > 45 tahun dibandingkan dengan kelompok umur 20 – 44 tahun. Suarthama,et.all


(51)

(2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa orang yang berusia > 45 tahun berhubungan dengan tingginya risiko hipertensi.

2) Jenis Kelamin

Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Basuki dan Setianto (2011) yang dilakukan di pedesaan dikecamatan Cijeruk Bogor didapatkan hasil bahwa yang menemukan pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Darmojo (2001) yang dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa penderita hipertensi pada wanita sebesar 16% lebih besar dibandingkan pada laki-laki yang menderita hipertensi sebesar 13,6%. Sedangkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Aisyah (2012) bahwa pada penderita hipertensi paling banyak diderita pada jenis kelamin laki-laki dewasa muda dan paruh baya. Sedangkan pada wanita banyak ditemukan sebagian besar terjadi pada wanita setelah berusia 55 tahun atau yang mengalami menopause.


(52)

3) Obesitas

Penelitian Wibisono (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengalami kenaikan berat badan lebih dari 5 kg selama pengamatan 6 tahun, mengalami hipertensi (tekanan diastole > 95 mmHg) 2 kali lebih banyak dibandingkan yang berat badannya tetap. Bila mahasiswa ini telah gemuk pada saat dimulainya penelitian, insidensi hipertensi meningkat 5 kali lebih tinggi. Pada obesitas atau kelebihan BB > 20%. Diatas BB normal, akan mengalami hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak obesitas. Adanya korelasi timbal balik antara obesitas dengan hipertensi serta pengurangan berat badan penderita obesitas dan hipertensi akan diikuti penurunan tekanan darah (Wibisono, 2012).

4) Merokok.

Fakta otentik menunjukkan bahwa meorkok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin. Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen,


(53)

sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya.

Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya untuk menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insidensi penyakit Jantung Koroner (PJK) sekitar 24,4%. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung, merangsang pelepasan adrenaline, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya (Tandra, 2006).

5) Konsumsi Alkohol

Alkohol sendiri tidak dianggap penyebab hipertensi, tetapi peminum alkohol berat mempertinggi risiko akan terkena hipertensi. Setelah seseorang minum minuman keras, alkohol akan bersifat sebagai penenang yaitu menekan sistem saraf dan memperlebar


(54)

pembuluh darah sehingga orang tersebut selain merasakan lebih rileks juga tekanan darahnya menurun, tetapi segera setelah yang bersangkutan berhenti minum, maka pengaruh itu akan segera hilang dan tekanan darah akan naik kembali dan kemungkinan akan melebihi tekanan darah sebelumnya (Salma, 2009).

Hasil penelitian Siauw (2000) menunjukkan bahwa orang yang minum minuman keras (beralkohol) sampai dengan lima kali atau lebih satu kali adalah 0,3 liter, jadi lima kali adalah 1,5 liter per-hari, kemungkinan akan menderita hipertensi adalah sangat tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak minum sama sekali akan menderita stroke meningkat. Telah diketahui bahwa minum alkohol rata-rata 0,06 liter per-hari dapat meningkatkan tekanan darah diastolik rata-rata 2 mmHg.

6) Konsumsi Natrium

Pengaruh asupan natrium terhadap terjaidnya hipertensi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut


(55)

berperan yaitu sistem renin angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan dalam proses konversi Angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensi II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi (Salma, 2009).

d. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hipertensi menurut Smeltzer (2014) diantaranya yaitu:

1) Pemeriksaan fisik dapat mengungkap bahwa tidak ada abnormalitas lain selain tekanan darah tinggi.

2) Perubahan pada retina disertai dengan hemoragi, eksudat, penyempitan arteriol dan bintik katun-wol

(cotton-wool spots) (infarksio kecil), dan papiledema dapat terlihat pada kasus hipertensi berat.

3) Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang berhubungan dengan sistem organ yang dialiri oleh pembuluh darah yang terganggu.


(56)

4) Penyakit arteri koroner dengan angina atau infark miokardium adalah dampak yang paling sering terjadi. 5) Hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi berikutnya akan

terjadi gagal jantung.

6) Perubahan patologis dapat terjadi di ginjal (nokturia dan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kadar kreatinin.

7) Dapat terjadi gangguan serebro vaskuler (stroke atau serangan iskemik transien yaitu perubahan dalam penglihatan atau kemampuan bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau hemiplagia transien atau permanen).

e. Patofisiologi

Mekanisme yang mngontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla di otak. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Neuron preganglion melepasakan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf ganglion ke pembuluh darah, pada saat bersamaan kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan vasokontriksi.


(57)

Vasokontriksi ini mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, secara tidak langsung juga merangsang pelepasan aldosteron. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Muttaqin, 2009).

Peningkatan tekanan darah terus menerus akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital, juga mengakibatkan penebalan pembuluh darah. Karena pembuluh darah menebal maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini mengakibatkan stroke. Infark miokard, gagal jantung dan gagal ginjal (Udjianti).

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien hipertensi menurut Murwani (2011) yang dapat dilakukan antara lain: 1) Mengukur tekanan darah pada kedua tangan ketika

pasien terlentang dan tegak setiap 1 sampai 2 jam sekali.


(58)

2) Mengukur berat badan, tinggi badan (berat badan ideal, gemuk, obesitas).

3) Pemeriksaan khusus:

a) Jantung (pada gagal jantung kanan terjadi oedema perifer, sesak nafas)

b) Electrocardiogram (ECG)

c) Foto torax

d) Echocardiogram

e) Pada mata fundus copy (pembuluh darah pada retina menjadi tipis)

4) Pemeriksaan darah: kolesterol, urin acid, gula darah, kreatinin, ureum, clearance, trigleserida, elektrolit 5) Pemeriksaan Jugularis Vena Perifer (JVP)

Pemeriksaan penunjang menurut Nugroho (2011) yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:

a) Mencari faktor risiko : kolesterol serum, trigliserida, gula darah

b) Mencari komplikasi : ureum, kreatinin, proteinuria, ronsen torak


(59)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Sudarta (2014 ) diantaranya yaitu:

a) Elektrocardiogram (ECG) : peninggian gelombang P indikasi hipertensi

b) Radiologi : Thorax foto : mendeteksi adanya klasifikasi area katup

c) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebri d) Laboratorium : ureum, kreatinin-elektrolit g. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi menurut Murwani (2009) diantaranya yaitu:

1) Pada ginjal : hematuri, kencing sedikit. 2) Pada otak : stroke, euchephalitis. 3) Pada mata : retinopati hipertensi.

4) Pada jantung : terjadi pembesaran ventrikal kiri

dengan/tanpa payah jantung, infark jantung.

h. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi menurut Muttaqin (2013) adalah mencegah terjadinya morbilitas dan mortalitas penyerta dengan


(60)

mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

1) Penatalaksanaan keperawatan Modifikasi gaya hidup

Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan non farmakologi yang dapat mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut:

a) Teknik-teknik mengurangi stres. b) Penurunan berat badan

c) Pembatasan alkohol, natrium, tembakau

d) Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi)

e) Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi

2) Penatalaksanaan Medis

Obat-obat antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan obat lain. Obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu:


(61)

a) Diuretik

Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan untuk mengobati hipertensi ringan. Horoklorotiazid dapat diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak obat anti hipertensi dapat menyebabkan retensi cairan karena itu sering kali diuretik diberi bersama antihipertensi.

b) Simpatolitik

Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik), penghambat adrenergik alfa dan penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik atau simpatolitik. c) Penghambat Andrenergik-Alfa

Golongan obat ini menghambat reseptor arndenergik alfa 1, menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Penghambat beta juga menurunkan lipoprotein berdensitas sangat rendah

(very low-denitylipoprotein-VLDL) dan lipoprotein berdensitas rendah (low-density lipoproteins-LDL)


(62)

yang bertanggung jawab dalam penimbunan lemak di arteri (arteriosklerosis)

d) Penghambat Neuron Adrenergik (Simpatolitik yang bekerja perifer)

Penghambat neuron adrenergik merupakan obat antihipertensi yang kuat yang menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin menjadi berkurang dan ini menyebabkan baik curah jantung maupun tahanan vaskular perifer menurun. Reserpin dan guanetidin (dua obat yang paling kuat) dipakai untuk mengendalikan hipertensi beta. Hipotensi ortostatik merupakan efek samping yang sering terjadi, klien harus dinasihatkan untuk bangkit perlahan-lahan dari posisi berbaring atau dari posisi duduk. Obat-obat dalam kelompok ini dapat menyebabkan retensi natrium dan air.

e) Vasodilator Arteriol yang Bekerja Langsung Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri,


(63)

sehingga menyebabkan vasodilatasi. Refleks takikardi disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah.

f) Antagonis Angiotensin (ACE Inhibitor)

Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE), yang nantinya akan menghambat pembentukan angiotensin II (vasokontriktor) dan menhambat pelepasan aldosteron. Kaptopril, enalapril dan lisinapril adalah ketiga antagonis angiotensin. Obat-obatan ini dipakai pada klien dengan kadar renin serum yang tinggi..

3. Terapi Kaki Air Hangat. Pengertian

Salah satu terapi relaksasi yang menggunakan air.

Hidroterapy adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan meringankan berbagai keluhan. Air bisa digunakan dalam banyak cara dan kemampuannya sudah diakui sejak dahulu dan air hangat juga bermanfaat untuk membuat tubuh rileks, menyingkirkan rasa pegal-pegal dan kaku di otot dan mengantar agar tidur bisa nyenyak (Sustrani, 2006).


(64)

Hidroterapi atau rendam kaki air hangat adalah secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh pertama dampaknya air hangat membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Pada pengobatan tradisional Cina kaki merupakan jantung kedua pada manusia dikarenakan ada banyak titik akupuntur ditelapak kaki terdiri enam meridian yaitu hati, kantung empedu di kandung kemih, jantung, ginjal, limfa dan perut sehingga mewakili (berhubungan) dengan seluruh bagian tubuh terutama organ vital jantung berada pada terdapat telapak kaki kiri sehingga bisa memperbaiki sirkulasi darah ke jantung. Merendam kaki dengan air panas bisa memanaskan seluruh tubuh, meningkatkan sirkulasi darah kebagian atas dan menekan sirkulasi (Hambing, 2006).

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis pada tubuh. Terapi rendam kaki air hangat berdampak pada pembuluh darah dimana air hangat membuat sirkulasi darah menjadi lancar dan pada pembebanan didalam air yang akan menguatkan otot-otot ligament yang mempengaruhi sendi tubuh. Air hangat mempunyai dampak psikologis dalam tubuh sehingga air hangat bisa digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan merilekskan otot apabila dilakukan dengan melalui


(65)

kesadaran dan kedisplinan. Hidroterapi rendam kaki air hangat ini sangat mudah dilakukan oleh semua orang, tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya (Peni, 2008).

Dalam pemaparan Dinas Kesehatan Indonesia (2014) air hangat membuat kita merasa santai, meringankan sakit dan tegang pada otot dan memperlancar peredaran darah. Maka dari itu, berendam air hangat bisa membantu menghilangkan stres dan membuat kita tidur lebih mudah. Suhu air hangat yang

dipakai berkisar 35 ˚C.

Praktek merendam kaki dengan air hangat adalah salah satu metode perawatan kesehatan yang populer dikalangan masyarakat Tiongkok. Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT) merekomendasikan rendam kaki dengan air hangat setiap hari untuk meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi kemungkinan demam. Terapi rendam kaki dengan air hangat mencapai serangkaian perawatan kesehatan yang efisien melalui tindakan pemanasan, tindakan mekanis dan tindakan kimia air serta efek penyembuhan dari uap obat dan medis pengasapan. Menurut Flona (2010) bahwa merendam dengan air hangat yang


(1)

menurunkan tekanan darah (Endang, 2014).

Dalam penelitian ini responden dilakukan terapi relaksasi nafas dalam yaitu suatu tindakan menarik nafas dalam lewat hidung dan kemudian keluar lewat mulut yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi sebanyak 6 – 8 kali setiap hari pada waktu pagi hari selama 7 hari berturut-turut. Setelah pemberian terapi, dilakukan pengukuran tekanan darah ulang (post test) diketahui ada perbedaan penurunan tekanan darah sistolik yang signifikan setelah dilakukan terapi relaksasi nafas dalam. Namun untuk tekanan darah diastolik tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Hastuti (2015) bahwa ada pengaruh terapi teknik relaksasi nafas dalam (deep breathing) terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Tekanan darah pada pasien hipertensi sebelum terapi teknik nafas dalam (deep breathing) yaitu tekanan darah sistole rata-rata 177,33 mmHg dan diastolik rerata 95,87 mmHg. Tekanan darah pada pasien hipertensi sesudah terapi tehnik nafas dalam (deep breathing) yaitu tekanan

darah sistolik rerata 173,20 mmHg dan diastolik rerata 90,57 mmHg.

Alasan kenapa pada penelitian sebelumnya lebih efektif untuk tindakan relaksasi nafas dalam daripada penelitian saya dikarenakan karena keanekaragaman responden dalam menentukan kriteria inklusi, selain pemberian farmakologis yang berbeda juga dikarenakan lebih sulit mencari responden hipertensi yang sesuai dengan kriteria inklusi terutama pada persamaan pengobatan terapi farmakologis yang sama juga karena wilayah yang berbeda. 3. Efektifitas Kombinasi Terapi Rendam

Kaki Air Hangat dengan Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah (mmHg) pada Penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta

Ada perbedaan pengaruh kombinasi terapi kombinasi rendam kaki air hangat dengan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta. Hasil uji Mann Whitney dengan nilai p value 0,000. Pada kelompok kombinasi terapi rendam kaki air hangat didapatkan rerata penurunan tekanan darah sistolik 38,75 mmHg dan tekanan darah diastolik 10,25 mmHg. Sedangkan kelompok terapi relaksasi nafas dalam didapatkan rerata penurunan tekanan darah sistolik 4,50 mmHg dan


(2)

tekanan darah diastolik 0,00 mmHg. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi terapi kombinasi rendam kaki air hangat lebih efektif dibandingkan relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Santoso (2015), bahwa ada pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan tekanan darah.

Setelah responden dilakukan kombinasi terapi rendam kaki air hangat selama 10 – 15 menit dengan suhu air 32 o

C – 35 oC selam 7 hari berturut-turut, dinyatakan ada perbedaan tekanan darah yang signifikan setelah dilakukan terapi kombinasi rendam kaki air hangat. Setelah pemberian terapi kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah ulang (post test) bahwa hasilnya ada penurunan tekanan darah yang signifikan setelah pemberian terapi rendam kaki air hangat. Rata-rata penurunan tekanan darah sistol 38,75 mmHg dan diastole 10,25. Terapi relaksasi nafas dalam yang dilakukan pada responden dengan frekuensi 6 – 8 kali selama 7 hari berturut-turut terbukti ada perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi. Berdasarkan hasil pengukuran posttest setelah perlakuan menunjukkan rata-rata penurunan tekanan darah sistolik 4,50 dan diastolik 0,00.

Berdasarkan hasil pengukuran kedua kelompok perlakuan kombinasi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam diketahui rata-rata penurunan tekanan darah pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol relaksasi nafas dalam sehingga hal ini membuktikan bahwa terapi kombinasi rendam kaki air hangat sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan jumlah penurunan tekanan darah responden ada yang penurunannya banyak dan ada juga yang penurunannya sedikit. Hal ini dikarenakan setiap individu memiliki respon tubuh yang berbeda-beda terhadap terapi rendam kaki air hangat. Melihat rerata tekanan darah sebelum dilakukan terapi kombinasi rendam kaki air hangat adalah sistoliknya sebesar 166,75 mmHg dan diastoliknya sebesar 94,00 mmHg, kategori hipertensi tersebut termasuk dalam kategori sedang. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Sudarta (2013) klasifikasi hipertensi pada dewasa bahwa tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg merupakan kategori hipertensi Bordeline.

Manfaat atau efek hangat adalah efek fisik panas/hangat yang dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas mengalami pemuaian ke segala arah dan


(3)

dapat meningkatkan reaksi kimia. Pada jaringan akan terjadi metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh. Efek biologis panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolism jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari hangat inilah yang dipergunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan dalam tubuh (Destia et.all, 2014).

Prinsip kerja terapi rendam kaki air hangat dengan mempergunakan air hangat yaitu secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas/hangat dari air hangat ke dalam tubuh akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot sehingga dapat melancarkan peredaran darah yang akan mempengaruhi tekanan arteri oleh baroreseptor pada sinus kortikus dan arkus aorta akan menyampaikan impuls yang dibawa serabut saraf yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ ke pusat saraf simpatis ke medulla sehingga

akan merangsang tekanan sistolik yaitu regangan otot ventrikel akan merangsang ventrikel untuk segera berkontraksi (Santoso, 2015).

Pada awal kontraksi, katup aorta dan katup semilunar belum terbuka. Untuk membuka katup aorta, tekanan di dalam ventrikel harus melebihi tekanan katup aorta. Keadaan dimana kontraksi ventrikel mulai terjadi sehingga dengan adanya pelebaran pembuluh darah, aliran darah akan lancar sehingga akan mudah mendorong darah masuk ke jantung sehingga menurunkan tekanan sistoliknya. Pada tekanan diastolik keadaan releksasi ventrikular isovolemik saat ventrikel berelaksasi, tekanan di dalam ventrikel turun drastis, aliran darah lancar dengan adanya pelebaran pembuluh darah sehingga akan menurunkan tekanan diastolik. Maka dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara terapi rendam kaki air hangat dengan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik (Perry & Potter, 2010).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Suandika (2015) rendam kaki menggunakan air hangat membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa efek tindakan rendam kaki air hangat bisa menurunkan tekanan darah dan membuat sirkulasi peredarah darah menjadi lancar karena terjadi vasodilatasi


(4)

pada pembuluh darah pada area kaki yang direndam.

Karakteristik responden pada penderita hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta yang sudah dilakukan terapi Kombinasi Rendam Kaki air hangat dan Relaksasi Nafas Dalam pada responden yang diambil bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Basuki Setianto (2011) yang dilakukan di Cijeruk Bogor bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak menderita hipertensi daripada laki-laki.Sedangkan pada tingkat pendidikan lebih banyak responden dengan tingkat pendidikan SMP, sedangkan untuk pekerjaan didominasi dengan pekerjaan pedagang hal ini juga mencetus insidensi tingkat kekambuhan hipertensi dikarenakan dengan profesi pedagang dituntut untuk bangun pagi subuh untuk mempersiapkan dagangan dan tidak sempat untuk melakukan aktifitas olahraga pada pagi hari.

Untuk tingkat pendapatan pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta lebih didominasi oleh masyarakat tingkat pendapatan rendah serta untuk Status Gizi lebih merata antara status gizi kurang, status gizi baik, status gizi lebih dan status gizi obesitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan

Prima Trisna Aji (2009) tentang Hubungan Tingkat Pendapatan dan Status Gizi terhadap tingkat kekambuhan Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta.

Sedangkan untuk tingkat stress pada responden penderita hipertensi yang dilakukan penelitian diwilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta lebih banyak penderita yang jarang stress, hal ini tidak akan mempengaruhi hasil dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti. Sedangkan jumlah jam tidur lebih didominasi pada responden hipertensi yang waktu tidur lebih dari 8 jam sehari. Begitu juga dengan gangguan tidur juga didominasi oleh penderita hipertensi yang jarang mendapatkan gangguan tidur seperti Insomnia dll. Untuk mengonsumsi natrium lebih dari 2 sendok dalam sehari lebih banyak didominasi oleh reponden yang jarang mengkonsumsi natrium lebih dari 2 sendok sehari.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa pemberian terapi kombinasi rendam kaki air hangat sangat efektif digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Penumping Surakarta. Menurut pendapat peneliti dari hasil penelitian ini, dalam mengatasi hipertensi salah satu solusi yang dapat digunakan adalah dengan terapi


(5)

kombinasi rendam kaki air hangat, selain murah dan mudah, terapi kombinasi rendam air hangat dapat dilakukan secara mandiri.

SIMPULAN

1. Ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah kombinasi terapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi dengan nilai p value 0,000 dan 0,001.

2. Ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah sistol pada penderita hipertensi dengan nilai p value 0,02; sedangkan tekanan darah diastole tidak ada perbedaan pengaruh sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam dengan p value 1,000. 3. Kombinasi terapi rendam kaki air hangat

lebih efektif dibandingkan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta dengan p value < 0,05.

Saran

1. Keilmuan atau teori

Diharapkan hasil ini dapat menambah ilmu terutama dalam kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan penyakit hipertensi dan memperkuat atau memperbarui teori yang ada tentang penyakit hipertensi.

2. Bagi Institusi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadian bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman perkembangan dan upaya pencegahan yang berhubungan dengan hipertensi. 3. Bagi Penderita Hipertensi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah khususnya bagi penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas penumping Surakarta.

4. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengalaman dalam hal mengadakan riset sehingga akan terpacu untuk meningkatkan potensi diri sehubungan dengan penanganan tekanan darah tinggi. Mengembangkan terapi non farmakologis yang bisa efektif menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Antari, Isti. (2005). Hubungan Pola Kepribadian Tipe A dan Non A Faktor Resiko Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi. Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. Jogjakarta.

Alligood, M. R. and Tomey, A. M. (2014). Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. Missouri: Mosby.


(6)

Apriany. (2012). Prevalensi Penderita Hipertensi di Indonesia. Bandung. PT Alumni.

Brunner & Suddarth. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

Endang T. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu Edisi Ketiga.

Ervan. (2013).

Panduan Menurunkan

Tekanan

Darah

Dengan

Gaya

Hidup

. Diakses 27 Desember 2015

dari

http://Gayahidupsehatonline.com

.

Kusuma Wijaya, Hambing. (2006). Keefektivan Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat. Diakses 22 Januari 2016 dari http/konsutasionline.com./rendamkak imenggunakanairhangat.

Kusumuastuti. (2011). Pengaruh Rendam Air Hangat Pada Kaki Dalam Meningkatkan Kuantitas Tidur Lansia. Jombang : Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang. Jombang

Madyastuti Lina. (2011). Cara Baru Jinakkan Hipertensi. UII Yogyakarta. Yogyakarta

Ningrum, Destiana A. (2012). Perbandingan Metode Hydrotherapy Message dan Massage Manual Terhadap pemulihan Kelelahan Pasca Olahraga Anaerobic Lactacid. Bandung ; Respiratory.UPI.Edu. Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan

Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika

Potter & Perry. (2010). Fundamental keperawatan Edisi 7 Buku 2. Jakarta. Salemba Medika.

Prima. (2009). Hubungan Status Gizi dan Pendapatan terhadap tingkat kekambuhan terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Santoso, B. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 8. Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Setianto, B. (2011). Hubungan Jenis Kelamin dengan angka kejadian Hipertensi. Universitas Indonesia. Jakarta. Smeltzer, B., Hinkle, J., Chever, K. (2008).

Brunner and Suddarth’s textbook of

medical surgical nursing (11th ed.). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Suwardianto. H, (2011). Efektivitas Relaksasi Nafas Dalam Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Wilayah Selatan Kota Kediri. Diakses 15

November 2016 dari

Puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.ph p/stikes/article/download/18257. Suandika. (2015)

.

Manfaat Hidroterapi

untuk

penderita

Hipertennsi.

Jurnal keperawatan. Jakarta

Sudarta. (2013). Efek Hidroterapi terhadap Kualitas Hidup Myalgia. Jakarta. Sudoyo. (2006). Hidroterapi air hangat

terhadap Tubuh. Cetakan Ketiga. Jakarta : Salemba Medika

Triyadini. (2010). Efektifitas Terapi massage dengan Terapi Mandi Air Hangat Terhadap penurunan Insomnia Lansia. Malang : Jurnal Keperawatan Sudirman.