Kebebasan berpendapat dalam hukum Indonesia dan Malaysia (analysis hukum positif dan hukum Islam)

KEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM HUKUM
INDONESIA DAN MALAYSIA
(Analisis Hukum Positif Dan Hukum Islam)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH :

MOHD SABRI BIN MAMAT
NIM: 109045200014
K O N S E N T R A S I S I Y A S A H S Y A R ’I Y Y A H
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H/2010 M

LEMBAR PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperloleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Jakarta: 20 Juni 2011 M
18 Rejab 1432 H

Mohd Sabri Bin Mamat

PEDOMAN TRANSLITERASI


a. Padanan Aksara
Huruf Arab

Huruf Latin

‫ا‬

Keterangan
tidak dilambangkan

b

be

t

te

‫ث‬


ts

te dan es

‫ج‬

j

je

‫ح‬

h

ha dengan garis di bawah

‫خ‬

kh


ka dan ha

d

de

‫ذ‬

dz

de dan zet

‫ر‬

r

er

z


zet

s

es

sy

es dan ye

s

es dengan garis di bawah

‫ض‬

d

de dengan garis di bawah


‫ط‬

t

te dengan garis di bawah

‫ظ‬

z

zet dengan garis di bawah

‫ع‬



koma terbalik diatas hadap kanan

‫غ‬


gh

ge dan ha

‫س‬

‫ف‬

f

ef

‫ق‬

q

ki

k


ka

‫ل‬

l

el

‫م‬

m

em

n

en

‫و‬


w

we

‫هـ‬

h

ha

‫ء‬

`

apostrof

‫ي‬

y


ye

b. Vokal
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

a

fathah

i

kasra

u

dammah


Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫ي‬

ai

a dan i

‫و‬

au

a dan u

Tanda Vokal Latin

Keterangan

Adapun Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab

c. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab

‫ــ‬

â

a dengan topi di atas

‫ــــــي‬

î

i dengan topi di atas

‫ـــــــو‬

û

u dengan topi di atas

d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf )‫(ال‬, dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah.
Contoh

‫ي‬

‫ = ال‬al-syamsiyyah, ‫ي‬

‫ = ال‬al-qamariyyah.

e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan
huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tasydîd
itu terletak setelah kata sandang yang diikuti huruf-huruf samsiyyah.

f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti kata sifat (na„t).
Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /t/.

g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya .
Contoh ‫ري‬

‫ = الب‬al-Bukhâri.

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, dan semua yang telah
dianugerahkan-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada
pembawa risalah Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang
telah memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan dan merampungkan skripsi dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas
Syari‟ah dan Hukum Jurusan Siyasah Syar‟iyyah (Ketatanegaraan Islam) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih banyak
kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis. Namun berkat bantuan dan dorongan
dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih secara khusus yang sedalam-dalamnya kepada:
1.

Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
kesempatan kami untuk menimba ilmu.

2.

Kepada Negara Indonesia yang telah memberikan kami izin tinggal untuk mencari dan
mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat untuk kami.

3.

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan
Hukum.

5.

Afwan Faizin M.Ag Dosen Pembimbing skripsi penulis, yang dengan sabar telah
memberikan banyak masukan dan saran, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Semoga apa yang telah Bapak ajarkan mendapat balasan dari Allah SWT.

6.

Asmawi, M.Ag Selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah Syar‟iyyah.

7.

Kepada seluruh dosen-dosen Fakultas Syari‟ah dan Hukum.

8.

Ayahanda Mamat bin Said dan Ibunda Seripah Binti

Mokhtar, dengan kasih sayang

dan dorongan serta semangat yang diberikan telah mengantar penulis bergelumang dengan
dunia akademik. Dengan tanpa lelah telah membesarkan penulis. Penulis berjanji tidak
akan berhenti setakat ijazah UIN, dan akan memberikan khidmat kepada agama dan
bangsa. Adik-adikku Mohd Taufik, Fakhrul Radzi, Hamidah, Tarmizi, abang-abangku
Salman Al-Farisi, Abdul Hadi, dan kakak Supandawati. Tidak dilupakan kepada tok dan
tokki, Poksam, Pokjin, abg Long, Mok Yam, Anak- anak saudara, Jaja, Angah, Along,
Amirul, Abdul Aziz, dan Maira.
9.

Khusus buat keluarga angkatku, Mok Teh, Ayah Teh, Kak Nailah, Kak Jihah, Hajar,
Arwah Naim, Muaz, pirah dan piyah serta teristimewa, Nadiah.

10.

Khusus buat Asma binti Wahab yang telah membantu penulis dalam penyediaan bahanbahan penulisan. Dengan berkat bantuannya telah melengkapkan penulisan Skripsi
penulis.

11.

Warga Kudqi yang telah memberikan tempat belajar terutama Dato Tuan Guru Haji Harun
Taib, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust Soud Said, Ust. Nik Mohd Nor, YB. Ust.
Mohd Nor Hamzah, Ust. Rizki Ilyas, Ustadzah Zaitun, Ustadzah Asma bin Harun, Ustad
Khalil Abdul Hadi, Ust. Kamaruzaman, Ust. Syahari Zulkirnain, Ust. Asmadi, Ust. Wan
Zul, dan seluruh Ustad dan Ustadzah juga pelajar Kudqi yang tidak dapat penulis sebutkan
di sini.

12.

Teman-teman Indonesia yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
khususnya saudara Muchin serta teman-teman dari LDK, Adrian, Anwar, Iqbal, Rezal,

teman dari HTI iaitu Adnan, teman dari Jemaah Tabligh, Dany, Sultan serta temantemannya dari partai Boenga, Bagus serta teman-temanya dari BEM jurusan SS, temanteman dari Taekwando UIN, iaitu Bem Arman, Mada, Putri, Indah, Stefani, April, Ridha,
dan juga beberapa teman-teman yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
13.

Para tetangga kosan, Ibu Halimah, Ibu Dafa‟, Ibu Niswah, Ibu Aminah, Ibu Lima Juta,
Bapak Iskandar, Bapak Eko, Bapak Wahab, Serta bocah imut yang tak terlupakan, Dafa,
Abrar, Mada, Puteri, Niswah, Radix, Wildan, dan beberapa tetangga lainnya yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.

14.

Teman-teman satu perjuangan dari Malaysia, yang sama-sama dalam perjuangan (Zalani,
Qashah, Muaz, Riduan, Hadi, Saipudin, Munir, Syukri, Tarmizi, Pijol, Syamil, Najmi,
Khalil, Ramadhan, Ustaz Azhari, Riduan Hamid, Nasrullah, Farid, Hanzalah, Razman,
Amir, Hajar, Rozilawati, Faezah, Alfiah, Rabialtul „adawiyah, Khatijah, Hidayah,
Najihah, Saidah, Azidah ) serta teman Malaysia yang berada di Aspa dan Aspi ( Hapis,
Hilmi, Fuad, Sumayyah, Jannah, Halijah, Zuriah, Sahara, Balqis, dll).

15.

Khusus buat teman-teman seperjuangan dari Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia
Jakarta (PKPMI-J) saudara Farid Asyraf, Selaku Presiden Persatuan dan seluruh
kabinetnya,

16.

Khusus buat teman-teman dari Trisakti, Sopi, Koji, Syapik, Karim, Farisan, Fahmi dll,
teman-teman dari Ukrida, Alif, Asydad, dll. Teman-teman dari Maestopo, Mimi, We,
Mastura, dll. Teman- teman dari UI, Ana dll.

Penulis sangat mengharapkan sekali masukan baik itu sifatnya saran maupun kritik selama
dapat membangun dan terus memotivasi penulis agar memperbaiki sehingga penyajian yang
lebih sempurna.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik dari
semua yang telah mereka berikan dan

lakukan untuk penulis khususnya

kepada semua pihak pada umumnya. Penulis

menyampaikan harapan yang begitu besar agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis sendiri dan pembaca sekalian. Semoga Allah menjadikan penulisan skripsi ini sebagai
suatu amalan yang baik di sisi-Nya.

Jakarta: 20 Juni 2011 M
18 Rejab 1432 H

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….viii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah………………………………………….... 1

B.

Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………….... 9

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………. 9

D.

Tinjauan Perpustakaan..................................................................... 10

E.

Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan................................... 10

F.

Sistematika Penulisan……………………………………………... 12

JAMINAN

KEBEBASAN

MENYATAKAN

PENDAPAT

DI

DALAM

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA (DUHAM) 1948 DAN
DEKLARASI KAIRO (1990)

A.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948.............. 16

B.

Kebebasan menyatakan pendapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM)............................................................... 23

C.

BAB III

Kebebasan menyatakan pendapat menurut Deklarasi Kairo............ 25

UNDANG-UNDANG

YANG

MENGATUR

HAK

KEBEBASAN

BERPENDAPAT DI INDONESIA DAN MALAYSIA
A. Pengaturan hukum hak kebebasan berpendapat di Indonesia............... 29
B. Pengaturan hukum hak kebebasan berpendapat di Malaysia............... 49

C. Implementasi hak kebebasan berpendapat di Indonesia dan Malaysia. 58

BAB IV

PERBEDAAN HUKUM DI INDONESIA DAN HUKUM MALAYSIA
MENGENAI HAK KEBEBASAN BERBENDAPAT
A. Perbedaan dan persamaan hukum di Indonesia dan Malaysia............ 70
B.

Perbandingan

implementasi

kebebasan

berpendapat

di

Indonesia

dan

Malaysia.............................................................................................. 78
C.

Tinjauan

hukum

Islam

terhadap

pengaturan

hak

kebebasan

berpendapat......................................................................................... 81

BAB VI PENUTUP
A.

Kesimpulan......................................................................................... 93

B. Saran................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang ini, hak-hak asasi manusia memiliki nilai pokok yang
dihormati oleh banyak negara, berusaha dengan kesungguhan untuk menjaganya, dan
meninggalkan dari semua bentuk usaha yang dapat mengabaikan kebebasan. Kebebasan
menjadi begitu penting kerana tidak ada artinya hak rakyat dan kuasa mereka apabila
tidak ada kebebasan.1 Dengan adanya rasa menghormati kebebasan, berarti suatu umat
dikatakan berperadaban dan bernilai tinggi.2
Kebebasan merupakan sebuah ide yang senantiasa aktual dalam panorama
perkembangan peradaban manusia. Dikatakan demikian karena kebebasan merupakan
problem esensial dan eksistensial yang secara terus-menerus diperjuangkan oleh
manusia. Sehinggakan diskusi internasional di PBB mengenai hak asasi manusia telah
menghasilkan beberapa piagam penting yang antara lain Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (1948).3
Antara kebebasan yang banyak dibahas ialah kebebasan berpendapat. Dalam
Islam, mengungkapkan pendapat merupakan salah satu hak manusia yang terpenting,
bahkan sebagai sesuatu yang wajib bagi setiap muslim dalam satu setiap urusan yang
1

Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, (Selangor: PTS Publication & Distribution Sdn. Bhd,
2007) Cet 1, hlm. 64.
2
Wahbah Az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kausar, 2005) Cet 1,
hlm. 5.
3
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 211

berkaitan dengan akhlak, kepentingan dan peraturan umum serta dalam setiap hal yang
dianggap oleh syariat sebagai suatu kemungkaran.4 Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Imran ayat 104:
             
 
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu satu puak Yang menyeru
(berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh
berbuat Segala perkara Yang baik, serta melarang daripada Segala Yang
salah (buruk dan keji). dan mereka Yang bersifat demikian ialah orangorang Yang berjaya.

Kebebasan berpendapat merupakan prasyarat penting untuk sebuah negara
demokrasi. Demokrasi bermakna rakyat diberi kebebasan untuk memilih dan menilai
yang sekaligus

mengharuskan wujudnya kebebasan berpendapat, berhimpun dan

berpesatuan.5 Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme
pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Masykuri Abdillah
(1999) prinsip-prinsip demokrasi terdiri atas prinsip:

persamaan, kebebasan, dan

pluralisme.6 Dalam hal ini, menurut Dr. Harjono ditemukan dalam karya Aristoteles,7

4

Wahbah Az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kausar, 2005) Cet 1,
hlm. 110.
5
Abdul Aziz Bari, Politik Perlembagaan, Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Semasa Dari Sudut
Perlembagaan Dan Undang-undang, (Kuala Lumpur: Institiut Kajian Dasar (IKD), 2005) Cet 1, hlm.
190.
6
Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta:
Prenada Media, 2005) Cet 2, hlm 122.
77
Aristoteles lahir pada 384 SM di kota Stagira, murid kepada Plato. Beliau adalah tokoh filosof
yang amat berpengaruh. Karyanya yang masih tetap utuh sehingga sekarang iaitu politics. Lihat lanjut,
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia
ke-3, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010) Cet 2, hlm. 28.

politics yang ditulis antara 335 dan 323 SM menyatakan asas dasar dari Konstitusi
demokrasi adalah kebebasan. Setiap demokrasi mempunyai tujuan kebebasan.8
Manakala menurut Miriam Budiardjo menyatakan bahwa antara syarat dasar untuk
terselenggaranya pemerintah yang demokratis ialah kebebasan untuk menyatakan
pendapat.9
Negara Indonesia dan Negara Malaysia adalah dua negara serumpun yang
memiliki ras, budaya dan agama yang saling terkait. Ras Melayu, Jawa, dan lain-lain
telah tersebar luas di kedua negara ini, maka sudah pasti ciri budaya memiliki banyak
persamaan. Lintas sejarah juga telah membuktikan kedua negara ini menerima agama
Islam dari jalur yang sama, iaitu jalur perdagangan,10 melalui pedagang-pedagang Arab
yang sering berdagang di wilayah Asia Tenggara.11 Bahkan tenggang waktu kedua
negara ini menerima agama Islam tidak jauh berbeda. Sehubungan dengan itu, kedua
negara ini memiliki penduduk mayoritas muslim. Oleh kerana itu, unsur budaya dan
agama ini telah memberi pengaruh yang tidak berbeda jauh dalam kehidupan sosial di
masing-masing negara. Meskipun demikian, dalam hal tipe pemerintahan dan
perundang-undangan tetap memiliki persamaan dan perbedaannya tersendiri.
Indonesia adalah negara hukum yang melindungi setiap warga negara dalam
melakukan setiap bentuk kebebasan berpendapat, menyampaikan gagasan baik secara
lisan maupun tulisan, hal ini dilindungi melalui peraturan perundang-undangan di
8

Harjono, TransformasiDemokrasi, (Jakarta: Sekreteriat Jenderal Dan Kepaniteraan, Mahkamah
Konstitusi, 2009 ) Cet 1, hlm. 24.
9
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm 116
10
Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009) Cet 1, hlm.
394.
11
Internasional Law Book Services, 2005, Malaysia Kita, Selangor, Cet 6, hlm. 21.

Indonesia baik didalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28, maupun diatur secara jelas
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan
politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak
berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan
pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dan lain-lain.12 Seterusnya terdapat banyak
undang-undang yang menjabar kepada pasal 28 UUD 45 tersebut. Antaranya UndangUndang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka
Umum, UU ini mengatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi bagi setiap
masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya dan bagi pemerintah agar dapat
memberikan perlindungan hukum kepada setiap masyarakat, agar terjaminnya hak
menyampaikan pendapat. Pasal 5 UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dinyatakan bahwa, “setiap warga negara
yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk: (a) mengeluarkan pikiran
secara bebas; b) memperoleh perlindungan hukum”.13
Kebebasan berpendapat di Indonesia diwarnai dengan perkembangan hak-hak
asasi yang telah mengalami pasang surut sejak mencapai kemerdekaan. Diawali dengan
Demokrasi Parlementer, hak asasi yang tercamtum dalam Undang-Undang Dasar 1956
tidak termuat dalam suatu piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal,
terutama Pasal 27-31, dan mencakup baik bidang politik serta ekonomi, sosial dan

12

http: //id. shvoong. com/law-and-politics/1853630-hak-kebebasan-berpendapat-bagi-setiap/,
artikel diakses pada tanggal 14 Disember 2010, Jam 11: 39 WIB
13
http: //holid-emkaen. blogspot. com/2009/02/kemerdekaan-menyampaikan-pendapat-di. html,
Artikel ini diakses pada 14 Disember 2010, Jam 11: 44 WIB

budaya. Dalam jumlah terbatas dan dirumuskan secara singkat. Hal ini

tidak

mengherankan mengingat bahwa naskhah ini disusun pada akhir masa pendudukan
Jepang dalam suasana mendesak.14 Diakui bahwa proses perumusan UUD 1945 sangat
tergesa-gesa.15 Adapun pengaturan mengenai hak politik seperti kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya, ditetapkan
dengan undang-undang (Pasal 28). Jadi hak asasi tersebut dibatasi oleh undangundang.16
Setelah memasuki era Demokrasi Terpimpin, di bawah Presiden Soekarno
beberapa hak asasi, seperti mengeluarkan pendapat, secara beransur-ansur mula dibatasi.
Beberapa surat kabar dibredel, seperti Pedoman, Indonesia Raya dan beberapa partai
dibubarkan, seperti Masyumi dan PSI serta pemimpinnya, Moh. Natsir dan Syahir
ditahan. Sementara itu, pemenuhan hak asasi ekonomi sama sekali diabaikan; tidak ada
garis jelas mengenai kebijakan ekonomi. Perekonomian Indonesia mencapai titik
terendah. Akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demokrasi
Pancasila atau Orde Baru.17
Pada awal Orde Baru ada harapan besar bahwa akan dimulai satu proses
demokratis.

Banyak

kaum

cediakawan

menggelar

berbagai

seminar

untuk

mendiskusikan masa depan hak Indonesia dan hak asasi. Akan tetapi euphoria
demokrasi tidak berlansung lama, kerana sesudah beberapa tahun golongan militer
14

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 2008 ) Cet 3, hlm. 248.
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2007) Cet 2, hlm 61
16
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 2008 ) Cet 3,, hlm. 249
17
Ibid, hlm. 250.
15

beransur-ansur mengambil alih.18 Dalam usaha mewujudkan stabilitas politik untuk
menunjang ekonomi, pemenuhan berbagai hak politik, antara lain mengutarakan
pendapat, banyak diabaikan dan dilanggar. Pengekangan terhadap pers mulai lagi, antara
lain dengan ditentukannya bahwa setiap penerbitan harus mempunyai Surat Ijin Terbit
(SIT) dan surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Terjadi pembredelan terhadap
Sinar Harapan (1984) dan Majalah Tempo, Detik, dan Editor (1994). Konflik di Aceh
dihadapkan dengan kekerasan militer melalui Daerah Operasi Militer (DOM). Banyak
kasus kekerasan terjadi, antara lain peristiwa Tanjung Priuk (1984) dan Peristiwa
Trisakti. Akhirnya Presiden Soeharto dijatuhkan oleh para mahasiswa pada bulan Mei
tahun 1998, dan masa Reformasi dimulai.19
Masa Reformasi, telah berlaku reformasi dalam bidang hukum menghasilkan
diantaranya adalah ditetapkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1988 mengenai Hak
Asasi Manusia. Apa yang dilakukan oleh MPR dengan ketetapan ini merupakan suatu
perubahan yang cukup besar, sehingga dapatlah dikatakan sebagai sebuah momentum
yang sangat penting.20 Ketika ini, hak mengutarakan pendapat sangat terpenuhi.
Berbagai kalangan masyarakat mengadakan seminar-seminar di mana pemerintah
dengan bebas dikritik, begitu juga media massa dalam talk-show-nya dan berbagai LSM.
Demontrasi melanda masyarakat, diantaranya ada yang bekahir dengan kekerasan.
Lewat berbagai demontrasi, baik Presiden Habibie maupun Presiden Abdurrahman

18

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 2008 ) Cet 3, hlm 250.
Ibid, hlm. 251.
20
Harjono, Transformasi Demokrasi , (Jakarta: Sekreteriat Jenderal Dan Kepaniteraan, Mahkamah
Konstitusi, 2009) Cet 1, hlm. 190.
19

Wahid terpaksa meletakkan jabatan masing-masing pada tahun 1999 dan tahun 2001.
Dan Presiden Megawati pun tidak luput dari arus demontrasi ini.21
Manakala pula, Malaysia sebagai sebuah negara yang mengamalkan sistem
pemerintahan parlementer, turut melindungi setiap warga negara dalam menyatakan
pendapat, menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Hak Kebebasan
menyatakan pendapat dicatatkan dalam Perlembagaan Persekutuan22 pasal 10. Dari pasal
10 ini dijabarkan ke berbagai Undang-undang yang terkait dengan kebebasan
menyatakan pendapat. Antaranya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1948 tentang
Hasutan, Undang-undang No. 30 Tahun 1971 Tentang Kolej Universiti Dan Kolej
Universiti, UU No. 82 Tahun 1960 Tentang Keselamatan Dalam Negeri, dan UU No.
344 Tahun 1967 Tentang Polisi.
Berbeda dengan perkembangan hak asasi manusia di Indonesia, perkembangan
hak asasi manusia di Malaysia tidak banyak perubahan besar berlaku. Bahkan boleh
dikatakan perkembangan pengaturan terhadap hak asasi di Malaysia cenderung statis. Ini
kerana Perdana Menteri selaku ketua pemerintahan hanya meneruskan kebijakan yang
telah ditinggalkan oleh Perdana Menteri sebelumnya. Undang-undang yang terkait
dengan hak asasi manusia tidak banyak berlaku amandemen yang signifikan sejak ia
diundang-undangkan. Contoh Undang-Undang No. 82 tahun 1960 Tentang Keselamatan
Dalam Negeri diundang-undangkan demi untuk menanggulangi kelompok Komunis atau

21

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 255.
Perlembagaan Persekutuan adalah Undang-undang tertinggi Negara Malaysia dan sedarjat dengan
UUD 1945.
22

lebih tepatnya Partai Komunis Malaya (PKM)23 di Malaysia. Sungguhpun demikian,
ancaman komunis tersebut yang menjadi asas penting kepada undang-undang ini sudah
tidak ada lagi.24 Antara lain, seperti UU No. 15 Tahun 1948 Tentang Hasutan yang
diundang-undangkan sebelum kemerdekaan,25 iaitu ketika pemerintahan Inggris, demi
untuk mengurangi kritikan dan penentangan terhadap kerajaan dan penjajah itu sendiri.26
Sekalipun sudah berlaku lebih 20 kali amandemen27 terhadap UU ini, pasal-pasal yang
jelas menghalangi hak-hak yang telah dijamin oleh perlembagaan28 masih berlaku.
Berhubungan dengan perkara yang dijelaskan ini, penulis akan menyoroti
bagaimana pengaturan perundang-undang di masing-masing negara dan melihat di mana
perbedaan dan persamaan antara kedua negara. Selain itu, meneliti bagaimana
implementasi hak kebebasan berpendapat dalam masyarakat. Maka

penulis berikan

judul kepada penelitian ini, “Kebebasan Berpendapat Dalam Hukum Indonesia Dan
Malaysia”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah

23

Pada tahun 1945 setelah Jepang menyerah kalah, pasukan Bintang Tiga atau Partai Komunis
Malaya (PKM) bergiat aktif untuk menubuhkan kerajaan fahaman komunis di Semenanjung Tanah
Melayu.
24
Abdul Aziz Bari, Perlembagaan Malaysia, Asas-asas dan Masalah, (Selangor: PerCetakan
Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2001) Cet 1, hlm. 187.
25
Pemerintah Inggris bersetuju memberi kemerdekaan kepada Malaysia pada 31 Ogos 1957
26
Abdul Aziz Bari, Politik Perlembagaan, Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Semasa Dari Sudut
Perlembagaan Dan Undang-undang, (Kuala Lumpur: Institiut Kajian Dasar (IKD) , 2005) Cet 1, hlm.
230.
27
http: //ms. wikipedia. org/wiki/Akta_Keselamatan_Dalam_Negeri_(Malaysia) , Diakses pada 10
Januari 2011, Jam 12: 45 WIB
28
Ibid, hlm. 205.

Berdasarkan dari pokok-pokok pemikiran yang menjadi latar belakang masalah di
atas, maka penulis dalam kesempatan ini coba untuk membatasi permasalahan dari
perspektif hukum, baik hukum positif maupun hukum Islam yang mengatur mengenai
kebebasan berpendapat. Seterusnya melihat bagaimana impelementasi kebebasan
berpendapat di Indonesia dan Malaysia.
Perumusan Masalah
Supaya

tidak menjadi

pembahasan

yang panjang penulis

merumuskan

pemasalahan dalam bentuk rincian soalan yang berikut:
1.

Bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam undang-undang Negara Indonesia
dan Negara Malaysia?

2.

Dimanakah perbedaan dan persamaan peraturan perundang-undangan antara dua
negara tersebut?

3.

Bagaimana implementasi kebebasan berpendapat di Indonesia dan Malaysia?

4.

Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pengaturan hak kebebasan berpendapat
di Indonesia dan Malaysia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa alasan dan tujuan yang mendasari penulis memilih judul skripsi ini.
Berikut adalah :
1.

Untuk

mengetahui

undang-undang

yang

mengatur

berpendapat dan berkumpul di Indonesia dan Malaysia.

mengenai

kebebasan

2.

Untuk mengetahui apakah undang-undang yang mengatur mengenai kebebasan
berpendapat dan berkumpul di Malaysia dan Indonesia sejalan dengan tuntutan
universal.

3.

Untuk mengetahui perbedaan yang terkandung di dalam undang-undang antara
dua negara yang mengatur mengenai kebebasan berpendapat dan berkumpul.
Ada pun manfaat dalam penelitian ini, diantaranya ialah:

1.

Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan dibidang
hukum dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia dan Malaysia .

2.

Memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang bagaimana kebebasan
berpendapat dari perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Malaysia.

3.

Memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang bagaimana kebebasan
berpendapat di Indonesia dan Malaysia dari perspektif Hukum Islam.

4.

Sebagai sumbangan ilmiah untuk menambahkan bahan bacaan dalam kepustakaan
dan sebagai pedoman hidup untuk para pembaca.

5.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
peneliti- peneliti yang akan datang.

D. Tinjauan Perpustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan terdahulu, penulis mendata beberapa penelitian
terhadap beberapa skripsi dan tulisan yang mempunyai kaitan dengan judul penulis.
Diantaranya adalah:

Buku yang berjudul “Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia”karya
Mohd Salleh Abas.29 Buku ini menjelaskan tentang prinsip dan tatacara pemerintahan di
Malaysia. Dan di dalamnya banyak menguraikan tentang Konstitusi Malaysia yang
mana turut menjelaskan hak-hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi.
Selain itu, terdapat juga skripsi yang menjadi rukujan penulis. antaranya Skripsi
tulisan Saifullah Bin Ramli yang berjudul Hak Asasi Manusia Dalam Perlembagaan
Persekutuan,30 tahun 2009, membahaskan mengenai hak asasi manusia di Malaysia
secara umum. Dan hanya sebatas perbincangan mengenai pasal-pasal yang diatur dalam
Perlembagaan Persekutuan Malaysia. Jaminan hak asasi manusia terhadap warga diatur
dengan cukup jelas di dalam Perlembagaan Persekutuan. Seterusnya penulis memberi
penilaian dari perspektif hukum Islam terhadap hak-hak yang diatur di dalam
Perlembagaan Persekutuan.
Seterusnya Skripsi tulisan Harun bin Isa yang berjudul Hak-hak politik
mahasiswa dalam Akta Universiti dan Kolej Universiti menurut perspektif Hukum Islam,
tahun 2009.31 Skripsi ini membahas tentang hak-hak berpolitik Mahasiswa serta
bagaimana mahasiswa dihalang dan disekat kebebasannya dalam berpolitik. Kajiannya
tertumpu kepada butiran peangaturan yang terkandung di dalam Undang-undang ini, dan

29

Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan di Malaysia (Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 2006) Cet 3.
Saifullah Bin Ramli, ”Hak Asasi Manusia Dalam Perlembagaan Persekutuan”, Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009)
31
Harun bin Isa, ”Hak-hak politik mahasiswa dalam Akta Universiti dan Kolej Universiti menurut
perspektif Hukum Islam”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009)
30

tidak melebar kepada Undang-undang yang lain. Penulis juga melakukan analisis
terhadap hak-hak yang terkandung di dalam Undang-undang ini.
Penelitian yang ditulis oleh Ahmad Baihakki Bin Arifin yang berjudul “Hak-hak
Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia”, tahun 2008.32
Penelitian ini membahas tentang hak-hak politik warga negara Malaysia yang diatur di
dalam Konstitusi Malaysia.
Seterusnya, penelitian yang penulis lakukan sekarang adalah mengenai hak
kebebasan berpendapat yang terkandung di dalam konstitusi dan jabarannya ke dalam
perundang-undangan di antara Indonesia dan Malaysia. Dengan kata lain, melihat
perbedaan dan persamaan pengaturan hukum di kedua negara. Penulis juga melakukan
penelitian bagaimana implementasi hak kebebasan berpendapat, seterusnya bagaimana
hukum Islam merespon mengenai hak kebebasan berpendapat.
E. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan
1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hokum

normatif atau penelitian yuridis normatif,33 maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan perbandingan
(Comparative approach).34 Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk melihat
pengaturan terhadap kebebasan berpendapat yang ditetapkan dalam perundangAhmad Baihakki Bin Arifin, “Hak-hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan Persekutuan
Malaysia”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008)
33
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) Cet 1, hlm. 175.
34
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2007) Cet 3, hlm. 302
32

undangan kedua negara. Manakala pendekatan perbandingan perundang-undangan
dilakukan untuk melihat di mana perbedaan dan persamaan pengaturan terhadap
kebebasan berpendapat di Indonesia dan Malaysia.
2.

Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskritif analitis,35 merupakan metode yang dipakai untuk

menggambar suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi agar dapat memeberikan
data seteliti mungkin mengenai objek penelitian, kemudian dianalisis berdasarkan teori
hukum atau perundang-undangan yang berlaku. Dalam penulisan ini hal tersebut
dilakukan dengan menguraikan hal-hal tentang status hukum dan implementasi
kebebasan berpendapat di kedua negara.
3.

Sumber Data

(a)

Data Sekunder

1)

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini (Undang-undang
Dasar 1945, Perlembagaan Persekutuan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum, Undang-undang Nomor 12 Tahun
2005 Tentang Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil Dan Politik, Undangundang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008
Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1948 Tentang Hasutan,
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1971 Tentang Kolej Universiti Dan Kolej Universiti,
Undang-undang Nomor 301 Tahun 1984 Tentang Mesin Cetak Dan Penerbitan, Undang35

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) Cet 1, hlm. 179.

undang Nomor 344 Tahun 1967 Tentang Polisi, Undang-undang Nomor 82 Tahun 1960
Tentang Keselamatan dalam negeri.
2)

Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah hukum yang

terkait dengan objek penelitian.
3)

Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum

primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah,
surat kabar dan sebagainya.36
4.

Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan bahan dilkukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu
dengan mengumpulkan data dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah,
peraturan perundang-undangan dan bahan tetulis lainnya seperti kitab fikih yang
berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan jalan mencari, mempelajari, dan mencatat.
5.

Analisis Data
Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat analisa

isi (content analysis) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan
kronologi, isi atau makna bagaian-bagian yang diatur oleh peraturan yang terkait.37
6.

Teknik Penulisan Skripsi

36
37

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) Cet 1, hlm. 176.
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) Cet 1, hlm. 177.

Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-sub
bab, adapun secara sistematis bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:
Bab I Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Seterusnya pembahasan dalam Bab II menyentuh mengenai jaminan terhadap hak
kebebasan menyatakan berpendapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) dan Deklarasi Cairo.
Manakala dalam Bab III menjelaskan tentang undang-undang yang mengatur
mengenai hak kebebasan berpendapat di Indonesia dan Malaysia, serta dijelaskan
bagaimana implementasi kebebasan menyatakan pendapat di kedua negara.
Selanjutnya dalam Bab IV penulis melakukan penelitian terhadap perbedaan dan
persamaan hukum Indonesia dan Malaysia mengenai hak kebebasan menyatakan
pendapat. Serta melakukan penelitian melalui sudut pandang tinjauan hukum Islam.
Akhirnya, dalam Bab V penulis memberi berisi saran dan kesimpulan terhadap
kajian dan penulisan yang telah dilakukan.

BAB II
JAMINAN KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT DI DALAM
DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA (DUHAM)
1948 DAN DEKLARASI KAIRO (1990)

A. Deklarasi Universal Hak Asasi manusia
1.

Pengertian HAM
Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB), hak asasi masnusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup
misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat
membuat seseorang tetap hidup.38 Klaim ini berhubungan dengan standar kehidupan,
yang setiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat
sebagai manusia.39 Dengan demikian, wewenang atau tuntutan merupakan bagian
integral dari hak itu sendiri. Artinya, ketika hak-hak kemanusiaan diinjak-injak,
dikesampingkan, disepelekan, dilecehkan, dan dilanggar sampai dihapus atau dibuang,
secara Otomatis

38

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5, hlm. 110.
39
Mashood A. Baderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia&Hukum Islam, (Jakarta: Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, 2007) Cet 1, hlm. 15.

akan timbul tuntutan untuk memperbaikinya. 40
Senada dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal hak asasi manusia
(HAM) yang dikemukakan oleh John Lokce.41 Menurut Lokce, HAM adalah hak-hak
yang diberikan lansung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat
kodrati. Kerana sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang
dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang
dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan bukan
pemberian dari manusia atau lembaga negara.42 Menyadari bahwa setiap orang memiliki
hak asasi sejak lahir, terutama di dalam pemerintahan, serta di samping setiap pribadi
warga masyarakat dituntut suatu dari alam untuk saling menghormati, mempertahan, dan
mengobarkan terus penghormatan hak asasi antar sesamanya. Sikap tersebut seharusnya
menjadi pilar dan pegangan umat manusia untuk saling menghormati hak asasi
manusia.43
2.

Sejarah perkembangan HAM
HAM sebagai suatu sistem yang dibentuk secara normatif dan formal, banyak

yang menyatakan bahwa kelahiran HAM dimulai dari Magna Charta (1215), Bill of
Right (1689) The American Declaration (1776), The French Declaration (1789),
40

A. Masyhur Effendi dan Taufani Sukmana Evandri, HAM Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis,
Sosial, Politik, dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-Kham (Hukum Hak Asasi) Dalam Masyarakat,
(Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2007) Cet 1, hlm. 10.
41
Seorang filsuf Zaman Pencerahan, (1632-1704) .
42
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5, hlm. 110.
43
A. Masyhur Effendi dan Taufani Sukmana Evandri, HAM Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis,
Sosial, Politik, dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-Kham (Hukum Hak Asasi) Dalam Masyarakat,
(Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2007) Cet 1, hlm. 11.

kemudian The Four Freedom (1941), dan barulah Universal Declaration of Human
Right (1948).44
Kemudian langkah-langkah tersebut diikuti oleh berbagai Negara dengan
mencantumkan klausul HAM ke dalam Konstitusi. Akan tetapi sesungguhnya
perkembangan HAM dalam dunia internasional dapat dibagi dalam lima fase.45 Fase
pertama: pada fase ini, norma-norma HAM masih terbagi beberapa aspek dan masih
bersifat lokal, dalam arti hanya pada wilayah Negara tertentu saja. Termasuk dalam fase
ini adalah:
a.

Magna Charta (Piagam Agung 1215), wacana awal HAM di Eropah dimulai
dengan lahirnya Magna Charta yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa
atau raja-raja,46 sehingga hak-hak dasar rakyat tetap terjamin.47 Pada tahun 1215
ditandatangani satu perjanjian, Magna Charta, antara Raja John dari Inggris dan
sejumlah bangsawan. Raja John dipaksa mengakui beberapa hak dari para
bangsawan

sebagai

imbalan

untuk

mereka

membiayai

penyelenggaraan

pemerintah dan kegiatan perang. Hak yang dijamin mencakup hak politik dan sipil
yang mendasar, seperti hak untuk diperiksa di muka hakim. Sekalipun pada
awalnya hanya berlaku untuk sebagian bangsawan, hak-hak itu kemudian menjadi

44

Febry Menende, Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Di Republik Iran Periode 1997-2005,
“Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
hlm. 16
45
Ibid. hlm. 16.
46
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5, hlm. 110.
47
Pauls. Baut, Kompilasi Deklarasi: HAM, (Jakarta: Yayasan LBH, 1988) hlm. 5

bagian dari sistem Konstitusional Inggris yang berlaku bagi semua warga
Negara.48
b.

Bill of Right (Undang-undang Hak 1689) Empat abad kemudian, tepatnya pada
1689, lahir Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris.49 Undangundang Hak

(Bill of Right) diterima satu tahun sesudah Parlemen berhasil

mengusir Raja Jamae II dan mengudang puterinya Mary bersama suaminya,
William of Orange, untuk menduduki takhta kerajaan Inggris (the Glorious
Revolution 1688). Hak-hak yang dirumuskan tidak boleh dilanggar oleh raja
sekalipun.50 Menurut Bill of Right, asas persamaan di hadapan hukum harus
diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, kerana tanpa hak
persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud.51
c.

The American Declaration Independence (1769), disusun dan hanya berlaku di
Amerika. Melalui deklarasi ini mulai mempertegas bahwa manusia merdeka sejak
dalam perut ibunya. Sehingga tidak logis, sesudah lahir harus dibelenggu.52

d.

The French Declaration (1789), Sebuah deklarasi yang menjamin persamaan hak
dan penghormatan terhadap harakat dan martabat kemanusiaan.53 Deklarasi ini
memuat aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam proses
48

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 213.
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5,, hlm 111.
50
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 215.
51
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5, hlm 111.
52
Febry Menende, Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Di Republik Iran Periode 1997-2005,
“Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
hlm. 17.
53
Pauls. Baut, Kompilasi Deklarasi: HAM, (Jakarta: Yayasan LBH, 1988) hlm. 5
49

hukum, seperti larangan penangkapan dan penahanan seseorang secara sewenangwenang tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa surat perintah yang
dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang.54 Deklarasi ini dirumuskan
pada awal Revolusi Prancis.55
e.

The four freedoms (1941) perkembangan HAM di fase pertama diakhiri dengan
munculnya wacana empat hak kebebasan manusia di Amerika Serikat pada 6
Januari 1941, yang diproklamirkan oleh Presiden Theodore Roosevelt.56 Keempat
hak tersebut ialah; kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of
speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari ketakutan
(freedom from fear), dan kebebasan dari kemiskinan (freedom from want). 57
Fase kedua: adalah fase kelahiran HAM yang bersifat universal58 dan dinyatakan

berlaku secara internasional,59 dengan merumuskan HAM yang diakui seluruh dunia
sebagai standar universal bagi perilaku manusia.60 Fase ini ditandai dengan lahirnya
Universal Decalration Of Human Rights (DUHAM) setelah PD II.61 Menurut DUHAM,
terdapat lima (5) jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak
54

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet, 5 hlm. 112.
55
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 215.
56
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5, 112.
57
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 215
58
Diterima oleh 48 negara.
59
Febry Menende, Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Di Republik Iran Periode 1997-2005,
“Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
hlm. 17.
60
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 218
61
Febry Menende, Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Di Republik Iran Periode 1997-2005,
“Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
hlm. 18.

jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan
hak politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang
kehidupan); dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.62
Fase ketiga: adalah fase perkembangan HAM yang hendak memperluas cakupan
HAM dari sekadar hukum dan politik.63 pada tahun 1966 upaya rekonseptualisasi hakhak asasi manusia itu mencapai puncaknya ketika sidang umum PBB mengesahkan
Kovenan International Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on
Economic, Social and Cultural Right), dan Kovenan Hak Sipil dan Politik (Covenant on
Civil and Political Right). Dua kovenan inilah yang menjadi dokumen dasar “generasi
II”konsepsi dasar hak-hak asasi manusia sebagai babak baru dalam perkembangan hakhak asasi manusia.64
3.

Substansi Deklarasi Universal HAM
Seperti telah diuraikan sebelumnya, seusai Perang Dunia II timbullah keinginan

untuk merumuskan hak asasi yang diakui seluruh dunia sebgai standar universal bagi
perilaku manusia. Usaha pertama ke arah standar setting ini dimulai oleh Komisi Hak
Asasi Manusia.
Dalam sidang Komisi Hak Asasi Manusia, kedua jenis hak asasi manusia
dimasukkan sebagai hasil kompromi antara negara-negara Barat dan negara-negara lain,
62

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrsasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Jakar ta: Kencana Prenada Media Group, 2010) Cet 5, hlm 112.
63
Febry Menende, Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Di Republik Iran Periode 1997-2005,
“Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
hlm. 18
64
Pauls. Baut, Kompilasi Deklarasi: HAM, (Jakarta: Yayasan LBH, 1988) hlm. 12

sekalipun hak politik masih lebih dominan. Pada 1948 hasil pekerjaan komisi ini,
Universal Decalaration of Human Right, diterima 48 negara dengan catatan bahwa
delapan negara, antara lain Uni Soviet, Arab Saudi, dn Afrika Selatan tidak membeikan
suaranya atau abstain.65
Hasil gemilang ini tercapai hanya dalam dua tahun, kerana dalam waktu yang
menguntungkan. Negara-negara sekutu (termasuk Uni Soviet) baru saja memenangkan
perang dan ingin menciptakan suatu tantangan hidup baru yang lebih aman. Sebab lain
mengapa Deklarasi Universal agak cepat dapat dirumuskan adalah sifatnya yang “tidak
mengikat secara yuridis” sesuai usul beberapa negara, antara lain Uni Soviet.66
Di satu sisi, ini patut dinilai sebagai langkah menuju kemenangan hak asasi
manusia dalam tataran gagasan. Tapi juga sebagai suatu kegagalan untuk menjadikan
hak asasi manusia sebagai kenyataan. Bangsa-bangsa ini beberapa tahun kemudian
secara konsisten akhirnya mengesahkan DUHAM dan ini terjadi setelah lebih dari
seratus negara muncul sebagai negara merdeka pasca 1948. Ini merupakan prestasi
tersendiri bagi DUHAM, kerana bagaimanapun tak ada satu negara pun yang boleh
berbangga atas pelanggaran hak asasi yang telah dilakukannya.
Formulasi HAM yang dirumuskan dalam Deklarasi Universal PBB tersebut,
terbagi dalam 30 pasal dan sangat sarat dengan ketentuan mengenai mengenai hak-hak
asasi manusia. Secara teori, hak-hak yang terdapat dalam deklarasi tersebut dapat
dikelompokkan dalam tiga bagian. Bagian pertama, menyangkut hak-hak politik dan

65

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3, hlm. 218.
Ibid, hlm. 219.

66

yuridik; bagian kedua, menyangkut hak-hak atas martabat dan integritas manusia; dan
bagian ketiga, menyangkut hak-hak sosial, ekonomi, dan hak-hak budaya.67
B. Kebebasan menyatakan pendapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM)
Kalau kita kembali ke ide dasar HAM, di mana setiap manusia sejak lahir
memiliki hak utama yang melekat dan suci, yaitu hak hidup dari Tuhan dan hak-hak
lainya demi pemenuhan kebutuhan lahir batinnya, maka tidak ada kekuatan apa pun
yang berhak dan mampu mencabutnya. Hanya dengan landasan hukum Konstitusional
yang adil dan benar lewat proses legal, maka pencabutannya dibenarkan baik untuk
sementara maupun seterusnya.
Karena akibat beragam perbedaan kepercayaan, keyakinan politik, etnik,
golongan, dan agama dengan segala variasinya, maka perbedaan tersebut akan selalu
hidup dan ada dalam komunitas nasional dan internasional. Untuk mempertahankan hak
tersebut, perlu perjuangan dan gerakan bersama (politik moral) umat manusia melalui
lembaga internasional, nasional, baik politik, sosial, ekonomi, keagamaan, budaya dan
sejenisnya maupun perseorangan.
Negara hukum (rule of law) ”lekat” dengan sistem politik demokrasi. Agar terbina
harmonisasi sistem hukum dan sistem politik dalam tataran bermasyarakat, maka hidup
bermasyarakat berarti siap/mau mengikuti pola hubungan antara individu

dalam

kelompok yang telah ada sebelumnya. Adanya pola tingkah laku sama yang
dipertahankan
67

dan

dikembangkan

terus

oleh

warganya,

menyebabkan

Pauls. Baut, Kompilasi Deklarasi: HAM, (Jakarta: Yayasan LBH, 1988) hlm. 9.

tercipta/terjalinnya interaksi sosial. Sistem politik dan sistem hukum yang ada sangat
berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat. 68
Dalam hubungan ini, kelompok warga menempati posisi dan pemegang peran
yang penting dalam hidup nasional maupun internasional. Hal ini pasti akan melihatkan
kepentingan warga untuk menyatakan pendapat dan inspirasinya. Lalu bagaimana
kepentingan warga ini mendapat tempat atau perlindungan yang sewajarnya.
Sejak awal, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) telah memberikan
perhatiaannya dalam hal kepentingan politik. Hak warga untuk menyatakan pendapatnya
dinyatakan secara