Saran SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA Funada, Joseph, Wang. 2008. Potential Flows of Viscous and Viscoelastic Fluids. Cambridge University Press: New York. Gordon, A. L., C. F. Giulivi, and A. G. Ilahude. 2003.Deep topographic barriers within the Indonesian Seas.Deep Sea Res., Part II, 50, 2205 –2228. Hautala, S.H., Sprintall, J., Potemra, J.T., Chong, J.C., Pandoe,W., Bray, N., Ilahude, A.G. 2001. Velocity structure and transport of the Indonesian Throughflow in the major straits restricting flow into the Indian Ocean.J. Geophysical Research, 106, p.19527-19546. Jaharuddin.2006. Prediksi Kekuatan Gelombang Soliter Internal di Selat Lombok. Jurnal Matematika dan Aplikasinya5:43-57. Bogor: Departemen Matematika IPB. Murray, S.P., Arief, D.1988. Throughflow into the Indian Ocean throughthe LombokStrait.Nature, 333, p.444-447. Murray, S.P., Arief, D.,Kindle, J.C., Hurlburt, H.E. 1990. Characteristics of circulation in an Indonesian Archipelagostrait from hydrography, current measurements and modeling results.Physical Oceanaography of Sea Strait,318, p. 3-23. Pujiana Kandaga.2005. Dinamika Gelombang Internal Di Selat Lombok.Bandung: ITB Central LibraryÂ’s CD Collection. PujianaKandaga, Gordon, Sprintall, Susanto. 2009. Intraseasonal variability in the Makassar Strait thermocline. Journal of Marine Research, 67, 757 –777. Rachmayani Rima.2008. Dinamika Penjalaran Gelombang Internal di Selat Lombok. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 13 1: 1 – 12, ISSN 0853 – 7291. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Saidah, 2006.Gelombang Soliter Internal pada Aliran Tunak. Bogor: Departemen Matematika IPB. Schiller, A.2004.E ffects of explicit tidal forcing in an OGCM on thewater-mass structure and circulation in the Indonesian throughflow region.Ocean Modeling, 6, p.31 –49. Vallis Geoffrey. 2006. Atmospheric And Oceanic Fluid Dynamics. New York: Cambridge University Press. Visser, W.P. 2004.On the generation of internal waves in Lombok Strait through Kelvin-Helmholtz instability. The Netherlands: Department of Applied Mathematics, University of Twente. WajsowiczRoxana C, GordonArnold L, Field Amy, Susanto R.D. 2003. Estimating transport in Makassar Strait.Deep-Sea Research II 50:2163 – 2181. LAMPIRAN Lampiran 1 Penurunan persamaan 2.17 Dengan asumsi fluida tak termampatkan diperoleh: �� �� = 0 atau �� �� = � � + � + � = 0 atau � , � − � + � , � − + � , � − = 0 atau � � + � − = 0 atau � � + � � − � = 0 atau � � + � � − � = 0. Lampiran 2 Penurunan persamaan 2.18 Berdasarkan asumsi fluida tak termampatkan, diperoleh �� �� = 0 atau � � = � � + � + � = 0 atau − −ℎ � + − −ℎ + − −ℎ = 0 atau + ℎ � + + ℎ + + ℎ = 0 atau w =0 atau � = 0. Lampiran 3 Penurunan persamaan 2.19 Tinjau persamaan dasar fluida berikut: � � + + + � = 0 � � + + + � = 0 atau � � �� = −� � � �� = −� + ��. Misalkan = dan � = 0, � , maka persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk vektor berikut � � �� = −∇� + �� I. 1 atau � �� = � + + = � + + = � + + = � + + = � + − − + + + + = � + − � + 0. + − + � + + + = � + − � + 0. + − + � + + + = � + � � − + + + = � + � � − + , 1 2 2 + 1 2 2 = � + × ∇ × + ∇ 1 2 2 Misalkan partikel fluida diasumsikan tak berotasi ∇ × = 0 , maka terdapat suatu fungsi skalar � , , � yang disebut potensial kecepatan dan memenuhi = ∇� = � , � . Jadi, � �� = � ∇� + ∇ 1 2 � 2 + � 2 I. 2 Selanjutnya, substitusikan persamaan I.2 ke dalam persamaan I.1, maka diperoleh: � ∇� + ∇ 1 2 � 2 + � 2 = − ∇� � + � atau ∇ � � + 1 2 � 2 + � 2 + � � + � = 0. Jika kedua ruas persamaan di atas diintegralkan terhadap koordinat ruang, maka diperoleh: � � + 1 2 � 2 + � 2 + � � + � = � atau � � + 1 2 � 2 + � 2 + � = � − � � atau � � + 1 2 � 2 + � 2 + � = � − � � atau � � + 1 2 � 2 + � 2 + � = ∗ � Jika tekanan udara konstan, maka tekanan dapat diabaikan, sehingga ∗ � = 0. Selanjutnya, diperoleh: � � + 1 2 � 2 + � 2 + � = 0 atau � ∂t + 1 2 ∇� 2 + � � = 0, pada permukaan = � , �. Lampiran 4 Penurunan persamaan 2.26 Dari syarat batas kinematik pada permukaan fluida satu lapisan berikut: � � + � � − � = 0 diperoleh � � = � − � � = − � � + � = � � − � 1 = ∇� . − � 1 2 � 2 + 1 2 � 2 + 1 = ∇� . � 2 � 2 + 1 12 dan � � = � − � � = − � � + � = � � − � 1 = ∇� . − � 1 2 � 2 + 1 2 � 2 + 1 = ∇� . � 2 � 2 + 1 12 Lampiran 5 Penurunan persamaan 3.1a dan 3.1b Tinjau fluida ideal yang tak berotasi irrotational yang diberikan pada persamaan 2.20, 2.21, 2.25, dan 2.26 yang dituliskan kembali sebagai berikut: 2 � 2 + 2 � 2 = 0, untuk 0 ℎ II. 1 2 � 2 + 2 � 2 = 0, untuk − ℎ 0. II. 2 � = 0 pada = ℎ II. 3 � = 0 pada y = − ℎ . II. 4 Misalkan penyelesaian persamaan diferensial di atas dinyatakan oleh � = � , � �� − � II. 5 dengan � , akan ditentukan sebagai berikut. Jika persamaan II.5 disubstitusikan ke dalam persamaan Laplace II.1, maka diperoleh 2 � 2 � �� − � + �� � � �� − � + �� � � �� − � − � 2 � � � �� − � + 2 � 2 � �� − � = 0 atau 2 � 2 + 2 � 2 − � 2 � � �� − � + 2 �� � � �� − � = 0. II. 6 Karena nilai eksponen pada persamaan II.6 tidak nol, maka koefisien kedua suku pada persamaan tersebut harus nol. Jadi, adalah ∂A∂x=0, dan 2 � 2 + 2 � 2 − � 2 � = 0. Karena ∂A∂x=0, maka 2 � 2 − � 2 � = 0 II. 7 Penyelesaian umum dari persamaan II.7 adalah � = � � + �� −� , II. 8 dengan C dan D suatu konstanta. Jadi, potensial kecepatan pada persamaan II.5 berbentuk � = � � + �� −� � �� − � II. 9 Berdasarkan syarat batas II.3 berbentuk � ℎ = 0, diperoleh � � �ℎ − ��� −�ℎ � �� − � = 0. II. 10 Karena nilai � �� − � pada persamaan II.10 tidak nol, maka � = � 2 �ℎ II. 11 Dengan demikian persamaan II.9 menjadi � = � � + � 2 �ℎ � −� � �� − � = � �ℎ � � −ℎ + � −� −ℎ � �� − � = 2 � �ℎ 1 2 � � −ℎ + � −� −ℎ � �� − � = 2 � �ℎ cosh � − ℎ � � � − � . II. 12 Misalkan, 2 � �ℎ = � , maka persamaan II.12 dapat ditulis menjadi � , , � = � cosh � − ℎ � � � − � . Berikut ini akan ditentukan � yang memenuhi persamaan II.2 dengan syarat batas II.4. misalkan penyelesaian persamaannya dinyatakan dalam bentuk � = , � �� − � II. 13 dengan , akan ditentukan sebagai berikut. Jika persamaan II.13 disubstitusikan ke dalam persamaan Laplace II.2, maka diperoleh 2 2 � �� − � + �� � �� − � + �� � �� − � − � 2 � �� − � + 2 2 � �� − � = 0 atau 2 2 + 2 2 − � 2 � �� − � + 2 �� � �� − � = 0. II. 14 Karena nilai eksponen pada persamaan II.14 tidak nol, maka koefisien kedua suku pada persamaan tersebut harus nol. Jadi, adalah ∂B∂x=0, dan 2 2 + 2 2 − � 2 = 0. Karena ∂B∂x=0, maka 2 2 − � 2 = 0 II. 15 Penyelesaian umum dari persamaan II.15 adalah = � � + �� −� , II. 16 dengan C dan D suatu konstanta. Jadi, potensial kecepatan pada persamaan II.13 berbentuk � = � � + �� −� � �� − � II. 17 Berdasarkan syarat batas II.4: � −ℎ = 0, diperoleh: � � −�ℎ − ��� �ℎ � �� − � = 0 II. 18 Nilai � �� − � pada persamaan II.18 tidak nol, sehingga: � = � −2�ℎ II. 19 Dengan demikian persamaan II.17 menjadi � = � � + � −2�ℎ � −� � �� − � = � −�ℎ � � +ℎ + � −� +ℎ � �� − � = 2 � −�ℎ 1 2 � � +ℎ + � −� +ℎ � �� − � = 2 � −�ℎ cosh � + ℎ � � � − � II. 20 Misalkan, 2 � −�ℎ = � , maka persamaan II.20 dapat ditulis menjadi: � , , � = � cosh � + ℎ � � � − � ABSTRACT HADI HERMANSYAH. The Mathematical Approach on the Generation of Internal Waves in Makassar Strait. Under supervision of JAHARUDDIN and SISWANDI. In Makassar strait, which is located between the islands of Kalimantan and Sulawesi, the fascinating phenomena of internal waves can be observed. Internal waves are gravity waves that oscillate within, rather than on the surface of, a fluid medium. Internal waves occur in the interior of water in seas, which exist due to a di fference in density of the lower and upper layer of the fluid. Typical characteristics of internal waves are their large wavelength and amplitude. This research aims to derive a dispersion relation based on the basic equations of two- layers fluid, to determine the internal waves in the Makassar Strait, and to create a simulation of generation of the internal waves using the software Mathematica. The results show that the generation mechanism of these internal waves can be formulated based on the Kelvin-Helmholtz dispersion relation for a two-layers fluid. This dispersion relation can also be used as classification criteria of instability of internal waves. Emphasis is given to the types of instability, i.e. temporal and spatial instability. Temporal stability occurs if current velocity in the upper part of fluid is less than its critical velocity. For the spatial instability, internal waves in Makassar strait can be approximated for both layers as deep water waves. The spatially stable region is reached when the frequency of the lower part of fluid is smaller than the critical frequency, or when the frequency of the upper part of fluid is larger than the critical frequency. Keywords: Makassar strait, generation of internal waves, instability.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selat Makassar merupakan selat yang terletak di antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Selat ini juga menghubungkan Laut Sulawesi di bagian utara dengan Laut Jawa yang ada di bagian selatan. Selat Makassar termasuk kategori laut dalam dan merupakan salah satu alur laut kepulauan Indonesia. Terdapat fenomena menarik di selat tersebut yang perlu diamati, yaitu munculnya gelombang internal. Gelombang internal adalah gelombang yang terjadi di bawah permukaan laut sehingga tidak teramati secara kasat mata. Keberadaan gelombang internal ini diakibatkan oleh rapat massa air laut yang tidak konstan. Perbedaan rapat massa ini diakibatkan oleh perbedaan suhu dan kadar garam pada setiap lapisan. Salah satu contoh gelombang internal adalah gelombang permukaan air yang merupakan gelombang pada batas antara dua fluida dengan rapat massa yang berbeda, yaitu air dan udara. Gelombang internal merupakan gelombang pada batas antara dua lapisan air dengan rapat massa berbeda. Gelombang internal terbentuk akibat adanya pertemuan antara lapisan- lapisan air laut yang memiliki kerapatan yang berbeda dengan gaya pembangkit yang dapat berasal dari angin, pasang surut atau bahkan gerakan kapal laut. Kerapatan air laut dipengaruhi oleh tiga parameter yaitu kadar garam, suhu, dan tekanan. Perbedaan kerapatan akan mengakibatkan air laut menjadi berlapis-lapis di mana air dengan kerapatan yang lebih besar akan berada di bawah lapisan air dengan kerapatan yang lebih kecil. Kondisi seperti ini menyebabkan adanya batas kedua lapisan fluida interface di mana jika terjadi gangguan dari luar oleh gaya pembangkit yang ada, maka timbul gelombang antarlapisan yang tidak memengaruhi gelombang di permukaan. Gelombang internal hanya dapat dideteksi dengan cara melakukan pengamatan atau pengukuran langsung pada pycnocline lapisan di mana kerapatan air laut berubah secara cepat terhadap ketebalan atau thermocline lapisan di mana suhu air laut berubah secara cepat terhadap ketebalan dengan menggunakan sensor-sensor pengukuran suhu dan kadar garam air laut, serta kecepatan arus. Secara visual, gelombang internal baru bisa dilihat jika dilakukan percobaan di laboratorium atau mengamatinya dari udara atau ruang angkasa dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh remote sensing. Secara umum, gelombang internal dibangkitkan oleh interaksi dari arus pasang surut sebagai gaya pembangkit, lapisan fluida, dan topografi dasar dari fluida. Pujiana 2005 menjelaskan bahwa gelombang internal di Selat Lombok terbangkitkan pada setiap sisi sill palung, dan selanjutnya bergerak menjauhi palung. Sisi selatan palung yang curam menyebabkan amplitudo gelombang internal di sisi tersebut lebih besar dibandingkan dengan amplitudo pada sisi utara palung yang landai. Kajian tentang gelombang internal telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya oleh Pujiana 2005, yang mengkaji dinamika gelombang internal di Selat Lombok. Dalam penelitian tersebut mekanisme pembangkitan gelombang internal di Selat Lombok dikaji dengan menggunakan model dalam tiga dimensi yang melibatkan pendekatan hidrostatis dan Boussinesq pada persamaan dasarnya. Selain itu, Jaharuddin 2006 mengkaji gelombang soliter internal di Selat Lombok. Dalam penelitian ini kajian matematik gelombang internal dilakukan dengan menurunkan persamaan gerak gelombang internal menggunakan pendekatan metode asimtotik. Penelitian gelombang internal di Selat Lombok juga dilakukan oleh Rachmayani, dkk 2008, yang mengkaji dinamika penjalaran gelombang internal di Selat Lombok. Dalam penelitian tersebut memperlihatkan keberadaan gelombang soliter di bagian utara dan selatan Selat Lombok. Masalah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah bagaimana pembangkitan gelombang internal di Selat Makassar. Selat Makassar memiliki peran penting sebagai jalur utama arus lintas Indonesia Arlindo yang membawa massa air hangat dari Samudera Pasifik menuju Lautan Hindia Gordon, et al., 2003; Wajsowicz, et al., 2003. Faktor penting untuk menggambarkan karakteristik atau sifat-sifat massa air adalah suhu, kadar garam dan kerapatan. Kerapatan merupakan komponen utama dalam mengenali massa air pada suatu perairan. Hanya pada masa peralihan musim di bulan AprilMei dan