Kemajemukan dan Kerukunan

K A L A M

Kemajemukan dan Kerukunan
M MUCHLAS ABROR

fsp

litm
erg
er.
co
m)

merasa nyaman, tenteram, dan aman. Tidak demikian halnya,
kerukunan yang dibangun bukan di atas kejujuran. Jangankan
dilanda badai, baru terkena tiupan angin yang sumilir saja sudah
cukup menjadikannya goyah dan roboh. Sehingga
penghuninya menderita.
2. Kasih sayang. Semua agama mendidikkan kasih sayang
kepada para pemeluknya dan sesama. Beda agama tidak boleh
menjadi penyebab untuk meninggalkan sikap kasih sayang dan

menggantinya dengan kekerasan. Kasih sayang menimbulkan
rasa kedekatan, ketenangan, dan ketenteraman. Sebaliknya,
kekerasan mengakibatkan perpecahan, kerugian, kesusahan,
kesengsaraan, dan terganggunya komunikasi hubungan bahkan
bisa menjadi terputus sama sekali.
3. Bersangka baik. Menyadari kenyataan bahwa kita hidup
dalam kemajemukan dan mendambakan kelestarian kerukunan.
Meskipun berbeda agama antara satu dengan lainnya, kita
harus bersangka baik atau husnudzan. Bukan sebaliknya, saling
bersangka buruk atau suudzan. Dengan bersangka baik yang
dilandasi kejujuran dan keterbukaan, maka ketika menghadapi
persoalan kita akan mudah mengurai dan memecahkannya.
Sebab, semua berkecenderungan mempermudah dan
memperingan, bukan mempersulit dan memperberat persoalan.
sehingga cepat dicarikan solusinya.
4. Dialog konstruktif. Dialog konstruktif i adalah pertukaran
pikiran dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih dari
kalangan para pemuka internal umat beragama dan atau antar
umat beragama untuk saling memahami ajaran agama dan aliran
paham masing-masing di samping untuk memecahkan masalah

yang dihadapi bersama. Dialog konstruktif sama sekali bukan
bertujuan untuk melebur, melenyapkan, dan menegasikan pihak
lain. Dalam dialog konstruktif ini bukan bermaksud untuk saling
mencela dan melukai perasaan mitra dialog.
5. Bekerjasama. Dalam kemajemukan diakui adanya perbedaan.
Perbedaan agama dan aliran paham agama antara satu sama
lain dihadapi dan ditanggapi secara wajar. Tidak secara
emosional. Meski berbeda keyakinan dan pendapat, tetapi tetap
dapat menjaga diri. Sebab, tiap agama menuntunkan kerukunan
kepada umatnya masing-masing. Seperti Islam menuntunkan
kepada kita, sebagai umatnya, dalam menjaga hubungan
dengan umat beragama lain, “Lakum dinukum waliyadin” –
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (Al-Kafirun
[109] : 6). Ya, kita dalam kemajemukan ini, memang, setuju
dalam perbedaan Namun, bagaimana pun, baik internal umat
beragama maupun antarumat beragama mutlak harus
bekerjasama dan sama-sama bekerja untuk kebajikan.
Muhammadiyah hendaklah dapat mengambil peran sebagai
motivator, pendorong terwujudnya kerukunan yang hakiki. Sehingga
terbuka secara luas bagi bangsa ini melakukan pembangunan menuju

kemajuan dan perkembangan positif terus-menerus.l

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w
w

w.

pd

M


anusia terdiri dari berbagai macam ras, suku, dan bangsa.
Warna kulit dan bahasa mereka pun beragam. Demikian
pula agama yang mereka peluk berbeda satu sama lain.
Jadi, mereka hidup dalam kemajemukan, keanekaragaman.
Kemajemukan ini selain merupakan kekuasaan Allah, juga
menjadikan kehidupan mereka dinamis. Karena ada kompetisi dari
masing-masing yang ada di dalamnya untuk berbuat yang terbaik.
Apabila tidak ada kemajemukan, maka dalam masyarakat tidak ada
saling dorong. Tidak ada kompetisi untuk mewujudkan kebaikan,
kemajuan, peningkatan, dan pembaharuan.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dalam ras, suku,
dan agama Bangsa ini memiliki semboyan, sebagai konsensus
bersama, “Bhinneka Tunggal Ika”. Semboyan yang bermakna
beranekaragam. Tetapi tetap satu tersebut merupakan salah satu
pilar penting yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia untuk
mempertahankan NKRI. Bangsa Indonesia akan tetap kuat dan jaya,
apabila kita sebagai warganegara senantiasa melaksanakan dan
mengembangkan sikap tasamuh, toleransi, dan saling menghormati.
Dari lubuk hati paling dalam, terus terang, kita melahirkan rasa
prihatin, Karena akhir-akhir ini persatuan dan kesatuan bangsa kita

terasa terganggu. Sungguh terasa ada kurang keserasian hubungan
di kalangan internal umat beragama, ada ketegangan antar umat
beragama, dan keterusikan hubungan umat beragama dengan
Pemerintah. Kita prihatin melihat perilaku dan perbuatan kekerasan
yang dilakukan oleh mereka yang mengaku beragama, perusakan
masjid serta gereja, dan sebagainya. Terhadap semua itu, masyarakat memandang Pemerintah seperti membiarkan, tak cepat melakukan
antisipasi, serta tidak ada ketegasan dalam bersikap dan bertindak.
Hal itu semoga menyadarkan semua pihak untuk segera melakukan
introspeksi, evaluasi, dan menjadikannya sebagai pelajaran
berharga agar kejadian serupa tidak berulang di masa depan.
Kemajemukan, sebagai sebuah kenyataan terutama di
Indonesia, semestinya kita terima dan rasakan sebagai kenikmatan.
Bukan sebaliknya, malah menjadi pintu bagi terbukanya perpecahan
dan perceraiberaian.. Sebagai anugerah dan karunia Allah, maka
kemajemukan harus kita syukuri. Syukur mengandung makna
menggunakan anugerah Allah sesuai tujuan penganugerahannya.
Di antaranya untuk membangun kerukunan. Dalam kemajemukan
dan kerukunan, meskipun berbeda agama, antarumat beragama
hendaklah saling tasamuh, toleransi, menghargai dan menghormati
keyakinan masing-masing, serta hidup berdampingan secara damai.

Untuk terciptanya kerukunan internal umat beragama dan antar
umat beragama, kita perlu melakukan dan atau memiliki sikap
beberapa hal sebagai berikut :
1. Kejujuran. Kita sepakat bahwa kerukunan itu penting.
Kerukunan, ibarat sebuah bangunan, harus didirikan atas
kejujuran. Sehingga menjadi rumah tempat tinggal yang kokoh
kuat. Tetap tegak tegar berdiri, tidak gampang roboh meski
dilanda badai. Semua penghuni yang berada di dalamnya

SUARA MUHAMMADIYAH 06 / 96 | 16 - 31 MARET 2011

43