158
Lampiran 16 Data hasil survey masyarakat Baduy Dalam; Desa Cibeo
1. Jumlah penduduk Kampung Cibeo;
Tahun 2004, 117 kk, jumlah penduduk 507 orang Tahun 2008, 132 kk, jumlah penduduk 573 orang
2. Kondisi iklim
Temperatur Baduy Dalam
Baduy Luar
Siang jam 13. 28-29
o
C 32-31,6
o
C malam jam 24
24
o
C 24
o
C pagi jam 3-4
22
o
C 23,5
o
C Lampiran 17 Grafik kenyamanan termal Olgyay
iii
ABSTRACT
MEISKE WIDYARTI. Evaluation Reconstruction of Eco-village and Eco-
house Concept in Inner Baduy Settlement based on Community Sustainability Assesment. Under BUDI INDRA SETIAWAN, as Chairman of
Advisory Commission, HADI SUSILO ARIFIN, and ARIEF SABDO YUWONO as Members of the Advisory Commision.
Environment quality has been worsening year to year; building’s sector contributes 66 of fossil fuels pollution’s sources. The technique in building
constructions needs to be changed in more environmental friendly manner. Global Eco-village Network GEN has developed tool, which is called Community
Sustainability Assessment CSA. GEN has defined ways that can bring the world to be more sustainable and popularly known as Eco-village and Eco-house.
Indigenous people, such as the Inner Baduy community, from longstanding experience have developed systems as their local wisdoms adapting to its
environment and buildings in a sustainable manner. This study is emphasized the importance of traditional knowledge in terms of providing low input energy
buildings and settlement. The objective of this study are: 1 Evaluation of sustainability of the Inner Baduy community base on Community Sustainability
Assesment., 2 Reconstruction of Inner B
aduy’s site plan and houses, 3 Evaluation of local wisdom concept in housing based on CSA. The study results
are, CSA criteria have reached total number 1196 in level of sustainability; which is 432 on ecological aspect, 348 on social aspect, and 414 on spiritual aspect.
Therefore, the Inner Baduy settlement shows a very good progress towards sustainability. A reconstruction of the Inner Baduy house and settlement has been
drawn by technical drawings with a computer program called SketchUp 8. The technical drawings consist of site plan, plan, section and details drawings. A
distribution profile of ventilation and temperature is simulated using SolidWork 2010 software. Validation on errors between measured
and simulation’s data has been done by root mean square errors and umber of confident reach R
2
= 0,96 means that simulation result is not diferent from measured data. Simulation result
describe that maximum ventilation rate is 0,75 msec and room temperature are evenly distributed throughout the house at maximum rate 34,16
o
C at noon and the minimum relative humidity is 60 . The inside climatic condition is
distributed well inside the house and it has very much impact by outside condition. The stage and porous bamboo houses has a very good ventilation and
suitable for usage in tropical region
Keywords : ecological design, environmental friendly, local wisdom, passive
cooling, traditional settlement.
iv
RINGKASAN
MEISKE WIDYARTI. Kajian dan Rekonstruksi Konsep Eco-village dan
Eco-house pada Permukiman Baduy Dalam berdasarkan Community Sustainability Assessment. Di bawah bimbingan Budi Indra Setiawan, sebagai
Ketua Komisi Pembimbing, Hadi Susilo Arifin dan Arief Sabdo Yuwono sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Cara berinteraksi dengan lingkungan seperti yang dilaksanakan saat ini telah membawa banyak masalah di dunia dan diyakini oleh mayoritas masyarakat
dunia akan menyebabkan kehidupan di bumi ini tidak akan berkelanjutan untuk waktu yang panjang. Masyarakat dunia berpendapat bahwa salah satu pencegahan
dalam meningkatnya pemanasan global adalah kebutuhan akan suatu pemukiman manusia yang berkelanjutan yang disebut eco-village. Menurut definisi Gilman,
eco-village adalah permukiman yang berkarakteristik aktifitas manusia dapat secara aman terintegrasi dengan alam dengan cara yang mendukung pembangunan
kesehatan manusia. Interaksi yang demikian akan membuat bumi beserta isinya berkelanjutan sampai waktu yang tidak terbatas. Eco-village merupakan wilayah
suatu komunitas manusia pada daerah perkotaan atau perdesaan, yang berintegrasi dengan lingkungannya. Global Eco-village Network GEN membuat suatu alat
untuk mengukur taraf keberkelanjutan dari suatu komunitas dalam dimensi ekologis, sosial dan spiritual.disebut Community Sustainability Assessment CSA.
Suku asli Indonesia Indeginous telah berabad-abad lamanya hidup dalam komunitas yang bersahabat dengan alam dengan struktur sosial yang saling
mendukung. Salah satunya adalah masyarakat Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Dalam sejak berabad-abad silam hidup di Desa Kanekes tanpa bantuan dari
manapun. Masyarakat Baduy dikenal dengan kearifan lokalnya yang mengutamakan konservasi alam sehingga pernah mendapatkan penghargaan
Upakarti. Hingga saat ini masyarakat Baduy Dalam masih tetap mempertahankan adat dan budayanya dan belum terpengaruh modernisasi. Pertambahan populasi
masyarakat Baduy antara 2 -3 per tahun. Lahan mereka tetap tidak bertambah sehingga dikuatirkan di masa mendatang daya dukung lahan tidak akan
mencukupi kebutuhan hidup mereka sehingga kelak akan mengakibatkan terjadinya pergeseran adat dan budaya pada masyarakat Baduy Dalam.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan masyarakat yang hidup
pada suatu
wilayah permukiman
yang berkelanjutan
serta mendokumentasikannya agar dapat menjadi pedoman dimasa mendatang. Tujuan
khusus penelitian ini antara lain; 1. Mengkaji tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam berdasarkan CSA, 2. Merekonstruksi tata letak, desain dan struktur
rumah Baduy Dalam, 3. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA.
Untuk menganalisis tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam dipergunakan kuesioner Community Sustainability Analysis dari GEN.
Merekonstruksi tata letak dan desain bangunan dibuat dengan gambar teknik menggunakan program SketchUp. Menganalisis kearifan lokal konsep desain
rumah dari gambar teknik dan analisa pengudaraan dengan program SolidWork.
v
Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari kuesioner CSA, maka dalam aspek ekologis diperoleh nilai 432, aspek sosial 348 dan aspek spiritual
414. Pencapaian total nilai setiap aspek adalah 1196 yang menunjukkan bahwa masyarakat Baduy Dalam dan wilayah Desa Kanekes menunjukkan progress yang
sangat baik dalam keberlanjutan dan sudah sesuai dengan konsep eco-village dari Global Eco-village Network. Kearifan lokal dan aturan adat Baduy Dalam dalam
yang mengutamakan konservasi dalam penggunaan lahan serta aturan-aturan yang lengkap merupakan faktor utama dalam keberlanjutan masyarakat Baduy. Hasil
rekonstruksi berupa gambar teknik antara lain gambar piktorial denah, tampak, struktur beserta detail elemen-elemen konstruksi. Selanjutnya dibuat miniatur
bangunan dengan ukuran 1: 10. Kondisi iklim mikro rumah dianalisis dengan teknik simulasi. Hal ini dilakukan karena pada kampung Baduy Dalam tidak
diperkenankan untuk mengambil data dengan menggunakan alat modern. Sebelum melakukan simulasi dilakukan validasi data hasil pengukuran suhu dengan hasil
simulasi pada miniatur bangunan untuk mengetahui besar eror dari hasil simulasi. Hasil validasi menggunakan root mean square error diperoleh rata-rata nilai R
2
= 0,96 yang berarti nilai hasil simulasi tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran
sehingga teknik simulasi dapat dipergunakan untuk mengetahui kondisi iklim mikro rumah Baduy Dalam.
Hasil simulasi menunjukkan suhu terendah terjadi pada jam 5.00 sebesar 22
o
C. Suhu terpanas pada jam 12 mencapai 34,16
o
C pada ruang Sosoro Timur dengan kelembaban relatif 63 dan aliran udara 0,54 mdetik. Rumah Baduy
Dalam mendapat aliran ventilasi yang baik sepanjang hari akibat rumah berbentuk panggung yang ditutup dengan lantai dan dinding yang bercelah.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global akibat efek rumah kaca terjadi mengakibatkan bencana alam diseluruh dunia. Cara berinteraksi dengan lingkungan seperti yang
dilaksanakan saat ini diyakini oleh mayoritas masyarakat dunia akan menyebabkan kehidupan di bumi ini tidak akan berkelanjutan untuk waktu yang
panjang. Untuk mencegah semakin buruknya kondisi ini maka praktek interaksi dengan alam seperti yang dilaksanakan saat ini harus dirubah. Masyarakat dunia
menganggap hal tersebut saat ini kondisinya sudah sangat serius dan hal ini dibuktikan dengan diadakannya beberapa konferensi tentang masalah pemanasan
global salah satunya di Bali pada bulan Desember tahun 2007. Menurut Papulous 2007, tidak ada suatu strategi teknispun memungkinkan untuk mengurangi
penggunaan sumber daya alam yang sedemikian besar sementara gaya konsumerisme dari masyarakat dan kapitalis berlangsung terus. Harus dimulai
suatu penyederhanaan hidup Simpler Way yaitu suatu cara yang lebih baik di mana kita hidup sangat ekonomis dan efisien dan dapat mandiri dalam ekonomi
yang berlimpah. Masyarakat di dunia ini berpendapat bahwa salah satu pencegahan dalam meningkatnya pemanasan global ini adalah kebutuhan akan
suatu model yang positif dalam pemukiman manusia yang berkelanjutan yang disebut eco-village. Gilman 1991, dalam bukunya berjudul Eco-villages and
Sustainable Communities mendefinisikan bahwa suatu eco-village adalah permukiman yang berskala manusia, permukiman berkarakteristik aktifitas
manusia secara aman terintegrasi dengan alam sehingga dan bumi beserta isinya dapat dengan sukses berkelanjutan sampai waktu yang tidak terbatas. Eco-village
yang terdapat di dunia ini hanya sedikit saja yang dapat memenuhi definisi Gilman 1991 secara lengkap.
Semenjak tahap awal jaringan eco-village telah memikirkan untuk menetapkan suatu kriteria untuk kesesuaian suatu komunitas dan menetapkan jalur
pencapaian minimum komunitas dalam prinsip pembangunannya dalam dimensi ekologis, sosial dan spiritual agar komunitas dapat mengidentifikasikan dirinya
sebagai suatu eco-village. Global Eco-village Network GEN menciptakan suatu
2
alat sebagai pendekatan untuk mengukur taraf keberkelanjutan dari suatu komunitas disebut Community Sustainability Assessment CSA. CSA menjadi
alat pengaudit keberlanjutan masyarakat yang dapat dipergunakan untuk mengukur, mengidentifikasi dan memberikan langkah yang dapat dilakukan.
Desain bangunan saat ini sudah banyak kehilangan sentuhan dan pengetahuan khusus tentang suatu tempat, angin, air dan kehidupan alam.
Kecenderungan saat ini adalah dalam mengatasi masalah lingkungan pada umumnya diambil keputusan untuk penggunaan alat yang banyak mengkonsumsi
energi dan menghasilkan polusi. Untuk membangun komunitas yang berkelanjutan manusia harus secara aktif bertanggung jawab terhadap dampak
lingkungan dari desain yang dibuat eco-house. Telah berabad - abad lamanya manusia hidup dalam komunitas yang dekat
dengan alam dengan struktur sosial yang saling mendukung. Banyak dari komunitas ini yang kita sebut ―eco-villages‖, masih ada saat ini dan mereka
berjuang untuk tetap hidup termasuk di Indonesia. Saat ini eco-village kembali digalakkan agar manusia dapat hidup dalam komunitas yang selaras dengan alam
untuk menjamin keberadaan seluruh mahluk hidup hingga masa yang tak terbatas. Kondisi eco-village dan eco-house yang ada di Indonesia perlu digali kebaikan -
kebaikannya dan kesesuaiannya dengan definisi Gilman 1991, salah satumya adalah permukiman masyarakat Baduy. Masyarakat Baduy merupakan suku asli
Indonesia Indeginous yang sejak berabad-abad silam hidup di Desa Kanekes tanpa bantuan dari manapun survive. Masyarakat Baduy dikenal dengan kearifan
lokalnya yang mengutamakan konservasi dengan gaya hidup terintergrasi dengan alam sehingga pernah mendapatkan Upakarti. Hingga saat ini sebagian
masyarakat Baduy masih tetap mempertahankan adat dan budayanya dan belum terpengaruh modernisasi. Mata pencaharian utama suku Baduy adalah berladang
ngahuma. Pertambahan populasi masyarakat Baduy Dalam antara 2 -3 per tahun sedangkan lahan mereka tetap tidak bertambah. Dikuatirkan di masa
mendatang daya dukung lahan tidak akan mencukupi kebutuhan hidup mereka. Indonesia membutuhkan model suatu wilayah permukiman dan bangunan
yang berkelanjutan. Kekayaan budaya milik bangsa Indonesia juga harus terdokumentasikan dengan baik sehingga tidak punah di masa mendatang. Oleh
3
karena itu perlu dilakukan studi tentang kesesuaian permukiman dan rumah masyarakat Baduy Dalam dengan konsep eco-village dan eco-house dari GEN.
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengkaji tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam berdasarkan CSA 2. Merekonstruksi tata letak, desain dan struktur rumah Baduy Dalam
3. Menganalisis kearifan lokal konsep desain rumah Baduy Dalam berdasarkan CSA.
Hipotesis
Tiga hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Permukiman masyarakat Baduy Dalam sudah sesuai dengan konsep eco-
village dari Global Eco-village Network. 2. Permukiman dan rumah masyarakat Baduy Dalam dapat dijadikan model eco-
village dan eco-house yang ada di Indonesia. 3. Konsep desain rumah Baduy Dalam sesuai untuk rumah di daerah beriklim
tropis
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk : 1. Mendapat informasi tentang tingkat keberlanjutan masyarakat Baduy Dalam
berdasarkan konsep eco-village dari GEN. 2. Mendapatkan faktor- faktor yang mendasari driven factor keberlanjutan
3. Mendapatkan dokumentasi konsep eco-house didalam suatu eco-village di Indonesia yang sesuai dengan konsep GEN.
Kebaruan Penelitian Novelty
Penelitian tentang eco-village dan eco-house secara menyeluruh belum banyak dilakukan di Indonesia terutama pada permukiman masyarakat Baduy
Dalam. Dengan dilakukannya penelitian ini akan diketahui tingkat keberlanjutan
4
masyarakat Baduy Dalam dalam aspek ekologis, sosial dan spiritual. Selain itu akan diketahui kearifan lokal konsep permukiman tradisional masyarakat Baduy
Dalam dan kesesuaiannya dengan konsep desain ekologis eco-house dari GEN. Hasil dari penelitian ini akan membuat terdokumentasikannya kearifan lokal
dalam tata letak permukiman dan rumah masyarakat Baduy Dalam. Konsep kearifan lokal Baduy Dalam penting untuk diketahui karena merupakan suatu aset
kekayaan milik bangsa Indonesia yang sangat berharga.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy hidup di pengunungan Kendengan, Banten Selatan. Masyarakat Baduy bukan masyarakat terasing tetapi mereka adalah masyarakat
yang sengaja mengasingkan diri. Masyarakat Baduy tidak terisolir dalam berkomunikasi tetapi mereka dengan sengaja mengasingkan diri dari masyarakat
lain disekitarnya. Mereka dengan sengaja menjadikan daerahnya sebagai tempat suci dan keramat. Menurut Suhada 2002, sejak sekitar abad XVI mereka tetap
bertahan seperti yang dapat kita saksikan saat ini. Sandang, pangan dan papan mereka upayakan sendiri, hutan dan alam sekitarnya merupakan sumber hidup dan
kehidupan mereka. Mereka dijaga oleh sebuah sistem adat yang amat kuat dan merupakan sistem norma batasan pola hidup mereka. Dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari- hari mereka belum pernah mengharapkan bantuan dari luar karena mereka mampu untuk mandiri. Pleyte diacu dalam Garna,1987
menduga nenek moyang mereka berasal dari daerah Bogor atau Pajajaran dengan bukti adanya tempat yang disebut Arca Domas didekat Cikopo Tengah dikaki
gunung Pangrango. Pendapat Jacobs dan Meijer diacu dalam Garna, 1987; orang Baduy berasal dari Banten Utara yang melarikan diri dari pengaruh Islam pada
masa pemerintahan Maulana Hasanuddin 1552-1570. Adapun menurut kepercayaan orang Baduy sendiri adalah Kanekes merupakan pusat dunia, tempat
awal terciptanya dunia. Orang Baduy bersama Nabi Adam adalah manusia pertama yang lahir ke dunia sebagai Ambu Luhur yang tinggal di Nagara Suci
atau Buana Nyungcung, Tuhan merekalah yang menciptakan alam dunia ini. Setelah jadi mengutus Batara yang bertugas mengurus dunia ciptaanya. Pada
awalnya manusia bertempat tinggal di Cikeusik, kemudian Cikartawana dan akhirnya di Cibeo. Ketiga tempat pusat dunia itu dititipkan pada para Puun
sebagai pimpinan tertinggi orang Baduy yang dianggap keturunan Batara. Desa Kanekes juga adalah tanah suci kancana yang mengandung banyak kekayaan.
Maka orang yang tinggal di dalamnya harus menjaga kesucian itu dengan mematuh larangan buyut. Hidup tidak boleh sombong dan berlebihan. Ada
amanat leluhur karuhun yang telah menjadi ketentuan mutlak pikukuh yang
6
harus dipegang teguh oleh setiap insan Kanekes. Sebagai tanah suci, bumi Kanekes tidak boleh dibolak balik. Orang Baduy membatasi teknologi dalam
upaya menjaga keutuhan alam dan lingkungan Kanekes. Orang Tangtu adalah yang paling ketat menjaga amanat leluhur dengan sikap dan tindakan yang teu
wasa yaitu sikap tak berdaya melanggar pantangan adat atau buyut. Ini adalah salah satu ajaran dari Sunda Wiwitan yang merupakan agama orang Baduy.
Kondisi Geografis
Kanekes merupakan nama desa yang keseluruhannya dihuni oleh masyarakat Baduy. Desa tersebut termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di pengunungan
Kendeng- Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah Barat ibukota Jakarta. Sekitar 65 km sebelah Selatan ibukota propinsi Banten, sekitar 38 km sebelah
Selatan kota kabupaten Lebak dan 17 km sebelah Selatan kota kecamatan Leuwidamar. Kampung Baduy Tangtu terletak pada kawasan sebelah Selatan
sedangkan panamping tersebar disisi Barat dan Timur kampung Tangtu. Luasnya Desa Kanekes sekitar 5101,85 ha. Tata guna lahan dibagi tiga yaitu lahan usaha
pertanian, hutan tetap, dan permukiman. Lahan usaha pertanian merupakan yang terbesar, yakni mencapai 2585,29 ha Lahan ini yang ditanami hanya 709,04 ha.
Penggunaan lahan terkecil adalah untuk permukiman yaitu 24,5 ha. Hutan tetap sebesar 2492,06 ha yang merupakan hutan lindung yang tidak boleh digarap
Purnomohadi, 1985. Kampung Tangtu terdiri atas kampung Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.
Urutan tersebut menunjukkan keletakan berturut turut dari Utara ke Selatan. Masing masing kampung terletak di dekat sungai Ciparahiang, Cikatawana dan
Ciujung. Batas Desa Kanekes :
1. Di sebelah Barat, berbatasan dengan desa Parakan Beusi; desa Kebon Cau dan desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik
2. Di sebelah Utara berbatasan dengan desa Bojong Menteng; desa Cisimeut dan desa Nayagati Kecamatan Leuwidamar.
7
3. Di sebelah Timur berbatas dengan desa Karangcombong dan desa Cilebang kecamatan Muncang
4. Di sebelah Selatan, desa ini berbatasan dengan desa Cikateu Kecamatan Cijaku kabupaten Lebak.
Di kawasan Baduy terdapat banyak sungai yang kebanyakan berakhir di sungai Ciujung. Di antaranya adalah sungai Cimangseuri; Ciparahiang;
Cibeueung; Cibarani serta beberapa anak sungai lainya. Daerah ini juga memiliki beberapa gunung dan banyak perbukitan yang keseluruhannya merupakan bagian
dari pegunungan Kendeng yang membentang sampai keujung Timur pulau Jawa, dengan ketinggian mencapai 1200 meter dari permukaan air laut. Di hulu sungai
Ciujung disebut Leuweung Kolot hutan larangan, di mana di sana terletak Panembahan Arca Domas yang juga disebut Sasaka Domas. Daerah ini
merupakan daerah yang dikeramatkan dan menjadi kiblat bagi orang Baduy. Permukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan dan berada pada
ketinggian di atas 250 meter di atas permukaan air laut. Terletak di sekitar pegunungan Kendeng dan merupakan kawasan yang kaya akan sumber air yang
masih bebas dari polusi. Secara geografis, lokasi masyarakat Baduy ini terletak pada 6
o
27’27‖ – 6
o
30’ Lintang Selatan dan 108
o
3’ 9‖ – 106
o
4’55‖ Bujur Timur Bakosurtanal, 2005. Keadaan suhu udara berkisar antara 23
o
sampai 28
o
Celcius. Keadaan tanah pada umumnya selalu lembab, berlumut dan basah. Topografi wilayah Baduy pada umumnya berbukit dengan kemiringan lereng rata
rata 49,1, kemiringan lereng paling datar sebesar 0, dan yang paling curam
55 Purnomohadi, 1986. Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Baduy bagaikan dalam sebuah negara tersendiri yang tatanan hidupnya diatur oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang
berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan, berada ditangan pimpinan tertinggi yaitu Puun. Puun adalah pucuk pimpinan masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam
maupun Baduy Luar, sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya beliau dibantu oleh beberapa tokoh
adat lainnya. Puun, sebagai penguasa agama dan pemuka yang paling suci, harus
8
ditaati segala perintah dan perkataannya. Pikukuh, adalah ketentuan mutlak dari aspek kehidupan yang harus ditaati orang Baduy. Pikukuh yang berlaku antara
lain; dilarang mengubah jalan air, membuat kolam dan irigasi, mengubah bentuk tanah, menggali, meratakan tanah, masuk hutan larangan, menebang pohon atau
mengambil hasil hutan larangan, menggunakan alat alat pertanian, mengubah jadwal tanam, menebang sembarang jenis tanaman, memelihara binatang berkaki
empat, menggunakan zat kimia, menggunakan bahan bakar minyak, membuat sumur, membuang sampah dan menuba ikan, mandi dan gosok gigi dengan bahan
kimia di sungai. Panutan tersebut merupakan penjabaran dari pandangan hidup tata ajaran Sunda Wiwitan. Rukun agama Sunda Wiwitan adalah syahadat, puasa
dan tapa di bulan kawalu, ngalaksa, seba, ngukus, ziarah ke Sasaka Domas. Pola prilaku masyarakat Baduy tidak bervariasi, lebih bertumpu pada sistem adat yang
sudah berabad-abad mengakar dan mendarah daging pada setiap individu. Pandangan hidup masyarakat Baduy mengandung azas kekeluargaan dan gotong-
royong serta saling melindungi. Tugas hidup mereka di antaranya adalah untuk menghayati dan mengamalkan titipan Adam Tunggal yang maha kuasa melalui
upaya menjaga kelestarian lingkungan alamnya. Masyarakat Baduy terbagi mendjadi tiga bagian, yaitu Tangtu, Panamping dan Dangka. Tangtu dan
Panamping berada pada wilayah Desa Kanekes, sedangkan Dangka terdapat di luar Desa Kanekes. Pembagian ini berdasarkan kesuciannya dan ketaatannya
kepada adat, Tangtu Baduy Dalam lebih tinggi dibanding Panamping Baduy Luar dan Panamping lebih tinggi daripada Dangka.
Baduy Dalam Tangtu. Masyarakat Baduy Dalam menurut Suhada
2002, bertugas untuk bertapa, dan memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan territorial kampung masyarakat Baduy Dalam tinggal di dalam tiga kampung
yaitu: 1. Kampung Cikeusik, 2. Kampung Cibeo, dan 3. Kampung Cikartawana. Kampung Cikeusik disebut Tangtu Pada Ageng, Kampung Cibeo disebut Tangtu
Parahiang dan Kampung Cikartawana disebut Tangtu Kadu Kujang. Ketiganya disebut sebagai Tangtu Tilu. Setiap kampung Baduy Dalam dipimpin oleh seorang
Puun disebut Tri Tunggal. Ketiganya mempunyai tugas dan fungsi masing masing untuk keseluruhan masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar.
Pola dan perilaku anggota kelompok juga tidak terdapat perbedaan signifikan.
9
Semuanya terikat oleh batin yang padu sebagaimana tersirat namun tak tersurat dalam prinsip hidup mereka yakni menghayati dan mengamalkan titipan dari
Adam Tunggal. Pakaian orang Tangtu adalah destar putih hasil tenunan sendiri
Baduy Luar panamping. Menurut Suhada 2002 Baduy Luar ditugaskan
oleh adat untuk menjaga orang yang sedang bertapa Baduy Dalam sekaligus membantu meneguhkan adat. Tugas hidup tersebut membawa pengaruh terhadap
berbagai aspek kehidupannya, terutama dalam masalah pola prilaku serta sistem sosial yang ada. Panamping adalah masyarakat yang tinggal diluar wilayah tanah
suci mereka disebut urang kaluaran atau Baduy Luar. Meskipun begitu Tangtu dan Panamping tetap dalam satu kesatuan ekonomi, sosial, politik, religi dan
sistem nilai.Pakaian Panamping warna hitam atau biru tua dan membeli sebagian pakaiannya dari penjahit yang tinggal diluar Kanekes. Masyarakat Baduy Luar
sedikit lebih terbuka bila dibandingkan dengan sistem sosial masyarakat Baduy Dalam. Mereka dituntut untuk berhadapan langsung dengan faktor faktor yang
setiap saat dapat mempengaruhi dan merongrong sistem yang ada. Faktor faktor tersebut antara lain semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang setiap saat memberikan dampak bagi setiap komunitas manusia. Begitu juga dengan permasalahan yang berkenaan dengan upaya baik yang
dilakukan oleh pemerintah atau pihak lain.
Orang Dangka. Orang Dangka adalah orang Baduy yang tinggal di daerah
luar wilayah Baduy. Mereka tinggal di perkampungan diluar Desa Kanekes. Orang Dangka berfungsi sebagai benteng untuk menahan penetrasi kebudayaan
luar. Dangka mempunyai arti kotor atau rangka. Orang Dangka adalah orang Baduy yang melanggar aturan pikukuh atau orang yang sudah tidak mau
melaksanakan adat Baduy sehingga mereka tidak diperbolehkan tinggal di Desa Kanekes baik sementara ataupun untuk selamanya.
Organisasi Sosial
Dalam masyarakat Baduy dikenal dua sistem pemerintahan yaitu sistem nasional dan sistem tradisional adat. Dalam sistem nasional masyarakat Baduy
termasuk dalam wilayah Desa Kanekes yang terdiri dari beberapa kampung Tangtu, kampung Panamping dan kampung Dangka. Desa Kanekes dipimpin oleh
10
Jaro Pamarentah. Jaro Pamarentah berada dibawah Camat, kecuali untuk urusan adat harus tunduk kepada kepala pemerintahan tradisional adat yang disebut Puun.
Kepala Desa Kanekes bertugas untuk menerima tamu dari luar atau wisatawan dan hubungan dengan pemerintahan untuk pengangkatannya berdasarkan
persetujuan para Puun dan di SK kan oleh Camat setempat baru kemudian diajukan kepada Bupati. Secara tradisonal, pemerintahan adat masyarakat Baduy
disebut Kapuunan dan Puun menjadi pimpinan tertinggi. Puun diwilayah Baduy ada tiga orang masing masing Puun Cikeusik, Puun Cibeo dan Puun Cikartawan.
Puun tersebut merupakan Tri Tunggal karena secara bersama sama memegang pemerintahan tradisional. Ketiga Puun mempunyai wewenang tugas berlainan.
Kapuunan Cikeusik mempunyai tugas yang menyangkut urusan keagamaan dan pengadilan adat dan memutuskan hukuman bagi pelanggaran adat dan pelaksanaa
upacara adat. Kapuunan Cibeo mempunyai tugas yang menyangkut pelayanan kepada warga dan tamu kawasan Baduy termasuk administrator tata tertib pelintas
batas dan berhubungan dengan daerah luar. Kapuunan Cikartawana mempunyai tugas yang menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan atau
badan pelaksana langsung di lapangan yang memonitor permasalahan yang berhubungan dengan kawasan Baduy.
Organisasi Desa Kanekes adalah Gambar 1 :
a.
Puun kepala adat dianggap sebagai pimpinan tertinggi, sifatnya turun temurun dan dipilih oleh masyarakat Baduy sendiri dan bila diganti
ditentukan dari keturunannya. Setelah tidak menjabat mantan Puun menjabat sebagai penasehat kokolot. Puun dibantu oleh dua orang yaitu
girang serat untuk urusan dalam dan untuk urusan luar adalah jaro Tangtu.
b.
Girang serat bertugas di bidang kesejahteraan sosial budaya dan penyelenggaraan upacara adat membantu dalam urusan peramalan dan
siasat.
c.
Jaro tangtu sebagai penghubung aspirasi warga Baduy mempertimbangkan kepada Puun tentang putusan hukum adat.
d.
Jaro tujuh sebagai pembantu tugas girang serat pada pelaksanaan upacara adat dan sosial budaya
11
Gambar 1 Struktur organisasi masyarakat Baduy
e.
Jaro dangka bertugas dibidang keagamaan, tradisi adat dan mengawasi masuknya budaya dari luar.
f.
Jaro tanggungan dua belas bertugas dalam bidang keagamaan menjaga dan menindak para pelanggar adat dan pengawasan lingkungan hidup
g.
Baresan sembilan berjumlah sembilan orang merupakan dewan pertimbangan untuk memutuskan segala putusan dalam hal ini sebagai ketua
dan jaro warega sebagai wakil ketua.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama orang Baduy adalah pertanian lahan kering yang berpindah-pindah dalam suatu waktu tertentu. Tidak semua lahan dapat
dipergunakan sebagai ladang atau disebut dengan huma. Hutan tua dan hutan lebat tabu untuk dibuat huma, yang boleh hanya hutan muda, bekas huma dan kebun.
Terdapat tiga jenis huma yaitu huma serang, huma puun dan huma tangtu. Telah berabad-abad orang Baduy menjaga adat leluhur dengan mematuhi
larangan agar tanah titipan Batara agar tetap tak ternoda. Selain buyut, pedoman
12
hidup mereka juga bersandar pada kolenjer alat keramat dari kayu bergambar kotak-kotak yang disilang dan diberi titik-titik. Segala perilaku dan kegiatan
sehari-hari dapat dikaji baik buruknya lewat penafsiran dari titik, kotak dan garis silang yang ada pada kolenjer. Kebutuhan hidup masyarakat Baduy akan sandang
pangan dan papan maupun kesehatan mengandalkan hasil pertanian dan huma yaitu mengawinkan dewi padi dengan bumi sesuai dengan ketentuan karuhun.
Padi hanya boleh ditanam dilahan kering. Di sana tidak terdapat sawah karena letak geografisnya yang merupakan daerah pegunungan dan dilarang mencangkul
tanah. Untuk menjaga kesehatannya mereka biasa meramu akar akaran serta daun daun yang steril dari unsur kimiawi. Padi tidak boleh dijual dan harus disimpan
dengan baik. Untuk keperluan sehari hari mereka terpenuhi oleh kerajinan tangan yang dijajakan pada wisatawan, membuat gula merah yang dijual kekota dan
berburu. Proses berladang yang dilakukan masyarakat Baduy adalah mulai dari awal persiapan ladang dikenal narawas dan nyacar sampai pada ngakut yaitu
mengangkut hasil panen kerumah. Pada penghujung musim kemarau mereka mulai membuka semak belukar dan hutan belantara. tidak termasuk hutan
larangan dengan menebangi pepohonan untuk dijadikan tempat bercocok tanam. Dalam mengolah tanah mereka menggunakan golok atau parang serta tongkat
yang runcingaseuk. Ketika musim penghujan mulai datang, masyarakat Baduy mulai melakukan penanaman benih padi, jagung atau jenis tanaman kacang-
kacangan lainya, dengan cara melubangi lahan dengan aseuk. Sistem kalender dan sebagian upacara keagamaan orang Baduy tidak terlepas dari hubungan
dengan padi dan perladangan. Seperti awal penyiapan lahan juga merupakan awal masuknya tahun baru orang Baduy yaitu bulan kapat.yaitu saat matahari berada di
bumi Utara. Saat itu keadaan tanah sudah dingin sehingga sudah siap untuk kegiatan perladangan. Tidak ada jual beli ataupun sewa menyewa. Lahan dibuka
untuk digarap semampunya. Kepemilikan bukan pada lahan tetapi pada tanamannya, terutama tanaman keras. Hanya tanaman durian dan petai yang
dijual. Tidak memakan binatang mamalia besar hanya ayam dan ikan. Peralatan dan teknologi dibuat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada misalnya
kayu, bambu, pandan, tempurung kelapa, rotan, dan lampu dari minyak picung. Sepintas terlihat sosok orang Baduy hanya memenuhi kebutuhan hidup yang
13
pokok saja, hal ini akibat aturan adat bahwa mereka harus sanggup mengamalkan
dan siap meneguhkan titipan dari Adam Tunggal. Permukiman
Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon pohon besar, yang dekat dengan
sumber mata air semak belukar yang hijau di sekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang itu. Permukiman Baduy mencerminkan
suasana keheningan, kedamaian dan kehidupan yang bersahaja Permana, 2006. Tata Ruang Permukiman.
Perkampungan adalah suatu unit tempat tinggal sekelompok masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu. Permukiman
masyarakat Baduy terdiri dari sejumlah rumah, bangunan balai kampung bale, bangunan tempat menumbuk padi saung lisung, bangunan tempat menyimpan
padi leuit dan lingkungan sekitarnya berupa leuweung lembur. Tata ruang suatu permukiman atau kampung orang Baduy pada dasarnya merupakan semacam
miniatur dari penataan yang lebih besar yaitu dari tata ruang kawasan. Pola yang nyata terlihat adalah adanya daerah terbuka, orientasi dan penataan bangunan dan
jalan masuk keluar. Tata letak kampung pada kawasan lebih banyak di sebelah Barat daripada di daerah Timur. Penataan rumah warga Baduy banyak terdapat
pada sisi Barat alun alun dan hanya beberapa saja yang di sisi sebelah Timur. Di kampung Cibeo pada sisi Timur hanya terdapat enam buah rumah dari 74 buah.
Di Cikartawana 5 buah dari 22 buah yang membentuk satu baris dari Utara ke Selatan. Sementara di Cikeusik terdapat sembilan buah rumah dari 62 buah yang
membentuk dua baris, lima rumah pada baris depan, dan dibelakangnya terdapat empat rumah Permana, 2006. Arah depan dari setiap deret atau baris rumah
selalu saling berhadapan. Oleh karenanya arah depan rumah ada yang berada disisi Utara dan disisi Selatan. Wilayah sebelah Selatan hanya ada rumah Puun
yang merupakan wilayah sakral dan tidak boleh dilewati. Penataan kawasan daerah Selatan ditandai dengan permukiman yang dianggap sakral yakni
permukiman tangtu. Di sebelah Utara alun alun terdapat bangunan yang bersifat profan yakni bale. Bangunan ini merupakan tempat menginap dan menerima
pengunjung. Berbeda dengan bangunan lain orientasi bale adalah Barat -Timur
14
sedangkan rumah lainnya berorientasi Utara-Selatan. Luas ketiga permukiman Tangtu berbeda-beda. Kampung Cibeo memiliki
luas sekitar 100 x 250 meter, Cikeusik berukuran sekitar 100 x 150 meter dan Cikartawana berukuran paling kecil sekitar 70 x 100 meter.
Kepadatan rumah di Cikeusik lebih tinggi, bahkan ada bagian ujung atap antar rumah yang berdekatan dan saling berhimpitan. Di Cibeo walaupun jumlah
rumahnya lebih banyak, tetapi karena lahan permukimannya lebih luas maka jarang sekali ada bagian atap rumah yang saling berhimpit seperti Cikeusik. Di
Cikartawana kepadatan rumah cukup rendah karena jumlah rumah sedikit sedang lahan cukup luas. Kampung kampung Baduy umumnya berada di kaki suatu bukit
atau lereng, terletak sedikit lebih tinggi daripada aliran sungai atau anak sungai yang mengalir, sehingga mudah untuk dipergunakan kegiatan mandi, cuci dan
keperluan lainnya. Selain itu warga kampung sering menggunakan pancuran air yang terbuat dari bambu untuk mandi dan cuci atau untuk memasak. Batas antar
kampung kebanyakan adalah sungai. Fungsi Ruang.
Pada permukiman Baduy terdapat beberapa fungsi ruang maupun bangunan. Perbedaan fungsi ini di terapkan pada penataan kawasan,
penataan permukiman maupun penataan bangunan termasuk rumah. Letak kampung Tangtu pada umumnya serupa. Kampung Tangtu terletak pada lokasi
yang relatif datar, berbatu dekat aliran sungai dan dikelilingi hutan. Letak huma sekitar 0,5
– 2 km dengan ukuran yang juga beda beda 0,75 – 1,5 ha. Di sebelah Timur hanya terdapat huma serang ladang bersama, dan di sebelah Selatan
terdapat huma Puun Sebagaimana penataan bangunan oleh perancang masa kini, pada
permukiman masyarakat Baduy dikenal kawasan dan bangunan yang bersifat pribadi, sosial dan ditambah dengan fungsi sakral.
Bangunan
Teknologi yang dimiliki orang Baduy masih tergolong sederhana, namun sangat menjunjung tinggi kearifan lingkungan. Struktur bangunan adalah sistem
rangka yang terbuat dari kayu berupa balok dan tiang persegi empat. Sementara penutup dinding terbuat dari anyaman bambu bilik, yang dibiarkan pada warna
15
dan karakter aslinya. Detail pengakhiran anyaman bambu untuk penutup dinding adalah bambu yang di belah. Konstruksi bangunan disambung dengan
menggunakan sistem ikatan, tumpuan, pasak, tumpuan berpaut dan sambungan berkait. Selain sistem tersebut di atas maka dilarang untuk digunakan. Bahan
bangunan yang dipergunakan untuk mengikat suatu sambungan adalah bahan rotan dan bambu. Struktur penutup lantai mengunakan bambu disebut palupuh.
Untuk penutup atap digunakan rumbia, yang didukung oleh konstruksi bambu dan
di ikat dengan menggunakan rotan. Permana, 2006. Rumah.
Rumah bagi orang Baduy hanya berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat pada malam hari karena sejak sekitar pulul 5.30 WIB warga
masyarakat Baduy Dalam sudah beranjak menuju lahan huma. Tatkala senja bergerak menyongsong gelapnya malam, secara bertahap mereka pulang. Aktifitas
yang dilakukan masyarakat seragam. Pada siang hari, situasi perkampungan nampak sunyi, kecuali beberapa orang yang secara bergiliran melakukan
penjagaan ronda karena di siang hari semua anggota keluarga berada di huma atau sedang menyadap air nira sebagai bahan baku untuk membuat gula merah.
Rumah orang Baduy lebih banyak difungsikan sebagai tempat beristrirahat pada malam hari, selebihnya mereka berada di luar rumah atau ketika sakit ataupun saat
ada keperluan yang mengharuskan mereka untuk tetap tinggal. Rumah Tangtu berupa rumah panggung sederhana dari bahan kayu ringan
dan bambu. Bangunan rumah berdiri di atas tiang setinggi 40 cm sampai 150 cm yang berjumlah 13, 17, atau 25 buah termasuk tiang golodog. Rumah pada
umumnya berukuran antara 4,5 m dan 9 m. Besar kecil ukuran rumah tergantung pada kemampuan pemilik dan kesediaan lahan.
Rumah Baduy secara vertikal merupakan cerminan pembagian jagad raya. Kaki atau tiang melambangkan dunia bawah dunia kegelapan, neraka, badan
atau dinding dan ruang di dalamnya melambangkan dunia tengah dunia kehidupan alam semesta dan atap melambangkan dunia atas dunia abadi,
kahyangan jika rumah tanpa tiang dianggap sama saja dengan hidup di dunia bawah, atau jika rumah menggunakan atap genting, sama artinya dengan dikubur
hidup-hidup karena genting terbuat dari tanah Permana, 2006.
16
Ruang. Secara horisontal bagian rumah yang terpenting adalah Imah,
kemudian berturut turut Tepas, Sosoro, dan terakhir Golodog. Hirarkhi kepentingan itu ditunjukkan pula dalam proses pendirian sebuah rumah. Semua
bagian konstruksi rumah tiang, lantai, dinding dan atap selalu dimulai dari ruang Imah, kemudian ruang Tepas, Sosoro dan Golodog. Rumah orang Baduy hanya
memiliki dua kemungkinan arah depan. Apabila pintu terletak di sebelah Selatan, maka rumah yang berada di depannya umumnya memiliki pintu di sebelah Utara.
Pintu terdapat di bagian depan selain berfungsi jalan masuk, juga sebagai jalan keluar, karena rumah hanya memiliki satu pintu.
a. Golodog. Bila memasuki rumah Baduy pertama kita akan menaiki taraje, yaitu suatu
tangga bambu yang terdiri dari 2 – 5 injakan dan berdiri di atas 6 – 10 buah
susunan lonjoran bambu bulat diameter 6 cm yang berorientasi Barat-Timur yang disebut Golodog. Golodog berukuran 200 x 75 cm. Di atas Golodog
bersandar ke dinding rumah terdapat beberapa kelek tabung air dari seruas bambu. Air dalam kelek diambil dari pancuran dan digunakan untuk keperluan
memasak dan untuk mencuci kaki yang kotor sebelum masuk ke dalam rumah. Pencucian kaki dilakukan di atas golodog atau di tangga.
b. Sosoro Untuk memasuki rumah Baduy, sebelum memasuki Sosoro, kita akan
melewati sebuah panthok berukuran 180 x 70 cm. Daun pintu dibuat dari rangkaian bilah bambu. Di atas gawang pintu sebelah dalam biasanya terdapat
daun kelapa, katomas atau daun hanjuang, kembang merak kembang sepatu yang diselipkan antara kayu dan dinding. Daun tersebut disebut babay atau palias.
Fungsinya untuk menolak bala agar penghuni terjaga keselamatannya. Janur biasanya juga menunjukkan waktu, karena satu rangkaian daun kelapa dipasang
hanya pada waktu kawalu. Untuk tiga rangkai berarti rumah telah selama dihuni tiga tahun. Setelah melewati pantok langsung memasuki lantai Sosoro yang lebih
tinggi dari lantai Golodok. Lantai pada ruang Sososro terdiri atas jajaran bambu bulat, berorientasi Barat -Timur, beberapa bilah bambu sebagai penjepit atau
penguat susunan palupuh. Ruang Sosoro meliputi sepertiga bagian rumah pada
17
sisi depan depan Imah dan Tepas. Ruang Sosoro berfungsi sebagai tempat menerima tamu, mengerjakan kerajinan, meletakkan barang barang seperti bubu,
menggantungkan pakaian kotor atau basah, meletakkan tikar, meletakkan bakul berisi gabah. Pada dinding Sosoro bagian depan biasanya terdapat beberapa
lubang kecil berukuran 10 x 10 cm untuk melihat ke luar lolongok. Di atas sosoro biasanya terdapat para-para pada ruang yang sejajar dengan Imah. Pada
para- para disimpan tikar, nyiru, bakul, panci, gabah yang tidak muat didalam lumbung.
c. Tepas. Ruang Tepas lebih kecil, tanpa sekat dan lantainya sejajar dengan Sosoro.
Memiliki ketinggian lantai sama tetapi orientasi palupuhnya berbeda. Orientasi palupuh Sosoro Barat-Timur, sedangkan Tepas Utara -Selatan. Ruang Tepas
biasanya untuk menerima tamu, makan dan tidur. Sering terdapat perapian tanpa tungku untuk tempat membakar ubi, pisang, jagung bila ada tamu.
d. Imah. Merupakan pusat atau inti dari rumah. Di ruang ini keluarga memasak,
makan, tidur dan berkumpul. Imah bersifat pribadi dan hanya diperuntukkan bagi anggota keluarga. Orang luar tidak diperkenankan masuk. Di sini disimpan
keperluan untuk sehari-hari termasuk peralatan ladang. Tempat untuk memasak disebut parako yang terletak di pojok ruang, tepat dimuka pintu masuk.
Konstruksi dan arah lantai ruang Imah lebih tinggi sekitar daripada lantai Tepas.
Eco-village
Menurut Capra 2003 eco-village adalah suatu komunitas manusia pada daerah perkotaan atau perdesaan, yang mengutamakan untuk mengintegrasikan
suatu lingkungan sosial yang mendukung dengan gaya hidup yang berdampak rendah terhadap lingkungan. Mereka mengintegrasikan berbagai aspek seperti
desain ekologis, permaculture, bangunan ekologis, produksi hijau, energi alternatif, membangun komunitas setempat dan lain- lain. Dalam Global Eco-
village Network GEN 2000 dikatakan bahwa motivasi eco-village adalah pilihan dan komitmen untuk mengubah disintegrasi antar budaya dan sosial
tertentu dan praktek yang merusak lingkungan hidup di bumi ini. Istilah eco-
18
village mulai diperkenalkan oleh Gilman dan Diane 1991 dalam, suatu seminar di Denmark. Eco-village merupakan solusi dari kebanyakan permasalahan yang
ada di bumi. Eco-village merupakan contoh bagaimana meniadakan degradasi dari masalah lingkungan dengan dimensi sosial, ekologi, dan spiritual untuk menuju
keberlanjutan di abad ke 21. Menurut Gilman 1991, prinsip pembangunan dalam dimensi ekologis dalam eco-village antara lain:
a. Menggunakan tanah secara benarmemadai b. Melakukan efisiensi terhadap sumber daya alam yang terbatas
c. Mengutamakan kesehatan manusia untuk pembangun dan pemilik d. Menggunakan material lokal non toxic untuk menunjang ekonomi lokal
e. Preservasi tumbuhan, hewan, spesies kritis dan habitat alam f. Mengurangi penggunaan energi fosil dan memanen energi alam
g. Membuat struktur ekonomis untuk dibangun dan dioperasikan h. Menerapkan sistem daur ulang pada seluruh produk yang digunakan
Suatu eco-village menyerupai sebuah ekosistem alami, karena keduanya merupakan interaksi timbal balik antara komunitas suatu organisme dengan
lingkungannya. Suatu eco-village terbentuk dalam cara yang sama dengan suatu ekosistem yang merupakan komponen dasar, baik yang hidup maupun tidak,
butuh untuk diperlihara siklusnya agar dapat berkelanjutan untuk waktu yang tak terbatas. Randla 2002 menyatakan bahwa pemikiran mendasar tentang
keberlanjutan adalah pemahaman yang mendalam bahwa seluruh sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak jumlahnya terbatas, oleh
sebab itu aktivitas manusia tidak boleh melebihi kapasitas pendukungan ekosistem dibumi. Dan potensi dari penggantian dari siklus suatu material,
terutama untuk material yang tidak dapat diperbaharui harus dijaga agar selalu dalam tingkatan minimum akan menjaga dari kepunahan. White and Masset
2003, menyinggung tentang semakin besar derajat dari masyarakat untuk dapat mampu berkecukupan dan berdiri sendiri, semakin tinggi tingkat keberlanjutan
dari masyarakat tersebut. Menurut Gallent and Show 2007, untuk menganggulangi kemiskinan perlu pengaturan jumlah penduduk, karena
19
kemiskinan akan cenderung bertambah dengan bertambahnya jumlah dalam keluarga terutama apabila kurangnya pendidikan.
Masyarakat dalam eco-village mendapatkan energi dari sumber non fosil, memproduksi makanan seimbang dengan kebutuhan kalori dari penduduk,
mendapatkan material bangunan dan membelanjakan uangnya di lokal sebanyak mungkin, berinteraksi positif dengan penduduk lokal sekitarnya dan lingkungan
alam dan mendaur ulang air, limbah cair dan produk limbah lainnya selama memungkinkan, sehingga mereka dapat menjadi sumberdaya untuk bagian lain
dari komunitas. Menurut Gilman 1991 definisi Eco-village yang sekarang diterima oleh
anggota dari Global Eco-village Network GEN adalah; Pemukiman berskala manusia yang berkwalitas full-featured settlement di dalamnya aktifitas manusia
terintegrasi dengan alam dengan tidak merusak dalam cara yang mendukung perkembangan kesehatan manusia dan dapat berhasil untuk berlangsung sampai
waktu yang tidak terbatas. Prinsip Eco-village dapat diterapkan secara sama untuk lokasi kota dan
desa, baik untuk negara berkembang maupun negara maju, dan memberikan solusi untuk kebutuhan manusia dan sosial, sementara memproteksi lingkungan dan
memberikan perbaikan hidup yang baik untuk seluruhnya. Gilman 1991 menggambarkan sulit untuk mendapatkan suatu yang lebih
menyenangkan, dan lagi pula sulit dibayangkan kemungkinan untuk hidup harmonis dengan alam dan dengan sesama manusia. Suatu pendekatan khusus
yang kuat untuk mencapai impian ini adalah eco-village, yang akan ditentukan dengan skala manusia, pemukiman yang full-featured settlement berkarakteristik
penuh di mana aktifitas manusia terintegrasi dengan alam dengan cara yang mendukung pembangunan kesehatan dan dapat dengan sukses berlanjut sampai
waktu yang tidak terbatas. Gilman 1991, melihatnya sebagai memasukkan keseimbangan dan
pengintegrasian pembangunan ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia seperti fisik, emosi, spiritual dan mental. Perkembangan yang sehat ini harus dicerminkan
tidak hanya dalam kehidupan individual tetapi dalam kehidupan masyarakat
20
secara menyeluruh. Dalam hal ini berarti dapat dengan sukses berlanjut sampai masa yang tidak terbatas. Prinsip keberlanjutan akan sukses bila memegang
komitmen awal untuk berlaku adil dan tidak mengeksploitasi bagian lain dari dunia ini, manusia lain, mahluk lain, dan kepada kehidupan mendatang.
Global Eco-village Network
Global Eco-village Network GEN adalah suatu assosiasi global dari manusia dan masyarakat yang berdedikasi untuk hidup berkelanjutan dengan
merestorasi lahan, dan menambahkan lebih dari yang diambil. Anggotanya bertukar informasi dan mentransfer teknologi dan mengembangkan pertukaran
budaya dan pendidikan. Visi dari Global Eco-village Network GEN adalah agar seluruh mahluk hidup bersatu dalam suatu komunitas di mana satu dengan lainnya
dan dengan bumi hidup secara harmonis, sementara dapat mecapai kebutuhan masa kini dan generasi masa yang akan datang. Hal ini dapat tercapai dengan cara
mengidentifikan, membantu, dan mengkoordinasikan usaha dari suatu komunitas untuk mencapai harmonisasi sosial, spiritual, ekonomi dan ekologi. GEN
mentransformasi keseluruh dunia menuju keberlanjutan, dengan mendukung eco- village, bergabung dengan partner yang sesuai pemikirannya dan memperluas
program pendidikan dan demonstrasi dalam kehidupan berkelanjutan. Global Ecovillge Network mengembangkan suatu konsep tentang cara
mengaudit suatu keberlanjutan untuk memberikan dasar untuk menilai individual, perdesaan yang ada dan masyarakat untuk dibandingkan statusnya saat ini dengan
tujuan ideal dari keberlanjutan ekologi, sosial dan spiritual. Alat ini merupakan instrumen pembelajaran untuk pengambilan tindakan agar individual dan
masyarakat dapat menjadi lebih berkelanjutan disebut Community Sustainability Assessment CSA.
Community Sustainability Assessment CSA
Community sustainability assessment CSA adalah suatu alat yang dapat membantu masyarakat dalam mengevaluasi dalam memetakan arah menuju dan
meningkatkan keberlanjutan. Dalam CSA terdapat aspek yang semuanya sama pentingnya yaitu aspek ekologi, sosial dan spiritual dari masyarakat. CSA
merupakan alat yang bersifat subjektif, artinya bahwa pertanyaan di dalamnya ada
21
yang dapat dijawab dengan keputusan dan perkiraan individu maupun kelompok tentang apa yang benar untuk masyarakat mereka. Namun demikian alat ini sangat
berguna sebagai evaluasi terhadap kondisi keberlanjutan suatu masyarakat. CSA bersifat universal sehingga akan sesuai dengan kondisi alami suatu masyarakat.
Hasil evaluasi pada masyarakat tertentu akan mendapatkan nilai rendah pada beberapa aspek dan sebaliknya mendapatkan nilai yang tinggi pada aspek lainnya
GEN, 2000 . Diharapkan hasil evaluasi yang dilakukan dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk berkembang. Sebagai alat penilaian, CSA terdiri dari sejumlah
pertanyaan dengan variabel dan parameter tertentu. Menurut Svensson 2000 tercapainya suatu keberlanjutan dalam
masyarakat suatu tempat dapat diukur dari kondisi keseimbangan tiga aspek penting yaitu aspek ekologis, sosial dan spiritual.
Eco-house Eco-house adalah sistem membangun yang ramah lingkungan dan efisien
dalam penggunaan sumber daya. Hal ini dapat tercapai dengan melalui pendekatan terintegrasi dalam desain. Eco-house dikenal juga dengan bangunan
yang berkelanjutan sustainable building. Praktek ini mengarah pada keuntungan dalam mengurangi biaya operasional dengan penggunaan energi dan air yang
minim, memperbaiki kesehatan penghuni, dengan memperbaiki kwalitas udara dalam bangunan, dan mengurangi dampak lingkungan dengan mengurangi
buangan limbah cair dan dampak pemanasan dalam bangunan sehingga manusia
dan mahluk lainnya di bumi dapat hidup berkelanjutan.
Telah banyak dilakukan penelitian penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan bangunan yang lebih ramah lingkungan. Antara lain adalah Kim
2005, yang berpendapat bahwa saat ini arsitektur modern tidak mempunyai kapasitas untuk mengontrol lingkungan mikro di dalam suatu bangunan tanpa
penggunaan suatu metoda yang mengkonsumsi energi banyak dan hal ini akan berdampak pada masalah lingkungan. Para Arsitek harus memperbaiki kapasitas
dan kemampuannya dalam mengontrol lingkungan dengan cara yang lebih ramah terhadap lingkungan. Arsitektur tradisional Korea telah membuat suatu sistem
untuk mengontrol lingkungan mereka dengan cara yang ramah lingkungan yang
22
bersumber dari pengalaman mereka selama bertahun-tahun. Kim melakukan penelitian untuk menganalisa metoda yang digunakan untuk mengontrol
lingkungan dalam bangunan pada arsitektur tradisional di Korea dan membandingkannya dengan arsitektur modern di Korea. Penelitian lainnya
dilakukan oleh Mahdavi 2008 yang meneliti tentang aktifitas penghuni untuk mengontrol kondisi iklim didalam bangunan. Biasanya pengoperasian dari elemen
elemen bangunan seperti jendela, naungan, penerangan dan sumber panas dan kipas angin akan dilakukan untuk mengkondisikan ruang agar tercapai kondisi
dalam bangunan sesuai dengan yang diinginkan. Prilaku pengontrolan ini dapat membuat dampak yang sangat signifikan dalam pengkondisian iklim mikro dalam
bangunan dan penghematan penggunaan energi. Menurut pendapatnya pengetahuan yang baik dari kelakuan pengontrolan udara oleh penghuni akan
memfasilitasi keakuratan prediksi dari performance bangunan, dan juga mendukung keefektifan dari operasional dalam bangunan dan sistem servis.
Gaitani 2007 melakukan penelitian tentang pentingnya pelaksanaan proses desain untuk menggunakan teknik teknik untuk menerapkan kriteria bioklimatik
arsitektur dan sistem pendinginan pasif dan prinsip konservasi energi dalam rangka meningkatkan kondisi kenyamanan pada lokasi luar suatu bangunan.
Penelitian ini dilakukan di Great Athens. Dia membandingkan struktur konvensional dengan lainnya yaitu desain yang memperbaiki prinsip bioklimat.
Untuk itu dia menggunakan program Comfa untuk mengestimasi biaya energi bagi seseorang yang berada diluar bangunan dan sensasi thermal mereka.
Penelitian ini dibuat berdasarkan terdapatnya ketidak puasan terhadap sensasi kondisi iklim diluar bangunan.
Desain Ekologis
Menurut Ryn 1998, pada saat ini kita sudah banyak kehilangan sentuhan dan pengetahuan khusus tentang tempat tertentu dan hasilnya adalah kita menjadi
kehilangan identitas. Dalam desain yang ekologis kita harus terikat pada tempat kita, angin, air dan denyut kehidupan alam dan sejarah. Dalam membangun
komunitas yang berkelanjutan manusia harus secara aktif untuk selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari dan dalam
segala yang dilakukan. Air, energi, limbah dan tanah harus diperlakukan sebaik
23
memperlakukan milik kita, atau keluarga kita. Prilaku yang sederhanapun akan berkontribusi pada budaya keberlanjutan dan dapat memberikan kontribusi pada
kesehatan manusia dan ekosistem. Budaya keberlanjutan adalah menumbuhkan suatu budaya yang sesuai untuk dilakukan pada suatu tempat tertentu. Desain
bangunan yang berkelanjutan adalah desain yang memastikan bahwa dilakukan
penelusuran terhadap dampak lingkungan dari desain yang dibuat.
Ada 5 prinsip utama dalam desain ekologis yaitu antara lain: 1. Prinsip pertama adalah harus membuat desain yang sesuai untuk detail
tempatnya. Harus selalu dipertanyakan tentang ; bagaimana kondisi tempat tersebut, perbuatan apa yang tidak merusak alam. Aktifitas apa sajakah
yang didukung oleh alam ditempat itu. 2. Prinsip kedua adalah menyajikan kriteria untuk mengevaluasi dampak
ekologis dari desain yang dibuat. 3. Prinsip ketiga menyarankan bahwa dampak ini dapat diminimalkan dengan
bekerja dalam keserasian dengan alam. 4. Prinsip keempat adalah bahwa desain ekologis berimplikasi untuk tidak
hanya dikerjakan oleh para ahli saja, tetapi seluruh komunitas harus turut berpartisipasi.
5. Prinsip kelima bahwa transformasi efektif dan kepedulian terhadap kelanjutan desain yang dibuat dengan memberikan kemungkinan pada
masyarakat untuk belajar dan berpartisipasi. Kelima prinsip di atas membantu para perancang untuk berfikir guna
mengintegrasikan antara ekologi dan desain. Menurut Orr 2004 desain yang ekologis adalah:
- mendesain suatu bangunan yang meminimalkan dalam menggunakan sumberdaya dan energi dari luar.
- mendaur ulang seluruh limbah yang dihasilkan oleh penghuni, - mengkonstruksikan bangunan dari sumber material lokal yang ada, material
yang ramah lingkungan.
24
- mengembangkan direktori suatu wilayah bio dari material bangunan - menginventarisir aliran sumberdaya
- merestorasi ekosistem yang terdegradasi dalam atau dekat permukiman - mendesain suatu sistem yang dapat berkelanjutan low input- system
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk perbaikan desain seperti dilakukan oleh Smeds 2007 meneliti tentang kunci keberhasilan dari suatu
desain untuk menghasilkan suatu rumah yang ramah lingkungan untuk menghasilkan efisiensi dalam penggunaan energy didaerah yang beriklim dingin
penelitian dini dilakukan di Stockholm, Sweden . Ia membandingkan antara konstruksi perumahan apartment dengan desain tipikal dengan perumahan yang
menggunakan teknologi yang terbaik untuk apartment yang tercantum dalam aturan Nordic Building codes of 2001 dan desain untuk rumah yang baik yang
memenuhi IEA Task 28, dan bangunan berkelanjutan sustainable solar housing. Ia juga melakukan simulasi bangunan menggunakan program DEROB-LTH dan
hasil dari simulasi menunjukkan berapa jam pemanasan dibutuhkan didalam rumah dan kapan dan besar dari kebutuhan puncaknya. Hasil dari penelitian ini
membuktikan bahwa rumah yang dirancang dengan baik dapat mengurangi lebih dari 85 penggunaan energi. Engin 2007 melakukan penelitian tentang
pengaruh faktor iklim seperti hujan, angin dan kelembaban dan matahari di daerah yang beriklim tropika panas dan lembab yang mempunyai curah hujan yang
tinggi. Kondisi iklim ini memberikan dampak yang berbeda pada setiap ruang, elemen dan naungan dari rumah tipe tradisional di daerah sebelah Timur dari
Laut Hitam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang arsitektur tradisional wilayah Timur Laut Hitam dan hubungan antara
bentuk arsitektur tradisional tersebut dengan iklim. Berbagai kelompok etnik dan suku yang berbeda latar belakang budaya dan agamanya akan mengembangkan
kebiasaan dan kebutuhan sosial yang berbeda. Kebutuhan budaya dari keluarga dan sosial harus dapat terakomodasi sehingga dapat memberikan kenyamanan
optimal bagi penghuninya. Analisis terhadap kehidupan sehari-hari di rumah, termasuk kebutuhan yang ada sekarang dan mendatang akan membantu
menyeleksi faktor penting sebagai dasar untuk mendesain rumah yang memadai.
25
Hal yang penting untuk dievaluasi dalam setiap desain adalah terpenuhinya ruang untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari. Dalam hal ini termasuk juga
terpenuhinya kondisi setiap ruang sesuai dengan fungsinya untuk memberikan kenyamanan bagi penghuni. Sozen 2007 membuat penelitian untuk memastikan
adaptasi dari rumah tradisional yang lama terhadap iklim setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menekankan pentingnya suatu bangunan tradisional
dalam hal membuat desain bangunan yang efisien penggunaan energinya untuk membuat suatu bangunan yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan di
Diyarbakkir, sebelah Selatan dari wilayah Turki. Rumah tradisional Diyarbakir merupakan suatu contoh kesuksesan dari bangunan yang dapat beradaptasi dengan
iklim panas dan kering. Hal ini dapat tercapai dengan gaya hidup lama dan dengan kebutuhan dan penggunaan material lokal. Dalam penelitian ini, seluruh
bagian dari arsitektur tradisional rumah Diyarbakir, seperti tata letak, denah, dinding, atap dan elemen naungan dievaluasi sebagai suatu kriteria fisik sebuah
bangunan. Kondisi sekarang di Diyarbakir, dengan perkembangan teknologi baru, teknik dan material yang modern, bangunan sejenis masih dibangun tanpa
memperhitungkan faktor iklim. Sebagai akibatnya bangunan ini tidak dilengkapi dengan naungan dan ruang untuk pendinginan, dan mengakibatkan ketidak
nyamanan atau peningkatan penggunaan energi. Xia 2008 melakukan penelitian tentang sejauh mana melakukan simulasi di dalam bangunan dapat membantu
perancang dalam tahap pembuatan konsep desain. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa untuk mendapatkan suatu hasil desain yang baik maka
penting untuk dilakukan simulasi di saat tahap perancangan bangunan. Selain itu terbukti bahwa dengan dilakukannya simulasi pada tahap awal yaitu saat
pembuatan konsep perancangan bangunan maka akan dapat dilakukan efisiensi dalam penggunaan energi dalam bangunan. Proses simulasi bangunan akan sangat
membantu perancang dalam membuat rancangan pengkondisian udara.
Ventilasi alamiah
Ventilasi alamiah pada dasarnya berarti pergerakan udara dalam bangunan yang dipacu oleh perbedaan temperatur dalam bangunan atau oleh tekanan angin
diluar atau sekitar bangunan. Hal ini berlangsung tanpa ada proses tekanan atau pemadatan udara. Udara segar masuk kedalam bangunan melalui kisi kisi atau
26
jendela dengan efek perbedaan thermal didalam bangunan ataupun oleh tekanan angin yang bekerja pada sisi bangunan. Udara panas akan keluar dari bangunan
melalui jendela, cerobong ventilasi atau kisi yang terletak di bagian atas. Kadang kadang penting untuk menentukan beban tekanan angin, hal ini akan dapat
tercapai dengan membuat model dari bangunan. Tekanan pada setiap sisi bangunan dapat ditentukan menggunakan suatu wilayah domain. Coffey 2007
melakukan penelitian tentang keefektifan suatu aliran ventilasi dalam hal sifat apung udara buoyancy yaitu pindah panas dalam ruang. Tiga pengukuran baru
dibuat berdasarkan pada kemampuan dari aliran udara untuk mengalirkan panas secara buoyancy dari suatu ruang yang berlubang ventilasi. Pengukuran dilakukan
tentang efektifitasnya aliran dalam ukuran skala dan waktu untuk seluruh ruang dan keefektifan dari penempatan aliran disetiap ketinggian tertentu pada ruang.
Hasil dari pengukuran ini mendapatkan suatu perbandingan secara kuantitatif tentang perbedaan aliran dan hal ini dapat dipergunakan apabila terjadi perbedaan
kerapatan udara antara lingkungan luar dan dalam bangunan. Livermore 2006 melakukan penelitian tentang penggunaan cerobong dalam meningkatkan ventilasi
alam didalam bangunan. Cerobong dapat juga digunakan untuk mengarahkan ventilasi pada lantai bangunan dimana terdapat beban panas yang sedikit untuk
menambah besaran tekanan gaya apung buoyancy yang ada untuk memacu aliran. Udara akan keluar dari ruang yang lebih hangat melalui cerobong sehingga
akan mengakibatkan aliran melalui lantai yang bersuhu rendah. Percobaan lain yang dilakukan membuktikan dengan menggunakan cerobong akan meningkatkan
besaran ventilasi untuk suatu lantai bangunan, yaitu meningkatnya besaran ventilasi yang melalui lantai di atasnya, terutama bilamana lantai dibawahnya
mempunyai inlet yang luas. Tenorio 2007 melakukan penelitian tentang penggabungan pengudaraan aktif dan pasif dalam mendesain suatu bangunan.
Pengoperasian kedua model tersebut dijalankan dengan parallel dan konsep ini telah dikembangkan untuk percobaan pada sebuah bangunan prototipe di daerah
beriklim tropika di Brasil. Tingkat kenyamanan termal dan penggunaan energi dibandingkan dalam hal lamanya penggunaan, kelebihan pemanasan atau
kekurangan pemanasan dan pendinginan. Penggunaan sumber daya lainnya seperti air, dan material pada bangunan prototipe juga diamati dalam sistem desain
27
berkelanjutan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa untuk daerah beriklim tropis, strategi penggunaan energi campuran telah mengoptimisasi penggunaan
energi dan memberikan level kenyamanan thermal yang baik. Untuk beberapa kasus, penggudaraan energi campuran dapat mengurangi penggunaan energi untuk
pendinginan sampai mencapai 80, dan kenyamanan thermal dapat meningkat sampai 65. Andersen 2007 menganalisa kemungkinan dari besaran aliran
udara dengan mengkombinasikan ventilasi alam dengan menggunakan ventilasi silang dalam ruang. Ruang yang diteliti membuktikan bahwa bukaan ganda pada
ruang memperlihatkan hasil bahwa terjadinya ketidak stabilan dan histeria pada penghuni.
Simulasi dalam Bangunan
Simulasi dalam bangunan building simulation adalah praktek yang biasanya dilakukan saat proses desain suatu bangunan. Simulasi dibuat untuk
menganalisa aliran udara, kelembaban dan suhu atau aliran fluida lainnya yang terjadi didalam bangunan yang dirancang. Praktek simulasi banyak dilakukan
belakangan ini untuk mengurangi pemakaian energi yang berasal dari bahan bakar fosildalam bangunan. Dengan simulasi dapat diketahui kondisi lingkungan
dalam bangunan sebelum pelaksanaan pembangunan. Praktek ini penting untuk dilakukan dalam membantu perancang untuk mengambil keputusan dalam
pembuatan desain bangunan dan untuk mendapatkan hasil desain yang optimal. Perancang dapat menggunakan simulasi komputer yang canggih seperti yang
banyak digunakan akhir akhir ini adalah Computational Fluid Dynamic CFD sebagai alat untuk membantu dalam proses desain. Dengan bantuan simulasi ini
perancang dapat membuat keputusan desain yang tepat seperti orientasi bangunan relatif pada matahari, tipe jendela dan penempatannya, lebar teritis, nilai
insulasi dari elemen bangunan, kerapatan udara, efisiensi dari pemanasan, penerangan dan alat lainnya sesuai dengan iklim lokal. Simulasi ini sangat
membantu perancang untuk mengetahui bagaimana kondisi bangunan sebelum pembangunan dilaksanakan, dan berimplikasi besar pada biaya pembangunan
dan pemeliharaan. Pada umumnya penelitian penelitian untuk melakukan simulasi ini dilaksanakan dengan menggunakan suatu program komputer antara
lain yang akhir akhir ini banyak dipergunakan adalah program Computational
28
Fluid Dynamic.CFD. Wong 2007, membuat pengukuran lapang dan simulasi energi dengan program komputer CFD untuk mengevaluasi keefektifan dari
metoda yang banyak digunakan memakai pengudaraan pasif dalam pendinginan bangunan. Dipelajari dampak dari orientasi dan penempatan bangunan,
konstruksi naungan, sistem atap dan pembayangan bagian jendela dalam bangunan untuk mengkondisikan lingkungan mikro dalam bangunan dan beban
pendinginan. Temperatur diluar pada permukaan dinding luar dan di lingkungan dalam bangunan diukur untuk dianalisa tentang kinerja thermal dari efek naungan
atau teritis. Beban pendinginan disimulasi untuk mengevaluasi keefektifitas dari berbagai metode pasif. Hasil dari penelitian ini menemukan tentang penggunaan
sistem spesial untuk atap sebagai penghalang panas merupakan metoda yang paling efisien untuk mengurangi beban pendinginan ruang. Hirano 2006
melakukan penelitian tentang kinerja dari efek dari bangunan perumahan yang berpori porous untuk mendapatkan ventilasi alam dan pengurangan beban
pendinginan pada bangunan. Dia mengevaluasi pada dua model perumahan dengan rasio bukaan 0 dan 50 . Ia menganalisis tentang aliran dan jaringan
termal dan udara yang terjadi dengan menggunakan program komputer untuk aliran fluida CFD. Analisis pada komponen dari beban panas menunjukkan dan
bahwa peningkatan kualitas dari ventilasi alam meningkat dengan sangat akibat bukaan dengan rasio 50 dan mengurangi beban pendinginan untuk ruangan.
Bastide 2006 melakukan penelitian tentang cara mengoptimisasi penggunaan energi pada bangunan di daerah beriklim tropis dengan cara mengurangi perioda
pemberian pendingin udara AC dan mengganti dengan penggunaan ventilasi alam dan desain bioklimatik yang baik. Dalam penelitian ini dilakukan
perhitungan tentang persentasi dari ruang yang membutuhkan pendinginan dan dianalisis tentang bagaimana jalannya aliran udara dalam bangunan dengan
menggunakan CFD. Metoda ini sangat membantu para arsitek dalam mendesain ruang yang sesuai dengan penggunaan ruang tersebut dan kondisi iklim mikro
dalam ruang yang diinginkan. Menurut pendapatnya sangat penting untuk mengatur agar penutup bangunan dilimitasi kontribusi energinya dan optimisasi
aliran udara berdasarkan pada analisis dari jaringan ventilasi alamiah. Untuk itu dia mengimplementasikan alat seperti model nodal dan zonal dalam kode energi
29
dalam bangunan dan mengevaluasi transportasi energi antara luar dan dalam bangunan. Untuk menganalisis aliran udara dalam dua dimensional dia
menggunakan model tiga dimensi yang mendetail seperti program CFD.
Computational Fluid Dynamic
Computational fluid dynamics CFD merupakan salah satu cabang dari ilmu mekanika fluida yang menggunakan metoda numerikal dan algoritma untuk
menyelesaikan dan menganalisis masalah masalah yang menyangkut aliran fluida. Computational Fluid Dynamics CFD merupakan suatu sistem simulasi yang
berbasis computer. CFD dilakukan untuk menganalisis tentang aliran fluida, pindah panas dan fenomena yang lain seperti reaksi kimia Versteeg and
Malalasekera,1995. Komputer
dipergunakan untuk
mengkalkulasikan perhitungan yang jumlahnya jutaan yang dibutuhkan untuk mensimulasi interaksi
dari fluida, gas dengan permukaan yang kompleks di bidang teknik. Dengan persamaan yang disederhanakan dan komputer dengan kecepatan sangat tinggi
semakin hari hasil simulasi semakin membaik dan akurat seperti pada perhitungan aliran transonik dan turbulensi. CFD merupakan alat yang mampu
untuk mendukung pembuatan model pengudaraan menggunakan granularity untuk lingkungan dan ruang dengan tingkat halus. Manajemen dan seluruh proses
fisika untuk keseluruhan masalah tidak hanya dapat menggambarkan kondisi elemen bangunan yang berbeda, tetapi juga dapat menghitung secara tepat
perpindahan antar permukaan inter facial transfer. CFD dapat juga menggambarkan aliran antar ruang dengan menggunakan model zonal yang
menggunakan pendekatan butiran kasar. Alat ini dapat memberikan simulasi fluida seluruhnya secara tipikal, fluida dan sekelilingnya dapat berubah
propertinya seperti bentuk, dan temperatur secara simultan dan lingkungan sekeliling yang berbeda dapat mengkarakterisasi interaksi yang berbeda yang
akan mengubah bentuk, kecepatan fluida dalam cara yang berbeda dan interaksi campuran. Berbagai macam fluida akan memberikan prilaku yang komprehensif
seperti padatan solid dan fluida, termasuk juga cairan dan gas. Bentuk dan aliran dari fluida akan lebih sulit untuk diprediksi karena fluida tidak dapat menanggung
beban geser, dan bentuknya biasanya sangat berubah-ubah. Dasar yang fundamental dari setiap perhitungan masalah CFD adalah persamaan Navier-
30
Strokes.
Teknik Simulasi CFD
CFD sebenarnya mengganti persamaan-persamaan diferential parsial dari kontinuitas, momentum, dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar. CFD
merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum kondisi jumlah sel tak terhingga menjadi model diskrit jumlah sel hingga. Pemecahan simulasi dan
pendefinisian geometri bangunan menggunakan software CFD SolidWork 2010 CFD memiliki tiga elemen utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor.
a. Pre-processor