xxxiv
Biomassa  S.  cerevisiae  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  dalam  keadaan  mati.  Penggunaan biomassa  mati  dipilih  karena  pada  penelitian  sebelumnya  menunjukkan  hasil  bahwa  tidak  ada
perbedaan serapan secara berarti dengan biomassa S. cerevisiae yang hidup Mawardi, 1997. Dalam laporannya  Mawardi  menyatakan bahwa kapasitas penyerapan logam Pb oleh biomassa S. cerevisiae
mati lebih besar dibandingkan dengan kapasitas penyerapan  biomassa S. cerevisiae hidup. Selain itu penggunaan  biomassa  mati  mempunyai  keuntungan  didalam  bekerja  di  laboratorium,  salah  satunya
biomassa mati tidak di pengaruhi oleh sifat toksik dari larutan yang diserapnya. Adapun  perlakuan  biomassa  S.  cerevisiae  dengan  NaOH  1M  dimaksudkan  untuk
menghancurkan enzim autolytic denaturasi yang dapat menyebabkan pembusukan pada biomassa S. cerevisiae.  Goksungur  et  al  2002  melaporkan  bahwa  penyerapan  ion  Cu
2+
oleh  0,1  g  berat  kering biomassa  S.  cerevisiae  menunjukkan  penyerapan  yang  tinggi  pada  biomassa  yang  sebelumnya
mendapat  perlakuan  NaOH  yaitu  sekitar  22  mgg,  sedangkan  penyerapan  biomassa  S.  cerevisiae dengan perlakuan etanol dan pemanasan maupun tanpa perlakuan didapatkan masing-masing sekitar 5
mgg. Penyerapan yang tinggi pada biomassa  S. cerevisiae  dengan perlakuan NaOH dapat dijelaskan dengan pindahnya lipid dan protein yang  menutupi gugus reaktif.
C. Analisis Gugus Fungsi
Analisis  menggunakan  FT-IR  merupakan  analisis  kualitatif  yang  bertujuan  untuk  mengetahui gugus-gugus  fungsional  utama  yang  terdapat  dalam  suatu  biomassa  S.  cerevisiae.  Untuk  penentuan
gugus  fungsional  yang ada dilakukan dengan cara  mencocokkan antara serapan pada sampel dengan pustaka. Gambar spektra  FT-IR  biomassa  S.  cerevisiae seperti ditunjukkan pada Gambar  2  dan  3.
xxxv
Gambar 2.  Spektra FT-IR biomassa S. cerevisiae tanpa perlakuan NaOH Dari spektra IR Gambar 2 terdapat pita adsorpsi melebar pada 3309.6 cm
-1
yang didefinisikan sebagai  vibrasi  ulur    -OH.  Dua  pita  serapan  pada  2927,5  cm
-1
dan  2869.9  cm
-1
menyatakan  adanya vibrasi ulur gugus metilen -CH
2
dan metil -CH
3
. Pita serapan pada 1639.4 cm
-1
merupakan vibrasi ulur  asimetri  –COO
-
sedangkan  kemunculan  bersamaan  dengan  pita  serapan  pada  1523.7  cm
-1
merupakan  vibrasi  tekukan  dari  N-H  dan  –C=O.    Pada  daerah  infra  merah  jauh  700  –  200  cm
-1
terdapat  pita  serapan  pada  4205  cm
-1
dan  466.7  cm
-1
menunjukkan  adanya  getaran  ulur  S-S.  Untuk pita serapan pada 1404.1 cm
-1
menjelaskan keberadaan asam amino aromatik.
1cm
xxxvi
Gambar 3.  Spektra FT-IR biomassa S. cerevisiae dengan perlakuan NaOH Tabel  1.  Perbandingan  Antara  Spektra  FT-IR  biomassa  S.  cerevisiae  sebelum  dan  setelah  perlakuan
NaOH. Pustaka
S.  cerevisiae Gugus Fungsi
u
cm
-1
Awal cm
-1
+ NaOH cm
-1
Perkiraan senyawa pada biomassa S. cerevisiae
S–S O–H
N–H C=O
C=C aromatik C–H
500 – 400 3650 – 3200
1640 – 1500 1850 – 1630
1600 – 1475 3000 – 2850
420.5 466.7
3309.6 1523.7
1639.4 1404.1
2927.7 2869.9
474.5 3421.5
1562.2 1651
1562.2 2923.9
2854.5 Protein.
Lipid, Kitin, Kitosan, Polisakarida, Protein.
Lipid, Kitin,  Kitosan, Protein. Polisakarida, Protein, Kitin.
Protein. Lipid, Kitosan, Polisakarida,
Protein.
Sumber : Pavia, Lampman, Kriz 2001. Berdasarkan perbandingan spektra FTIR biomassa S. cerevisiae  antara tanpa perlakuan NaOH
dan  dengan  perlakuan  NaOH    pada  tabel  1,  pada  umumnya  beberapa  gugus  fungsi  mengalami perubahan  serapan bilangan gelombang. Untuk  serapan  gugus  fungsi –OH  yang semula  3309.6 cm
-1
1cm
xxxvii
meningkat menjadi 3421.5 cm
-1
yang mengindikasikan adanya interaksi antara biomassa S. cerevisiae dengan NaOH.
Hal ini juga terjadi pada serapan gugus fungsi –NH  yang semula 1523.7  cm
-1
menjadi 1562.2 cm
-1
. Perubahan  harga serapan bilangan  gelombang pada  gugus fungsi  -NH dapat dijelaskan dengan adanya  reaksi  deasetilasi  karena  penambahan  NaOH  yang  mengakibatkan  gugus  fungsi  asetamida
pada  kitin  berubah  menjadi  gugus  amino  pada  kitosan.  Untuk    gugus-gugus  fungsi  lainnya  seperti  – C=O  juga  terjadi  perubahan  pada  serapan  bilangan  gelombangnya.  Perubahan  serapan  bilangan
gelombang  pada  gugus-gugus  fungsi  diatas  kemungkinan  disebabkan  oleh  perlakuan  NaOH  yang menyebabkan pindahnya protein dan lipid yang menutupi gugus reaktif pada dinding sel S. cerevisiae.
Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Goksungur  et  al  2002,  perlakuan  NaOH terhadap S. cerevisiae akan menyebabkan perusakan enzim autolytic denaturasi yang menyebabkan
pembusukan  serta  akan  mengakibatkan  perpidahan  protein  dan  lipid  yang  menutupi  gugus  reaktif yang ada pada dinding selnya.
Dinding sel S. cerevisiae  terdiri dari polisakarida, protein, lipid dan kitin serta ion monovalen dan divalen seperti Na
+
, Mg
2+
, dan Ca
2+
. Perlakuan NaOH sendiri selain menyebabkan denaturasi juga akan menyebabkan deasetilasi kitin sehingga sebagian kitin akan berubah menjadi kitosan. Pada hasil
FTIR    dapat  dilihat  bahwa  serapan  bilangan  gelombang  gugus  N-H  mengalami  perubahan,  hal  ini menunjukkan  bahwa  gugus  N-H  dari  –NHCOCH
3
yang  semula  hanya  dimiliki  oleh  senyawa  kitin berubah  menjadi  gugus  N-H  dari  NH
2
pada  senyawa  kitosan.  Selain  itu,  pada  hasil  FTIR  serapan bilangan  gelombang    gugus-gugus  fungsi  pada  beberapa  senyawa    lipid,  kitin,  polisakarida,  dan
protein  yang  terdapat  pada  dinding  sel  biomassa  S.  cerevisiae  seperti    -OH,  -C=O,  dan  S-S  juga menunjukkan perubahan.
D.  Adsorpsi  Biomassa S.  cerevisiae  dengan  perlakuan  NaOH  terhadap  ion  Logam  SengII