Peduli Pendidikan, Wantimpres Adakan Pertemuan Terbatas di UMM

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

Peduli Pendidikan, Wantimpres Adakan Pertemuan Terbatas di UMM
Tanggal: 2015-06-01
Di UMM, anggota Wantimpres Prof Dr HA Malik
Fadjar MSc memimpin pertemuan terbatas
dengan para pakar dan praktisi pendidikan.

PENDIDIKAN adalah investasi masa depan. Akar utama masalah kebangsaan adalah masalah pendidikan. Hal itulah
yang melatari anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Prof Dr HA Malik Fadjar MSc mengadakan
pertemuan terbatas dengan para pakar dan praktisi pendidikan Indonesia yang berlangsung di Ruang Sidang Senat
(RSS) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (1/6).
Pertemuan ini menghadirkan narasumber; ketua umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Prof
Dr Edy Suandi Hamid, rektor Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Prof Dr Muchlas Samani, guru besar Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof Dr Suyanto, guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Dr
Baedhowi, dan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMM Dr Poncojari Wahyono.
Mengambil tema ‘Pendidikan dan Kualitas Manusia Indonesia’, Malik Fadjar mengungkapkan, pertemuan ia
berupaya mencari satu titik kunci, yaitu pentingnya membangun nilai-nilai kebangsaan melalui pendidikan. Karena itu,
kata Malik, para narasumber yang diminta pendapatnya adalah mereka yang sudah berpengalaman di bidang

pendidikan, baik sebagai akademisi maupun praktisi. Selain di UMM, forum seperti ini juga diadakan di kampus-kampus
lainnya untuk menjaring gagasan-gagasan inovatif bagi pendidikan Indonesia.
Edy Suandi dalam paparannya menyebutkan, pendidikan Indonesia selama itu terlampau terfokus pada aspek
knowledge dan skill, tapi kurang berpijak pada aspek attitude atau sikap. Hal itu membuat kejujuran dan intergritas
merupakan hal langka yang dimiliki anak bangsa ini.
“Kalaupun ada pelajaran terkait pentingnya sikap, itu sebatas pelengkap saja. Tak heran kita pernah menjadi
bangsa terkorup di dunia,” kata Edy yang juga guru besar ilmu ekonomi pada Universitas Islam Indonesia (UII) ini.
Di lain pihak, Suyanto menilai, pendidikan Indonesia miskin inspirasi. “Pendidikan itu yang terpenting menginspirasi,
semua teknologi lahir dari inspirasi dan imajinasi,” tegasnya.
Bagi Suyanto, agar menginspirasi, maka harus dibangun masyarakat pembelajar yang menguasai delapan
keterampilan yang relevan dengan abad ini (21st century skills), yaitu kepemimpinan, literasi digital, komunikasi,
kecerdasan emosional, kewirausahaan, kewargaan global, serta kemampuan problem-solving dan team-working.
Senada dengan itu, Muchlas Samani menyarankan agar rancangan pendidikan saat ini harus didasarkan atas
prediksi situasi 20 tahun mendatang, agar hasilnya sesuai dengan situasi ketika lulusan terjun ke masyarakat.
Menguatkan hal itu, menurut Baedhowi, agar pendidikan Indonesia mampu menghadapi persaingan global, tak hanya
siswa yang dituntut memiliki skill abad 21, tapi guru dan dosen harus menyesuaikan cara pembelajarannya agar selaras
dengan tujuan tersebut.
Sementara itu Poncojari berharap, rendahnya kualitas manusia Indonesia, yang ditandai dengan rendahnya indeks
pembangunan manusia (HDI), angka harapan hidup, serta tingginya pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan harus
diatasi melalui revitalisasi pendidikan, baik di tingkat formal maupun non-formal. Ponco juga mengusulkan agar

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenritti) diganti dengan Kementerian Pendidikan Tinggi Riset
Teknologi dan Kebudayaan (Kemenrittibud). (han)

page 1 / 1