Studi beberapa faktor penyebab dormansi dan peranan mikroorganisme dalam mempengaruhi proses pematahan dormansi benih kemiri (Aleurites molucana WILLD.)

STUD1 BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB DORMANSI DAN
PERANAN MIKROORGANISME DALAM MEMPENGARUHI
PROSES PEMATAHAN DORMANSI BENIH KEMlRl
(Aleurites moluccana WILLD.)

Oleh

ENDANG MURNlATl
AGR : 89512

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995

SUMMARY

ENDANG MURNIATI.

Studies on factors of seed dormancy and the

role of microorganisms affecting the dormancy breaking mechanism of

candle nut seed (Aleurites moluccana WILLD.). Under supervision of
SJAMSOE'OED SADJAD as Chairman, RATNA SIR1 HADIOETOMO,
SUGIARTO TAHARDI, AHMAD ANSORI MATTJIK and ISWANDIANAS
as members of Supervisory Committee.
The purpose of this research was to study some factors causing
seed dormancy during seed maturation, and the role of microorganisms
in affecting the dormancy breaking mechanism of candle nut seed.
The research was divided into three studies, first, to determine
maturity level of candle nut seed, second, to determine the age of mother plant and the number of seeds per fruit. Selected candle nut seeds
used in the third study were based on the criterium obtained from the
first and second studies. The third study consisted of two experiments,
first, to study factors causing dormancy during seed maturation and second, to study the role of Trichoderma reesei QM 9414 and Trichoderma pseudokoningii TKKS 01 in affecting the dormancy breaking me-

chanism.
Four maturity levels of candle nut seed were determined resulting from the first study, i.e. K-I (34 Weeks After Anthesis), K-2 (38
WAA), K-3 (41 WAA), and K-4 (43 WAA) on the basis of the physical
characteristics of fruit component, the moisture content and dry weight
of seed.

The second study indicated that seed derived from fruit containing two seeds of 7 years old tree showed higher germination percentage than seeds from a 4 years old tree. Seed which were derived from

one seeded fruit of either 4 or 7 years old trees germinated less.
Physiological, physical and biochemical changes during seed
maturation were observed in the third study. The physiological changes
were the dry weight of seed, dry weight of seed without testa (endosperms and cotyledons), seed germination percentage and seed
moisture content. The physical changes included the dry weight of testa and the percentage of broken seeds dipped into nitrogen liquid (N,

-

broken seed). Biochemical changes included the abscisic acid content
(ABA) in cotyledons and endosperms, the amino acid content in cotyledons and endosperms, and the lignin content in testa.
The first experiment of the third study indicated no significant increase of dry weight of seed and testa during seed maturation period,
but well the dry weight of seed without testa (endosperms and cotyledons). There was significant difference on dry weight of seed obtained
from maturity level K-1 and K-4, while the moisture content was decreasing until maturity level K-4.
Germination percentage increased signifcantty from maturity
level K-1 to K-3 then decreased until maturity level K-4 (43 WAA).
The low germination percentage at maturity level K-4 was followed by the increases of ABA content in cotyledons and the lignin content

Increase of dormancy level of candle nut seed proceeded during
seed maturation period and the highest dormancy level occured at maturity level K-4 (43 WAA) when the fruit was released from its mother
plant. From the standpoint of factors affecting seed germination during

seed maturation, it seemed that the dormancy of candle nut seed was
caused by the high level of ABA content in cotyledons and the high level of lignin in testa which increased its.
Macroscopic study in the second experiment indicated a noticeable change of colour in testa, from b r o w to white with rusty brown
spots, after 5 and 6 months incubation. This change of colour was
caused probably not only by Trichoderma reesei QM 9414 but also by
other seed borne cellulolytic microorganisms. On the other hand, microscopic study using SEM showed that T. pseudokoningiiTKKS 01 damaged testa cellulose fibres. The degree of testa damage by T. pseudokoningii TKKS 01 activity in 4 weeks was similar to the one in seed
naturally germinated within 5 and 6 months after planting. In additions
T. pseudokoningii TKKS 01 activity also affected the delignification process in the testa of candle nut seed.

ENDANG MURNIATI. Studi beberapa faktor penyebab donnansi dan
peranan mikroorganisme dalam mempengaruhi proses pematahan b r mansi benih kemiri (Aleurifes moluccana WILLD.) (Dibawah bimbingan SJAMSOE'OED SADJAD, RATNA SIR1 HADIOETOMO, SUGIARTO
TAHARDI, AHMAD ANSORI MAlTJIK dan ISWANDIANAS).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari beberapa faktor
penyebab dormansi selama pemasakan benih serta peranan mikroorganisme dalam mempengaruhi proses pematahan dorrnansi benih kemiri.
Penelitian dipisahkan menjadi tiga tahap, yaitu penelitian Iuntuk
menentukan tingkat kemasakan benih kemiri yang diperlukan dalam penelitian Ill. Penelitian II untuk menentukan umur pohon induk serta jumlah biji dalam buah yang diperlukan dalam Penelitian Ill. Penelitian Ill
terdiri dari dua percobaan, yaitu percobaan 1 untuk mempelajari faktorfaktor penyebab dormansi selama pemasakan benih dan percobaan 2
untuk mempelajari peranan Trichoderma reesei QM 9414 dan Trichoderma pseudokoningii TKKS 01 dalam mempengaruhi proses pematahan dormansi.
Empat tingkat kemasakan benih hasil penelitian tahap Iyang ditentukan berdasarkan seleksi terhadap ciri-ciri fisik komponen buah
serta kadar air benih dan bobot kering benih ialah tingkat kemasakan

yaitu K-1 (34 Minggu Setelah Antesis) ; K-2 (38 MSA) ; K-3 (41 MSA)
dan K-4 (43 MSA).

Hasil penelitian tahap IImenunjukkan bahwa benih dari buah
berbiji dua yang berasal dari pohon berumur 7 tahun mempunyai daya
berkecambah lebih baik dibandingkan dengan benih dari buah berbiji
satu baik yang berasal dari pohon berumur 4 tahun maupun 7 tahun
serta buah berbiji dua yang berasal dari pohon berumur 4 tahun.
Perubahan-perubahan selama masa pemasakan benih pada penelitian Ill yang diamati meliputi perubahan fisiologi, fisik dan biokimiawi. Perubahan fisiologi mencakup bobot kering benih, bobot kering
benih tanpa kulit, daya berkecambah dan kadar air benih. Perubahan
fisik mencakup bobot kering kulit benih, persentase benih pecah setelah perlakuan nitrogen cair (benih pecah

- Na ; sedangkan perubahan

biokimiawi mencakup kadar asam absisat (ABA) pada kotiledon dan endosperma, kadar lemak total pada endosperma, asam amino pada
kotiledon dan endosperma serta kadar lignin kulit benih.
Hasil Penelitian Ill,Percobaan 1 rnenunjukkan bahwa bobot kering benih, bobot kering kulit benih tidak meningkat secara nyata selama masa pemasakan benih, sedangkan bobot kering benih tanpa kulit
(endosperma dan kotiledon) masih cenderung meningkat dan berbeda
nyata antara tingkat kemasakan K-1 dan K-4.


Penurunan kadar air

terus berlangsung sarnpai tingkat kemasakan K-4.
Daya berkecambah meningkat secara nyata dari awal tingkat
kemasakan K-1 sampai K-3 dan menurun terus sampai umur benih 43
MSA.

Rendahnya daya berkecambah pada tingkat kemasakan K-4

diikuti dengan peningkatan kadar ABA pada kotiledon, kadar lignin kulit
benih serta kekerasan kulit benih.

Kekerasan kulit benih diukur dengan rendah nya persentase be-

-

nih pecah N,
Peningkatan derajat dormansi pada benih kemiri berlangsung selama masa pemasakan benih dan derajat dormansi paling tinggi dicapai
pada umur benih 43 MSA atau tingkat kemasakan K 4 yaitu pada saat
buah terlepas atau rontok dari tanaman induknya. Bila ditinjau dari faktor yang berpengaruh dalam perkecambahan benih selama pemasakan

benih, tampaknya benih kemiri mempunyai sifat dorman yang disebabkan oleh kadar ABA pada kotiledon yang tinggi dan karena tingginya
kadar lignin kulit benih sehingga kekerasan kulit benih menjadi meningkat.
Studi makroskopis pada percobaan 2 terhadap perubahan warna kulit benih yang mencolok dari warna kulit benih coklat menjadi berwarna putih dengan bercak korosif coklat setelah masa inkubasi 6 buIan kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh T. reesei QM 9414,
tetapi diduga juga oleh mikroorganisme selulolitik lain yang berasal dari
dafam benih. Di pihak lain studi mikroskopis dengan Scanning Electron

Microscope (SEM) atau mikroskop elektron payar, menunjukkan bahwa
Trichoderma pseudokoningn TKKS 01 merusak serat-serat selulosa kulit benih. Derajat kerusakan kulit benih akibat aktivitas T. pseudokont

ngii TKKS 01 selama 4 minggu sama dengan kerusakan kulit benih
yang mampu berkecambah secara alami 5 dan 6 bulan setelah tanam.
Selain itu aktivitas T. pseudokoningii juga berpengaruh terhadap delig-

- nifikasi kulit benih kemiri.

STUDI BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB DORMANSI DAN
PERANAN MIKROORGANISME DALAM MEMPENGARUHI
PROSES PEMATAHAN DORMANSI BENIH KEMlRl
(Aleuritesmoluccana WILLD.)


Oleh :

ENDANG MURNlATl
AGR.

89512

Disertasi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor
dalam ilmu-ilmu pertanian
pada
Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995

STUD1 BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB

Judul


DORMANSI DAN PERANAN MIKROORGANISME DALAM MEMPENGARUHI
PROSES PEMATAHAN DORMANSI BENlH
KEMlRl (Aleurites moluccana WILLD.)
Nama Mahasiswa :

ENDANG MURNlATl

Nomor Pokok

AGR. 89512

Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Sjamsoe'oed Sadjad, MA

Dr Ir Ratna Siri Hadioetomo, MSc
mgota


Dr Ir H. Ahmad Ansoti Mattjik, MSc

Dr ir lswandi Anas, MSc.

MSc
Tanggal lulus :

Penulis dilahirkan di Pumkerto pada tanggal 6 Oktober 1947
dari Ibu Soekati dan Ayah Soeradji Surowidjojo (aim.) sebagai puteri kedua diantara enam bersaudara.
Pada tahun 1965 lulus SMA Negeri IX Jakarta Selatan, kemudian
melanjutkan ke Fakultas Pertanian lnstitut Pertanian Bogor dan lulus
Sarjana Pertanian pada tahun 1977.
Pada tahun 1980, penulis diangkat sebagai calon pegawai negeri di lnstiut Pertanian Bogor sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Gelar Magister Sain di bidang Teknologi Benih diperoleh di Program Pascasarjana IPB pada tahun 1986 melalui beasiswa dari TMPD.
Pelatihan yang pernah di ikuti yaitu international Training Pro-

gram on Seed Technology for Vegetable Crops di Filipina (1982) dan
Internship Program on Seed Physiology di Oregon State University USA
(1988).
Mulai terdaftar sebagai mahasiswa S, di Program Pascasarjana

IPB pada bulan September 1989 melalui beasiswa dari TMPD.
Jenjang kepegawaian penulis sampai saat ini adalah sebagai
Lektor di lnstitut Pertanian Bogor.
Penulis menikah dengan Erawan Sutirto pada tahun 1971, dan
dikaruniai satu orang putera dan dua orang puteri.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan beban kredit,
melaksanakan penelitian hingga tersusunnya Disertasi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr Ir Sjamsoe'oed Sadjad, M.A. sebagai
Ketua Komisi Pembimbing, Dr Ir Ratna Siri Hadioetomo, Dr Ir Sugiarto
Tahardi, Dr Ir Ahmad Ansori Mattjik dan Dr Ir lswandi Anas masingmasing sebagai Anggota, atas bimbingan dan pengarahan mulai dari
penyusunan Rencana Penelitian, Pelaksanaan Penelitian sarnpai dengan Penyusunan Disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Team Managemen Program Doktor (TMPD) atas beasiswa yang diberikan serta Pimpinan Yayasan Dana Bantuan Jakarta atas pemberian dana, sebagai
tambahan biaya penelitian yang diperlukan.
Rasa terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada :
1. Rektor IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Ketua Jurusan


BDP IPB serta Direktur Program Pascasarjana IPB yang
telah memberikan kesempatan studi kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.
2. Pimpinan dan Kepala Kebun P.T. Djasulawangi, Cireundeu,

Cibadak, Sukabumi atas izin yang diberikan untuk meggunakan areal perkebunan kemiri sampai pemanenan benihnya
sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

3. Pimpinan P.T. Aneka Gas lndustri atas peminjaman tabung

nitrogen cair selama penelitian berlangsung.
4. Karyawan I Karyawati Laboratorium llmu dan Teknologi Benih
IPB, Laboratorium Analisa Kimia Terpadu IPB, Laboratorium
Biologi Tanah IPB, Laboratorium Mikrobiologi IPB, Laboratorium Biokimia Balittan Bogor, yang telah banyak memberikan
bantuan dalam berbagai hal.
5. Dr Ir Edi Premono atas segala saran dan masukan yang diberikan serta bantuan dalam teknik pelaksanaan penelitian.
6. Dr Ir Didik Hajar Goenadi yang telah memberikan kemudahan

menggunakan Laboratorium Mikrobiologi PPBP Bogor, saran
serta bantuannya dalam pelaksanaan pemotretan dengan
S.E.M di Laboratorium PP,GL Bandung.
7. Rekan Ir Tati Budiarti, MS yang memberikan dukungan moril

serta membantu pengolahan data, serta rekan-rekan staf pengajar di Laboratorium Iimu dan Teknologi Benih IPB yang se
lalu memberikan dukungan moril kepada penulis.
8. Sdr. Rakhmat, karyawan Laboratorium llmu dan Teknologi

Benih yang dengan tekun mengantarkan dan membantu pemanenan benih di lapang.
9. Suami tercinta (Erawan Sutirto), anak-anak tersayang (Bram,

Astrid dan Adya), lbunda dan Ayahanda atas segala do'a, kesabaran serta pengorbanannya selama penulis mengikuti
program pendidikan di Program Pascasarjana IPB, sampai
dengan penyelesaian penyusunan Disertasi ini.
v

10. Sdri. Ir Soepadmi, fr Efi Faizah, serta semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Disertasi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu sampai
penulis dapat menyelesaikan studi ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil atau informasi
yang dituangkan dalam Disertasi ini bisa bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan dan memerlukannya.

Bogor, Januari 1995.

Penulis

18

DAFTAR ISI
Halaman :
DAFTAR IS1
............................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................
DAFTAR GAMBAR
.................................................................
PENDAHULUAN ............................................................................
Latar Belakang
.................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................
Hipotesis
............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
.................................................................
Sifat Botani. Daerah Penyebaran
...........................................
dan Tempat Tumbuh Kemiri
Ekologi Perkecambahan Benih ...........................................
Fenomena Dormansi
......................................................
BAHAN DAN METODE .................................................................
Tempat dan Waktu Percobaan ............................................
Tahap Penelitian .................................................................
Metode dan Pelaksanaan Percobaan .................................
Pengamatan
.................................................................
HAS1L DAN PEMBAHASAN
.................................
.....
..........
Penelitian I
.................................................................
Penelitian II
.................................................................
Penelitian Ill
.................................................................
Percobaan 1
......................................................
Percobaan 2
......................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
......................................................
Kesimpulan
.................................................................
Saran
............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................
LAMPIRAN
............................................................................

vii
viii

xi
1
1
4
5

DAFTAR TABEL

Nomor :
1

2
3
4
5

6

7

8

9

1A

Teks :

Halaman :

Beberapa Terminologi yang Digunakan Untuk
.................................
Mengkategorikan Dorrnansi

18

Tujuh Macam Komposisi Medium Dengan Pasir
...........
Kuarsa Steril Sebagai Komponen Utama

30

Macam-macam Perlakuan Pada Percobaan 2
Menggunakan T. pseudokoningiiTKKS 01

...........

31

Kadar Air dan Bobot Kering Benih Selama
.................................
Masa Pemasakan Benih

42

Pengaruh lnteraksi Antara Umur Panen Pohon
lnduk dan Jumlah Biji Per Buah Terhadap Daya
......................................................
Berkecambah

46

Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Tingkat Kemasakan
Terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologis, Fisik
dan Biokimiawi Benih Kemiri (A. moluccana) ...........

48

Perubahan Tolok Ukur Fisiologis, Fisik dan
Biokimiawi Selama Masa Pemasakan Benih
...........................................
Kemiri (A. moluccana)

49

Pengaruh Medium PerkecambahanTerhadap
Warna Kulit Benih Kemiri (A. moluccana)
......................................................
Umur 43 MSA

62

Pengaruh Perlakuan T. pseudo koningiiTKKS 01
Terhadap Kadar Lignin (%) Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana) yang Ditanam Pada Pasir
Steril
.................................................................

68

Komposisi Medium Mandels dan Weber dalam
Santi (1983) (Per liter Medium)
......................

86

Nomor :
1B

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Lampiran :

Halarnan :

Komposisi Medium PDA / PDB (Per Liter
Medium)
......................................................

87

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Kadar Air Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

87

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Bobot Kering Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

87

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Bobot Kering Benih Tanpa Kulit Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

88

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Bobot Kering Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

88

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Kadar Lignin Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

89

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap ABA Endosperma Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

89

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap ABA Kotiledon Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

90

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Lemak Endosperma Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

90

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
terhadap Persentase Benih Pecah - N, Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

Nomor :
11

12

13

14

Lampiran :

Halaman :

Analisis Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan
Terhadap Daya Berkecambah Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

91

Analisis Ragam Pengaruh T. pseudokoningiiTKKS 01
terhadap Kadar Lignin Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana)
......................................................

92

Kandungan Asam-asam Amino Endosperma
(pglg BB) pada Berbagai Tingkat Kemasakan
Benih Kemiri (A. moluccana)
.................................

93

Kandungan Asam-asam Amino Kotiledon
(pglg BB) pada Berbagai Tingkat Kemasakan
Benih Kemiri (A. moluccana)
.................................

94

DAFTAR GAMBAR
Nomor :

Halaman :

Teks :

1

Bagian-bagian Biji Kemiri (A. moluccana)
(a) Kulit Biji (b) Endosperma (c) Kotiledon

2

Degradasi Wama Kulit Buah Kemiri (A. mduccana)
pada (A) Stadium 1, (B) Stadium 2, (C) Stadium 3,
(D) Stadium 4
......................................................

3

Degradasi Warna Kulit Buah Kemiri (A. mduccana)
......................
pada (A) Stadium 5, (B) Stadium 6

4

Tahapan Prosedur Analisis Kadar Lignin Kulit
.................................
Benih Kemiri (A. mduccana)

5

Tahapan Analisis ABA Endosperma dan Kotiledon
Benih Kemiri (A. moluccana) (Modifikasi Neill dan
Horgan, 1987)
...........................................

6

Tahapan Analisis Asam-asam Amino Endosperma
...........
dan Kotiledon Benih Kemiri (A. moluccana)

7

Tahapan Persiapan Pemotretan dengan SEM
(Laboratotium PP,GL Bandung)
......................

8

Bagian-bagian Buah Kemiri (A. moluccana)
(a) Eksokarp, (b) Mesokarp, (c) Endokarp dan
(c) Lapisan Arilus
...........................................

9

Perubahan Warna Komponen Buah Kemiri
(A. moluccana) pada (A) Tingkat Kemasakan
Benih K-1 (34 MSA), (B) Tingkat Kemasakan Benih
K-2 (38 MSA)
......................................................

10

Perubahan Warna Komponen Buah Kemiri
(A. moluccana) pada (A) Tingkat Kemasakan
Benih K-3 (41 MSA), (B) Tingkat Kemasakan Benih
K-4 (43 MSA)
......................................................

...........

Nomor :

Teks :

Halaman :

Perubahan Fisiologis dan Fisik (DB Benih,
KA Benih, BK Benih, BK Benih Tanpa Kulit,
dan BK Kulit Benih, Selama Masa Pemasakan
Benih Kemiri (A. moluccana)
.................................
Perubahan Kadar Beberapa Asam Amino
pada Endosperma Selama Masa Pemasakan
Benih Kemiri (A. moluccana)
.................................
Perubahan Kadar Beberapa Asam Amino pada
Kotiledon Selama Masa Pemasakan Benih
Kemiri (A. moluccana)
...........................................
Perubahan Kadar ABA pada Endosperma
dan Kotiledon, Kadar Lignin Kulit Benih, Daya
Berkecambah dan Persentase Benih Pecah - N,
Selama Masa Pemasakan Benih Kemiri
(A. muloccana)
......................................................
Perubahan Warna Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana) Akibat Berbagai Perlakuan
pada Medium Pasir Steril
.................................
Perubahan Warna Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana) Akibat Berbagai Perlakuan
.................................
pada Medium Pasir Steril
Mikrograf Elektron Serat-serat Selulosa Kulit Benih
Kemiri (A. moluccana) pada (A) Perlakuan Po
...........................................
(B) Perlakuan P,
Mikrograf Elektron Serat-serat Selulosa Kulit Benih
...........
Kemiri (A. moluccana) pada Perlakuan P,
Mikrograf Elektron Permukaan Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana) pada (A) Perlakuan P,
...........................................
(B) Perlakuan P,

Nomor :

20
21

22

23

2

3

4

5

Halaman :

Mikrograf Elektron Permukaan Kulit Benih Kemiri
(A. moluccana) pada (A) Perlakuan P, ......................

71

Mikrograf Elektron Kerusakan Serat-serat
Selulosa Kulit Benih Kemiri (A. moluccana)
yang Berkecambah Setelah 5 Bulan
......................

72

Mikrograf Elektron Kerusakan Serat-serat
Selulosa Kulit Benih Kemiri (A. moluccana)
yang Berkecambah Setelah 6 Bulan
......................

73

Mikrograf Elektron Kerusakan Serat-serat
Selulosa Kulit Benih Kemiri (A. moluccana)
......................
yang Berkecambah Setelah 6 Bulan

74

Nomor :
1

Teks :

Lampiran :

Halaman :

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Endosperrna Benih Kemiri (A. moluccana)
Tingkat Kemasakan K1 ...........................................

95

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Endosperma Benih Kemiri (A. moluccana)
Tingkat Kemasakan K2 ...........................................

96

Kromatograrn Pemisahan Asam-asam Amino
pada Endosperma Benih Kemiri (A. moluccana)
...........................................
Tingkat Kemasakan K3

97

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Endosperma Benih Kemiri (A. moluccana)
...........................................
Tingkat Kemasakan K4

98

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Kotiledon Benih Kemiri (A. moluccana)
...........................................
Tingkat Kemasakan K1

99

Nomor :
6

7

8

9

Lampiran :

Haiaman :

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Kotiledon Benih Kemiri (A. mduccana)
Tingkat Kemasakan K2
...........................................

100

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Kotiledon Benih Kemiri (A. mduccana)
...........................................
Tingkat Kemasakan K3

101

Kromatogram Pemisahan Asam-asam Amino
pada Kotiledon Benih Kemiri (A. moluccana)
Tingkat Kemasakan K-4 ...........................................

102

Kromatogram ABA pada Endosperma Benih Kemiri

(A. moluccana), Tingkat Kemasakan K-1 (A), Tingkat

10

Kemasakan K-2 (6). l'ingkat Kemasakan K-3 (C),
Tingkat Kemasakan K-4 (D) dan ABA Standar (E).

103

Kromatogram ABA pada Endosperma Benih Kemiri
(Aleurites moluccana), Tingkat Kemasakan K-1 (A),
Tingkat Kemasakan K-2 (B), Tingkat Kemasakan
K-3 (C), dan Tingkat Kemasakan K-4 (D).
...........

104

PENDAHULUAN

Latar Belakanq

Perkecambahan benih ialah berkembangnya poros embrio yang
ditandai dengan munculnya akar menembus kulit benih yang selanjutnya berkembang menjadi tanaman normal. Fenomena alami ini merupakan salah satu kriteria untuk menilai mutu fisiologi benih. Keberhasilan benih untuk dapat berkecambah ditentukan oleh sifat benih itu sendiri (faktor internal) dan faktor lingkungan tumbuh (faktor ekstemal).
Menurut Roberts (1973), faktor lingkungan di lapang yang paling
penting dalam mengontrol perkecambahan benih adalah air, cahaya,
suhu, ion nitrat dan ion nitrit dalam larutan tanah. Selanjutnya dilaporkan peneliti lain bahwa pengaruh lingkungan biotik antara lain aktivitas
mikroorganisme yang secara fisik mempengaruhi atau merusak kufit benih atau mengubah komposisi kimia kulit benih diduga juga berperan
d a l m mengontrol perkecambahan, walaupun masalah ini belum diteliti
secara sistematik (Koller, 1972).
Mayer dan Mayber (1982) menyatakan bahwa dalam ekologi perkecambahan benih masih banyak aspek yang belum diketahui. Penelitian terkontrol untuk membandingkan dengan tepat antara sifat ekologi benih di laboratorium dan habitatnya di alam masih perlu diteliti karena perkecambahan merupakan proses awal yang menentukan kelanjutan hidup tanaman.

Kemiri (Aleurifes moluccana) adalah tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae. Biji kemiri rnempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan tanaman kemiri bermanfaat sebagai tanaman penghijauan dan rehabilitasi lahan.
Dalam harian Kompas, 28 Maret 1991 dilaporkan bahwa dafam
PELITA V ditargetkan pembangunan Hutan Tanaman lndustri seluas

-

1 500 000 hektar. Untuk periode 1990 1991 sudah terealisasi 139 000
hektar dari sasaran seluas 240 000 hektar. Menteri Kehutanan dalam
pidato pembukaan Lokakarya Nasional Masterplan for Forest Plantation, 2 Desember 1993, menyatakan bahwa dari sasaran Pembangunan
Hutan Tanaman lndustri seluas 1 500 000 hektar serta rehabilitasi lahan seluas 1 900 000 hektar baru dapat dicapai 800 000 hektar saja
(Harian Kompas, 3 Desember 1993).
Tanaman kemiri merupakan salah satu kornoditas yang diprioritaskan dalam rencana pembangunan HTI di Nusa Tenggara Barat dengan luas 15 000 hektar yang tersebar di empat lokasi di daerah Bima.
Sebagai langkah awal untuk merealisasikan program tersebut
adalah penyediaan benih yang bermutu tinggi dalam jumlah yang besar.
Pada umumnya benih kemiri diperoleh secara tradisional yaitu dikumpulkan dari buah-buah yang telah masak dan berjatuhan di atas tanah
hutan tanaman kemiri, pekarangan atau kebun sehingga diperoleh benih yang bermutu rendah. Benih yang demikian tidak saja rendah daya berkecambahnya tetapi juga menghasilkan tanaman yang kurang
baik.

Selain itu rendahnya daya berkecambah benih kemiri juga disebabkan ofeh sifat dorrnan benih tersebut akibat kulit benihnya yang ke-

-

ras dan tebal, 2 3 mm.
Definisi dormansi adalah ketidakmampuan benih hidup untuk
berkecambah pada lingkungan yang optimum untuk perkecambahannya. Studi beberapa perlakuan pendahuluan terhadap benih kemiri untuk mematahkan domansi baik secara fisik maupun secara kimiawi untuk tujuan skarifikasi kulit benih seperti dilaporkan oleh lriantono (1990).
oleh Toesahono, Hasanah dan Soetarno (1990). dan oleh Erizal

(1991). rnasih kurang efektif dalam meningkatkan daya berkecambah
karena banyaknya kerusakan embrio maupun endosperma yang terjadi
akibat perlakuan tersebut.
Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan ha1yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara atau metode pematahan dormansi yang efektif. Sampai saat ini hanya dilaporkan bahwa benih kemiri mempunyai kulit yang tebal dan keras akan tetapi yang

menyebabkan kekerasan kulit benih serta hubungannya dengan tingkat
kemasakan benih belum diketahui. Selanjutnya faktor-faktor penyebab
dormansi selain kulit benih yang tebal dan keras perlu diteliti, karena
dormansi ganda banyak dijumpai pada tanaman berkayu termasuk kemiri.
Abscisic Acid (ABA) atau asam absisat merupakan salah satu in-

hibitor perkecambahan yang banyak dijumpai pada benih tanaman berkayu.

Menurut Ho (1982) d m King (1982), ABA meningkat dengan bertambah masaknya benih d m berkorelasi dengan penghambatan pekecambahan.
Lignin merupakan salah satu senyawa utama penyusun kulit benih selain selulosa yang resisten terhadap dekomposisi. Selanjutnya
Bittner dalam Burton et a/. (1984) melaporkan bahwa terdapat hubungan positif yang linear antara tingkat kemasakan benih dengan lignifikasi
kulit benih pada benih Reed Canarygrass.
Beberapa hasil penelitian pada benih berkulit tebal dan keras
mmunjukkan bahwa mikroorganisme mempunyai peran penting dalam
mendekomposisi kulit benih. Hal ini ditunjukkan oleh Crocker, Thornton
dan Schroeder (1946) bahwa pada benih black walnut, hickorynuf dan

bufternuf, tekanan internal yang dibutuhkan untuk memecahkan kulit
benih menjadi berkurang bila benih ditanam pada kondisi tidak steril dibandingkan bila benih tersebut disterilkan dan direndam air.

Tuiuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor penyebab dormansi serta peranan mikroorganisme dalam mempengaruhi
proses pematahan dormansi melalui :

1. perubahan fisiologi, fisik dan biokimiawi benih kemiri selama
masa pemasakan benih
2. pengaruh mikroorganisrne dalam medium perkecambahan ter-

hadap perubahan struktur kulit benih secara makroskopis dan

mikroskopis serta komposisi kimia kulit benih

Hi~otesis

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah :

1. terjadi perubahan fisiologi selama masa pemasakan benih,
seperti bobot kering benih, bobot kering benih tanpa kulit (endosperma + kotiledon), bobot kering kulit benih, kadar air serta daya berkecambah benih
2. terjadi peningkatan kekerasan kulit benih selama masa pema-

sakan benih
3. terjadi peningkatan kadar ABA pada kotiledon dan endosper-

ma benih kemiri selama masa pemasakan benih
4. terjadi peningkatan lignin kulit benih selama masa pemasak-

an benih
5. Trichoderma reesei QM 941 4 mampu merombak kulit benih
6. Trichoderma pseudokoningii TKKS 0 1 mampu mendelignifi-

kasi kulit benih dan merusak serat selulosa kulit benih

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Botani. Daerah Penyebaran dan Temat Tumbuh Kemiri

Sifat Botani Tanaman Kemiri

a

Kemiri (Aleurites moluccana WILLD.) merupakan tanaman tahunan yang tergolong famili Euphorbiaceae. Tanaman berbentuk pohon de-

-

ngan tinggi 10 20 meter, berdaun lebar dengan bentuk segitiga. Tulang daun berbentuk jari dengan tangkai daun yang panjang. Bunga
tersusun dalam malai. Malai bunga jantan pada umumnya tidak mempunyai daun, sedangkan malai bunga betina berdaun pada pangkalnya.
Pada umumya pada satu pohon terdapat malai bunga jantan, malai bunga betina dan malai yang terdiri dari bunga jantan dan betina. Bunga
betina terdiri dari lima kelopak bunga yang berwarna putih, bakal buah
yang beruang dua dengan dua tangkai putik. Bunga jantan memiliki 20
benangsari yang tersusun dalam empat lingkaran yang bersatu membentuk tiang pada dasar bunga (Steenis, 1978).

Buah kemiri ber-

ukuran besar dan berbentuk bulat telur melebar ; buah yang telah ma-

-

sak mempunyai ukuran lebar 6 7 cm dan panjang 7 - 8 ern. Buah muda berwarna hijau dan berwarna wklat setelah masak.

Menurut

Steenis (1978), buah kemiri termasuk buah batu dengan satu sampai
tiga biji di dalamnya. Biji berbentuk gepeng pada salah satu sisi, dengan penampang lintang yang berbentuk segitiga. Kulit benih tebal seperti tempurung dengan permukaan yang kasar, bennrarna coklat kehitaman.

Tengah dan Barat dan Cina adalah produsen mhyak tung utama di
dunia. A. montana WLLD. atau Mu Oil Tree merupakan tanaman asli
daerah Cina Subtropik dan Jasirah Indocina.
Diantara spesies-spesies lain, A. cordata Streud. terdapat di Jepang Selatan dan Taiwan, A. moluccana MLLD. atau yang dikenal dengan nama Candle tight Tree terdapat di Malaysia, Filipina, Pulaupulau di Laut Pasifik, Indonesia, Australia, Sri Lanka dan Hawaii, sedang A. tn'sperma Blanco. atau Lumbang Tree terdapat di Filipina. Di
Indonesia kemiri tersebar di seluruh daerah dan paling banyak dijumpai
di Sulawesi Selatan, Jawa, Maluku dan Surnatera Utara.
Pohon kemiri tumbuh dengan baik pada tanah-tanah berkapur,
atau berpasir, dan dapat tumbuh pada tanah-tanah Podsolik yang kurang subur, tanah Latosol dan lain-lain. Ketinggian lahan yang dike-

-

hendaki berkisar antara 0 800 meter di atas permukaan laut, namun di
beberapa tempat masih bisa tumbuh sampai ketinggian 1 200 meter di
atas permukaan laut pada lapang yang datar atau curam.
Pohon kemiri dapat tumbuh di daerah beriklim kering, juga di daerah beriklim basah seperti Jawa Barat (Junus dan Gintings, 1981).

Ekoloai Perkecambahan Benih

Lama atau tidaknya waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan benih secara alami diatur oleh sifat genetik benih itu sendiri serta
faktor lingkungan tumbuh benih.
Perubahan faktor lingkungan tanaman induk selama proses

pemasakan benih maupun faktor lingkungan selama proses perkecambahan benih akan mempengaruhi sifat perkecambahan benih.

Pengaruh Faktor Internal Perkecambahan Benih
Pada umumnya sebagian besar benih tanaman hutan mempunyai variabilitas genetik yang tinggi terutama dalam perilaku perkecambahannya (Muller, 1993). Menurut Edwards dalam Muller (1993). dormansi benih sangat beragam dari tahun ke tahun, di antara lot benih
dan di antara individu benih di dalam lot benih spesies pohon berkayu
keras. Selanjutnya Marquis dalam Mc. Caughey (1993) mengatakan
bahwa penundaan perkecambahan pada benih dari spesies-spesies
pohon berdaun lebar merupakan fenomena yang umum.
Kemiri merupakan salah satu spesies pohon berdaun lebar yang
menghasilkan benih yang bersifat dorman. Sifat dormansi yang secara
genetik diturunkan adalah kulit benihnya yang tebal dan keras sehingga
suplai air dan oksigen kemungkinan menjadi faktor pembatas atau akar
tidak mampu menembus kulit benih.
Ketebalan kulit benih dan kerasnya kulit benih juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan tanaman induk selama proses pemasakan benih, seperti dilaporkan oleh Karsen dalam Mayer dan Mayber
(1982) mengenai benih Chenapodium album dan

Onosis sicula

(Gutterman, 1973).
Benih yang berasal dari pohon induk yang diberi perfakuan hari
panjang menghasilkan benih dengan kulit lebih tebal dibanding dengan
benih yang diperoleh dari pohon yang diberi perlakuan hari pendek.

Menurut Pukittayacamee (1990). struktur utama kulit benih keras
adalah lapisan kutikula dan sel-sel makroskleroid. Khususnya pada benih dari famili Euphorbiaceae, sel-sel epidermisnya mempunyai kutikula
yang tebal (Vaughan, 1970).
Sel-sel skleroid mempunyai dinding sekunder yang terlignifikasi
(Essau, 1977). Lignin dan hemiselulosa pada dinding sel kayu berfungsi sebagai bahan yang mengisi rongga antar serat-serat selulosa
dan resisten terhadap tekanan fisik (Fiechter, 1987 serta BlaEej dan
Kosik, 1993).
Salah satu senyawa penyusun utama kulit biji yang resisten terhadap dekomposisi adalah selulosa dan lignin. Aspinal dalam Burton
et al. (1984) melaporkan bahwa xylan merupakan polimer utama penyusun hemiselulosa tanaman dikotil. Selanjutnya Bittner dalam Burton et

at. (1984) menunjukkan adanya hubungan positif yang linier antara stadium kemasakan benih Reed Canarygrass dengan lignifikasi kulit benih.
Hasil analisis kulit benih kemiri masak yang dilakukan oleh Laboratorium Kimia Hutan LPH Bogor menunjukkan kadar lignin dan hemiselulosa yang cukup tinggi, masing-masing 29.30% dan 41.09%. Kerasnya kulit benih kemiri kemungkinan disebabkan oleh lignifikasi kulit
benih yang diduga ada hubungannya dengan stadium kemasakan benih. Selain itu dilaporkan oleh Junus dan Gintings (1981) bahwa benih
kemiri yang berasal dari buah berbiji satu mempunyai kulit benih yang
lebih tebal dan keras dibandingkan dengan benih yang berasal dari
buah berbiji dua, sehingga perkecambahannya menjadi lebih lambat.

Hasil penelitian lain yang menunjukkan hubungan antara tingkat
kekerasan kulit benih dengan tingkat kemasakan benih pada lamtoro
(Leucaena leucocephala) dilaporkan oleh Haris (1983). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa benih yang dipanen pada stadium lewat
masak fisiologi ternyata memiliki persentase benih keras yang paling
tinggi dan persentase daya berkecambah yang paling rendah.
Menurut Jacubson (1993), dormansi pada benih tanaman hutan
kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Kulit benih yang impermeabel terhadap oksigen dan air. Pada umumnya sifat impermeabel tersebut terdapat pada benihbenih Leguminoceae seperti akasia blanka (Robinia pseudoacacia) dan akasia negra (Gleditsia friacanthes). Perkecambahan tidak akan terjadi sampai air dapat masuk ke dalam
benih. Dormansi semacam ini dapat dipersingkat oleh adanya bakteri dan fungi pada permukaan tanah hutan.

2. Kulit benih resisten terhadap tekanan mekanik yang cukup
kuat untuk menahan pemanjangan akar embrio. Pada beberapa benih, dormansi semacam ini kemungkinan dapat terjadi
selama 30 tahun atau lebih.
Pengaruh faktor internal lain yang dapat menyebabkan dormansi
benih dan banyak dijumpai pada tanaman berkayu adalah adanya ABA
pada embrio benih yang jumlahnya meningkat dengan semakin masaknya benih (Bonamy dan Dennis dalam Purwoko, 1993).
Menurut Hein, Brenner dan Brun dalam Wang eta/. (1987), jumlah ABA pada poros embrio benih kedelai berbeda secara nyata selama

perkembangan benih, sedangkan Hsu dalam Wang et al. (1987) melaporkan bahwa ABA menunjukkan kurva bifasik pada embrio Phasedus

vulgaris yang sedang berkembang. Tetapi perubahan ABA selama perkembangan benih dalam penelitian tersebut tidak ada hubungannya
dengan penghambatan perkecambahan. Hasil yang sama didapat oleh
Wang et a/. (1987) pada benih Pisum sativum.
Akumulasi ABA pada benih P. sativum berkulit keriput menunjukkan perkecambahan yang lebih lama dibanding dengan benih berkulit
halus yang mempunyai ABA febih rendah (Headley et a/. dalam Wang

et al., 1987).
Arginina adalah salah satu asam amino yang kadarnya didalam
benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih (Young dan Mason,
1972). Hasil penelitian kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa kadar arginina benih kacang tanah berbanding terbalik dengan persentase benih inferior (belum masak) pada saat pemanenan.
Johnson, Mozingo dan Young (1973) menunjukkan bahwa nilai

Arginine Maturity Index ( M I ) berkorelasi dengan ukuran benih. Nilai
AM1 minimum diperoleh dari benih kacang tanah yang berukuran maksimum. Selanjutnya Young dan Hammons (1974) menyatakan bahwa
AM1 minimum merupakan indikasi masak fisiologi dan ada hubungannya dengan produksi maksimal benih.
Benih kemiri mengandung banyak lemak dan kadarnya meningkat selama masa pemasakan benih.

Berrie et a/. dalam

Purwoko

(1993) menyatakan bahwa asam lemak jenuh rantai pendek berperan
dalam berbagai proses fisiologi tanaman termasuk dormansi pada

benih. Menurut Vaughan (1970) A. fordii mengandung banyak sekali
asam lemak eleostearat. Asam lemak ini termasuk asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
Inhibitor perkecambahan benih selain ABA adalah coumarin.
Shamsuddin et a/. (1988) melaporkan bahwa batang A. moluccana mengandung senyawa moluccanin yang merupakan turunan senyawa cou-

marin. Pada umumnya senyawa yang dijumpai pada suatu bagian tanaman juga terdapat pada bagian lainnya. Ada kemungkinan senyawa

coumarin dan moluccanin tersebut terdapat juga dalam benih kemiri.
Menurut Bewley dan Black (1985), untuk benih dengan kulit keras dan tebal yang resisten terhadap tekanan mekanik, embrio mernbutuhkan kekuatan atau daya dorong minimal untuk menembusnya. Kekuatan tersebut dipengaruhi oleh adanya inhibitor pada embrio, kurangnya air atau oksigen dari luar. Untuk mengatasi hambatan ini diperlukan pemberian oksigen dari luar dengan cara menusuk kulit benih.

Pengaruh Faktor Eksternal Perkecambahan Benih
Faktor ekstemal yang mengatur perkecarnbahan benih di alam
meliputi kelembaban tanah, cahaya yang jatuh di atas permukaan tanah, sifat fisik dan kimia tanah, inhibitor dalam tanah serta faktor-faktor
biotik lainnya (Mayer dan Mayber, 1982).
Menurut Barton dan Crocker (1948), mikroorganisme berperan
dalam mengatasi impermeabilitas kulit benih keras, bila benih ditanam
pada temperatur tinggi di musim panas, sedangkan Koller (1972) menyatakan bahwa faktor lingkungan biotik secara tidak langsung dapat

mempengaruhi perkecambahan benih dengan merubah kondisi rigkungan perkecambahan. Selain itu, mikroorganisme juga dapat berperan langsung yaitu dengan mengubah sifat-sifat faik dan kimia kuEii benih keras. Dalam ha1 ini mikroorganisme berperan pokok dalam mendekomposisi set-sel kulit benih, walaupun masalah ini sampai sekarang
belum dipelajari secara sistematik.
Peran pokok mikroorganisme dalam mendekomposisi kulit benih.
ditunjukkan oleh Muller dalam Crocker, Thornton dan Schroeder (1946)
yang menyatakan bahwa tekanan internal yang dibutuhkan untuk memecahkan kulit benih black walnut, hickorynut dan buffernuf menjadi
berkurang bila benih ditaruh pada medium lembab, suhu 28°C tanpa
sterilisasi. Namun efektivitas tersebut hilang bila benih tersebut disterilkan dan direndam dalam air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
berkurangnya tekanan yang dibutuhkan untuk memecahkan kulit benih
tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi kekerasan kulit benih.
Menurut Barton dan Crocker (1948) perubahan fisiologis dan
morfologis pada benih snowberry menunjukkan terjadnya disintegrasi
kulit benih pada suhu tinggi dan kemungkinan terdapat hubungan antara infeksi kulit benih oleh fungi dengan perkecambahan benih. Nampaknya dekomposisi lapisan serat-serat kulit benih oleh aktivitas fungi
atau sesuatu senyawa harus terjadi sebelum perkecambahan karena
benih-benih yang bebas fungi ternyata tidak berhasil tumbuh. Benih
snowbeny mempunyai kulit benih yang resisten terhadap tekanan mekanik karena mempunyai struktur kulit yang tebal yang terdiri dari lignin,

pentosan dan selulosa.
Menurut Chaturvedi, Siradhana dan MuraSia (1974), eksudat
yang dikeluarkan oleh benih Cuminum cyminum yang ditaruh dalam tanah akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah sehingga kemungkinan berpengaruh terhadap perkecambahan benih tersebut.
Selain faktor biotik medium perkecambahan, komposisi medium
juga berperan dafam menentukan keberhasilan perkecambahan benih.
Hasil penelitian Yafid (1991) menunjukkan bahwa benih kemiri yang
ditanam pada medium campuran tanah dengan kompos (1:l) mempunyai daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada yang ditanam
pada medium campuran pasir dengan kompos.
Diantara mikroorganisme, kelompok fungi yang mampu merombak selulosa meliputi genus Aspergillus, Pennicillium, Rhizopus, Tnchoderma, Chaetomium, Fusarium, sedangkan kelompok bakteri meliputi
genus Bacillus, Cellsllomonas, Clostridium, Cytophaga, Pseudomonas
serta dari anggota-anggota aktinomisetes yaitu Nocardia, Streptomyces
(Alexander, 1977 dan Subba Rao, 1982).
Selanjutnya, Alexander (1977) menyatakan bahwa mikroorganisme anggota kelompok Hymenomycetes tanah seperti Agrocybe, Ceratobasidium, Coniophora, Hyphodontia, Marasmus dan Pistillonia dikenal
mampu menghancurkan jaringan berkayu dan lignin. Di pihak lain menurut Subba Rao (1982), kelompok fungi yang dapat mendegradasi
Iignin adalah Clavaria, Cephalosporium dan Humicola.
Lignin pada jaringan tanaman pada umumnya tidak terdapat bebas tetapi selalu berada bersama-sama polisakarida, dapat dijumpai

pada lapisan sekunder dinding set dan juga pada lamela tengah. kkomposisi lignin dibanding selulosa, hemiselulosa serta karbohiat
lainnya berlangsung sangat lambat. Selama 150 hari hanya 21-7% karbon lignin dalam tanah dikonversi menjadi CO, (Alexander, 1977).
Selanjutnya dikatakan bahwa meskipun yang digunakan adalah
biakan murni basidiomisetes seperti Clitocybe, Collibia, Mycena dan

Marasmus masih dibutuhkan waktu 6 sampai 7 bulan untuk merombak
50% lignin. Pada kayu, struktur serat-serat selulosa dibungkus oleh lignin yang berperan sebagai pelindung selulosa dari hidrolisis enzim selulase.
Polimer lignin terdiri atas unit-unit fenol propanoid yang dihubungkan satu sama lain dalam berbagai macam ikatan tidak beraturan
antara atom C-C dan C-0-C. Struktur lignin yang kompleks menyebabkan senyawa tersebut tahan terhadap biodegradasi oleh mikroorganisme.
Oksidasi lignin dilakukan oleh aktivitas enzim lignase yang terdiri
dari enzim-enzim fenol oksidase, lakase serta peroksidase (Alexander,
1977). Ketiga enzim tersebut dihasilkan oleh sejumlah kapang seperti

Phanerochaete chrysosporium (Fiechter, 1987), Trarnetes versicolor
serta Bjerkandera adusta menghasilkan enzim lakase dan peroksidase
(Rayner dan Boddy, 1980), serta Cerrena maximalaccase menghasilkan enzim lakase (Bldej dan Kosik, 1993). Pada T. pseudokoningii
yang diperoleh dari tandan kelapa sawit kosong yang sedang melapuk
juga ditemukan ketiga enzim tersebut (Goenadi dan Away, 1994).

Trichoderma sp. merupakan fungi yang banyak dijumpai pada

tanah dan bahan organik yang sedang melapuk. Menurut Domsch,
Gams dan Anderson (1980), T. pseudokoningii paling sering ditemukan
di tanah-tanah hutan pinus, konifer, akasia dan pohon berdaun War,
selain itu juga di tanah-tanah perkebunan jeruk, pekarangan, serta tanah berpasir dan lain-lain. Pada umumnya fungi ini hidup dipermukaan
tanah yang sedikit asam tetapi juga dapat hidup sampai kedalaman 120
cm. Selain itu T. pseudokoningii juga dijumpai pada biji kapas, kacang
tanah dan Avena fatua. Spesies lain yaitu T. v i e banyak dijumpai
pada tanah hutan tanaman berkayu keras yang sangat lembab, tanahtanah bergaram dan tanah rawa mangrove. Pada umumnya dijumpai di
tanah-tanah dengan kisaran pH 3-8 pada kedalaman 60 crn,walaupun
fungi ini lebih menyukai tanah yang bersifat asam. Selain itu juga dijumpai pada biji kacang tanah, jagung, padi, wortel, pepaya, kopi, tembakau dan beberapa tanaman dari famili Euphorbiaceae.

T. reesei QM 9414 merupakan mutan dari galur liar T. v
m
i
(QM 6a) yang berasal dari New Guinea dan menghasilkan enzim selulase empat kali lebih banyak dari pada enzim yang dihasilkan fungi induknya (Reese, 1976)

Fenomena Dormansi

Sumber pertanaman dapat tersedia dalam jumlah besar dan
murah dengan menggunakan benih sebagai bibit. Namun sebagian besar beni'h tanaman hutan mempunyai masalah akibat adanya dormansi.
Walaupun dormansi benih merupakan sifat alami untuk dapat bertahan

hidup atau untuk pelestarian spesiesnya, tetapi sifat dormansi tersebut
dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan dalam pembibitan.

Terminologi Dormansi Benih
Pada umumnya dormansi terjadi sejak benih masih berada pada
tanaman induk namun faktor lingkungan, yaitu suhu dan cahaya, dapat
menyebabkan terjadinya dormansi.
Beberapa terminologi yang dapat digunakan untuk mengkategorikan dormansi ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1.

Beberapa Terminologi Yang Digunakan Untuk
Mengkategorikan Dormansi
Terrnindogi Dormami

Kasus Dormansi

Villiers
(1972)

Roberts Mayer
dan
Mayber
(1972)
(1962)

Bewley
dan
Black
(1985)

Copeland
dan
McDonald
(1985)

1. Dormansi yang terjadi
sqak benih tersebut
masih berada pada
tanaman induk

Dormansi Donnansi Dormansi O m a n s i Donnansi
Innate
atau
Endogen
Dorrnansi Primer
Primer

3. Benih yang donnan
karena fahtor linglarngan
(suhu dan cahaya), dan
dormansi dapat diatasi
setelah fahtor lingkungan
yaw mewhambat
dihilangkan

Dormami Dormansi Damansi Dormansi Donnansi
Enforce R e l a l Eksogen
Primer

3. Benih yang dorman
Dormansi Dormansi Dormansi Dormansi Dormansi
karena faldor lingkungan
Induce Sekunder Sekunder Sekunder
(suhu dan cahaya), tetapi
~ diatasi
dormansi b a dapat
setelah diberi perlabwan
khusus, setelah faktor
lingkungan yang
rnenghambat dihilangkan

Penyebab dan Mekanisme Dormansi
Dormansi benih dapat disebabkan oleh embrio dan kulit benih
(Villiers, 1972 ; Mayer dan Mayber, 1982 ; Bewley dan Black, 1985 ;
Copeland dan McDonald, 1985 serta Pukittayacamee, 1990).
Dormansi karena embrio benih (disebut juga dormansi fisiologi)
dapat disebabkan embrio yang dorman, mekanisrnenya bisa karena
adanya inhibitor pada embrio atau karena embrio yang belum masak.
Dormansi yang disebabkan oleh kulit benih atau dormansi fisik,
mekanismenya adalah sebagai berikut :

1. terhalangnya pengambilan air,
2. terhalangnya pengambilan oksigen,
3. adanya inhibitor pada kulit benih,

4. kulit benih menjadi penghalang terhadap keluarnya inhibitor

dari embrio,
5. membatasi cahaya yang akan masuk ke embrio (filter terhadap cahaya), dan
6. pembatasan mekanik, sehingga struktur penting (poros em-

brio) tidak dapat menembus kulit benih.
Selanjutnya Copeland dan McDonald (1985) juga mengatakan
bahwa bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih, maka
dapat disebut sebagai dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut juga dormansi fisik.
Kulit benih dalam ha1 ini termasuk struktur yang mengelilingi biji
seperti glumme, lemma, palea, perikarp (termasuk endokarp) dan testa.
Penyebab dormansi baik fisik atau dormansi karena kulit benih,

maupun fisiologi atau karena embrio benih ini dapat dijumpai pada
berbagai spesies, tetapi ada spesies yang rnempunyai dormansi ganda
yaitu dormansi fisik maupun fisiologi. Pa