358
Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 345-364 Volume 4, Nomor 3, Desember 2015
memenuhi ketentuan batas terendah anggaran pendidikan dalam UU APBN tahun 2006 dan
UU APBN tahun 2007. Oleh karenanya, MK membatalkan aturan yang memberi akibat
hukum atas inkonsitusionalitas anggaran pendidikan secara terbatas, yaitu tentang batas
teringgi dan bukan terhadap keseluruhan UU APBN demi menghindari kemacetan
dan kekacauan dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
64
Oleh karena itu, pada putusan kedua MK membatalkan aturan “sepanjang
menyangkut anggaran pendidikan sebesar 9,1 sembilan koma satu persen sebagai
batas teringgi.”
65
Pada putusan keiga, MK membatalkan aturan “sepanjang menyangkut
anggaran pendidikan sebesar 11,8 sebelas koma delapan persen sebagai batas teringgi.”
66
Setelah putusan-putusan ini terdapat salah satu putusan yang menyangkut anggaran pendidikan
sehingga pening untuk dikuip yaitu putusan nomor 24PUU-V2007 dimana MK menetapkan
gaji pendidik sebagai bagian dari komponen pendidikan dimasukkan dalam penyusunan
APBN dan APBD.
67
Perimbangan memasukkan komponen gaji pendidik akan memudahkan
pembuat UU untuk memenuhi kewajiban menetapkan anggaran pendidikan sekuruang-
kurangnya 20 dalam APBN.
68
Pada putusan MK yang keempat mengenai pengujian anggaran
pendidikan dalam APBN,
69
MK mengambil langkah yang lebih tegas. MK menilai adanya
kesengajaan pembentuk UU melanggar UUD 1945.
70
Oleh karenanya, UU APBN Perubahan tahun 2008 harus dinyatakan inkonsitusional
secara keseluruhan karena idak memenuhi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20.
Akan tetapi, dengan memperimbangkan faktor potensi resiko kekacauan administrasi keuangan
negara putusan MK idak secara serta merta dinyatakan berlaku sejak diucapkan melainkan
dinyatakan berlaku hingga dibuatnya UU APBN baru untuk tahun anggaran 2009. Pernyataan
tegas MK dalam kalimat terakhir putusan menyatakan bahwa
“Untuk mendorong agar semua daerah provinsi, kabupaten kota memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 dalam APBD-nya, dan mencegah
pengurangan terhadap makna Indonesia sebagai negara hukum, serta menghindari
terjadinya delegiimasi terhadap konsitusi sebagai hukum teringgi, maka Mahkamah
perlu sekali lagi mengingatkan pembentuk undang-undang untuk selambat-lambatnya
dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 harus telah memenuhi kewajiban konsitusionalnya
menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 untuk pendidikan.”
71
c. MK Memberi Legiimasi Perubahan Rezim Kekuasaan
Contoh kasus yang mudah dirujuk menyangkut keterlibatan MK dalam penentuan
legiimasi atas perubahan rezim kekuasaan adalah keika MK memeriksa dan memutus
perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam seiap pemilu
64
Putusan Nomor 026PUU-III2005, h. 86.
65
Amar Putusan Nomor 026PUU-III2005.
66
Amar Putusan Nomor 026PUU-IV2006.
67
Paragraf [3.16.10], Putusan nomor 24PUU-V2007 bertanggal 20 Februari 2008.
68
Paragraf [3.16.9], Putusan nomor 24PUU-V2007 bertanggal 20 Februari 2008
69
Putusan Nomor 13PUU-VI2008 bertanggal 13 Agustus 2008
70
Paragraf [3.14], Putusan Nomor 13PUU-VI2008 bertanggal 13 Agustus 2008
71
Paragraf [3.16], Putusan Nomor 13PUU-VI2008 bertanggal 13 Agustus 2008
Ju rn
al R
ec ht
sV in
d in
g B
PH N
359
Keterlibatan Mahkamah Konsitusi dalam Poliik Legislasi Nasional Bisariyadi Volume 4, Nomor 3, Desember 2015
Presiden dan Wakil Presiden, MK senaniasa memeriksa dan mengadili perkara perselisihan
hasil pemilu ini. Pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, MK menerima
perkara perselisihan hasil pemilu yang diajukan oleh pasangan Wiranto – Salahuddin Wahid.
72
Kemudian, pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, MK mengadili perkara
pemilu yang diajukan oleh pasangan Jusuf Kalla – Wiranto, sebagai Pemohon I, dan pasangan
Megawai Soekarnoputri – Prabowo Subianto, sebagai Pemohon II, dimana dalam putusannya
MK menggabungkan kedua perkara ini.
73
Paling mutakhir adalah perselisihan hasil pemilu 2014
dimana pasangan Prabowo Subianto – Hata Rajasa menggugat pasangan Joko Widodo –
Jusuf Kalla.
74
Bila ditarik pada ingkat daerah, MK juga berpengaruh dalam menentukan perubahan
rezim kekuasaan daerah keika mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah
antara tahun 2008-2014. Catatan Kepaniteraan Mahkamah Konsitusi menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu itu, MK telah memutus 698 perkara. Jumlah ini idak idenik dengan jumlah
daerah yang mengajukan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah namun seidaknya
data ini menunjukkan banyaknya rezim kekuasaan daerah yang ditentukan melalui
meja majelis hakim konsitusi.
Namun demikian, contoh perkara diatas adalah pelaksanaan kewenangan MK dalam
konteks yang berbeda dengan poliik legislasi. Putusan yang menjadi
landmark, dalam hal poliik legislasi untuk menentukan perubahan
sebuah rezim pemerintahan adalah keika MK diminta untuk menafsirkan Pasal 6A UUD 1945.
75
Pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 hanya memunculkan 2 pasangan calon
yang akan mengikui pemilu. Padahal, Konsitusi idak mengatur kondisi pemilu dimana hanya
terdapat 2 pasangan calon. Hal ini diamini oleh MK, keika menelusuri original intent
penyusunan Pasal 6A UUD 1945 melalui risalah rapat pembahasan perubahan UUD 1945.
76
Penyusunan Pasal 6A UUD 1945 dikonstruksikan hanya untuk kondisi dimana terdapat pasangan
calon peserta pemilu lebih dari 2 pasangan. Oleh karenanya, syarat utnuk menang dalam pemilu
Presiden dan Wakil Presiden idak hanya faktor suara terbanyak, tetapi juga faktor persebaran
suara pemilih yang merata. MK berpendapat bahwa prinsip yang paling pening untuk
ditegakkan adalah prinsip kedaulatan rakyat sehingga Presiden terpilih memiliki legiimasi
yang kuat. Pada akhirnya, MK memutuskan bilamana hanya terdapat dua pasangan calon
peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden maka idak perlu dilakukan pemilihan putaran
kedua. Prinsip representasi keterwakilan dan persebaran jumlah pemilih yang merata dari
seluruh daerah di Indonesia telah dipenuhi keika tahap pencalonan pasangan tersebut
diajukan dan didukung oleh gabungan partai poliik nasional.
77
72
Putusan Nomor 062PHPU.B-II2004 tanggal 9 Agustus 2004.
73
Putusan Nomor 108-109PHPU.B-VII2009.
74
Putusan Nomor 1PHPU.PRES-XII2014.
75
Putusan Nomor 50PUU-XII2014 tanggal 3 Juli 2014.
76
Paragraf [3.20], Putusan Nomor 50PUU-XII2014 tanggal 3 Juli 2014.
77
Ibid.
Ju rn
al R
ec ht
sV in
d in
g B
PH N
360
Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 345-364 Volume 4, Nomor 3, Desember 2015
d. Perkara yang Berkenaan dengan