Aktivitas Xilanase Beberapa Pleurotus ostreatus Menggunakan Substrat Pelepah dan Tandan Kosong Kelapa Sawit

AKTIVITAS XILANASE BEBERAPA Pleurotus ostreatus
MENGGUNAKAN SUBSTRAT PELEPAH DAN
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

ANASTASIA NOENG

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aktivitas
Xilanase Beberapa Pleurotus ostreatus Menggunakan Substrat Pelepah dan
Tandan Kosong Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Anastasia Noeng
NIM G34100083

ABSTRAK
ANASTASIA NOENG. Aktivitas Xilanase Beberapa Pleurotus ostreatus
Menggunakan Substrat Pelepah dan Tandan Kosong Kelapa Sawit. Dibimbing
oleh ANJA MERYANDINI dan SUHARYANTO.
Enzim xilanase merupakan salah satu enzim yang unik yang dapat
dihasilkan oleh bakteri dan jamur. Xilanase memiliki pH dan suhu optimum yang
bervariasi, sehingga enzim ini dapat diaplikasikan pada berbagai industri.
Pleurotus ostreatus merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan
dan diduga dapat menghasilkan enzim xilanase. P. ostreatus dikenal oleh
masyarakat sebagai jamur tiram. Selama ini budidaya jamur tiram hanya
menggunakan media serbuk gergaji saja, padahal ada banyak limbah pertanian
dan perkebunan yang dapat digunakan. Limbah perkebunan seperti pelepah kelapa
sawit dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat digunakan sebagai substrat
bagi jamur tiram. Penelitian ini dilakukan untuk menyeleksi P. ostreatus dari

berbagai tempat yang mensekresikan enzim xilanase dengan memanfaatkan
pelepah kelapa sawit dan TKKS sebagai media substrat. Isolat BIOTROP dan
Gadog merupakan isolat jamur yang menghasilkan enzim xilanase juga dapat
menghasilkan enzim selulase dan enzim lignolitik. Penyusutan bobot basah media
setelah 30 hari masa inkubasi berkisar antara 9.17% sampai 40.69% dari bobot
awal. Terjadi peningkatan pH pada media pelepah kelapa sawit dan terjadi
penurunan pH media TKKS setelah masa inkubasi 30 hari. Uji rasio C/N yang
dilakukan juga menunjukkan adanya perubahan kadar karbon dan nitrogen
sesudah masa inkubasi 30 hari. Aktivitas enzim xilanase tertinggi diperoleh dari
isolat Gadog pada media pelepah kelapa sawit yaitu sebesar 0.584 UI/mL dicapai
pada hari ke-37. Perolehan konsentrasi protein diperoleh dari isolat Gadog pada
media TKKS sebanyak 35.6 mg/mL yang dicapai pada hari ke-42.
Kata kunci: Pelepah Kelapa Sawit, Pleurotus ostreatus, TKKS, Xilanase.

ABSTRACT
ANASTASIA NOENG. Xylanase Activity from Pleurotus ostreatus Cultivated
on Palm Oil’s Frond and Empty Fruit Bunch as a Substrat. Supervised by ANJA
MERYANDINI and SUHARYANTO.
Xylanase is a unique enzyme which could produced by bacteria and fungi.
Xylanase has been known to have a various pH and temperature for its optimum

activity, a reason why xylanase could be used in industries. Pleurotus ostreatus is
a member of Fungi kingdom. In Indonesia, P. ostreatus known as jamur tiram.
Jamur tiram is one of the favorite fungi to be cultured and probably produced
xylanase. For many years, people are using sawdust for making fungi’s media
culture, but there are a lot of agriculture and estate waste, for example palm oil’s
frond and empty fruit bunch (EFB). This research was aimed for selection of P.
ostreatus from many places which secreted xylanase by using palm oil’s frond

and EFB as a substrat. Isolate BIOTROP and Gadog were fungi which produced
xylanase and also celullase and lignolytic enzymes. After 30 days, weight media
decrease between 9.17% until 40.69% from weight media before 30 days incubate.
There was a different pH in palm oil’s frond and EFB media. The ratio of C : N
showed change of carbon and nitrogen content before and after 30 days of
incubation. The highest activity of xylanase enzyme was 0.584 IU/mL reached
after 37 days of incubation. It was achieved from P. ostreatus Gadog strain using
palm oil’s frond as a substrate. The highest protein concentrate was 35.6 mg/mL
reached after 42 days of incubation. It was achieved from P.ostraetus Gadog
strain using EFB as a substrate.
Keywords: EFB, Palm Oil’s Frond, Pleurotus ostreatus, Xylanase.


AKTIVITAS XILANASE BEBERAPA Pleurotus ostreatus
MENGGUNAKAN SUBSTRAT PELEPAH DAN
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

ANASTASIA NOENG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aktivitas Xilanase Beberapa Pleurotus ostreatus Menggunakan
Substrat Pelepah dan Tandan Kosong Kelapa Sawit

Nama
: Anastasia Noeng
NIM
: G34100083

Disetujui oleh

Prof Dr Anja Meryandini, MS
Pembimbing I

Ir Suharyanto, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah enzim xilanase. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014 berjudul Aktivitas Xilanase
Beberapa Pleurotus ostreatus Menggunakan Substrat Pelepah dan Tandan Kosong
Kelapa Sawit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku
pembimbing pertama dan Ir Suharyanto, MSi selaku pembimbing kedua atas
arahan, kesabaran, waktu dan ilmu yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dr Berry Juliandi, MSi yang telah bersedia menjadi
dosen penguji sidang serta pemberian saran dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan untuk Ibunda tercinta
Enah dan ayahanda tersayang Edmundus Efrain serta kakakku tersayang Selvina
Bura SS, Tanteku Mimi, keponakan kecilku Jakaria Nur Ramadhan, sepupu
tersayang Irma Ilmiasari, AMd Kep, dan Ita Maysi Raptiyandari atas do’a, kasih
sayang, dan dukungan yang tiada henti. Terima kasih dan penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi dan Bioproses Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, khususnya kepada Bu Happy, Kak
Prita, Mba Eka, Kak Muti, Bu Ning, Bu Irma dan Kak Syarif yang telah banyak

membantu dalam pengerjaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada sahabat – sahabat terbaik penulis Farizul Fadiyah, Rizky
Apriyani, dan Ika Suciati serta teman seperjuangan Biologi 47. Terima kasih untuk
Internal BFKFB, JakPus 2013, dan rekan – rekan Wisma Adinda Mba Vinda, Arny,
dan Indah. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan
dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2014
Anastasia Noeng

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE

Bahan
Alat
Prosedur Percobaan
Isolasi Pleurotus ostreatus
Peremajaan Isolat
Uji Enzim Lignolitik
Pembuatan Starter
Pembuatan Media Pelepah Kelapa Sawit
Pengukuran Bobot Media
Pengukuran pH Media
Uji Aktivitas Enzim Xilanase
Uji Konsentrasi Protein
Uji Zona Bening Selulosa
Uji Zona Bening Xilan
Uji Kadar Karbon
Uji Kadar Nitrogen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
5
5
2
2
2
2
2
3
3
3
3

3
3
4
4
4
4
5
5
5
6
6
6
6
12
15
15
15
15
17
17


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Bobot basah dan bobot kering media tumbuh Pleurotus ostreatus
Nilai pH media hari ke – 0 dan hari ke – 30
Nilai indeks xilanolitik (NIX) Plerotus ostreatus pada media xilan
Nilai indeks selulolitik (NIS) Pleurotus ostreatus pada media CMC
Pengukuran konsentrasi protein pada enzim ekstrak kasar
Pengukuran kadar karbon, nitrogen, dan rasio C/N

8
8
9
9
11
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Jamur penghasil enzim lignolitik
Struktur media pelepah.
Struktur media TKKS.
Pembentukan zona bening isolat P. ostreatus pada media CMC.
Pembentukan zona bening isolat P. ostreatus pada media xilan 1%
Pengukuran aktivitas enzim xilanase.

7
7
8
9
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kurva standar uji aktivitas enzim
2. Kurva standar uji konsentrasi protein

17
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia menjadi negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia
melampaui Malaysia pada tahun 2008 hingga 2013 (GAPKI 2014). Hal ini dinilai
wajar karena adanya penambahan areal baru tanaman kelapa sawit yang didukung
oleh pemerintah sejak tahun 2006 (Pahan 2006). Produksi crude palm oil (CPO)
di Indonesia sebesar 26 juta ton pada tahun 2013 (GAPKI 2014). Jumlah produksi
CPO yang tinggi diiringi juga dengan tingginya jumlah produksi limbah
pengolahan kelapa sawit. Limbah pengolahan kelapa sawit contohnya tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) dan pelepah kelapa sawit. Jumlah TKKS mencapai
30% – 35% dari berat tandan buah segar setiap pemanenan. TKKS mengandung
6.04% abu, 36.81% selulosa, 27.01% hemiselulosa dan lignin sebesar 15.70%
(Hambali et al. 2007). Pelepah kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa
sawit yang pemanfaatannya masih belum maksimal. Menurut Pahan (2006)
bagian pelepah kelapa sawit terdiri atas komponen selulosa, hemiselulosa, lignin
dan bahan organik berupa mineral atau silikat pada bagian epidermisnya.
Salah satu penyusun pelepah kelapa sawit dan TKKS adalah hemiselulosa.
Sebagian besar komponen utama hemiselulosa terdiri atas xilan. Xilan memiliki
rangka 1,4 D-Xylopyranose dan beberapa variasi rantai samping (Dumitriu 1998).
Enzim xilanase merupakan enzim yang dapat mendegradasi xilan. Salah satu
kegunaan xilanase yaitu untuk mendegradasi limbah perkebunan seperti pelepah
kelapa sawit dan TKKS. Setelah banyak dilakukan penelitian, enzim xilanase
memiliki spektrum pH dan suhu optimum yang luas. Penelitian yang dilakukan
oleh Kumar et al. (2004) menunjukkan bahwa enzim xilanase yang diperoleh
memiliki pH optimum dalam suasana basa dan dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan manfaat sabun cuci. Dari penelitian Wong dan Saddler (1993)
ditunjukkan bahwa xilanase yang memiliki pH optimum asam dapat digunakan
untuk menjernihkan jus, ekstrak kopi, minyak nabati, dan pati. Penelitian Viikari
et al. (1994) menunjukkan bahwa xilanase yang bekerja optimum pada pH alkali
dengan suhu optimum diatas 50oC juga dapat digunakan sebagai pemutih kertas
yang lebih ramah lingkungan untuk mengganti klorin. Menurut Biely (1985)
xilanase dapat digunakan untuk memproduksi gula xilosa. Gula xilosa ini sedang
dikembangkan sebagai alternatif pemanis untuk dikonsumsi penderita diabetes
melitus.
Enzim xilanase dapat dihasilkan oleh bakteri dan jamur. Pleurotus ostreatus
merupakan anggota kingdom Fungi dan dapat menghasilkan enzim xilanase.
Jamur ini sendiri banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Konsumsi P.
ostreatus mulai meningkat sejak tahun 1991 (Gunawan 2007). Menurut Jaelani
(2008), P. ostreatus diminati masyarakat Indonesia karena memiliki rasa yang
lezat, memiliki nilai gizi yang tinggi, dan dapat digunakan sebagai obat. Budidaya
P. ostreatus atau jamur tiram sudah dilakukan dan dikembangkan sejak tahun
1900 dan mulai gencar dibudidayakan sejak tahun 1991 (Gunawan 2007). Namun,
variasi dari media tumbuh yang digunakan belum banyak dikembangkan,

2
sementara produksi jamur tiram menggunakan media serbuk gergaji terus
dilakukan. Ketersediaan pelepah kelapa sawit dan TKKS yang melimpah serta
pemanfaatannya pun masih sangat sedikit, diharapkan dapat menjadi alternatif
media tumbuh jamur tiram.
Perumusan Masalah
Organisme penghasil enzim xilanase tidak hanya bakteri melainkan juga
dapat diproduksi oleh kelompok Jamur. Adanya perbedaan organisme penghasil
enzim ini dapat menyebabkan enzim yang dihasilkan pun menambah keragaman.
Penambahan keragaman ini membuat enzim xilanase dapat diaplikasikan ke
sektor yang belum bisa dijangkau oleh enzim xilanase yang sudah pernah
ditemukan sebelumnya. Pleurotus ostreatus merupakan kelas Basidiomycetes
yang diketahui memiliki enzim lignolitik. Limbah perkebunan yang digunakan
mengandung lignin yang dapat didegradasi oleh enzim lignolitik. Penggunaan P.
otreatus dalam skala besar memiliki keuntungan selain mengurangi limbah
perkebunan, tubuh buah yang terbentuk dapat dikonsumsi, serta enzim xilanase
yang dihasilkan dapat diaplikasikan di industri.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melakukan seleksi Pleurotus ostreatus dari berbagai
daerah yang mensekresikan enzim xilanase dengan memanfaatkan pelepah sawit
dan TKKS sebagai media tumbuh.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendapatkan isolat
Pleurotus ostreatus yang menghasilkan enzim xilanse serta memaksimalkan
penggunaan pelepah kelapa sawit dan TKKS sebagai alternatif media tanam.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Februari hingga bulan Juni
2014 di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis PPSHB IPB,
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA IPB, Laboratorium
Mikrobiologi dan Bioproses, Laboratorium Kimia Pangan, dan Laboratorium
Biologi Molekuler, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Bahan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa baglog P. ostreatus yang
berasal dari BIOTROP, Gadog, dan LIPI Cibinong; media PDA (Potato Dextrose
Agar), media alkali lignin, media jagung, media CMC, media xilan 1%,

3
beechwood, merah kongo, NaCl 2 M, pelepah kelapa sawit, TKKS, kapur, dedak,
dan gypsum, bufer fosfat 0.05 M, DNS (Dinitrosalisilat); Bovine Serum Albumin
(BSA), larutan Bradford, K2Cr2O7 1N, H2SO4 1 N, H2SO4 0.05 N, asam borat 1%,
larutan conway, dan NaOH 40%.
Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi laminar biosafety cabinet,
spektrofotometer, sentrifusa, vortex, pipet mikro, labu enlenmeyer, tabung
eppendorf, penangas air, dan peralatan laboratorium lainnya.
Prosedur Percobaan
Isolasi Pleurotus ostreatus
Isolasi dilakukan dengan mengambil sedikit bagian miselium yang telah
tumbuh pada media serbuk gergaji. Miselium yang diambil kemudian
ditumbuhkan pada media PDA (9.75 g dalam 250 mL air dalam 250 mL
enlemeyer). Kemudian, hasil isolasi diinkubasi pada suhu ruang (27oC) selama 5
hari.
Peremajaan Isolat
Isolat diremajakan pada media agar miring yang berisi PDA. Kemudian,
isolat diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari.
Uji Enzim Lignolitik
Isolat hasil pemurnian kemudian ditumbuhkan pada media alkali lignin.
Isolat diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya zona merah disekitar koloni P.ostreatus.
Pembuatan Starter
Jagung yang telah dipisahkan dari tongkolnya, kemudian dipilah dari biji –
biji yang sudah rusak. Biji – biji jagung yang sudah dipilah dicuci bersih dengan
air mengalir. Biji – biji jagung yang sudah bersih ini direbus selama 60 menit
hingga matang, kemudian ditiriskan agar biji – biji jagung tidak terlalu banyak
mengandung air. Tahap selanjutnya, biji – biji jagung dimasukkan ke dalam botol
ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Biji jagung disterilisasi selama 45
menit dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Media jagung yang telah didiamkan
12 jam kemudian diinokulasikan isolat P. ostreatus. Isolat yang ditanam pada
media jagung merupakan isolat yang menunjukkan hasil positif pada uji enzim
lignolitik. Selanjutnya, media jagung yang telah ditanam P. ostreatus diinkubasi
pada suhu 27oC selama 14 hari.

4
Pembuatan Media Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit yang telah dipisahkan dari bagian luarnya dipotong
menyerupai batang korek api. Pelepah kelapa sawit dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 70oC selama 48 jam. Pelepah kelapa sawit yang telah kering digiling
hingga berukuran 50 mesh. Sebanyak 1700 gram pelepah kelapa sawit
dicampurkan dengan 311.1 gram dedak, 31.11 gram gipsum, dan 31.11 gram
kapur,. Pembuatan media TKKS menggunakan sebanyak 1700 gram TKKS, 622.2
gram dedak, 62.22 gram gipsum, dan 62.22 gram kapur. Campuran media
dimasukkan ke dalam botol jam, kemudian disterilisasi dengan autoklaf sebanyak
2 kali dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Pelepah kelapa sawit dalam botol
jam didiamkan selama 3 hari. Sebanyak 5 butir jagung yang telah ditumbuhi
miselium P. ostreatus dimasukkan ke dalam media pelepah kelapa sawit dan
TKKS. Media pelepah kelapa sawit dan TKKS dalam botol jam yang telah
ditanam dengan isolat, kemudian inkubasi selama 30 hari pada suhu 27oC di ruang
gelap.
Pengukuran Bobot Media
Bobot media pelepah kelapa sawit maupun TKKS diukur sebelum dan
sesudah inkubasi 30 hari. Pengukuran dilakukan untuk bobot basah dan bobot
kering media. Media yang tidak diinkubasi diukur menggunakan neraca analitik
digital dan dihitung sebagai bobot basah media. Media yang telah diukur sebagai
bobot basah kemudian dikeringkan pada suhu 70oC selama 24 jam dalam oven.
Kemudian, media diukur dengan neraca analitik digital dan terhitung sebagai
bobot kering media. Metode ini juga dilakukan untuk mengukur bobot basah dan
bobot kering media setelah masa inkubasi 30 hari.
Pengukuran pH Media
Sebanyak 10 gram media dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian
larutan media diukur menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan pada
media sebelum dan setelah masa inkubasi 30 hari.
Uji Aktivitas Enzim Xilanase
Uji ini diawali dengan pembuatan kurva standar xilosa. Gula xilosa
ditimbang sebanyak 0.5 gram dilarutkan dengan aquades 50 mL dalam gelas piala
100 mL. Larutan kemudian distirer hingga homogen. Larutan xilosa 1% kemudian
diencerkan kembali dengan aquades untuk pengenceran 10x. Larutan xilosa 0.1%
disebut dengan larutan stok. Larutan stok ditambahkan dengan aquades hingga
membentuk konsentrasi 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; dan 0.5 mg/mL. Kemudian campuran
ditambahkan 2 mL larutan DNS pada tiap tabung reaksi, kemudian
dihomogenasikan dengan vortex lalu diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit.
Campuran didinginkan terlebih dahulu sebelum diukur dengan panjang
gelombang 540 nm menggunakan spektrofotometer. Data yang didapat kemudian
dikonversikan menjadi kurva garis hingga didapatkan nilai R sebesar 0.98 – 0.99.

5
Uji aktivitas enzim dilakukan dengan mengukur sampel, kontrol dan blanko.
Sebanyak 10 gram media yang sudah ditumbuhi miselium dicampurkan dengan
menggunakan 25 mL bufer fosfat 0.05 M pH 7, kemudian diekstrak menggunakan
mortar. Hasil enzim ekstrak kasar disentrifuse pada kecepatan 8000 rpm selama
10 menit. Hasil enzim ekstrak kasar kemudian dipindahkan ke dalam tabung lain.
Tabung eppendorf sampel diisi dengan enzim ekstrak kasar sebanyak 300 μL
ditambah 300 μL substrat beechwood 1% dan segera diinkubasi pada suhu 27oC
selama 20 menit. Tabung eppendorf kontrol diisi dengan 300 μL substrat
beechwood 1% ditambah 300 μL hasil enzim ekstrak kasar tanpa diinkubasi.
Tabung eppendorf blanko diisi dengan 300 μL substrat beechwood 1% ditambah
300 μL aquades. Sebanyak 600 μL DNS ditambahkan ke dalam setiap tabung,
kemudian dihomogenasikan dengan vortex lalu diinkubasi pada suhu 100oC
selama 15 menit. Seluruh sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm (Miller 1959).
Uji Konsentrasi Protein
Standar protein pada uji konsentrasi protein menggunakan bovine serum
albumin (BSA). Sebanyak 0.1 gram BSA dilarutkan dengan aquades 100 mL.
Kemudian larutan distirer agar homogen. Larutan BSA ditambahkan aquades
hingga membentuk konsentrasi 0; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8; dan 1.0 mg/mL. Setiap larutan
kemudian ditambah larutan Bradford sebanyak 4 mL, kemudian divortex agar
homogen. Selanjutnya, sebelum diukur dengan panjang gelombang 595 nm
dengan spektrofotometer larutan diinkubasi selama 15 menit. Data yang didapat
kemudian dikonversikan menjadi kurva garis hingga didapatkan nilai R sebesar
0.98 – 0.99. Data ini kemudian digunakan sebagai standar uji konsentrasi protein.
Sebanyak 200 μL enzim ekstrak kasar ditambahkan dengan 2 ml pereaksi
Bradford kemudian dihomegenasikan menggunakan vortex. Larutan diinkubasi
pada suhu 27oC selama 15 menit kemudian diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm (Bradford 1976).
Uji Zona Bening Selulosa
Sebanyak 1 lup isolat ditanam dalam media CMC. Isolat diinkubasi selama
3x24 jam pada suhu 27oC. Media CMC diberi merah kongo hingga seluruh
permukaan tertutupi, kemudian didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, media
dicuci dengan NaCl 2 M, media didiamkan selama 24 jam pada suhu 4oC. Zona
bening yang terbentuk kemudian dihitung untuk menentukan nilai indeks
selulolitik (NIS).
Nilai indeks selulolitik = diameter total zona – diameter koloni
diameter koloni
Uji Zona Bening Xilan
Sebanyak 1 lup isolat ditanam dalam media xilan 1%. Isolat diinkubasi 3x24
jam pada suhu 27oC. Kemudian media xilan 1% diberi merah kongo hingga
seluruh permukaan tertutupi, media didiamkan 15 menit. Selanjutnya, media

6
dicuci dengan NaCl 2 M dan didiamkan selama 24 jam pada suhu 4oC. Zona
bening yang terbentuk kemudian dihitung untuk menentukan nilai indeks xilan
(NIX).
Nilai indeks xilanolitik = diameter total zona – diameter koloni
diameter koloni
Uji Kadar Karbon
Sebanyak 0.05 gram sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL. Sampel diberi 7 mL K2Cr2O7 1 N dan 5 mL H2SO4 1 N (s)
inkubasi pada suhu 100oC selama 2 jam. Larutan berisi sampel dalam labu takar
ditera dengan aquades kemudian didiamkan selama 12 jam. Tahap akhir, sampel
diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 561
nm. Data yang didapat kemudian dihitung untuk menentukan kadar karbon sampel.
%C =

ppm
x100%
mg sampel x mL H2SO4

Uji Kadar Nitrogen
Sebanyak 0.5 gram sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL ditambahkan selenium sebanyak 1 gram sebagai katalis dan
ditambahkan 20 mL H2SO4 1 N. Sampel ditambahkan larutan H2SO4 1 N
kemudian didiamkan selama ± 12 jam. Tahap selanjutnya yaitu sampel didestruksi
dengan suhu bertingkat hingga 350oC . Hasil destruksi didiamkan selama ± 12 jam
setelah itu sampel dapat didestilasi. Campuran sampel dibilas dengan aquades
sebanyak 3 kali dan ditambahkan NaOH 40%. Campuran yang terdestilasi
ditampung dalam enlemeyer yang telah diberi asam borat 1% 20 mL dan
ditambahkan dua tetes larutan conway. Hasil destilasi selanjutnya dititrasi dengan
H2SO4 0.05 N. Data yang didapat kemudian dihitung untuk menentukan kadar
nitrogen pada sampel.
%N = (mL titran x N H2SO4 x 14) x 100%
mg sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Proses isolasi menghasilkan 5 isolat yaitu isolat BIOTROP, isolat Gadog,
isolat LIPI var 1, isolat LIPI var 2, dan isolat LIPI var 3. Dari 5 isolat yang
berhasil diisolasi hanya 2 isolat yang memberikan hasil positif uji enzim lignolitik.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya zona merah disekitar koloni pada media

7
alkali lignin. Isolat yang memiliki enzim lignolitik yaitu isolat BIOTROP dan
isolat Gadog. Kedua isolat ini yang selanjutnya diuji aktivitas enzim xilanase yang
dihasilkan pada media pelepah kelapa sawit dan media TKKS.
a

b

Gambar 1 Jamur penghasil enzim lignolitik. (a) Isolat BIOTROP dan (b) Isolat
Gadog yang ditanam pada media alkali lignin.
Setelah masa inkubasi 30 hari, terdapat perbedaan penampilan pada media
pelepah kelapa sawit yang tidak ditanami P. ostreatus dan media pelepah kelapa
sawit yang ditanami P. ostreatus yaitu adanya perubahan warna dan struktur.
Warna media pelepah kelapa sawit berubah dari cokelat kehitaman menjadi
cokelat muda. Struktur media pelepah kelapa sawit yang tidak ditanami P.
ostreatus memiliki struktur serbuk, tidak menggumpal, dan berukuran 50 mesh.
Struktur media pelepah kelapa sawit yang ditanami P. ostreatus memiliki struktur
serbuk yang berukuran lebih kecil dari 50 mesh dan menggumpal akibat
pertumbuhan miselium. Perubahan yang terjadi seperti yang terlihat pada Gambar
2.
a

b

c

Gambar 2 Struktur media pelepah. (a) Penampakan media sebelum inokulasi (b)
penampakan media setelah diinokulasi dengan isolat P. ostreatus
BIOTROP dan (c) penampakan media setelah dinokulasi dengan
isolat P. ostreatus Gadog.
Setelah masa inkubasi 30 hari, terdapat perbedaan pada media TKKS yang
tidak ditanami P. ostreatus dan media TKKS yang ditanami P. ostreatus yaitu
adanya perubahan warna dan struktur. Warna media TKKS berubah dari cokelat
kehitaman menjadi cokelat muda. Struktur media TKKS yang tidak ditanami P.
ostreatus memiliki serabut lebih kasar, tidak menggumpal, dan sulit diuraikan.
Struktur media TKKS yang ditanami P. ostreatus memiliki struktur serabut lebih

8
mudah diuraikan, lebih halus dan menggumpal akibat pertumbuhan miselium.
Perubahan yang terjadi terlihat seperti pada Gambar 3.
a

c

b

Gambar 3 Struktur media TKKS. (a) Penampakan media sebelum inokulasi (b)
penampakan media setelah diinokulasi dengan isolat P. ostreatus
BIOTROP dan (c) penampakan media setelah dinokulasi dengan
isolat P. ostreatus Gadog.
Perubahan struktur media juga diikuti dengan adanya penurunan bobot
media sebesar 9.17% hingga 40.69% pada media pelepah kelapa sawit dan media
TKKS. Hal ini berkaitan dengan adanya penurunan nutrisi dan kadar karbon yang
terdapat pada media. Kadar karbon yang menurun dapat terlihat pada Tabel 6.
Penurunan bobot media terbesar terlihat pada media TKKS yang ditanami isolat
BIOTROP yaitu sebesar 40.69%. Penurunan bobot media terkecil yaitu isolat
Gadog pada media pelepah kelapa sawit yaitu sebesar 9.17%.
Tabel 1 Bobot basah dan bobot kering media tumbuh Pleurotus ostreatus setelah
masa inkubasi 30 hari
Media
Pelepah
Kelapa Sawit
TKKS

Isolat
Kontrol
BIOTROP
Gadog
Kontrol
BIOTROP
Gadog

W0(gram)
181.83
158.91
165.16
142.10
84.28
111.12

W1%)
12.60
9.17
40.69
27.79

W2(gram)
139.44
95.91
67.06
71.57
47.60
48.92

W3(%)
31.22
51.91
33.49
31.65

W(gram)
42.39
63.00
98.10
70.53
36.68
62.20

Ket : W0 : bobot basah ; W1 : penurunan bobot basah ; W2 : bobot kering ; W3 : penurunan bobot
kering ; W : selisih bobot basah dan bobot kering.

Tabel 2 Nilai pH media hari ke – 0 dan hari ke – 30
Isolat
BIOTROP
Gadog

Media Pelepah Kelapa Sawit

Media TKKS

H0

H30

H0

H30

5.4
5.4

5.8
6.1

5.6
5.6

5.2
5.4

Ket : H0 : hari ke-0 ; H30 : hari ke-30

9
Media pelepah kelapa sawit mengalami peningkatan pH setelah masa
inkubasi 30 hari. Media TKKS mengalami penurunan pH setelah masa inkubasi
30 hari. Adanya perbedaan penurunan dan peningkatan pH media terjadi akibat
adanya akumulasi hasil metabolisme yang berbeda dari P. ostreatus dan
perbedaan komposisi media pelepah dan TKKS.
Tabel 3 Nilai indeks xilanolitik (NIX) Plerotus ostreatus pada media xilan
Isolat
BIOTROP
Gadog

Lingkar total zona
(cm)
1.00
1.05
a

Lingkar koloni
(cm)
0.85
0.70

Nilai Indeks Xilan
0.18
0.50

b

Gambar 4 Pembentukan zona bening isolat P. ostreatus pada media xilan 1%. (a)
Isolat BIOTROP dan (b) isolat Gadog pada media xilan setelah
inkubasi 24 jam dan diwarnai dengan pewarna merah kongo 1%.
Penguraian xilan pada media ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening.
Uji zona bening xilanolitik menunjukkan bahwa isolat Gadog maupun isolat
BIOTROP menghasilkan enzim xilanase. Isolat Gadog memiliki nilai indeks
xilanolitik yang lebih besar daripada nilai indeks xilanolitik isolat BIOTROP
sebesar 0.50.
Tabel 4 Nilai indeks selulolitik (NIS) Pleurotus ostreatus pada media CMC
Isolat
BIOTROP
Gadog

Lingkar total zona
(cm)
0.80
1.20

Lingkar koloni
(cm)
0.60
0.90

Nilai Indeks Selulolitik
0.33
0.33

10
a

b

Gambar 5 Pembentukan zona bening isolat P. ostreatus pada media CMC. (a)
Isolat BIOTROP dan (b) isolat Gadog pada media CMC setelah
inkubasi 24 jam dan diwarnai dengan pewarna merah kongo 1%.
Adanya aktivitas enzim selulolitik terlihat ketika terbentuknya zona bening
pada media CMC. Zona bening yang terbentuk terdapat pada media CMC yang
ditanami isolat Gadog maupun isolat BIOTROP. Nilai indeks selulolitik (NIS)
pada isolat Gadog maupun BIOTROP memiliki nilai yang sama yaitu 0.33.

Gambar 6 Pengukuran aktivitas enzim xilanase
Isolat BIOTROP pada media pelepah kelapa sawit mengalami kenaikan
aktivitas enzim dari hari ke-32 hingga hari ke-37 kemudian aktivitas enzim
menurun pada hari ke-42. Aktivitas enzim xilanase isolat Gadog pada media
pelepah kelapa sawit hanya terukur pada hari ke-37, sedangkan pada hari ke-32
dan hari ke-42 tidak terukur adanya aktivitas. Aktivitas enzim isolat BIOTROP
pada media TKKS mengalami kenaikan dari hari ke-32 hingga hari ke-37 aktivitas
enzim menurun hingga hari ke-42. Isolat Gadog pada media TKKS terlihat
memiliki aktivitas pada hari ke- 32 dan hari ke-42, sedangkan pada hari ke-37
tidak terukur aktivitas enzim. Tidak terukurnya aktivitas enzim pada isolat Gadog
pada media pelepah dan isolat Gadog pada media TKKS dapat disebabkan
rendahnya jumlah enzim xilanase pada hasil enzim ekstrak kasar. Aktivitas enzim
xilanase terbesar dihasilkan isolat Gadog pada media pelepah kelapa sawit yaitu
pada hari ke-37 sebesar 0.584 IU/mL.

11

Tabel 5 Pengukuran konsentrasi protein pada enzim ekstrak kasar
Hari
Ke-32
Ke-37
Ke-42

BIOTROP Pelepah
Kelapa Sawit
(mg/mL)
12.4
16.0
11.9

Gadog Pelepah
Kelapa Sawit
(mg/mL)
16.6
16.1
14.1

BIOTROP
TKKS
(mg/mL)
21.5
23.7
23.1

Gadog
TKKS
(mg/mL)
19.8
21.9
35.6

Melalui hasil pengukuran konsentrasi protein yang dilakukan diketahui
bahwa konsentrasi protein isolat BIOTROP pada media pelepah kelapa sawit
terjadi peningkatan dari hari ke-32 sampai hari ke-37 dan menurun pada hari ke42. Konsentrasi protein isolat Gadog pada media pelepah kelapa sawit mengalami
penurunan dari hari ke-32 hingga hari ke-42. Konsentrasi protein isolat BIOTROP
pada media TKKS mengalami kenaikan dari hari ke-32 hingga hari ke-37
kemudian turun di hari ke-42. Konsentrasi protein isolat Gadog pada media TKKS
meningkat dari hari ke-32 hingga hari ke-42. Konsentrasi protein tertinggi
diperoleh dari isolat Gadog pada media TKKS yaitu sebesar 35.6 mg/mL pada
hari ke-42. Konsentrasi protein terendah didapat dari isolat BIOTROP pada media
pelepah kelapa sawit yaitu sebesar 11.9 mg/mL pada hari ke-42.
Tabel 6 Pengukuran kadar karbon, nitrogen, dan rasio C/N media baglog sebelum
dan setelah masa inkubasi 30 hari

Media

Perlakuan
Tanpa Dicuci
Kadar
Kadar
Rasio
Kadar
Karbon Nitrogen
C/N
Karbon
(%)
(%)
(%)

Dicuci
Kadar
Nitrogen
(%)

Rasio
C/N

Pelepah
Kelapa Sawit

41.20

0.33

124.85

35.77

0.35

102.20

TKKS

36.44

0.56

65.07

40.62

0.60

67.70

BIOTROP
Pelepah
Kelapa Sawit

36.57

0.35

104.49

36.84

0.62

59.42

BIOTROP
TKKS

28.07

0.47

59.72

40.85

0.52

78.56

Gadog
Pelepah
Kelapa Sawit

36.48

0.39

93.54

36.49

0.38

96.03

Gadog TKKS

33.74

0.85

39.70

34.71

0.65

54.30

12
Kadar karbon pada media yang ditanami P. ostreatus yang mendapat
perlakuan tanpa dicuci memiliki nilai yang lebih rendah daripada kadar karbon
pada media yang tidak ditanami P. ostreatus. Kadar karbon pada media yang
ditanami P. ostreatus yang mendapat perlakuan dicuci memiliki nilai yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan media yang tidak dicuci, kecuali kadar karbon
pada media TKKS yang ditanami isolat Gadog. Penurunan kadar karbon
disebabkan oleh dekomposisi komponen seperti hemiselulosa dan lignin dalam
media pelepah kelapa sawit dan TKKS oleh aktivitas P. ostreatus. Perbedaan
kadar karbon yang terukur dapat disebabkan karena adanya perbedaan
pengambilan media. Media yang digunakan untuk dihitung kadar karbonnya pada
perlakuan tanpa dicuci diambil dari lapisan paling atas. Lapisan paling atas ini
merupakan lapisan pertama yang digunakan untuk pertumbuhan oleh P. ostreatus,
sehingga kadar karbon yang terukur jauh lebih sedikit karena digunakan untuk
pertumbuhan miselium. Adanya perbedaan kadar karbon pada media TKKS yang
tidak ditanami P. ostreatus dapat disebabkan sampel yang digunakan
kemungkinan memiliki kadar karbon yang berbeda. Kadar nitrogen pada media
yang telah ditanami P. ostreatus memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar nitrogen pada media yang tidak ditanami P. ostreatus kecuali pada
isolat BIOTROP pada media TKKS. Kadar nitrogen yang meningkat pada media
ini dapat diakibatkan nitrogen yang terukur tidak hanya berasal dari protein
penyusun media akan tetapi juga enzim yang terdapat pada media ikut terukur.
Rasio C/N pada media pelepah kelapa sawit dan TKKS mengalami penurunan
baik pada perlakuan dicuci maupun tidak dicuci kecuali media TKKS yang
ditanami isolat BIOTROP pada perlakuan dicuci.

Pembahasan
Menurut Gandjar et al. (2006) pada media PDA miselium jamur yang
berwarna putih dimiliki oleh spesies Scopulariopsis fusca dan Fusarium
oxysporum. P. ostreatus merupakan anggota filum Basidiomycetes. Anggota dari
kelompok Basidiomycetes merupakan kelompok jamur yang dapat menghasilkan
enzim lignolitik. Isolat yang menghasilkan enzim lignolitik yaitu isolat BIOTROP
dan Gadog yang membentuk zona merah pada media alkali lignin. Media alkali
lignin yang digunakan merupakan media selektif. Menurut Pelczar dan Chan
(1986) media selektif adalah media kompleks yang mengandung senyawa tertentu
sehingga hanya mikroorganisme tertentu saja yang dapat hidup. Media alkali
lignin merupakan media yang hanya cocok ditumbuhi oleh mikroorganisme
penghasil enzim lignolitik. Enzim lignolitik yang dikeluarkan oleh jamur akan
berikatan dengan guajacol, sehingga membentuk zona merah pada media. Zona
merah ini menandakan bahwa P. otreatus yang ditanam menghasilkan enzim
lignolitik yang dapat mendegradasi lignin pada media selektif seperti media alkali
lignin (Thorn et al. 1996). Berdasarkan informasi ini, P. ostreatus yang berasal
dari BIOTROP dan Gadog yang terpilih untuk diuji pada tahap selanjutnya, yaitu
ditanam pada media pelepah kelapa sawit dan TKKS.
Media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pelepah kelapa sawit dan
TKKS. Kedua media ini digunakan sebagai sumber karbon yang dapat
dimanfaatkan oleh P. ostreatus. Media pelepah kelapa sawit dan TKKS diuji coba

13
sebagai sumber karbon bagi P. ostreatus. Adanya perbedaan media sebelum dan
setelah diinokulasikan P. ostreatus BIOTROP dan P. ostreatus Gadog yaitu
adanya perubahan warna dan struktur pada media. Perubahan warna yang terjadi
akibat selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada media yang terurai akibat
pertumbuhan miselium. Kandungan lignin yang tinggi menyebabkan warna pulp
pada pembuatan kertas menjadi lebih gelap (Fatriasari et al. 2009). Perubahan
penampilan media juga diikuti perubahan bobot media. Penurunan bobot yang
paling signifikan terjadi pada isolat BIOTROP pada media TKKS. Penurunan
bobot media seperti yang tertera pada Tabel 1 diakibatkan oleh adanya penurunan
kadar karbon dan nutrisi pada media dan peningkatan kadar nitrogen seperti yang
tertera pada Tabel 6.
Pertama, menurunnya kadar karbon pada media dapat menyebabkan
perubahan warna media dan bobot media baik media pelepah kelapa sawit
maupun media TKKS. Sebelum diinokulasi P. ostreatus media pelepah kelapa
sawit memiliki kadar karbon lebih besar dari media TKKS, sedangkan kadar
nitrogen pada media TKKS lebih besar daripada pada media pelepah kelapa sawit.
Diketahui bahwa kadar karbon dan rasio C/N menurun sementara kadar nitrogen
naik pada perlakuan media tanpa dicuci. Menurunnya kadar karbon dan rasio C/N
diakibatkan adanya aktivitas pertumbuhan dari P. ostreatus memecah selulosa,
hemiselulosa, dan lignin untuk digunakan sebagai sumber karbon. Penguraian
hemiselulosa menjadi gula – gula sederhana seperti xilosa dan glukosa yang
digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme jamur. Penguraian sempurna
lignin akan menghasilkan CO2 dan H2O sehingga secara umum akan menurunkan
berat karbon. Media pelepah kelapa sawit yang tidak ditanami P. ostreatus dan
diberi perlakuan dicuci mengalami penurunan kadar karbon bila dibandingkan
dengan media pelepah yang tidak dicuci dan tidak ditanami P. ostreatus.
Penurunan nilai karbon ini diakibatkan oleh pati sebagai penyusun pelepah kelapa
sawit larut dalam air. Isolat BIOTROP pada media TKKS perlakuan tanpa dicuci
memiliki konsumsi karbon yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan isolat pada
media lain. Hal ini terlihat dari nilai kadar karbon yang kecil dibandingkan dengan
isolat pada media lainnya. Nilai kadar nitrogen terbesar didapat dari isolat Gadog
pada media TKKS perlakuan tanpa dicuci. Nilai nitrogen yang terukur merupakan
nilai total nitrogen pada media termasuk unsur nitrogen penyusun dinding sel
miselium dan enzim yang dihasilkan untuk pertumbuhan yang terdapat pada
media. Menurunnya rasio C/N pada media yang ditanami P. ostreatus terjadi
akibat pertumbuhan. Meningkatnya rasio C/N pada media TKKS yang ditanami
isolat BIOTROP dapat terjadi karena adanya perbedaan perbedaan aktivitas isolat.
Hal ini terlihat dari nilai kadar karbon pada media TKKS setelah ditanami isolat
BIOTROP tidak berbeda jauh dengan media TKKS yang tidak ditanami
P.ostreatus. Faktor lain yang mendukung nilai rasio C/N yang meningkat akibat
aktivitas isolat BIOTROP yang berbeda tercermin dari kadar nitrogen yang lebih
rendah daripada kadar nitrogen pada media yang tidak ditanami P. ostreatus.
Kedua, adanya perubahan pada media pelepah kelapa sawit dan TKKS
diikuti dengan perubahan nilai pH media. Media pelepah kelapa sawit dan TKKS
sebelum diinokulasi P. ostreatus memiliki nilai pH sedikit asam. Media pelepah
kelapa sawit yang diinokulasikan isolat BIOTROP dan Gadog memiliki pH lebih
tinggi daripada pH media awal, sedangkan pH media TKKS cenderung memiliki
pH lebih rendah daripada pH media awal. Perubahan pada kedua media dapat

14
disebabkan oleh aktivitas P. ostreatus. Sumarsih (2010) menyatakan bahwa
selama pertumbuhan miselium, akan terjadi perubahan pH pada media tanam,
yaitu dengan adanya proses perombakan lignoselulosa dan senyawa organik lain
yang menghasilkan asam – asam organik. Adanya penambahan kapur (CaCO3)
pada media untuk mempertahankan pH tetap pada kondisi pH optimum
pertumbuhan P. ostreatus. P.ostreatus memiliki pH optimum untuk pertumbuhan
berkisar antara 5.5 – 6.5. Isolat Gadog dan isolat BIOTROP pada media pelepah
kelapa sawit telah memasuki tahap perombakan protein yang terdapat pada media.
Menurut Dazell et al. (1991) adanya penguraian protein untuk pertumbuhan serta
diikuti dengan pelepasan amonia yang ada di media dapat menyebabkan
peningkatan pH media. Isolat P. ostreatus pada media TKKS diperkirakan belum
menguraikan protein yang ada pada media dan adanya akumulasi dari asam –
asam organik, sehingga pH media mengalami penurunan. Penguraian protein pada
media pelepah kelapa sawit juga disebabkan jumlah dedak sebagai sumber
nitrogen hanya setengah dari jumlah dedak yang ditambahkan pada media TKKS.
Isolat yang tumbuh pada media TKKS memiliki sumber nitrogen yang lebih
banyak daripada isolat yang tumbuh pada media pelepah kelapa sawit. Hal ini lah
yang menyebabkan isolat yang tumbuh pada media pelepah kelapa sawit sudah
mencapai fase penguraian protein sedangkan isolat pada media TKKS belum
sampai fase penguraian protein.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pengukuran nilai index xilan (NIX) dilakukan
untuk mengetahui keberadaan produksi enzim xilanase oleh P. ostreatus. Melalui
NIX terlihat bahwa kedua isolat memiliki enzim xilanase. Uji ini dilakukan untuk
meyakinkan bahwa kedua isolat P. ostreatus memiliki enzim xilanase, walaupun
saat pengukuran tidak terlihat adanya aktivitas enzim xilanase. Merah kongo
digunakan sebagai indikator, indikator ini tidak dapat mengikat monomer –
monomer polisakarida. Menurut Teather dan Wood (1982) merah kongo dapat
berikatan dengan polisakarida dengan mengenali
ikatan β–(1→4) pada
polisakarida yang terbentuk. Interaksi ini yang menyebabkan merah kongo dapat
berikatan dengan polisakarida dan membentuk kompleks berwarna merah pada
media. Terurainya polisakarida menjadi monomer – monomer akibat aktivitas
enzim menyebabkan terputusnya ikatan β–(1→4), sehingga merah kongo tidak
dapat berikatan dengan monomer polisakarida yang ada pada media.
Ketidakmampuan merah kongo berikatan dengan monomer polisakarida
mengakibatkan terbentuk zona bening pada media seperti yang terlihat pada
Gambar 4 dan Gambar 5.
Satu unit aktivitas xilanase adalah jumlah µmol xilosa yang dihasilkan
setiap volume mililiter enzim dalam waktu satu menit (Miller 1959). Adanya
isolat yang memiliki aktivitas enzim tidak terukur dapat disebabkan karena hasil
enzim ekstrak kasar mengandung sedikit enzim xilanase. Enzim xilanase
diketahui dihasilkan oleh isolat BIOTROP dan isolat Gadog dengan aktivitas
tertinggi terukur dari isolat Gadog pada media pelepah sebesar 0.584 IU/mL.
Namun, untuk pemanfaatan lebih lanjut perlu untuk dilakukannya karakterisasi
enzim agar dapat diketahui suhu dan pH optimum dari enzim yang dihasilkan
setiap isolat.
Hasil uji aktivitas enzim xilanase didukung dengan pengujian konsentrasi
protein menggunakan metode Bradford (1976). Konsentrasi protein yang tinggi
tidak berbanding lurus dengan hasil uji aktivitas enzim xilanase. Hal ini dapat

15
disebabkan karena protein yang terukur bukan hanya protein bentuk enzim akan
tetapi juga protein yang terdapat pada media yang ikut terekstrak. Protein lain
dapat yang terukur saat media diekstrak yaitu protein penyusun dinding sel
miselium jamur. Perlu diketahui bahwa pertumbuhan miselium pada isolat yang
tumbuh di media TKKS jauh lebih pesat dibandingkan dengan isolat yang tumbuh
pada media pelepah kelapa sawit. Hal ini didukung dengan penurunan bobot
media basah TKKS jauh lebih besar daripada penurunan bobot media basah
pelepah kelapa sawit pada Tabel 1.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji menunjukkan bahwa isolat Gadog pada media pelepah kelapa
sawit menunjukkan aktivitas enzim xilanase tertinggi pada pH 7 dan suhu 27oC
yaitu sebesar 0.584 IU/mL. Hasil pengukuran konsentrasi protein tertinggi
diperoleh dari isolat Gadog pada media TKKS yang dipanen pada hari ke-42,
yaitu sebesar 35.6 mg/mL. Aktivitas enzim xilanase tidak berbanding lurus
dengan jumlah konsentrasi protein yang dihasilkan oleh tiap – tiap isolat pada
media tumbuh. Isolat BIOTROP dan Gadog selain menghasilkan enzim xilanase
juga menghasilkan enzim selulase dan enzim lignolitik.
Saran
Karakterisasi enzim merupakan uji yang harus dilakukan untuk melengkapi
penelitian ini. Hal ini dilakukan agar enzim yang diperoleh dapat diketahui suhu
dan pH optimumnya, untuk memudahkan proses aplikasi. Uji C : N yang
dilakukan semestinya dibandingkan dengan substrat serbuk gergaji. Serbuk
gergaji merupakan media umum yang digunakan untuk budidaya jamur tiram atau
Pleurotus ostreatus.

DAFTAR PUSTAKA
Bradford M M. 1976. A rapid and sensitive method for quantitation of microgram
quantities of protein utilizing the principle of protein dye-binding. Anal
Biochem. 72:234-254.doi:10.1016/0003-2697(76)90527-3.
Biely. 1985. Microbial xylanolytic systems. Trends in Biotechnology. 3:286290.doi:10.1016/0167-7799(85)90004-6.
Dazell HW, Biddlestone AJ, Gray KR, Thurairajan K. 1991. Produksi dan
Penggunaan Kompos pada Lingkungan Tropis dan Subtropis. Jakatra
(ID): Yayasan Obor Indonesia.
Dumitriu S. 1998. Polysaccharides : Structural Diversity and Functional
Versatility. New York (US): Marcel Dekker, Inc.
Fatriasari W, Ermawar RA, Falah F, Yanto DHY, Hermiati E. 2009. Pulping Soda
Panas Terbuka Bambu Betung dengan Praperlakuan Fungi Pelapuk Putih

16
(Pleurotus ostratus dan Trametes versicolor). Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Hutan. 2(2): 45-50.
Gandjar I, Sjamsurudzal W, Oetari A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan A H, Pattiwiri A W, Hendroko R. 2007.
Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID) : PT Agromedia Pustaka.
[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Refleksi Industri
Kelapa Sawit 2013 dan Prospek 2014 [Internet]. Jakarta (ID). [diunduh
2014
Agu
4].
Tersedia
pada:
http://
http://www.gapki.or.id/Page/PressReleaseDetail?guid=d414bf22-e99e4cbd-9305-1deb5d019f4e.
Gunawan A W. 2007. Usaha Pembibitan Jamur. Depok (ID): PT Penebar
Swadaya.
Jaelani. 2008. Jamur Berkhasiat Obat. Jakarta (ID): Pustaka Obor Populer.
Kumar KB, Balakrishnan H, Rele M V. 2004. Compatibility of alkaline xylanase
from an alkaliphilic Bacillus NCL (87-6-10) with comercial detergents and
protease. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology. 31: 8387.doi:10.1007/s10295-004-0119-8.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. Anal Chem. 3(31): 426-428.doi:10.1021/ac60147a030.
Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Depok (ID): PT Penebar Swadaya.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Elements of Microbiology. New York (US).
McGraw-Hill.
Sumarsih S. 2010. Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram. Jakarta (ID): PT
Penebar Swadaya.
Teather RM, Wood PJ. 1982. Use of Cong red-polysaccharide interactions in
eumeration and characterization of cellulolytic bacteria from the bovine
rumen.
Appl
Environ
Microbiol.
43(4):
777-780.doi:00992240/82/0407777-0402.00/0.
Thorn RG, Reddy CA, Haris D, Paul EA. 1996. Isolation of saprophytic
Basidiomycetes from soil. Appl Environ Microbiol. 62(11): 42884292.doi:0099-2240/96/04.00.0.
Wong KKY, Saddler JN. 1993. Applications of hemicellulases in the food and
pulp and paper industries. Hemicelluloses and Hemicellulases. 4:127-143.
Viikari L, Kantelinen A, Sundquist J, Linko M. 1994. Xylanases in bleaching :
From an idea to the industry. FEMS Microbiology. 13: 335350.doi:10.1111/j.1574-6976.1994.tb00053.

17

Lampiran 1 Kurva Standar Uji Aktivitas Enzim

Lampiran 2 Kurva Standar Uji Konsentrasi Protein

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Putri pasangan Bapak
Edmundus Efrain dan Ibu Enah ini lahir di kota Bandung pada hari Rabu tanggal
03 Juni 1992. Penulis diterima di SMAN Tanjungsari pada tahun 2007 melalui
jalur PSUB (Penerimaan Siswa Unggulan Berprestasi) dan ditempatkan di jurusan
IPA di tahun kedua. Tahun 2010, penulis diterima di Departemen Biologi FMIPA,
IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun 2012, penulis
mengikuti Studi Lapang di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mengamati
perilaku hewan dengan judul “Kapan Aktif Hewan Diurnal?”. Tahun 2013,
penulis melakukan Praktik Lapang di Balai Pengembangan Benih Hortikultura
dan Aneka Tanaman dengan judul Penyediaan Benih Tanaman Bunga Potong
Krisan Varietas Puspita Nusantara dengan Kultur Jaringan. Penulis bergabung
dengan organisasi BEM FMIPA Kabinet FMIPA BERSATU sebagai anggota dari
Departemen Internal pada tahun 2012. Tahun 2013, penulis menjadi anggota
Kementrian Kebijakan Kampus BEM KM Kabinet KREASI UNTUK NEGERI.
Penulis menjabat sebagai sekretaris divisi K4 dalam acara Pesta Sains Nasional
2012. Penulis juga menjabat sebagai ketua divisi konsumsi dalam acara IPB Art
Contest 2013. Penulis menjadi asisten praktikum Biologi Dasar semester genap
dan ganjil pada tahun 2013-2014.