Adhesi Penguat Serbuk Pulp Tandan Kosong Sawit Teresterifikasi Dengan Matriks Komposit Polietilena

(1)

ADHESI PENGUAT SERBUK PULP TANDAN

KOSONG SAWIT TERESTERIFIKASI DENGAN

MATRIKS KOMPOSIT POLIETILENA

DISERTASI

OLEH :

LELY RISNAWATY DAULAY

NIM : 038103002

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ADHESI PENGUAT SERBUK PULP TANDAN

KOSONG SAWIT TERESTERIFIKASI DENGAN

MATRIKS POLETILENA

DISERTASI

Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia pada Universitas Sumatera Utara dibawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K) untuk dipertahankan dihadapan Sidang Terbuka Promosi Doktor

di Universitas Sumatera Utara Medan OLEH

LELY RISNAWATY DAULAY NIM : 038103002

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PROMOTOR

Prof. Basuki Wirjosentono, MS., Ph.D.

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Bustami Syam, MSME. Guru Besar tetap Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Analitik Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam


(4)

Telah diuji dan dinyatakan lulus pada Tanggal : 1 April 2009

Panitia Penguji : Ketua Komisi Penguji:

Prof. Basuki Wirjosentono, MS., Ph. D. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Anggota Komisi Penguji:

1. Prof. Dr. Bustami Syam, MSME. Guru Besar Tetap Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc.

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Analitik Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara 3. Prof. Dr. Harlem Marpaung

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Analitik Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara 4. Prof. Dr. Rahim Matondang

Guru Besar Tetap Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 5. Prof. Dr. Yunazar Manjang

Guru Besar tetap Ilmu Kimia Organik Bahan Alam Fakultas MIPA Universitas Andalas


(5)

(6)

(7)

Disertasi ini didekasikan untuk

Suami tercinta Drs. Mhd Ayyub Lubis MPd, buah hati dan anak-anak kami tersayang

Aishah Risma Sari Lubis Annisa Risma Khairani Lubis

Jabbar Muhammad Lubis


(8)

ABSTRACT

Empty Fruit Bunches (EFB) Pulp from waste of empty fruit bunches contain the lignoselulose which high enough can be exploited by as reinforcerment composite of Poliethyilene ( PE). But adhesion between Pulp (EFB) in low matrix poliethylene because different in character. for the investigated by the influence of size measure 1,50 µm and 6,75 µm from esterification flour pulp empty fruit bunches to matrix PE which is compared by pulp empty fruit bunches do not esterification.

In this research, empty fruit bunches of flour pulp of dissolved in Licl / DMAc esterification with is acetate and laurate used as by reinforcement in matrix poliethylene with the composition 50 : 50. Obtained of Degree of Subtitusion ( DS) for the Pulp of EFB/ acetate 1,50 µm is 2,1 and degree of Subtitusion for the EFB of laurate 6,75 µm is 0,50 at amount catalyse of sulphate 3 ml with the time react 6 clock. Composite of PE and pulp of empty fruit bunches esterification and which do not esterification prepared by mixer internal, later;then specimen investigated. Obtained by that stensile strength at composite of PE by pulp of empty fruit bunches esterification. Analyse The Scanning Electron Microscopy ( SEM) yield the its pulp of empty fruit bunches esterification adhesion is better by PE is effect of surface change from hidrofilic become the hidrofobic. While analyses of Diffrensial Thermal Analysis (DTA) Temperature decompositionof PE / downhill pulp of empty fruit bunches esterification and from absorption FT. IR show the existence of grafting between pulp of empty fruit bunches esterification and PE by increasing it culminate the C=O ester.


(9)

INTISARI

Pulp Tandan kosong sawit (TKS) yang berasal dari limbah tandan kosong sawit mengandung lignoselulosa yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai penguat komposit Polietilena (PE). Namun adhesi antara pulp TKS di dalam matriks polietilena rendah karena sifatnya yang berbeda. Untuk itu diselidiki pengaruh ukuran 1,50 µm dan 6,75 µm dari serbuk pulp TKS teresterifikasi terhadap matriks PE yang dibandingkan dengan pulp TKS tidak teresterifikasi. Dalam penelitian ini, serbuk pulp tandan kosong sawit yang dilarutkan dalam LiCl/DMAc diesterifikasi dengan asam asetat dan asam laurat dalam anhidrida asetat , digunakan sebagai penguat dalam matriks polietilena dengan komposisi 50 : 50. Diperoleh harga Derajat Subtitusi (DS) untuk Pulp TKS/Asetat 1,50 µm adalah 2,1 dan harga Derajat subtitusi untuk pulp TKS/Laurat 6,75 µm adalah 0,50 pada jumlah katalis asam sulfat pekat dengan waktu reaksi 6 jam.

Komposit PE dan pulp TKS teresterifikasi dan yang tidak diesterifikasi disiapkan dengan cara mencampurnya dalam pencampur internal kemudian specimennya diselidiki. Hasil kekuatan tarik lebih besar pada komposit PE dengan pulp TKS teresterifikasi. Analisa SEM menghasilkan pulp TKS teresterifikasi adhesinya lebih baik dengan PE akibat perubahan permukaan dari hidropilik menjadi hidropobik. Sedangkan analisa DTA suhu dekomposisi komposit PE/pulp TKS teresterifikasi menurun dan serapan FT. IR menunjukkan adanya interaksi antara pulp TKS teresterifikasi dan PE dengan bertambahnya puncak C=O ester.


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan mengucapkan rasa syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunianya disertasi ini dapat diselesaikan.

Dalam menyelesaikan disertasi ini banyak tantangan, hambatan serta berbagai pengorbanan baik waktu, tenaga, pikiran dan segi material. Tentunya penulis juga menyadari tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, tentunya tidak mungkin disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS., Ph.D. sebagai promotor dan Ketua Program Doktor Kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang di sela-sela kesibukannya telah meluangkan waktu dengan penuh keikhlasan memberikan pengarahan dalam penulisan disertasi ini, telah banyak memberikan bekal mengenai komposit polimer, termasuk penjabaran konsep- konsep teoritik dan empirik. Dari beliau juga penulis banyak memperoleh bekal tentang pendalaman komposit polimer yang dapat dimanfaatkan oleh penulis bagi penelitian selanjutnya.

2. Bapak Prof. Dr. Bustami Syam, MSME. sebagai promotor yang telah banyak memberikan bekal mengenai teknik penulisan dan teknik pengukuran kekuatan tarik komposit dan mengajak berpikir kritis dengan penuh keikhlasan sejak mulai proses proposal sampai akhir penyelesaian disertasi.


(11)

3. Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. sebagai promotor yang senantiasa memberikan dorongan dan pengarahan dalam penulisan disertasi sehingga memacu penulis utuk segera menyelesaikannya.

4. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan untuk menjadi mahasiswa Program Doktor Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Prof. Dr. T Chairunnisa. B. M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan fasilitas selama mengikuti program doktor kimia.

6. Bapak Prof. Dr. Yasir Nasution selaku Rektor IAIN Medan yang telah memberikan izin dan kesempatan dan bantuan biaya selama mengikuti pendidikan pada program doktor kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Drs. Irwan Nasution M.Sc, selaku Dekan Fak. Tarbiyah IAIN –SU Medan yang telah memberikan kesempatan dan dorongan agar terus mengikuti pendidikan S3 kimia.

8. Bapak Prof. Dr. Yakub Matondang, selaku mantan Rektor IAIN –SU Medan yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Prof. Dr. Chaidar Putra Daulay, yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk dapat mengikuti pendidikan S3


(12)

Program doktor ilmu kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Bapak Prof. Dr. Hanafi Ismail, selaku advisor selama mengikuti beasiswa Sandwich di Universiti Sains Malaysia (USM) Penang Malaysia yang telah banyak membantu penulis di dalam pemakaian peralatan penelitian dan fasilitas yang digunakan di USM.

11.Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung dan Bapak Prof. Dr. Yunazar Manjang selaku penguji yang telah memberikan saran-saran di dalam penyelesaian disertasi ini.

12.Dosen – dosen dan teman-teman program doktor ilmu kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama mengikuti program studi ini.

13.Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Agama, yang telah memberikan bantuan biaya selama menempuh studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

14.Dirjen Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan beasiswa Sanwich di Universiti Sains Malaysia (USM) Penang Malaysia dalam rangka penyelesaian penulisan disertasi.

15.Akhirnya secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setulus – tulusnya kepada suami tercinta Drs. M.Ayyub Lubis MPd, yang dengan penuh pengorbanan dan pengertian telah mendorong penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan ini. Kepada anak – anakku tersayang Aishah Risma Sari Lubis, Annisa Risma


(13)

Khairani Lubis dan Jabbar Muhammad Lubis serta almarhum ibunda tercinta yang semasa hidupnya selalu mendoakan dan mendorong penulis untuk segera menyelesaikan studi ini.

Semoga kepada mereka yang telah banyak membantu serta membimbing penulis dalam penyelesaian disertasi ini, Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahNYA.

Medan, Maret 2009 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

INTISARI ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR TERMINOLOGI ... xx

BAB I. PENDAHULUAH ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.1.1. Pemanfaatan Pulp TKS sebagai penguat komposit matriks polietilena ... 1

1.1.2. Komposit berpenguat Serat selulosa (eko-komposit) tidak mempunyai efek lingkungan ... 3

1.1.3. Adhesi Pulp TKS dengan poletilena ... 5

1.1.4. Efesiensi Pus TKS ... 6

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10


(15)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Serat Tandan Kosong Sawit dan Bahan Selulosa ... 12

2.2. Komposisi Kimia Serat Tandan Kosong Sawit ... 13

2.2.1 Selulosa ... 13

2.2.1.1. Struktur Molekul Selulosa ... 14

2.2.1.2. Turunan Selulosa ... 17

2.2.1.3. Esterifikasi Selulosa dengan Asam Lemak ... 20

2.2.1.4 Esterifikasi selulosa asetat ... 23

2.2.2. Hemiselulosa ... 25

2.2.3. Lignin ... 26

2.2.4. Ekstraktif ... 28

2.3. Polietilena ... 29

2.4 Komposit Matriks Polimer ... 34

2.4.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposit... 35

2.4.2. Serat Selulosa Sebagai Penguat Komposit polimer ... 36

2.4.3. Komposit Matriks Polietlina Berpenguat Selulosa ... 38

2.4.4. Pengolahan Komposit Polietilena dengan Selulosa ... 41

2.4.5. Kompabilitas Komposit Polietilena dengan Selulosa ... 42

2.5. Teori Adhesi ... 44


(16)

2.5.2. Adhesi Interaksi Asam Basa pada Komposit Polimer .... 46

2.6. Teknik esterifikasi Selulosa dapat meningkatkan Adhesi Komposit Poimer Poliolefin ... 47

2.7. Teknik penguatan alkali (NaOH) serat Selulosa dapat meningkatkan Adhesi Komposit Polimer Poliolefin Berpenguat serat Selulosa ... 48

2.8. Penyelidikan peningkatan adhesi pada komposit polimer berpenguat selulosa ... 51

2.8.1. Peningkatan Adhesi dengan penguatan Anhidra ... 52

2.8.2. Peningkatan Adhesi dengan Isocyanat ... 55

2.8.3. Peningkatan Adhesi dengan penguatan Permanganat... 58

2.8.4. Peningkatan Adhesi dengan penguatan serat alam ... 59

BAB 3.METODE PENELITIAN ... 61

3.1. Bahan – bahan untuk penyediaan Komposit Polietilena dengan Pulp TKS teresterifikasi ... 61

3.2. Peralatan ... 61

3.3. Prosedur ... 62

3.3.1. Pembuatan serbuk Pulp Tandan Kosong Sawit (TKS) ... 62

3.3.2 Modifikasi esterifikasi Pulp TKS dengan anhindrida asetat dan anhihidrida larut ... 63


(17)

a. Pelarutan serbuk Pulp TKS ... 64

b. Esterifikasi Pulp TKS dengan anhidrida asetat dan anhidrida laurat ... 64

c. Optimasi Pulp TKS Teresterifikasi ... 65

d. Penentuan Derajat Subtitusi (DS) ... 65

e. Karakteristik Pulp KS Teresterifikasi ... 65

3.3.3. Pengaturan Kondisi Pencampur Internal dan Cetak Tekan ... 66

3.3.4. Pengolahan Komposit Polietilena dan Puls TKS yang tidak teresterifikasi ... 68

3.3.5. Pengolahan Komposit Polietilena dan Pulp TKS yang teresterifikasi ... 68

3.3.6. Pembuatan film specimen polietilena / Pulp TKS yang teresterifikasiu dan tanpa esterifikasi ... 69

3.4. Karakteristik Pulp Komposit Polietilena dengan / tanpa Pulp TKS teresterifikasi ... 69

3.4.1. Uji kekuatan tarik ... 70

3.4.2. Analisa permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 70


(18)

3.4.3. Analisa Thermal dengan Diffrensial Thermal Analysis

(DTA) ... 71

3.4.4. Analisa Spektroskopi Infra Merah ... 72

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1. Hasil esterifikasi pada pulp TKS dengan asam Asetat an Asam laurat ... 76

4.1.1. Analisis visual esterifikasi pulp tandan kosong sawit dengan anhidrida asetat dan laurat ... 76

4.1.2 Mekanisme reaksi esterifikasi pulp TKS dengan Anhidra asetat ... 77

4.1.3. Pengaruh jumlah katalis dan waktu reaksi pada derajat subtitusi ... 79

4.1.4. Uji Mekanis Pulp TKS Teresterifikasi ... 81

4.1.5. Analisis Morfologi ... 84

4.1.6. Analisa spektroskopi infra merah (FT. IR) ... 86

4.1.7. Analisa Pengukuran Diffrensial Termal (DTA) ... 91

4.2. Optimasi Kekuatan Tarik Komposit Polietilena Pulp TKS tanpa Esterifikasi ... 94


(19)

4.3. Spektrum Infra Merah (FT.IR) Komposit PE / Pulp TKS (50 %)

Esterifikasi dan Tanpa Esterifikasi ... 96

4.4. Kekuatan tarik komposit Polietilena dengan Pulp TKS Esterifikasi dan Tanpa Esterfikasi ... 100

4.5. Diffrensial Thermal Analisis (DTA) Komposit Polietilena Pulp TKS esterifikasi dan tanpa esterifikasi ... 105

4.6. Morfologi Komposit Polietilena / Pul TKS Esterifikasi dan Tanpa Esterikasi ... 108.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

5.1. Kesimpulan ... 112

5.2. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ikatan β 1,4 –Glikosida selulosa ... 15

Gambar 2.2. Selulosa ... 16

Gambar 2.3. Unit pengulangan selulosa hidroksietil dan selulosa hidroksoetil mengelilingi partikel kotor ... 19

Gambar 2.4. Reaksi sustitusi nukleofilik pada atom karbon dari anhidrda Asetat ... 21

Gambar 2.5. Reaksi selulosa dan asetat anhidrat dengan katalis Asam Sulphat ... 24

Gambar 2.6. Rekasi asetilasi selulosa triasetat ... 25

Gambar 2.7. Hemiselulosa ... 25

Gambar 2.8. Lignin ... 27

Gambar 2.9. Polietilena ... 29

Gambar 2.10. Struktur rantai polietilena ... 30

Gambar 2.11. Polietilena dengan rantai atom karbon ... 33

Gambar 2.12. Reaksi Serat Selulosa dengan NaOH ... 49

Gambar 2.13. Mekanisme reaksi serat selulosa dengan anhidrida maleat. 53 Gambar 2.14. Reaksi antara serat isocianat ... 55

Gambar 2.15. Reaksi antara fenil isocianat dan permukaan karboksil ... 56

Gambar 2.16. Reaksi Pathway pada derivat uretan dari cardanol ... 56

Gambar 2.17 Reaksi antara gugus isoisianat dalam CTDIC dan serta selulosa ... 57


(21)

Gambar 2.19. Reaksi anhidrida asetat dan serat ... 59

Gambar 3.1. Alat pengukur serbuk pulp TKS ... 63

Gambar 3.2. Pengaturan kondisi Pencampur Internal ... 66

Gambar 3.3. Pengaturan Kondisi Cetak Tekan ... 67

Gambar 3.4. Pengaturan Kondisi Penunjuk Suhu ... 67

Gambar 3.5. Spesimen Uji Kekuatan tarik ASTM D 638 ... 70

Gambar 3.6. SEM Jenis Leico Cambrige Ltd Model S 360 ... 71

Gambar 3.7. FT. IR. Perkin Elmer Spectrum One... 72

Gambar 4.1. (a) Pulp TKS 0,067µm tanpa esterifikasi dan (b) Pulp TKS 0,67µm esterifikasi anhidrida laurat ... 76

Gambar 4.2. (a) Pult TKS 01,5 µm tanpa esterifikasi dan (b) Serat TKS 0,150,15 µm esterifikasi anhidrida asetat ... 77

Gambar 4.3. Mekanisme reaksi esterifikasi anhidrida aset dengan selulosa ... 78

Gambar 4.4. Jumlah katalis dan Derajat subtitusi esterifikasi 6 jam ... 81

Gambar 4.5. Perbandingan jumlah katalis pulp TKS / Asetat dan Kemuluran ... 83

Gambar 4.6. Perbandingan Jumlah Katalis Pulp TKS / Laurat dan DS / Kuat Tarik / Kemuluran ... 83

Gambar 4.7. SEM Pulp TKS 1,50 µm tanpa estrifikasi ... 84

Gambar 4.8. SEM Pulp TKS 0,15 µm Asetat/DS 2,10... 85

Gambar 4.9. SEM Pulp TKS 0,67 µm/Laurat/DS 0,51 ... 86


(22)

Gambar 4.11 FT.IR Pulp TKS 0,15 µm/Asetat/DS 2,10 (dalam Pelet

Kbr) ... 88 Gambar 4.12. FT.IR Pulp TKS 0,67 µ/lurat/DS 0,52 (dalam Pelkuet

Kbr) ... 89 Gambar 4.13. Gambar Permukaan Pulp TKS dengan Gugus OH ... 89 Gambar 4.14. Mekanisme reaksi anhidrida Asetat dengan gugus OH

permukaan Pulp TKS ... 90 Gambar 4.15. Mekanisme reaksi anhidrida Laurat dengan gugus OH ... 91 Gambar 4.16. Kurva DTA Pulp TKS tanpa esterifikasi ... 92 Gambar 4.17. Kurva DTA Pulp TKS /Asetat/DS 2,10 ... 93 Gambar 4.18. Kurva DTA Pulp TKS /Laurat /DS 0,51... 93 Gambar 4.19 Komposisi Pulp TKS dan Kuat Tarik ... 95 Gambar 4.20. Komposisi Pulp TKS dan Kemuluran ... 95 Gambar 4.21. FT.IR. Komposit PE/Pulp TKS (50%) tanpa esterifikasi .. 97 Gambar 4.22. FT.IR. Komposit PE/Pulp TKS (50%) /Setata/DS 2,10 ... 97 Gambar 4.23. FT.IR. Komposit PE/Pulp TKS (50%)/Laurat/DS 0,51... 99 Gambar 4.24 Permukaan Pulp TKS dan Polietilena tidak ada reaksi ... 99 Gambar 4.25. Ada interaksi Pulp TKS Asetat dan Polietilena ... 99 Gambar 4.26. Ada interaksi Pulp TKS Laurat dan Polietilena ... 100 Gambar 4.27. Komposit PE/Pulp TKS 0,67 µ tanpa esterifikasi ... 103 Gambar 4.28. Komposit PE/Pulp TKS 0,15 µ esterifikasi Asetat ... 103 Gambar 4.29. Komposit PE/Pulp TKS 0,7 µ esterifikasi Laurat ... 103


(23)

Gambar 4.30 Kekuatan Tarik (1) PR, (2) PR/Pulp TKS, (3) PE/Pulp TKS / Asetat, (4) PE/Pulp TKS / Laurat ... 105.

Gambar 4.31. Kurva DTA Komposit PE/Pulp TKS ... 106 Gambar 4.32. Kurva DTA Komposit PE/Pulp TKS / Astetat / DS 2,10 ... 107 Gambar 4.33. Kurva DTA Komposit PE/Pulp TKS / Laurat / DS 0,51 .... 108 Gambar 4.34. Foto SEM Komposit PE 50 % Pulp TKS tanpa

esterifikasi 50 %... 109. Gambar 4.35. Foto SEM Komposit PE 50 % Pulp TKS Asetat 50 % DS

2,10... 110 Gambar 4.36. Foto SEM Komposit PR 50 % Pulp TKS Laurat 50 % DS


(24)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi kimia tandan kosong sawit ... 13 Tabel 2.2. Komposisi kimia dari beberapa serat alam ... 73 Tabel 2.3. Sifat Fisik dan Morfologi serat TKS ... 75 Tabel 2.4. Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap persentase kadar

lignin Pada isolasi lignin TKS... 75 Tabel 2.5. Perbandingan antara serat alam dan serat glas ... 37 Tabel 3.1. Peralatan pembuatan komposit polietilena / Pulp TKS

teresterifikasi ... 62 Tabel 3.2. Komposisi Polietilena / Pulp TKS (%) ... 68 Tabel 4.1. Derajat Subtitusi pulp TKS (10 g) 6,75 µm & 1,50 µm pada

Anhidrida Asetat (350 ml) dan anhidrida laurat (350 ml) dengan jumlah katalis dan waktu ... 80 Tabel 4.2. Jumlah katalis, DS, Kuat Tarik dan Kemuluran Pulp TKS /

Asetat dan Pulp TKS / Laurat esterifikasi 6 jam menggunakan ASTM D 638-72 Type IV ... 82 Tabel 4.3. SAMpel dan Karakteristik termogram uji termal differensial

(DTA) dengan kisaran DTA 50 mV dan laju pemanasan 50 C/menit ... 91 Tabel 4.4. Kekuatan tarik dan kemuluran komposit PE/Pulp TKS


(25)

Tabel 4.5. Kekuatan tarik dan kemuluran komposit PE/Pulp TKS, PE/Pupl TKS 6,75 µm/asetat DS 2,10 dan Pulp TKS 1,50 µm/laurat DS 0,51 ... 101 Tabel 4.6. Karakteristik termogram DTA Komposit PE/Pulp TKS

PE/Pulp TKS/Asetat / DS 2,10 dan PE/Pulp TKS / Laurat / DS 0,51... 106


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar diagram alir pembuatan serbuk Pulp TKS ... 125 Gambar Diagram esterifikasi Pulp TKS dengan Anhidra Asetat ... 126 Gambar Pembuatan yang komposit Polietilena dan Pulp TKS yang Tidak

Teresterifikasi ... 127 Gambar Pembuatan Komposit Polietielena dengan Pulp TKS


(27)

xx

DAFTAR TERMINOLOGI

ASTM American Society for Testing and Material

TKS Tandan Kosong Sawit

PE Polietilena PEGME Poliosietilenaglikol

LiGL/DMAc Litium Chlorida Dimetil Acetamida CMC Karbosimetilselulosa TFAA Trifluorosetat

HDPE High Density Polyethylene LLDPE Linier Low Density Polyethylene LDPE Low Density Polyethylene

UHMWPE Ultra High Moleculer Weight Polyetulene PVC Poly Vinil Chlorida

WPC Wood Polumer Composite MAPE Malet Anhidrida Poletilena

PEA Poletilena Alkohol

SEM Scanning Electron Microscopy FT.IR Fourier Transform Infra Red DTA Dynamic Thermal Analysis

DS Derajat Subtitusi

NaOH Natrium Hidroksida

MAPP Maleat Anhidrida Polipropilena MDI Metil Diisocianat

KMN04 Kalium Permanganat


(28)

ABSTRACT

Empty Fruit Bunches (EFB) Pulp from waste of empty fruit bunches contain the lignoselulose which high enough can be exploited by as reinforcerment composite of Poliethyilene ( PE). But adhesion between Pulp (EFB) in low matrix poliethylene because different in character. for the investigated by the influence of size measure 1,50 µm and 6,75 µm from esterification flour pulp empty fruit bunches to matrix PE which is compared by pulp empty fruit bunches do not esterification.

In this research, empty fruit bunches of flour pulp of dissolved in Licl / DMAc esterification with is acetate and laurate used as by reinforcement in matrix poliethylene with the composition 50 : 50. Obtained of Degree of Subtitusion ( DS) for the Pulp of EFB/ acetate 1,50 µm is 2,1 and degree of Subtitusion for the EFB of laurate 6,75 µm is 0,50 at amount catalyse of sulphate 3 ml with the time react 6 clock. Composite of PE and pulp of empty fruit bunches esterification and which do not esterification prepared by mixer internal, later;then specimen investigated. Obtained by that stensile strength at composite of PE by pulp of empty fruit bunches esterification. Analyse The Scanning Electron Microscopy ( SEM) yield the its pulp of empty fruit bunches esterification adhesion is better by PE is effect of surface change from hidrofilic become the hidrofobic. While analyses of Diffrensial Thermal Analysis (DTA) Temperature decompositionof PE / downhill pulp of empty fruit bunches esterification and from absorption FT. IR show the existence of grafting between pulp of empty fruit bunches esterification and PE by increasing it culminate the C=O ester.


(29)

INTISARI

Pulp Tandan kosong sawit (TKS) yang berasal dari limbah tandan kosong sawit mengandung lignoselulosa yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai penguat komposit Polietilena (PE). Namun adhesi antara pulp TKS di dalam matriks polietilena rendah karena sifatnya yang berbeda. Untuk itu diselidiki pengaruh ukuran 1,50 µm dan 6,75 µm dari serbuk pulp TKS teresterifikasi terhadap matriks PE yang dibandingkan dengan pulp TKS tidak teresterifikasi. Dalam penelitian ini, serbuk pulp tandan kosong sawit yang dilarutkan dalam LiCl/DMAc diesterifikasi dengan asam asetat dan asam laurat dalam anhidrida asetat , digunakan sebagai penguat dalam matriks polietilena dengan komposisi 50 : 50. Diperoleh harga Derajat Subtitusi (DS) untuk Pulp TKS/Asetat 1,50 µm adalah 2,1 dan harga Derajat subtitusi untuk pulp TKS/Laurat 6,75 µm adalah 0,50 pada jumlah katalis asam sulfat pekat dengan waktu reaksi 6 jam.

Komposit PE dan pulp TKS teresterifikasi dan yang tidak diesterifikasi disiapkan dengan cara mencampurnya dalam pencampur internal kemudian specimennya diselidiki. Hasil kekuatan tarik lebih besar pada komposit PE dengan pulp TKS teresterifikasi. Analisa SEM menghasilkan pulp TKS teresterifikasi adhesinya lebih baik dengan PE akibat perubahan permukaan dari hidropilik menjadi hidropobik. Sedangkan analisa DTA suhu dekomposisi komposit PE/pulp TKS teresterifikasi menurun dan serapan FT. IR menunjukkan adanya interaksi antara pulp TKS teresterifikasi dan PE dengan bertambahnya puncak C=O ester.


(30)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Pemanfaatan Pulp Tandan Kosong Sawit sebagai penguat komposit matrik polietilena

Indonesia saat ini adalah negara yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Luas areal lahan sawit di Indonesia tahun 2007 menurut Dirjenbun, Deptan, diperkirakan mencapai 6,6 juta Ha. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, karena merupakan penghasil minyak nabati yang sangat potensial. Jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai lebih kurang 8124 pabrik dengan kapasitas ton produksi 3075 ton per jam. Seperti telah diketahui perkebunan kelapa sawit menghasilkan limbah padat yang berasal dari tandan kosong sawit (TKS) cukup banyak sepanjang tahun maka dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Sedangkan pemanfaatan limbah tandan kosong sawit sebagai sumber lignoselulosa (37,76%) sampai saat ini masih terbatas. Apabila dilihat dari sifat fisik, morfologi dan komposisi kimia TKS, sebenarnya TKS merupakan bahan baku alternatif yang potensial untuk produk – produk yang berbasis serat. Salah satu produksi yang telah dihasilkan dari limbah padat tandan kosong sawit adalah pulp tandan kosong sawit tetapi kwalitas pulp tandan kosong sawit kurang baik karena menggunakan proses antraquinon (Darnoko, dkk, 1995), selain itu pulp TKS sukar diputihkan karena mengandung minyak. Karena itu alternatif lain adalah pemanfaatan pulp


(31)

dari tandan kosong sawit sebagai penguat komposit polimer polietilena. Komposit polietilena yang diberi penguatan dengan pulp TKS merupakan komposit yang berwawasan lingkungan yang (dikenal dengan eko-komposit) karena menggunakan serat lignoselulosa yang berasal dari limbah TKS di pabrik.

Banyak penelitian telah dikerjakan dengan menggunakan penguat serat selulosa untuk bahan komposit polimer yang bukan poliolefin. Diantaranya Michael (2004) melakukan penyelidikan sifat mekanik dan adhesi dari resin phenol formaldehid dan resin poliuretan pada komposit berpenguat selulosa. Backman (2003) melakukan penyelidikan impregnasi kayu dengan polioxyethilenaglicol metakrilat (PEGMA). Kemudian Omidvar (2004) menyelidiki serat kayu sebagai penguat komposit. Walaupun sejumlah penelitian telah dilakukan dengan menggunakan serat selulosa sebagai penguat komposit polimer namun penyelidikan adhesi penguat serbuk pulp TKS teresterifikasi dengan menggunakan sistem pelarut Litium Chlorida Dimetil Acetamida (LiCl/DMAc) sebagai penguat komposit matriks polietilena belum ada terutama yang memberi perhatian kepada peningkatan adhesi. Beberapa penyelidikan yang telah menggunakan serat selulosa sebagai penguat komposit polimer diantaranya selulosa serat rami (Keller, 2003 dan Deepak & Sain, 2006), selulosa dari tepung beras (Han Seung dkk, 2004 dan Mwaikambo, 2003), selulosa serat kayu (Bledzki & Farouk Omar, 2004 dan Michael, 2003), serta serat pisang dan serat lidah buaya (Mishra, 1999 dan 2000). Selain itu pemanfaatan serat TKS sebagai penguat komposit polimer memberikan banyak keuntungan karena harganya yang murah serta pemerosesan yang mudah dan juga penggunaan komposit polimer


(32)

Dalam hal lain pemakaian polietilena sebagai matriks komposit polimer dalam penelitian ini karena poliolefin komersil seperti polietilena merupakan salah satu polimer termoplastik komoditas yang diproduksi dalam jumlah besar serta banyak digunakan sebagai bahan kemasan berbentuk film dan kantong plastik. Selain itu polietilena merupakan material yang cocok untuk polimer yang diperkuat serat alam seperti selulosa karena harganya murah, bebas masalah ekologi (dapat didaur ulang) dan stabilitas temperaturnya baik (Rowell 2006, Wiechage B, 2003 dan Wirjosentono, 1999).

1.1.2. Komposit berpenguat serat selulosa (eko-komposit) tidak mempunyai

efek terhadap lingkungan

Dalam pengolahan komposit matrik polimer effek lingkungan dan kekuatan dari komposit menjadi sangat penting. Menurut Asheroft dkk (2000), kontribusi dan informasi yang paling penting dalam pengolahan komposit matrik polimer adalah dampaknya terhadap lingkungan dan dapat memprediksi kekuatan komposit polimer. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Wang Yeh (2003) sampai dewasa ini hal yang menarik untuk dikomersilkan dari komposit polimer adalah apabila komposit polimer yang dihasilkan kuat, kaku dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu komposit polimer dengan selulosa


(33)

merupakan komposit alam karena mengandung pengisi organik dan sumbernya dari sumber yang dapat diperbaharui telah menimbulkan daya tarik yang besar karena tidak mempunyai efek terhadap lingkungan. Pemakaian serat selulosa dan pulp selulosa di dalam komposit polimer adalah bagian yang sangat menarik sebab serat selulosa dapat menjadi penguat atau pengisi yang baik pada sintesa komposit polimer untuk menambah kekuatan komposit sementara harga materialnya rendah (Khan, 1992; Woodham, 1984; Felix, 1991; Kazayawoko, 1997; Ray, dan Kokta, 1989, Wolcoot, 2005). Selain itu, komposit serat lignoselulosa dan matriks termoplastik menjadi perhatian dalam dunia akademis serta begitu juga dalam industri karena telah banyak memberikan keuntungan untuk membuat material baru (Li, & Wolcoot, 2004, Wang.dan Feng, 2003, Nunez dkk, 2002, Balasunja, dkk, 2001 dan Wu & Yu, 2000). Caulfed (2005) menyatakan pengembangan komposit termoplastik seperti poliolefin dengan menggunakan serat alam selulosa mempunyai banyak keuntungan yaitu; harganya rendah, banyak digunakan, tidak menggores, dapat diperbaharui, luntur dan mempunyai berat jenis rendah. Sedangkan menurut Smith dan Wollcott (2006) ada 4 (empat) faktor yang menjadi keunggulan dari pengembangan komposit poliolefin dan serat selulosa yaitu; kualitas/ harganya rendah, dampak kimianya tidak merusak lingkungan, pemanfaatannya efektif dan sangat cocok untuk bahan bangunan. Dalam hal lain, komposit poliolefin dengan penguat serat selulosa juga mempunyai kekurangan. Menurut Mahlberg (2001) sifat hidrofobik yang tinggi terutama pada termoplastik seperti poliolefin menjadi permasalahan


(34)

dalam hal kompatibilitas dan adhesi dengan serat selulosa. Perbedaan ini mengakibatkan komposit tidak kuat karena sifat mekaniknya sangat rendah.

1.1.3. Adhesi Pulp TKS dengan matriks polietilena

Sifat mekanik komposit selalu dihubungkan dengan adhesi antara matriks dan penguatnya. Bertambahnya sifat mekanik pada komposit pada serat yang telah dimodifikasi secara kimia menunjukkan perubahan interaksi dan adhesi diantara matriks dan serat yang dimodifikasi. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa meningkatnya sifat mekanik ini karena adhesinya meningkat disebabkan serat yang dimodifikasi lebih termoplastis sehingga permukaannya berinteraksi dan terikat dengan matriks yang termoplastik (Mahlberg, 2001).

Hambatan utama penggunaan Pulp TKS sebagai penguat komposit matriks polietilena adalah kekuatan tariknya rendah. Sifat kekuatan tarik komposit polietilena dengan pulp TKS telah diteliti (Risnawaty, 2006). Diperoleh adhesi antara pulp TKS di dalam matriks polietilena rendah karena sifatnya berbeda sehingga kompatibilitasnya juga rendah (Risnawaty, 2007). Menurut Rowell (2005) dan Schut (1997) kompatibilitas yang rendah disebabkan adhesi antara serat selulosa dengan matrik polimer tidak kuat, karena sifat kepolarannya berbeda. Selain itu adhesi yang terjadi antara gugus hidrofilik dari serat selulosa yang polar dan gugus hidrofobik dari matriks polimer yang non polar masih menjadi isu dan permasalahan untuk proses dan pengolahan kedua material tersebut (Laurent, 1998, Chang & Simonsen, 2006). Lignoselulosa yang hidrofilik


(35)

tidak dapat menempel dengan baik dengan matriks polimer yang hidrofobik (Karmaker, 1991).

1.1.4. Esterifikasi PulpTKS

Apabila polyolefin seperti polietilena digunakan sebagai matriks termoplastik dan serat selulosa atau pulp selulosa digunakan sebagai penguat dalam komposit polimer maka perubahan kompatibilitas dapat dilakukan (Zavin, 1984; Zadorecki & Michell 1989; Maldas & Kokta 1993 dan Gauthier dkk, 1998). Serat selulosa atau pulp selulosa dapat dimodifikasi dengan metode fisik dan metode kimia. Banyak cara-cara modifikasi untuk komposit poliolefin serat kayu yang telah dilakukan. Salah satunya ialah cara modifikasi esterifikasi dapat digunakan untuk meningkatkan adhesi antara matriks polimer dengan pulp selulosa. Dalam penyelidikan Mishra (1999) dengan menggunakan esterifikasi pada selulosa terjadi kenaikan kompatibilitas. Begitu juga dengan Seymour (1975) dan Li dkk (1998) menggunakan cara esterifikasi untuk memperbaiki kestabilan dimensi dan sifat anti nyala bahan baku. Modifikasi esterifikasi turunan selulosa dijumpai memiliki kompatibilitas yang lebih baik dengan matriks polimer setelah diolah dengan anhidrida maleat, dari pada tanpa modifikasi esterifikasi pada serat selulosa (Mishra dkk, 2000). Penyelidikan Sain (2006), melaporkan sifat mekanik dari komposit polimer poliester dengan penguat serat selulosa yang meningkat setelah selulosa diesterifikasi dengan anhidrida asetat. Pada esterifikasi selulosa kayu telah digunakan sejumlah bahan kimia seperti anhidrida asetat melalui asetilasi (Kumar & Kohli, 1985; Matsumura & Saka 1997 dan Carlos, 2005). Berdasarkan beberapa kajian yang telah


(36)

dilakukan yang berhubungan dengan modifikasi esterifikasi selulosa dan peningkatan adhesi dapat dikembangkan pada pulp selulosa yang berasal dari tandan kosong sawit yang mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu adanya terobosan-terobosan penelitian terhadap pemanfaatan pulp selulosa TKS tanpa menimbulkan masalah terhadap lingkungan. Untuk menghasilkan komposit polimer matriks polietilena dengan penguat serbuk pulp TKS yang mempunyai adhesi yang kuat dapat dilakukan dengan proses modifikasi esterifikasi pada pulp selulosa. Pulp selulosa dapat diubah menjadi ester selulosa organik melalui esterifikasi asam karboksilat. Asam kaboksilat merupakan bahan pengester yang tidak menyebabkan degradasi selulosa. Namun reaktifitasnya yang sangat rendah terhadap gugus hidroksil selulosa dapat menghambat reaksi esterifikasi. Telah dilakukan penelitian, bahwa teknik esterifikasi selulosa menggunakan asam karboksilat dan didukung reaktan anhidrida asetat anhidrat yang murah menghasilkan ester selulosa (Vaca, 1998 dan Carlos, 2005). Dalam penyelidikan ini, modifikasi esterifikasi pulp selulosa tandan kosong sawit menggunakan anhidrida asetat dan anhidrida laurat dengan menggunakan LiCl/DMAc sebagai pelarut pulp TKS. Hal ini didasarkan pada penyelidikan Johnson (1985), Vaca (1998), Tosh & Saikia (2000) dan Tomas Heinze (2005).

1.2. Permasalahan

Indonesia merupakan negara yang mempunyai lahan perkebunan kayu kelapa sawit yang sangat luas dengan jumlah pabrik kelapa sawit 8124. Hasil sampingan dari pabrik kelapa sawit akan diperoleh limbah padat dalam jumlah


(37)

yang sangat besar yang berasal dari tandan kosong sawit. Peningkatan limbah padat ini akan menimbulkan masalah pengelolaan dan pemanfaatannya. Pulp TKS adalah pulp yang telah diolah dari limbah padat tandan kosong kelapa sawit merupakan sumber selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai penguat komposit polimer. Namun pulp selulosa yang berasal dari TKS mempunyai adhesi yang lemah dengan polietilena karena sifat kepolarannya berbeda (Gambar 1.1).

Permukaan Pulp TKS dengan gugus OH

OH Tidak ada interaksi

OH OH

Polietilena

Gambar 1.1.Tidak ada interaksi antara permukaan Pulp TKS dengan Polietilena

Pada penelitian ini akan dicoba kembangkan peningkatan adhesi pada komposit polietilena yang diperkuat pulp selulosa dengan cara pulp selulosa diesterifikasi dengan anhidrida asetat dan laurat. Anhidrida laurat merupakan bahan pengester yang tidak menyebabkan degradasi selulosa. Diharapkan pulp tandan kosong sawit yang diesterifikasi dengan anhidrida laurat adhesinya lebih baik karena memiliki rantai panjang dibandingkan pulp tandan kosong sawit yang teresterifikasi anhidrida asetat. Jadi bila polietilena diolah dengan menggunakan


(38)

turunan selulosa misalnya selulosa asetat dan selulosa laurat, maka gugus-gugus asil pada turunan selulosa akan terikat pada rantai polietilena sehingga akan terjadi interaksi selulosa teresterifikasi (Gambar 1.2).

OCOR : : OCOR

PE

Gambar 1. 2. Ada interaksi antara Pulp TKS esterifikasi dengan Polietilena

PE

: : : : : :

Permukaan Pulp TKS esterifikasi anhidrida asetat

Untuk itu permasalahan yang akan timbul adalah :

1. Bagaimana efisiensi esterifikasi permukaan Pulp TKS dengan menggunakan anhidrida asetat dan anhidrida laurat dalam medium LiCl/DMAc?

2. Bagaimana pengaruh ukuran Pulp TKS esterifikasi anhidrida asetat dan anhidrida laurat pada Derajat Subtitusi (DS).

3. Bagaimana pengaruh ukuran Pulp TKS pada adhesi penguat Pulp tandan kosong sawit teresterifikasi anhidrida asetat dan laurat dengan matriks komposit Polietilena?


(39)

4. Bagaimana mekanisme interaksi permukaan Pulp tandan kosong sawit yang teresterifikasi anhidrida asetat dan laurat dengan matriks komposit polietilena?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan meningkatkan kekuatan mekanis

matriks komposit polietilena dengan cara meningkatkan adhesi pulp TKS teresterifikasi yang berwawasan lingkungan dengan polietilena.

1.3.2. Tujuan Khusus

Dengan berorientasi kepada acuan-acuan pertanyaan didalam masing- masing permasalahan maka tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menyelidiki reaksi esterifikasi permukaan Pulp TKS dengan anhidrida asetat dan anhidrida laurat dalam medium LiCl/DMAc.

2. Membandingkan pengaruh ukuran Pulp TKS yang teresterifikasi anhidrida asetat dan anhidrida laurat pada Derajat Subtitusi (DS).

3. Menyelidiki pengaruh ukuran Pulp TKS pada adhesi penguat serat Pulp tandan kosong sawit teresterifikasi anhidrida asetat dan laurat pada matriks komposit Polietilena dalam skala mikroskopis.

4. Menyelidiki mekanisme interaksi permukaan yang terjadi antara gugus OH pulp tandan kosong sawit yang teresterifikasi anhidrida asetat dan laurat dengan matriks komposit Polietilena.


(40)

1.4. Manfaat penelitian

Adapun sumbangan penelitian terhadap nilai manfaat praktis juga sumbangan bagi perkembangan ilmu, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat terungkap informasi yang bermanfaat.

1. Hasil utama penelitian ini adalah pembuatan komposit matriks Polietilena yang diperkuat dengan Pulp TKS teresterifikasi yang dapat digunakan untuk pembuatan bahan teknik dan bersahabat dengan lingkungan karena menggunakan bahan pengisi alam.

2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang hubungan adhesi antara matriks poliolefin dengan penguat pulp selulosa dan berasal dari pulp TKS teresterifikasi dengan anhidrida asetat dan anhidrida laurat, serta dapat dikembangkan dalam bidang komposit polimer berpenguat kayu .

3. Adanya penelitian ini akan membantu pihak berkaitan seperti industri perkebunan kelapa sawit karena ikut memecahkan problem lingkungan hidup yang berasal dari limbah padat tandan kosong sawit, serta menghasilkan diserfikasi produk lignoselulosa dari TKS.


(41)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Serat Tandan Kosong Sawit dan Bahan Selulosa

Tandan kosong sawit (TKS) merupakan salah satu limbah padat yang dihasikan oleh industri perkebunan kelapa sawit yang banyak mengandung serat (Nuryanto, 2000). Diperkirakan saat ini limbah TKS di Indonesia mencapai 20 juta ton. Sampai saat ini, pemanfaatan TKS masih relatif terbatas, yaitu digunakan langsung sebagai mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau dibakar dalam incinerator dan abunya dimanfaatkan sebagai subtitusi pupuk kalium. Pemanfaatan TKS sebagai pupuk kalium atau mulsa masih dinilai tidak ekonomis, karena biaya transportasi dari pabrik kelapa sawit dan penyebarannya di kebun kelapa sawit memerlukan biaya yang relatif tinggi. Di samping itu pembakaran TKS di incinerator menyebabkan terjadi polusi udara. Ditinjau dari sifak fisik, morfologi, dan komposisi kimia TKS, sebenarnya TKS dapat digunakan sebagai bahan baku potensial untuk pengisi atau penguat komposit polimer. Hal ini disebabkan pada TKS kandungan seratnya mencapai sekitar 70 % dan komposisi kimia TKS mengandung selulosa yang cukup banyak yaitu 37,76%. Seperti bahan kayu dan jaringan penunjang tumbuh-tumbuhan lainnya menurut Darnoko dkk (2001) dan Wirjosentono (1999) komposisi kimia tandan kosong sawit limbah kelapa sawit terdiri dari selulosa (37,76%), lignin (22,23%), holoselulosa (66,07%) dan bahan terestraksi (7,78%). Dari komposisi di atas serat limbah kelapa sawit yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit dapat diolah menjadi selulosa dengan penghilangan lignin. Dua bagian tandan kosong kelapa sawit


(42)

yang banyak mengandung selulosa adalah bagian pangkal dan bagian ujung tandan kosong sawit yang agak runcing dan agak keras. Komposisi kimia dari serat tandan kosong sawit dapat dilihat pada tabel 2.1 dan terlihat kandungan lignin, ekstraktif, pentosan dan abu cukup tinggi.

Tabel 2.1. Komposisi kimia tandan kosong sawit

No Parameter Kandungan

1. Lignin 22,60

2. A-Selulosa 45,80

3. Holoselulosa 71,80

4. Pentosa 25,90

5. Kadar abu 1,60

6. Kelarutan dalam - Air dingin

-Air panas -Alkohol benzen -NaOH 1 %

13,89 2,50 4,20 19,50

(Purwito, 2005 dan Nuryanto, 2000 )

Komposisi serat alam terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin pektin, lilin dan abu. Beberapa komposisi kimia serat alam dari beberapa jenis serat alam yang telah pernah diuji dapat dilihat pada tabel 2.2.


(43)

Tabel 2.2 Komposisi kimia dari beberapa serat alam

Jenis serat Selulosa

(%)

Lignin (%)

Hemiselulosa atau Pentosa

(%)

Pektin

Flaks 71 2,1 18,6 – 20,6 2,3

Jerami 43 - 47 21 – 23 24 - 26 -

Jut 45 – 71,5 12 – 26 13,6 - 21 -

Kenaf 31 - 57 15 – 19 21,5 - 23 0,2

Hemp 57 - 77 3,7 – 13 14 – 22,4 0,9

(Mohanty AK, Misra M, Drzal LT,2001)

Pengujian limbah sawit dari tandan kosong sawit sudah pernah diuji dalam kegiatan penelitian Purwito (2005), Darnoko (2001) dan Nuryanto (2000). Berdasarkan hasil pengujian sifat kimia tandan kosong sawit dapat dilihat pada tabel 4.2 alfa selulosanya cukup tinggi (45,80 %), lignin 22,60 %, pentosa 25 90 % dan hampir sama dengan kadar selulosa dan lignin dalam kayu. Menurut Laurent ( 1998) komposisi kimia kayu terdiri dari selulosa 47 %, lignin 24 %, hemiselulosa 29 % dan ekstraktif 8 %. Sedangkan hasil pengujian sifat fisiknya terlihat pada tabel 2.3 ternyata kekuatan tariknya cukup tinggi dan daya ikatnya cukup baik

Sementara itu dari hasil penelitian isolasi lignin pada TKS yang telah dilakukan oleh Sulhatun (2005) dapat dilihat pada tabel 2.4, menunjukkan bahwa kadar lignin maksimum yang dihasilkan dari proses


(44)

ekstraksi tandan kosong sawit adalah 64,895 dengan kemurnian 90 % pada kondisi proses 1600C, waktu reaksi 4 jam dan konsentrasi basa 20 %.

Tabel .2.3 Sifat Fisik dan Morfologi Serat TKS

Parameter TKS bagian pangkal TKS bagian ujung

Panjang serat, mm 1.20 0,76

Rata-rata (L)

Diameter serat, μm (D) 15,0 114,34

Diameter Lumen, μm (l) 8,04 6,99

Tebal dinding, μm(W) 3,49 3,68

Bilangan Rumkel (2W/l) 0,87 1,05

Kelangsingan (L/D) 79,95 53,00

Kelemasan (l/D) 0,54 0,49

Kadar serat (%) 72,67 62,47

Bukan serat (%) 27,33 37,53

(Darnoko, dkk, 1995)

Tabel 2.4 Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap persentase kadar lignin

pada isolasi lignin TKS

No Waktu ekstraksi

(jam)

Konsentrasi NaOH

Kadar lignin (%)

1 1 5 % 8,745

2 2 10 % 16,44

3 3 15 % 34,80

4 4 20 % 64,895


(45)

2.2. Komposisi Kimia Serat Tandan Kosong Sawit

Serat tandan kosong sawit terdiri dari zat organik yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, ekstraktif dan juga zat organik yang berbeda-beda (Darnoko, 1995). Gabungan molekul selulosa dan hemiselulosa membentuk mikrofibril yang membentuk lamela dan seterusnya bersatu dengan lignin untuk membentuk dingding sel-sel kayu.

2.2.1. Selulosa

Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling tersebar di alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat perabot kayu, tekstil dan kertas. Sumber utama selulosa ialah kayu. Umumnya kayu mengandung sekitar 42% selulosa, lignin 28% dan hemiselulosa 28% (Lauren, 1996). Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pencernaan kayu dengan larutan belerang dioksida dan hidrogen sulfit (bisulfit) dalam air pada proses sulfit, atau larutan natrium hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat (kraf). Pada kedua proses ini lignin dilarutkan sehingga diperoleh selulosa. Ekstraksi dilakukan dengan mereaksikannya dengan larutan natrium hidroksida di bawah tekanan, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelantangan dengan gas klor klasium hipokrolit. Sumber lain selulosa ialah kapas, yang hampir seluruhnya memang selulosa.

2.2.1.1.Struktur molekul selulosa

Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n dan n dapat berupa angka ribuan. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa, karena (1)


(46)

tidak banyak pelarut untuk selulosa, (2) selulosa sangat cenderung terombak selama proses dan (3) cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acap kali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak, dan massa molekul nisbi bagi selulosa kapas sekitar satu juta.

Selulosa dibangun oleh rangkaian glikosa yang tersambung melalui - β - 1,4. Untuk memahami peristilahan ini pertama-tama kita harus melihat struktur glukosa itu sendiri. Glukosa mempunyai rumus molekul C6H12O6. Dengan kata lain kita dapat menggambarkan struktur glukosa sebagai rantai lurus ataupun struktur cincin. Struktur cincin dapat terbentuk dari hasil pembentukan hemiasetal internal. Namun, penelahan yang mendalam terhadap mekanisme ini menunjukkan bahwa terdapat dua kemungkinan bagi konfigurasi glukosa, bergantung pada bahwa terdapat dua kemungkinan pada cara gugus -OH pada atom korban nomor 1 (C1) diarahkan. Bilamana gugus - OH pada atom karbon C nomor satu terarah ke bawah, glukosa mengambil bentuk α, bilamana gugus – OH terarah ke atas disebut bentuk β. Dalam larutan, kedua bentuk itu seimbang, karena glukosa menunjukkan sifat mereduksi seperti aldehida (bereaksi dengan pereaksi Tollens dan larutan Fehling), hal ini membuktikan adanya sejumlah kecil struktur terbuka atau struktur rantai lurus. Telah dikemukakan bahwa polisakarida dibangun dari banyak kesatuan monosakarida yang saling bergabung dengan melepaskan air, dan hasilnya ialah deret ikatan glikosida (jembatan oksigen). Deret ikatan glikosida dalam selulosa antara C1 dari satu kesatuan C4 dari kesatuan berikutnya diperlihatkan pada gambar 2.1. Hal ini juga


(47)

menjadi bukti mengapa selulosa tergolong bukan pereduksi, karena titik ikatan adalah pada atom karbon nomor satu pereduksi.

Gambar 2.1. : Ikatan β1,4 - glikosida selulosa

Gambar 2.2. Selulosa Source: http://www.lsbu.ac.uk/water/hycel.html

Ditinjau dari struktur, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksi yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara


(48)

pelarut-pelarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekeristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksipun berkurang, dan oleh karenanya gugus hidoksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh pengesteran. Hal ini dapat dilakukan, dan ester yang dihasilkan larut dalam sejumlah pelarut. Selulosa juga larut dalam larutan tembaga (II) hidroksida berammonia. Pembentukan kompleks yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu2+, dan ammonia menjelaskan gejala larutnya selulosa dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia.

2.2.1.2. Turunan Selulosa

Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas. Yang lebih lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa, dan kemudian membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan tipis) setelah selulosa dikembalikan lagi. selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi. Serat yang dibuat dari selulosa disebut rayon, dan pembuatannya dilakukan dengan menggunakan cara di atas. Misalnya proses awal untuk menghasilkan serat selulosa teregenerasi melibatkan reaksi selulosa dengan larutan tembaga (II) hidroksi beramonia. Larutan yang dihasilkan kemudian ditekan melalui kepala pemintal ke dalam larutan asam untuk meregenerasi selulosa dalam bentuk benang yang panjang. Kemungkinan


(49)

lain cara regenerasi ialah melarutkan selulosa dalam larutan natrium hidroksida dan karbon disulfida. Larutan yang dihasilkan disebut viskosa, disemprotkan melalui kepala pemintal ke dalam larutan asam, dan selulosa diregenerasi sebagai serat yang dapat diproses lebih lanjut. Hasil proses ini disebut rayon viskosa, yang kini menjadi serat utama tekstil.

Kemungkinan lain ialah jika larutan viskosa ditekan melalui celah tipis ke dalam larutan asam, lalu selulosa diregenerasi sebagai lapisan tipis, dan jika diproses lebih lanjut dapat digunakan sebagai selopan.

Selulosa nitrat pertama kali dibuat secara industri pada tahun 1870 dengan mereaksikan kertas dengan asam nitrat (Cowd, 1991). Selulosa nitrat adalah selulosa ester anorganik turunan selulosa dengan asam nitrat. Bahan kimia pembuatan selulosa nitrat yaitu asam nitrat dan asam sulfat. Contoh selulosa eter adalah selulosa etil hidroksil dan selulosa natrium karboksimetil, merupakan modifikasi selulosa eter. Selulosa etil reaksi antara selulosa alkali dengan etil klorida melalui reaksi penguatan alkali dan dapat larut dalam air, umumnya selulosa etil klorida digunakan sebagai perekat logam untuk mencegah pengaratan (Anil, 1998).

Selulosa karboksilmetil (CMC) dibuat melalui selulosa alkali yang diperoleh melalui reaksi selulosa (X-(OH)3) dengan natrium hidroksida. CMC terutama digunakan untuk perekat kertas dinding, obat-obatan, kosmetik, industri es krim dan detergen (Anil, 1998).


(50)

Selulosa etanoat (selulosa asetat) dapat dibuat dengan memanasi selulosa dengan anhidrida etanoat (anhidrida asetat) dan asam asetat di dalam asam sulfat. Selulosa asetat digunakan untuk membuat serat, film, dan pernis.

Derivat selulosa yang lain adalah selulosa hidroksietil (gambar 2.2) yang mempunyai perbedaan dengan derivat selulosa yang lain. Perbedaan selulosa hidroksietil dengan derivat selulosa yang lain adalah bahwa beberapa atau semua gugus hidroksi atau OH dari unit ulang glukosa mempunyai gugus hidroksietil eter. Hidroksietil merupakan polimer yang tidak dapat larut dalam air sehingga polimer ini harus diubah menjadi kristal. Dengan penambahan laxati selulosa hidroksietil dapat digunakan sebagai pembersih rambut misalnya shampo dan berfungsi sebagai pembersih rambut yang baik. (gambar 2.3).

(a)

(b)

Gambar 2.3. (a) Unit pengulangan selulosa hidroksietil dan (b) rantai selulosa


(51)

Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit D-glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida β -1-4.

Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dengan tempat yang sangat teratur disebut kristalin dan yang kurang teratur disebut amorf. Mikrofibril membentuk fibril yang kemudian menjadi serat selulosa (Sjostron, 1998). Selulosa memiliki ikatan hidrogen antar molekul yang kuat, hal inilah yang menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air meskipun memiliki banyak gugus hidroksil dan polar (Seymour, 1975) dan kekakuan rantai selulosa mencegah terjadinya hidrasi molekul pada daerah kristalinnya (Billmeyer, 1984).

Setiap unit β-D glukopiranosa di dalam rantai selulosa mempunyai tiga gugus hidroksil reaktif, dua sekunder (HO-3) dan satu primer (HO-6), karena pengaruh subtituen-subtituen didekatnya, maka pada, gugus hidroksil primer (HO-6) memiliki reaktivitas yang lebih tinggi (Sjostron, 1998).

Modifikasi terhadap struktur polimer selulosa dilakukan dengan cara mereaksinya dengan anhidrida asetat dan pelarut asam asetat glasial membentuk selulosa asetat serta asam sulfat sebagai katalis.

Karena adanya efek sterik yang dimiliki struktur molekul selulosa menyebabkan proses protonasi tidak merata pada setiap atom oksigen dan bergantung pada atom-atom tempat melekatnya gugus hidroksil tersebut.

Terjadinya protonasi pada atom-atom oksigen gugus hidroksil ini menyebabkan atom karbon tempat menempelnya gugus hidroksil yang


(52)

terprotonasi bersifat elektrofil karena memiliki muatan parsial positif. Adanya anhidrida asetat yang memiliki atom oksigen yang bersifat nukleofil terjadi penyerangan nukleofil terhadap elektrofil. Ikatan antara atom karbon dengan gugus hidroksil yang terprotonasi tidak stabil dan akhirnya putus. Proses ini berlangsung hingga gugus-gugus hidroksil yang dihasilkan akan mengalami asetilasi lebih lanjut selama anhidrida masih ada.

2.2.1.3. Esterifikasi selulosa dengan asam lemak

Menurut Reveley (1995) 10% produksi pulp dunia diubah ke bentuk

turunan selulosa yaitu 4,4 juta ton pertahun sedangkan menurut Engelhardt (1995) ester selulosa organik berjumlah 815 ribu ton pada tahun 1995. Diketahui ester selulosa dan campuran ester asam karboksilat alifatis banyak digunakan pada industri luas seperti coating (pelapisan), film, tekstil dan industri filter rokok. Secara teoritis pembentukan ester selulosa adalah mungkin dengan asam lemak. Adanya tiga gugus OH yang bebas pada setiap unit glukosa memungkinkan pembentukan mono, di atau triester. Gugus-gugus OH yang bebas mempunyai reaktifitas yang berbeda dan merupakan gugus polar yang dapat diganti oleh gugus-gugus atau senyawa nukleofil dalam larutan asam kuat (Yixiyangyu dan Hanna, 2004) .


(53)

Gambar 2.4 reaksi subtitusi nukleofilik pada atom karbon dari anhidrida asetat Gambar 2.4 adalah sebuah contoh subtitusi nukleophilik pada atom carbon yang tidak jenuh dari anhidrat asetat. Reaksinya berlangsung sesuai dengan mekanisme adisi eliminasi (Robert, 1965). Karena OH pada C6 lebih reaktif maka asetilasi lebih cepat daripada salah satu sekunder pada C2 dan C3 .OH primer yang berada diluar permukaan dari molekul selulosa bereaksi lebih cepat dengan group asetat. Sementara dua sekunder yang berada pada bagian dalam selulosa adalah bentuk ikatan hidrogen dengan group OH berdekatan dengan unit glukosa. Dari dua group OH sekunder, OH pada C2 lebih reaktif daripada C3 karena lebih hemiasetal dan lebih asam (Fedorova & Rogovin, 1963).

Awalnya pembentukan ester selulosa dengan asam lemak memerlukan reagen-reagen yang pekat sehingga menghasilkan HCl yang agresif sebagai hasil samping reaksi esterifikasi dan dapat mendegradasi selulosa. Untuk mengatasi degradasi selulosa dan asam, digunakan piridin (Malm, 1951) dan trietilamin


(54)

(Samaranayake, 1993) untuk menetralkan HCl yang terbentuk. Perkembangan terbaru telah memperkenalkan esterifikasi material selulosa dengan asam lemak klorida tampa pelarut untuk menghilangkan HCl gas dari sistem reaksi dengan menggunakan aliran nitrogen atau vakum (Thiebaud, 1995; Kwarta, 1992). Asam lemak merupakan bahan pengester yang tidak menyebabkan degradasi selulosa. Namun reaktifitasnya yang sangat rendah terhadap gugus hidroksil selulosa dapat menghambat reaksi esterifikasi. Beberapa molekul seperti disikloheksil karbodimida dan 4-pyrolidinopiridin, p-toluensulfonil klorida, metasulfonil atau trifloroasetat anhidrat (TFAA) telah digunakan untuk mengubah asam karboksilat menjadi lebih sangat reaktif. Dengan TFAA atau metode “Impelling” (memaksa) sebagian besar ester lemak dari selulosa telah dibuat. Variasi metode ini pada asetat anhidrat yang dibutuhkan hydroquinon, pottasium asetat telah digunakan untuk mendukung asam akrilat pada selulosa. Beberapa hasil penyelidikan yang berhubungan dengan esterifikasi selulosa dengan asam lemak telah dilaporkan. Diantaranya Vaca dkk (1998) telah melakukan penyelidikan esterifikasi selulosa dengan asam lemak dan asetat anhidrat dengan menggunakan pelarut Lithium Chlorida/ N,N – Dimethilacetamida.

2.2.1.4. Esterifikasi selulosa asetat

Selulosa asetat merupakan selulosa ester yang paling penting yang berasal dari asam organik dan merupakan polimer yang dapat didegradasi. Selulosa asetat biasanya digunakan untuk membuat serat, film dan pernis. Dalam laporan Carlos (2005) selulosa asetat dapat diperoleh melalui reaksi asetilasi antara selulosa pulp


(55)

kayu dan asam asetat anhidrat. Asetilasi adalah reaksi yang telah ditemukan untuk mengurangi sedikit sifat dasar dari selulosa. Menurut R.M. Rowell (2005), penghilangan ini adalah hal yang diharapkan dimana adanya reaksi asetilasi akan menambah kebasaan yang terjadi pada esterifikasi group OH pada dingding sel. Asetilasi reaksi selulosa asetat diperoleh melalui hidrolisis katalisasi dari triasetat dengan rata rata tingkatan subtitusi 2,4 dari group asetil per unit glukosa.

Selulosa triasetat mengandung 2,9–3,0 group asetil per unit glukosa. Selulosa akan bereaksi pada kondisi anhidrat, dalam sebuah katalis asam dengan anhidrat asetat, untuk membentuk selulosa triasetat sesuai dengan gambar reaksi 2.5.

n Asetat anhidrat +

Selulosa

3n (C H 3CO)2O OH OH OH C6H7O2 H2SO4 C6H7O2 OOCCH3 OOCCH3 OOCCH3 + Asam Asetat 3n (C H3OOH

n Selulosa Triasetat

Gambar 2.5. Reaksi selulosa dan asetat anhidrat dengan katalis asam sulfat

Asetilasi selulosa triasetat kemudian dihidrolisa untuk memberikan selulosa asetat sesuai dengan gambar 2.6.


(56)

OOCCH3 OOCCH3 OOCCH3

C6H7O2 +

n

3n (C H 3OOH

Selulosa Triasetat

C6H7O2 Selulosa Triasetat

(OCCH3)24

(OH) 06

+

n Asam Asetat 0,6nCH3COOH

Gambar 2.6. Reaksi asetilasi selulosa triasetat

2.2.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer semihablur yang terdiri dari gula pentosa dan heksosa dapat dilihat pada gambar 2.7. Pada awalnya hemiselulosa dipercaya menjadi perantara dalam biosintesis selulosa. Sekarang telah diketahui bahwa hemiselulosa tergolong dalam kumpulan polisakarida heterogen yang terbentuk melalui biosintesis yang berbeda seperti biosintesis dalam selulosa. Sifat hemiselulosa adalah heteropolisakarida sedangkan sifat selulosa adalah homopolisakarida dimana selulosa dan hemiselulosa mempunyai fungsi yang sama sebagai penyokong dingding sel. Hemiselulosa mudah dihidrolisis oleh asam yang monomernya terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa, arabinosa dan sejumlah kecil


(57)

L-ramnosa dan asam galaktonik. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimer sekitar 200 saja.

Gambar 2.7. Hemiselulosa

Struktur hemiselulosa dapat dipahami dengan mempertimbangkan terlebih dahulu konformasi unit monomer.Tedapat tiga jalan masuk dalam setiap monomer. Dalam setiap jalan masuk, huruf D dan L adalah konfigurasi untuk dua isomer optik gliseraldehid yaitu karbohidrat. Huruf Greek, α dan β adalah merupakan konfigurasi kumoulan hidroksil pada atom karbon nomor satu. Dua konfigurasi tersebut inamakan anome. Piranosa terdiri dari enam atom karbon dalam bentuk kursi dan furanosa yang terdiri dari lima atom karbon dalam bentuk perahu.

Pada mulanya, hemiselulosa mempunyai berat molekul yang lebih renah daripada selulosa dan stengah molekul hemiselulosa adalah bercabang. Hemiselulosa berhubungan erat dengan selulosa dan sebagai satu kompnen struktur dalam tumbuh-tumbuhan. Hemiselulosa bisa dilarutkan dalam alkali dan mudah dihidrolisis oleh asam. Jumlah hemiselulosa dalam berat kering kayu


(58)

biasanya ialah antara 20%-30%. Komposisi dan struktur hemiselulosa kayu lunak berbeda dengan kayu keras dimana perbedaan ini terlihat dalam kandugan hemiselulosa dan komposisinya pada batang, dahan akar dan kulit kayu.

2.2.3. Lignin

Selain karbohidrat dan ekstraktif, serat tandan kosong sawit juga mengandung lignin (gambar 2.8). Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Lignin adalah jaringan polimer amorfus tiga dimensi yang dibentuk daripada unit-unit fenilpropana serta mempunyai derajat polimer yang tinggi.


(59)

Di dalam kayu lunak, lignin adalah berdasarkan lignin guailasil dan didalam kayu keras linin mengandung kedua monomer guailasil dan siringil. Lignin ialah polimer berunit fenilpropana dan merupakan polimer terbanyak kedua setelah selulosa didalam tumbuhan. Lignin berfungsi sebagai bahan yang memberi dukungan terhadap kekuatan mekanik tumbuhan. Secara umumnya, lignin adalah terbentuk daripada monomer P-kumaril, alkohol sinapil dan alkohol koniferil. Konsep lignin sebagai polimer fenilropana telah dijelaskan oleh beberapa ahli. Diantaranya Lange (1945) berhubungan dengan sifat aromatik lignin dalam reaksi in situ dan juga Klason (1987) telah mengkaji mengenai lignin spruce adalah terdiri dari unit fenilpropana. Dalam menganalisis sifat kimia dan fisik lignin telah digunakan UV, IR, HNMR, dan 13 CNMR. Polimer lignin mengandung kumpulan metoksi, hidroksi fenol dan beberapa aldehid dan hanya sedikit hidroksil fenolik yang bebas yang kebanyakan kumpulan ini melalui rangkaian unit-unit fenilpropana. Sifat polimer lignin adalah keterlarutan lignin sangat rendah dalam kebanyakan pelarut. Hal ini menjadi satu masalah dalam penyelidikan sifa makromolekul lignin. Beberapa kajian yang telah dilakukan dalam polimer lignin seperti osmometri tekanan uap, penyerapan cahaya. Larutan lignin yang terpisah, lignosulfonat dan lignin kraf biasanya mepunyai ikatan rendah dan ini bermakna struktur lignin yang larut adalah padat dan berbentuk sfera. Oleh karena itulah, kelakuan lignin berbeda di dalam larutan dibandingkan dengan selulosa.


(60)

2.2.4. Ekstraktif

Selain daripada selulosa, hemiselulosa dan lignin yang merupakan unsur utama di dalam kayu dan serat tumbuh-umbuhan, serat tandan kosong sawit juga mengandung unsur lain tapi dalam jumlah yang kecil. Kebanyakan unsur-unsur ini dapat dilarutkan di dalam pelarut organik. Unsur-unsur-unsur ini ini adalah terpenoid, lemak dan lilin yang dikenal sebagai ekstraktif. Ekstraktif dapat diangap sebagai bahan kayu yang tidak mempunyai struktur dan hanya terdiri diluar sel dan mempunyai berat molekul rendah.

Ekstraktif memainkan peranan yang penting dalam penggunaan kayu dan dapat mempengaruhi sifat fisik kayu terutama diperlukan untuk menjaga fungsi biologi kayu. Contohnya, lemak merupakan sumber tenaga sel kayu, jika terpenoidnya rendah, sedangkan resin dan fenolik berfungsi untuk melindungi serangan serangga atau kerusakan mikrobiologi.

Ekstraktif hanya memenuhi sebahagian morfologi di dalam struktur kayu. Contohnya, asam resin terdapat dalam saluran resin, sedangkan lemak dan lilin terdapat dalam sel parenkim. Ekstraktif fenol ada terutama di dalam kulit kayu, ekstraktif seperti gum polisakarida, resin yang tidak larut dalam air dan minyak yang mudah menguap, merupakan estraktif yang biasanya dihasilkan oleh kayu. Ekstraktif merupakan bahan mentah yang bernilai bagi mendapatkan bahan kimia organik. Kebanyakan ekstraktif yang digunakan sekarang adalah diperoleh dari kayu.


(61)

2.3. Polietilena

Struktur dari polietilena merupakan bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih mempunyai titik leleh bervariasi antara 1100 C-1370 C. Struktur ini dapat dilihat pada gambar 2.9.

CH2 CH2

Gambar 2.9. Polietilena.

Umumnya polietilena bersifat resisten terhadap zat kimia. Pada suhu kamar, polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik (Bilmeyer, 1994). Polietilena dapat teroksida di udara pada temperatur tinggi atau dengan sinar UV. Struktur rantai polietilena dapat berupa linier, bercabang atau berikatan silang seperti yang terlihat pada gambar 2.10.

a.

b.

c.

Gambar 2.10. Struktur rantai polietilena a. HDPE, b. LDPE, c. LLDPE.

Beberapa jenis polietilena antara lain Low Density Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE) dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE). Low Density Polyethylene (LDPE) memiliki struktur rantai


(62)

percabangan yang tinggi dengan cabang-cabang yang panjang dan pendek. Sedangkan High Density Polyethylene (HDPE) mempunyai struktur rantai lurus, Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) memiliki rantai polimer yang lurus dengan rantai-rantai cabang pendek. HDPE (High Density Polythylene), LDPE (Low Density Polyethylene), sebaliknya dengan sedikit cabang-cabang pada rantai terutama akan memperkuat gaya-gaya ikatan antar molekuil. Dengan berdekatannya rantai-rantai utama akan menaikkan kristalinitas, rapat massa dan kekuatannya.

Adanya beberapa struktur dari polietilena akan mempunyai sifat fisik dan kimia dari bahan polimer. Struktur rantai bercabang mempunyai kekuatan yang lebih rendah karena cabang-cabang akan mengurangi gaya-gaya ikatan antar molekul. Adanya rantai-rantai cabang pada rantai polimer sehingga merupakan polimer linier yang mempunyai kristalinitas tinggi.

Proses pembuatan rantai panjang dari polimer termoplastik polietilena secara umum dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Proses dengan kondisi dan tekanan tinggi yang menghasilkan LDPE (Low Density Polyethylene).

2. Proses dengan kondisi pada tekanan rendah yang menghasilkan HDPE (High Density Polyethylene)

Proses pada tekanan tinggi dengan kondisi tekanan (PO)>1000 atm dan temperatur 100-3000C pertama kali diperkenalkan di England tahun 1933. Polietilena yang dihasilkan pada proses ini mempunyai berat molekul tinggi, mengandung rantai-rantai cabang yang banyak dan kristalinitas rendah/sedang


(63)

proses polimerisasi ini ternyata kurang begitu menguntungkan sehingga dilakukan penelitian selanjutnya. Sekitar tahun 1953 Karl Ziegler dari Jerman menemukan proses polimerisasi, proses ini dilakukan pada tekanan dan temperatur kamar dengan bantuan katalis yang disebut katalis Ziegler Natta, yaitu yang merupakan senyawa kompleks yang terbentuk dari alkil aluminium yang dikombinasikan dengan titanium klorida.

Polietilena yang dihasilkan mempunyai berat molekul yang tinggi, polimer lebih kaku dibandingkan dengan polimer yang dihasilkan pada tekanan tinggi. Kekakuan tersebut disebabkan tidak adanya rantai-rantai cabang pada rantai polimer sehingga merupakan polimer linier yang mempunyai kristalinitas tinggi.

Polietilena adalah polimer yang termasuk golongan poliolefin, dengan berat molekul rata-rata (Mw) = 50.000 – 300.000. Jenis polietilena yang banyak digunakan adalah LDPE (Low Density Polyethylene) yang mempunyai rantai cabang digunakan sebagai pengemas yaitu sekitar 44,5 % dari total plastik kemas kemudian diikuti HDPE (High Density Polyethylene) yang tidak mempunyai rantai cabang tetapi merupakan rantai utama yang lurus kurang lebih 25,4 % (Curlee, 1991).

Sifat-sifat dari polietilena sangat dipengaruhi oleh struktur rantai dan kerapatannya. Low Density Polyetylene (LDPE) lebih bersifat elastis dibanding High Density Polyethylene (HDPE). Hal ini karena kristalinitasnya rendah disebabkan oleh adanya cabang-cabang dari rantai polimer, sedangkan High Density Polyethylene (HDPE) mempunyai sifat kristalinitasnya lebih tinggi dan lebih kaku, karena High Density Polyethylene (HDPE) merupakan polimer linier.


(64)

Dengan adanya perbedaan bentuk rantai dan kerapatan ini dapat menyebabkan perbedaan sifat kedua jenis polietilena tersebut. Sedangkan LLDPE (Linear Low Density Polyethylene) merupakan satu jenis polietilena yang paling prospektif karena kemudahan proses pembuatan dapat diproduksi dalam berbagai pembuatan yaitu proses polimerisasi menggunakan berbagai jenis katalis Ziegler Natta. Sifat-sifat linear Low Density Polyethylene (LLDPE) sangat dipengaruhi oleh kromonomer yang ditambahkan.

Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) dapat digunakan dalam berbagai produk dan aplikasi, juga sebagai pengemas. Linear Low Density Polyethylene (LDPE) dipakai dalam bentuk film, botol, tabung lipat, tas, dan penutup (Cowd, 1991). Pengaruh irradiasi terhadap LLDPE dapat menimbulkan berbagai fenomena pada kondisi irradiasi yang diterapkan. Jika dilakukan irradiasi hampa udara, terjadi pengurangan berat, akibat hilangnya hidrogen. Analisis spektra FTIR menunjukkan bertambahnya gugus tak jenuh. Selain itu dapat juga terjadi reaksi ikatan silang yang menggambarkan kekuatan tarik LLDPE meningkat (Mark 1970).

Polietilena adalah polimer yang selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan secara populer dikenal sebagai plastik. Polimer ini banyak digunakan di antaranya adalah untuk pembuatan tas, kemasan botol sampo, mainan anak-anak dan sebagainya. Polietilena adalah material yang dapat dibentuk sesuai dengan yang diinginkan, strukturnya sangat sederhana dan merupakan polimer yang sangat komersil. Molekul polietilena merupakan atom karbon rantai panjang, dengan dua atom hidrogen mengikat masing-masing


(65)

setiap atom karbon. Di bawah ini akan ditunjukkan gambar 2.11 dari polietilena dengan rantai atom karbon yang panjangnya bisa sampai beberapa ribu atom.

Gambar 2.11. Polietilena dengan rantai atom karbon

Polietilena linier normalnya dihasilkan dengan berat molekul 200.000 sampai 500.000 dan bahkan bisa dibuat lebih besar lagi. polietilena dengan berat molekul tiga sampai enam million yang dapat dihasilkan sebagai ultra-high molecular weight poliethylene atau UHMWPE. UHMWPE dapat dipergunakan untuk membuat serat yang sangat kuat.

Polietilena adalah polimer vinil yang dibuat dari monomer etilena dan ini adalah salah satu model monomer etilena. Polietilena yang mempunyai cabang dibuat dari polimerisasi radikal vinil. Polietilena linier dapat dibuat dengan menggunakan prosedur yang sangat komplit yang disebut dengan polimerisasi Ziegler Natta.

Polimerisasi Ziegler-Natta dapat juga digunakan untuk membuat LDPE. Dengan kopolimerisasi monomer etilena dengan sebuah ikatan monomer juga salah satu memperoleh kopolimer yang mempunyai ikatan pendek hidrokarbon dan kopolimer seperti ini disebut linier low-density polietilena atau LLDPE.


(66)

2.4. Komposit matriks polimer

Menurut Feldman (1995) komposit merupakan sejumlah sitem multi fasa sifat gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan pemerkuat. Kekuatan dan sifat menyeluruh ditingkatkan dengan memasukkan fasa terdispersi kedalam matriks. Matriks yang digunakan dapat berupa keramik, logam maupun berupa polimer. Secara umum dikenal tiga kelompok komposit yaitu komposit serat (berpenguat serat), komposit laminer/laminant (penguatnya lembaran kertas, kain) dan komposit partikel/partikulat (penguatnya butiran, kerikil, pasir, filler lain dalam matriks kontinu). Sedangkan komposit polimer ialah makrokomposit bermatriks polimer. Polimer yang biasa digunakan untuk matriks komposit adalah polimer termoplastik (polietilena, polipropilena dan PVC) dan termoset (poliester, fenol formaldehida, epoksida, silikon dan lain-lain). Beberapa komposit matriks polimer dari jenis termoset dan termoplastik telah banyak diproduksi dan digunakan. Komposit dari matriks termoset yang lazim dipakai adalah poliester glas dipakai untuk atap dan isolasi bangunan. Komposit dari matriks termoplastik yang banyak dikomersilkan adalah komposit matriks polietilena dengan menggunakan serat glas dan dimanfaatkan untuk pipa air minum. Sedangkan komposit matriks polipropilena digunakan untuk alat rumah tangga, karpet, alas sepatu, tali, pipa dan lain-lain. Untuk pengolahan komposit polimer dapat dilakukan dengan penguatan fisik dan penguatan kimia. Penguatan fisik dengan cairan dingin dan korona dan penguatan kimia dengan anhidrida maleat, organosilena, isocyanat, natrium hidroksida, permanganat dan peroksida (Wambua, 2003).


(67)

2.4.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposit

Sifat komposit yang berdasarkan serat tergantung kepada bahan pengisi, penyebaran serat dan interaksi antara matriks dengan serat (Abdul Khalil et al, 2000). Selain itu, sifatnya bergantung kepada ikatan permukaan antara matriks dengan serat, sifat serat, ukuran serat, bentuk serat, jumlah serat dalam matriks, teknik pemerosesan dan penyebaran serat dalam matriks.

Selain daripada komposisi kimia yang dapat menentukan sifat sesuatu komposit yang dihasilkan, ia juga turut dipengaruhi oleh beberapa keadaan serat seperti bagaimana serat itu diperoleh, ukuran dan bentuk serat. Ukuran dan bentuk serat sangat diperlukan untuk tujuan yang tertentu seperti pemerosesan dan perekatan dengan matriks. Selain itu menurut Rozman (2001 dan 2002) kandungan serat biasanya juga dapat mempengaruhi kekuatan mekanik komposit. Dalam hal penyebaran, pengisi adalah penyebab tanpa pengetumpukan atau pengelompokan, atau dengan kata lain serat tersebar di sekitar matriks. Dua faktor yang dapat mempengaruhi sebaran pengisi ialah interaksi antara sesama pengisi dan panjang pengisi. Menurut Razaina (1998), interaksi antara sesama pengisi lignoselulosik melalui ikatan hidrogen menyebabkan pengetumpukan serat yang mengakibatkan keretakan atau terputusnya serat. Selain itu, jenis pengisi dapat juga mempengaruhi kekuatan komposit karena pengisi lignoselulosik yang berlainan mempunyai kandungan selulosa, lignin dan hemiselulosa yang berbeda. Misalnya dalam serat tandan kosong sawit mengandung 65% selulosa dan 95% lignin sedangkan serat kelapa mengandung 32-43% selulosa dan 40-45% lignin.


(68)

2.4.2. Serat Selulosa sebagai penguat komposit polimer

Dalam beberapa dekade yang lalu, penelitian dan ilmu rekayasa telah tertarik pada material serat sebagai penguat komposit polimer. Dalam hal ini serat komposit yang digunakan adalah aramid, carbon dan serat glas sebagai plastik. Menurut Wambua dkk (2003) serat glas adalah paling banyak digunakan untuk penguat polimer karena harganya murah dibandingkan dengan aramid dan carbon dan begitu juga dengan sifat mekaniknya serat glas jauh lebih baik. Namun bagaimanapun baiknya serat glas ini mempunyai beberapa kelemahan seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2 membandingkan serat glas dan serat alam dan jelas terlihat dukungan untuk komposit serat alam jauh lebih baik untuk dikembangkan di kemudian hari. Karbon dioksida bersifat netral pada serat alam dan atraktif sedangkan karbon dioksida pada serat glas tidak netral sehingga dapat berdampak negatip terhadap udara. Hal ini dipercaya menjadi pendukung dari efek masalah lingkungan dan dapat berhubungan dengan keadaan iklim di dunia (Larbig, Schezer, Dahlke dan Poltrock, 1998). Serat yang digunakan untuk penguat plastik biasanya adalah serat glas. Komposit yang menggunakan serat glas sebagai penguat telah banyak digunakan dalam bidang otomotif, industri sport, kontruksi bahan bangunan dan dalam bidang aerospace. Selain itu sejumlah besar menggunakan serat glas sebagai penguat plastik karena harganya yang rendah dibandingkan dengan serat aramid dan karbon dan mempunyai sifat mekanis yang baik. Saat ini, perhatian lebih besar pada serat alam.


(69)

Tabel 2.5. Perbandingan antara serat alam dan serat gelas Serat alam Serat gelas

Density Rendah Dua kali serat alam

Harga Rendah Rendah

Dapat diperbaharui Ya Tidak

Dapat di daur ulang Ya Tidak

Komsumsi energi Rendah Tinggi

Distribusi Lebar Lebar

CO2 Netral Tidak netral

Abrasi Tidak Ya

Disposal Biodegradasi Tidak biodegradasi

Menurut Raj dkk (1989), Maiti dan Hassan (1989), Youngquist dan Rowell (1990), Chtourou dkk (1992) dan Balatinez & Woodhams (1993) pemakaian serat alam tambah menarik dunia sejak tahun 1980, karena secara ekologi sangat baik dan begitu juga dengan keuntungan ekonomi. Sementara itu pemakaian beberapa serat selulosa pada komposit polimer ternyata mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari serat glas. Laporan ini diperoleh dari hasil penelitian Wambua dkk (2003) yang menyelidiki sifat mekanis dari komposit polipropilena yang diperkuat oleh serat rami, sisal dan jute dibandingkan dengan propilena dengan berpenguat serat glas. Sedangkan menurut Han Seung Yang dkk (2004) dengan menggunakan lignoselulosa yang berasal dari sekam padi untuk memperkuat polimer polipropilena terjadi pertambahan sifat fisik, sifat mekanis dan hasil morfologi menunjukkan adhesi yang lebih baik.

Pada saat ini, secara umum topik penelitian yang potensial adalah didasarkan pada penggunaan serat selulosa sebagai penguat komposit. Hal ini disebabkan karena lignoselulosa sebagai penguat komposit polimer yang tidak hanya murah tetapi juga dalam hal mengurangi polusi lingkungan karena


(70)

sifat-sifat biodegradasinya (Premalal dan Ismail, 2002; Mwaikambo dan Anselle, 2003). Oleh karena itu, menurut Son dan Kim (2003) riset dalam mengembangkan komposit dengan menggunakan berbagai bahan yang dapat diperbaharui sangat baik dikembangkan khususnya pemakaian lignoselulosa sebagai penguat dan matriks polimernya adalah temoplastik akan dapat bersahabat dengan lingkungan.

2.4.3. Komposit matriks polietilena berpenguat selulosa

Sejak tahun 1980 penyelidikan komposit matriks polimer kayu atau biasa

disebut dengan Wood Polymer Composite (WPC) berkembang pesat karena menggunakan selulosa yang berasal dari kayu yang memberi banyak keuntungan misalnya harganya rendah, graviti spesifiknya rendah dan merupakan komposit alam karena dapat diperbaharui. Selain itu komposit polimer kayu secara meluas telah banyak dipakai untuk komponen kenderaan, bahan- bahan bangunan dan juga perabotan ( Drzal dkk, 2001). Komposit polimer kayu yang menggunakan matriks poliolefin seperti polietilena telah banyak diselidiki. Seperti diketahui komposit matriks polietilena berpenguat selulosa mempunyai kompatibilitas yang rendah karena serat alam yang berasal dari kayu mempunyai sifat hidrofilik sehingga tidak dapat menempel dengan baik pada matriks polimer. Untuk itu sejumlah penyelidikan yang berhubungan dengan komposit polietilena berpenguat selulosa telah berhasil diselidiki. Secara umum penyelidikan diarahkan pada proses pengembangan komposit matriks polietilena berpenguat kayu. Beberapa hasil penyelidikan yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut :


(71)

2.4.3.1.Perubahan cairan pada komposit polietilena berpenguat kayu

Menggunakan teknik pengukuran kapiler untuk mengetahui perubahan

cairan pada komposit plastik kayu telah diselidiki. Dalam laporannya Li dan Michael (2005) menyatakan pengaliran cairan komposit HDPE-kayu diselidiki dengan menggunakan pengukuran kapiler untuk mengetahui efek kandungan dan bentuk partikel kayu pada polietilena anhidrida maleat (MAPE). Data viscositas dibandingkan dengan harga matriks polietilena berdasarkan literatur. Efek bentuk partikel kayu yang komersil diuji pada kandungan kayu 60 %. Hasil yang diperoleh adalah kedua viscositas pengaliran bertambah dengan jumlah kandungan kayu tetapi pengisi kayu tidak signifikan sebagai suspensi dari pengisi organik pada penambahan yang sama. Pada bentuk partikel kayu yang komersil hasil yang ditemukan adalah terjadi perobahan sedikit viscositas. Li dan Michael (2006) juga telah meneliti aliran putus dan aliran perpanjangan dari komposit HDPE dan kayu dengan menggunakan pengukuran plat rotasi paralel dan teknik hiperbolik. Hasil test menunjukkan modulus HDPE mempunyai tegangan yang sangat rendah.

2.4.3.2.Penentuan dan proses pengembangan cetak tekan pada komposit polietilena

Dalam penyelidikan komposit polietilena-kayu oleh Michael (2003) telah dilakukan proses penentuan campuran kayu dan HDPE (High Density Polyethylene) menggunakan teknik konvensional cetak tekan panas. Analisa termal digunakan untuk mengetahui pengembangan tekanan dan jumlah aliran.


(72)

2.4.3.3.Kompatibilisasi komposit polietilena dengan terminasi polietilena isocyanat

Cheng Zhang dkk (2006) menyelidiki sifat mekanik dan resistensi melalui efek terminasi polietilena alkohol (PEA), PE-MDI dan PE- MDI. Ternyata PE- MDI mempunyai modulus yang lebih tinggi daripada dengan PEA. Efek kompatibilisasi PE=MDI dan PE-PMDI telah menimbulkan tejadinya ikatan kovalen antara isocyanat dengan kayu. Ikatan kovalen ini dapat terlihat melalui FT-IR. Sedangkan penyelidikan dari SEM hasilnya adalah terminasi PE isocyanat mengubah adhesi antara kayu dan PE.

2.4.3.4. Efektifitas fungsionalisasi poliolefin pada komposit polietilena

Yeh Wang dkk (2003) telah menyelidiki beberapa efek fungsionalisasi pada komposit matriks poliolefin dengan pengisi serbuk kayu. Fungsionalisasi yang diselidiki adalah seperti LLDPE grafting maleat, HDPE grafting akrilat dan HDPE grafting maleat.Metode yang dipakai untuk menguji efektifitas dari kompatibilitas polioefin didasarkan pada struktur kimia, berat molekul dan tingkat grafting. Permukaan komposit dipelajari melalui SEM (Scanning Electron Microscope) dan FTIR untuk mengetahui fisasi kimia. Hasil yang diperoleh adalah bahwa kompatibilitas HDPE grafting maleat mempunyai kompatibilitas yang lebih baik ini terlihat dari sifat mekanik, morfologi dan penyelidikan infra merah.


(1)

Wang. , Feng, Sum, Chan , Shen Han, (2003), “Effectiveness of Functionalized Polyolefins as Comatibilizers or Polyethylene/Wood Flous Composites, Polymer engineering and science. Brookfield center. Vol. 43, iss 4 : pg. 933, 12 pgs.

Youngquist. J. A and Rowell. R. M, (1990), “Proc. 23 rd Int. Particleboard/Compos. Mater. Symp”, Maloney, editor, Washington State University, Pullman, WA, 141.

Yixiang Xu, Vesselin Miladinov and Milford A. Hanna, (2004), “Synthesis and Characterization of Starch Acetates with High Subtitution ‘, Cereal Chem. 81 (6). 735-740.

Zimmer H, Kloss D, (1995), “Ultraschallaufschluss von Hanf”, Ziele Technologie Anwendung Resltate Qualitatsmanagement, In; Bioresource Hemp, Coference Proceeding, Frankfurt, Germany.

Zadorecki. P and A. J. Michell, (1989), Polym Comp., 10, 69.

Zaini, M. J., Fuad, M. Y. A., Ismail, Z., Mansor dan Mustafah, (1996), “ J. Polym. International”, 40:51.


(2)


(3)

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan serbuk Pulp TKS

Pemotongan

2-3 cm Perendaman dalam air (24jam)

Air Pulp TKS

Pencucian

Pengeringan

Penggilingan

Pengukuran serbuk

Udara terbuka dan oven

Serbuk Pulp TKS 1,50 µm &6,75µm


(4)

Lampiran 2. Diagram alir esterifikasi Pulp TKS dengan anhidrida asetat

A LiC1/DMAc

Esterifikasi Aduk 4 jam, 5 jam,6 jam

7 jam temp. 130

o

C

Cuci dengan Pengendapan Cuci dengan air alkohol,saring vakum

Pemurnian Ekstraksi dengan etanol

16 jam

Temp. 50 oC Pengeringan Dalam desikator

Camp Pulp TKS LiCl/DMAc Aduk 30

Menit Temp 900C

Pulp TKS/asetat DTA FT.IR SEM Kuat Tarik DS

Campuran asam asetat Anhidrida

asetat & as sulfat Serbuk

Pulp TKS

As sulfat 1ml, 2ml, 3ml Aduk 1 jam Temp 900 C


(5)

Lampiran 3. Pembuatan komposit Polietilena dan Pulp TKS yang tidak teresterifikasi

Serbuk Pulp TKS (10,20,30,40&50 %)

Polietilena (90,80,70,60&50 %)

Serbuk Pulp TKS

dan Polietilena

Dalam pencampur in ternal, temp 135-1400C Waktu 30 menit

Pembentukan komposit

Pencetakan specimen

Temp 1350C Waktu 5 menit Tekanan 100 kN

Pengujian dan Karakterisasi komposit


(6)

Lampiran 4 Pembuatan komposit Polietilena dan Pulp TKS yang teresterifikasi

Serbuk Pulp TKS Esterifikasi 50 %

Polietilena 50 %

Pembentukan komposit Serbuk Pulp TKS Esterifikasi dan Polietilena

Pencetakan specimen

Dalam pencampur in ternal, temp 135-1400C Waktu 30 menit

Temp 1350C Waktu 5 menit Tekanan 100 kN

Pengujian dan Karakterisasi komposit